9

Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing
Page 2: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing Mediastenitis

I Nyoman Semadi,I Made Sukarya

Division of Thoracic and Cardiovascular Surgery, Department of Surgery

Medical Faculty, Udayana University/Sanglah General Hospital

Denpasar-Bali

ABSTRACT

Background: Descending necrotizing mediastenitis is a rare life-threatening complication of

odontogenic or oropharyngeal infection spreading into mediastinum through the cervical fasciae.

Despite improvements in diagnostic imaging and treatment, its mortality rate remains relatively

high. Reports in the literature have emphasized the need for early, aggressive surgical

intervention; others recommend conservative transcervical drainage to be adequate if the

infections not spreads bellow carina and 4th thoracic vertebrae.

Objective: To evaluate the role of conservative

necrotizing mediastenitis.

Methods: A case report of descending necrotizing

Sanglah General Hospital

treatment in management of descending

mediastenitis managed conservatively in

Case: A 66-years-old male complained fever, right mandibular pain, dyspnea, odynophagia,

progressive neck swelling and hyperemia. The patient had a past history of chronic periodontitis

and poor oral hygiene. Physical examination showed weak general conditions, fever,

tachycardia, increase respiratory rate, and normal blood pressure. In addition oedema, erythema,

warmth, tenderness involving the neck up to upper chest region. Laboratory study showed WBC

24,0001pL (79%o neutrophils). Chest x-ray showed widening of precervical and mediastinal

region. CT scan of the neck and thorax showed multiple abscess area from the mouth floor to

the pretracheal region and spreads to the posterior mediastinum. We concluded the patient with

necrotizing mediastenitis secondary to odontogenic infection and managed conservatively with

intravenous antibiotics and minimal trans-cervical drainage.

Results: The patient definitely improved and was discharged on day 35. One month follow up

shows no late complications.

Conclusions: Conservative management with antibiotics and trans-cervical drainage may be

initially appropriate for the stable patients with descending necrotizing mediastenitis.

Keyword : Descending necrotizing mediastenitis, conservative management

Page 3: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

Pendahuluan

Descending necrotizing mediastenitis menggambarkan suatu infeksi pada mediastinum yang

bersumber di orofaring atau sumber primer dari daerah leher, dengan penyebaran sepanjang

jaringan di cervical menuju mediastinum. Keadaan ini paling sering terjadi pada negara

berkembang, dimana akses terhadap fasilitas kesehatan mengakibatkan keterlambatan diagnosis

dan terapi infeksi pada cervicofaringeal.

Descending necrotizing mediastenitls merupakan kasus yang jarang dan fatal dengan

angka kematian yang masih tinggi. Prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dengan

perbandingan 6:1, dengan usia paling sering pada dekade ketiga sampai dekade kelima

kehidupanr.

Mediastinum merupakan suatu ruang steril, sehingga infeksi hanya bisa terjadi jika

terdapat kerusakan pada barier jaringan mukosa normal. Infeksi odontogenik merupakan

penyebab yang paling umum, tetapi sebab lain seperti abses faring, sinusitis, dan infeksi pada

telinga hidung tenggorokan juga pernah dilaporkan2. Infeksi di cervicofaringeal ini dapat

menyebar ke bawah melalui gravitasi, gerakan bernafas, dan tekanan negatif intratorakal.

Daerah cervoicomediastinum terbentuk dari loose areolar tissue dengan vaskularisasi

yang buruk dan mekanisme pertahanan yang sedikit, sehingga patogen dapat dengan mudah

menyebar melewati daerah fascia. Anatomi pada daerah cervicomediastinum yang

mempennudah terjadinya descending necrotizing mediastenitis adalah pretracheal space,

prevertebral space dan retrovisceral space. Carotid space merupakan suatu lapisan tebal yang

terletak diatas pembuluh darah longitudinal di leher. Prevertebral space dibatasi oleh fascia

prevertebralis di bagian anterior, yang melapisi otot-otot prevertebral di leher. Prevertebral fascia

membentang dari basis kranii ke bagian terbawah dari musculus longus colli, yang sejajar

dengan level vertebrae T3. Sedangkan retrovisceral space, merupakan ruang potensial yang

terletak antara alar dan prevertebral fascia, yang membentang dari basis kranii sampai diafragma.

Tujuh puluh persen kasus descending necrotizing mediastenitis terjadi pada ruangan ini.

Gambar I

Patofisiologi descending necrotizing mediastenitis

Page 4: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

Diagnosis descending necrotizing mediqstenitis tergantung pada gambaran klinis dan

didukung oleh pemeriksaan penunjang. Sebagian besar pasien dengan mediastenitis mengalami

gejala beberapa hari sebelum datang ke IGD, dengan gejala paling umum berupa demam tinggi,

nyeri dada yang menjalar, sesak, nyeri tenggorokan dan bengkak pada leher. Pasien dengan

imunocompromise seperti keganasan, pasien dengan kemoterapi, HIV, diabetes meningkatkan

risiko terjadinya mediastenitis. Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan peningkatan

marker inflamasi seperti WBC, C-reactive protein (CRP), Erltrhrocyte sedimentation rate (ESR),

dan prokalsitonin. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas

kuman. Sedangkan pemeriksaan imaging berupa chest x ray didapatkan pelebaran precervical

dan jaringan lunak retrofaringeal , pelebaran mediastinum, dan pada beberapa kasus didapatkan

efusi pleura dan konsolidasi pada lobus inferior. CT scan leher dan dada merupakan modalitas

pilihan untuk mendiagnosis descending necrotizing mediastenitis, dimana akan didapatkan

gambaran abses dan pembengkakan jaringan lunak. CT scan juga berperan dalam mengevaluasi

sejauh mana perluasan mediastenitis, sebagai guiding dalam memilih pendekatan pembedahan

untuk drainase, dan dapat digunakan untuk memonitor perkembangan terapi3.

Mediastenitis sering merupakan infeksi campuran antara organisme fakultatif dan

anaerob, dimana obligat anaerob biasanya melebihi organisme fakultatif. Bacteroides species

merupakan anaerob yang paling umum. Organisme lain yang terlibat dalam infeksi ini adalah

Staphylococcus, Escherichiq colli, Peptostreptococcus, Fusobacterium, Haemophilus influenza,

Enterobacter cloacoe, Histoplasmosis, Tuberculosis, dan Pseudomonos aeruginosa. Beberapa

laporan kasus mendapatkan beberapa organisme lain yang terlibat, seperti Eikenelle corrodens,

Prevotella, Sternotrophomonos, Propionibacterium, Candida, Aspergillus, dan Salmonella\ .

Mediastenitis yang diakibatkan infeksi oleh Methicilin-resistant Staphylococcus oureus (MRSA)

menjadi organisme penyebab yang harus diperhatikan dengan seriuss.

Mediastenitis dapat mengakibatkan kompresi jalan nafas, sehingga proteksi jalan nafas

merupakan sesuatu yang vital dilakukan pertama kali. Pasien sering datang dengan syok septik,

sehingga resusitasi cairan yang adekuat serta pemberian antibiotika penting untuk dilakukan

sesegera mungkin. Debridement jaringan nekrotik secara luas dan agresif dengan eksplorasi pada

semua mediastinal fascia dapat dikerjakan baik dengan pendekatan cervical ataupun

trahsthoracal. Masih terdapat kontroversi pendekatan operasi yang paling efektif, beberapa ahli

merekomendasikan pendekatan agresif dengan drainase mediastinum luas termasuk

thorakotomi6. Penelitian lainnya merekomendasikan thorakotomi hanya dianjurkan jika infeksi

menyebar sampai melebihi level vertebrae thorakal keempat di posterior dan melebihi level

karina di bagian anterior, sedangkan pada kasus lainnya pendekatan konservatifdengan drainase

transcervical bisa menjadi pilihanT'8.

Infeksi pada daerah mediastinum ini mengakibatkan waktu rawat inap yang melebihi I

bulan, dengan waktu recovery yang lebih panjang. Beberapa data menyebutkan rasio mortalitas

secara keseluruhan adalah lgyo-47%7. Penelitian pada dekade terakhir menunjukkan angka

mortalitas berkisar antara ll,l % dan 34,gyoe. Angka mortalitas tampaknya mengalami

Page 5: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

penurunan yang diakibatkan oleh peningkatan oral ltygiene, penggunaan antibiotika yang

menyeluruh, perkembangan diagnosis secara radiologi, dan perkembangan intervensi

pembedahan. Dengan adanya faktor komorbid, angka mortalitas akibat infeksi ini mencapai

67\oe.

Laporan Kasus

Laki-laki umur 66 tahun dengan keluhan nyeri tenggorokan, yang disertai bengkak progresif

pada leher sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sejak 2hari pasien mengeluhkan kesulitan

menelan disertai sesak, nyeri dada dan demam tinggi. Pasien dengan riwayat sakit gigi tidak

pernah diobati dengan riwayat kebersihan gigi yang buruk.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah dengan kesadaran

komposmentis, temperature tubuh 39oC, nadi 108 kali per menit, respiratory rate 24 kali per

menit, dengan tekanan darah 130170 mmHg. Pasien kesulitan membuka mulut dengan trismus

berjarak 1,5 cm dan tampak karies gigi molar 2 mandibula kanan dengan gambaran peradangan

di sekitarnya. Leher tampak bengkak, kemerahan, disertai nyeri tekan, terutama pada daerah

submandibula sampai dinding dada bagian atas. Dada tampak simetris dengan tanda peradangan

padabagian atas, suara nafas vesikuler, tanpa disertai suara nafas tambahan.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (WBC 24.0001uL, 79Yo neutrophil),

Hemoglobin ll,2 g/dl (Hct 34,8yo), Platelet 543 10e3lul-, dengan fungsi liver, fungsi ginjal serta

faal hemostasis masih dalam batas normal. Foto polos dada menunjukkan pelebaran pada

precervical dan daerah mediastinum (gambar 2.A). Pada pemeriksaan CT scan leher dan thorax

didapatkan gambaran area abses multipel dengan pengumpulan udara yang muncul pada level

dasar mulut sampai region paratrakea dengan penyebaran ke daerah retropharing dan ke

posterior mediastinum (gambar 3).

.$lrll\lrrrii:$SSN

Gambar 2.A) Foto polos dada menunjukkan pelebaran pada precervicol dan daerah

mediastinum, 2.8) Drainase dengan insisi trans-cervical

Page 6: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan, pasien disimpulkan

mengalami descending necrotizing mediastenistis dengan sumber infeksi odontogenik dari

infeksi pada gigi molar 2 mandibula kanan. Pasien juga datang dengan gejala sepsis.

Terapi dimulai dengan memastikan kelapangan jalan nafas, resusitasi cairan dan

pemberian antibiotika empiris berupa ceftriaxon dan metronidazole. Selanjutnya dilakukan

drainase dengan insisi trans-cervical. Selama opname dilakukan perawatan karies gigi dan

dilakukan oral hygiene yang adekuat. Pasien diposisikan tidur dengan posisi kepala lebih rendah

untuk posturol drainage. Pemeriksaan mikrobiologi sekresi purulent dari leher didapatkan

organisme Staphylococcus dan Bacteroides species dengan antibiotika yang sensitif berupa

piperacilin tazobactam. Selanjutnya, pemberian antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur, yaitu

piperacilin tazobactam dengan dosis 3,3759 setiap 6 jam, diberikan selama 3 minggu.

Gambar 3.A\. CT scan cervicol menunjukkan gambaran area abses multipel dengan

pengumpulan udara yang muncul pada level dasar mulut sampai region paratrakea; 3.B). CT

scan thorax menunjukkan gambaran mediastenitis dengan penyebaran ke daerah retropharing dan

ke posterior mediastinum

Kondisi umum pasien selama perawatan membaik dengan hemodinamik stabil, terjadi

pengurangan bengkak, sesak, dan hyperemia pada leher dan dada. Produksi sekresi purulent

setelah drainase minimal di daerah servikal dengan postural drainage menunjukkan

pengurangan. Parameter laboratorium menunjukkan perbaikan. CT scan control yang dilakukan

pada minggu keempat perawatan menunjukkan perbaikan, tidak tampak lagi gambaran

mediastenitis. Pasien dipulangkan pada hari ke 35 perawatan. Pasien kontrol ke poliklinik bedah

I bulan setelah keluar rumah sakit, tidak tampak komplikasi lanjut yang muncul pada pasien ini.

A

Page 7: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

Gambar 4.A). Gambaran klinis pasien pada hari ke 34 perawatan: tidak tampak lagi tanda

peradangan dan tidak ada produksi pus dari drainase di daerah leher; 4.B). Gambaran CT scan

thorax pada minggu keempat perawatan, tidak tampak lagi gambaran cairan maupun udara bebas

di daerah mediastinum superior sampai subcarina

Diskusi

Descending necrotizing mediastenills merupakan kasus jarang dan mengancam nyawa yang

merupakan komplikasi infeksi odontogenik dan orofaring. Pada era sebelum ditemukan

antibiotika, rasio mortalitas descending necrotizing mediastenitis lebih dari 50%10. Walaupun

terjadi kemajuan dalam teknik diagnosis radiologis, penemuan antibiotika, dan perkembangan

dalam terapi pembedahan, mortalitasnya masih relatif tinggi. Laporan lain menyebutkan case

fatality rate descending necrotizing mediastenitrs sebesar 3lo/o dari 69 pasien yang diobservasi

antara tahun 1970 sampai lggTt .

Pengetahuan mengenai anatomi sangat penting dalam diagnosis, terapi, dan mengenali

komplikasi yang dapat terjadi akibat descending necrotizing mediastenftrs. Fascia dalam di

daerah cervical dibentuk oleh 3 lapisan,yaitu pretracheal spoce, retrovisceral dan prevertebral

spqce. Kebanyakan sumber infeksi berasal dari infeksi pada gigi molar 2 dan 3 mandibulayang

mengakibatkan abses di triangular submandibulayang bisa berkembang melebihi batas posterior

dari myelohyoid dan meliputi daerah retrovisceralrl. Pada kasus kami infeksi menyebar

sepanjang daerah ini dan berasal dari sumber odontogenic, yaitu infeksi pada gigi molar 2

mandibula kanan.

Diagnosis descending necrotizing mediastenitis tergantung dari gambaran klinis dan

didukung oleh pemeriksaan penunjang. Gejala paling umum berupa demam tinggi, nyeri dada

yang menjalar, sesak, nyeri tenggorokan, trismus dan bengkak pada leher. Pasien dengan

imunocompromise seperti usia tua, keganasan, pasien dengan kemoterapi, HIV, diabetes

meningkatkan risiko terjadinya mediastenitis. Pada pasien kami didapatkan gejala yang sesuai

dengan gambaran tersebut dengan faktor resiko oral lrygiene yang buruk dan usia tua.

Page 8: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan peningkatan marker inflamasi seperti

WBC, C-reactive protein (CRP), Erytrhrocyte sedimentation rate (ESR), dan prokalsitonin.

Sedangkan pemeriksaan foto polos dada didapatkan pelebaran precervical dan jaringan lunak

retrofaringeal, pelebaran mediastinum, dan pada beberapa kasus didapatkan efusi pleura dan

konsolidasi pada lobus inferior. CT scan leher dan dada merupakan modalitas pilihan untuk

mendiagnosis descending necrotizing mediastenitis dengan akurasi yang tinggi. Setiap pasien

dengan infeksi odontogenik dan orofaring dengan tanda peradangan pada leher atau dengan

kecurigaan descending necrotizing mediastenitls harus dilakukan CT scan leher dan dada dengan

kontras. Selain itu CT scan berguna dalam memonitor perkembangan selama pengobatan3.

Penggunaan MRI semakin umum digunakan untuk menegakkan diagnosis mediastenitis,

terutama pada anak-anak untuk mengurangi bahaya radiasi dan pada orang dengan penurunan

fungsi ginjale.

Managemen descending necrotizing mediastenitis terdiri dari drainase dan pemberian

antibiotika yang adekuat. Managemen pembedahan yang optimal masih merupakan suatu

kontroversi, beberapa ahli merekomendasikan pendekatan agresif dengan drainase mediastinum

luas termasuk thorakotomi6. Penelitian lainnya merekomendasikan thorakotomi hanya

dianjurkan jika infeksi menyebar sampai melebihi level vertebrae thorakal keempat di posterior

dan melebihi level karina di bagian anterior, sedangkan pada kasus lainnya pendekatan

konservatif dengan drainase transcervical bisa menjadi pilihanT'8. Pada pasien kami dilakukan

pengamanan jalan nafas, resusitasi cairan dan pemberian antibiotik sejak pertama kali datang.

Drainase minimal dilakukan dengan incisi transcervical, selanjutnya pasien diposisikan sehingga

terjadi po stural drainage.

Temuan mikrobiologi pada mediastenitis sebagai akibat penyebaran dari daerah kepala

dan leher sumbernya kebanyakan adalah organisme polimikroba dengan campuran aerob dan

anaerob. Pada kasus kami didapatkan kuman Streptococcus dan Bacteroides species dengan

antibiotika yang sensitive berupa piperacillin tazobactam yang diberikan dengan dosis 4 x3,375

gram selama 3 minggu. Drainase transcervical dan pemberian antibiotika definitive memberikan

hasil yang memuaskan pada pasien kami, yang dibuktikan dengan perbaikan secara klinis,

parameter laboratorium dan imaging.

Kesimpulan

Descending necrotizing mediastenills merupakan suatu kegawatan di bidang bedah dengan angka

mortalitas yang relatif tinggi. Diagnosis dini dan terapi adekuat dengan pemberian antibiotika

dan drainase optimal merupakan managemen standar pada kasus ini. Kami mempresentasikan

kasus unik descending necrotizing mediastenitis yang diterapi dengan pembedahan minimal dan

menunjukkan hasil akhir yang baik. Sehingga managemen konservatif dapat diteliti lebih lanjut

sebagai terapi yang bisa dipertimbangkan pada pasien dengan kondisi stabil dengan descending

ne croti z ing me dios te nit i s.

Page 9: Succesful Conservative Treatment of Descending Necrotizing

DAFTAR PUSTAKA

L Corsten M.J., Shamji F.M., Odell P.F.1997. Optimal treatment of descending necrotizing

mediastenitis.Thorax;52(2) :7 02-7 08

2. Mihos P., Potaris K., Gakidis I.,Papadakis D., Rallis D.2004. Management of descending

necrotizing mediastenitis.J Oral Maxillofac Surg;124:285-90

3. Scaglione M., Pezzullo M.G., Pinto A., Sica G., Bocchini G., Rotondo A. 2009.

Usefulness of multidetector row computed tomography in the assessment of the pathway

of spreading of neck infections to the mediastinum.Semin Ultrasound CT MR;30(3):22I-

30

4. Chatterkee D., Bal A., Singhal M., Vijayvergiya R., Das A.2014. Fibrosing mediastenitis

due to Aspergilus with dominant cardiac involvement: a report of two autopsy cases with

review of literature. Cardiovasc Pathol.

5. Simsek Y.S., Sensoy A., Ceken S., Denis D., yekeler I. 2014. Methicilin-Resistant

Staphylococcus aureus infection: An independent risk factor for mortality in patients with

poststernotomy mediastenitis. Med Princ Pract.l2

6. Marty-Ane C., Berthet J.P., Alric P.1999. Management of descending necrotizing

mediastenitis: an aggressive treatment for an aggressive disease. Ann Thrac Surg;68:212-

2 1 7

7. Estrera A.S., Landay M.J., Grisham J.M.1983. Descending necrotizing mediastenitis.

Surg Gynae col Ob stet;l 57 :5 45-5 52

8. Brunelli A.,Sabbatini A., Catalini G.1996. Descending necrotizing mediastenitis: surgical

drainage and tracheo stomy.Arc h O tol aryngol He ad Ne c k Sur 9;122:1326-9

9. Ridder G.J., Maier W., Kinzer S., Teszler C.B., Boedeker C.C., Pfeiffer J. 2010.

Descending necrotizing mediasteniti: contemporary trends in etiology,

diagno sis,management, and outco me Ann S ur g;25 I : 528 -3 4

10. Pearse H.E.1938. Mediastenitis following cervical suppuration. Annals of

Surgery;108:561-588

ll.Moncada R.,Warpeha R., Pickleman J.1998. Mediastenitis from odontogenic and deep

cervical infection.Che st:7 3 :497 -500