39
P-TREATMENT DIABETES MELLITUS TIPE II - HIPERTENSI STAGE I Oleh: Oleh : Adhitya Angga Kharisma (06.55398.00341.09) Destina Ribkah St (0708015022) Ratna Noor Mariyati (0808015006) Pembimbing: dr. Lukas D. Leatemia, M.Kes Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi 0

Ptreatment farmako

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas farmako

Citation preview

P-TREATMENT

DIABETES MELLITUS TIPE II - HIPERTENSI STAGE I

Oleh:

Oleh :

Adhitya Angga Kharisma (06.55398.00341.09)

Destina Ribkah St (0708015022)

Ratna Noor Mariyati (0808015006)

Pembimbing:dr. Lukas D. Leatemia, M.Kes

Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Samarinda

2012

0

PENDAHULUAN

1. Diabetes mellitus

1.1. Definisi

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang muncul akibat

terjadinya defisiensi insulin relatif maupun absolut. Diabetes mellitus juga

merupakan salah satu keadaan yang ditandai dengan adanya hiperglikemia.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan erat dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah yang menimbulkan berbagai macam

komplikasi yaitu aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, retinopati, dan disfungsi

ereksi. 1

Data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2004

menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat dari sepuluh negara

dengan penderita DM terbanyak2. WHO memprediksi sekitar 8,4 jumlah penderita

DM di Indonesia dari pada tahun 2000 mengalami kenaikan menjadi sekitar 21,3

juta pada tahun 2030.3

Terdapat dua tipe diabetes yang sering mendapatkan perhatian, yaitu

diabetes melitus tipe 1 (DM tipe 1) dan diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2). Pada

DM tipe 1, mekanisme rusaknya sel β pankreas masih belum dapat diketahui

dengan jelas. Pasien DM tipe 1 memiliki kecenderungan mengalami ketoasidosis

bila tidak mendapatkan asupan insulin yang cukup. Pada DM tipe 2, biasanya

terjadi gangguan metabolik yang diakibatkan adanya resistensi insulin, sekresi

insulin yang tidak adekuat dan peningkatan produksi glukosa 3.

Sekitar 40-60% dari pasien yang didiagnosis DM tipe 2 juga mengalami

Hipertensi.3 Angka kejadian Hipertensi pada pasien DM tipe 2 dua kali lebih besar

daripada populasi non-diabetik.5 Hipertensi adalah faktor risiko utama terjadinya

Cardiovascular Disease (CVD). Dan sampai saat ini CVD masih merupakan

penyebab kematian tertinggi di dunia. DM tipe 2 yang disertai dengan Hipertensi

akan berpotensi meningkatkan risiko CVD sebesar 75%.6

1

1.2. DiagnosisDiagnosis DM secara umum dapat ditentukan jika ada keluhan khas

berupa poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

diketahui penyebabnya secara jelas. Keluhan tidak khas yang mungkin terjadi

adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritas vulvae

pada wanita. Dengan adanya keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu

(GDS) ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk mendiagnosis penyakit DM. Selain

pemeriksaan GDS, pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl

digunakan sebagai patokan diagnosis DM2.

Pasien dengan keluhan yang tidak khas, hasil pemeriksaan glukosa darah

yang baru satu kali saja ternyata menunjukkan GDS ≥ 200mg/dl dan GDP ≥ 126

mg/dl masih memerlukan satu kali lagi pemeriksaan glukosa untuk mendapatkan

hasil yang positif DM baik kadar GDP ≥ 126 mg/dl, kadar GDS ≥ 200mg/dl atau

dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah

setelah pemberian ≥ 200 mg/dl1.

1.3. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologi

I. Diabetes melitus tipe 1 (DM tipe 1), akibat kerusakan sel β, cenderung

ke arah defisiensi insulin absolute.

A. Diperantarai sel imun

B. Idiopatik

II. Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2), akibat adanya kecenderungan

resistensi sel terhadap insulin yang lebih besar daripada defisiensi

relatif produksi insulin; dapat juga akibat defisiensi relatif produksi

insulinnya yang lebih besar.

III. Diabetes tipe yang lain

A. Defek genetik fungsi sel β, dengan mutasi pada

1. HNF 4 A (MODY 1)

2. Glucokinase (MODY 2)

3. HNF-1A (MODY 3)

2

4. IPF 1 (MODY 4)

5. HNF-1B (MODY %)

6. DNA mitokondria

7. Konversi Proinsulin atau insulin

B. Defek genetik pada kerja insulin

1. Resitensi insulin tipe A

2. Leprechaunism

3. Sindrom Rabson-Mendenhall

4. Diabetes lipoatropic

C. Penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas

D. Endokrinopati

E. Induksi obat dan bahan kimia

F. Infeksi

G. Bentuk yang tidak teridentifikasi dari diabetes dengan perantara sel

imun

H. Sindrom genetik lainnya yang berhubungan dengan diabetes

IV. Diabetes mellitus gestasional3,4.

1.4. Gambaran pasien

Kriteria pasien DM tipe 1 adalah :

1. Munculnya penyakit dibawah usia 30 tahun

2. Bertubuh kurus

3. Memerlukan insulin sejak awal terapi

4. Memiliki kecenderungan untuk terjadi ketoasidosis

5. Memiliki resiko terkena penyakit autoimun yang lain seperti thyroid

autoimun disease, anemia pernisiosa dan vitiligo

Kriteria pasien DM tipe 2 adalah :

1. Munculnya penyakit di atas umur 30 tahun

2. Biasanya cenderung gendut (80%)

3

3. Tidak selalu memerlukan insulin

4. Mungkin memiliki kaitan deangan keadaan yang menyebabkan resistensi

insulin lainnya seperti, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dyslipidemia,

atau sindrom ovari polikistik2

1.5. Faktor risiko

Faktor risiko diabetes melitus tipe 2

Adanya riwayat keluarga yang juga menderita DM tipe 2

Obesitas ( BMI > 27kg/m2)

Umur > 45 tahun

Ras (afrika-amerika, amerika latin, asia-amerika dan penduduk kepulauan

pasifik)

Melalui tes GDP dan toleransi glukosa oral

Riwayat diabetes gestasional dan bayi lebih dari 9 kg

Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg)

HDL < 0,90 mmol/L dan atau level trigliserida > 2,82 mmol/L

Sindrom polikistik ovari3,4

1.6. Komplikasi

Komplikasi kronik diabetes mellitus

1. Mikrovaskular

a. Gangguan mata

- Retinopathy

- Makular edema

- Katarak

- Glaukoma

b. Neuropathy

- Saraf sensory dan motorik

- Saraf autonom

c. Nephropathy

2. Makrovaskular

4

a. Penyakit koroner

b. Penyakit pembuluh darah perifer

c. Penyakit cerebrovaskular

3. Kelainan lain

a. Gastroparesis dan diare

b. Uropathy dan disfungsi seksusal

c. Kelainan dermatologi3,4.

1.7. Terapi Preparat insulin digunakan terutama untuk tindakan emergensi guna

mengatasi ketoasidosis, akan tetapi dapat digunakan juga untuk menurunkan

kadar gula darah. Dosis yang diberikan untuk penderita diabetes muda adalah 0,7-

1,5 unit/kg, untuk pengobatan regular insulin dan insulin kerja sedang merupakan

pilihan dan diberikan 2 kali sehari4,5.

Sulfonylurea yang merupakan perangsang sekresi insulin, cukup sering

digunakan sebagai antidiabetik oral. Glibenklamid, salah satu sediaan jenis

sulfonylurea grup 2 yang sering digunakan dengan dosis 5-20 mg, 1-2 kali sehari4.

Biguanid memiliki efek meningkatkan ambilan glukosa oleh sel. Sediaan

yang sering digunakan adalah metformin dengan dosis 1-3 gr dibagi dalam 2 atau

3 kali sehari5.

Dalam penanganan diabetes, terapi non farmakologi merupakan terapi

yang utama. Obat hanya diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak

berhasil mengendalikan kadar gula darah. Perlunya edukasi dalam hal penurunan

berat badan merupakan tindakan penting dalam mengontrol diabetes mellitus 6.

2. Hipertensi

2.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg, tekanan diastolik ≥ 90 mmHg yang diukur dengan spygmomomanometer

dan telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset yang menutupi

lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau

5

telentang, atau paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok

atau minum kopi7.

2.2 Klasifikasi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2. Masih ada beberapa

klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi lain, tetapi umumnya digunakan

JNC 77.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 77

2.1.2 Gejala dan Manifestasi Klinis

Gejala dari hipertensi tergantung dari lama, keparahan, dan jenis kelainan

jantung. Namun, pada umumnya tidak terdapat keluhan. Oleh karena itu,

hipertensi sering dikenal dengan istilah the silent killer. Akan tetapi, bila

simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh keadaan berikut.

1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa

melayang (dizzy).

2. Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut.

Gangguan vaskular lainnya seperti epistaksis, hematuria, pandangan kabur

akibat perdarahan retina, dan transient cerebral ischemic.

3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria,

kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan

6

cepat dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma

dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak

keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) (Panggabean,

2009).

2.1. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan menurunkan target tekanan darah

<140/90 mmHg dan untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal

proteinuria) menjadi < 130/80 mmHg, menurunkan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler dan menghambat laju penyakit ginjal proteinuria6,7.

Penatalaksanaan hipertensi juga dengan memperhatikan pengobatan

terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau

dislipidemia. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan

farmakologis.

Terapi non farmakologis meliputi menghentikan merokok, menurunkan

berat badan, menurunkan konsumsi alcohol, latihan fisik, menurunkan asupan

garam, meningkatkan konsumsi sayur dan buah serta menurunkan asupan

lemak6,7.

Pasien hipertensi juga dianjurkan mengkonsumsi obat anti hipertensi

dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan

pemberian sekali sehari8.

2.2. Hipertensi pada penderita diabetes

Hipertensi dapat mempercepat progresivitas komplikasi dari diabetes

mellitus seperti penyakit kardiovaskular dan nephropathy. Terapi hipertensi pada

awalnya seharusnya memperhatikan modifikasi gaya hidup pasien seperti

penurunan berat badan, olahraga, managemen stress dan pengurangan asupan

garam. Beberapa pengaruh penggunaan obat hipertensi pada pasien diabetes

antara lain :

1. α adrenergik blocker sedikit meningkatkan resistensi terhadap insulin

demikian juga β blocker dan golongan thiazide yang juga dapat

7

meningkatkan resistensi terhadap insulin selain itu golongan tersebut dapat

meningkatkan resiko berkembangnya diabetes tipe 2.

2. β blocker juga cenderung dihindari karena potensinya untuk membuat

suatu hipoglikemik.

3. Central adrenergik antagonist dan dan vasodilator berefek netral.

4. Sympatetik inhibitor dan α adrenergik blocker dapat mengakibatkan

ortostatik hipotensi pada pasien diabetes yang memiliki komplikasi

neuropati autonom

5. Calsium channel blocker efeknya netral dan beberapa peneliti

berpendapat bahwa obat ini menurunkan kesakitan akibat kardiovaskular

dan kematian pada diabetes tipe 2, terutama pada pasien tua8,9.

8

KASUS

Seorang pasien DM (Diabetes Melitus) datang secara rutin ke tempat

praktek anda. DM tersebut timbul 15 tahun yang lalu. Kali ini pasien datang

dengan tambahan keluhan nyeri belakang kepala yang dirasakan sejak 1 bulan

lalu. Pemeriksaan fisik diagnostik jantung paru tidak ada kelainan, laboratorium

kadar gula darah acak 200 mg/dl, HBA1c 6%. Penderita khawatir sekali dengan

hipertensinya (TD 140/95 mmHg) dan ingin sekali tekanan darahnya diturunkan

menjadi normal.

PERSONAL TREATMENT

1. Menentukan Problem Penderita

Pasien menderita nyeri belakang kepala sejak 1 bulan terakhir

Pasien menderita diabetes mellitus tipe II sejak 15 tahun terakhir (GDS 200

mg/dL)

Pasien menderita hipertensi derajat 1 (TD 140/95mmHg) berdasarkan

klasifikasi JNC 7

2. Rencana Tujuan pengobatan

Mengatasi nyeri belakang kepala yang dialami pasien

Menurunkan gula darah agar tetap stabil, dengan GDS yang diharapkan <

200 mg/dL

Menurunkan tekanan darah < 130/85 mmHg karena memiliki komplikasi

metabolik lainnya

3. Pemilihan Terapi

a. Advise

Menghindari mengkonsumsi lemak dan karbohidrat serta garam yang

berlebihan yang dapat meningkatkan kadar gula darah

Menghindari faktor pemicu stress yang dapat meningkatakan resiko

komplikasi hipertensi pada pasien

9

Olahraga teratur dan atur pola makan sehari-hari

b. Pengobatan Non Farmakologis

Pengobatan non farmakologis, yaitu dengan memodifikasi pola hidup antara

lain:

Diet rendah garam, dan mengatur pola makan

Berolahraga secara teratur

c. Pengobatan Farmakologis

1. Pengobatan Diabetes mellitus

Pemilihan golongan obat antidiabetik

Golongan

obat

Efikasi Safety Siutability Cost

Sulfonylurea

(Insulin

secretagogue)

+++

Mekanisme

penurunan

kadar glukosa

darah yang

terjadi pada

pemberian

sulfoniylurea

disebabkan

oleh

perangsangan

sekresi insulin

di pankreas.

+++

Pada umumnya

efek nonterapi

obat ini < 5%

dan reaksi

alergi jarang

sekali terjadi.

Kecenderungan

hipoglikemia

pada orang tua

karena

mekanisme

kompensasi

berkurang dan

asupan

+++

Bermanfaat

pada penderita

diabetes dewasa

(onset penyakit

timbul di atas 30

tahun) dengan

pankreas masih

mampu

merespon dan

memproduksi

insulin. Pada

DM tipe

1(kerusakan sel

B) pemberian

+++

Harganya

murah dan

relatif

terjangkau

10

makanan yg

kurang

obat ini tdk

bermanfaat.

Peningkatan

risiko

hipoglikemia

pada pemberian

bersama insulin,

alkohol,

fenformin,

sulfonamid dan

klorampenikol.

Propanolol dan

obat

penghambat B

adrenergik

lainnya dapat

menyebabakan

reaksi

hipoglikemia tak

dapat diketahui

karena

menghambat

reaksi takikardi,

berkeringat dan

tremor.

Biguanide +++

Tidak

tergantung

pada fungsi

pankreas,

meningkatkan

ambilan

++

Mual, muntah

dan rasa kecap

seperti logam

pada lidah.

Pada penderita

gangguan

++

Digunakan pada

penderita

diabetes dewasa

dengan onset

pemyakit mula

timbul di atas

+++

Harganya

murah dan

terjangkau

11

glukosa oleh

sel dengan

cara

meningkatkan

proses

glikolisis

dalam sel

fungsi ginjal

dan jantung

dapat

menyebabkan

peninggian

asam laktat

dalam darah.

Rentan terjadi

asidosis laktat.

usia 30 tahun.

Pengguanaannya

dapat bersamaan

dengan insulin

dan sulfonilurea.

Pengobatan lini

kedua bila

pengobatan

dengan

sulfonylurea tdk

berhasil. tidak

dianjurkan pada

penederita

gangguan ginjal,

hati dan jantung

komgestif. Pada

keadaan gawat

sebaiknya tidak

diberikan.

Preparat

insulin

++++

Meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan

Dianggap lebih baik daripada antidiabetik oral karena

++

Efek samping : 1. reaksi alergi dapat terjadi secara sistemik maupun lokal, reaksi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sitemik terutama pada sediaan yang kurang murni.

2. lipodistrofi ,

+

Bisa digunakan

pada pasien

diabetes tipe 1

dan 2. Namun

penggunaan

mutlak preparat

insulin adalah

pada pasien

diabetses

mellitus tipe 1.

Lebih

dibutuhkan pada

+

Harganya

mahal

12

dapat mengendalikan gula darah lebih baik.

sering terjadi pada wanita muda dan dan oleh sediaan yang kurabg murni.

3. gangguan penglihatan

keadaan gawat

dengan

ketoasidosis dan

diabetes tidak

terkontrol.

Bila diberikan

dengan B

adrenergik

blocker

cenderung ke

arah

hipoglikemia.

A-glucosidase

inhibitor

++

Menurunkan

kadar

hiperglikemia

dengan cara

menghambat

absorbsi

glukosa

++

Efek samping

berupa diare,

sering kentut,

dan distensi

abdominal

akibat

gangguan

dalam

pencernaan.

+

Obat ini tidak

memeiliki

potensi dalam

menurunkan

kadar HbA1c

seperti halnya

obat antidiabetik

oral lainnya.

Jangan

diberikan

bersama dengan

antasida dan

jangan diberikan

pada pasien

dengan IBD,

gastroparesis,

ataupun serum

kreatinin > 177

mikromol/L.

++

Relatif

terjangkau

13

Thiazolidine-

diones

++

Menurunkan resistensi insulin

++

Diasosiasikan

dengan

peningkatan

berat badan

minor,

penurunan

hematokrit,

dan

peningkatan

ringan volume

plasma.

++

Kontraindikasi

pada pasien

dengan

gangguan hati,

dan kelainan

jantung

kongestif.

Insiden edem

perifer

meningkat pada

pengguanaan

obat ini.

+

Harganya

nahal

Berdasarkan efek obat, keamanan, dan biaya yang dikeluarkan, maka

dipilih golongan sulfonylurea.

Pemilihan obat golongan sulfonylurea

Nama obat Efikasi Safety Suitability cost

Glibenklamid +++Meningkatkan sekresi insulin dari pankreas. Memiliki efek penurunan gula darah 200 x daripada tolbutamid

+++ efek samping minimal dengan reaksi alergi yang jarang terjadi

+++Cocok diberikan pada penderita diabetes mellitus tipe 2

++ Harga terjangkau dan murah

Glimepiride +++Meningkatkan sekresi insulin dari pankreas.

+++ efek samping minimal dengan reaksi

+++Cocok diberikan pada penderita

+Harga relatif lebih mahal

14

Kekuatan sebagai agen hipoglikemik hampir sama dengan glibenklamid

alergi yang jarang terjadi

diabetes mellitus tipe 2

Glizipide ++Meningkatkan sekresi insulin dari pankreas. Efek menurunkan gula darah 100 x lebih kuat daripada tolbutamid

+Hampir sebanyak 11,8 % penderita mengalami efek samping berupa kemerahan

+++Cocok diberikan pada penderita diabetes mellitus tipe 2

++Harga terjangkau

Berdasarkan kerja obat dan efek sampingnya, maka dipilih obat glibenklamid

dengan dosis 5 mg 1 kali sehari. Tidak ada penambahan dosis karena sulfonilurea

memiliki potensi menyebabkan hipoglikemia.

2. Obat hipertensi

Pemilihan golongan obat antihipertensi

Golongan

ObatEfficacy Safety Suitability Cost

Ca-channel

blocker

+++

Menghambat

masuknya

kalsium

dengan

++

Kalsium antagoni

s tidak memiliki

efek samping

metabolik, baik

+++

Indikasi:

Mengobati

hipertensi pada

pasien yang juga

++

Harga

cukup

terjangkau

15

berikatan pada

kanal kalsium

tipe-L pada

jantung dan

otot polos

koroner dan

pembuluh

darah perifer

sehingga

menjadi relaks

dan dilatasi.

Memiliki

waktu paruh

yang singkat

(3-8 jam) pada

penggunaan

oral.

terhadaplipid,

karbohidrat

maupun asam urat

ES: konstipasi,

pusing, sakit

kepala, lemah dan

dapat

menyebabkan

infark miokard

pada penggunaan

dosis besar kerja

lambat.

memiliki asma,

diabetes, angina

dan kelainan

vaskular perifer.

Baik untuk

mengurangi

morbiditas dan

mortalitas akibat

arteriosklerosis

pada penderita

DM

ACE-

inhibitor

+++

Mengurangi

resistensi

vascular

perifer.

Menghambat

pembentukan

angiotensin II

dengan cara

memblok

ACE,

menyebabkan

vasodilatasi

serta menekan

sekresi

+

ES: batuk kering,

kemerahan,

demam, hipotensi

dan

hiperkalemia.pada

penderita diabetes

yang hamil dapat

meningkatkan

morbiditas dan

mortalitas akibat

diabetes itu

sendiri

KI: Bersifat

+

Indikasi: pada

pasien dengan

konta indikasi

atau inefektivitas

terhadap diuretic

atau β-bloker.

pasien gagal

jantung kronik

dan infark

miokard.

ACE inhibitor

dapat

meningkatkan

terjadinya

+++

Harga

murah

16

aldosteron. fetotoksik

sehingga kontra

indikasi pada ibu

hamil.

aterosklerosis

pada penderita

diabetes dan

mengurangi

albuminuria.

Diuretik +++

mempengaruhi

ginjal untuk

meningkatkan

pengeluaran

urin.

Tidak efektif

pada creatinin

clearence <

30 ml/menit

T ½ 5-15 jam

+

Efek samping:Hipotensi

postural,

hipokalemia,

hiperkalsemia,

hipomagnesemia,

hiponatremia,

meningkatkan

lipid darah,

meningkatkan

toleransi glukosa,

mencetuskan gout

akut

+

KI: Hipersensitif

SP: Gangguan

cairan & elektrolit

(tua),Gangguan

hepar berat, CHF,

DM, Addison

disease,

hiperkalsemi,

gangguan ginjal,

SLE, porfiria,

gout, hamil,

laktasi. Tidak

sesuai dengan

penggunaan pada

pasien DM

+++

Harga

terjangkau

Β-blocker +++

Β-blocker

bekerja

mengurangi

tekanan darah

dengan

menurunkan

cardiac output,

mengurangi

impuls

+

EF:

1. Bradikardi,

efek samping

SSP seperti

lemah, letargi,

insomnia,

halusinasi. Juga

menyebabkan

hipotensi dan

+

Hati-hati pada

penggunaannya

pada terapi

terhadap pasien

asma, gagal

jantung akut atau

kelainan vascular

perifer. Tidak

cocok digunakan

++

Harga

terjangkau

17

simpatis dari

SSP dan

menghambat

pelepasan

rennin dari

ginjal,

sehingga

mengurangi

pembentukan

angiotensin II

dan sekresi

aldosteron.

Β-blocket

efektif pada

penggunaan

oral

Dan

mengalami

first pass

metabolism di

hati.

impotensi.

2. Mengganggu

metabolism

lipid,

mengurangi

densitas

lipoprotein dan

meningkatkan

TG plasma

untuk pasien

diabetes karena

dapat

mengakibatkan

terjafinya

hipoglikemik.

Berdasarkan keamanan obat dan efek samping minimal yang mungkin

terjadi, Ca-channel blocker merupakan obat yang dapat mengurangi morbiditas

dan mortalitas pada penderita diabetes mellitus khususnya akibat salah satu

komplikasi yang dapat ditimbulkannnya yaitu aterosklerosis.

Pemilihan obat golongan Ca-channel blocker

Jenis Obat Efficacy Safety Suitability Cost

Nifedipin +++ ++ +++ ++

18

Efek vasodilatasinya amat kuat, maka terutama digunakan sebagai obat hipertensi.

Termasuk vasodilatator kuat

ES:

Frequent:

Edema perifer-

pusing,, sakit

kepala,

Occasional:

Mual, gemetar

kram otot dan

nyeri, mengantuk,

palpitasi, kongesti

nasal, batuk,

sesak, wheezing

Jarang

Hipotensi, rash

pruritus, urticaria,

konstipasi, rasa

tidak nyaman di

perut, flatulense

Lebih cocok

digunakan untuk

pengobatan

hipertensi

Terjangka

u

Verapamil ++

Verapamil

bekerja

terhadap

jantung

(menurunkan

frekuensi dan

daya

kontraksi

serta

memperlamba

t penyaluran

AV) dan

sistem

++

ES:

Sering

menyebabkan

gangguan

konduksi dan

bradikardi

Sering konstipasi,

Pusing, sakit

kepala, asthenia,

mual, edema

perifer

++

Lebih banyak

digunakan untuk

obat angina

dibandingkan

sebagai obat

hipertensi. Tidak

dianjurkan pada

hipertensi karena

efek inotropiknya

cenderung lemah

++

Relatif

terjangkau

19

pembuluh

(vasodilatasi)

Diltiazem ++

Memiliki efek

yang sama

dengan

verapamil,

namun efek

inotropik

negatifnya

lebih ringan

+

ES:

Bradikardia,

first-degree AV

block, angina,

aritmia, AV block

(second- or third-

degree), bundle

branch block,

CHF, ECG

abnormal,

hipotensi,

palpitasi, sincope,

ventricular

extrasystoles,

edema perifer,

Dizziness (6%),

sakit kepala,

fatigue, depressi,

hallusinasi,

insomnia, tremor,

gejala

extrapiramidal

Gangguan sistem

pencernaan, dan

gingival

hyperplasia.,

++

Karena daya

vasodilatasinya

lemah, lebih

dianjurkan untuk

mengobati angina

++

Relatif

terjangkau

20

Berdasarkan efek vasodilatasi yang besar, nifedipin merupakan obat

antihipertensi yang tepat, karena tidak memiliki efek samping metabolik baik

terhadap lipid, karbohidrat dan asam urat.

4. Pemberian Terapi

a. Terapi Non Farmakologis

Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari makanan-makanan

dengan kandungan garam yang tinggi.

Menjelaskan kepada pasien jenis olah raga yang bisa dilakukan pasien,

misalnya jalan kaki pada pagi hari sekitar 30-60 menit, 3-5

kali/minggu.

b. Pemberian Terapi Farmakologis

Penulisan Resep

dr. Meg Rieko

Jl. S. Parman No 1 Samarinda

SIP : 57.2012.221022.01

Samarinda, 5 Juli 2012

R/ Glibenklamid tab 5 mg No. X

S 1 d.d tab I ac

ξ

R/ Metformin tab 500 mg No.XXX

S 3.d.d. tab I

ξ

R/ Nifedipin tab 10 mg No.XXX

S 3.d.d. tab I

21

ξ

Pro : Tn. Bambang

Usia : 47 tahun

Alamat : Jl. Pramuka No 12 Samarinda

5. Komunikasi Terapi

a. Informasi Penyakit

Pada pasien ini, hipertensi yang dialaminya dapat mempengaruhi

beberapa jenis komplikasi diabetes mellitus seperti penyakit

kardiovaskular dan nefropati. Tekanan darah harus selalu terkontrol

karena jika dibiarkan dapat membrikan komplikasi CVD lainnya.

b. Informasi Terapi

Pasien dianjurkan untuk menghindari berbagai macam hal yang

dapat menimbulkan stress bagi pasien karena hal ini dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.

Olahraga teratur dan menghindari makanan yang mengandung

garam atau diet rendah garam untuk mengontrol hipertensi penting

diinformasikan kepada pasien.

Sebaiknya makan permen, sebelum dan selama berolahraga

c. Informasi Obat dan Penggunaan

Obat antihipertensi diminum 3 kali sehari, sebanyak 1 tablet.

Diminum bersama atau tanpa makanan.

Setelah obat habis dalam 10 hari pertama pasien disarankan kontrol

kembali untul melihat nilai tekanan darahnya.

Obat pengontrol gula darah yang berjenis glibenklamid diminum

pagi sesuai dengan petunjuk dokter, jangan diminum ketika malam

22

karena jika hipoglikemia terjadi dan pasien dalam keadaan tidak

sadar maka akan mengakibatkan syok

Obat dihentikan bila terjadi atau timbul efek samping yang dirasa

pasien memberatkan.

6. Monitoring dan Evaluasi

Pasien diminta kontrol kembali bila obat habis dan mengevaluasi

perbaikan tekanan darah dan gula darah secara berkala.

Bila tekanan darah tidak membaik, maka perlu diberikan terapi kombinasi

anti hipertensi (sesuai dengan tekanan darah terakhir diperiksa) atau rujuk

ke spesialis jantung dan pembuluh darah.

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien merupakan pasien diabetes melitus tipe 2 yang

terkontrol, dilihat dari GDS 200 mg/dl dan HbA1c 6%. Maka dapat disimpulkan

bahwa penggunaan obat rutin dikonsumsi diikuti dengan terapi non farmakologis

yang dilakukan pasien. Terapi farmakologis yang diberikan adalah sulfonylurea,

yaitu Glibenklamid. Hipertensi yang ditemukan kemungkinan akibat komplikasi

dari diabetes melitus. Berdasarkan efek vasodilatasi yang besar, nifedipin, salah

satu golongan obat Ca-channel blocker, merupakan obat antihipertensi yang tepat

untuk pasien diabetes melitus, karena tidak memiliki efek samping metabolik baik

terhadap lipid, karbohidrat dan asam urat9.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K, 2007. Penyakit Ginjal kronik. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi 4 jilid I. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI.

Jakarta. Hal. 570-3.

2. Gustaviani R. diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1857-63.

3. Powers AC. Diabetes Mellitus. Dalam : braunwald E, fauci AS, kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principle og Internal Medicine. 15th edition. New york : McGraw-Hill Medical Publishing Division 2001 :2109-37

4. Handoko T,Suharto B. Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral. Dalam :

Gan S, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyatuti, Nafrialdi. Farmakologi dan

Terapi,edisi empat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2003:467-79.

24

5. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus Tipe 2. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1860-3.

6. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1864-6.

7. Yogiantoro M. Hipertensi Essensial Dalam : Sudoyo AW, dkk editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV Jakarta : Balai Penerbit FKUI

2007: Hal 599-602.

8. Fauci, A. S., (2008). Harrison’s: Principle of Internal Medicine 17th Edition.

USA: Mc Graw Hill.

9. Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

25