20
Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 1 MENGUKUR RELIGIUSITAS UMMAT DALAM UPAYA PENINGKATAN ETOS KERJA ISLAMI DI SEKTOR INFORMAL (Studi tentang Pengaruh Religiusitas Pedagang Kaki Lima terhadap Etos KerjaIslami di KawasanWisataZiarahSunanMuria Kudus) Oleh : Saifuddin dan Titik Pujiati Abstract Cadgers (Pedagang Kaki Lima (PKL)) always face with pooverty problems, urban problems, and formal sectors in industrial process. Is there any effect between cadger religiosity around Sunan Muria cemetery Dawe District Kudus Region? This research result shows that first,cadger religiosity around Sunan Muria cemetery Dawe District Kudus Region is classified as high. Second,Islamic work ethic cadger around Sunan Muria cemetery Dawe District Kudus Region is classified as very high. Third, according to the quantitatif analysis from research result show that hypothesis that said there is significant effect between religiosity level with Islamic work ethic. It means height of men religiosity level will cause Islamic work ethic men become higher. That hypothesis can be accepted. Key words: religiosity, Islamic work ethic, cadgers Pendahuluan Sebagai bagian dari usaha di sector informal, Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu berhadapan dengan persoalan-persoalan yang terkait dengan kemiskinan, persoalan urbanisasi di dunia ketiga, dan bahkan berhadapan dengan sector formal dalam proses industrialisasi. Di dalam konsep ekonomi politik, industrialisasi modern telah menciptakan wacana sektor formal dan sector informal menjadi dua kajian yang sangat kontradiktif, bahkan cenderung menempatkan sector informal sebagai bagian yang kontra produktif dalam proses pembangunan. Hal ini berimplikasi pada sebuah kebijakan yang cenderung mengeliminasi sector informal dari percaturan ekonomi politik di Indonesia, karena di anggap sebagai variabel pengganggu pemandangan umum dan dianggap sebagai representasi kemiskinan di perkotaan. Wujud penanganannya adalah berupa penggusuran usaha ekonomi sector informal di perkotaan tanpa mengkaji lebih dalam tentang penyebab keberadaan mereka dan apa implikasi dari keberadaan mereka. Pada dataran empiris, ternyata apa yang kita lihat adalah sebuah kenyataan yang jauh beda dengan apa yang ada dalam dataran konsep, paling tidak hubungan antara sector sector formal dan sector informal bukan seperti yang dikonsepkan sebagai hubungan yang

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

1

MENGUKUR RELIGIUSITAS UMMAT DALAM UPAYA PENINGKATAN ETOS

KERJA ISLAMI DI SEKTOR INFORMAL (Studi tentang Pengaruh Religiusitas

Pedagang Kaki Lima terhadap Etos KerjaIslami di

KawasanWisataZiarahSunanMuria Kudus)

Oleh : Saifuddin dan Titik Pujiati

Abstract

Cadgers (Pedagang Kaki Lima (PKL)) always face with pooverty problems, urban

problems, and formal sectors in industrial process. Is there any effect between cadger

religiosity around Sunan Muria cemetery Dawe District Kudus Region? This research

result shows that first,cadger religiosity around Sunan Muria cemetery Dawe District

Kudus Region is classified as high. Second,Islamic work ethic cadger around Sunan Muria

cemetery Dawe District Kudus Region is classified as very high. Third, according to the

quantitatif analysis from research result show that hypothesis that said there is significant

effect between religiosity level with Islamic work ethic. It means height of men religiosity

level will cause Islamic work ethic men become higher. That hypothesis can be accepted.

Key words: religiosity, Islamic work ethic, cadgers

Pendahuluan

Sebagai bagian dari usaha di sector informal, Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu

berhadapan dengan persoalan-persoalan yang terkait dengan kemiskinan, persoalan

urbanisasi di dunia ketiga, dan bahkan berhadapan dengan sector formal dalam proses

industrialisasi. Di dalam konsep ekonomi politik, industrialisasi modern telah menciptakan

wacana sektor formal dan sector informal menjadi dua kajian yang sangat kontradiktif,

bahkan cenderung menempatkan sector informal sebagai bagian yang kontra produktif

dalam proses pembangunan. Hal ini berimplikasi pada sebuah kebijakan yang cenderung

mengeliminasi sector informal dari percaturan ekonomi politik di Indonesia, karena di

anggap sebagai variabel pengganggu pemandangan umum dan dianggap sebagai

representasi kemiskinan di perkotaan. Wujud penanganannya adalah berupa penggusuran

usaha ekonomi sector informal di perkotaan tanpa mengkaji lebih dalam tentang penyebab

keberadaan mereka dan apa implikasi dari keberadaan mereka.

Pada dataran empiris, ternyata apa yang kita lihat adalah sebuah kenyataan yang

jauh beda dengan apa yang ada dalam dataran konsep, paling tidak hubungan antara sector

sector formal dan sector informal bukan seperti yang dikonsepkan sebagai hubungan yang

Page 2: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

2

kontradiktif dan kontra produktif. Keberadaan Pedagng Kaki Lima, misalnya, sebagai

gambaran dari sector informal tidak serta merta menjadi pengganjal dari laju pertumbuhan

ekonomi dan laju proses pembangunan, akan tetapi keberadaan mereka bukan tidak

mungkin adalah sebagai kepanjangan tangan dari proses industrialisasi, bahkan sebagai

dampak dari industrilisasi, aktifitas ekonomi di sector informal dapat dijadikan sebagai

strategi bertahan agar tetap survive akibat desakan yang sangat hebat dari arus industri di

perkotaan.

Hasil studi Tadjuddin telah menunjukkan bahwa sector informal sangatlah tidak

memadai untuk dijadikan sebagai konsep operasional, karena mengandung berbagai

kelemahan.1

Diantara kelemahan itu adalah pertama, ia tidak memasukkan sejumlah

pekerja bercirikan sector informal yang tersembunyi di sector formal. Kedua,

iamengabaikansejumlahpekerja yang berada di dalam sector informal itusendiri. Ketiga,

iamengabaikanadanyapersamaan yang beradadiantara sector formal dan sector informal.

Hal iniditunjukkandenganadanyapekerjaan di sector informal yang

justrulebihmapanpenghasilannya di banding pekerja di sector formal,

dibandingtingkatpendidikanpekerjanya pun relatifadakesamaanantarapekerja di sector

formal dan di sector informal.

Di dalam berbagai literature tentang industrialisasi, keberadaan sector informal

memang tidak bisa dilepaskan dari kondisi makro ekonomi suatu bangsa. Kasus yang

terjadi di Indonesia, misalnya, industrialisasi yang terjadi di perkotaan telah menarik

begitu deras gelombang urbanisasi, tanpa diimbangi dengan pembangunan di pedesaan

(rural). Maka dari itu membicarakan sector informal akan tidak bisa lepas dari pendekatan

makro ekonomi dalam proses Industrialisasi.

Proyek industrialisasi yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1969

merupakan tonggak sejarah kehidupan bangsa yang menimbulkan dampak luar biasa di

dalam setiap sendi kehidupan baik ekonomi, politik maupun social budaya. Di

dalamaspekekonomi, sepertidigambarkanolehYustikabahwaindustrialisasi di Indonesia

1

Bandingkan dengan Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan

Kemiskinan, Tiara Wacana, Yogyakarta 1995. Hal.77

Page 3: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

3

setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

menujuekonomi yang bersandarpadasektorsekunder ( industri) dansektortersier (jasa)2.

Pergeseran pola perilaku ekonomi tersebut juga berdampak pada struktur social dan

budaya masyarakat. Secara teoritis perubahan pola perilaku ekonomi dari system

subsistensi menuju pola ekonomi produksi akan mengakibatkan perubahan pola

kepemilikan masyarakat akan komoditas. Perbedaan kepemilikan inilah yang

membedakan secara diametral struktur masyarakat antara pemilik modal (capital) dan

kelompok yang tidak mempunyai (unhave) modal, dan sejarah telah membuktikan bahwa

industrialisasi modern sebagai kepanjangan tangan dari kapitalisme telah menciptakan

kesenjangan yang luar biasa antara pemilik modal dengan kelas pekerja.

Walaupundemikian, keputusanpolitikuntukmengambiljalanindustrialisasi

diIndonesiasebagaijalanmeretaskemakmuranhampirsudahmenjadikeniscayaan.

Langkahinidiambilkarena paling tidakmenyangkutduaalasanpenting. Pertama, padatahun-

tahuntersebutnegara-negara di seluruhduniajugamengerjakanproyekindustrialisasi di

negaramasing-masingdengandukunganteoripembangunanekonomi yang

memadai.Sehinggasecarateoritis, jikastrategiindustrialisasidilakukantelahadakonsepsi yang

mencukupiuntukmenentukanarahpembangunanekonomi.

Kedua, sejarah negara-negara yang telah berhasil memajukan ekonominya selalu

melewati tahapan industrialisasi pada proses pembangunannya. Strategi ini dianggap

berhasil karena telah mampu menggeser kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi pada sektor

primer (pertanian) menuju sektor sekunder (industri/jasa) sebagaimana di maklumi

bersama bahwa sektor industri dapat memberikan nilai tambah (value added) yang lebih

tinggi di banding sektor primer.3

Pedagang Kaki Lima di kawasan makam Sunan Muria sebagai bagian dari usaha di

sektor informal, menjadi menarik untuk dikaji karena makam Sunan Muria merupakan

salah satu objek wisata religi yang tidak pernah sepi pengunjung. Tidak kurang dari 5.000

peziarah setiap akhir pekan. Agar sampai di makam kita bisa menggunakan angkutan ojek

atau jalan satu-satunya adalah berjalan kaki melewati 432 anak tangga, yang di kanan

2 Periksa dalam Ahmad Erani Yustika, Industrialisasi Pinggiran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2000

Hal.61

3 Bandingkan dalam Helen Hughes, Keberhasilan Industrialisasi di Asia Timur, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta 1992 hal. 08

Page 4: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

4

kirinya berjajar ratusan pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam souvenir,

warung makan, hasil bumi setempat, dan sebagainya.

Masyarakat pada umumnya memahami pedagang kaki lima sebagai pedagang yang

berjualan di bahu jalan atau trotoar. Namun, istilah kaki lima sebenarnya berasal dari

bahasa inggris “feet” yang artinya kaki, dulu lebar trotoar adalah 5 feet (5 kaki). Sehingga

kemudian muncul istilah pedagang kaki lima.4

Pedagang kaki lima merupakan suatu usaha yang memerlukan modal relatif sedikit,

berusaha dalam bidang produksi dan penjualan untuk memenuhi kebutuhan kelompok

konsumen tertentu. Lebih jauh lagi, latar belakang seseorang menjadi pedagang kaki lima

di antaranya adalah terpaksa (terpaksa karena tidak ada pekerjaan lain, terpaksa karena

tidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal, terpaksa karena tidak mempunyai bekal

pendidikan dan modal yang cukup), ingin mencari rezeki yang halal daripada harus

menadahkan tangan atau berbuat kriminal, ingin mandiri dan tidak bergantung pada orang

lain.

Adapun moral ekonomi pedagang menurut James Scott dalam Damsar cenderung

mengalami dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-

kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya di

satu pihak, dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak

lain.5

Islam sebagai salah satu agama samawi, telah menekankan kepada umatnya untuk

bekerja. Karena sebenarnya bekerja adalah fitrah manusia. Maka kemudian Toto Tasmara

mendefinisikan bekerja sebagai suatu upaya yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan

semua aset, pikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menempatkan arti dirinya

sebagai hamba Allah dan bagian dari masyarakat yang terbaik (Khaira Ummah).6

Namun, jika melihat kenyataan sekarang ini, banyak umat Islam yang tidak lagi

dikenal dengan ajaran agamanya. Bahkan kian menjauh dari sumber-sumber ajaran Islam,

seiring dengan kesibukan dan kepentingan masing-masing. Sehingga keberadaan manusia

di tengah lingkungan pekerjaan seringkali orang tidak sempat menampilkan pribadi yang

4www.academia.edu/11397299/pedagang_kaki_lima diakses pada 28 Januari 2015 pukul 20:15 WIB

5 Damsar, Sosiologi Ekonomi, 2009, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 90

6 Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, 2002, Jakarta : Gema Insan Press, hlm. 25

Page 5: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

5

sebenarnya. Bahkan ada orang yang kehilangan identitas dirinya dan menjadi asing

terhadap dirinya sendiri.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan citra diri manusia yang sesuai dengan

kehendak penciptanya, maka peran agama sangat diperlukan. Selain untuk membina

kehidupan rohani manusia di satu sisi, juga untuk menghindari kemerosotan terhadap nilai-

nilai moral di sisi lain. Dalam rangka mendayagunakan potensi yang dimiliki, manusia

dapat mewujudkannya dengan bekerja. Karena memang bekerja sebagai fitrah manusia dan

juga untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal prestatif. Selanjutnya, agar bekerja

dapat menjadi amal yang prestatif maka diperlukan etos kerja untuk mewujudkannya.

Etos kerja menurut Mochtar Buchari dalam Asifuddin merupakan suatu sikap,

kebiasaan, serta ciri-ciri mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang atau sekelompok

manusia.7 Adapun yang di maksud dengan etos kerja Islam itu sendiri adalah karakter dan

kebiasaan manusia berkenaan dengan kerja, yang terpancar dari sistem keimanan atau

aqidah Islam.8 Aqidah ini terbentuk dari ajaran wahyu dan akal yang bekerja sama secara

proporsional menurut fungsi masing-masing.

Terbentuknya etos kerja Islam, didasari oleh iman yang menjadi pandangan hidup,

yang memberi norma-norma dasasr untuk membangun dan membina mu’amalah. Oleh

karena itu, setiap muslim dituntut oleh imannya untuk menjadi orang yang bertakwa dan

bermoral amanah, berilmu, cakap, cerdas, cermat, hemat, rajin, tekun, dan bertekad bekerja

sebaik mungkin untuk menghasilkan yang terbaik.

Sedangkan religiusitas menurut Glock dan Stark dalam buku Djamaluddin Ancok

merupakan suatu komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan

iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan

dengan agama atau keyakinan iman yang dianut.9 Individu yang memiliki religiusitas yang

tinggi akan tercermin dalam perilakunya. Sebagaimana Glock dan Stark telah membagi

religiusitas ke dalam beberapa dimensi, yaitu dimensi keyakinan (sejauh mana seseorang

menerima dan mengakui hal yang dogmatik dalam agamanya).

Dimensi praktek agama (sejauh mana seseorang menunaikan kewajiban ritual

dalam agamanya), dimensi penghayatan (sejauh mana perasaan keagamaan yang pernah

7 Ahmad Janan Asifuddin, Etos Keja Islami, 2006, Surakarta : UMS Press, hlm. 27

8Ibid, hlm.234

9 Djamaluddin Ancok, dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam : Sousi Islam Atas Problem-Problem

Psikologi, 1995, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 82

Page 6: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

6

dialami dan dirasakan), dimensi pengetahuan agama (seberapa jauh seseorang mengetahui

dan memahami ajaran agama yang ada dalam kitab suci), dimensi pengamalan (sejauh

mana implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial).10

Hubungan religiusitas dengan etos kerja merupakan hal yang sangat dipandang bagi

masyarakat di Indonesia. Mengingat masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang

menjunjung tinggi nilai-nilai agama, yang mendorong pemeluknya untuk berperilaku baik

dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya, serta giat berusaha. Maka ketika

seseorang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi, sudah barang tentu orang tersebut

juga mempunyai etos kerja Islam yang tinggi. Dan apabila seseorang mempunyai etos kerja

Islam yang tinggi, maka orang tersebut tidak akan bekerja hanya sekedar untuk bekerja,

tetapi kesadaran bekerja yang timbul dari dalam diri mereka dilandasi dengan semangat

tauhid dan tanggung jawab uluhiyah. Persoalan yang kemudian muncul adalah Adakah

pengaruh antara religiusitas pedagang kaki lima terhadap etos kerja Islam di sekitar makam

sunan muria kecamatan dawe kabupaten kudus?

Memaknai Religiusitas

Menurut KamusBesar Bahasa Indonesia edisi kedua, kata pengaruh yakni “daya

yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk

watakkepercayaan dan perbuatan seseorang”. Pengaruh adalah “daya yang ada atau timbul

dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan

seseorang”.11

WJS.Poerwardaminta berpendapat bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau

timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang

berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain.12

Dari pengertian diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa pengaruhadalah sebagai suatu daya yang ada atau timbul dari suatu hal

yang memilikiakibat atau hasil dan dampak yang ada.

Banyak ahli menyebutkan agama berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “a” yang

berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur).

Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur keadaan

10

Ibid, hlm. 82 11

Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 845 12

WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002,Jakarta: Balai Pustaka, Hal 731

Page 7: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

7

manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup

bersama.13

Ada beberapa istilah lain mengenai agama antara lain religi, religion (Inggris),

religie (Belanda), religio/religare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (bahasa Inggris)

dan religie (bahasa Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut,

yaitu bahasa latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat.14

Istilah religiusitas berasal dari kata religiosity yang berarti kesetiaan dan

pengabdian yang besar terhadap agama yang dianut atau dapat juga berarti perasaan

keagamaan (religious feeling = religious sentiment). Perasaan keagamaan adalah segala

perasaan batin yang berhubungan dengan Tuhan. Di dalamnya tercakup perasaan takut

terhadap Tuhan (fear to god), perasaan dosa (guilt feeling), kebesaran Tuhan (god's glory),

dan semacamnya. Religiusitas seseorang ialah tingkah lakunya yang sepenuhnya dibentuk

oleh kepercayaan kepada keghaiban atau alam ghaib. Religiusitas seseorang terwujud

dalam berbagai bentuk yang menjadi dimensi-dimensi religiusitas yaitu budaya intrinsik,

dan budaya ekstrinsik serta sosial intrinsik dan sosial ekstrinsik.15

Secara esensial agama merupakan peraturan-peraturan dari Tuhan YangMaha Esa

berdimensi vertikal dan horizontal yang mampu memberi doronganterhadap jiwa manusia

yang berakal agar berpedoman menurut peraturan Tuhandengan kehendaknya sendiri,

tanpa dipengaruhi untuk mencapai kebahagiaanhidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat

kelak.16

Menurut Glock & Strak mendefinisikanagama merupakan sistem simbol, sistem

keyakinan, sistem nilai, dan sistemperilaku yang terlambangkan yang semuanya itu

berpusat pada persoalan-persoalanyang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate

meaning).17

Dari istilah agama inilah kemudian muncul apa yang dinamakan religiusitas. Glock

dan Stark merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius ( yang berhubungan dengan

13

Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleki Historis, 1997, Yogyakarta:

Titian Ilahi Press, hlm . 28 14

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, 2002, Bandung : Remaja Rosdakarya, hlm. 13 15

Nurcholis Madjid, Islam dan Kemodernan dan Keindonesiaan, 1989, Bandung : Mizan, hlm. 138-

139 16

Sudarsono, Kenakalan Remaja, 2008, Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 119 17

Djamaludin Ancok, dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam : Solusi Islam Atas Problem-Problem

Psikologi, 1995,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 76

Page 8: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

8

agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu

yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut.18

Dimensi Religiusitas

Pembagian dimensi-dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark dalam buku

Ancok dan Suroso terdiri dari lima dimensi,19

yaitu :

a. Dimensi keyakinan (theideological dimension), tingkatan sejauh mana seseorang

menerima dan mengakui hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya keyakinan

adanya sifat-sifat Tuhan, adanya malaikat, surga, para Nabi, dan sebagainya.

b. Dimensi peribadatan atau praktek agama (the ritualistic dimension), yaitu tingkatan

sejauh mana seseorang menunaikan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya.

ritual dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga : primer, sekunder, tertier.

1) Ritual Islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam.

Contohnya shalat lima waktu.

2) Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah shalat sunnah. Contohnya bacaan dalam

rukuk dan sujud, shalat berjamaah, shalat tahajjud, shalat dhuha, dan lain-lain.

3) Ritual Islam yang tertier adalah ritual yang berupa njuran dan tidak sampai pada

derajat sunnah. Contohnya melakukan wiridan, membaca ayat kursi setelah

melakukan shalat wajib lima waktu.20

c. Dimensi feeling atau penghayatan (the experincal dimension) yaitu perasaan

keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan,

tentram saat berdoa, tersentuh mendengar ayat kitab suci, merasa takut berbuat dosa,

merasa senang doanya dikabulkan, dan sebagainya.

d. Dimensi pengetahuan agama (the inteelectual dimension) yaitu seberapa jauh

seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada

dalam kitab suci, hadits, pengetahuan tentang fiqih, dan sebagainya.

e. Dimensi effect atau pengamalan (the consequential dimension), yaitu sejauh mana

implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial,

18

Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Op. Cit., hlm. 82 19

Djamaludin Ancok, Op.Cit., hlm. 82

20 Atang Abdhakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam ,2000, Jakarta : Remaja Rosdakarya,

hlm. 128-129

Page 9: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

9

misalnya mendermakan harta untuk keagamaan dan sosial, menjenguk orang sakit,

mempererat silaturrahim, dan sebagainya.

Pendapat itu sesuai dengan lima aspek dalam pelaksanaan ajaran agama Islam

tentang aspek-aspek religiusitas yaitu aspek iman sejajar dengan religious belief, aspek

Islam sejajar dengan religious practice, aspek ihsan sejajar dengan religious feeling, aspek

ilmu sejajar dengan relgious knowledge, dan aspek amal sejajar dengan religious effect.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individuberbeda-

beda tingkat religiusitasnya dan dipengaruhi oleh dua macam faktorsecara garis besarnya

yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang dapatmempengaruhi religiusitas seperti

adanya pengalaman-pengalaman emosionalkeagamaan, kebutuhan individu yang mendesak

untuk dipenuhi seperti kebutuhanakan rasa aman, harga diri, cinta kasih dan sebagainya.

Sedangkan pengaruheksternalnya seperti pendidikan formal, pendidikan agama dalam

keluarga, tradisi-tradisi sosial yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, tekanan-tekanan

lingkungan sosial dalam kehidupan individu.

Pedagang Kaki Lima dalam Kajian

Menurut Damsar pedagang didefinisikan sebagai orang atau instansi yang

memperjual belikan produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung maupun

tidak langsung.21

Damsar menggolongkan pedagang dalam tiga kategori22

:

1. Penjual distributor

Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak distribusi satu

produk dari perusahaan tertentu.

2. Pengecer besar

Pengecer besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pedagang besar yang termasuk

pengusaha warung di tepi jalan atau pojok depan sebuah halaman rumah, dan

pedagang pasar yaitu mereka yang memiliki hak atas tempat yang tetap dalam jaringan

pasar resmi.

3. Pedagang eceran

Pengecer kecil termasuk dalam kategori pedagang pasar yang berjualan di pasar, di

tepi jalan, maupun mereka yang menempati kios-kios di pinggiran pasar yang besar.

21

Damsar, Op. Cit.,, hlm. 106 22

Ibid, hlm. 106-107

Page 10: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

10

Pedagang kaki lima adalah suatu usaha yang memerlukan modal relatif sedikit,

berusaha dalam bidang produksi dan penjualan untuk memenuhi kebutuhan kelompok

konsumen tertentu.

Pada umumnya masyarakat memahami pedagang kaki lima merupakan pedagang

yang menggunakan bahu jalan atau trotoar sebagai tempat untuk berdagang. Asal mula kata

pedagang kaki lima menurut Julissar An-Naf adalah berasal dari bahasa Inggris “feet” yang

artinya kaki, di mana ukura 1 feet adalah sekitar 31 cm. Dulu lebar trotoar adalah 5 feet

(sekitar 1.5 m).23

Selanjutnya pedagang yang berjualan di sepanjang trotoar disebut

pedagang kaki lima.

Latar belakang seseorang menjadi pedagang kaki lima yaitu:

1. Terpaksa : terpaksa karena tidak ada pekerjaan lain, terpaksa karena tidak

mendapatkan pekerjaan di sektor formal, terpaksa karena harus mencukupi kebutuhan

hidup diri dan keluarganya. Terpaksa karena tidak mempunyai tempat yang layak

untuk membuka usaha, dan terpaksa karena tidak mempunyai bekal pendidikan dan

modal yang cukup untuk membuka usaha formal.

2. Ingin mencari rezeki yang halal dari pada harus menadahkan tangan, merampok atau

berbuat kriminal lain.

3. Ingin mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, termasuk tidak bergantung pada

orang tua.

4. Ingin menghidupi keluarga, memperbaiki taraf hidup, bukan hanya sekadar pekerjaan

sambilan.

5. Karena sudah sulit mencari penghasilan.

Adapun moral ekonomi pedagang menurut James Scott dalam Damsar yaitu bahwa

masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan

suatu sistem nilai yang menekankan tolong menolong, pemilikan bersama sumber daya dan

keamanan subsistensi. Terdapat bukti kuat bahwa, bersama – sama resiprositas, hak

terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Ini

direfleksikan pada tekanan – tekanan sosial terhadap orang yang relatif berpunya di dalam

desa tersebut untuk membuka tangan dengan lebar menyambut tetangga – tetangga atau

kerabat – kerabat yang kurang bernasib baik. Dalam kondisi seperti ini pedagang

menghadapi dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-

23

www.academia.edu/11397299/pedagang_kaki_limadiakses pada 28 Januari 2015 pukul 20:15 WIB

Page 11: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

11

kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya

sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di

pihak lain.24

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia prinsip merupakan asas atau kebenaran

yang menjadi dasar berpikir dan bertindak. Sedangkan prinsip hidup adalah hal terpenting

yang pada umumnya kita inginkan terlaksana ketika kita dihadapkan pada pilihan-pilihan

dalam situasi tertentu.Semestinya setiap orang memiliki prinsip hidupnya sendiri. Begitu

pula dengan pedagang kaki lima, mereka juga mempunyai prinsip hidup dalam

menjalankan pekerjaannya, diantaranya:

a) Tidak mengejar target

b) Menerima apa adanya

c) Sabar

d) Sederhana

e) Tidak menyerah pada nasib

f) Berani mengambil resiko

g) Pekerja keras

Etos Kerja dalam Perspektif Islam

Menurut Tasmara, secara etimologis, kata etos kerja itu sendiriberasal dari bahasa

Yunani, yakni ethos yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas

sesuatu.25

Dari perkataan ”etos” terambil pulaperkataan ”etika” dan ”etis” yang merujuk

kepada maknaakhlak atau bersifat akhlaqi yaitu kualitas esensial seseorangatau suatu

kelompok termasuk suatu bangsa.26

Jadi etika adalah seperangkat nilai tentang baik, benar, buruk, dan salah yang

berdasarkan prinsip-prinsip moralitas, khususnya dalam perilaku dan tindakan. Sehingga

etikasalahsatu faktor penting bagi terciptanya kondisi kehidupanmanusia yang lebih baik.

Kerja adalah segala aktivitas yang dilakukan karena adadorongan untuk

mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasatanggung jawab yang benar untuk

24

Damsar, Op. Cit.,, hlm. 90 25

Toto Tasmara, Op. Cit., hlm. 15 26

Nurcholis Majid, Op. Cit., hlm. 410

Page 12: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

12

menghasilkan karya atauproduk yang berkualitas dan dilakukan dengan kesengajaandan

direncanakan.27

Kata etos kerja, menurut Mochtar Buchori dalam Asifudin dapatdiartikan sebagai

sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciriatau sifat-sifat mengenai cara

kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompokmanusia atau suatu bangsa. Ia juga

menjelaskan bahwa etos kerja merupakanbagian tata nilai baik individu, masyarakat atau

bangsa itu sendiri.28

Sedangkanmenurut Tasmara, etos kerja adalah totalitas kepribadian diri sertacara

mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna padasesuatu yang

mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yangoptimal.29

Adapun yang dimaksud dengan etos kerja Islam itu sendiri, menurutAsifudin

merupakan karakter dan kebiasaan manusia berkenaandengan kerja, terpancar dari sistem

keimanan/aqidah Islam yang merupakansikap hidup mendasar terhadapnya.30

Menurut Tasmara, etos kerja Islam adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh,

dengan mengerahkanseluruh aset, pikiran, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan

ataumenampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukan duniadan

menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairul ummah) atau

dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa hanyadengan bekerja manusia itu

memanusiakan dirinya.31

Etos kerja Islam pada hakekatnya merupakan bagiandari konsep Islam tentang

manusia karena etos kerja adalahbagian dari proses eksistensi diri manusia dalam

lapangankehidupannya yang amat luas dan komplek. Etos kerjamerupakan nilai-nilai yang

membentuk kepribadian seseorangdalam bekerja. 32

Etos kerja pada hakekatnya di bentuk dandipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut

seseorang dalambekerja. Yang kemudian membentuk semangat yangmembedakannya

antara yang satu dengan yang lain. Etos kerja Islam dengan demikian merupakan refleksi

27

Toto Tasmara , Etos Kerja Pribadi Muslim, 1995, Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, hlm. 27 28

Ahmad Asifudin, Op.Cit., hlm. 27 29

Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami,Op.Cit., hlm. 8

30 Ahmad Asifudin, Op.Cit., hlm. 234

31Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami,Op.Cit., hlm. 25

32 Moh Ali Aziz, Ed, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat : Paradikma Aksi metodologi, 2005,

Yogyakarta : Pustaka Pesantren, hlm. 35

Page 13: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

13

pribadi seorangkholifah yang bekerja dengan bertumpu pada kemampuankonseptual yang

dimilikinya yang bersifat kreatif daninovatif.33

Islam dan Etos Kerja

Menurut AhmadIslam adalah agama yang menghargaikerjakeras.34

Kenyataan ini

dapat terlihat dari serangkaian firman Allah dalam Al-Qur'an yang sangat menekankan arti

penting, diantaranya :

Artinya : “Katakanlah, hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya

Aku akan bekerja (pula) maka kelak kamu akan mengetahui.”35

Artinya : “Katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang

mukmin akan melihatpekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada

Allah Yang Maha Mengetahui akan yang baik dan yang nyata, lalu diberitakan-

Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”36

Menurut Ahmad Islam tidak hanya memerintahkan manusiahanya untuk sholat saja,

namun manusia juga diperintahkan untuk mencarirezeki di bumi.37

33

Ibid, hlm. 35 34

Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, 2001, Jakarta : Pustaka Al- Kautsar, hlm. 16 35

Al-Qur'anul Karim, Al-Qur'an dan Terjemahannya, t.th., Kudus : CV. Mubarokatan Thoyyibah, (QS.

Az-Zumar : 39), hlm. 461 36

Ibid, (QS. At Taubah : 105), hlm. 202 37

Mustaq Ahmad, Op.Cit. hlm.17

Page 14: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

14

Artinya : “apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung.”38

Jadi dalam ayat tersebut tersirat pesan yaitu hendaknya kita beribadahsebagaimana

diwajibkan, namun kita juga harus bekerja mencari rezeki darikemurahan Allah. Bersama

dengan itu, kita senantiasa ingat kepada-Nya. Yakni memenuhi semua ketentuan etis dan

akhlaq dalam bekerja itu, denganmenyadari pengawasan dan perhitungan Allah terhadap

setiap bentuk kerjakita.

Menurut Tasmara, etos kerja Islam menekankan pada kerjasama dalam bekerja, dan

konsep konsultasi yang terlihat sebagai jalan untukmengatasi rintangan atau masalah dan

menghindari kesalahan. Hubungansosial dalam bekerja merupakan pendorong yang

bertujuan untukmempertemukan kebutuhan seseorang dan membuat keseimbangan

antarakebutuhan individu dan kehidupan sosial.39

Karateristik Etos kerja Islam

Etos kerja seorang muslim, dibentuk oleh iman yang menjadipandangan hidupnya,

yang memberinya norma-norma dasar untukmembangun dan membina mu’amalahnya.

Seorang muslim dituntutoleh imannya untuk menjadi orang yang bertakwa dan

bermoralamanah, berilmu, cakap, cerdas, cermat, hemat, rajin, tekun, danbertekad bekerja

sebaik mungkin untuk menghasilkan yang terbaik.40

Dalam buku manajemen syari’ah dalam praktik karanganDidin hafidhuddin dan

Hendri tanjung, etosdapat diartikan sebagai berkehendak atau berkemauan yang

38

Al-Qur’anul Karim, Op.Cit., (QS. Al Jumu’ah : 10), hlm. 553 39

Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami,Op.Cit., hlm. 26

40 Buchari Alma dan Donni juni priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, 2009, Bandung : Alfabeta, hlm.

175

Page 15: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

15

disertaisemangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif. Adabeberapa

ciri etos kerja Islam, antara lain adalah sebagai berikut41

:

1. Al-Shalah atau baik dan manfaat.

2. Al-Itqan (kemantapan dan perfectnees)

3. Al-Ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi.

4. Al-Mujahadah atau kerja keras yang optimal.

5. Tanafus dan ta’awun atau berkompetisi dan tolong menolong.

6. Mencermati nilai waktu.

Toto Tasmara menyebutkan dalam bukunyamembudayakan Etos Kerja Islami

bahwa terdapat 25 prinsipatau ciri Etos Kerja Muslim yang mengarahkan terhadap perilaku

adalah sebagai berikut42

:

1. Kecanduan terhadap waktu

2. Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)

3. Memiliki kejujuran

4. Memiliki komitmen (Aqidah, Aqad, Itiqod)

5. Kuat pendirian (Istiqomah)

6. Bersikap disiplin

7. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan

8. Memiliki sikap percaya diri

9. Bersifat kreatif

10. Bertanggung jawab

11. Bahagia karena melayani

12. Memiliki harga diri

13. Memiliki jiwa kepemimpinan

14. Berorientasi pada masa depan

15. Hidup berhemat dan efisien

16. Memiliki jiwa wiraswasta

17. Memiliki insting bertanding (Fastabiqul Khairat)

18. Bersifat mandiri

19. Belajar dan haus mencari ilmu

41

Didin hafidhuddin, dan Hendri tanjung, Manajemen Syari’ah Dalam Praktik, 2003, Jakarta: gema

insani press, hlm.40-41 42

Toto Tasmara,Op. Cit., hlm. 139

Page 16: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

16

20. Memiliki semangat perantauan

21. Memperhatikan kesehatan dan gizi

22. Tangguh dan pantang menyerah

23. Berorientasi pada produktivitas

24. Memperkaya jaringan Silaturahmi

25. Memiliki semangat perubahan (Spirit of change)

Menurut Asifudin, karakteristik etos kerja islami digali dandirumuskan berdasarkan

konsep iman dan amal shaleh dengan memberikanprioritas penekanan pada etos kerja

islami beserta prinsip-prinsip dasarnyasebagai fokus. Karena etos kerja apapun menurut

Qurany tidak dapat menjadiislami bila tidak dilandaskan pada konsep iman dan amala

shaleh.43

LanjutAsifudin bahwa dari konsep iman, ilmu dan amal, dapat digali

dandirumuskan karakteristik-karakteristik etos kerja islami44

:

a. Kerja merupakan penjabaran Aqidah

ciri-ciri orang yang mengganggap bahwa kerja merupakan penjabaran dari aqidah

adalah :

(1) Dapat menerima kenyataan berkenaan dengan diri sendiri, orang laindan alam

(2) Berperilaku wajar tidak dibuat-buat

(3) Berpendirian teguh dan tidak mudah terpengaruh

(4) Konsentrasi perbuatan tidak pada ego, melainkan pada kewajiban danrasa

tanggung jawab

(5) Memiliki kesegaran apresiasi terhadap alam dan kehidupan

(6) Mempunyai kehidupan motivasi yang terutama digerakan oleh motivasi ibadah

dan hasrat memperoleh kehidupan surgawi di akhiratkelak.

b. Kerja Dilandasi Ilmu

Ciri-ciri orang yang mengganggap bahwa kerja dilandasi ilmuadalah :

(1) Pernah atau sering mengalami pengalaman puncak

(2) Mampu membedakan antara tujuan benar dan salah, baik dan buruk

(3) Menyukai efisiensi dan efektivitas kerja

(4) Mempunyai disiplin pribadi

c. Kerja dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi serta Mengikuti Petunjukpetunjuk-Nya.

43

Ahmad Asifudin, Op.Cit., hlm. 101 44

Ibid, hlm. 104

Page 17: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

17

Ciri-ciri orang yang mengganggap bahwa kerja dengan meneladanisifat-sifat Ilahiah

serta mengikuti petunjuk-petunjukNya adalah :

1) Memiliki jiwa sosial dan sifat demokratis

2) Mengembangkan kreativitas

3) Percaya pada potensi insani karunia Tuhan untuk melaksanakantugasnya yaitu

bertawakkal kepada Allah SWT

4) Mengembangkan sikap hidup kritis konstruktif

Beberapa kajian konsep di atas dapat dipolakan menjadi paradigma berfikir berikut

ini ;

Ha

Hal ini dapat diambil sebuah rumusan hipotesa “Ada pengaruh yang signifikan antara

tingkat religiusitas dengan etos kerja Islam, artinya tingginya tingkat religiusitas seseorang

akan menyebabkan seseorang lebih tinggi etos kerja Islamnya”.

Metode dan Hasil Penelitian

Studi ini berusaha mengukur datamelalui analisis statistik dengan menggunakan

pendekatan penelitian kuantitatif. Adapun jumlah sample yang dipakai sebanyak 75

responden yang merupakan Pedagang Kaki lima di kawasan Makam Sunan Muria. Jumlah

Ideologis

Intelektual

Ritualitas

Pengalama

n

Konsekuen

si

Religiusita

s (X)

Etos Kerja

Islam

(Y)

Aqidah Keilmuan Keteladana

n

Page 18: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

18

ini merupakan angka standart pengambilan sample yakni 25% dari populasi yang

berjumlah 300 Pedagang, dengan teknik random sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, religiusitas pedagang kaki lima

di sekitar makam Sunan Muria kecamatan Dawe kabupaten Kudus diperoleh nilai rata-rata

sebesar 152,93 nilai tersebut tergolong dalam kategori tinggi, karena berada di dalam

interval nilai 122-162. Kedua, etos kerja Islam pedagang kaki lima di sekitar makam Sunan

Muria kecamatan Dawe kabupaten Kudus termasuk dalam kategori sangat tinggi, hal ini

terbukti dari analisis data hasil angket yang memiliki nilai rata-rata 170,43 dan berada pada

interval 163-203. (3) berdasarkan analisis kuantitatif dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat religiusitas

dengan etos kerja Islam, artinya tingginya tingkat religiusitas seseorang akan menyebabkan

seseorang lebih tinggi etos kerja Islamnya. Hipotesis tersebut dapat diterima kebenarannya,

hal ini terbukti dari nilai Fhitung sebesar 15,566, yang kemudian nilai ini dibandingkan

dengan nilai Ftabel signifikansi 5% sebesar 3,97. Maka Fhitung lebih besar dari Ftabel (15,566 >

3,97) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak. Variabel X mempengaruhi variabel Y dengan

nilai sebesar 17,58%, sedangkan sisanya 100% - 17,58% = 82,42% adalah pengaruh

variabel lain yang belum diteliti.

Page 19: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

19

DAFTAR PUSTAKA

Abdhakim, Atang dan Jaih Mubarok,2000, Metodologi Studi Islam , Jakarta : Remaja

Rosdakarya

Ahmad, Mustaq, 2001, Etika Bisnis Dalam Islam,Jakarta : Pustaka Al- Kautsar

Al-Qur'anul Karim, Al-Qur'an dan Terjemahannya, t.th., Kudus : CV. Mubarokatan

Thoyyibah

Ancok, Djamaluddin, dan Fuad Nashori Suroso,1995, Psikologi Islam : Solusi Islam Atas

Problem-Problem Psikologi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Asifuddin , Ahmad Janan, 2006, Etos Keja Islami,Surakarta : UMS Press

Aziz , Moh Ali, Ed,2005, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat : Paradikma Aksi

metodologi, Yogyakarta : Pustaka Pesantren

Buchari Alma dan Donni juni priansa,2009,Manajemen Bisnis Syari’ah, Bandung:

Alfabeta

Damsar,2009, Sosiologi Ekonomi, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Effendi, Tadjuddin Noer,1995, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan

Kemiskinan,Yogyakarta:Tiara Wacana

Hafidhuddin, Didin, dan Hendri tanjung,2003,Manajemen Syari’ah Dalam

Praktik,Jakarta: gema insani press

Hughes , Helen,1992, Keberhasilan Industrialisasi di Asia Timur, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Ismail,Faisal, 1997, Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleki

Historis,Yogyakarta: Titian Ilahi Press

Kahmad, Dadang,2002, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya

Kemendikbud,2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka

Madjid, Nurcholis, 1989, Islam dan Kemodernan dan Keindonesiaan,Bandung : Mizan

Poerwadarminta,WJS. 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Sudarsono,2008, Kenakalan Remaja,Jakarta : Rineka Cipta

Yustika, Ahmad Erani, 2000, Industrialisasi Pinggiran,Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Page 20: Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 · PDF fileKasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015 3 setidaknyatelahmenggeseraktifitasekonomimasyarakatdari sector primer (pertanian),

Kasyf el Fikr Volume 1, Nomor 2, Juni 2015

20

Tasmara , Toto , 1995,Etos Kerja Pribadi Muslim, Jakarta : Dana Bhakti Wakaf