82
LAPORAN TUTORIAL BLOK THT SKENARIO III SUARAKU HILANG! KELOMPOK VII AMAZIA AURORA KUSUMA G 0013023 ARUM DESSY RAHMA SARI G 0013041 CHOIROTUN HISAN G 0013063 FARIZCA NOVANTIA W G 0013093 LUKLUK AL ULYA G 0013141 MUH FARIZA AUDI P G 0013157 MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT G 0013163 NAILA IZZATUS S G 0013169 PETER DARMAATMAJA SETIABUDI G 0013187 QONI’ATUNNISA NUZULUL FALAKHI G 0013191 VICTORIA HUSADANI PERMATA S G 0013229 YOSA ANGGA OKTAMA G 0013239 TUTOR : NOVIANTO ADI NUGROHO, dr

Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

  • Upload
    yosa

  • View
    87

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

LAPORAN TUTORIAL

BLOK THT SKENARIO III

SUARAKU HILANG!

KELOMPOK VII

AMAZIA AURORA KUSUMA G 0013023

ARUM DESSY RAHMA SARI G 0013041

CHOIROTUN HISAN G 0013063

FARIZCA NOVANTIA W G 0013093

LUKLUK AL ULYA G 0013141

MUH FARIZA AUDI P G 0013157

MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT G 0013163

NAILA IZZATUS S G 0013169

PETER DARMAATMAJA SETIABUDI G 0013187

QONI’ATUNNISA NUZULUL FALAKHI G 0013191

VICTORIA HUSADANI PERMATA S G 0013229

YOSA ANGGA OKTAMA G 0013239

TUTOR : NOVIANTO ADI NUGROHO, dr

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

Page 2: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 3

SUARAKU HILANG!

Seorang anak laki laki, usia 40 tahun pekerjaan penyanyi kafe, datang ke

poliklinik THT dengan keluhan suara serak dan makin lama makin hilang. Keluhan

sudah dirasakan sejak 4 bulan terakhir. Keluhan disertai dengan tenggorokan terasa

kering terutama pada pagi hari, kadang dirasakan nyeri telan, kadang disertai batuk.

Tidak didapatkan keluhan sulit menelan. Pasien mempunyai hobi menyanyi dan sejak

timbul keluhan tersebut pasien sudah tidak dapat bernyanyi lagi. Pasien merokok,

setiap hari menghabiskan ±1/2 bungkus rokok. Pasien juga mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi goreng-gorengan, es, dan makanan instant.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran compos mentis, tekanan darah

120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, suhu 36°C. Pada pemeriksaan tenggorok

didapatkan: tonsil T1-T1, granulasi (+) di dinding faring posterior, hiperemis (+).

Dari pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan epiglotis edema(-), plika

aryepiglottica edema (-), aritenoid edema (+), mukosa hiperemis, plika vocalis edema

(+), gerakan plika vocalis sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan hidung dan telinga tidak

didapatkan kelainan. Pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak didapatkan

lymphadenophaty.

Page 3: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah

dalam skenario

Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai

berikut:

1. Nyeri telan : Disebut sebagai odinofagi yaitu nyeri tenggorok oleh karena

kelainan/peradangan di nasofaring, orofaring, hipofaring.

2. Granulasi : jaringan fibrosa yang terbentuk dari bekuan darah sebagai bagian

dari proses penyembuhan luka, sampai matang menjadi jaringan parut

3. Laringoskop indirek :. melihat laring tidak langsung dengan bantuan cermin

yang disinari dengan cahaya

4. Plica aryepiglottica : lipatan yang disokong oleh cartilago cuneiformis yaitu

dua cartilago kecil berbentuk batang yang terletak sedemikian rupa sehingga

masing-masing terdapat di dalan satu plica aryepiglottica, bertempat di

cartilago corniculata.

5. Aritenoid edema : cartilago kecil, dua buah, dan berbentuk pyramid.

Keduanya terletak di belakang larynx, pada pinggir atas lamina cartilago

cricoidea yang mengalam edema

6. Suara serak : disebut disfonia merupakan istilah umum untuk setiap

gangguan suara yang disebabkan oleh kelainan pada organ–organ fonasi,

terutama laring baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan

merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan

pada laring. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran,

gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua

pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan disfoni

7. Plica vocalis : suatu lipatan pada laring yang akan membentuk rima glottidis,

akan bergetar ketika berbicara.

Page 4: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan

Permasalahan pada skenario pertama antara lain:

1. Bagaimana anatomi pharynx dan larynx?

2. Bagaimana fisiologi berbicara dan menelan pada manusia?

3. Mengapa suara serak, menghilang, tenggorok kering terutama pada pagi hari ?

4. Mengapa ada tanda inflamasi pada pemeriksaan tetapi tidak demam ?

5. Bagaimana patofisiologi kasus pada skenario ?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan

sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)

1. Anatomi pharynx dan larynx

Pharynx merupakan suatu tubulus musculo membranosa, yang di

bagian dalamnya dilapisi oleh tunica mucosa. Pharynx merupakan bagian dari

systema digestivus, terletak di belakang dari cavum nasi, cavum oris dan

larynx.

Pharynx panjangnya kira-kira 12 cm, yang membentang dari

tuberculum pharyngeum sampai setinggi tepi bawah cartilago cricoidea atau

skeletopis setinggi Vc6. Ke arah caudal, pharynx berperan ganda baik untuk

proses deglutisi maupun untuk respirasi. Oleh karena itu pharynx dapat

berfungsi jalan makanan maupun udara pernafasan.

Batas-batas dari pharynx dapat ditetapkan sebagai berikut:

a. Cranial : corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis

b. Caudal : (melanjutkan diri ke dalam) oesophagus

c. Ventral :

melalui choanae akan berhubungan dengan cavum nasi.

melalui isthmus faucium akan berhubungan dengan cavum oris

melalui aditus laryngis akan berhubungan dengan larynx

Page 5: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

d. Dorsal : fascia preventebralis dan musculi prevertebralis serta VC1-6

e. Lateral : processus styloideus dengan otot-otot yang melekat disini,

m.pterygoideus medialis, vagina carotica, glandula thyreoidea, dan ostium

pharyngeum tubae auditivae Eustachii(optae)

Berdasarkan letaknya, pharynx dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. NASOPHARYNX

Nasopharynx disebut juga sebagai epipharynx. Nasopharynx merupakan

bagian dari pharynx yang terletak paling cranial, tepatnya di bagian

belakang dari cavum nasi. Baik cavum nasi maupun nasopharynx

keduanya secara fungsional berperan dalam systema respiratoria.

Nasopharynx berhubungan dengan oropharynx melalui isthmus

pharyngeus atau hiatus nasopharyngeus, yang dibatasi oleh palatum molle,

arcus palatopharyngeus dan dinding dorsal pharynx. Isthmus pharyngeus

ini akan menutup pada saat menelan. Choanae adalah lubang penghubung

antara nasopharynx dengan cavum nasi.

Seperti halnya cavum nasi, ruangan di nasopharynx selalu terbuka oleh

karena dindingnya (kecuali palatum molle) selalu dalam keadaan tetap.

Atap dari nasopharynx disebut pula sebagai fomix pharyngis, dan dinding

posterior nasopharynx akan melekat pada facies inferior corpus ossis

sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis. Suatu massa jaringan

lymphoid yang terdapat di membrana mucosa dinding posterior

nasopharynx disebut sebagai tonsilla pharyngealis (adenoidea).

Pembesaran dari tonsilla pharyngea ini dikenal sebagai hipertrofi adenoid

yang dapat membuat buntu tractus respiratorius sehingga menyebabkan

bernafas melalui mulut dan mempengaruhi pertumbuhan wajah.

Page 6: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Tonsilla pharyngealis ini banyak terlihat pada anak-anak dan akan

mengecil saat pubertas. Di setiap dinding lateral nasopharynx dijumpai

adanya ostium pharyngeum tubae auditivae. Lubang ini terletak kira-kira

1-1 ½ cm :

Di bawah atap dari nasopharynx

Di depan dari dinding posterior pharynx

Di atas dari palatum dan

Di belakang dari concha nasalis inferior dan septum nasi

Ostium phryngeum tubae auditivae ini dibatasi di sebelah atas dan

belakangnya oleh suatu peninggian yang disebut torus tubarius. Torus tubarius

dibentuk oleh pars cartilaginea tubae. Plica dari membrana mucosa yang

berjalan descendens dari torus tubarius ini menuju ke palatum, disebut sebagai

plica salpingopalatina.

Sedangkan plica torus levatorius adalah plica yang disebabkan oleh

adanya m.levator veli palatini, yang berjalan dari osteum pharyngeum tubae

auditivae menuju ke palatum molle. Bagian dari cavum pharyngis yang

terletak di sebelah dorsal dari torus tubarius disebut sebagai recessus

pharyngeus. Recessus pharyngeus ini membentang ke arah dorsal dan lateral,

terletak antara m. longus capitis disebelah medial dan m. levator veli palatini

di sebelah lateral. Jaringan limphoid yang kadang-kadang terdapat di

membrana mucosa di recessus pharyngeus ini disebut sebagai tonsilla tubaria.

Tuba Auditiva Eustachius disebut juga sebagai tuba

pharyngotympanicus, yaitu suatu liang penghubung antara nasopharynx dan

cavum tympani. Tuba auditiva ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan

udara luar dengan tekanan di dalam cavum tympani. Membrana mucosa di

tuba auditiva ini merupakan lanjutan dari membrana mucosa pharynx, yang

kemudian akan melanjutkan ke dalam cavum tympani.Oleh karenanya, infeksi

Page 7: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

dari pharynx dapat merembet ke dalam auris media dengan melalui tuba

auditiva ini. Tuba auditiva ini membentang ke dorsolateral atas kira-kira 3 - 4

cm panjangnya. Tuba auditiva ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

Pars cartilaginea tubae

Pars cartilaginea tubae ini dapat disebut sebagai diverticulum

pharyngeum. Pars cartilaginea tubae ini terletak di facies inferior dari

basis cranii, terletak dalam suatu cekungan antara alae magna ossis

sphenoidalis dan pars petrosa ossis temporalis. Membrana mucosa dari

pars cartilaginea tubae ini tersusun atas epithel pseudocomplex columnair

bercilia. Tuba ini di sebelah lateral berbatasan dengan m. tensor veli

palatini, n. mandibularis dan a. meningea media. Di sebelah medial

berbatasan dengan m. levator veli palatini dan recessus pharyngeus.

Pars cartilaginea tubae ini selalu dalam keadaan tertutup, yang mungkin

disebabkan oleh adanya jaringan elastis di situ.Tetapi pada saat menelan

dan bersin, pars cartilaginea tubae ini baru terbuka untuk mencegah

kenaikan tekanan di auris media.Mekanisme perubahan dari pars

cartilaginea tubae terjadi secara pasif maupun secara musculair. Apabila

bersifat musculair, hal ini terjadi oleh kerja dari m. tensor veli palatini.

Tuba auditiva ini (terutama yang pars cartilaginea) dapat tertutup sama

sekali oleh adanya oedema dari membrana mucosa, misalnya terjadi pada

influenza.

Dalam suatu ketinggian tertentu, misalnya saat mendaki gunung atau saat

naik pesawat terbang tekanan udara menjadi menurun, sehingga udara di

dalam cavum tympani menjadi mengembang, yang menyebabkan

membrana tympani terdorong ke lateral. Dalam keadaan tidak menelan,

kenaikan tekanan udara di dalam auris media dapat mendorong

membukanya tuba auditiva dengan ditandai munculnya suara klik.

Page 8: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Sebaliknya pada saat berjalan turun, tekanan udara menjadi semakin

tinggi, sehingga akan mempengaruhi atau menekan membrana tympani,

sehingga pendengaran untuk sementara terganggu. Tekanan udara yang

terdapat di sebelah luar dari membrana tympani yang tinggi tersebut dapat

diseimbangkan dengan tindakan menelan atau bersin yang dapat

membukakan tuba auditiva.

Pars ossea tubae

Pars ossea tubae ini merupakan pelebaran ke depan dari cavum tympani

yang sering disebut sebagai protympanum. Pars ossea tubae ini berada di

daerah semicanalis pars petrosa ossis temporalis dan karenanya pars ossea

tubae ini sering dianggap sebagai bagian dari area pneumatisasi ossis

temporalis. Pars ossea tubae ini dapat dijumpai di bagian bawah dari

cranium yang terletak antara pars petrosa ossis temporalis dan lanjutan ke

bawah dari tegmen tympani. Pars ossea tubae ini akan dilapisi oleh

membrana mucoperiosteum, yang tersusun atas epithel cuboid tak bercilia.

Pars ossea tubae ini di sebelah cranial berbatasan dengan semicanalis m.

tensoris tympani, dan sebelah anterolateral berbatasan dengan pars

tympanica ossis temporalis sedang arah posteromedial berbatasan dengan

canalis caroticus.

b. OROPHARYNX

Oropharynx disebut pula sebagai mesopharynx. Oropharynx membentang

dari setinggi palatum molle di sebelah cranial sampai ke tepi atas dari

epiglottis di sebelah caudal. Oropharynx ini ke ventral akan berhubungan

dengan cavum oris melalui isthmus faucium, yang dibatasi oleh :

Cranial : palatum molle

Lateral : arcus palatoglossus

Page 9: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Caudal : radix linguae

Di daerah isthmus faucium, terlihat adanya suatu lingkaran jaringan

lymphoid yang tersusun atas rangkaian dari:

Cranial : tonsilla pharyngealis (adenoidea)

Lateral : tonsilla palatina

Caudal : tonsilla lingualis

Lingkaran jaringan lymphoid ini sering kali dianggap sebagai barrier

terhadap perembetan proses infeksi, tetapi fungsi yang sesungguhnya dari

jaringan lymphoid ini masih belum banyak diketahui. Membrana mucosa

yang menutupi epiglottis akan melanjutkan diri untuk melapisi radix

linguae. Membrana ini kemudian disebut sebagai membrana

glossoepiglottica. Penebalan dari membrana glossoepiglottica di linea

mediana membentuk plica glossoepiglottica mediana, sedangkan

penebalan di sebelah lateral kanan dan kiri disebut sebagai plica

glossoepiglottica laterale.Plica yang terakhir ini sering disebut sebagai

plica pharyngo epiglottica oleh karena membrana dari epiglottis ini

menuju ke dinding lateral pharynx. Suatu cekungan yang dibatasi antara

plica glosso-epiglottica mediana dan plica glossoepiglottica laterale kanan

dan kiri disebut vallecula epiglottica. Ke arah posterior, oropharynx

berbatasan dengan corpus vertebrata cervicalis ke - 2 dan ke -3.

Setiap dinding lateral oropharynx di jumpai arcus palatoglossus dan

arcus palatopharyngeus atau sering disebut pula sebagai pilar anterior dan

pilar posterior dari isthmus faucium. Arcus tersebut di atas disebabkan

oleh adanya otot di bawah membrana mucosa. Otot-otot tersebut ialah m.

palatoglossus dan m. palatopharyngeus. Daerah triangulair yang terletak

antara arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus disebut fossa

tonsillaris yang akan ditempati oleh tonsilla palatina.Tonsilla palatina

Page 10: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

adalah sekelompok jaringan lymphoid yang terdapat di fossa tonsillaris

yang ditutupi oleh membrana mucosa yang berhubungan dengan

membrana mucosa di pharynx. Fungsi tonsilla palatina ini masih belum

jelas.

Facies medialis tonsilla palatina adalah bebas, yang di sebelah atasnya

dijumpai fossa supratonsillaris. Pada permukaan ini dijumpai juga

lubang-lubang buntu yang disebut cryptae tonsillares. Cryptae ini

membentuk celah-celah lurus dengan epithel squamous, yang di sebelah

dalamnya dijumpai folikel lymphaticus. Cel-cel lymphocyt dapat

dijumpai di epithel dan dilepaskan bersama-sama dengan saliva, disebut

corpusculum salivarius.

Facies lateralis dari tonsilla palatina terletak lebih profunda yang

dilapisi oleh capsula fibrosa yang ke arah lateral akan berhubungan

dengan fascia pharyngobasilaris, v.paratonsillaris, m.constrictor

pharyngis superior, m.palatopharyngeus, m.palatoglossus, ligamentum

stylohyoideum, m.styloglossus, m.stylopharyngeus, n.glossopharyngeus,

m. pterygoideus medialis dan regio di angulus mandibulae.

Tonsilla palatina mendapat vascularisasi dari a. carotis externa

terutama oleh r. tonsillaris a.facialis, yang menembus m. constrictor

pharyngis superior dan masuk ke bagian caudal dari facies lateralis

tonsilla palatina. Perdarahan saat tonsillektomi berasal dari v. palatina

externa atau dari v. paratonsillaris yaitu suatu vena yang berjalan

descendens dari palatum molle, di sebelah lateral dari tonsilla palatina

dengan menembus m. constrictor pharyngis superior dan berakhir di v.

facialis.Pada umur pubertas, secara fisiologis, tonsilla palatina mengalami

kemunduran.Tonsilla menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan saat

anak-anak.

Page 11: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

c. LARYNGOPHARYNX

Laryngopharynx membentang dari setinggi tepi atas cartilago epiglottica

sampai ke tepi bawah dari cartilago cricoidea, kemudian akan melanjutkan

diri ke dalam oesophagus. Laryngopharynx disebut juga sebagai

hypopharynx. Di sebelah anterior dari laryngopharynx dijumpai aditus

laryngis, bagian dorsal dari cartilago arytaenoidea dan cartilago cricoidea.

Sedang di sebelah posterior laryngopharynx berbatasan dengan corpus

vertebrae cervicalis ke - 4 sampai ke - 6.

Recessus piriformis atau fossa piriformis adalah bagian dari

laryngopharynx yang terletak di kanan dan kin dari aditus laryngis. Fossa

piriformis ini terletak di antara membrana hyothyreoidea dan cartilago

thyreoidea di sebelah lateral sedangkan di sebelah medial terletak di antara

cartilago cricoidea dan plica aryepiglottica serta cartilago arytaenoidea.

Cabang-cabang dari n. laryngeus internus dan a/v. laryngea superior

berada di bawah membrana mucosa dari fossa piriformis ini.Oleh karena

fossa piriformis ini berbentuk kantong, maka corpus alienum dapat

tertahan di sini.

2. Fisiologi berbicara dan menelan pada manusia

Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu. Proses bicara

melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan,

pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di

dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga

hidung. Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas

otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex

yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang

dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal

yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.

Page 12: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak,

dengan produksi suara diatur oleh kontrol pusat di bagian rostral otak.

Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada

bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran

berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di

bawah kontrol volunteer adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi

dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan

peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara.

a. Struktur Fungsional Organ Pengucapan, Suara, dan Bicara

Bicara adalah pembentukan dan pengorganisasian suara menjadi simbol

atau lambang yang merupakan interaksi sejumlah organ yang terdiri dari:

Organ Respirasi

Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran udara

respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk

mencetuskan suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru.

Organ Fonasi

Laring dengan otot-otot instrinsik dan ekstrinsiknya dan pita suara

yang merupakan bagian terpenting laring. Laring merupakan

penghubung antara faring dan trakea, didesain untuk memproduksi

suara (fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago yang

berpasangan, dan 3 yang tidak berpasangan. Organ ini terletak pada

midline di depan cervikal vertebra ke 3 sampai 6.

Organ ini dibagi ke dalam 3 regio:

- Vestibule

Page 13: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

- Ventricle

- Infraglotitic

Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada

regio ventricle.Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension)

dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana

fungsi otot-otot tersebut adalah:

- M. Cricothyroideus menegangkan pita suara

- M. Tyroarytenoideus (vocalis) relaksasi pita suara

- M. Cricoarytenoideus lateralis adduksi pita suara

- M. Cricoarytenoideus posterior abduksi pita suara

- M. Arytenoideus transversus menutup bagian posterior rima glotidis

Setelah udara meninggalkan paru-paru, udara mengalir melalui laring

yang berfungsi sebagai vibrator yang diperankan oleh pita suara.Pita

suara diregangkan serta diatur posisinya oleh beberapa otot khusus

laring, dengan adanya perbedaan regangan dan ruang yang dibentuknya,

maka terbentuk celah dengan macam-macam ukuran yang menghasilkan

suara sebagai berikut:

- Voiceless, yaitu pita suara membuka penuh waktu inspirasi, pita

suara saling menjauh, sehingga udara bebas lewat di antaranya.

- Voiced, yaitu pita suara bergetar ke arah lateral. Udara mendorong

pita suara saling menjauh, aliran udara lewat dengan cepat yang

menarik kembali pita suara untuk asling mendekat, proses ini

berlangsung berulang-ulang sehingga terjadi getaran pita suara.

Suara yang dihasilkan oleh proses fonasi memiliki nada (frekuensi),

kekerasan (intensitas), dan kualitas lemah. Suara hasil produksi

laring yang hanya berkaitan dengan bicara disebut fonasi-suara-

bisikan, sebaliknya suara lain yang diproduksi laring yang tidak

Page 14: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

berkaitan dengan bicara tidak dapat disebut suara fonasi (batuk,

berdehem, tertawa).

Organ Resonansi

Terdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus paranasalis.

Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya lemah, tidak

berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang

berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada

frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada

kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi suara yang sudah

diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara. Ciri-ciri resonansi

sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek yang sangat

penting bagi efektivitas bicara.

Organ Artikulasi

Tersusun atas:

- Bibir, berfungsi untuk memberndung udara pada pembentukan suara

letup.

- Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah

untuk mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan

membentukaliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi lidah

bahwa suara terbaik sudah dihasilkan.

- Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit,

menipis, melengkung, menonjol, atau mendatar.

- Pipi membendung udara di bagian bukal.

- Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan

labio-dental dan apiko-alveolar.

- Mandibula membuka dan menutup waktu bicara

Page 15: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Vocal Tract

Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section

dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross

section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang,

lidah, dan velum (palatum lunak). Perangkap (trap-door action) yang

dibuat sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity

yang berpartisipasi dalam speech production- nasal tract. Kavitas

nasalis memiliki panjang sekitar 12 cm dan luas 60 cm3.Untuk bunyi

suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang

melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai

filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan

resonansi akustik dari vocal tract.

Voiced Sounds

Suara diproduksi dengan meningkatkan tekanan udara di paru-paru dan

menekan udara untuk bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords),

sehingga vocal cords bergetar. Getaran tersebut mengganggu aliran

udara dan menyebabkan getaran broad spectrum quasi-periodic yang

berada di vocal tract. Ligament yang bergetar dari vocal cords memiliki

panjang 18 mm dan glottal yang secara khusus bervariasi dalam area

dari 0-20 mm2. Otot laryngeal yang mengatur vocal folds dibagi

menjadi tensors, abductors, dan adductors. Naik dan turunnya pitch dari

suara dikontrol oleh aksi dari tensor– cricothyroid dan otot vocalis.

Variasi dalam tekanan subglottal juga penting untuk mengatur derajat

getaran laryngeal.

Artikulasi dan Resonansi

Page 16: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut

dimodifikasi untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses

artikulasi dan resonansi. Artikulasi adalah proses penghasilan suara

dalam berbicara oleh pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan

mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi dengan respirasi dan

fonasi.

Dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi suara dasar

disaring. Kualitas akhir dari suara tergantung dari ukuran dan bentuk

berbagai kavitas yang berhubungan dengan mulut dan hidung. Bentuk

dari beberapa kavitas ini bisa diubah oleh berbagai macam aktivitas

bagian yang dapat bergerak dari faring dan kavitas oral. Kavitas yang

berhubungan dengan dengan hidung adalah kavitas nasal, sinus, dan

nasofaring. Nasofaring dengan cepat berubah-ubah dan variasi ini

dihasilkan oleh kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari palatum

lunak.

Kavitas yang berhubungan dengan mulut adalah kavitas oral dan

oropharynx. Kedua kavitas ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari

otot-otot. Semua kavitas ini mengambil dan memperkuat suara

fundamental yang dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi ini

dikenal dengan sebutan resonansi. Pergerakan dari palatum lunak,

laring, dan faring membuat manusia dapat mencapai keseimbangan

yang baik antara resonansi oral dan nasal yang akhirnya menjadi

karakteristik dari suara tiap-tiap individu.

Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk

dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga mulut.

Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang

ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan

dibentuk dari gelombang udara yang berkontak dari arah yang

Page 17: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

berlawanan. Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan

huruf “p” dan “b”. Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi

dan palatum saat pengucapan huruf “t” dan “d”.

Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan

hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara

yang hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis

ketika kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic

stroke. Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf

vocal saja dengan sedikit konsonan.

Di samping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat menghasilkan

dua macam suara-suara yang tak terdengar: fricative sounds dan plosive

sounds. Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s, sh, f, dan th,

yang dihasilkan ketika vocal tract setengah tertutup pada beberapa titik

dan udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup

tinggi untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative

membutuhkan sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering

terdengar tidak sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan

denture. Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika vocal

tract tertutup seluruhnya (biasanya dengan bibir atau lidah),

membiarkan tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian

membuka dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative

consonant v dan z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber

suara.

Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan

dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan

mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang sistem

respiratori, laringeal, dan sistem orofacial.

Page 18: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

b. Mekanisme Neurologis Bicara

Salah satu perbedaan terpenting antara manusia dan binatang adalah

adanya fasilitas pada manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya.

Selanjutnya, karena tes neurologik dapat dengan mudah menaksir

seberapa besar kemampuan seseorang untuk berkomunikasi satu sama

lain, maka kita dapat mengetahui lebih banyak tentang sistem sensorik dan

motorik yang berkaitan dengan proses komunikasi daripada mengenai

fungsi segmen kortikal lainnya.

Untuk berbicara, manusia menerima rangsang baik melalui oragan

reseptor umum maupun oragan reseptor khusus, impulsnya dihantarkan

melalui saraf otak atau saraf spinal atau SSO dan dilanjutkan ke SSP area

sensorik. Pengaruh sensorik disampaikan ke area motorik unutk kembali

turun ke SST dan akhirnya sampai ke efektor yang menghasilkan aktivitas

bicara.

Organ reseptor umum (eksteroreseptif, interoreseptif, propioreseptif)

dan organ reseptor khusus (penglihatan, pendengaran, keseimbangan,

penghidung, pengecap) menerima rangsang.

Saraf Aferen

Saraf otak I-XII dan saraf spinal menghantarkan impuls saraf ke pusat

pemrosesan di SSP

SSP

SSP area Broca (area motorik bicara), area Wernicke (area auditif),

pusat ideamotor (pusat refleks dalam memilih kata dan

kalimat) merupakan pusat-pusat yang terlibat dalam proses

bicara.

Page 19: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Saraf Eferen

Saraf eferen dari SSP ke SST menyampaikan sinyal saraf kepada

efektor untuk melakukan aktivitas bicara.

Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi, yaitu: aspek sensorik (input bahasa),

melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang

melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.

Bahasa melibatkan integrasi dua kemampuan berbeda yaitu ekspresi (kemampuan

bicara) dan pemahaman. Pusat Bahasa pada manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu

pusat bahasa reseptif (pemahaman bahasa) dan pusat bahasa ekspresif (kemampuan

bicara). Pusat bahasa reseptif terdapat pada area Wernicke (area 41 dan 42 terletak di

korteks kiri di pertemuan antara lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis) yang

berfungsi sebagai pusat bahasa auditori-leksik, mengurus pengenalan dan pengertian

bahasa verbal/ lisan. Selain itu, daerah Wernicke bertanggung jawab dalam

memformulasikan pola koheren bicara yang disalurkan melalui berkas-berkas serat ke

daerah Broca melalui fasciculus arcuatus, yang akan mengontrol artikulasi bicara.

Daerah Wernicke menerima input dari korteks penglihatan di lobus oksipitalis suatu

jalur yang penting untuk memahami tulisan dan menjelaskan benda yang dilihat, serta

dari korteks auditorius di lobus temporalis, suatu jalur yang esensial untuk memahami

bahasa lisan. Lalu daerah Wernicke juga menerima input dari korteks somatosensorik

yang penting untuk pemahaman membaca Braille. Pusat bahasa reseptif yang kedua

terdapat pada area 39 yang berperan dalam pusat bahasa visuo-leksik, mengurus

pengenalan dan pengertian bahasa tulisan. Proses :

a. Proses pembentukan bicara setelah stimulus visual. Stimulus penglihatan

diterima corpus geniculatorius lateral, selanjutnya dikirim ke area visual

primer. Dari area visual primer stimulus disampaikan ke area 18, lalu ke

39 sebelum sampai ke Area Wernicke. Di area Wernick terjadi interpretasi

dan proses pemilihan kata. Stimulus ini disampaikan ke area Brocca untuk

Page 20: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

menciptakan pola motorik sebelum menuju area motor primer untuk

mengaktifkan otot-otot wajah dan lidah yang sesuai yang akan

menghasilkan kata-kata yang diinginkan.

b. Kemudian terdapat pusat bicara ekspresif yang terletak di area Brocca

terletak pada girus frontalis inferior di antara ramus ascendens anterior dan

ascendens posterior fisura lateralis (area brodmann 44 dan 45). Area Broca

berfungsi dalam mengendalikan kemampuan bicara. Selanjutnya proses

bicara dihasilkan oleh vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran

udara dari paruparu,sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah

dan palatum (langit-langit).Syarat terjadinya suara yaitu :

a. Aliran udara yang cukup,

Suara terjadi bila ada perbedaan tekanan udara di atas dan di

bawah glottis. Tinggi-rendah, panjang-pendek suara ditentukan oleh

volume dan aliran udara (dalam rongga dada).

b. Generator atau sumber suara,

Generator atau sumber suara terjadi di laring yaitu pada plika

vokalis. Di dalam plika vokalis terjadi beberapa proses yaitu tension,

aproksimasi dan fibrasi (gerakan sendi krikotiroid → merentang dan

memendekkan ligamentum vokalis, gerakan kartilago aritenoid dengan

otot intrinsic, membrane yang menutupi otot intrinsic plika vokalis).

c. Resonator,

Resonator ada di tiga tempat yaitu rongga faring (pembentukan

suara), rongga hidung (pembentukan nada suara), dan rongga mulut

(pembentukan warna suara).

d. Fungsi koordinasi dan kontrol : terjadi di otak dan saraf perifer.

Page 21: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

3. Suara serak, menghilang, tenggorok kering terutama pada pagi hari

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang

disebabkan oleh kelainan pada organ–organ fonasi, terutama laring baik yang

bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan merupakan suatu

penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Setiap

keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam

ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri

dan kanan akan menimbulkan disfoni.2

Keluhan gangguan suara tidak jarang ditemukan dalam klinik.

Gangguannya dapat berupa suara terdengar kasar (roughness) dengan nada

lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia),

suara tegang dan susah keluar (spatik), suara terdiri dari beberapa nada

(diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai

nada atau intensitas tertentu.

Disfonia dapat disebabkan oleh adanya radang, tumor, paralisis otot

laring, dan sebab-sebab lain. Ada suatu keadaan yang disebut disfonia

ventrikular, yaitu keadaan plika ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi

dari pita suara, misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus

pada pasien dengan laringitis akut. Radang laring dapat akut atau kronik.

Radang akut biasanya disertai gejala lain seperti demam, malaise, nyeri

menelan atau berbicara, batuk, disamping gangguan suara. Radang kronik non

spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronik, bronkitis kronik, atau karena

penggunaan suara yang salah dan berlebihan (vocal abuse) seperti sering

berteriak atau berbicara keras.

Vocal abuse juga sering terjadi pada pengguna suara profesional

seperti penyanyi,guru, penceramah, operator telepon, dan lain-lain. Radang

kronik spesifik misalnya tuberkulosis. Gejalanya selain gangguan suara,

Page 22: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

terdapat juga gejala penyakit penyebab. Tumor laring dapat jinak maupun

ganas. Gejala yang timbul tergantung lokasi tumor. Tumor pita suara juga

dapat terjadi. Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan,

baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan

paralisis sensorik. Paralisis pita suara juga dapat terjadi dan sering dijumpai

dalam klinik.

Faktor Peredisposisi proses radang kronik di faring ini adalah rinitis

kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang

merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya

faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena

hidungnya tersumbat. Jika dikaitkan dengan skenario, bernafas melalui mulut

inilah yang membuat tenggorokan pasien terasa kering terutama saat pagi hari.

Karena saat pagi hari, adalah akumulasi iritan yang masuk melalui mulut

karena bernafas melalui mulut, sehingga manifestasi tenggorokan kering

terutama pada pagi hari.

Penyebab disfonia dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa

laring dan sekitarnya. Penyebab paling sering disfoni umumnya adalah infeksi

pada tenggorok, biasanya karena infeksi saluran nafas atas, lesi jinak pita

suara dan gangguan suara fungsional. Perlu diwaspadai apabila suara serak

lebih dari 2 minggu harus segera diperiksakan untuk menilai gangguan pada

pita suara

4. Ada tanda inflamasi pada pemeriksaan tetapi tidak demam

Pada skenario, terdapat inflamasi tetapi tidak demam disebabkan oleh

adanya iritan, baik rokok, makanan berminyak, dan es, bukan disebabkan

adanya bakteri/virus dimana bakteri/virus menjadi trigger dalam system

imunitas tubuh yang salah satu manifestasinya adalah dengan adanya demam.

Page 23: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

5. Patofisiologi kasus pada skenario

Pada kasus skenario tiga ini, kemungkinan besar pasien mengalami

suatu penyakit peradangan yang disebut laryngitis. Laryngitis dapat dibedakan

menjadi dua jenis berdasarkan onsetnya,, laryngitis akut dan laryngitis kronis.

Laryngitis akut biasanya diakibatkan oleh virus dan bacteri. Sementara

laryngitis kronis biasanya karena vocal abuse akibat pemakaian suara

berlebihan dan juga karena irritant, seperti rokok, makanan berminyak dan

juga makanan instant serta es.

Pada skenario ini, pekerjaan pasien yang penyanyi akan

mengakibatkan penggunaan aktivitas plica vocalis yang berlebih sehingga

akan terjadi hipertrofi dari plica vocalis dan akan menghambat vibrasi dari

plica vocalis sehingga suara akan serak hingga hilang sama sekali. Gaya hidup

pasien yang mengkonsumsi makanan makanan yang dapat mengiritasi plica

vocalis juga akan memperparah kondisi laryngitis kronis.

D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan pada

langkah III

Diagnosis & diagnosis

MEKANISME

RPS:1. Suara serak2. Makin menghilang3. Tenggorok kering4. Nyeri telan5. Batuk6. Batuk pilek

Pemeriksaan fisik & penunjang1. Indikasi2. Kontraindikasi3. Interpretasi4. Interpretasi

KELUHAN

FAKTOR RISIKO

PHARYNX

LARYNX

MERADANG

Page 24: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario pertama ini adalah

1. Apa indikasi, kontraindikasi, dan interpretasi dari pemeriksaan fisik,

pemeriksaan tenggorok, laringoskopi indirek, pemeriksaan hidung telinga, dan

pemeriksaan kelenjar getah bening leher ?

2. Apa kaitan faktor resiko usia, rokok, dan kebiasaan dengan kasus pada

skenario?

3. Apa fungsi dari plica vestibularis ?

4. Mengapa pasien nyeri telan namun tidak didapatkan sulit menelan ?

5. Apa diagnosis, diagnosis banding, langkah edukasi, langkah preventif dan

komplikasi pada kasus tersebut?

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber

ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan

topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan

berikutnya.

Diagnosis & diagnosis PHARYNX

LARYNX

Page 25: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru

yang diperoleh

1. Indikasi, kontraindikasi, dan interpretasi dari pemeriksaan fisik,

pemeriksaan tenggorok, laringoskopi indirek, pemeriksaan hidung

telinga, dan pemeriksaan kelenjar getah bening leher

Laryngoscopy

Pemeriksaan yang digunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis laringoskopi

yaitu laringoskopi indirek (tidak langsung) dan laringoskopi direk (langsung).

Pemeriksaan laringoskopi ini menggunakan alat yang disebut dengan

laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yang umum dipakai yaitu laringoskop

bentuk lengkung (macintosh) dan bentuk lurus (miller). Laringoskop

digunakan untuk melihat laring dan struktur yang berdekatan dengan laring,

paling sering digunakan dengan tujuan memasukkan pipa endotrakea kedalam

trakea. Tujuan lainnya yaitu untuk pemasangan gastric tube, melihat benda

asing, dan menilai saluran pernafasan bagian atas. Bentuknya bervariasi, dari

yang dilengkapi dengan bola lampu sederhana hingga menggunakan

perangkat serat optik yang kompleks. Laringoskopi indirek dilakukan dengan

menggunakan kaca laring (laryngeal mirror) atau flexible fiberoptic

endoscope atau juga menggunakan teleskop laring baik yang kaku (rigid

telescope) atau serat optic teleskop (fiberoptic telescope). Penggunaan

teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video (video laringoskopi)

sehingga akan memberikan visualisasi laring yang lebih jelas baik dalam

keadaan diam maupun pada saat bergerak. Indikasi laringoskopi indirek

adalah batuk kronis, dsypnea, disfonia, stridor, perubahan suara, sakit

tenggorokkan kronis, otalgia persisten, disfagia, epistaksis, aspirasi, merokok

dan alkoholisme lama, skrining karsinoma nasofaring, kegawatdaruratan

(angioedema, trauma kepala-leher). Kontraindikasi laringoskopi indirek

adalah epiglotitis. Sementara laringoskopi direk digunakan untuk biopsy

tumor dan menentukan perluasannya (staging) atau bila diperlukan tindakan

Page 26: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

bagian-bagian tertentu laring seperti aritenoid, plika vokalis, plika

ventrikularis, daerah komisura anterior atau subglotik. Visualisasi laring dan

pita suara secara dinamis akan lebih jelas dengan menggunakan stroboskop di

mana gerakan pita suara dapat diperlambat (slowmotion) sehingga dapat

terlihatgetaran (vibrasi) pita suara dan gelombang mukosanya sehingga

diagnosis anatomis dan fungsional menjadi lebih akurat. (FK UNS, 2012)

a. Laryngoscopy indirect

Indikasi :kegawatdaruratan (angioedema dan trauma kepala-leher)

Kontra indikasi : epiglotitis karena pada pasien dengan epiglotitis

rawan terjadi trauma, yang nantinya akan menggnggu proses penelanan

dan pernapasan.

Pemeriksaan Laryngoscopy indirect memungkinkan pemeriksa dapat

melihat keadaan laring melalui kaca laring.

Syarat pemeriksaan: jalan harus lebar, lidah dikeluarkan, penderita

bernapas dengan mulut, semprotkan xylocaine 1% agar tidak muntah.

b. Laryngoscopy direct

Biasanya laringoskopi direk digunakan untuk biopsy dan staging tumor.

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening

KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening

harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri

tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak

dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

Ukuran : normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha

>1,5cm dikatakan abnormal). Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan

Page 27: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

atau proses perdarahan. Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada

keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak

mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya

abses/pernanahan. Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel

dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis,

sarkoidosis, keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada

infeksi rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian

belakang memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB

bagian anterior. Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga

sering disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit

kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata. Pada

pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua

sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh

bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi

dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih

panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif

menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan

tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan

(terikat dengan jaringan di bawahnya).

Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan

minguan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit

diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan

kulit di atasnya. Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara

mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian

atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya

satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi

oleh mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.

Page 28: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

2. Kaitan faktor resiko usia, rokok, dan kebiasaan dengan kasus

a. Pekerjaan: pasien adalah seorang penyanyi yang memungkinkan

penggunaan suara secara berlebihan dan penyalahgunaan suara (vocal

abuse). Pada awalnya terdapat edema dan vasodilatasi(diatesis prenodular)

pada pita suara, sehingga menyebabkan penambahan massa namun tidak

terlalu memengaruhi ketegangan pita suara. Vocal abusemenjelaskan

perlakuan suara (vocalbehaviour) yang berhubungan dengan kualitas suara

normal yang seringkalimenyebabkan abnormalitas pita suara dan

menghasilkan disfonia. Vibrasi yang berkepanjangan atau terlalu

dipaksakan dapat menyebabkan kongesti vaskular setempat dengan edema

bagian tengah membranosa pita suara, tempat kontak tekanan paling besar.

Akumulasi cairan pada submukosa akibat vocal abuse menyebabkan

pembengkakan submukosa (terkadang disebut insipien atau nodul awal).

Voice abuse yang lama dapatmengakibatkan hialinisasi Reinke’s spacedan

penebalan epitelium dasar. Perubahan massa mukosa mengurangi

kemampuan ketegangan pita suara dan penutupan glotis yang tidak

sempurna.

b. Kebiasaan merokok: Iritasi laring yang menetap terutama akibat merokok,

dapat berakibat timbulnya suatu daerah keputih-putihan. Secara klinis,

daerah putih ini disebut sebagai leukoplakia. Tiap daerah laring dapat

terlihat, namun biasanya korda vokalis paling sering terserang. Keluhan

umumnya berupa suara serak. Biopsi daerah ini memperlihatkan

hyperkeratosis (abnormalitas mukosa di mana orthokeratin terakumulasi

pada permukaan mukosa).

c. Beberapa zat kandungan rokok dikenal mempunyai kandungan yaitu

sianida, benzene, cadmium, metanol (alkohol kayu), setilena, amonia,

formaldehida, hidrogen sianida dan arsenik (Aditama, 2011). Sianida

merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano, benzene

Page 29: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

juga dikenal sebagai bensol atau senyawa kimia organik yang mudah

terbakar dan cairan tidak berwarna, cadmium sebuah logam yang sangat

beracun dan radioaktif yang ditemukan baterai. Metanol (alkohol kayu)

adalah alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal sebagai metal

alcohol, setilena (bahan bakar yang digunakan dalam obor las) merupakan

senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang

paling sederhana. Selain kandungan itu ada lagi kandungan lain seperti

amonia ditemukan di mana-mana di lingkungan tetapi sangat beracun dalam

kombinasi dengan unsur-unsur tertentu, formaldehida cairan yang sangat

beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat, hidrogen sianida

adalah racun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut. Zat

ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida dan arsenik

adalah bahan yang terdapat dalam racun tikus. Sedangkan asap yang

dihasilkan rokok mengandung tar. Tar itu sendiri mengandung banyak

bahan beracun ke dalam tubuh. Ini adalah substansi, tebal lengket, dan

ketika menghirup itu melekat pada rambut-rambut kecil di paru-paru. Organ

ini melindungi paru-paru dari kotoran dan infeksi, tapi ketika tertutup tar

organ ini tidak dapat melakukan fungsinya. Tar juga melapisi dinding

sistem respirasi secara keseluruhan, mempersempit tabung yang transportasi

udara (bronchiolus) dan mengurangi elastisitas paru-paru yang pada

akhirnya menyebabkan kanker paru-paru dan penyakit pernafasan kronis.

Selain itu asap ini juga mengandung karbon monoksida. Karbon monoksida

adalah bahan kimia beracun ditemukan dalam asap buangan mobil. Hal

inilah yang kemudian bisa menurunkan jumlah oksigen dalam darah dan

menghalangi semua kinerja organ pensuplai oksigen di dalam tubuh. Karena

tubuh kurang oksigen membuat jantung mengalami penebalan dan bekerja

lebih keras memompa darah. Inilah penyebab utama seorang perokok bisa

mengalami serangan jantung secara mendadak. Nikotin terdapat juga

didalam asap rokok dan akan merangsang hormon adrenalin yang dapat

menyebabkan jantung berdebar – debar, tekanan dan kadar kolestrol

Page 30: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

didalam darah akan meningkat yang erat hubunganya dengan serangan

jantung (S. Ronald, 2008).

d. Kebiasaan suka minum es dan makan gorengan juga akan memperburuk

penyakit yang dialami pasien. Es sifatnya dingin akan menyebabkan

mukosa faring menjadi lembab sehingga bakteri akan suka tinggal dan

berkembang biak di situ.

3. Fungsi dari plica vestibularis

Plica vestibularis memang tidak sering digunakan untuk pembentukan

suara, akan tetapi plica vestibularis memiliki peranan untuk mencegah korpus

alineum masuk ke saluran napas, dengan cara merangsang mekanisme batuk,

karena pada plica vestibularis banyak terdapat reseptor batuk.

Memang penggunaan plica vestibularis untuk pembentukan suara tidak

dominan, akan tetapi untuk penyanyi metal dan senorita, membutuhkan suara

yang terbentuk dari plica vestibularis ini. Pada kondisi dimana plica vocalis

tidak bisa bekerja maksimal, maka plica vestibuli ini akan mengambil alih

tugas plica vocalis.

4. Pasien nyeri telan namun tidak didapatkan sulit menelan

Kemungkinan besar pernyataan ini menegaskan bahwa ada

peradangan pada larynx maupun pharynx akan tetapi tidak ada pertumbuhan

neoplastik yang menyumbat saluran makanan (oesophagus) sehingga tidak

ada gejala sulit menelan.Peradangan pharynx dan larynx pada kasus tersebut

disebabkan oleh karena bahan-bahan iritan.Asap rokok yang dihirup oleh

perokok dapat menyebabkan kerusakan mukosa pada laring dan faring,

sementara makanan gorengan juga dapat menyebabkan peradangan pada

faring dan laring. Peradangan pada laring oleh karena minyak pada makanan

gorengan ada yang sebagian masuk ke dalam laring sehingga dapat

menyebabkan peradangan pada laring.

Page 31: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

5. Diagnosis, diagnosis banding, langkah edukasi, langkah preventif dan

komplikasi pada kasus tersebut

a. Diagnosis Banding

- Laringitis 

Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah

laring yang dapat terjadi akut atau kronik. Laringitis akut biasanya terjadi

mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu.

Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. Penyebab

dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan

karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi

virus. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot,

dan membran mukos yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya

pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara

melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, maka pita suara akan mengalami

proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan

perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak. Berdasarkan

hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk

dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3

tahun.

Etiologi

Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis.

Laringitis biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius

bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh

berbagai macam sebab diantaranya adalah :

Tabel 1. Laringitis akut dan kronis

Laringitis Akut Laringitis Kronis

1. Rhinovirus

2. Parainfluenza virus

Infeksi bakteri

Infeksi tuberkulosis

Page 32: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

3. Adenovirus

4. Virus mumps

5. Varisella zooster virus

6. Penggunaan asma inhaler

7. Penggunaan suara berlebih dalam

pekerjaan : Menyanyi, Berbicara

dimuka umum Mengajar

8. Alergi

9. Streptococcus grup A

10. Moraxella catarrhalis

11. Gastroesophageal refluks

Sifilis

Leprae

Virus

Jamur

Actinomycosis

Penggunaan suara berlebih

Alergi

Faktor lingkungan seperti asap,

debu

Penyakit sistemik : wegener

granulomatosis, amiloidosis

Alkohol

Gatroesophageal refluks

Patogenesis

Page 33: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini

akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan kematian agen yang

membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas.

Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera

diperbaiki. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini

dinamakan radang. Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada

mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila

etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel

darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses

penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan

proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat

memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi.

Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan

membengkak. Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi

menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya tidak terbatas pada laring,

namun merupakan suatu pan-infeksi yang melibatkan sinus, telinga, laring

dan tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan

organisme penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada

laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak adanya

riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasanya memperlihatkan

suatu eritema laring yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.

Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan

gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat

berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak

nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit

berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai

dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas

dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan

Page 34: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia. Pemeriksaan dengan

laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis.

Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema

terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak

memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.

Pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk

mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan

kuman patogen penyebab. Proses peradangan pada laring seringkali juga

melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan

bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.

Penatalaksanaan

Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik,

mnambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek

samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para

profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan

proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi

selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada

laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya.

Prognosis

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan

baik maka prognosisnya sangat baik.

- Faringitis

Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau

dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari

infeksi akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza

(rinofaringitis). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan

oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring

eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher

dan malaise.

Page 35: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh

virus (40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.

Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Virus yaitu

Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –Barr

virus, Herpes virus. Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A,

Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae,

Neisseria gonorrhoeae. Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada

penderita imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi

makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang

memperberat.

Faktor Risiko

Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza,

konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan,

merokok dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita

sakit tenggorokan atau demam.

Epidemiologi

Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan

karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5

kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis.

Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-

kira 15−30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus

faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu

akibat dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang

terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun.

Klasifikasi

1. Faringitis Akut

Faringitis akut ada beberapa macam berdasarkan penyebabnya :

Page 36: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus

(EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-

lain. Gejala dan tanda biasanya terdapat demam disertai rinorea,

mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak

faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan

Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat

menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa

maculopapular rash. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala

konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus menyebabkan

faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan

HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual

dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat

eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

Faringitis bakterial Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab

faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).

Gejala dan tanda biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang

hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang

tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil

membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat

dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae

pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar,

kenyal dan nyeri apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi

bakteri Streptococcus ß hemolyticus group A dapat diperkirakan

dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : Demam, Anterior

Cervical lymphadenopathy, Eksudat tonsil, Tidak adanya batuk. Tiap

kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1 maka pasien

Page 37: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

tidak mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß hemolyticus

group A, bila skor 1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40%

terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group A dan bila skor empat

pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcus ß

hemolyticus group A.

Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala

dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri

menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan

mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan

dalam agar sabouroud dextrosa.

Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

2. Faringitis Kronik

Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding

posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan

lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa inding posterior

tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh

mula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang

bereak.

Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis

atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta

kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada

faring. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan

kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak

mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat

tampak mukosa kering.

3. Faringitis Spesifik

Page 38: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Faringitis tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi

kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring

primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang

mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi

endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris.

Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada

kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring,

arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan

palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak, saat ini

penyebaraan secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien

dalam keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan odinofagia.

Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau

otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.

Faringitis luetika

Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di daerah

faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik

tergantung stadium penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat

pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring

berbentuk bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung akan

timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu

tidak nyeri dan didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibula yang

tidak nyeri tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan,

namun dapat terjadi eritema pada dinding faring yang menjalar ke

arah laring. Kelainan stadium tersier terdapat pada tonsil dan

palatum, jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada

stadium tersier biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior

faring dapat meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah akan

menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole,

apabila sembuh akan membentuk jaringan parut yang dapat

Page 39: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Diagnosis

dilakukan dengan pemeriksaan serologik, terapi penisilin dengan

dosis tinggi merupakan pilihan utama untuk menyembuhkannya.

Patofisiologi

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara

langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon

inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan

mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan

terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang

meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan

kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding

faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan

melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan

didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel

limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak

lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Infeksi

streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan

pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan

kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari

Streptococcus ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan

sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan

kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan

glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat

terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada

mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis

menunjukkan tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia, demam,

suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.

Page 40: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:

a. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala

rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain

demam disertai rinorea dan mual.

b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam

dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.

c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

d. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan

akhirnya batuk yang berdahak.

e. Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut

berbau.

f. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon

dengan pengobatan bakterial non spesifik.

g. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan

riwayat hubungan seksual.

Penegakan Diagnosis

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang bila diperlukan.

- Anamnesis:

Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi.

Secara garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia,

demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.

- Pemeriksaan Fisik

a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil

hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus

tidak menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat

menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa

maculopapular rash.

Page 41: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar,

faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya.

Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan

faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar,

kenyal dan nyeri pada penekanan.

c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring

dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.

d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar

limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada

pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan

bergranular (cobble stone).

e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring

ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa

kering.

f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma

perkijuan pada mukosa faring dan laring.

g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit.

- Stadium primer

Pada lidah palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring

berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus

pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri.

Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.

- Stadium sekunder

Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat

eritema yang menjalar ke arah laring.

- Stadium tersier

Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum

Pemeriksaan Penunjang

Page 42: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus

tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari

diagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis

yang diandalkan.

Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk

menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri

Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS). Group A Beta-

Hemolytic Streptococcus (GABHS) rapid antigen detection test merupakan

suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini

akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang atau jika seorang

dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika

hasil yang diperoleh positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan

tepat namun apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik

dihentikan kemudian dilakukan follow-up. Rapid antigen detection test

tidak sensitif terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri

patogen lainnya. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus

tenggorok dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior.

Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria

standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase

sensitifitas mencapai 90−99%. Kultur tenggorok sangat penting bagi

penderita yang lebih dari sepuluh hari.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari penyakit faringitis harus sesuai dengan penyebabnya.

Tujuan Penatalaksanaan

Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran infeksi serta

membatasi komplikasi.

Terapi Pokok

Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:

1. Istirahat cukup

Page 43: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

2. Minum air putih yang cukup

3. Berkumur dengan air yang hangat

4. Pemberian farmakoterapi:

a. Topikal

Obat kumur antiseptik

- Menjaga kebersihan mulut

- Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000−400.000 2

kali/hari.

- Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan

kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin

25%.

b. Oral sistemik

- Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus

dengan dosis 60−100 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali

pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak kurang dari lima

tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali

pemberian/hari.

- Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya

Streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu penicillin G

benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50

mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari dan pada

dewasa 3x500 mg selama 6−10 hari atau eritromisin 4x500

mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena

steroid telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan

reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa

deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama tiga hari dan pada

anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi tiga kali pemberian selama

tiga hari.

Page 44: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

- Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-tiga, Ceftriakson 2 gr

IV/IM single dose.

- Pada faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat diberikan

obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus

paranasal harus diobati.

- Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.

- Untuk kasus faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik sekali

sehari selama 3−5 hari.

Konseling dan Edukasi :

1. Memberitahu keluarga untuk menjaga daya tahan tubuh dengan

mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.

2. Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok.

3. Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan yang

dapat mengiritasi tenggorok.

4. Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga

kebersihan mulut.

5. Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur

- Contact granuloma

Contact granuloma adalah terbentuknya masa granuloma pada plica focalis

yang nanti akan menimbulkan gejala disfonia hingga afonia.

- Chondronecrosis

Chondronecrosis biasanya terjadi karena didahului trauma yang nantinya akan

menimbulkan necrosis pada kartilagines laryngis.

- Epiglotitis

Epiglotitis adalah radang pada epiglottis yang biasanya keluhan utama pasien

adalah sesak nafas, bukan disfonia. Pada kasus ini jarang disertai batuk

b. Diagnosis

Page 45: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya

peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama (lebih dari 3

minggu). Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi

meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan

menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada

dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam

pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan

berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan

reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat

menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada

epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan

akantosis. Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut

berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat

dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan

eritema laring. Laringitis kronis dibedakan menjadi laringitis kronis non

spesifik dan laringitis kronis spesifik. Laringitis kronis non spesifik sering

merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada saluran

pernapasan, seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat

paparan zat-zat yang membuat iritasi, seperti asap rokok, alkohol yang

berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.

Terlalu banyak menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara

terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh

mukosa laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan menebal. Gejala

klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan tenggorokan.

Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat berfariasi

tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak hingga

suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit

tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala

berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Pada pemeriksaan ditemukan

mukosa yang menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat

Page 46: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan biopsi.

Laringitis kronis spesifik terdiri dari dua macam yaitu laringitis tuberculosis

dan laringitis luetika. Laringitis tuberkulosis hampir selalu akibat tuberkulosis

paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis

tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang

melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga

bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung

lama. Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium

yaitu :

- Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis,

dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga

tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa

tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang

sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus.

- Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi

membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi perkejuan dan dirasakan

sangat nyeri.

- Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago

laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan

tulang rawan.

- Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding

posterior, pita suara dan subglotik.

Laringitis luetika merupakan radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4

stadium lues yang paling berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues

stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang menyerupai

keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus

sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat

kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat. Pada laringitis kronis

diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditanyakan :

Page 47: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

a. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi

gejala

b. Kondisi kesehatan secara umum

c. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat

memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.

d. Penggunaan suara berlebih

e. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang

dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.

f. Riwayat merokok

g. Riwayat makan

h. Suara parau atau disfonia

i. Batuk kronis terutama pada malam hari

j. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita

suara

k. Disfagia dan otalgia

Pada gambaran makroskopis nampak permukaan selaput lendir kering dan

berbenjol-benjol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan

menebal dan opaque, serbukan sel radang menahun pada lapisan

submukosa. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur

sputum, hapusan mukosa laring, serologik marker. Pada laringitis kronis juga

dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila terdepat pembengkakan.

CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih

baik. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.

Penatalaksanaan

Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi

gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan

vokal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat

mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat

untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping

Page 48: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

juga dapat membantu. Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat

diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor.Juga diberikan

hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. Terapi pembedahan

bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring. Laringitis

kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan

dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan

rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering

memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap

kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan

dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.

Prognosis

Prognosis pada laringitis kronis bergantung kepada penyebab dari laringitis

kronis tersebut. Tetapi biasanya prognosisnya baik karena tidak menyebabkan

kematian.

c. Langkah Edukasi dan Preventif

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara :

- Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok

tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan

mengakibatkan iritasi pada pita suara. 2.

- Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang

terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

- Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan

kering . Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

- Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan

berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi

abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan. Berdehem

juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir

dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi. Pada laringitis

kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap dengan

gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus

Page 49: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai

sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang,

eritema dan edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik

selama fase fonasi.

- Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada

pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine

atau fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi.

Sekresi mukus yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian

guaifenesin.

BAB III

KESIMPULAN

Dari diskusi tutorial pada skenario tiga ini dapat diambil kesimpulan bahwa

pasien mengalami laringitis kronis yang ditandai dengan onset waktu yang telah

berlangsung selama empat bulan. Namun pada kasus ini penyebab terjadinya

laringitis bukanlah oleh agen infeksi seperti bakteri, virus, jamur. Penyakit yang

diderita oleh pasien dikarenakan faktor pekerjaan pasien sebagai penyanyi yang dapat

menyebabkan vocal abuse (penyalahgunaan suara), serta kebiasaan pasien yang suka

mengonsumsi makanan gorengan, makanan instant, minum es serta kebiasaan

merokok di mana setiap hari menghabiskan ±1/2 bungkus rokok. Seluruh hal tersebut

merupakan bahan iritant yang dapat menyebabkan reaksi peradangan pada laring

serta faring. Selain itu dari pemeriksaan tenggorok dan laringoskopi indirek juga

membantu menguatkan diagnosis.

Page 50: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

BAB IV

SARAN

Saran untuk pasien pada kasus di skenario sebaiknya untuk sementara waktu pasien

mengistirahatkan penggunaan vokalnya untuk menghindari penyalahgunaan suara.

Selain itu pasien juga sebaiknya mengurangi makanan gorengan, makanan instant,

dan minum es yang merupakan bahan irritant terhadap struktur-struktur yang terdapat

dalam tenggorok. Kemudian yang terpenting juga menghentikan kebiasaan merokok

untuk mencegah semakin parahnya kondisi laring pasien.

Saran untuk kelompok tutorial, setiap mahasiswa diharapkan untuk tetap

mempertahankan keaktifannya dalam menyampaikan pendapat agar diskusi tetap

hidup dan berjalan menarik. Selain itu, lebih mengefisiensikan waktu yang diberikan

oleh KBK sehingga lebih banyak informasi yang didapat dan tujuan pembelajaran

skenario dapat tercapai semua.

Saran untuk tutor kelompok, semoga melalui diskusi tutorial yang kami

jalankan Dokter mendapat informasi baru yang diharapkan dapat membantu Dokter

ketika melakukan pemeriksaan kepada pasien serta memberi penjelasan kepada

pasien. Selain itu, sebaiknya Dokter juga bisa datang tepat waktu di lain kesempatan

sehingga bisa menikmati jalannya diskusi yang menarik dari awal hingga akhir.

Semangat terus untuk Dokter Novianto, menjadi berkat untuk banyak orang. Tuhan

memberkati.

Page 51: Tutorial Blok 17 Sken3 Fixed

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, et. all. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, edisi 7. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Raymond H. Feierabend, MD, and Shahram N. Malik, MD. 2009. Hoarseness in

Adults. http://www.aafp.org/afp/2009/0815/p363.html - diakses September

2015.

American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2015. Hoarseness.

http://www.entnet.org/content/hoarseness - diakses September 2015 .

Dokter Dwi Antono, Sp. THT-KL. 2013. Kuliah Laringologi. Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro.

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNS/ RS dr Moewardi Surakarta. 2015.

Keterampilan Pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorok.

Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. Ed ke-17. Philadelphia: McGraw-

Hill; 2008.

Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner and Suddarth’s Textbook of

Medical-Surgical Nursing. Ed ke-12. Philadelphia: Lippincott; 2009; h. 530.

Harold C, Hemphill BJ, Kovach P. Professional Guide to Diseases. Ed ke-9.

Philadelphia: Lippincott; 2009; h.727-728.