Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
TUGAS AKHIR – TM141585
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH AIR FUEL RATIO
(AFR) PROSES GASIFIKASI PELLET MUNICIPAL SOLID
WASTE (MSW) TERHADAP UNJUK KERJA GASIFIER
TIPE DOWNDRAFT SISTEM KONTINYU
IRFAN MAULANA ARDIANSYAH
NRP. 2115105033
Dosen Pembimbing:
Dr. BAMBANG SUDARMANTA. ST., MT.
PROGRAM SARJANA
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2017
ii
FINAL PROJECT – TM141585
EXPERIMENTAL STUDY OF EFFECT AIR FUEL RATIO
ON THE GASSIFICATION PROCESS OF PELLETS
MUNICIPAL SOLID WASTE (MSW) THROUGH OF THE
PERFORMANCE GASIFIER DOWNDRAFT TYPE WITH
CONTINOUS SYSTEM
IRFAN MAULANA ARDIANSYAH
NRP. 2115105033
Advisory Lecturer
Dr. BAMBANG SUDARMANTA. ST., MT.
BACHELOR PROGRAM
DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING
FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY
SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY
SURABAYA 2017
iii
iv
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH AIR FUEL RATIO
PROSES GASIFIKASI PELLET MUNICIPAL SOLID
WASTE (MSW) TERHADAP UNJUK KERJA GASIFIER
TIPE DOWNDRAFT SISTEM KONTINYU
Nama Mahasiswa : Irfan Maulana Ardiansyah
NRP : 2115105033
Jurusan : Teknik Mesin FTI – ITS
Dosen Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT
Abstrak
Sampah merupakan salah satu masalah dalam
masyarakat. Salah satu teknologi untuk mengubah sampah
menjadi energi terbarukan dengan menggunakan proses
termokimia atau Gasifikasi. Sampah dibentuk menjadi pelet
karena memiliki nilai HHV tinggi dan moisture content yang
rendah. Salah satu parameter operasi gasifikasi adalah pasokan
udara (AFR), Dengan meningkatnya jumlah udara (O2), konversi
C dalam bahan baku meningkat sampai tingkat tertentu. Namun,
jumlah kelebihan O2 mengoksidasi bahan baku sepenuhnya dan
produksi syngas menurun.
Penelitian ini bersifat eksperimental, karena diperlukan
proses pengujian untuk mengetahui pengaruh laju alir massa
udara terhadap komosisi LHV & Cold gas efficiency. Pengujian
dilakukan dengan cara diberikan variasi laju alir massa udara
(ṁ) yang masuk gasifier sebesar 0,0044; 0,0073; 0,0081; 0,0099
kg/s. dengan AFR 0,78 ; 1.085 ; 1,12 ; 1,3
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah
didapatkan AFR optimum pada 1,08 Visualisasi flame terbaik
didapatkan pada suhu reaktor 967 ºC. Dengan Komposisi syn-gas
sebagai berikut: H2 = 9,97 %, CO2 = 7,92 %, CO = 24,79 %, CH4
= 2,44 %, dengan nilai kalor bawah sebesar 4785,6 kJ/kg.
Sedangkan total efisiensi gasifikasi pada kondisi tersebut
mencapai 38,92%
Kata kunci : Pellet , AFR, gasifikasi, LHV, Cold gas efficiency
v
EXPERIMENTAL STUDY OF EFFECT AIR FUEL RATIO
ON THE GASSIFICATION PROCESS OF PELLETS
MUNICIPAL SOLID WASTE (MSW) THROUGH OF THE
PERFORMANCE GASIFIER DOWNDRAFT TYPE WITH
CONTINUOUS SYSTEM
Name : Irfan Maulana Ardiansyah
NRP : 2115 105 033
Departement : Mechanical Engineering FTI – ITS
Advisor : Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT.
Abstract
Trash is one of the problems in society. One of
the teknologi to turn waste into renewable energy with the use of
Thermo-process or Gasification. Trash formed into pellet because
it has the higher value of the HHV and low moisture content. One
of the parameters of operation of gasification is the air supply
(AFR), With the increasing amount of air (O2), the conversion of C
in raw material increases to a certain level. However, the amount
of the excess of O2 oxidize completely raw materials and the
production of syngas.
This research is both experimental, because it takes the
process of testing to find out the influence of the air mass flow rate
(AFR) against of the gas composition, Low Heating Value (LHV)
and Cold Gas efficiency . The air mass flow rate are variationed (ṁ) of 0.0044; 0.0 073; 0.0 081; 0.0 099 kg/s with AFR value are
0,78; 1,085; 1,12; 1,3
The results of this research was obtained the optimum of AFR is 1.08. The best visualization of flame on reactor temperature obtained 967 º C. With the gas composition as follows: H2 = 9.97%, CO2 = 7.92%, CO = 24.79% CH4 = 2.44%, the lower heat value of 4785.6 kJ/kg. While the total efficiency of the gasification on the condition reached 38.92%
Key words : pellet, AFR, gasification, LHV, Cold gas efficiency
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
tugas akhir yang berjudul “ STUDI EKSPERIMENTAL
PENGARUH AIR FUEL RATIO PROSES GASIFIKASI
PELLET MUNICIPAL SOLID WASTE (MSW) TERHADAP
UNJUK KERJA GASIFIER TIPE DOWNDRAFT SISTEM
KONTINYU” ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik dan
lancar.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Studi S1 Teknik
Mesin ITS Surabaya, sesuai dengan kurikulum yang telah
ditetapkan. Selain itu Tugas Akhir ini juga merupakan suatu bukti
yang diberikan almamater dan masyarakat.
Banyak dorongan dan bantuan yang penulis dapatkan selama
penyusunan Tugas Akhir ini sampai terselesaikannya laporan.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan ketenangan dalam jiwaku.
2. Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT sebagai Dosen
Pembimbing yang telah dengan sangat sabar, tidak bosan-
bosannya membantu dan memberikan ide serta ilmu hingga
terselesaikannya Tugas Akhir ini.
3. Bapak dan Ibu, adiku yang benar - benar memberikan
semangat, cinta dan doa yang sangat berperan dalam
menyelesaikan tugas Akhir ini.
4. Dosen tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran
dalam penyempurnaan dan pengembangan Tugas Akhir ini.
vii
5. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Teknik Mesin FTI-
ITS, yang telah memberikan ilmunya dan membantu semua
selama menimba ilmu di bangku kuliah.
6. Pak arif, Wase, Aji, Depi, Fandi, Mas Gofur dan Seluruh
keluarga laboratorium teknik pembakaran dan bahan bakar
yang telah menyediakan tempat dan telah memberikan
bantuan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.
Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah diberikan
mendapatkan balasan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa,
Amin.
Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis,
sebagai manusia biasa kami menyadari dalam penulisan ini masih
terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran membangun sebagai masukan untuk
penulis dan kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan
penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan, mahasiswa Mesin pada khususnya.
Surabaya, 28 Juli 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 4
1.3 Batasan Masalah .............................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pendukung ............................................................... 8
2.1.1 Biomasa ................................................................... 8
2.1.2 karakteristik Biomasa .............................................. 9
2.1.2.1 Analisa Ultimate dan Proximate ............... 9
2.1.3 Densitas Biomasa .................................................. 10
2.1.4 Nilai Kalor Biomasa .............................................. 11
2.2 Pelet MSW (Municipal Solid Waste) ............................. 13
2.3 Gasifikasi.. ...................................................................... 14
2.3.1 Definisi .................................................................. 14
2.3.2 Media Gasifikasi ................................................... 15
2.3.3 Proses Gasifikasi ................................................... 16
2.3.4 Produk Gasifikasi Biomasa ................................... 20
2.4 Komponen Gasifikasi ..................................................... 21
2.4.1 Reaktor .................................................................. 21
ix
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi ............... 24
2.5.1 Properties Biomasa ............................................... 24
2.5.2 Udara Pembakaran ................................................ 26
2.5.3 Rasio Bahan Bakar udara (AFR) ........................... 26
2.5.4 Suhu Reaktor Gasifikasi ........................................ 27
2.5.5 Nilai LHV (Low Heating Value) ........................... 28
2.5.6 Parameter Performa ............................................... 28
2.6 Penelitian Terdahulu ....................................................... 30
2.6.1 Downdraft Gasifier ................................................ 30
BAB III METODOLOGI
3.1 Metode Penelitian ........................................................... 34
3.2 Bahan Uji……. ............................................................... 36
3.2.1 Pelet MSW ............................................................ 36
3.3 Alat Uji…. . ..................................................................... 37
3.4 Alat Ukur ...................................................................... 40
3.5 Prosedur Pengujian … ................................................... 44
3.6 Flowchart Penelitian ..................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Pelet MSW ................................................ 50
4.2 Data Dan Analisis Hasil Gasifikasi……. ........................ 52
4.2.1 Air Fuel Ratio (AFR)……. ........................................ 52
4.2.1.1 Aalisa perhitungan ṁ udara (100 %)……. ........ 54
4.2.1.2 Aalisa perhitungan ṁ bahan bakat……. ............ 54
4.2.1.3 Aalisa perhitungan AFR ( 100 %)……. ............. 55
4.2.2 Analisa distribusi temperatur……. ............................ 58
4.2.2.1 AFR= 0,78 dengan duty cycle 85 %……. ...... 58
4.2.2.2 AFR= 1,08 dengan duty cycle 90 %……. ...... 60
4.2.2.3 AFR= 1,12 dengan duty cycle 95 %……. ...... 61
4.2.2.4 AFR= 1,12 dengan duty cycle 100 %……. .... 62
x
4.3 Analisis komposisi kandungan syngas………………... …65
4.4 Analisis ditinjau dari LHV syngas … ............................ 67
4.5 Analisa laju alir massa syngas ......................................... 70
4.6 Efisiensi Gasifikasi … .................................................... 71
4.7 Analisis Perbandingan penelitian terdahulu … .............. 73
4.8 Analisis kesetimbangan massa (mass balance) … ......... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 79
5.2 Saran ……. ..................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 82
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Analisa Ultimate dan Proximate .......................... 10
Gambar 2.2 Pellet MSW .......................................................... 14
Gambar 2.3 Tahapan dalam Proses Gasifikasi. ....................... 17
Gambar 2.4 Pengaruh Proses Suhu pada Syngas ..................... 20
Gambar 2.5 Reaktor Fixed Bed : (a) Updraft (b) Downdraft .. 23
Gambar 2.6 Reaktor Downdraft. .............................................. 23
Gambar 2.7 Pengaruh suhu pada karakteristik syngas. ............ 28
Gambar 2.8 Profil Grafik air-fuel ratio (AFR) vs (a) Efisiensi
gasifikasi, (b) LHV, (c) Kandungan synthetic gas 31
Gambar 2.9 Skema Pengujian Biomasa ................................... 31
Gambar 2.10 Grafik Pengaruh tingkat suhu reaktor terhadap
produksi gas ....................................................... 32
Gambar 3.1 Skema Instalasi proses Gasifikasi ........................ 37
Gambar 3.2 Dimensi Reaktor Gasifikasi Downdraft ............... 38
Gambar 3.3 (a). Blower (b).Induced Fan ................................ 39
Gambar 3.4 (a) Cyclone (b) Water Scruber ............................. 39
Gambar 3.5 Dimmer ................................................................ 40
Gambar 3.6 (a) Termometer inframerah (b) Thermocouple .... 41
Gambar 3.7 Pitot Static Tube ................................................... 41
Gambar 3.8 Stopwatch ............................................................. 43
Gambar 3.9 Gas Chromatography ........................................... 43
Gambar 3.10 Skema Pengujian .................................................. 44
Gambar 3.11 Flowchart ............................................................. 48
Gambar 4.1 Pelet MSW yang digunakan dalam penelitian. ..... 51
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara duty cycle dengan laju alir
massa udara .......................................................... 56
Gambar 4.3 Hubungan antara perubahan duty cycle dengan AFR
.............................................................................. 57
xii
Gambar 4.4 Distribusi temperatur zona gasifikasi ….. ............. 57
Gambar 4.5 Distribusi Temperatur v ketinggian pada AFR 0,78
dengan duty cycle 85%. ....................................... 58
Gambar 4.6 Distribusi Temperatur v ketinggian pada AFR 1,08
dengan duty cycle 90% ........................................ 60
Gambar 4.7 Distribusi Temperatur v ketinggian pada AFR 1,12
dengan duty cycle 95% ........................................ 61
Gambar 4.8 Distribusi Temperatur v ketinggian pada AFR 1,3
dengan duty cycle 100% ...................................... 62
Gambar 4.9 Distribusi temperatur tiap AFR ............................ 64
Gambar 4.10 Skema Pengaruh ṁ udara terhadap kenaikan
temperature reaktor ............................................ 65
Gambar 4.11 Grafik hubungan antara AFR dan komposisi syngas
........................................................................... 66
Gambar 4.12 Nilai LHV synthetis gas pada variasi rasio udara -
bahan bakar (AFR) ............................................... 69
Gambar 4.13 Grafik hubungan antara perubahan AFR dan
efisiensi gasifikasi ................................................ 72
Gambar 4.14 Grafik perbandingan komposisi flameable gas
beberapa penelitian ............................................... 73
Gambar 4.15 Grafik perbandingan nilai Low Heating Value gas
beberapa penelitian ............................................... 75
Gambar 4.16 GSkema Analisa kesetimbangan massa ............... 76
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi MSW ........................................................ 13
Tabel 2.2 Nilsi Heating Value gasyfing Agent ........................... 16
Tabel 3.1 Tabel Variabel-variabel dalam penelitian ................... 35
Tabel 4.1 Data hasil pengujian kandungan Pellet MSW ............ 51
Tabel 4.2 Data laju alir massa udara melalui alat ukur Pressure
Transducer ................................................................... 53
Tabel 4.3 Data laju alir massa udara dan Pellet MSW serta Air-
Fuel Ratio (AFR) ......................................................... 55
Tabel 4.4 Komposisi kandungan syngas (% volume) ................. 65
Tabel 4.5 Nilai LHV dari senyawa gas mampu bakar ................ 67
Tabel 4.6 Komposisi gas dan massa jenis .................................. 68
Tabel 4.7 Nilai LHV syngas untuk masing – masing variasi ..... 69
Tabel 4.8 Nilai laju alir massa syngas untuk masing – masing
variasi ........................................................................... 70
Tabel 4.9 Efisiensi gasifikasi untuk masing-masing variasi ....... 72
Tabel 4.10 Tabel Analisa kesetimbangan massa (mass balance)
reaktor ......................................................................... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Minyak bumi merupakan energi fosil yang paling banyak
digunakan sebagai bahan bakar di Indonesia. Dengan pemakaian
energi fosil yang terus-menerus untuk berbagai macam kebutuhan
energi, maka cadangan bahan bakar fossil kian lama kian menipis.
Untuk jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 mencapai
255.46 juta jiwa meningkat dari 252,07 juta jiwa pada tahun 2014
dengan pertumbuhan rata-rata 1,35 % per tahun padahal data pada
tahun 2012 sampai dengan 2014 rata – rata pertumbuhan hanya
1,31 % per tahun (Badan Pusat Penelitian Teknologi Indonesia
2016)[1]. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan konsumsi
bahan bakar fosil yang semakin meningkat. Disamping itu,
Peningkatan aktifitas manusia serta perkembangan teknologi akan
membutuhkan energi yang besar serta menghasilkan limbah yang
besar pula. Sehingga perlu adanya solusi untuk dapat mengurangi
atau menggantikan pemakaian energi fosil yang selama ini menjadi
sumber energi utama, yaitu berupa pengembangan energi alternatif
(Renewable Energy).
Disamping permasalahan energi fosil yang kian menipis,
terdapat pula masalah yang sering muncul di bagian terkecil
kehidupan yaitu sampah. Sehingga diperlukan perhatian khusus
terhadap permasalahan tersebut. Sampah padatan kota adalah jenis
sampah umum yang mencakup sampah rumah tangga, sampah
badan komersil, sampah di area-area pemukiman penduduk.
Menurut Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surabaya
[2], volume sampah yang masuk ke TPA sebesar 10.000 m3/hari.
Timbunan sampah kota Surabaya tahun 2012 dengan jumlah
rumah tangga 806.794 yaitu 1200 ton/hari. Komposisi sampah di
Surabaya antara lain: sampah organik 64,1%, sampah kertas
7,58%, sampah plastik 7,69 %, logam 1,11% dan 9,46% lain-lain.
Sedangkan untuk kadar air sampah di dataran tinggi pada musim
hujan sekitar 43% sedangkan pada musim kemarau 35%. Dari
2
penjelasan tersebut, berikutnya penulis akan menyebut sampah
sebagai Municipal Solid Waste (MSW). Setelah dilakukan
penelitian lebih lanjut, oleh para peneliti ternyata di ketahui bahwa
MSW memiliki kandungan energi tertentu tergantung komposisi MSW
tersebut.
Salah satu Teknologi yang memungkinkan untuk mengubah
sampah menjadi energi terbarukan (renewable energy) adalah
dengan menggunakan proses termokimia, Indarto (2016). Salah
satu Cara pemanfaatan sampah perkotaan Municipal Solid Waste
(MSW) adalah dengan menggunakannya sebagai bahan bakar pada
engine melalui proses gasifikasi. Namun ukuran biomassa sebagai
Feedstock proses gasifikasi juga berpengaruh semakin kecil dan
rapat jarak antar biomassa akan menghasilkan syngas yang baik .
Oleh karena itu pada penelitian kali ini digunakan Pellet sampah
sebagai biomassa gasifikasi. Untuk nilai kalor MSW mentah
adalah sekitar 1000 kcal/kg. Sementara itu nilai kalor pellet bahan
bakar adalah 4000 kcal/kg. Karena pelletisasi memperkaya
kandungan organik sampah melalui penghapusan bahan organik
dan kelembaban (Azeus.) serta dapat meningkatkan HHV (Higher
Heating Value) dan kadar air (moisture content) pada bahan baku
tersebut, (Nyakoma, 2016) [7].
Gasifikasi sangat tepat bila digunakan pada proses
pengolahan MSW menjadi energi. Hal utama yang menjadikannya
sangat menarik adalah karena gasifikasi dapat mengkonversikan
MSW ataupun bahan bakar bernilai rendah, menjadi bahan kimia
bernilai tinggi, (Basu, 2013) [8]. Selain itu bila dibandingkan
dengan penggunaan syngas pada pembangkit tenaga dengan siklus
Rankine, terdapat potensi efisiensi konversi yang lebih tinggi bila
syngas dipergunakan pada motor bakar torak ataupun turbin gas,
bahkan lebih baik lagi bila gasifikasi yang diintegrasikan dengan
siklus kombinasi (Arena, 2012). Sudarmanta (2015) telah
melakukan penelitian unjuk kerja mesin diesel dual fuel dengan
menggunakan bahan bakar biodiesel dan syngas, dari penelitian
tersebut diperoleh hasil bahwa penggunaan syngas dapat
mengurangi pemakaian bahan bakar diesel hingga 60%. Dari hal-
hal yang telah disebutkan diatas maka sangatlah beralasan untuk
3
memanfaatkan syngas sebagai bahan bakar motor pembakaran
dalam yang dapat menghasilkan daya kerja untuk kepentingan
lebih lanjut.
Dalam Proses gasifikasi, Pengaturan jumlah udara yang
masuk dalam reaktor menjadi salah satu kunci dari pengendalian
komposisi dan jumlah syngas (Reed dan Das, 1988). Bila reaktor
gasifikasi digunakan pada kondisi biomassa dengan karakteristik
yang berubah-ubah, maka dapat menimbulkan potensi perubahan
suhu pada proses gasifikasi sehingga komposisi syngas nya pun
berubah.
Pada penelitian ini Reaktor yang digunakan untuk proses
gasifikasi adalah reaktor tipe downdraft, karena dari kandungan tar
yang dihasilkan lebih rendah pada kisaran 0,015-3.0 g/Nm3,
konversi karbon yang tinggi, seperti terlihat pada (Molio.Antonio
dkk, 2015). [16]. Proses gasifikasi dengan menggunakan reaktor
gasifikasi memiliki beberapa parameter operasional. Suhu adalah
salah satu parameter operasional yang penting pada proses
gasifikasi karena jumlah dan komposisi dari gas yang diproduksi
sangat dipengaruhi oleh suhu demikian juga kandungan tar
didalam syngas. Untuk reaktor gasifikasi dengan tipe fixed bed
downdraft suhu proses gasifikasi berkisar 600o C hingga 800o C
(Reed dan Das, 1988). Sumber energi panas yang dibutuhkan pada
proses gasifikasi berasal dari oksidasi/pembakaran parsial (partial
combustion) pada biomassa setelah melalui proses pirolisis.
Pembakaran parsial ini terjadi karena jumlah oksigen yang
digunakan kurang dari jumlah oksigen yang diperlukan untuk
pembakaran sempurna, atau dalam kata lain pembakaran parsial ini
adalah pembakaran yang tidak sempurna. Pada pembakaran
parsial ini jumlah oksigen sangat berpengaruh pada temperatur,
semakin besar jumlah oksigen maka temperatur akan semakin
meningkat. Oleh karena itu pada reaktor gasifikasi untuk mengatur
suhu proses gasifikasi salah satu langkahnya adalah dengan cara
mengatur jumlah udara yang masuk dalam reaktor. Gasifikasi
adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara
termokimia menjadi gas, di mana udara yang diperlukan lebih
4
rendah dari udara yang digunakan untuk proses pembakaran,
Suyitno[5]. Gas tersebut atau biasa disebut syngas mempunyai sifat
mudah terbakar yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan
bakar pada motor pembakaran. Contoh penelitian syngas hasil
biomassa dari serbuk kayu yang dilakukan oleh
Kahardiyansyah[6]dengan sistem batch menunjukkan bahwa gas
hasil gasifikasi mengandung unsur CH4=1,81 % weight, H2 =
5,34% weight, O2 = 12,79% weight, N2= 49,26 % weight,
CO2=11,23 % weight, CO=19,57 % weight. Lower heating value
(LHV) serbuk kayu sebesar 9262,96 KJ/kg.
Parameter performansi lain pada proses gasifikasi adalah
efisiensi gas dingin (cold gas efficiency), laju produksi gas (SGR),
LHV syngas, dan kandungan tar. Dalam proses gasifikasi, salah
satu parameter yang mempengaruhi yaitu Air Fuel Rattio (AFR) .
Dari penelitian Sudarmanta[3], dengan umpan tongkol jagung dan
melakukan varisi terhadap AFR (air fuel ratio) menunjukan bahwa
proses pembakaran dengan rasio perbandingan udara dan bahan
bakar yang paling optimal adalah 1,05. Dari penelitian tersebut
juga didapatkan hasil syngas dengan komposisi H2 = 13,29 %, CO2
= 8,33%, CO = 10,52%, CH4 = 1,4%, dan C2H6 = 0,08% dengan
nilai kalor bawah sebesar 2642,88 kJ/kg. Sedangkan dari penelitian
sebelumnya oleh Ardianto[4], batas bawah dan atas AFR (air fuel
ratio) yang digunakan berada dalam range 0,70 – 1,24. Berdasarkan
uraian tersebut diketahui bahwa pasokan udara sangat dominan
mempengaruhi kinerja dari proses gasifikasi, sehingga pada
penelitian ini kami ingin mengetahui pengaruh perubahan pasokan
udara terhadap performansi gasifikasi sistem kontinyu yang
ditunjukan dengan Distribusi temperatur gasifikasi pada tiap tiap
zona, Komposisi syngas, Nilai Kalor Bawah (LHV), serta efisiensi
Gasifikasi dengan pengumpanan biomasa yang tetap yaitu pellet
MSW.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, Permasalahan dirumuskan sebagai
berikut:
5
Bagaiamana Pengaruh perubahan pasokan udara yang
diindikasikan sebagai Air Fuel Ratio (AFR) terhadap pellet MSW
yang di lakukan secara kontinyu (cara memasukan biomasa ke
reaktor) pada Gasifier tipe Downdraft yang dapat ditunjukan
dengan parameter performansi gasifikasi antara lain:Distribusi
tempertaur tiap tiap zona gasifikasi (drying, Pyrolysis, Oksidasi
Partial Oxidation, Reduction), Komposisi dan properti fisik
biomasa , serta Parameter Unjuk Kerja reaktor gasifikasi yang
meliputi : Komposisi Syngas, Nilai Kalor Syngas, efisiensi
gasifikasi (Cold gas efficiency)
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dan Pembahasan Tugas Akhir ini akan dilakukan
secara eksperimental dengan menggunakan reaktor
gasifikasi tipe downdraft yang ada pada laboratorium
Jurusan Teknik Mesin ITS, Surabaya
2. Bahan baku (feedstock) yang digunakan adalah MSW
berbentuk pelet yang dikondisikan memiliki komposisi
60% bahan organik dan 40% bahan anorganik
3. Pada Penelitian ini tidak dibahas mengenai perpindahan
panas secara radiasi dikarenakan kondisi reaktor
dikondisikan terisolasi.
1.4 Tujuan Pernelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan nilai pasokan udara terbaik terhadap
unjuk kerja gasifikasi dengan pengumpanan MSW
berbentuk pelet yang tetap sistem kontinyu.
2. Untuk mendapatkan besaran suhu pada zona-zona
gasifikasi yang terdiri dari zona drying, Pyrolisis, Oksidasi
Parsial dan reduksi.
3. Pada Penelitian ini tidak dibahas mengenai perpindahan
panas secara radiasi dikarenakan kondisi reaktor
dikondisikan terisolasi.
6
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penilitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil
yang semakin langka.
2. Membantu menyelesaikan permasalahan sampah perkotaan
(MSW) yag semakin sulit diatasi.
3. Hasil penelitian dapat dipergunakan untuk penelitian
lanjutan dalam pengembangan gasifikasi dari pellet MSW
sebagai pengganti bahan bakar konvensional.
4. Mampu mengembangkan pemikiran dalam penemuan-
penemuan teknologi bahan bakar yang dapat diperbaharui
untuk meningkatkan taraf hidup asyarakat.
7
Halaman ini sengaja dikosongkan
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Pendukung
2.1.1. Biomassa
Biomassa secara umum adalah bahan organik yang berasal
dari tumbuh tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung
dan dimanfaatkan sebagai energi atau bahan dalam jumlah besar
(Yokayama, 2008). “Secara tidak langsung” mengacu pada produk
yang diperoleh melalui peternakan dan industri makanan. Sebagai
sebuah sumber daya yang terbarukan, biomassa secara kontinyu
terbentuk melalui interaksi antara materi yang terkandung pada
udara, air, tanah, dengan cahaya matahari dalam proses fotosintesis
yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. Pada umumnya biomassa
terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O) dan nitrogen
(N).
Sumber-sumber umum dari biomassa berdasarkan yang telah
ditulis oleh Basu (2013) adalah sebagai berikut :
a. Pertanian dan Peternakan : biji-bijian , ampas tebu, tongkol
jagung, jerami, kulit buah/biji, kotoran ternak
b. Hutan : batang kayu, serbuk kayu sisa pengergajian.
c. Masyarakat : sampah rumahtangga, potongan tanaman
rumah
d. Tanaman energi : kayu sengon, sawit, kelapa, kedelai
e. Biologis : kotoran hewan, tanaman air, sampah biologis
Selain itu biomassa juga dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a. Biomassa murni, seperti contohnya : kayu, tanaman, daun,
hasil pertanian, dan sayuran.
b. Biomassa sampah, baik dalam bentuk padat ataupun cair,
seperti contohnya : sampah rumah tangga, lumpur selokan,
kotoran hewan atau manusia, gas dari TPA, dan sampah
pertanian
9
2.1.2. Karakteristik Biomassa
Biomassa terdiri dari campuran bahan organik yang kompleks,
kandungan air, dan sejumlah kecil bahan inorganik yang bisa disebut
sebagai abu. Campuran organik terdiri dari empat elemen utama :
karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Biomassa
(semisal sampah perkotaan dan kotoran hewan) kemungkinan juga
mengandung sejumlah kecil klorin (Cl) dan sulfur (S).
Desain termal dari sebuah sistem yang mempergunakan
biomassa, baik sebuah reaktor gasifikasi ataupun pembakar sangat
tergantung pada komposisi elemental biomassanya. Dalam konteks
konversi termal seperti pembakaran, dua analisa komposisi dari
biomassa berikut ini biasanya digunakan :
a. Analisa ultimate atau analisa elemental.
b. Analisa proximate.
2.1.2.1 Analisa Ultimate dan Proximte
Kandungan yang dimiliki biomassa mempengaruhi proses
gasifikasi yang akan dilalui, dan dari kandungan inilah struktur
biomassa tersusun. Untuk mengetahui karakter dan komposisi dari
biomassa digunakan metode pemeriksaan secara analitis (proximate
analyze) dan pemeriksaan secara kimia (ultimate analyze). Analisa
proximate mengidentifikasi kandungan air. (moisture), volatile
matter (ketika dipanaskan sampai 950ºC), fixed carbon, dan abu
yang dimiliki oleh biomassa, sedangkan analisa ultimate
menyatakan komposisi dari karbon, hidrogen, nitrogen, belerang,
dan oksigen.
10
Gambar 2.1 Analisa Ultimate dan Proximate
Gambar 2.1 menjelaskan komponen yang terkandung dalam
biomassa dalam analisa secara ultimate dan proximate. Untuk
mendapatkan unsur yang diperlukan yaitu C, S, N, O, H maka
kandungan moisture dari biomassa harus dikeluarkan terlebih
dahulu, moisture yang keluar akan membentuk molekul H2O. Proses
devolatilisasi atau pengeluaran volatil dari biomassa menghasilkan
unsur-unsur C, H, O dan bersama fixed carbon dari biomassa
bereaksi bersama udara media gasifikasi membentuk synthetic-gas,
sedangkan ash akan terbentuk sebagai sisa hasil proses.
Dibandingkan dengan batubara, biomassa mempunyai kadar volatile
yang lebih tinggi (sekitar 60-80%) dan kadar karbon tetap yang lebih
rendah serta kadar abu yang juga lebih rendah (Suyitno, 2007) [5],
sehingga dapat dikatakan biomassa lebih reaktif dibanding batubara.
Pada pembakaran maupun gasifikasi, abu dari biomassa juga lebih
aman karena banyak mengandung mineral seperti fosfat dan
potassium. Pada temperatur operasi tidak lebih. dari 950 ºC atau
1000 ºC, abu dari biomassa tidak menimbulkan terak.
2.1.3 Densitas Biomassa
Densitas juga merupakan salah satu parameter yang penting
pada biomassa. Dari beberapa macam densitas yang ada (true
density, apparent density dan bulk density) maka yang sering
11
digunakan untuk menilai karakter dari biomassa adalah bulk density
yang merupakan massa sekumpulan biomassa dibagi volume ruang
yang digunakan. Untuk menentukan bulk density dari biomassa
berdasarkan standar pengukuran ASTM E-873-06 dapat dilakukan
dengan mengisikan biomassa dalam kotak berukuran terstandar (305
mm x 305 mm x 305 mm) dengan cara dikucurkan dari ketinggian
610 mm. Kemudian kotak tersebut dijatuhkan dari ketinggian
150mm sebanyak 3 kali untuk pemadatan, kemudian ditambahkan
lagi biomassa hingga penuh. Massa akhir dari biomassa dibagi
dengan volume kotak merupakan bulk density dari biomassa.
2.1.4 Nilai Kalor Biomassa
Merupakan salah satu properti yang penting pada proses
konversi energi dari biomassa. Dibandingkan dengan bahan bakar
fosil, nilai kalor biomassa sangat rendah, terutama bila dihitung
berdasarkan volumenya, karena densitas dari biomassa sangat
rendah dan tingginya kandungan oksigen dalam biomassa. Nilai
kalor merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah energi panas
(kalor) yang dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi
unsur-unsur kimia yang ada pada bahan bakar tersebut. Nilai kalor
berhubungan langsung dengan kadar C dan H yang dikandung oleh
bahan bakar padat. Semakin besar kadar keduanya, semakin besar
pula nilai kalor yang dikandung. Ditinjau dari nilai kalor bahan
bakar dibedakan atas :
a. Nilai Kalor Atas atau High Heating Value (HHV)
nilai kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan
bakar dengan memperhitungkan panas kondensasi uap (air
yang dihasilkan dari pembakaran berada dalam wujud cair)
atau energi yang dihasilkan oleh sejumlah massa atau
volume biomassa yang dibakar (Basu, 2013). Energi yang
dihasilkan termasuk juga energi yang digunakan sebagai
panas laten penguapan kandungan air. Reed dan Das (1988,
hal 13) menuliskan dalam tabel, beberapa Nilai Kalor Panas
dari biomassa, dapat dilihat salah satunya adalah sampah
12
padat perkotaan (MSW) yang memiliki Nilai Kalor Panas
19,83 kJ/g.
b. Nilai Kalor Bawah atau Low Heating Value (LHV)
nilai kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan
bakar dengan memperhitungkan panas kondensasi uap (air
yang dihasilkan dari pembakaran berada dalam wujud gas
atau uap) atau besarnya energi yang dikeluarkan saat
pembakaran sempurna biomassa tanpa mengikutsertakan
besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan
kandungan air.
Harga nilai kalor baik HHV dan LHV dapat diperoleh
dengan cara berikut :
1. Mengambil harga nilai kalor dari literatur yang ada.
2. Menghitung nilai kalor bahan bakar dengan
menggunakan rumus Dulong dan Petit. Rumus
dulong dan Petit menurut (2) yaitu :
➢ Nilai Kalor Atas : 349,1C + 1178,3H +100,5S
-103,4O -15,1N - 21,1 ASH kJ/Kg
(2.1)
Dimana C, H, S, O, N, dan ASH adalah
persentase berat dari karbon, hidrogen, sulfur,
oksigen, nitrogen, dan abu yang diperoleh dari
analisa ultimate dalam kondisi dry basis.
Persamaan empiris diatas dapat digunakan bila
: 0% <C<92% ; 0,43% <H<25% ;0%
<O<50% ; 0% <N<5,6% : 0% <abu<71% ;
4745 kJ/kg <HHV<55,345kJ/kg
➢ Hubungan antara Nilai Kalor Atas dan Nilai Kalor
Bawah adalah sebagai berikut :
Nilai Kalor Bawah = Nilai Kalor Atas -
hfg(9H/100 – M/100) (2.2)
Dimana H dan M adalah persentase dari hidrogen
dan kelembaban dari biomassa pada kondisi as
receive. dan hfg adalah panas laten dari uap air
dengan satuan yang sama dengan Nilai Kalor Atas.
13
Panas laten dari penguapan air bila menggunakan
referensi suhu penguapan 1000C adalah 2260
kJ/kg.
2.2. Pellet Municipal Solid Waste
MSW (Municipal Solid Waste) merupakan sampah padat yang
terdiri dari barang-barang sehari-hari yang dibuang oleh masyarakat
perkotaan. Komposisi utama MSW adalah bahan organik (sisa-sisa
makanan, daun-daun kering, kertas, dll) dan anorganik (sampah
plastik yang sebagian besar berupa plastik Polypropylene) (indarto).
Jumlah MSW dipengaruhi oleh proses urbanisasi (Shweta dan
Somnath 2015). Setiap jenis sampah memiliki fraksi massa dan
volume yang berbeda-beda seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Komposisi MSW
Dari Tabel 2.1 di atas dapat diamati prosentase kandungan unsur-
unsur yang terdapat dalam biomassa secara fisik maupun kimiawi.
Kandungan karbon dan oksigen menunjukan jumlah yang cukup
dominan, unsur-unsur ini menjadi komponen utama dalam reaksi
pembentukan syn-gas. Kandungan C dan H yang cukup tinggi
mampu menghasilkan nilai kalor gas yang cukup potensial untuk
dimanfaatkan. Kandungan moisture briket MSW yang relatif rendah
tidak membutuhkan energi yang terlalu besar untuk
menghilangkannya. Kadar air yang dikandung akan dikeluarkan dari
biomassa dengan pemanasan. Bila kandungan moisture terlalu tinggi
14
maka dibutuhkan energi aktivasi pengeringan yang tinggi.
Kandungan moisture yang teruapkan mampu memperbesar produksi
H2 (flammable component), namun untuk menjaga proses produksi
H2 dibutuhkan energi yang cukup besar dari proses eksoterm,
dimana dalam proses eksoterm menghasilkan CO2 yang bersifat
tidak bisa terbakar. Energi hasil proses eksoterm yang terambil pada
produksi H2 dari moisture justru mengurangi energi yang diperlukan
pada proses produksi H2 dan CO yang flammable dari reaksi
endoterm, sehingga hal itu cukup merugikan. Nilai kalor yang
dimiliki briket MSW cukup tinggi membuat proses gasifikasi
mampu tercapai dengan mudah.
MSW yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk proses
gasifikasi biasanya dirubah terlebih dahulu menjadi bentuk pelet.
Hal ini didasarkan untuk meningkatkan nilai kalor terendah (LHV)
dari MSW tersebut. Gambar 2.1 merupakan salah satu contoh
bentuk pellet MSW.
Gambar 2.2 Pellet MSW
2.3. Gasifikasi
2.3.1. Definisi
Gasifikasi adalah suatu teknologi proses konversi biomassa
yang mengandung karbon (baik padat maupun cair) menjadi gas
yang memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial pada
temperatur tinggi. Gas yang dimaksud adalah gas-gas yang keluar
dari proses gasifikasi dan umumnya berbentuk CO, CO2, N2, O2, H2,
dan CH4. Gasifikasi dengan bahan baku biomassa padat ini terjadi
pada kondisi yang terisolasi dari udara sekitar (oksigen terbatas),
berada pada tekanan yang relatif terhadap tekanan ambient. Gas
15
produk dari gasifikasi ini dinamakan Syngas atau Synthetic Gas.
Nilai kalori dari gas hasil proses ini berkisar antara 1000 – 1200
kcal.Nm3 (Husein, 2005)[10].
2.3.2. Media Gasifikasi
Media gasifikasi akan bereaksi dengan karbon padat dan zat
hidrokarbon yang lebih berat untuk mengkonversinya menjadi gas
dengan massa molekul yang ringan seperti CO dan H2. Media utama
yang digunakan pada proses gasifikasi adalah sebagai berikut :
• Oksigen
• Uap air
• Udara
Oksigen merupakan media gasifikasi yang paling dikenal,
kegunaan utamanya adalah untuk pembakaran sebagian pada reaktor
gasifikasi. Oksigen dapat disuplai dalam reaktor gasifikasi baik
dalam bentuk murni ataupun dalam bentuk udara. Nilai kalor dan
komposisi dari gas yang dihasilkan dari reaktor gasifikasi
merupakan fungsi kuat dari kondisi dan jumlah dari media
gasifikasi. Bila media gasifikasi memiliki kandungan oksigen yang
rendah maka CO akan terbentuk dan bila kandungan oksigen tinggi
maka akan terbentuk CO2. Bila jumlah oksigen melebihi jumlah
oksigen tertentu (kondisi stoikiometris) maka proses akan berubah
menjadi proses pembakaran yang akan menghasilkan flue gas.
Selain itu jumlah oksigen yang tinggi juga mengurangi jumlah
kandungan hidrogen yang dihasilkan dan memperbanyak campuran
yang berbasis karbon dalam gas yang dihasilkan. Bila uap air
digunakan sebagai media gasifikasi maka kandungan hidrogen
dalam gas yang dihasilkan akan meningkat sehingga perbandingan
antara hidrogen dan karbon (H/C) dalam gas akan meningkat.
Pemilihan media gasifikasi juga mempengaruhi nilai kalor dari gas
yang dihasilkan. Sebagai contoh, bila udara yang digunakan sebagai
media gasifikasi maka nitrogen dalam udara akan mempengaruhi
gas yang dihasilkan dan mengurangi nilai kalornya. Udara sebagai
media gasifikasi menghasilkan gas dengan nilai kalor terendah
16
(sekitar 4-7 MJ/Nm3) dibandingkan dengan media gasifikasi uap dan
oksigen, seperti yang ditabelkan oleh Basu (2013, hal 119).
Tabel 2.2 Nilai Heating value gasifyng agent
2.3.3. Proses Gasifikasi
Reaksi utama gasifikasi adalah endotermik dan energi yang
diperlukan untuk terjadinya proses tersebut, umumnya, didapat dari
proses oksidasi yang merupakan bagian dari biomassa, melalui fase
allothermal atau autothermal. Dalam proses auto-termal, Gasifier
dipanaskan secara internal melalui pembakaran parsial, sementara
dalam proses allo-termal energi yang dibutuhkan untuk gasifikasi
disuplai secara eksternal. Mengingat sistem auto-termal, gasifikasi
dapat dilihat sebagai urutan dari beberapa tahapan. Langkah-
langkah utama dari proses gasifikasi adalah:
(1) Oksidasi (tahap eksotermis).
(2) Pengeringan (tahap endotermik).
(3) Pirolisis (tahap endotermik).
(4) Reduksi (tahap endotermik).
Langkah tambahan, yang terdiri dari dekomposisi tar, dapat juga
termasuk dalam rangka untuk menjelaskan pembentukan
hidrokarbon ringan karena dekomposisi molekul tar besar. Pada
gambar 2.3 diperlihatkan sebuah representasi skematis dari proses
gasifikasi:
17
Gambar 2.3 Tahapan dalam Proses Gasifikasi
a. Oksidasi
Terjadi pada suhu > 900 ºC Oksidasi dilakukan dalam kondisi
kekurangan oksigen sehubungan dengan rasio stoikiometri untuk
mengoksidasi hanya sebagian dari bahan bakar. dengan
memanfaatkan supply O2 terbatas pada reaktor dan melepas
sejumlah panas. Panas ini digunakan untuk memecah Hidrokarbon
hasil pirolisis serta untuk mengatasi kebutuhan panas proses
reduksi. Reaksi yang berlangsung selama fase oksidasi adalah
sebagai berikut:
C + O2 → CO2 ΔH= -394kJ/mol Char combustion (1)
C + 1/2O2 → CO ΔH= -111kJ/mol Partial oxidation (2)
H2+ 1/2O2 → H2O ΔH= -242kJ/mol Hydrogen combustion (3)
Produk utama berupa energi panas yang sngat diperlukan untuk
seluruh proses, sedangkan produk pembakaran merupakan
campuran gas CO, CO2 , dan H2O. Dalam campuran ini nitrogen
dapat hadir jika oksidasi biomassa dilakukan dengan udara. Dari
reaksi tersebut terdapat ΔH yang merupakan Delta atau perbedaan
harga Entalpi dari tiap proses. ΔH dirumuskan dengan Hproduk –
18
Hreaktan , missal pada reaksi Partial okxidation Hproduk diperoleh
dari CO (Carbon Monoksida) dan Hreaktan diperoleh dari C dan O2
dan mengalami proses eksotermal (menghasilkan panas sebesar
111 kj/mol)
b. Drying / Pengeringan
Proses Drying terletak antara range suhu 100 – 300 °C yang
bersifat endoterm (menyerap panas).Pengeringan terdiri atas
penguapan uap air yang terkandung dalam bahan baku. Jumlah
panas yang dibutuhkan dalam tahap ini sebanding dengan kadar
kelembabannya. Pengeringan dapat dianggap lengkap ketika suhu
biomassa 150 °C dicapai (Hamelinck et all). Proses pengeringan
ini sangat penting dilakukan agar pengapian pada burner dapat
terjadi lebih cepat dan lebih stabil. Pada reaksi ini, bahan bakar
yang mengandung air akan dihilangkan dengan cara diuapkan dan
dibutuhkan energi sekitar 2260 kJ untuk melakukan proses
tersebut sehingga cukup menyita waktu operasi. (Moist Feedstock
+ Heat >> Dry Feedstock + H2O)
c. Pirolisis
Merupakan fase dekomposisi termokimia dari bahan matriks
karbon; khususnya, cracking ikatan kimia berlangsung dengan
pembentukan molekul dengan berat molekul rendah.. Fraksi padat,
yang bisa berkisar dari 5-10% berat untuk gasifikasi fluidized bed.
fraksi ini termasuk bahan lembam yang terkandung dalam
biomassa dalam bentuk abu dan sebagian kecil kandungan karbon
yang tinggi, yang disebut "char". Fraksi cairan, biasanya disebut
"tar".
Reaksi pirolisis berlangsung dengan suhu di kisaran 300-
900 °C. ternasuk dalam kondisi endotermik, seperti pada langkah
pengeringan, panas yang dibutuhkan berasal dari tahap proses
oksidasi. Skematik proses pirolisis dapat dilihat pada keseluruhan
reaksi berikut: Dry Feedstock + Heat → Char + Volatiles
Fuel (biomassa)→ H2+ CO + CO2+ CH4+ H2O+ Tar + Char(arang)
d. Reduksi
19
Proses Reduksi terjadi pada kisaran suhu 400-900 °C Langkah
reduksi melibatkan semua produk dari tahap sebelumnya dari
pirolisis dan oksidasi; campuran gas dan arang bereaksi satu sama
lain sehingga pembentukan akhir berupa syngas. Reaksi utama
yang terjadi pada langkah reduksi adalah:
C + CO2 ↔ 2CO ΔH = 172kJ/mol Boudouard reaction (5)
C + H2O ↔ CO + H2 ΔH = 131kJ/mol Reforming of the char or
Water Gas Reaction (6)
Reaksi (5 dan 6) adalah endotermik, sementara reaksi (7
dan 8) adalah eksotermik; Namun, kontribusi kedua Boudouard
Reaction (5) dan reformasi arang (6) membuat langkah reduksi
endotermik , dan kemudian seluruh langkah membutuhkan energi
dari reaksi oksidasi. Reaksi (5-8) adalah reaksi kesetimbangan
kimia seperti yang didefinisikan oleh hukum kesetimbangan
termodinamika. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa Reaksi
endotermik (5 dan 6) lebih diunggulkan (kondisi keseimbangan
bergeser ke arah pembentukan produk) saat suhu meningkat,
sementara Reaksi (7 dan 8) diunggulkan pada suhu rendah. Suhu
di mana langkah reduksi dilakukan memiliki peranan penting
dalam menentukan komposisi syngas, dan karena itu
karakteristiknya (heating value yang lebih rendah, kehadiran tar).
suhu tinggi meningkatkan oksidasi char (mengurangi residu padat
pada prosesnya) dan mengurangi pembentukan tar. Di sisi lain hal
tersebut meningkatkan risiko abu yang melekat dan mengurangi
kandungan energi dari syngas.
Suhu reduksi adalah parameter kunci dari proses
keseluruhan, menentukan karakteristik residu padat dan dari
syngas itu. Efek ini dirangkum dalam Gambar. 2.4
20
Gambar 2.4 Pengaruh proses suhu pada karakteristik syngas
Pengaruh suhu pada proses gasifikasi seluruhnya telah
menyebabkan pengembangan beberapa solusi teknologi, masing-
masing ditandai dengan komposisi syngas yang berbeda dan
jumlah residu padat yang berbeda. Kisaran suhu khusus untuk
proses gasifikasi telah dikembangkan pada skala penuh adalah
800-1100 °C, sedangkan pada proses gasifikasi yang
menggunakan oksigen, suhu proses berada di kisaran 500-1600 °C
2.3.4. Produk Gasifikasi Biomassa
Produksi akhir gasifikasi biomassa untuk fase padat dan gas/uap
akan sangat berbeda. Fase padat berupa abu yang terdiri dari bahan
lembam yang muncul dalam bahan baku dan tidak bereaksi dengan
arang. Arang yang terdapat di abu memiliki persentase yang sangat
rendah dari total jumlah abu. Secara umum beratnya lebih rendah
dari 1% perubahan matrik pada karbon didalam gas menjadi objek
pada keseluruhan proses .
a. Gas Mampu Bakar (Syngas)
Gas mampu bakar atau yang lebih dikenal Gas Sintetik
(Syngas) merupakan campuran Hidrogen dan Karbon
Monoksida. Kata sintetik gas diartikan sebagai pengganti
gas alam yang dalam hal ini terbuat dari gas metana. Syngas
merupakan bahan baku yang penting untuk industri kimia
dan industri pembangkit daya. Nilai LHV bahan bakar dan
LHV Syngas dapat ditentukan dari komposisi yang
terkandung dalam satuan unit massa bahan bakar dan satuan
unit volume Syngas.
syngas (produk gas) yang dibagi lagi menjadi fase gas dan
fase kondensasi. Fase gas adalah campuran gas yang berisi
gas yang tidak terkondensasi pada suhu ruangan, CO, H2,
CO2, hidrokarbon ringan, CH4 dan beberapa C2-C3. .Jika
21
udara digunakan dalam proses oksidasi pada gasifikasi,
maka kandungan nitrogen (N2) akan muncul pada fase gas
tersebut. Komponen kecil seperti NH3 dan gas asam
anorganik (H2S dan HCl dan beberapa senyawa kecil gas
[182-184] (RIF)) juga muncul pada fase gas. Jumlah
komponen minor tergantung pada komposisi biomassa.
Jumlah syngas dapat berkisar di 1-3 Nm3/ kg dalam kondisi
kering, dengan LHV lebih dari 4-15 MJ / Nm3. Nilai-nilai
ini sangat dipengaruhi oleh teknologi gasifikasi yang dipilih
serta variabel operasi gasifikasi . Pertimbangan tertentu
diperlukan untuk fase terkondensasi, tar, karena terbuat dari
beberapa senyawa organik yang sangat kental, dapat
dianggap sebagai minyak bituminous. Standarisasi
European board [21] mendefenisikan tar sebagai: "semua
senyawa organik yang terdapat dalam syngas kecuali gas
hidrokarbon dari C1 sampai C6”.
2.4 Komponen Gasifikasi
2.4.1 Reaktor
Reaktor yang digunakan pada skala industri untuk mengubah
biomassa menjadi gas biasanya disebut Gasifier, pada dasarnya
gafier berbeda fungsi salah satunya untuk:
(1) Cara menghubungkan antara suplai bahan baku dan agen
gasifikasi
(2) Cara dan laju perpindahan panas
(3) Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan bahan ke dalam
zona reaksi
Solusi teknologi yang berbeda dapat diimplementasikan untuk
mendapatkan konfigurasi pembangkit yang berbeda;
khususnya, modus kontak biomassa dengan agen gasifikasi
mungkin berlawanan arah, atau searah, atau berlawanan
aliran, dan panas dapat ditransfer dari luar atau langsung dari
dalam reaktor menggunakan agen pembakaran; waktu yang
dibutuhkan dalam jam (Gasifier diam, Rotary kiln) atau dalam
22
menit (Gasifier fluidized bed). Reaktor yang digunakan dalam
proses gasifikasi biomassa adalah:
1. Fixed Bed Reaktor
solusi teknologi utama berdasarkan reaktor fixed-bed adalah
reaktor updraft dan reaktor downdraft (Gambar 2.8 a dan b).
Pada reaktor updraft biomassa padat bergerak ke bawah
sehubungan dengan agen gasifikasi dan kemudian syngas
yang dihasilkan bergerak ke atas (berlawanan).
Reaktor tipe downdraft hampir sama dengan tipe updraft
hanya saja letak zona oksidasi dan zona reduksi yang berbeda.
Bahan bakar dalam reaktor dimasukkan dari atas dan udara
dari blower dihembuskan dari samping menuju ke zona
oksidasi sedangkan produk berupa syngas hasil pembakaran,
keluar melalui burner yang terletak dibawah ruangan bahan
bakar sehingga saat volume gas makin meningkat maka
syngas mencari jalan keluar melaui daerah dengan tekanan
yang lebih rendah. Sistem tersebut memiliki maksud agar
syngas yang terbentuk akan tersaring kembali oleh bahan
bakar dan melalui zona pirolisis sehingga kandungan tar dapat
dikurangi. Produk pirolisis yang dihasilkan melewati zona
oksidasi pada suhu tinggi. Untuk mengurangi penyumbatan
gas di dalam reaktor, maka digunakan blower hisap untuk
menarik syngas dan mengalirkan ke arah burner. Kelebihan
reaktor ini mengandung sedikit tar dibandingkan tipe updraft.
Kekurangannya yaitu tidak bisa digunakan untuk limbah
biomassa dengan densitas rendah (Gumanti Humala, A,
2012).
23
Gambar 2.5. reaktor Fixed Bed: (a) updraft, (b) downdraft
• Reaktor Downdraft
Pada gasifikasi downdraft, arah aliran udara dan bahan
baku sama-sama ke bawah. Gasifikasi jenis ini
menghasilkan tar yang lebih rendah dibandingkan jenis
updraft. Hal ini karena tar hasil pirolisis terbawa bersama
gas dan kemudian masuk ke daerah gasifikasi dan
pembakaran yang temperaturnya tinggi. Pada daerah
gasifikasi dan pembakaran inilah, tar kemudian akan
terurai. Hasil gas-gas dari gasifikasi sistem downdraft ini
setelah disaring dan didinginkan dapat langsung
dimasukkan ke dalam mesin pembakaran dalam.
Gambar 2.6 ReaktorDowndraft (Satake, 2006)[10
Gasifikasi jenis ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :
1. Cocok untuk kapasitas sampai 15 MWh.
2. Umumnya spesifik untuk kualitas bahan bakar biomassa
tertentu,memerlukan kadar air yang rendah, dan kadar abu yang
rendah pula. Gas yang dihasilkan lebih panas dibandingkan pada
sistem updraft dan hanya membutuhkan teknik pembersihan gas
yang lebih sederhana.
3. Sangat cocok untuk diaplikasikan pada engine karena gas yang
dihasilkan rendah tar.
4. Proses sederhana dan lebih murah.
24
5. Kandungan tar yang dihasilkan cukup rendah karena hingga
99,9% dari tar yang terbentuk dikonsumsi, hanya membutuhkan
pembersihan tar yang minimum.
Sedangkan kekurangan dari gasifikasi downdraft adalah:
1. Membutuhkan masukan bahan baku dengan kandungan moisture
yang sangat rendah.
2. Syngas hasil gasifikasi keluar reaktor pada temperatur yang
sangat tinggi, sehingga membutuhkan sistem secondary heat
recovery (pendinginan lanjutan) 3. 4-7% karbon yang tersisa
tidak bisa diproses atau diubah ke bentuk lain.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Proses Gasifikasi
Kualitas Sygas dari proses gasifikasi ditentukan oleh kondisi
dari biomass yang digunakan sebagai bahan baku serta bagaimana
desain reaktor yang dilakukan. Proses gasifikasi bukanlah
sematamata proses pengkonversian biomassa cair atau padat
menjadi combustible gas, banyak variabel di dalamnya yang
menjadi parameter penentu kinerja reaktor, tahapan proses dan
temperatur dalam reaktor atau bahkan kondisi dan komposisi gas
yang dihasilkan. Beberapa parameter tersebut akan dibahas pada
subbab berikut ini antara lain propertis biomassa, dan rasio bahan
bakar dengan udara yang digunakan.
2.5.1 Properties Biomassa
Sesuai dengan penelitian Rajvanshi (2006)[11], sifat-sifat yang
dimiliki biomassa baik secara fisik maupun kimia mampu
mepengaruhi baik dari segi energi yang dihasilkan maupun heat
loss-nya. Sifat tersebut antara lain :
• Kandungan Moisture
Untuk proses gasifikasi biomassa, umumnya dipilih biomassa
yang memiliki kandungan moisture yang rendah. Karena
kandungan moisture yang tinggi akan menyebabkan heat loss
yang berlebihan dan beban pendinginan semakin tinggi karena
pressure drop yang terjadi juga meningkat. Idealnya kandungan
25
moisture yang sesuai untuk bahan baku gasifikasi tidak lebih
dari 20 %.
• Kandungan TAR
Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan
dan harus dihindari. Tar adalah cairan hitam kental yang
terbentuk dari destilasi destruktif pada material organik. Tar
yang terbentuk dari batubara atau minyak bumi diperkirakan
bersifat racun karena kandungan benzena di dalamnya. Apabila
hasil gas yang mengandung tar relatif tinggi dipakai pada
kendaraan bermotor, dapat menimbulkan deposit pada
karburator dan intake valve sehingga menyebabkan gangguan.
Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan tar tidak
lebih dari 1 g/m³.
• Ash dan Slagging
Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku
yang tetap berupa oksida setelah proses pembakaran.
Sedangkan slag adalah kumpulan ash yang lebih tebal.
Pengaruh adanya ash dan slag pada gasifier mengurangi respon
pereaksian bahan baku pada titik tertentu sehingga
menimbulkan penyumbatan pada gasifier. Semakin tinggi
kandungan ash yang dimiliki maka partikel pengotor dari
syngas juga semakin banyak sehingga dibutuhkan pembersihan
gas yang lebih baik lagi.
• Dust
Semua bahan baku gasifikasi menghasilkan dust (debu).
Adanya dust ini sangat mengganggu karena berpotensi
menyumbat saluran sehingga membutuhkan maintenance
lebih. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan
kandungan dust yang tidak lebih dari 2 – 6 g/m³.
• Energi
Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki biomass maka
syngas hasil gasifikasi biomass tersebut semakin tinggi karena
energi yang dapat dikonversi juga semakin tinggi.
26
2.5.2 Udara Pembakaran
Reaksi kimia terjadi ketika ikatan-ikatan molekul dari reactan
berpisah, kemudian atom-atom dan elektron menyusun kembali
membentuk unsur-unsur pokok yang berlainan yang disebut hasil
(produk). Oksidasi yang terjadi secara kontinyu pada bahan bakar
menghasilkan pelepasan energi sebagai hasil dari pembakaran.
Pembakaran dapat dikatakan sempurna (stoichiometric) apabila
semua karbon (C) yang terkandung dalam bahan bakar diubah
menjadi karbondioksida (CO2) dan semua hidrogen diubah menjadi
air (H2O) (IrvanNurtian, 2007). Jika salah satu tidak terpenuhi, maka
pembakaran tidak sempurna. Syarat terjadinya pembakaran adalah
adanya oksigen (O2). Dalam aplikasi pembakaran yang banyak
terjadi, udara menyediakan oksigen yang dibutuhkan. Dua
parameter yang sering digunakan untuk menentukan jumlah dari
bahan bakar dan udara pada proses pembakaran adalah
perbandingan udara bahan bakar. Perbandingan udara bahan bakar
dapat diartikan sebagai jumlah udara dalam suatu reaksi jumlah
bahan bakar. Perbandingan udara bahan bakar dari suatu
pembakaran berpengaruh menentukan bagaimana komposisi produk
dan juga terhadap jumlah panas yang dilepaskan selama reaksi
berlangsung dan dapat ditulis dalam basis mol (molar basis) atau
basis massa (mass basis).
2.5.3 Rasio Udara Bahan Bakar (AFR)
Rasio massa udara ke bahan bakar disetiap satuan
pembakaran didefenisikan sebagai rasio udara bahan bakar (air fuel
ratio/AFR). Rasio minimum udara yang benar-benar dibutuhkan
bahan bakar yang cukup tepat untuk membakar bahan bakar disebut
sebagai rasio stoikiometrik. Pembakaran bahan bakar membutuhkan
rasio stoikiometrik minimum udara ke bahan bakar, sementara
gasifikasi membutuhkan rasio udara bahan bakar lebihrendah dari
rasio stoikiometri atau sering disebut semi-stoikiometri. Rasio
kesetaraan (equivalent ratio/ER) dapat dapat didefenisikan sebagai
perbandingna antara rasio udara bahan bakar dari proses gasifikasi
dan rasio udara bahan bakar untuk pembakaran yang sempurna.
27
Equivalent ratio/ER yang tinggi akan mengakibatkan Nilai kalor
bawah (LHV) gas menurun, Karena ER akan terkait dengan AFR
dimana hal ini menyababkan udara yang memasuki ruang bakar
akan tinggi sehingga akan menyebabkan penurunan nilai kalor
flameable gas CO,CH4,H2 . Disisi lain, hasil ER rendah
mengakibatkan nilai kalor komposisi flameable gas naik sehingga
Nilai Kalor Bawah gas (LHV gas) akan tinggi (kumar, A et al,
2009).
Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi
mempengaruhi reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan
syngas yang dihasilkan. Kebutuhan udara pada proses gasifikasi
berada di antara batas konversi energi pirolisis dan pembakaran.
Karena itu dibutuhkan rasio yang tepat jika menginginkan hasil
syngas yang maksimal. Pada gasifikasi biomass rasio yang tepat
untuk proses gasifikasi berkisar pada angka 1,00 - 1,5. AFR = Massa udara : Massa biomassa (bahan bakar) (2.1)
ER = AFRaktual/AFRstoikiometris (2.2)
Kondisi stoikiometris teoritis biomassa diperoleh dengan
mengetahui terlebih dahulu kandungan unsur kimia dari biomassa,
kemudian dilakukan perhitungan persamaan reaksi yaitu reaksi
oksidasi. Reed dan Dash[9] memberikan rumus kimia rata-rata dari
biomassa yaitu CH1,4O0,6, sehingga bila direaksikan dengan udara
akan menjadi pembaka- ran sempurna sebagai berikut : 𝐶𝐻1,4𝑂0,6
+ 1,05𝑂2 + (3,95𝑁2) → 𝐶𝑂2 + 0,7𝐻20 + (3,95𝑁2) (2.3)
2.5.4 Suhu Reaktor Gasifikasi
Dalam setiap langkah proses gasifikasi yang terjadi
temperatur memiliki peranan penting pada masing-masing proses,
sehingga dalam satu reaktor gasifikasi terdapat distribusi suhu yang
dapat merepresentasikan masing-masing zona dari proses gasifikasi,
beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi tersebut adalah:
komponen dan properti fisik biomassa, Equivalen Ratio (ER) kedua
factor ini akan mempengaruhi performa gasifikasi antara lain :
superficial velocity, Parameter unjuk kerja Reaktor Gasifikasi, serta
kandungan TAR.
28
2.5.5 Nilai LHV (Low Heating Value)
Kadar air merupakan salah satu parameter yang paling
penting dan kritis mempengaruhi keseimbangan energi dari proses
gasifikasi biomassa. Gambar 2.7 menunjukkan tren Low Heating
Value (LHV) sebagai fungsi kadar air pada beberapa jenis biomasa.
Gambar. 2.7. Pengaruh proses suhu pada karakteristik syngas
2.5.6 Parameter Performa
Dalam meninjau performa gasifikasi ada beberapa hal yang
menjadi parameter. (Basu, P, 2010) menjelaskan bahwa parameter
prestasi sistem gasifikasi dapat diukur menggunakan indikator
dibawah ini (Basu, P, 2010):
a. Suhu Reaktor Gasifikasi
Dalam setiap langkah proses gasifikasi yang terjadi dalam
reaktor gasifikasi selalu berhubungan erat dengan temperatur
untuk masing-masing proses, sehingga dalam satu reaktor
gasifikasi terdapat profil sebaran suhu yang dapat
merepresentasikan masing-masing zona dari proses
gasifikasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
suhu ini juga terkait dengan nilai equivalence ratio. Selain itu
suhu atau profil suhu pada reaktor gasifikasi juga dipengaruhi
oleh faktor parameter yang lain, seperti: properti biomassa,
29
superficial velocity, suhu media gasifikasi, insulator, dan
yang lainnya. Pada sisi lain suhu reaktor gasifikasi menjadi
penentu dari beberapa parameter unjuk kerja dari reaktor
gasifikasi, seperti : tingkat keadaan abu, komposisi dan
keberadaan tar pada syngas.
b. Komposisi dan Properti fisik biomassa
Pada dasarnya unjuk kerja proses gasifikasi pada reaktor
gasifikasi juga sangat dipengaruhi oleh properti spesifik dari
biomassa. Properti yang paling penting pada gasifikasi
adalah komposisi elemen/unsur biomassa, nilai kalor,
kandungan abu, kadar kelembaban, kadar volatile mater,
unsur yang terkandung lainnya (N, S, Cl, alkali, logam berat,
dan lainnya), densitas dan ukuran.
c. Parameter Unjuk Kerja Reaktor Gasifikasi
a. Komposisi syngas
Sama halnya dengan analisa komposisi pada biomassa,
maka syngas juga harus dianalisa komposisi gasnya.
Unsur yang ada dalam syngas umumnya adalah CO, CO2,
H2, CH4, hidrokarbon berat dan N2. Kandungan gas
tersebut ada yang bisa terbakar seperti CO, H2 dan CH4
serta gas yang tidak bisa terbakar seperti CO2 dan N2. Dari
komposisi gas tersebut, nantinya dapat diperhitungkan
kandungan energi dalam gas ataupun untuk meng- analisa
pengoperasian dari reaktor gasifikasi. Analisa rasio antara
CO dan CO2 (CO/CO2) adalah salah satu cara untuk
mengukur kualitas dari gas dan proses gasifikasi.
b. Nilai Kalor (LHV) syngas
Jumlah kandungan energi pada syngas dapat dihitung
secara teoritis dari analisa komposisinya, yaitu dengan
menggunakan persamaan untuk menghitung Nilai Kalor
Bawah gas (NKBgas) sebagai berikut :
(2.5)
Keterangan :
Yi = KOnsentrasi gas yang terbakar (CO, CH4,H2)
30
LHVi = Nilai Kalor rendah dari gas terbakar (CO,
CH4,H2)
c. Cold Gas Efficiency
Gasifier yang efektif mampu mengkonversi biomassa yang
dimasukkan dengan tambahan udara menjadi combustible
gas yang nantinya memiliki nilai guna yang lebih tinggi
untuk diaplikasikan dalam berbagai kegiatan. Bila semua
proses diatas dilakukan seefisien mungkin, maka
kandungan energi dari produksi gas mampu berada pada
kisaran (70-80) % dari kandungan energi biomassa yang
digunakan pada gasifier,. Perhitungan efisiensi
menggunakan persamaan berikut :
(2.6)
2.6 Penelitian Terdahul
2.6.1 Downdraft Gasifier
Ardianto (2011) telah melakukan serangkaian
eksperimen untuk meneliti karakter gasifikasi pada reaktor
gasifikasi downdraft dengan variasi pada air-fuel ratio dan
ukuran serpihan kayu, yang memberikan hasil bahwa berdasar
data penelitian terlihat bahwa peningkatan AFR menghasilkan
penurunan yang signifikan pada komposisi dan energi pada
syngas serta menurunkan juga efisiensi gasifikasi, sehingga
disimpulkan bahwa nilai AFR merupakan pembatas parameter
operasional dari reaktor gasifikasi, sehingga bila pasokan udara
sebagai media gasifikasi terlalu banyak maka AFR akan
meningkat dan menghasilkan hal-hal yang telah disebutkan
diatas. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.8.
31
Gambar 2.8 Grafik air-fuel ratio (AFR) vs (a) Efisiensi
gasifikasi, (b) LHV, (c) Kandungan synthetic gas. (Ardianto,
2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Sudarmanta [15] Penelitian
Sudarmanta selanjutnya mengenai pengaruh suhu reaktor dan
ukuran partikel biomassa limbah kayu terhadap karakter
syngas yang dihasilkan. Penelitian variasi suhu reaktor
dilakukan pada rentang 600 – 900 ᵒC. sedangkan rentang ukuran
partikel biomassa pada >10 mm, 10-25 mm, dan >25 mm.
Gambar 2.9 Skema Pengujian Biomassa
32
Dengan variasi peningkatan suhu reaktor dapat meningkatkan
kualitas produksi syngas (H2, CO, CH4). Dengan variasi ukuran partikel
syngas, juga menunjukkan semakin kecil ukuran partikel dapat
meningkatkan produksi gas. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
Gambar 2.10 Grafik pengaruh tingkat suhu reaktor terhadap
produksi gas
Secara kuantitatif, karakterisasi biomassa limbah kayu menghasilkan
nilai kalor bawah sebesar 14,45 MJ/kg. Perhitungan efisiensi gasifikasi
pada kondisi terbaik bisa mencapai 34,20%, dengan komposisi syngas
sebagai berikut: H2 = 14,20 %, CO2 = 8,32%, CO = 10,42%, CH4 =
1,54%, dan C2H6 = 0,18% dengan nilai kalor bawah sebesar 3246,80
KJ/kg.
33
Halaman ini sengaja dikosongkan
34
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Penelitian
Pengujian dilakukan dengan metode eksperimental untuk
mengetahui gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi (Syn-gas)
dengan metode gasifikasi downdraft berbahan baku Pellet sampah.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sistem kontinyu, artinya
pengamatan dilakukan dengan pemasukan biomassa secara terus
menerus. Dalam pengujian ini , dilakukan variasi dimmer di blower
centrifugal pada udara media gasifikasi yang masuk melalui pipa
throat reaktor, kemudian diamati bagaimana proses distribusi
temperatur yang terjadi di dalam reaktor selama operasi dari awal
hingga biomassa habis, agar dapat menghasilkan gas yang
flammable dan stabil. Data-data yang dicatat berupa: laju alir massa
udara, laju alir massa syn-gas, temperatur di dalam reaktor,
temperatur didinding reaktor, dan komposisi yang terkandung di
dalam syn-gas. Eksperimen akan dilakukan dengan metode
Continyu, yaitu dilakukan dengan beberapa pengisian briket MSW
dalam reaktor dan seluruh data diambil hingga ketinggian briket
MSW mencapai batas bawah yang telah ditentukan sebelumnya.
Pada eksperimen pertama akan dilakukan perubahan laju alir massa
udara dengan mengatur putaran motor blower udara. Pengaturan
putaran blower udara dilakukan dengan pengaturan duty cycle arus
listrik motor penggerak blower. Laju alir massa udara akan
mengalami 4 kali perubahan, dengan laju alir massa udara yang
menghasilkan AFR kurang dari 1,5.
Eksperimen bertujuan untuk memperoleh karakteristik
proses gasifikasi pellet MSW dan juga untuk mempersiapkan data
yang nantinya akan digunakan untuk pengaturan sistem otomatis
pengendalian suhu reaktor gasifikasi pada eksperimen selanjutnya.
Untuk perhitungan-perhitungan efisiensi energi gasifikasi
diperlukan analisa nilai kalor pada pellet MSW yang akan dilakukan
di Laboratorium Pusat Studi Energi dan Rekayasa LPPM ITS. Dari
Eksperimen akan didapatkan data sebagai berkut :
35
1. Data laju masa alir udara (ṁudara)
2. Data suhu pada masing-masing thermocouple
3. Data komposisi dan nilai kalor dari Syngas (LHVSyngas)
4. Data laju alir masa Syngas (ṁSyngas)
5. Data laju alir massa MSW (ṁMSW)
Berdasarkan data-data diatas akan dilakukan perhitungan air-fuel
ratio (AFR), nilai kalor dari syngas , dan efisiensi gasifikasi/cold gas
efficiency (ηCG). Data hasil eksperimen akan ditabelkan dan diolah
menjadi grafik dan dianalisa untuk pengambilan kesimpulan.
Tabel 3.1 Tabel variable-variabel dalam Penelitian
Variabel
tetap
Variabel
Berubah
Variabel
Terukur
Variabel
Terhitung
Visualisasi
Parameter
Operasional
Reaktor
Gasifikasi
• Dimensi
Reaktor
• Suhu
Udara
• Laju alir
massa
biomassa
• Putaran
suction
pump
• Laju
alir
massa
udara
• Laju
alir
massa
udara
• Suhu
pada
reaktor
(7 titik)
• Waktu
Operasi
• Air Fuel
Ratio
(AFR)
Parameter
unjuk kerja
reaktor
gasifikasi
• Laju air
massa
syngas
• Nilai
Kalor
MSW
• Suhu
syngas
yang
• Nilai
Kalor
syngas
• Efisiensi
Gasifikasi
• Nyala
api
syngas
36
3.2 Bahan Uji
3.2.1 Pellet MSW
Bahan biomassa yang akan digunakan pada penelitian ini
adalah Pellet MSW yang memiliki komposisi 30 % sampah organik
tumbuhan, 20% serbuk kayu, 40 % sampah plastik
Polypropylene(PP) dan10 % materi pengikat/binder berupa starch
(kanji) ( Indarto 2015 ). Pelet yang digunakan memiliki ukuran
diameter 6 mm dan rata-rata panjang 5-15 mm (Rollinson,2017) [17]
berasal dari sampah perkotaan (Indarto .2017) bahan anorganik.
Bahan organik dalam briket MSW ini adalah : sampah dapur (sayur
mayur dan sisa makanan), bermacam jenis kertas, dan potongan
tumbuh-tumbuhan (kayu, ranting, dan dedaunan). Bahan anorganik
dalam briket MSW ini sebagian besar adalah plastik, terutama
plastik yang tidak terambil oleh pemulung seperti contohnya : tas
kresek, plastik bungkus, dan styrofoam. Sebelum dipeletkan seluruh
bahan telah melalui proses pencacahan hingga ukuran partikel
tertentu. Seluruh proses pemeletan akan dilakukan di laboratorium
jurusan Teknik Mesin ITS. Sebelum digunakan dalam eksperimen,
Pelet MSW tersebut akan diukur kandungan airnya, dan nilai
kalornya di Laboratorium Pusat Studi Energi dan Rekayasa LPPM
ITS. Berikut Penguian properties biomassa pellet MSW :
keluar
dari
reactor
• Suhu
syngas
yang
keluar
dari
Sucton
pump
37
1. Analisa Proximate
Pada pengujian ini dianalisa mengenai kadar kandungan
moisture content, volatil matter, fixed carbon, dan abu
yang dimilikinya.
2. Analisa Nilai Kalor
Pada pengujian ini dianalisa mengenai nilai kandungan
kalor (Low Heating Value) yang di uji pada alat bomb
kalorimeter dimana, nilai yang keluar dari alat tersebut
yaitu dalam bentuk High Heating Value.
Untuk analisa ultimate diambil pendekatan dari
penelitian Zhou,dkk(2014) untuk mendapatkan nilai
pengujian analisa ultimate yang lebih spesifik, sebagai
referensi dalam pengujian. Berhubung dengan jenis briket
MSW yang digunakan sama. sedangkan analisa proxymate
dan Analisa Nilai Kalor dilakukan pengujian di
laboratorium pusat studi energi dan rekayasa LPPM ITS.
3.3 Alat uji
Skema peralatan eksperimen dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Skema instalasi proses gasifikasi
Keterangan:
1. Hoper 9. Cyclone
2. Downdraft Gasifier 10. Water Scruber
38
3. Termokopel 11. Pompa Air
4. Dimmer 12. Dry Filter
5. Blower 13. Pompa Hisap
6. Pitot Tube 14. Flare Point
7. Flare Point 15. Pitot Tube
8. Gas Sampling
Alat uji yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Reaktor Gasifikasi
Reaktor gasifikasi yang digunakan bertipe downdraft yang
telah dilengkapi dengan sistem peralatan pembersih syngas
yang berupa cyclone dan water scrubber. Selain itu reaktor
tersebut memiliki satu blower untuk memasok udara dan satu
induced fan untuk menghisap syngas.
Dimensi Reaktor gasifikasi (Downdraft)
Gambar 3.2 Dimensi Reaktor Gasifikasi Downdraft
2. Blower dan Induced Fan
Blower dan suction pump berupa centrifugal pump yang
digerakkan oleh motor listrik arus AC dengan voltase 220 v.
Blower berfungsi untuk memberikan pasokan udara pada
zona partial combustion, sedangkan suction pump berfungsi
untuk menghisap syngas.
39
Gambar 3.3 (a). Blower (b).Induced Fan
3. Cyclone dan Water Scruber
Cyclone dan Water scrubber berfungsi sebagai perlengkapan
untuk membersihkan syngas dan juga menurunkan suhu
syngas, seperti terlihat pada gambar 3.4. Cyclone berfungsi
hanya untuk membersihkan kandungan debu dan partikel,
sedangkan water scrubber memiliki fungsi utama untuk
mengurangi kandungan tar dalam syngas.
(a) (b)
Gambar 3.4 (a) Cyclone (b) Water Scruber
4. Dimmer
Dimmer berupa resistor yang digunakan untuk
memvariasikan kecepatan suplai udara dari blower dengan
cara membatasi arus listrik yang mengalir, untuk mendapakan
nilai Air Fuel Ratio yang diinginkan. Adapun dimmer yang
digunakan dalam pengambilan data mampu mengubah
tingkat kecepatan sesuai dengan yang diinginkan.
40
Gambar 3.5 Dimmer
3.4 Alat Ukur
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian,
reaktor gasifikasi yang telah dilengkapi dengan alat pengukur suhu
dan alat pengukur laju alir massa media gasifikasi serta syngas.
1. Alat Ukur Suhu
Alat ukur suhu pada reaktor gasifikasi yang akan digunakan
menggunakan sensor berupa thermocouple tipe K dengan
posisi pemasangan tersebar pada 7 titik, dengan pengaturan
sebagai berikut :
1. T1 hingga T7 pengukuran pada unit utama reaktor
gasifikasi difungsikan untuk mengukur profil suhu pada
zona-zona gasifikasi.
2. T7 titik pengukuran terakhir berada pada pipa keluaran
suction pump untuk mengukur suhu syngas setelah
melewati peralatan pembersih syngas.
Gambar 3.6 (a) Termometer inframerah (b) Thermocouple
41
2. Alat ukur Laju alir massa
Alat ukur laju alir massa media gasifikasi dan syngas
yang digunakan memakai pitot-static tube untuk menghasilkan
perbedaan tekanan (δp) yang akan digunakan sebagai masukan
pada perangkat data akuisisi yang telah terisi program untuk
penghitungan laju alir massa. Pengukuran laju aliran massa
akan dilakukan pada 2 titik, yaitu : 1. Titik pertama pengukuran
pada pipa inlet reaktor gasifikasi, berfungsi untuk pengukuran
laju aliran massa udara sebagai media gasifikasi. 2. Titik kedua
ditempatkan pada pipa outlet water scrubber untuk mengukur
laju alir massa syngas.
Gambar 3.7 Pitot Static Tube
Pitot tube with static wall pressure tap dihubungkan dengan
inclined manometer untuk mengetahui besarnya perbedaan
ketinggian cairan pada manometer yang nantinya digunakan
persamaan Bernoulli sebagai berikut : 𝑃0
𝜌+
𝑉02
2+ 𝑔𝑧0 =
𝑃1
𝜌+
𝑉12
2+ 𝑔𝑧1…………………….….. (3.1)
Dimana :
P0= Tekanan stagnasi (pada titik 0) (Pa)
P1= Tekanan statis (pada titik 1) (Pa)
= Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m3)
V1= Kecepatan di titik 1 (m/s)
V0= Kecepatan di titik 0, kecepatan pada titik stagnasi = 0 m/s
Dengan mengasumsikan z = 0 maka persamaan menjadi :
𝑉1
2
2=
𝑃0−𝑃1
𝜌 . ……………………………….…………..(3.2)
42
Untuk mencari kecepatan udara yang masuk kedalam ruang
bakar dari persamaan diatas menjadi:
𝑉1 = √2(𝑃0−𝑃1)
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ……………………………………....….(3.3)
Dimana :
P0 – P1 = red oil . g . h ………………………..………...(3.4)
red oil= (ρH2O. SGred oil)……………………..…………. (3.5)
Sehingga pada inclined manometer diperoleh persamaan,
P0 – P1 = (ρH2O. SGred oil) . g . h . sin θ……………..…(3.6)
h adalah perbedaan ketinggian cairan pada inclined manometer
dengan 010 , maka persamaan menjadi :
𝑉1 = √2(ρH2O . SGred oil . 𝑔 . ℎ . 𝑠𝑖𝑛 𝜃)
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎…..………………….(3.7)
Dengan :
SGred oil: Spesific gravity red oil (0.827)
H2O : Massa jenis air (999 kg/m3)
udara : Massa jenis udara (1.1447 kg/m3)
h :Total perbedaan ketinggian cairan pada incline manometer
(m)
θ :Sudut yang digunakan pada inclined manometer (degree)
namun V1 merupakan kecepatan maksimal, terlihat dari profil
kecepatan aliran pada internal flow. Hal ini dikarenakan posisi
pitot berada pada centerline pipa. Sehingga perlu dirubah
menjadi average velocity (�̅�) yang dapat dirumuskan sebagai
berikut: �̅�
𝑉𝑚𝑎𝑥=
2𝑛2
(𝑛+1)(2𝑛+1)………………………...(3.8)
Dimana:
43
�̅�: Kecepatan rata – rata (m/s)
Vmax: Kecepatan maksimal dari profil kecepatan aliran.
n : variation of power law exponent.
Yang di rumuskan sebagai berikut:
𝑛 = −1,7 + 1,8 log 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥……………………(3.9)
untuk 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥> 2 𝑥 104 (aliran turbulen).
Sedangkan untuk aliran laminar dapat diperoleh melalui
persamaan berikut:
𝑉𝑚𝑎𝑥 = 2�̅�………………………………………(3.10)
3. Stopwatch
Digunakan untuk mengetahui waktu operasi pada proses
gasifikasi
Gambar 3.8 Stopwatch
4. Gas Chromathography
Digunakan untuk mengetahui komposisi syngas ( CO, CO2 ,
CH4, H2 , N2) dan kandungan tar pada syngas
Gambar 3.9 Gas Chromathography
3.5 Prosedur pengujian
Prosedur pengambilan data dilakukan untuk mendapatkan
parameter-parameter yang dibutuhkan untuk performa proses
44
gasifikasi system Continous. Dalam eksperimen ini akan diambil
data berupa laju alir massa biomassa, udara, dan syn gas, serta
distribusi temperatur di sepanjang reaktor melalui sebuah display
thermocouple.
1) Tahap Persiapan
Sebelum pelaksanaan proses pengujian terdapat beberapa
persiapan yang harus dilakukan agar pengambilan data dapat
dilakukan dengan baik.
1. Pengecekan reaktor gasifikasi dan memastikan semua
peralatan penunjang yang lain seperti thermocouple,
blower, dan komponen-komponen lainnya telah
terpasang dengan baik.
2. Persiapan alat ukur yang digunakan seperti, digital
flowmeter, infrared thermocople, pitot tube, dan
stopwatch serta pastikan alat ukur dapat digunakan
dengan baik
3. Mempersiapkan Pelet MSW sebagai bahan biomassa.
2) Tahap Pengambilan Data
Gambar 3.10 Skema Pengujian
1. Sebagai data awal, temperatur ruang atau ambient
dicatat, temperatur awal dinding reaktor dan sistem
perpipaannya menggunakan infrared thermometer.
Pellet di bakar
setinggi y sebagai
Starting awal sampai
menjadi bara (± 500
ºC)
45
2. Untuk tahap awal , dimasukkan pellet MSW ke dalam
reaktor hingga batas bawah (permulaan zona
oksidasi) (gambar 3.10)
3. Pellet MSW disulut api sebagai pemanasan awal
sebagai starting sampai suhu ± 500 ºC.
4. Setelah menjadi bara, masukan pellet hingga batas
atas dari gasifikasi
5. Secara bersamaan, blower dinyalakan, putaran
dimmer diatur sesuai tahap pengambilan data sampai
kondisi Steady (saat hasil syngas sudah flameable)
6. Tunggu waktu 10 menit kemudian isi lagi reaktor
dengan pellet sampai batas atas kemudian naikan
putaran blower melalui dimmer. Sampai kondisi
steady
7. Data temperatur diambil pada tiap thermokopel untuk
mengetahui distribusi terhadap AFR yang ada untuk
nantinya digunakan mengidentifikasi zona tahapan
gasifikasi.
8. Data mass flowrate diambil dengan pitot tube untuk
mengetahui besarnya kecepatan udara yang masuk ke
dalam gasifier melalui lubang (throat) udara.
9. Pada saluran pipa keluaran juga dipasang pitot tube
untuk mengukur laju alir syn-gas.
10. Lakukan semua pengukuran di atas tiap 10 menit
dengan menggunakan data akuisisi
11. Pengambilan data temperatur tiap titik thermocouple,
laju alir massa udara, dan laju alir massa syn-gas
diulangi dengan memberi variasi kecepatan udara
masukan melalui putaran dimmer pada blower.
Perubahan variasi ini dilakukan dengan mengatur
duty cycle pada blower.
12. Setelah itu dilakukan pengujian syn-gas hasil
gasifikasi. Pengujian dilakukan di Laboratorium
Pusat Studi Energi dan Rekayasa, Lembaga
Pengabdian Masyarakat (LPPM) dengan sampel
46
syngas pada tiap variasi Air Fuel Ratio. Pengujian
dilakukan dengan cara menyimpan syngas ke suatu
tempat yang tertutup dan terisolasi dari udara luar.
Komposisi gas yang diujikan antaralain H2, O2, N2,
CO, CO2, CH4.
3) TahapAkhir Pengujian
1. Mematikan blower perlahan.
2. Mematikan dimmer
3. Mencatat temperatur akhir dari reaktor dan sistem
perpipaannya.
4. Membiarkan reaktor sampai api benar-benar padam
dan temperatunya turun.
47
LAJU ALIR MASSA
UDARA TEMPERATUR PADA
THERMOCOUPLE LAJU ALIR
MASSA SYNGA
S HEATING
VALUE SYNGA
S
TIDAK
MULAI
STUDI LITERATUR
BUKU
, JURNAL/PAP
E
PEMBUATAN PELLET
MSW
ANALISA
PROXIMATE PELLET MSW
PERSIAPAN REAKTOR
DAN ALAT UKUR
UJI COBA REAKTOR
GASIFIKASI
REAKTOR
, PERANGKAT PERLENGKAPAN,
DAN
ALAT UKUR
SIAP
EKSPERIMEN : GASIFIKASI
PELLET
MS
DENGAN
4 VARIASI PERUBAHAN LAJU ALIR MASSA UDARA
YA
A
3.6 Flowchart penelitian
48
A
PENGOLAHAN DATA EKSPERIMEN UNTUK MENDAPATKAN : PROFIL SUHU REAKTOR VS KETINGGIAN
GRAFIK AFR
VS LHV, GRAFIK AFR
AFR
VS EFISIENSI
• GRAFIK PROFIL SUHU TERHADAP AFR
• GRAFIK KOMPOSISI GAS
• GRAFIK NILAI LHV SYNGAS TERHADAP
AFR
• GRAFIK EFISIENSI TERHADAP AFR
SELESAI
Gambar 3.11 Flowchart penelitian
GRAFIK AFR
49
Halaman ini sengaja dikosongkan
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas performa dari suatu gasifier
untuk menghasilkan gas yang flammable. Untuk menentukan
performa dari suatu gasifier dalam menghasilkan gas yang
flammable dapat di tinjau dari beberapa parameter yaitu distribusi
temperatur di dalam reaktor, komposisi gas yang dihasilkan, dan
effisiensi yang dimiliki oleh gasifier tersebut. Parameter inilah,
yang nantinya akan memiliki nilai yang berbeda untuk tiap variasi
rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) dengan mengubah nilai
duty cycle-nya , dari perbedaan tersebut akan dianalisa performa
gasifier-nya, sehingga kita dapat menentukan efisiensi terbesar
berada pada AFR tertentu. Selain itu penelitian dilakukan dengan
memvariasikan rasio udara bahan bakar (Air Fuel Ratio) untuk
menentukan nilai batas atas dan batas bawah dengan melakukan
pengujian AFR diluar batas bawah dan atas yang didapat dari
penelitian.
4.1 Karakteristik Pellet MSW Pada penelitian ini akan digunakan biomassa berupa sampah
padatan kota atau yang disebut sebagai Municipal Solid Waste (MSW)
dalam bentuk pellet yang selanjutnya akan dilakukan proses gasifikasi.
Pellet MSW yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil riset
dan pengembangan yang dilakukan oleh Lab. Teknik Pembakaran dan
Bahan Bakar Teknik Mesin ITS, Pellet tersebut memiliki komposisi
sebagai berikut :
➢ 30% sampah organik tumbuhan (kompos) ➢ 20% serbuk kayu
➢ 40% sampah plastik yang sebagian besar
berupa plastik Polypropylene (PP)
➢ 10% materi pengikat/binder berupa starch (kanji).
MSW tersebut dilakukan poses peletisasi dengan ukuran rata
rata diameter 6 mm serta panjang 5 – 15 mm . Contoh Pellet MSW
dapat dilihat pada gambar 4.1
51
Gambar 4.1 Pellet MSW yang digunakan dalam penelitian
Setelah dilakukan proses pelletisasi biomassa dari
MSW, selanjutnya pellet MSW dikerinngkan secara alami dengan
sinar matahari hingga kandungan air mencapai 20 – 30 %. Setelah
pellet dikeringkan, lalu dilakukan proses penumbukan sampai
hancur dan rata mendekati bentuk bubuk sebnyak ± 200 gram
sebagai sampel yang akan dilakukan uji proximate (Moisture
content / kandungan air, ash content / kadar abu, Volatle matter,
kadar fixed carbon dan Gross calorific value / Nilai Kalor Atas
HHV) di Laboratorium Energi LPPM-ITS untuk diuji nilai
kalornya dengan metode uji bomb calorimeter.dari pengujian
proximate tersebut didappatkan Nilai kalor rata-rata hasil
pengujian Pellet MSW adalah sebesar 13843 kJ/kg.
Tabel 4.1 Data hasil pengujian kandungan Pellet MSW
Jenis Uji Parameter Satuan Hasil
Uji
Ultimate Komponen
C % wt 39,83
H % wt 6,7
O % wt 38,11
N % wt 0,35
S % wt 0,14
Uji
Proximate
Moisture In Sampel % wt 9,82
Ash Content % wt 14,71
Volatile Matter % wt 65,78
Fixed Carbon % wt 9,69
HHV kJ/kg 13843
52
Untuk mencarai nilai kalor bawah syngas digunakan prsamaan
sebagai beriku, dimana hg(panas laten) yang digunakan sebesar
2260 kj/kg
𝑳𝑯𝑽 = 𝑯𝑯𝑽 − 𝒉𝒈 (𝟗𝑯
𝟏𝟎𝟎+
𝑴
𝟏𝟎𝟎)
Dimana :
• LHV ; Nilai Kalor Bawah (kj/kg)
• HHV : Nilai Kalor Bawah (kj/kg)
• H : presentase Hidrogen (%)
• M : presentase Moisture Content (%)
• hg : Panas Laten (kj/kg)
= 13843𝑘𝑗
𝑘𝑔− 2260𝑘𝑗/𝑘𝑔 (
9 𝑥 6.7
100+
9.82
100)
= 12258𝑘𝑗
𝑘𝑔
4.2 Data dan Analisa Hasil Eksperimen Hasil Gasifikasi
Eksperimen ini dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan karakteristik gasifikasi Pellet MSW melalui variasi
udara bahan bakar (AFR).
4.2.1 Air Fuel Ratio (AFR)
Parameter operasional ini menentukan suhu operasional
dari proses gasifikasi. Perubahan duty cycle mengakibatkan
perubahan putaran blower sehingga mengakibatkan laju alir massa
udara berubah yang pada akhirnya akan mengubah nilai AFR pada
proses gasifikasi. Untuk menentukan nilai AFR diperlukan laju
alir massa udara dan bahan bakar (briket MSW). Untuk data laju
alir masa udara telah diperoleh dari pengujian melalui alat ukur
Pressure Transducer yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
53
Tabel 4.2 Data laju alir massa udara melalui Pressure Transducer
Duty
cycle
Pressure
(Pa)
v max
(m/s) Re vmax n
v rata-
rata (m/s)
m dot
(kg/s)
100% 16.6 5.346 17066.02 5.91 4.21 0.0099
95% 11.3 4.411 14098.63 5.76 3.45 0.0081
90% 9.2 3.980 12721.31 5.68 3.11 0.0073
85% 3.4 2.419 7733.52 5.29 1.86 0.0044
4.2.1.1 Analisa perhitungan laju air massa udara pada Duty
Cycle 100%:
➢ Mengamati beda ketinggian yang terbaca pada manometer V
Dari hasil pengamatan dengan Duty cycle 100 %
didapatkan perbedaan Tekanan yang terbaca pada alat ukur
Pressure Transducer sebesar 16.6 Pa
➢ Mencarai harga kecepatan Maksimum (V max)
𝑉1 = √2(𝑃0−𝑃1)
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = √
2 (ρH2O.SGred oil) .g .h .sin θ
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
Dimana :
• H2O: Massa jenis air (999 kg/m3)
• udara : Massa jenis udara (1.1614 kg/m3)
• h : Total perbedaan ketinggian cairan pada
incline manometer (m)
• θ : Sudut yang digunakan pada Incline
manometer (15º)
• SGred oil : Spesific gravity red oil (0.827)
Didapatkan :
𝑉1 = √2(𝑃0−𝑃1)
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = √
2 𝑥 16.6
1,1614
= 5,34 m/s
➢ Mencari Harga Revmax
54
𝑅𝑒𝑣𝑚𝑎𝑥 = . 𝑉𝑚𝑎𝑥 . 𝐷
µ
= 1.1614 𝑥 5,34 𝑥 0.0508
184,6 x 10−7
Diperoleh : 17066.028 (µ = 184,6 x 10-7)
➢ Mencarai harga n (variation of power law exponent)
𝑛 = −1,7 + 1,8 log 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥
𝑛 = 5,91
➢ Mencari harga Vavg
diperoleh dengan persamaan:
�̅�
𝑉𝑚𝑎𝑥=
2𝑛2
(𝑛+1)(2𝑛+1) ;Vmax = 4.217 m/s
➢ Laju alir masa udara (mdot udara)
Mdot udara = . V avg . A
= 1.1614 kg/m3 . 4.217 m/s . π/4. 0.05082
= 0.0099 m/s
4.2.1.2 Analisa perhitungan laju air massa bahan bakar :
➢ Mencari Bulk Density pellet MSW
▪ Berat gelas ukur kosong = 132,02 gr
▪ Berat pellet MSW pada volume 200 ml pada gelas
ukur = 209,5 gr
▪ Bulk density pellet : berat pellet pada gelas ukur − berat gelas ukur kosong
volume pellet pada gelas ukur
= (209,5−132,02) gr
200 𝑚𝑙 = 0,3674 g/ml
= 0,3674g
mL x
kg
1000 g x
1000 mL
L x
1000 L
m3
= 387,4 kg/m3
▪ Volume yang terisi
V = Lalas x t (9 cm = 0,09m)
= π/4.d2 x t
= π/4.(0.5 m)2 x 0,09 m
= 0,01787 m3
▪ Masa bahan bakar pada volume tersebut
55
= m / v
m = x v = 387,4 kg/m3 x 0,01787 m3
= 6.845 kg
▪ Dengan waktu operasi 15 menit laju alir masa
bahan bakar adalah
Laju alir masa bahan bakar = 6.845 kg
15 menit x
menit
60 s
= 0,00761 kg/s
4.2.1.3 Analisa Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR) pada saat
Duty Cycle 100 %
Perhitungan Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio)
dapat diperoleh dari perhitungan berikut :
ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 0.0099 kg/s
ṁbahan bakar = 0,0076 kg/s
Air Fuel Ratiio (AFR) = ṁudara
ṁbahan bakar (𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑡 𝑀𝑆𝑊)
= 0,0099 kg/s
0,0076 kg/s = 1.3
Dari hasil pengujian yang dilakukan serta Analisa
perhitungan laju alir masa udara dan laju alir masa bahan bakar
(pellet MSW) telah diperoleh data Air Fuel Ratio (AFR) yang dapat
dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Data laju alir massa udara dan Pellet MSW serta Air-
Fuel Ratio (AFR)
Duty
Cycle
(%)
Laju Alir
massa
Udara
(kg/s)
Wakt
u
Opera
si
(meni
t)
Massa
Pellet
MSW
(kg/s)
Laju Alir
massa Pellet
MSW (kg/s)
Air Fuel Ratio
(Rasio udara -
bahan bakar)
85% 0.0043 20.7 6.87 0.0055 0.78
90% 0.0073 16.9 6.86 0.00675 1.08
95% 0.0081 15.6 6.85 0.00727 1.12
100% 0.0099 15 6.845 0.00766 1.3
56
0.0055 0.006750.00727 0.00766
0.00434216
0.007325020.00814083
0.00996504
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
85% 87% 89% 91% 93% 95% 97% 99% 101%
Laju
Alir
mas
sa P
elle
t M
SW (
kg/s
)
Duty Cycle (%)
Laju Alir massa Pellet MSW Laju Alir massa udara
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara duty cycle dengan laju alir
massa udara dan bahan bakar
Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa perubahan laju
alir massa udara disertai dengan perubahan pada laju alir massa
pellet MSW, hal ini terjadi karena perubahan besarnya laju alir
massa udara akibat perubahan duty cycle pada blower, mengubah
besarnya pasokan udara pada proses partial combustion yang
mengakibatkan perubahan kondisi pembakaran dan kecepatan
pembakaran pellet MSW, dapat dilihat semakin besar pasokan
udara dengan jumlah massa pellet bahan bakar yang relatif tetap
maka waktu operasi akan berkurang dikarenakan dengan
penambahan laju alir masa udara akan meningkatkan laju proses
pembakaran, yang menyebabkan laju konsumsi bahan bakar
meningkat serta semakin menurunya waktu operasi . Efek paling
akhir dari perubahan laju alir massa udara dan briket MSW adalah
berubahnya nilai AFR, semakin tinggi laju alir massa udara maka
AFR akan meningkat. Selain itu bila dilihat kembali pada bagian
sebelumnya yaitu distribusi suhu yang berbeda maka dapat juga
dikatakan bahwa perubahan AFR mengakibatkan perubahan suhu
57
0.789
1 1.121.3
0
0.5
1
1.5
85% 90% 95% 100% 105%
Air
Fu
el R
ati
o (
AFR
)
Duty Cycle (%)
operasional gasifikasi. Hubungan antara perubahan duty cycle
pada blower dan laju alir massa udara, massa briket serta air fuel
ratio dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Hubungan antara perubahan duty cycle dengan Air
Fuel Ratio (AFR).
4.2.2 Analisa Distribusi Temperatur pada tiap zona Gasifikasi
Dalam proses gasifikasi terdapat empat tahapan proses
dalam menghasilkan syngas, yaitu tahap drying, pirolisis,
oksidasi parsial dan reduksi. Masing-masing tahapan tersebut
memiliki interval temperatur yang berbeda sebagai
indikatornya. Pada subbab berikut akan ditampilkan dalam
bentuk grafik distribusi temperatur fungsi variasi rasio udara-
bahan bakar (Air Fuel Ratio) dengan nilai duty cycle. Brikut
sketsa gambar zona zona gasifikasi:
Gambar 4.4 Distribusi Temperatur Zona Gasifikasi
58
T1 89T2 125
T3 133T4 331
T5 420
T6 761T7 402
0
20
40
60
80
100
120
0 200 400 600 800 1000
Ket
ingg
ian
Rea
kto
r (c
m)
Temperatur (0C)
AFR 0,78
4.2.2.1 Distribusi Temperatur Reaktor fungsi (Air Fuel Ratio =
0,78), dengan duty cycle = 85%
Berikut gambar distribusi temperatur fungsi waktu pada AFR 0,78
dengan duty cycle 85% di bawah ini :
Gambar 4.5 Distribusi Temperatur v ketinggian reaktor pada AFR 0,78
dengan duty cycle 85%
Pada Gambar 4.5 diatas, termokopel 1 (T1) diletakan pada
ketinggian 100 cm dari bawah reaktor memiliki temperatur antara
89ºC, yang menunjukan bahwa termokopel 1 (T1) merupakan
permulaan zona drying, dimana pellet MSW mengalami
penguapan untuk menghilangkan kandungan moisture-nya.
Berikutnya untuk termokopel 2 (T2) terletak pada ketinggian
90 cm dari bagian bawah reaktor dengan temperature 125 ºC, (T3)
dengan ketinggian 80 cm dengan temperatur 133 ºC, (T4) dengan
ketinggian 63 cm dengan temperatur 331 ºC. serta (T5) dengan
ketinggian 49 cm dengan temperatur 420ºC.yang mana
mengindikasikan bahwa T2 smapai dengan T5 akan masuk zona
pirolisis. Seperti pada dasar teori bab 2 yang menyatakan bahwa
zona pirolisis berada temperatur 150ºC-700ºC, dimana biomassa
kering yang bebas dari moisture, mengalami pemanasan terus–
menerus yang, diharapkan mampu menghilangkan kandungan
59
volatile biomassa. Biomassa yang mengalami pemanasan pada
temperatur tinggi akan menyebabkan biomassa terpecah menjadi
arang (C), tar, minyak, gas dan produk pirolisa lain. Produk
pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO,
CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi yang
terjadi pada pirolisis beserta produknya adalah:
Dry Feedstock + Heat → Char + Volatiles
Fuel (biomassa)→ H2+ CO + CO2+ CH4+ H2O+ Tar +
Char(arang karbon)
Lalu pada termokopel 6 (T6) yang terpasang pada ketinggian
38 cm memiliki temperatur paling tinggi diantara yang lainnya,
karena pada (T6) sudah masuk zona oksidasi parsial. Temperatur
pada termokopel 6 (T6) ini adalah sebesar 761ºC. Hal ini sesuai
dengan dasar teori pada bab 2 bahwa, zona oksidasi parsial akan
memasuki temperatur ±900ºC, dimana proses ini menghasilkan
panas (reaksi eksoterm) yang memanaskan lapisan karbon
dibawah. Proses tersebut dipengaruhi distribusi oksigen karena
adanya oksigen inilah, terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan
panas, yang dibutuhkan dalam keseluruhan proses gasifikasi
ini.Sekitar 20% arang bersama volatile akan mengalami oksidasi
menjadi CO2 dan H2O dengan memanfaatkan oksigen terbatas
yang disuplaikan ke dalam reaktor (hanya 20% dari keseluruhan
udara yang digunakan dalam pembakaran dalam reaktor). Reaksi
kimia yang terjadi pada zona ini adalah sebagai berikut :
C + O2 → CO2 ΔH= -394kJ/mol Char combustion
C + 1/2O2 → CO ΔH= -111kJ/mol Partial oxidation
H2+ 1/2O2 → H2O ΔH= -242kJ/mol Hydrogen combustion
Sedangkan pada termokopel 7 (T7) pada ketinggian 27 cm,
temperatur konstan kisaran sampai 402ºC, mengindikasikan bahwa
T7 masuk zona reduksi yang berada pada kisaran temperatur
400ºC-800ºC, dimana proses ini menyerap atau membutuhkan
panas(reaksi endoterm). Pada proses ini terjadi beberapa reaksi
kimia seperti (Water-Gas Reactio, Boudouard Reaction, Shift
conversion, Methanation), dimana terbentuknya, senyawa-
senyawa yang berguna untuk menghasilkan flammable gas, seperti
60
T1 90T2 127
T3 139T4 339
T5 442
T6 823T7 410
0
20
40
60
80
100
120
0 200 400 600 800 1000
Ket
ingg
ian
Rea
kto
r (c
m)
Temperatur (0C)
AFR 1,08
H2 dan CO. Sisa 80% dari arang turun ke bawah membentuk
lapisan pada daerah reduksi, dimana di bagian ini hampir seluruh
karbon akan digunakan dan abu yang terbentuk akan menuju
tempat penampungan abu.
4.2.2.2 Distribusi Temperatur Reaktor fungsi (Air Fuel Ratio =
1,08), dengan duty cycle = 90%
Berikut gambar distribusi temperatur fungsi waktu pada AFR
1,08 dengan duty cycle 90% di bawah ini :
Gambar 4.6 Distribusi Temperatur v ketinggian reaktor pada
AFR 1,08 dengan duty cycle 90%
Pada gambar 4.6 diatas yaitu termokopel 1 (T1) memiliki
rentang temperatur yang hampir sama dengan variasi AFR
sebelumnya. Untuk temperatur termokopel 1 (T1) berada pada
kisaran 90ºC, mengindikasikan bahwa termokopel 1 merupakan
permulaan zona drying, dimana kandungan moisture yang dimiliki
briket MSW dihilangkan melalui proses penguapan atau evaporasi.
Untuk termokopel 2 (T2) sampai termokopel 5 (T5) berturut turut
adalah 127ºC, 139ºC, 339ºC, 442ºC hal ini mengindikasikan
bahwa, T2 samai T5 ini akan masuk zona pirolisis sesuai dengan
dasar teori pada bab 2 bahwa, zona pirolisis memasuki temperatur
61
T1 101T2 135
T3 142
T4 365T5 484
T6 911T7 427
0
20
40
60
80
100
120
0 200 400 600 800 1000
Ket
ingg
ian
Rea
kto
r (c
m)
Temperatur (0C)
AFR 1,12
150ºC-700ºC, dimana biomassa yang mengalami pemanasan terus–
menerus, diharapkan mampu menghilangkan kandungan volatile
biomassa.
Sedangkan termokopel 6 (T6), distribusi temperatur yang
terjadi memiliki temperatur tertinggi dibandingkan dengan yang
lainnya yaitu 823 ºC yang merupakan zona partial oxidation.
Begitu juga dengan temperature 7 (T7) yang memiliki temperatur
pada kisaran yang lebih tinggi, yaitu 410 ºC zona reduksi.
4.2.2.3 Distribusi Temperatur Reaktor fungsi (Air Fuel Ratio
= 1,12), dengan duty cycle = 95%
Berikut gambar distribusi temperatur fungsi waktu pada
AFR 1,08 dengan duty cycle 90% di bawah ini :
Gambar 4.7 Distribusi Temperatur v ketinggian reaktor pada
AFR 1,12 dengan duty cycle 95%
Pada gambar 4.7 diatas yaitu termokopel 1 (T1) memiliki
rentang temperatur yang lebih tinggi dari variasi AFR sebelumnya
yakni AFR 0,78 dan 1,08 yang mana berada pada kisaran
temperatur 101ºC, karena pada termokopel 1(T1) menunjukan
permulaan zona drying, dimana kandungan moisture yang dimiliki
biomassa briket MSW dihilangkan melalui proses penguapan atau
62
T1 104T2 149
T3 166T4 392
T5 508
T6 967T7 491
0
20
40
60
80
100
120
0 200 400 600 800 1000Ket
ingg
ian
Rea
kto
r (c
m)
Temperatur (0C)
AFR 1,3
evaporasi. Untuk Termokopel 2 (T2) sampai termokopel 5 (T5)
berturut turut adalah 135ºC, 142ºC, 365ºC, 484ºC hal ini
mengindikasikan bahwa, T2 samai T5 ini akan masuk zona pirolisis
teori pada bab 2 bahwa, zona pirolisis memasuki temperatur
150ºC-700ºC, dimana biomassa yang mengalami pemanasan
terus–menerus, diharapkan mampu menghilangkan kandungan
volatile biomassa.
Sedangkan termokopel 6 (T6), distribusi temperatur yang
terjadi memiliki temperatur tertinggi dibandingkan dengan yang
lainnya yaitu 911 ºC yang merupakan zona partial oxidation.
Begitu juga dengan temperature 7 (T7) yang memiliki temperatur
pada kisaran yang lebih tinggi, yaitu 427 ºC zona reduksi
4.2.2.4 Distribusi Temperatur Reaktor fungsi (Air Fuel Ratio
= 1,3), dengan duty cycle = 100%
Berikut gambar distribusi temperatur fungsi waktu pada
AFR 1,3 dengan duty cycle 100% di bawah ini :
Gambar 4.8 Distribusi Temperatur v ketinggian reaktor pada AFR
1,3 dengan duty cycle 100%
63
Pada gambar 4.8 diatas yaitu termokopel 1 (T1) memiliki
temperatur lebih tinggi sampai dengan temperatur 104ºC,
dibandingkan AFR sebelumnya. Pada AFR 1,38 (T1) hanya
mampu mencapai temperature pada kisaran 101ºC, begitu juga
dengan AFR sebelumnya yang lebih kecil yaitu pada AFR 0,72 dan
AFR 1,04 nilai pada termokopel 1 (T1) lebih kecil. Lalu pada
Termokopel 2 (T2) sampai termokopel 5 (T5) berturut turut adalah
149ºC, 166ºC, 392ºC, 508ºC hal ini mengindikasikan bahwa, T2
samai T5 ini akan masuk zona pirolisis daerah pirolisis pada duty
cycle 100 % ini memiliki distribusi yang lebih tenggi dari duty
cycle dibawahnya, hal ini terjadi Karena semakin tinggi pasokan
udara akan menyebabkan reaksi semakin meningkat dan paada
daerah oksidasi partial akan semakin menghasilkan Temperatur
yang lebih tinggi sehingga berdampak juga pada temperature
reaktor yang akan meningkat
Sedangkan termokopel 6 (T6), distribusi temperatur yang
terjadi memiliki temperatur tertinggi dibandingkan dengan yang
lainnya yaitu 967 ºC yang merupakan zona partial oxidation yang
mengakibatkan distribusi temperature pada reaktor ikut meningkat,
Begitu juga dengan temperature 7 (T7) yang memiliki temperatur
pada kisaran yang lebih tinggi, yaitu 491 ºC zona reduksi.
Perbedaan-perbedaan suhu pada zona yang sama yang
terjadi pada masing-masing poses gasifikasi yang ditunjukkan oleh
gambar-gambar diatas sesuai dengan dasar teori yang tersebut
pada bab 2, yang menyebutkan bahwa suhu kerja reaktor gasifikasi
terutama dipengaruhi oleh besarnya pasokan udara (laju alir massa
udara) untuk proses gasifikasi. Pada gambar 4.9 perubahan
distribusi suhu pada reaktor gasifikasi karena perubahan laju aliran
udara dapat tergambar dengan jelas.
64
Gambar 4.9 Distribusi temperatur tiap AFR
Dari gambar 4.9 terlihat dari beberapa variasi Air fuel
ratio (AFR) dalam hal ini yang berpengaruh adalah laju alir massa
udara seiring penambahanya akan meningkatkan Distribusi
temperatur reaktor, hal ini dapat terjadi Karena, berdasarkan teori
yang terkait bahwa ∆𝐻= Hproduk - Hreaktan dari persamaan reaksi
oksidasi, semakin tinggi O2 yang diberikan, temperature udara
akaan naik sehingga entalpi udar juga akan meningkat, saat Hreaktan
semakin tinggi, maka harga ∆𝐻 akan semakin minus (-), semakin
besar besar harga minis ini mengartikan bahwa reaksi oksidasi
akan semakin banyak mengeluarkan panas. Karena zona oksidasi
ini memiliki temperatur yang tnggi, maka tentunya akan
mempengaruhi daerah sekitar reaktor sehingga temperature reaktor
juga akan ikut meningkat. Seperti pada skema dibawah ini :
65
Gambar 4.10 Skema pengaruh ṁ udara terhadap kenaikan
temperatur reaktor
4.3 Analisis Komposisi Kandungan syngas
Nilai kalor dari syngas dalam hal ini adalah Nilai Kalor
Bawah (Low heating value/LHV) diperoleh dengan perhitungan
dengan menggunakan data dari komposisi syngas.Oleh karena itu
beberapa sampel syngas diambil dengan menggunakan gas bag
dan diujikan di Lab. Energi LPPM-ITS untuk diketahui
komposisinya. kandungan gas yang diuji meliputiH2, O2, N2, CO,
CO2, CH4. Berikut adalah tabel 4.4 hasil pengujian komposisi gas
yang telah dilakukan
Tabel 4.4 Komposisi kandungan syngas (% volume)
66
Gambar 4.11. Grafik hubungan antara AFR dan komposisi syngas
Dari tabel 4.4 dan gambar 4.11 dapat dilihat komposisi
syngas untuk tiaptiap variasi AFR.Senyawa yang terdapat dalam
syngas terdiri dari senyawa yang dapat terbakar (CO, H2 dan CH4)
dan senyawa gas yang tidak bisa terbakar (CO2, N2 dan O2).Dari
ketiga senyawa gas yang dapat terbakar secara umum mengalami
penurunan jumlah persentase volumenya seiring dengan
meningkatnya nilai AFR. Hal ini dikarenakan dengan
meningkatnya AFR maka pembakaran dalam zona partial
combustion semakin mendekati kondisi stoikiometrisnya sehingga
akan lebih banyak senyawa gas CO2 yang terjadi dibanding
senyawa gas CO. Selain itu semakin naiknya suhu mengakibatkan
reaksi pada arang di zona reduksi lebih banyak menghasilkan CO2.
Tingginya kadar Nitrogen (N2) merupakan hal yang wajar
mengingat media gasifikasi yang digunakan adalah udara dan
kandungan N2 dalam udara sekitar 78% serta sifatnya yang inert,
tidak turut serta dalam reaksi dan tetap muncul dalam hasil reaksi.
Kandungan 02 yang ada dalam senyawa gas hasil reaksi merupakan
udarayang tidak ikut bereaksi yang cenderung mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya AFR.
67
4.4. Analisis nilai kalor ditinjau dari Low heating Value (LHV)
Synthetic Gas
Berdasarkan komposisi senyawa dalam syngas diatas
maka LHV dari syngas dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
Keterangan :
𝑌𝑖 = konsentrasi gas yang terbakar (CO, CH4, H2)
𝐿𝐻𝑉𝑖 = Nilai Kalor bawah (LHV) gas terbakar (CO, CH4, H2)
Nilai Kalor bawah (Low Heating Value) dari masing –
masing gas yang dapat terbakar dapat dilihat pada tabel 4. 4
Tabel 4.5 Nilai LHV dari senyawa gas mampu bakar
Gas yang terbakar LHVi ( 𝑲𝑱
𝒎𝟑)
CO 12633
CH4 35883
H2 10783
Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk nilai LHV
dengan menggunakan data dari komposisi syngas pada AFR 0,785
• Yi untuk gas CO = 24,79% = 0,2479
• Yi untuk gas CH4 = 2,44% = 0,0244
• Yi untuk gas H2 = 9,97% = 0,0997
LHV syngas = ∑ (0,2479 . 12633)𝑛𝑖 + (0,0244 . 35883) +
(0,0997 . 10783)
= 5082,33 𝐾𝐽
𝑚3
68
Nilai LHV untuk masing-masing variasi AFR dapat dilihat
pada tabel 4.5 dan pada tabel tersebut terdapat dua nilai LHV untuk
tiap variasi AFR hal tersebut dikarenakan perhitungan untuk
mencari LHV menghasilkan satuan kJ/m3 sedangkan untuk
perhitungan selanjutnya dibutuhkan LHV dengan satuan kJ/kg,
oleh karena itu diperlukan massa jenis syngas untuk mengkonversi
satuan tersebut. Untuk mendapatkan massa jenis syngas maka
digunakan perhitungan sebagai berikut :
ρgas = ∑ Yi .𝑛𝑖=1 𝜌𝑖 gas
• Yi = Konsentrasi senyawa gas dalam syngas (CO,
CH4, CH2, CO2, O2, N2)
• ρi gas = Nilai massa jenis senyawa gas dalam syngas
Besarnya massa jenis gas ditentukan oleh suhu syngas, dalam
hal ini adalah suhu yang diukur pada pipa outlet terluar dari reaktor
setelah syngas mengalami proses pembersihan dengan cyclone dan
water scrubber. Berdasar suhu yang ada dan tabel A-4 (Incropera,
2007) maka didapat tabel 4.5.
Tabel 4.6 Komposisi gas dan massa jenis
Komposisi Persentase
volume (%) 𝜌 (Kg/m3), pada T = 300 K
CO 9,99 1,123
H2 6,60 0,0807
CH4 6,64 0,688
CO2 2,74 1,773
N2 66,99 1,123
O2 7,65 1,284
Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk mencari massa
jenis syngas pada AFR 0,785 :
𝜌syngas = ∑ (0,099 𝑥 1,123𝑛𝑖=1 ) + (0,066 x 0,0807 ) +
(0,064𝑥 0.688) + (0,0274𝑥 1,773) + (0,6699 𝑥 1,123) +(0,0765 𝑥 1,284)
= 1,062 𝑘𝑔
𝑚3
69
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
80% 85% 90% 95% 100% 105%
Nila
i Kal
or
Baw
ah S
yng
as
Duty Cycle
LHV Syngas (kj/m3) LHV Syngas (kj/kg)
Jadi untuk nilai lower heating value adalah sebagai berikut :
𝐿𝐻𝑉𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 = 5082.33 𝑘𝐽
𝑚3 ∶ 𝜌syngas
𝐿𝐻𝑉𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 = 5082.33 𝑘𝐽
𝑚3 𝑥 1
1,062 𝑘𝑔
𝑚3
𝐿𝐻𝑉𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 = 4785.6 Kj
𝐾𝑔
Tabel 4.7 Nilai LHV syngas untuk masing – masing variasi
Duty
Cycle (%) AFR
LHV Syngas
(kj/m3)
ρ isyngas
(kg/m3) LHV Syngas (kj/kg)
100% 1.3 4049.38 1.04 3893.6
95% 1.12 4274.60 1.048 4078.8
90% 1.08 4654.24 1.055 4411.2
85% 0.78 5082.33 1.062 4785.6
Berikut merupakan grafik nilai LHV synthetis gas pada variasi
rasio udara bahan bakar (Air Fuel Ratio) :
Gambar 4.12 Nilai LHV synthetis gas pada variasi rasio udara -
bahan bakar (AFR)
70
Pada gambar 4.12 diatas menunjukkan bahwa, trendline
penurunan nilai LHV synthetis gas yang menurun, seiring dengan
peningkatan nilai rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) ini
disebabkan dari, peningkatan nilai rasio udara-bahan bakar (Air
Fuel Ratio), akan meningkatkan suplai laju alir massa udara yang
masuk ke dalam reaktor gasifikasi, sehingga mempengaruhi proses
reaksi kimia pembentukan kandungan gas terbakar (combustible
gas), dimana proses gasifikasi ini, membutuhkan suplai udara
terbatas, maka kandungan gas terbakar(gas CO, H2, CH4) akan
cenderung menurun, terutama CO dan H2, CH4 dimana nilai LHV
CH4 merupakan yang terbesar (35883 ki/kg) maka secara
signifikan penurunan kandungan CH4 mengakibatkan penurunan
LHV syngas, namun jika suplai laju alir massa udara meningkat.
Sebaliknya (gas CO2, N2, O2), meningkat seiring dengan
peningkatan suplai laju alir massa udara. Proses gasifikasi
membutuhkan suplai udara yang terbatas, sehingga kandungan gas
terbakar (combustible gas)akan cenderung meningkat, jika suplai
laju alir massa udara terbatas yang dibutuhkan tepat.
4.5 Analisa laju alir massa syngas
Laju alir massa syngas dalam penelitian ini digunakan alat
ukur Pressure transducer dimana alat ukur ini akan langsung
membaca berapa perbedaan tekanan dengan satuan (kpa). Berikut
adalah data hasil pengamatan laju alir masa syngas Tabel 4.8 Nilai laju alir massa syngas untuk masing – masing variasi
Duty
cycle
Pressure
(Pa)
v max
(m/s) Re vmax n
v rata-rata
(m/s)
m dot
(kg/s)
100% 12.4 4.620 14768.92 5.80 3.629 0.0085
95% 10.3 4.211 13460.36 5.73 3.298 0.0078
90% 9.2 3.980 12721.31 5.68 3.111 0.0073
85% 3.3 2.383 7618.946 5.28 1.831 0.0043
71
4.6 Efisiensi Gasifikasi
Untuk menghitung efisiensi gasifikasi maka digunakan
persamaan 2.13, yaitu persamaan cold gas efficiency.Yaitu sebagai
berikut :
Dimana :
• ṁgas : Laju Alir massa syngas (kg/s)
• NKB gas : Nilai Kalor Bawah (LHV) syngas (kj/kg)
• mbiomassa : Laju Alir massa nahan bakar / biomassa (kg/s)
• NKB biomassa : Nilai Klor Bawah (LHV) pellet (kj/kg)
Berikut adalah perhitungan efisiensi gasifikasi untuk AFR 1,12
ṁsyngas = 0.0078 kg/s
ṁbiomassa = 0.0073 kg/s
NKB (LHV)gas = 4078.8 kj/kg
NKB (LHV)biomassa = 12258 kj/kg
ηCG = 0.0078
𝑘𝑔
𝑠 𝑥 4078.8
𝑘𝑗
𝑘𝑔
0.0073 𝑘𝑔
𝑠 𝑥 12258
𝑘𝑗
𝑘𝑔 x 100 % = 35.7 %
Tabel 4.9 Efisiensi gasifikasi untuk masing-masing variasi
72
30.52281459
38.92207964
35.70056493 35.2473145
25
27
29
31
33
35
37
39
41
0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3
Efis
ien
si G
asif
ikas
i (%
)
Air FuelRatio (AFR)
Nilai dari efisiensi gasifikasi untuk masing-masing AFR yang
berbeda dapat dilihat pada tabel 4.7, sedangkan grafik hubungan
antara perubahan AFR dan efisiensi gasifikasi dapat dilihat pada
gambar 4.13
Gambar 4.13 Grafik hubungan antara perubahan AFR dan
efisiensi gasifikasi
Dari tabel 4.9 dan gambar 4.13 terlihat bahwa efisiensi
gasifikasi meningkat hingga nilai AFR 1.085 dan kemudian
menurun seiring dengan kenaikan AFR, hal ini terjadi dikarenakan
Duty
Cycle
(%)
Laju
Alir
massa
Udara
(kg/s)
Laju
Alir
massa
Pellet
MSW
(kg/s)
Air
Fuel
Ratio
(Rasio
udara
-
bahan
bakar)
laju
alir
masa
syngas
LHV
Syngas(NKB
gas) (kj/kg)
LHV
biomassa
(NKB
biomassa)
kj/kg
Efisiensi
(%)
85% 0.0043 0.0055 0.78 0.0043 4785.6 12258 30.52
90% 0.0073 0.00675 1.08 0.0073 4411.6 12258 38.92
95% 0.0081 0.00727 1.12 0.0078 4078.8 12258 35.7
100% 0.0099 0.00766 1.3 0.0085 3893.6 12258 35.2
73
10.42
1.54
14.2
22.38
2.42
8.897.93
5.426.19
5.56
2.89
7.65
0
5
10
15
20
25
CO (%) CH4 (%) H2 (%)
Pro
sen
tase
vo
lum
etri
k (%
)
Komposisi flamable gas (CO, CH4, H2)
Perbandingan komposisi gas
Data BambangSudarmanta (2010) -limbah kayu
Data Penelitian - pelletMSW
Data Indarto (2016) -Briket MSW
Data Akbar adrieq (2015)- Briket MSW
terjadinya penurunan nilai kalor (LHV) dari syngas, walaupun
terjadi kenaikan laju alir massa syngas yang disebabkan oleh
kenaikan kecepatan pembakaran (kenaikan kecepatan pembakaran
ini disebabkan karena peningkatan laju alir massa udara) yang juga
pada akhirnya menyebabkan oleh kenaikan laju alir massa pellet
MSW.
4.7 Analisa perbandingan penelitian terdahulu
Berikut merupakan analisa beberapa penelitian terdahulu
proses gasifikasi menggunakan reaktor tipe downdraft dengan
beberapa biomassa yang berbeda, seperti: Penelitian Bambang
Sudarmanta (2010) – limbah kayu, Penelitian Indarto (2016) –
Briket Municipal Solid Waste (MSW) dan penelitian oleh Akbar
Adrieq (2011) – Briket MSW, yang ditinjau dari hasil flameable
gas (CO, CH4, H2), Nilai kalor Bawah (Low Heating Value) syngas
dan Efisiensi gasifikasi (cold gas efficiency)
Gambar 4.14 Grafik Perbandingan komposisi flameable gas
beberapa penilitian
74
3246.8
4785.64361.6
4037.9
-500
500
1500
2500
3500
4500
5500
LHV
Syn
ga
s (k
j/kg
)
Data penelitian
Data BambangSudarmanta (2010) -limbah kayu
Data Penelitian - pelletMSW
Data Indarto (2016) -Briket MSW
Data Akbar adrieq(2015) - Briket MSW
Dari gambar 4.14 diatas dapat dilihat bahwa hasil dari
komposisi flameable gas tiap penelitian berbeda - beda terhadap
jenis dan bentuk dari biomassa.. Penelitian yang dilakukan oleh
Bambang Sudarmanta (2010) menggunakan serbuk kayu memiliki
kandungan CO, CH4, H2 berturut turut adalah : 10,42 % ; 1,54 % ;
14,2 % . Untuk Data Indarto (2016) biomassa berupa Briket
Municipal Solid Waste (MSW) memiliki kandungan flameable gas
CO, CH4, H2 berturut turut adalah : 7.93 % ; 5,42% ; 6,13%.
Sedangkan penelitian oleh Akbar Adrieq (2015) menggunakan
biomassa yang sama dengan penelitian Indarto (2016) didapatkan
komposisi flameable gas berturut – turut adalah 7.93 % ; 3,56% ;
5,85%. Dari kedua penelitian tersebut (Indarto & Akbar),
walaupun menggunakan biomassa yang sama berupa briket MSW
menghasilkan kandumgam flameble gas yang berbeda hal ini dapat
terjadi karena komposisi dalam pembuatan briket yang berbeda
pula. Hasil penelitian dengan mengubah bentuk MSW dari Briket
menjadi pellet didapatkan komposisi flameable gas CO, CH4, H2
berturut turut adalah : 22.38 % ; 2,42% ; 8,89%. Perbedaan
beberapa kandungan ini akan menyebabkan perbedaan pula
terhadap nilai Low Heating Value (LHV) syngas yang diuji melalui
Gas Chromathography (GC). Nilai LHV tiap – tiap penelitian
tersebut dapat dilihat pada gambar 4.15 berikut.
75
Gambar 4.15 Grafik Perbandingan nilai Low Heating Value gas
beberapa penilitian
Terlihat pada gambar 4.15 diatas bahwa nilai LHV dari
beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh
Bambanag Sudarmanta menggunakan limbah kayu menghasilkan
LHV gas sebesar 3246,8 kj/kg, Indarto menggunakan Briket MSW
menghasilkan LHV gas sebesar 3614,1 kj/kg. Akbar menggunakan
Briket MSW menghasilkan LHV gas sebesar 2910,7 kj/kg
.Sedangkan penelitian dengan menggunakan pellet MSW
diperoleh nilai LHV paling tinggi yakni 4785,6 kj/kg. Hal ini sesuai
teori yang digunakan bahwa penggunaan pellet akan menghasilkan
nilai LHV lebih tinggi Karena :
1. Bulk Density lebih tinggi. lebih besar 115% daripada
campuran potongan kayu / serbuk kayu (Rollinson.
Andrew, 2016) sehingga akan menghasilkan komposisi
flameable gas yang lebih tinggi daripada serbuk kayu
2. Moisture content lebih rendah 10-15 % (Production and
Gasification of Waste Pellets.University of BORAS)
sedemikian hingga nilai LHV biomassa akan semakin
tinggi berdasarkan persamaan:
𝑳𝑯𝑽 = 𝑯𝑯𝑽 − 𝒉𝒈 (𝟗𝑯
𝟏𝟎𝟎+
𝑴
𝟏𝟎𝟎)
3. Dengan menggunakan briket, Karena ukuranya yang relatif
besar terdapat celah antara biomassa sehingga
mengakibatkan pembakaran sempurna ,bukan lagi
gasifikasi (Mohammad Nazmi Zaid moni .dkk)
mengakibatkan proses termokimia kurang optmal dan
menghasilkan komposisi flameable gas kurang maksimum
Karena proses termokimia yang seharusnya menghasilkan
CO, CH4, H2 mengalami pembakaran sempurna menjadi
CO2 dan seagian O2 maupun N2.
4. Semakin kecil ukuran bahan bakar perpindahan panas dan
masa partikel akan semakin efektif selama luas permukaan
76
/ volume lebih tinggi Dan fraksi char yang terbentuk selama
pirolisis diharapkan lebih rendah dan lebih berpori karena
pelepasan volatil yang lebih tinggi. (Babu and Chaurasia,
2003) ukuran pellet yang lebih kecil dibandingkan briket
menghasilan LHV gas yang lebih tinggi Karena, biomassa
dapat terkonversi optimal menjadi flameable gas CO, CH4,
H2.
4.8 Analisa kesetimbangan massa (mass balance)
Analisa kesetimbngan massa pada sistem gasifikasi yang terbagi
pada beberapa komponen seperti : Reaktor gasifikasi, cyclone, water
scruber, Dry filter. Terlihat seperti skema di bawah ini :
Gambar 4.16 skema Analisa kesetimbangan massa
• Analisa kesetmbangan massa pada reaktor
Analisis kesetimbangan massa pada duty cycle 100 %, AFR 1.3
77
∑ massamasuk = ∑ massamasuk
ṁudara + ṁbiomassa = ṁsyngas + ṁash + ṁchar
(9.96 + 7.66) g/s = (8.5 + 4.94) g/s
17.2 g/s > 13.44 kg/s
Tabel 4.10 Tabel Analisa kesetimbangan masa (mass balance)
reaktor
Dari tabel 4.10 diatas terlihat bahwa analisa kesetimbangan massa
(mass balance) semakin rendah AFR Temperatur reaktor rendah
Ash dan char semakin tinggi dikarenakan pembakaran kurang
optimal serta laju alir massa masuk ( ṁudara + ṁbiomassa ) ≠ laju alir
massa keluar (ṁsyngas + ṁash & char) dimana pada Duty Cycle 100 %
laju alir massa masuk sebesar 0,0176 kg/s serta laju alir massa
keluar 0,00973 kg/s dengan delta (Δ) = 0,00787 kg/s . Delta ini
dimungkinkan merupakan losses yang terjadi pada sistem
gasifikasi antara lain pada reaktor, cyclone, water scruber, dry
filter serta losses mayor dan minor pada perpipaan dan elbow.
balance massa reaktor
AFR
laju alir massa masuk (g/s) laju alir massa keluar (g/s)
udara biomassa total syngas ash + char total effisi (%)
1.3 9.96 7.66 17.62 8.5 4.94 13.44 23.72
1.12 8.14 7.27 15.41 7.8 5.02 12.82 16.80
1.085 7.32 6.75 14.07 7.3 5.009 12.30 12.51
0.785 4.34 5.5 9.84 4.3 5.012 9.312 5.36
78
Halaman Sengaja di kosongkan
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penilitian dan pengujian yang dilakukan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Semakin tinggi laju alir massa udara akan semakin tinggi
pula harga Air Fuel Ratio (AFR), yang mengakibatkan
kenaikan temperatur pada reaktor dan kandungan synthetis
gas pada gas yang mudah terbakar (combustible gas) CO, H2,
CH4 cenderung mengalami penurunan, sebaliknya gas O2,
N2, CO2 mengalami kenaikan secara perlahan.
b. Distribusi temperatur zona drying pada AFR 0,78 adalah 89 0C, zona pirolisis 125 0C - 420 0C, zona oksidasi 761 0C dan
zona reduksi 402 0C. untuk AFR 1,3 rata – rata temperatur
mengalami peningkatan yakni zona oksidasi adalah 104 0C,
zona pirolisis 149 0C - 508 0C, zona oksidasi 967 0C dan zona
reduksi 491 0C.
c. Suhu tertinggi pada reaktor adalah 967 ºC pada zona oksidasi
partial hal ini terjadi karena terdapat beberapa reaksi seperti
: char combustion, Hidrogen combustion, partial oxidation ,
dimana pada proses tersebut masing masing reaksi akan
melepaskan panas, semakin tinggi udara yang dihembuskan
semakin tinggi ΔH
d. Nilai Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) yang terbaik,
ditinjau dari kosentrasi kandungan synthetis gas pada gas
mudah terbakar (combustible gas) yaitu pada AFR 0,78.
e. Semakin besar nilai rasio udara-bahan bakar (Air Fuel
Ratio), maka nilai kandungan energi ditinjau dari Low
Heating Value synthetis gas semakin menurun.
f. Nilai Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) yang terbaik,
ditinjau dari nilai kandungan energi (Low Heating Value)
synthetis gas yaitu pada AFR 0,78 sebesar 4785,6 kj/kg
80
g. Nilai Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) yang terbaik
ditinjau dari efisieni gasifikasi (%) yaitu pada AFR 1,08
dengan nilai efisiensi gasifikasi sebesar 38,92 %
h. Nilai batas bawah dan batas atas pasokan udara untuk
kandungan gas yang flammable (CO, H2, CH4)dari 0,78-1,3
5.2. Saran
Adapun saran dari pengujian adalah sebagai berikut :
a. Untuk variasi AFR dalam hal ini pengaturan laju alir massa
udara melalui Dimmer hendaknya di variasikan dengan
rentang rentang yang lebih kecil missal dengan dutu cycle
0,5 atau 1 %.
b. Dari hasil penelitian ini, didapatkan komposisi gas berupa
flameable dan Unflameable gas. Kandungan tertinggi
terdapat pada N2 sekitar 40 % lebih, jadi untuk penelitian
selanjutnya diharapkan mampu menggunakan gasifyng
agent berupa O2 murni.
c. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk sistem pengaduk
dalam reaktor, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi
temperatur pada setiap zona dalam reaktor yang belum
tereduksi dengan baik.
81
Halaman Sengaja di kosongkan
82
DAFTAR PUSTAKA
1. Sugiono A., Anindhita, Boedoyo, M. S., Adiarso. 2014.
Pengembangan Energi dalam Mendukung Program
Substitusi BBM. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. Jakarta, Indonesia
2. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya.
2009. Surabaya, Indonesia.
3. Sudarmanta, Bambang. 2010 , Variasi Rasio Gasifying
Agent – Biomassa Terhadap Karakterisasi Gasifikasi
Tongkol Jagung Pada Reaktor Downdraft , Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
4. Ardianto, Ferry. 2014 , Karakterisasi Gasifikasi Biomassa
Serpihan Kayu Pada Rekator Downdraft Sistem Batch
Dengan Variasi Air Fuel Ratio (AFR) Dan Ukuran
Biomassa , Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
5. Suyitn, Techn. 2007. Teknologi Gasifikasi Biomasa untuk
Penyediaan Listrik dan Panas Skala Kecil Menengah ;
Dalam Kumpulan Potret Hasil Karya IPTEK. UNS
Press. Surakarta.
6. Kahardiansyah, Falah 2015. Studi Eksperimen Rancangan
Burner Type Partially Premixed dengan Bahan Bakar
Syngas Biomassa Serbuk kayu dengan Variasi Diameter
Outlet Bahan Bakar. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
7. Nyakuma, dkk. 2016, GASIFICATION OF OIL PALM
EMPTY FRUIT BUNCHES (OPEFB) BRIQUETTES
FOR BIO-SYNGAS PRODUCTION. Centre of
Hydrogen Energy, Institute of Future Energy, Universiti
Teknologi Malaysia, 81310 UTM Johor Bahru, Johor,
Malaysia bDepartment of Chemical Engin
8. Basu, Pabir. Biomass Gasification and Pyrolysis Practical
Design and Theory Burlington, MA 01803, USA
83
Elsevier, The Boulevard, Langford Lane Kidlington,
Oxford, OX5 1GB, UK 2013
9. Reed B, Das A. 1988. Handbook of Biomass Downdraft
Gasifier Engine Systems Colorado
10. Husein , M. Z. M.. (2005), “Semangat Berhemat Energi:
Belajar dari Negara Maju”. Google Search Engine.
Indonesia.
11. Rajvanshi A., 2006, Biomass Gasification - chapter 4 in
book Alternative Energy in Algriculture. Y. Goswani.
India
12. Guo F. ., 2014. Effect Of Design and Operating Parameters
on the Gasification Process of Biomass in a Downdraft
Fixed Bed: An Experimental Study. China University of
Mining and Technology , Xuzhou
13. Maulana A.R. 2015. Karakteristik Unjuk Kerja Mesin
Diesel Generator Set Sistem Dual Fuel Solar dan
Syngas Serbuk Kayu. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin
ITS.Surabaya
14. Sudarmanta, Bambang. 2015. Dual Fuel Engine
Performance Using Biodiesel and Syn-Gas from Rice
Husk Downdraft Gasification for Power Generation.
International Seminar Mechanical Engineering
Department, Faculty of Technology Industry, Sepuluh
Nopember Institut of Technology. Surabaya, Indonesia
15. Sudarmanta, B., Sungkono, D., Darsopuspito, S.,
Kadarisman, Isbunyamin. 2011. Pengaruh Suhu Reaktor
Gasifier dan Ukuran Partikel terhadap Karakterisasi
Gasifikasi Biomassa Limbah Kayu Pada Reaktor
Gasifier Tipe Downdraft. Jurusan Teknik Mesin ITS,
Surabaya, Indonesia
16. Molino. Antonio ., Chianese Simeone .2015. Biomass
gasification technology: The state of the art overview A.
Molino et al./Journal of Energy Chemistry 25 (2016) 10–
2
84
17. Rollngson. AN, Williams O.2016.”Expweriments on
torrefied wood pellet”.R.soc.open.sci.3:150578
LAMPIRAN
1. Data Laju alir massa udara (kg/s) menggunakan alat ukur Pressure
Transducer
2. Tabel A-4 incropera (ρ komposisi gas)
AFR 0.785
Komposisi Persentase
volume (%)
ρ(Kg/m3), pada
T = 300 K [17] ρ syngas
CO 24.79 1.123
1.06978579
H2 9.97 0.0807
CH4 2.44 0.688
CO2 7.92 1.773
N2 48.77 1.123
O2 6.11 1.284
AFR 1,085
Komposisi Persentase
volume (%)
ρ(Kg/m3), pada
T = 306 K [17] ρ syngas
CO 22.13 1.119
1.05328793
H2 8.89 0.0797
CH4 2.12 0.664
CO2 9.21 1.753
N2 48.81 1.108
O2 6.5 1.265
AFR 1,12
Komposisi Persentase
volume (%)
ρ(Kg/m3), pada
T = 312 K [17] ρ syngas
CO 20.18 1.109
1.04828206
H2 7.98 0.0757
CH4 2.41 0.604
CO2 10.62 1.703
N2 48.99 1.1
O2 7 1.202
3. Nilai kalor Bawah (LHV) gas mampu bakar (CO, CH4,
H2)
AFR 1,3
Komposisi Persentase
volume (%)
ρ(Kg/m3), pada
T = 319 K [17] ρ syngas
CO 19.41 1.054
1.04058328
H2 6.86 0.0723
CH4 2.39 0.589
CO2 10.97 1.66
N2 49.89 1.06
O2 9.35 1.134
Component H2 CO CH4 C2H6 C2H4 C2H2 Company HHV 12.745 12.633 39.819 70.293 63.414 TU Wien
12.769 12.622 39.781 69.693 63 58.059 NREL
12.753 12.626 39.721 69.595 62.952 ECN
12.766 12.641 39.847 70.402 63.998 58.975 DMT
12.761 12.634 39.747 69.636 62.989 58.039 Carbona
12.76 12.617 39.663 69.511 63.042 57.934 Univ. Sherbrook
12.758 12.631 39.739 Vattenfall
12.761 12.634 39.75 69.642 62.994 58.022 Nykomb
LHV 10.783 12.633 35.883 64.345 59.457 TU Wien
10.788 12.622 35.814 63.748 59.036 56.078 NREL
10.789 12.626 35.796 63.704 59.024 ECN
10.8 12.6 35.8 63.71 56.03 Verenum
10.757 12.641 35.787 64.333 59.938 56.924 DMT
10.748 12.634 35.725 63.605 59.011 56.028 Carbona
10.793 35.81 Vattenfall
10.8 12.634 35.823 63.756 59.07 56.06 Nykomb
10.797 12.635 35.821 63.749 59.068 TPS
10.789 12.630 35.812 63.744 59.033 56.088 Bioelettrica
Component C3H8 C3H6 i-C4H8 i-C4H10 n-C4H10 C6H6 Company
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan dari keluarga
sederhana di Tuban, 8 September 1993,
merupakan anak kedua dari dua bersaudara
pasangan Bapak Sumarno dengan Ibu
Masti’ah, yang beralamat di Desa Latsari,
Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban.
Pendidikan formal pertama adalah SDN
Latsari 2 Tuban, SMP N 1 Tuban, dan
SMAN 1 Tuban. Kemudian penulis lulus
dan diterima di Jurusan D-3 Teknik Mesin
Produksi Kerjasama ITS-
DISNAKERTRANSDUK Prov. Jawa Timur melalui seleksi ujian
masuk D-3 pada tahun 2012 dan terdaftar dengan Nomor Registrasi
Pokok (NRP) 2112039011.
Pada Tahun 2015 penulis lulus D-3 ITS kemudian
melanjutkan kuliah lintas jalur dan diterima di Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya dengan nomor pokok mahasiswa
2115105033.Penulis merupakan anggota Laboraturium Teknik
Pembakaran dan Bahan Bakar. Penulis juga mengikuti publikasi
Ilmiah Nasional di Universitas Kristen Petra Surabaya sebagai
pengisi / pemateri tahun 2017 Penulis mengambil tugas akhir di
bidang Konversi Energi dan mempelajari tentang biodiesel dan
gasifikasi,