27
REFERAT RECIST (RESPONSE EVALUTION CRITERIA IN SOLID TUMOR) Pembimbing : dr. Lopo T., Sp.B (K) Onk Disusun oleh: Saddam Husein Saputra G1A212138 Annisa Fildza Hashfi G1A212056 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN SMF BEDAH RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

referat recist.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

REFERAT

RECIST

(RESPONSE EVALUTION CRITERIA IN SOLID TUMOR)

Pembimbing :

dr. Lopo T., Sp.B (K) Onk

Disusun oleh:

Saddam Husein Saputra G1A212138Annisa Fildza Hashfi G1A212056

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN

SMF BEDAHRSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui referat yang berjudul

RECIST

(RESPONSE EVALUTION CRITERIA IN SOLID TUMOR)

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik

Di bagian SMF Bedah

RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:

Saddam Husein Saputra G1A212138Annisa Fildza Hashfi G1A212056

Purwokerto, Juni 2013

Mengetahui,

Pembimbing

dr.Lopo T., Sp.B (K) Onk

BAB I

PENDAHULUAN

Respon tumor dihubungkan dengan administrasi agent antikanker dapat dievaluasi

sedikitnya tiga tujuan penting. Pertama respon tumor sebagai prospektif end point pada

percobaan klinis dini. Kedua respon tumor sebagai prospektif end point lebih percobaan

klinis definitif dirancang untuk menghasilkan estimasi keuntungan penelitian kohort spesifik

pasien. Percobaan ini selalu menggunakan percobaan komperatif dengan pengacakan atau

perbandingan kombinasi agent dengan sejarah kontrol subjek. Ketiga, respon tumor sebagai

arahan untuk klinisi dan pasien atau subjek penelitian dalam keberlanjutan keputusan terapi.

Namun, dari hari ke hari, perbedaan antara penggunaan terminasi respon tumor dapat dengan

mudah salah, tidak berguna untuk menghasilkan secara eksplisit.

Pedoman RECIST merupakan hasil kolaborasi internasional. Tahun 1994 EORTC

(European Organization for Research and Treatment of Cancer, the National Cancer

Onstitute (NCI) of the United States, dan National Cancer Institute of Canada Clinical Trial

Group berupaya dengan secara objektif menilai kriteria yang digunakan utnuk mengevaluasi

respon pengobatan tumor solid. Setelah 3 tahun pertemuan rutin dan pertukaran idea,

membuat peninjuan draft versi kriteria WHO. Versi ketiga diproduksi, dipublikasikan kepada

komunitas peneliti (American Society fot Clinical Oncology, 1999) dan diterima di Journal of

National Cancer Institute pada bulan Juni 1999 untuk publikasi.

Konsep baru sudah tervalidasi oleh Respon Evaluation Criteria in Solid Tumors

Group dan diintegrasikan ke dalam pedoman. Hal ini juga menghasilkan beberapa filosopi

latarbelakang untuk mengklarifikasi berbagai mancam tujuan respin evaluasi. Tujuan sebuah

model dimana dikombinasikan penilaian semua jenis lesi, dikarakteristikan sebagai lesi target

dan nontarget, digunakan untuk respon terhadap pengobatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

RECIST (Response Evalution Criteria in Solid Tumor) adalah sebuah

peraturan yang dipublikasi untuk mendefinisikan perbaikan (respon), stabil dan

progresifitas kanker selama pengobatan. Kriteria ini dipublikasikan pada tahun 2000

oleh kolaborasi internasional.

B. Sejarah

Penilaian terhadap perubahan beban tumor adalah fitur terpenting dari evaluasi

klinis terapi kanker. Penyusutan tumor sebagai respon obyektif dan waktu untuk

perkembangan penyakit merupakan end point penting dalam uji klinis kanker.

Penggunaan regresi tumor sebagai endpoint untuk uji coba fase II screening agen baru

untuk bukti efek anti tumor menunjukkan bahwa untuk banyak tumor solid, agen yang

memproduksi penyusutan tumor pada pasien membuat peningkatan kelangsungan

hidup secara keseluruhan. Selanjutnya, baik di tahap II dan III fase pengembangan

obat, semakin menunjukkan peningkatan kualitas hidup penderita kanker. Sebagai

titik akhir kesimpulan dari kemanjuran dari pengobatan yang diambil, juga didasarkan

pada pengukuran anatomis dari tumor tersebut.

Pada tahun 1981, WHO terlebih dahulu menerbitkan kriteria respon tumor

terutama untuk digunakan dalam percobaan titik akhir primer dari respon tumor.

Kriteria WHO memperkenalkan konsep dari penilaian keseluruhan beban tumor

dengan menjumlahkan produk pengukuran lesi bidimensional dan respon terhadap

terapi ditentukan berdasarkan evaluasi perubahan dari treatment yang diberikan.

Namun dalam decade berikutnya, kelompok perusahaan farmasi yang menggunakan

kriteria WHO yang sering berubah-ubah membuat terjadi kebingungan dalam

penafsiran percobaan yang dilakukan WHO.

Menanggapi masalah ini, sebuah perkumpulan dokter bedah onkologi yang

dibentuk tahun 1990 membakukan dan menyederhanakan kriteria respon. Kriteria

baru ini dikenal dengan RECIST (Respon Evaluasi Criteria Solid Tumor) yang

meliputi definisi ukuran minimal lesi tumor yang terukur, pengukuran untuk evaluasi

keseluruhan beban tumor, dan lain sebagainya. Kriteria-kriteria ini kemudian secar

luas diadopsi oleh lebaga pendidikan, industry farmasi, para dokter spesialis bedah

onkologi untuk melihat kemajuan dari pengobatan tumor.

C. Tujuan

Pedomanan ini menggambarkan pendekatan standar untuk pengukuran tumor

solid dan digunakan pada kanker yang diderita oleh dewasa maupun anak-anak.

D. Kategori

Pada Baseline, lesi tumor/limfe nodi akan dikategorikan measurable (terukur)

dan non-measurable (tidak terukur) sebagai berikut:

1. Measurable

Tumor lesi harus diukur secara akurat dalam setidaknya satu dimensi

(diameter terpanjang di bidang pengukuran) dengan ukuran minimal:

- 100 mm oleh CT scan (ST scan ketembalan irisan tidak lebih besar dari 5 mm)

- Pengukuran 10 mm caliper dengan pemeriksaan klinis (lesi yang tidak dapat

diukur secara akurat dengan caliper harus dicatat sebagai non measurable.

- 20mm dengan foto rotgen thorax.

Kelenjar getah bening yang mengganas perlu dipertimbangkan secara

patologis dan harus dapat terukur. Kelenjar getah bening ketika dinilai oleh CT

scan harus dengan P15 mm di short axis (CT scan ketembalan irisan dianjurkan

untuk tidak lebih dari 5mm).

2. Non Measurable

Semua lesi lain, termasuk lesi kecil (berdiameter terpanjang <10mm atau

secara patologis kelenjar getah bening dengan >10 sampai <15 mm dari short

axis). Untuk kriteria non measurable meliputi penyakit leptomeningial, asites,

efusi pleura dan perikardial, penyakit inflamasi payudara, lymphangitis

melibatkan kulit atau paru-paru, masa abdomen akibat organomegali yang

diidentifikasi oleh pemeriksaan fisik dan tidak dapat diidentifikasikan oleh

pemeriksaan penunjang.

Pertimbangan khusus mengenai terukurnya lesi tulang, lesi kistik dan lesi yang

sebelumnya dirawat dengan terapi lokal memerlukan pengukuran khusus:

1. Lesi tulang:

Scanning tulang dianggap tidak memadai sebagai tehnik pencitraan untuk

mengukur lesi tulang. Namun tehnik ini dapat digunakan untuk mengkonfirmasi

baik keadaan dan ketiadaan lesi tulang

2. Lesi tulang litik/campuran lesi litik blastic:

Diidentifikasi dengan komponen jaringan lunak yang dapat dievaluasi

dengan MRI dapat diangga sebagai lesi measurable jika komponen jaringan lunak

memenuhi definisi measurable lesi

3. Lesi kistik:

Lesi yang memenuhi kriteria dengan menggunakan radiografi sederhana

tidak harus dianggap sebagai lesi ganas (measurable non measurable). Lesi kistik

dianggap mewakili metastasis kistik dapat dianggap sebagai lesi measurable juka

merka memenuhi definisi lesi measurable seperti di atas.

Untuk lesi tumor yang terletak di daerah yang sebelumnya diradiasi atau diberi

terapi lokal regional lainnya, biasanya tidak dianggap lesi measurable.

E. Spesifikasi dengan metode pengukuran.

1. Pengukuran lesi

Semua pengukuran harus dicatat dalam notasi matrix, menggunakan caliper

juka secara klinis ingin dinilai. Semua evaluasi awal harus dilakukan sedekat

mungkin saat pengobatan dimulai, tidak boleh lebih dari 4 minggu.

2. Metode penilaian

Metode yang penilaian yang sama dan teknik yang sama harus digunakan

untuk emgnarakterisasi masing-masing tumor dan harus dilaporkan bentuk

lesinya dari awal hingga tindak lanjut dari lesi itu berakhir. Evaluasi lesi berbasis

pencitraan radiologis harus dapat dilakukan. Lesi klinis lesi klinis hanya akan

dianggap terukur ketika diameternya dangkal dan >10 mm dinilai dengan

menggunakan caliper (misalnya nodul kulit).

3. Metode pencitraan:

CT scan lebih disukai daripada rontgen thorax terutama untuk melihat

perkembangan endpoint dari tumor, karena CT scan lebih sensitif daripada

rontgen thorax khususnya untuk mengidentifikasi lesi baru. Namun lesi yang

diidentifikasi menggunakan X-ray dapat dianggap terukur juka mengelilingi

daerah paru-paru. USG tidak berguna dalam penilaian lesi measurable dan tidak

boleh digunakan sebagai metode pengukuran. Pemerikasaan USG tudak bisa

digunakan untuk mengikuti perkembangan lesi karena USG bergantung pada

operator dan tidak dapat dijamin bahwa teknik dan pengukuran yang sama dari

satu penilaian ke depan. Evaluasai tumor objektif menggunakan endoskopi dan

laparoskopi juga tidak dianjurkan, namun dapat berguna untuk mengkonfirmasi

respon patologis lengkap ketika hasil biopsi telah diperoleh atau untuk

menentukan kekambuhan dari respon pengobatan.

F. Evaluasi Respon

Untuk menilai respons objektif atau progres selanjutnya, perlu diperkirakan

beban tumor secara keseluruhan pada baseline dan menggunakannya sebagai

pembanding untuk pengukuran berikutnya. Hanya pasien dengan penyakit terukur

pada awal harus dimasukkan dalam protokol di mana respon tumor obyektif adalah

titik akhir primer. Penyakit terukur didefinisikan oleh kehadiran setidaknya satu lesi

terukur.

Bila lebih dari satu lesi terukur hadir pada baseline semua lesi hingga jumlah

maksimal lima lesi (dan maksimal dua lesi per organ), lesi yang representatif harus

diidentifikasi sebagai lesi target dan akan dicatat dan diukur pada baseline (ini berarti

dalam kasus di mana pasien hanya memiliki satu atau dua sisi organ yang melibatkan

maksimal dua lesi dan empat lesi yang representatif akan dicatat).

Lesi target harus dipilih berdasarkan ukuran mereka (lesi dengan diameter

terpanjang), menjadi wakil dari semua organ yang terlibat. Namun di samping itu,lesi

target juga harus merupakan lesi yang reprodusibel. Lesi yang terbesar belum tentu

merupakan lesi yang reprodusibel. Berikut ini adalah gambarannya.

Gambar 1. Lesi terbesar mungkin bukanlah lesi yang paling reprodusibel: lesi yang paling

reprodusibel merupakan lesi yang seharusnya dipilih sebagai target.

Limfa nodi merupakan struktur khusus karena struktur anatominya secara

normal dapat terlihat dengan pencitraan bahkan jika tidak terdapat tumor. Limfonodus

yang didefinisikan sebagai terukur dan dapat diidentifikasi sebagai lesi target harus

memenuhi kriteria dari sumbu pendek ≥15mm dengan CT scan. Hanya sumbu pendek

nodus ini yang akan memberikan kontribusi jumlah baseline. Sumbu pendek nodus

adalah diameter biasanya digunakan oleh ahli radiologi untuk menilai jika sebuah

nodus terkena tumor padat. Ukuran nodus biasanya dilaporkan sebagai dua dimensi

pada bidang di mana gambar diperoleh (untuk CT scan ini hampir selalu bidang

aksial; untuk MRI bidang akuisisi mungkin aksial, saggital atau koronal). Ukuran

yang lebih kecil merupakan sumbu pendek.

Gambar 2. Penilaian limfonodus: panah besar menggambarkan

nodus patologis dengan sumbu pendek ditampilkan sebagai garis padat

yang harus diukur dan diikuti. Panah kecil menggambarkan

node non-patologis yang memiliki sumbu pendek

<10 mm.

Sebagai contoh, sebuah nodus abdomen yang berukuran 20mm x 30mm memiliki

sumbu pendek 20mm dan memenuhi syarat sebagai keganasan, nodus yang dapat

diukur. Dalam contoh ini, 20mm harus dicatat sebagai pengukuran nodus. Semua

nodus patologis lainnya (dengan sumbu pendek ≥10mm tapi <15 mm) harus

dipertimbangkan sebagai lesi non-target. Nodus yang memiliki sumbu pendek <10mm

dianggap non-patologis dan tidak boleh dicatat atau di-follow up.

Jumlah diameter (terpanjang untuk lesi non-nodal, sumbu pendek untuk lesi

nodal) untuk semua lesi target yang akan dihitung dan dilaporkan sebagai jumlah

diameter baseline. Jika limfonodus harus dimasukkan dalam penjumlahan, maka

seperti disebutkan di atas, hanya sumbu pendek ditambahkan ke jumlah. Jumlah

diameter baseline akan digunakan sebagai acuan untuk karakteristik lebih lanjut

regresi tumor objektif pada dimensi pengukuran penyakit.

Semua lesi lainnya termasuk limfonodus patologis harus diidentifikasi sebagai

lesi non-target dan juga harus dicatat pada baseline. Pengukuran tidak diperlukan dan

lesi ini harus dianggap sebagai ‘ada’, 'tidak ada', atau pada kasus yang jarang terjadi

‘progresi tegas'. Selain itu, beberapa lesi non-target yang melibatkan organ yang sama

dapat digunakan sebagai satu item bentuk catatan kasus (misalnya ‘multiple enlarge

pelvic lymph nodes' atau ‘multiple liver metastase’).

Berikut ini adalah evaluasi lesi target:

1. Complete Response (CR): Penghilangan semua lesi target. Setiap limfonodus

patologis (apakah target atau non-target) harus memiliki pengurangan sumbu

pendek menjadi < 10 mm.

2. Partial Response (PR): Setidaknya penurunan 30% dalam jumlah diameter lesi

target, jumlah diameter baseline digunakan sebgai acuan.

3. Progressive Disease (PD): Setidaknya 20% peningkatan dalam jumlah diameter

lesi target. Di samping peningkatan relatif dari 20%, jumlah ini juga harus

menunjukkan peningkatan mutlak minimal 5 mm. (Catatan: munculnya satu atau

lebih lesi baru juga dianggap perkembangan).

4. Stable Disease (SD): Penyusutan yang cukup untuk memenuhi syarat sebagai

PR atau kenaikan yang cukup untuk lolos sebagai PD, jumlah diameter terkecil

dalam pengamatan sebagai referensi.

Limfa nodi yang diidentifikasi sebagai lesi target harus selalu dilakukan

pengukuran dan pencatatan sumbu pendek (diukur pada bidang anatomi sama dengan

pemeriksaan baseline), bahkan jika nodus menurun menjadi 10mm dalam

pengamatan. Ini berarti bahwa ketika limfonodus dimasukkan sebagai lesi target,

'jumlah' lesi tidak mungkin nol bahkan jika terjadi complete response, karena

limfonodus normal didefinisikan sebagai memiliki sumbu pendek <10mm.

Pada pengamatan, semua lesi (nodal dan non-nodal) yang tercatat pada baseline

seharusnya diukur secara aktual pada setiap evaluasi berikutnya, bahkan ketika

ukurannya menjadi sangat kecil (misalnya 2mm). Namun, kadang-kadang lesi atau

limfonodus yang dicatat sebagai lesi target pada baseline menjadi begitu samar pada

CT scan. Ketika hal ini terjadi penilaian tersebut harus dicatat sebagai bentuk laporan

kasus. Jika ahli radiologi berpendapat bahwa lesi tersebut menghilang, pengukuran

harus dicatat sebagai 0 mm. Jika lesi diyakini masih ada dan samar-samar terlihat tapi

terlalu kecil untuk diukur, lesi dinyatakan dalam nilai default 5mm. Nilai default ini

berasal dari ketebalan CT slice 5mm.

Pada lesi yang terbelah atau menyatu ketika pengobatan, terdapat cara

pengukuran yang berbeda. Ketika terdapat 'fragmen' lesi non -nodal, diameter

terpanjang dari bagian terfragmentasi harus dijumlahkan bersama-sama untuk

menghitung jumlah lesi target. Demikian juga dengan lesi yang menyatu,bidang

antara dua lesi tersebut dapat dipertahankan yang akan membantu dalam memperoleh

pengukuran diameter maksimal masing-masing lesi. Jika lesi telah benar-benar

bersatu sehingga mereka tidak bisa dipisahkan, vektor dari diameter terpanjang dalam

hal ini harus menjadi diameter terpanjang maksimal.

Pada beberapa lesi non-target tidak perlu dilakukan pengukuran, meskipun

sebenarnya lesi tersebut dapat diukur. Penilaian dapat dilakukan secara kualitatif pada

titik-titik waktu yang ditentukan dalam protokol. Berikut ini merupakan kategori

evaluasi lesi non target:

1. Complete Response (CR): Penghilangan semua lesi non-target dan normalisasi

tingkat penanda tumor. Semua limfonodus harus menjadi non-patologis dalam

ukuran (<10mm sumbu pendek).

2. Non-CR/Non-PD: Persistensi dari satu atau lebih non-lesi target dan / atau tetap

adanya tingkat penanda tumor yang di atas batas normal.

3. Progressive Disease (PD): Progresi tegas dari lesi non-target yang ada. (Catatan:

munculnya satu atau lebih lesi baru juga dianggap sebagai progresi).

Konsep progresi penyakit non-target membutuhkan tambahan penjelasan

sebagai berikut:

Ketika pasien juga memiliki penyakit terukur. Dalam kondisi ini, untuk mencapai

‘progresi yang tegas' pada lesi non-target, harus ada perburukan tingkat keseluruhan

substansial pada lesi non-target, bahkan walaupun dalam kondisi SD atau PR. Sebuah

peningkatan sederhana pada satu atau lebih lesi non-target tidak cukup untuk menilai

lesi menjadi status progresi yang tegas.

Pasien mungkin dapat hanya memiliki lesi tak terukur. Keadaan ini muncul

pada beberapa trial fase III. Jka semua lesi benar-benar merupakan lesi yang tak

terukur, perburukan lesi non target sulit diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu,

dapat dilakukan pengamatan progresi yang tegas dengan membandingkan perubahan

pembesaran lesi tak terukur yang akan dinyatakan sebagai PD pada lesi terukur.

Gambar 3. Contoh progresi yang tegas pada lesi non-target di hepar

Gambar 4. Contoh progresi yang tegas pada lesi non-target pada nodus

1. Evaluasi respon secara keseluruhan terbaik

Respon keseluruhan yang terbaik adalah respon terbaik direkam dari awal studi

pengobatan sampai akhir pengobatan mempertimbangkan persyaratan untuk

konfirmasi. Kadang-kadang tanggapan mungkin tidak didokumentasikan sampai

setelah akhir terapi sehingga protokol harus jelas apakah pasca perawatan penilaian

yang harus dipertimbangkan dalam penentuan respon secara keseluruhan yang terbaik.

Protokol harus menentukan bagaimana setiap terapi baru yang diperkenalkan sebelum

progresi akan mempengaruhi penunjukan respon terbaik.

Respon keseluruhan terbaik pasien akan tergantung pada temuan target maupun

penyakit non-target dan juga akan mempertimbangkan penampilan baru lesi.

Selanjutnya, tergantung pada sifat penelitian dan persyaratan protokol, juga mungkin

memerlukan konfirmasi pengukuran. Secara khusus, dalam percobaan non-acak di

mana respon adalah titik akhir primer, konfirmasi PR atau CR diperlukan untuk

menganggap salah satu 'respon secara keseluruhan terbaik'. Hal ini dijelaskan lebih

lanjut di bawah ini.

2. Respon titik waktu

Hal ini diasumsikan bahwa pada setiap protokol titik waktu tertentu, tanggapan

penilaian terjadi. Tabel 1 memberikan ringkasan perhitungan Status respons

keseluruhan pada setiap titik waktu bagi pasien yang memiliki penyakit terukur pada

baseline. Ketika pasien hanya memiliki lesi tak terukur (oleh karena itu non-target),

tabel 2 yang akan digunakan.

3. Penilaian missing (kehilangan) dan penunjukan inevaluabel

Bila tidak ada pencitraan / pengukuran dilakukan sama sekali pada titik waktu

tertentu, pasien tidak dievaluasi (NE) pada titik waktu. Jika hanya sebagian dari

pengukuran lesi yang dibuat pada penilaian, biasanya terjadi juga dianggap NE pada

saat titik waktu itu, kecuali argumen yang meyakinkan dapat dibuat bahwa kontribusi

dari hilangnya lesi tidak akan mengubah respon titik waktu. Ini akan menjadi paling

mungkin terjadi dalam kasus PD. Misalnya, jika seorang pasien memiliki jumlah

baseline 50 mm dengan tiga lesi diukur dan di follow-up hanya dua lesi dinilai, tetapi

lesi tersebut menghasilkan jumlah 80 mm, pasien akan mencapai status PD, terlepas

dari kontribusi lesi yang hilang.

4. Respon keseluruhan terbaik: semua titik waktu

Respon terbaik secara keseluruhan ditentukan setelah semua data pasien yang

diketahui. Penentuan respon terbaik pada percobaan di mana konfirmasi lengkap atau

respon parsial TIDAK diperlukan: respon terbaik dalam percobaan didefinisikan

sebagai respon terbaik di semua titik waktu (Misalnya, seorang pasien yang memiliki

SD di penilaian pertama, PR di penilaian kedua, dan PD pada penilaian terakhir

memiliki respon secara keseluruhan terbaik PR). Ketika SD diyakini respon terbaik,

juga harus memenuhi protokol tertentu waktu minimum dari baseline. Jika waktu

minimum tidak terpenuhi ketika SD, respon terbaik pasien tergantung pada penilaian

berikutnya. Sebagai contoh, seorang pasien yang memiliki SD di penilaian pertama,

PD pada kedua dan tidak memenuhi durasi minimum untuk SD, akan memiliki respon

terbaik PD. Hilangnya pasien yang sama untuk di-follow up setelah penilaian pertama

SD akan dianggap inevaluabel.

Penentuan respon terbaik pada percobaan di mana konfirmasi lengkap atau

respon parsial diperlukan: respon lengkap (CR) atau sebagian (PR) dapat diklaim

hanya jika memenuhi kriteria untuk masing-masing yang bertemu di sebuah titik

waktu berikutnya sebagaimana ditentukan dalam protokol (umumnya 4 minggu

kemudian). Dalam hal ini, respon secara keseluruhan terbaik dapat diartikan seperti

dalam tabel 3.

5. Frekuensi reevaluasi tumor

Frekuensi reevaluasi tumor saat pengobatan harus menggunakan protokol

khusus dan disesuaikan dengan jenis dan jadwal pengobatan. Namun, dalam konteks

studi fase II di mana efek menguntungkan dari terapi tidak diketahui, tindak lanjut

setiap 6-8 minggu (bertepatan dengan akhir siklus) adalah wajar. Interval waktu yang

lebih kecil atau lebih besar dari ini bisa dibenarkan dalam rejimen atau keadaan

tertentu. Protokol harus menentukan sisi organ mana yang dievaluasi pada baseline

(biasanya mereka yang paling mungkin untuk terlibat dengan penyakit metastasis

untuk jenis tumor yang diteliti) dan seberapa sering evaluasi yang berulang. Biasanya,

semua sisi target dan non-target dievaluasi pada setiap penilaian. Dalam keadaan

terpilih organ non-target tertentu dapat dievaluasi lebih jarang. Sebagai contoh, scan

tulang mungkin perlu diulang hanya ketika respon lengkap diidentifikasi pada

penyakit target atau ketika diduga terdapat progresi dalam tulang.

Setelah akhir pengobatan, kebutuhan untuk evaluasi tumor berulang tergantung

pada apakah trial memiliki tujuan tingkat respon atau waktu untuk sebuah peristiwa

(perkembangan / kematian). Jika 'waktu untuk peristiwa’ (misalnya waktu untuk

progresi, kelangsungan hidup bebas penyakit, kelangsungan hidup bebas progresi)

adalah titik akhir utama penelitian, kemudian dijadwalkan evaluasi ulang rutin dari

protokol tertentu dari penyakit, hal tersebut dibenarkandibenarkan. Dalam percobaan

acak komparatif, penilaian dijadwalkan harus dilakukan seperti yang diidentifikasi

pada jadwal kalender (Misalnya: setiap 6-8 minggu pengobatan atau setiap 3-4 bulan

setelah pengobatan) dan tidak akan terpengaruh oleh keterlambatan dalam terapi, libur

obat atau peristiwa lain yang mungkin menyebabkan ketidakseimbangan dalam

kelompok pengobatan dalam penilaian waktu penyakit.

6. Konfirmasi pengukuran/durasi respon

a. Konfirmasi

Dalam uji coba non-acak di mana respon adalah titik akhir primer, konfirmasi PR

dan CR diperlukan untuk memastikan tanggapan yang diidentifikasi bukanlah

hasil dari kesalahan pengukuran. Hal ini juga akan memungkinkan interpretasi

yang sesuai hasil konteks data historis di mana respon secara tradisional

diperlukan konfirmasi dalam percobaan tersebut. Namun, dalam semua keadaan

lain, yaitu dalam uji acak (fase II atau III) atau studi di mana penyakit stabil atau

progresif adalah titik akhir primer, konfirmasi respon tidak diperlukan karena hal

tersebut tidak akan menambah nilai terhadap hasil interpretasi trial.

Bagaimanapun, penghapusan kebutuhan untuk konfirmasi respon dapat

meningkatkan pentingnya review sentral untuk melindungi terhadap bias,

khususnya dalam studi yang tidak blinded. Dalam kasus SD, pengukuran harus

telah memenuhi kriteria SD setidaknya sekali setelah entri studi pada interval

minimal (pada umumnya tidak kurang dari 6-8 minggu) yang didefinisikan dalam

protokol penelitian.

b. Durasi respon keseluruhan

Durasi respon keseluruhan diukur dari waktu kriteria pengukuran pada

pertemuan pertama untuk CR / PR (mana yang lebih dahulu dicatat) sampai

dengan tanggal pertama bahwa penyakit berulang atau progresif

didokumentasikan secara obyektif (sebagai referensi untuk penyakit progresif

yakni pengukuran terkecil dicatat pada studi). Durasi respon lengkap keseluruhan

diukur dari waktu kriteria pengukuran pertemuan pertama kali untuk CR sampai

hari pertama penyakit berulang secara obyektif didokumentasikan.

c. Durasi penyakit stabil

Penyakit yang stabil diukur dari awal perawatan sampai kriteria untuk

progesifitas penyakit ditemukan. Relevansi klinis dari durasi penyakit yang stabil

bervariasi untuk tipe tumor dan grade yang berbeda. Oleh karena itu sangat

direkomendasikan bahwa protokol yang spesifik memerlukan interval waktu yang

minimal antara dua pengukuran untuk penyakit yang stabil.

7. Pelaporan hasil

Semua pasien yang termasuk dalam studi harus dinilai responnya terhadap

terapi, bahkan bila penelitian tersebut menyimpang dari protokol major atau bila

penelitian tersebut tidak memenuhi syarat. Tiap pasien akan dinilai dari beberapa

kategori berikut ini:

a. Complete Response

b. Partial Response

c. Stable Disease

d. Progressive Disease

e. Kematian awal dari penyakit keganasan

f. Kematian awal dari toksisitas

g. Kematian awal karena sebab yang lain

h. Tidak diketahui (tidak dapat diperiksa, data tidak mencukupi)

Semua pasien yang masuk kriteria seharusnya disertakan pada analisi utama dari

tingkat respon. Pasien pada kategori respon 4-8 seharusnya dipertimbangkan sebagai

kegagalan respon terapi. Oleh karena itu, jadwal terapi yang tidak benar atau

administrasi obat tidak menyebabkan eksklusi dari analisis tingkat respon. Semua

kesimpulan harus berdasarkan pada semua pasien yang memenuhi syarat.

KESIMPULAN

1. RECIST adalah sebuah peraturan yang dipublikasi untuk mendefinisikan

perbaikan (respon), stabil dan progresifitas kanker selama pengobatan.

2. Kategori dibagi menjadi measurable dan non measurable, dengan beberapa lesi

yang khas.

3. Metode pencitraan yang sering digunakan adalah CT scan dan X-ray Thoraks.

4. Evaluasi tumor untuk menilai respons objektif atau progres selanjutnya, perlu

diperkirakan beban tumor secara keseluruhan pada baseline dan menggunakannya

sebagai pembanding untuk pengukuran berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Therasse, P. et al. 2000. New Guidelines to Evaluate the Response to Treatment in

Solid Tumor. Journal of the National Cancer Institute, Vol. 92, No. 3.

Buyse M, Thirion P, Carlson RW, et al. 2000. Relation Between Tumor Response to

First-Line Chemotherapy and Survival in Advanced Colorectal Cancer: a Meta-

analysis. Meta-analysis group in Cancer. Lancet ;356:373–8.

Eisenhauer, E.A, et al. 2009. New Response Evaluation Criteria in Solid Tumors:

Revised RECIST Guideline (version 1.1). European Journal of Cancer 45. 228-

247.

El-Maraghi RH, Eisenhauer EA. 2008. Review of Phase II Trial Designs Used in

Studies of Molecular Targeted Agents: Outcomes and Predictors of Success in

Phase III. J Clin Oncol;10:1346–54.

Goffin J, Baral S, Tu D, et al. 2005. Objective Responses in Patients with Malignant

Melanoma or Renal Cell Cancer in Early Clinical Studies Do not Predict

Regulatory Approval. Clin Cancer Res;15:5928–34.