28
Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta Natal 2013_indesign5 FINAL Small

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Warta Natal 2013_indesign5 FINAL Small

Citation preview

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013 2

Cover by : ONO

WARTA St. THOMAS EDISI KHUSUS NATAL 2013

Penanggung jawabKomsos Paroki St. Thomas, Kelapa Dua

Pemimpin redaksi Antonius P. Sukaton

Design / layoutYudistiro, Amadea

IklanDiah Perwitasari, Agnes Paulus Aang,

Fransisca Hadi Mulyanto

Distribusi Leonardus Budi & Tim Wilayah VI

DAFTAR ISI

3Bekerja Adalah Berjuang

Antonius P. Sukaton

5Sang Raja DAmai datang

Untuk Mengasihi KitaRD. Robertus Eeng Gunawan

10Bekerja! Bekerja! BEkerja!

Liest Pranowo

16Nyalon

Adrianus Meliala

22Iman: Anugerah Tuhan

Petrus JS

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 20133

Dalam sebuah perjalanan menuju ke kantor saya melihat seorang wanita tua, bertubuh

gemuk, dengan senyum jenaka di sela-sela pipinya yang bulat, duduk sambil menggelar nasi bungkus dagangannya.

Masih sibuk mengatur dagangannya, sudah banyak berdatangan calon pembeli nasi bungkusnya. Rupa-nya mereka sudah menunggu ibu penjual nasi bung-kus itu. Terlihat diantara mereka pekerja bangunan dan kuli angkut yang sudah menunggu sejak tadi datang menyerbu dan berkerumun di sekitarnya, membuatnya sibuk melayani.

Bagi mereka menu dan rasa bukan soal, yang ter-penting adalah harganya yang luar biasa murah. Hampir mustahil ada orang yang bisa berdagang dengan harga sedemikian rendah.

Dengan rasa penasaran saya bertanya, “Ibu menjual nasi bungkus ini harganya kok murah sekali? Lalu apa untungnya?”

Wanita itu terkekeh menjawab, ”Bisa numpang ma-kan dan beli sedikit sabun” demikian sederhana ia menjawab. Tapi bukankah ia bisa menaikan harga sedikit?

Sekali lagi ia terkekeh, “Lalu bagaimana kuli-kuli itu bisa beli? Siapa yang mau menyediakan sarapan buat mereka?”, katanya sambil menunjukkan para lelaki yang kini berlompatan ke atas truk pengantar mereka ke tempat kerja.

Ah… ! Betapa mulianya, bila sebongkah misi hidup dipadukan dalam sebuah kerja.

Orang-orang yang memahami benar kehadiran kar-yanya, sebagaimana wanita tua diatas, ”Yang beker-ja demi setitik kesejahteraan hidup manusia adalah tiang penyangga yang menahan langit agar tidak runtuh”

Merekalah beludru halus yang membuat jalan hidup yang tampak keras berbatu ini menjadi lembut bah-kan mengobati luka.

Dikaitkan dengan AAP 2013:” Kedatangan Kristus menguatkan semangat bekerja”, sebagai umat Allah yang hidup dengan penuh karuniaNya dan diharap-kan banyak berperan bagi sesama, maka sudah se-layaknya kita berbuat seperti ibu penjual nasi bung-kus tadi.

Bukankah sudah menjadi tugas kita, menghadir-kan secercah kesejahteraan bagi sesama? Mengha-dirkan Kerajaan Allah bagi sesama dengan perilaku kita?

Perlu perjuangan berat untuk bisa sampai pada tahap seperti Ibu penjual nasi tadi. Karena ketu-lusan melayani sudah menjadi semangatnya dalam berkarya. Dalam 2 Korintus 10:4 Santo Pau-lus mengingatkan kita bahwa kita sebagai umat-Nya sudah diperlengkapi dengan kuasa Allah yang sanggup meruntuhkan benteng-benteng.

Antonius P. SukatonKetua Panitia Natal 2013

BEKERJA ADALAH BERJUANG

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013 4

Maka sejatinya sebagai umat Allah yang berkarya, berkaryalah agar karya kita bisa membawa kebaikan bagi sesama. Itu perjuangan yang harus kita tem-puh. Bila perjuangan itu tidak menghasilkan maka janganlah berhenti. Karena berhenti adalah keka-lahan sejati yang tidak terlihat. Bila perjuangan itu harus kalah maka janganlah bersedih. Karena sikap menerima dengan hati terbuka adalah kemenangan sejati yang tak terukur.

Bila perjuangan itu belum menunjukan keberha-silan maka jangan berhenti berharap. Karena hara-pan adalah bahan bakar untuk tetap berada pada koridor perjuangan. Bila perjuangan itu terhenti maka wariskanlah semangat berjuang pada penerus kita. Karena generasi penerus adalah laskar pemba-wa tongkat estafet selanjutnya. Semoga perjuangan ini tidak berakhir sampai disini.

Ad Maiorem Dei Gloriam.

Penasehat : RD. Robertus Eeng GunawanPenanggungJawab : DPP Harian Paroki St.ThomasKetua : Antonius Pramono SukatonWakil ketua I : Andreas Tri Sujatmiko Wakil Ketua II : Leonardus BudiSekretaris : 1. Andreas Tri Sujatmiko Bendahara : 1. Agnes Paulus Aang 3. Johannes DjintongSeksi Liturgi : 1. Antonius Cahyono 2. Fransiskus Leba Wezo, Dibantu Misdinar, ProdiakonSeksiPewartaan : 1. Petrus JS 2. Suwardiyono 3. Mozes SupranggonoSeksi Perayaan : 1. Dyah Perwitasari 2. Sugiharto 3. Atiek Widagdo Mahamboro 4. Veronica Dian Sukaton 5. Yustina Siagian Dibantu oleh Mudika Wilayah VISeksi Sosial &Kesehatan : 1. Yuli Robert Yansen 2. Endang Simatupang 3. Ibu Budi 4. MG.S. Hartono 5. Dr. Lily 6. Atiek Pieter Gero 7. Rini Sudarto

Bekerjasama dengan dokter-dokter di Paroki St.Thomas, PSE DPP dan Koordinator PSE Wilayah.

Seksi Perlengkapan, : 1. Hadi MulyantoAkomodasi+Dekorasi 2. Suwandi 3. Adhit Sudarto 4. Sugiharto 5. Tony Rusli

6. Christiana Endy Weking 7. Ibu Yohanes TangkilisanSeksi Konsumsi : 1. Fransisca Hadi Mulyanto 2. Ibu Deddy Lunanto 3. Linda Tanzil 4. Wawa Edi Susanto 5. Ibu Tony RusliSeksi Keamanan& Parkir : 1. FX. Supardi 2. Mudjiono 3. Robert Yansen 4. Aang Kurniawan 5. Markus 6. Budi 7. Widagdo Mahamboro 8. Yohanes Djintong 9. Tony Rusli 10. Indra Wijaya Dibantu oleh Mudika Wilayah VISeksiDokumentasi : 1. Susanto Suharli 2. Reza Gero 3. Widagdo Mahamboro Seksi Dana : 1. Dyah Perwitasari 2. Deddy Lunanto 3. Robby Loho 4. Yohanes Djintong 5. Aang Kurniawan 6. Pieter Gero 7. Fransisca Hadi Mulyanto 8. Indra Wijaya

SUSUNAN PANITIA ADVEN & NATAL 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Ketika kita berada dalam keadaan sedih, kita jelas membutuhkan kehadiran orang yang

dapat meghibur hati kita. Ketika sedang berduka cita karena seorang anggota keluarga meninggal, maka kehadiran sanak saudara, tetangga, dan sobat kena-lan, selalu berarti besar sekali karena membuat kita tabah, tidak putus asa dan dengan lapang dada me-nyerahkannya kepada Allah Pencipta. Ketika seorang suami merasa gagal atau tersandung masalah di tempatnya bekerja, maka dukungan istri dan anak-anak pasti membuatnya tabah dan bangkit sema-ngatnya. Begitu pula ketika seorang anak muda pa-tah hati, ia membutuhkan orang tua atau teman yang rela mengerti dan memberinya dukungan se-mangat. Ketika keluarga kita mengalami goncangan atau kesulitan, kita selalu bersyukur apabila ada ke-luarga sahabat yang datang memberikan peneguhan atau kekuatan. Ketika iman kita goncang, kita men-cari pastor atau suster yang dapat menemani kita dan memberikan pendampingan serta doa-doanya. Pengalaman-pengalaman seperti itu kiranya mau mengatakan bahwa kita selalu membutuhkan orang lain di samping kita, tinggal bersama kita, ha-dir dalam hati kita, tatkala kita berada berada dalam situasi problematik. Kehadiran orang lain menjadi sumber kekuatan, peneguhan, suka-cita, dan bah-kan cahaya yang menerangi hidup kita. Pengalaman-pengalaman seperti itu juga bisa membantu kita untuk merasakan makna seruan nabi Yesaya, “Bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama, hai reruntuhan Yeru-salem! Sebab Tuhan telah menghibur umat-Nya, telah menebus Yerusalem (Yes. 52:9).

Sang Raja Damai Datang Untuk Mengasihi Kita

Yesaya membayangkan situasi hidup manusia yang berdosa seperti reruntuhan Kota Yerusalem. Dosa memang menyebabkan makna hidup kita runtuh. Ketika berdosa, orientasi atau arah hidup kita sejati pun hilang. Dosa membuat hidup tak teratur, tanpa nilai atau makna. Dalam kondisi seperti itu seruan nabi Yesaya menggelegar, “Bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama... Sebab Tuhan telah meng-hibur umat-Nya!”. Bukan orang tua, teman atau sahabat yang datang menghibur atau memberikan kegembiraan, tetapi Tuhan sendirilah yang mendatangi kita! Dan itulah yang kita rayakan dengan penuh syukur pada Hari Natal ini. Selanjutnya, seperti kita dengar lewat penu-lis Surat Ibrani pun mau meyakinkan kita tentang hal sama. Katanya,” Setelah pada zaman dahulu Allah berulangkali dan dalam pelbagai cara berbicara ke-pada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya” (Ibr. 1:1-2). Perkataan ini menjelaskan kepada kita ten-tang cara Allah berkomunikasi kepada kita manusia. Berabad-abad lamanya Ia menyapa manusia de-ngan perantaraan para nabi. Tetapi kini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan anak-Nya sendiri, Yesus Kristus. Dengan itu kita hendak diyakinkan bahwa puncak komunikasi Allah dengan manusia berdosa tidak melalui sabda dari jauh atau keting-gian. Pada hari Raya Natal kita merayakan iman kita bahwa Allah berbicara kepada kita melalui anak-Nya

RD. Robertus Eeng Gunawan Pastor Paroki St. Thomas, Kelapa Dua

5

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

yang datang dan diam diantara kita, bahwa Allah menebus kita dari dekat, melalui hubungan per-sonal atau relasi cinta kasih kita masing-masing. Keyakinan yang sama itu pulalah yang menjadi inti pesan bacaan Injil pada hari ini. “ Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yoh. 1:1). ”Fir-man itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh.1:14). Bahwa Anak Allah, Yesus Kristus, adalah Allah yang menciptakan, dan kini Ia datang, dan tinggal di antara manusia dan menjadi saudara kita. Ia adalah cahaya yang memberi terang bagi hid-up kita. KehadiranNya yang penuh kasih karunia dan kebenaran memungkinkan kita manusia yang lemah dan berdosa untuk “menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yoh.1:16). Inilah makna Natal bagi kita, yaitu kanak-kanak Yesus, Allah mendatangi kita manusia, menunjuk jalan kepada kehidupan baru dalam Tuhan, dan atas cara itu Ia menyelamatkan kita dari dosa. Namun hendaklah kita tidak melupakan cara Allah mendatangi kita manusia. Perayaan Na-tal yang kita rayakan ini mengingatkan kita bah-wa Allah datang dan masuk dalam kehidupan kita melalui suatu keluarga di Nazareth, Maria dan Yusuf. Artinya secara primer tempat keha-diran Yesus di antara manusia ialah keluarga. Kita mengingat bagaimana Allah mempersiapkan Ma-ria dan Yusuf bagi kelahiran Yesus. Maria dipilih Allah untuk mengandung dan melahirkan Yesus. Ketika Maria agak ragu-ragu untuk menerima anugerah pilihan itu, ia diyakinkan oleh malaikat Tuhan bahwa “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Maha Tinggi akan menaungi eng-kau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”. (Luk. 1:35). Karena per-kataan itulah Maria percaya dan menyerahkan se-genap hidupnya kepada penyelenggaraan Tuhan. Maria berkata,”Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Demikian pula Yusuf pun mengalami kebim-bangan dalam hatinya untuk menerima Maria yang

mengandung Yesus. Tetapi sekali lagi Tuhan me-nguatkan hatinya,”Yusuf, anak Daud, janganlah eng-kau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang didalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat. 1:20). Dengan begitu Tuhan turut be-kerja mempersiapkan Maria dan Yusuf sebagai satu keluarga untuk kelahiran Yesus, Juruselamat umat manusia. Hari Raya Natal merupakan saat yang tepat bagi setiap keluarga untuk berkumpul, berdoa dan bersyukur kepada Tuhan atas segala yang telah di-kerjakan Tuhan. Bagi keluarga-keluarga yang retak hubungannya, inilah saat untuk menyatukan hati kembali, saling memaafkan dan mengampuni, dan membaharui semangat kekeluargaan. Inilah juga saatnya untuk anggota-anggota keluarga untuk sa-ling membagi sukacita dan kegembiraan, karena pada hari Natal ini Sang Raja Damai datang dan ting-gal di antara kita. Semoga pada hari yang mulia ini kita terbilang sebagai “Anak-anak Allah” karena kita telah menerima Yesus dan percaya bahwa Dialah Anak Allah yang tinggal di antara kita, dalam hati kita yang terdalam dan dalam keluarga kita masing-masing. Penginjil Yohanes sekali lagi berkata kepada kita “Semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu me-reka yang percaya dalam namaNya”. Selamat Hari Raya Natal, Tuhan memberkati kita !

6

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Pagi mulai bernapas di balik pintu rumah-rumah yang sibuk. Hampir seisi rumah bersiap me-

nyambut hari baru. Merapikan tempat tidur, mema-sak sarapan, mempersiapkan diri untuk ke kantor atau ke toko. Bahkan ada yang masih harus mem-persiapkan tugas di pagi-pagi buta. Hampir setiap pagi, napas hari dimulai deng-an berbagai kesibukan. Hampir dapat dipastikan sejak Senin hingga Jumat dan terkadang Sabtu, se-luruh anggota keluarga hiruk pikuk. Baik yang akan berangkat ke sekolah, ke tempat kerja atau yang ha-rus membereskan rumah tangga. Kerja sudah dimulai ketika mata terbuka setelah istirahat semalam. Pada beberapa orang yang sangat sibuk, bahkan, kerja terbawa mimpi dan tersentak ketika bangun pagi. Kerja merupakan sebuah aktifitas yang melekat dalam gerak hidup manusia. Dengan kata lain, manusia harus bekerja untuk tetap hidup.

Bekerja itu sebuah panggilan Sejak semula, manusia telah dipanggil oleh Allah untuk bekerja. Panggilan kerja Allah ini me-rupakan tugas untuk menaklukkan bumi. “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala bi-natang yang merayap di bumi” ( Kej. 1:28). Kerja merupakan salah satu ciri yang membedakan manu-sia dengan makhluk ciptaan lainnya. Hanya manusia yang mampu bekerja dan serta merta dengan ker-janya mengisi hidupnya di dunia ini.

Paus Paulus II melalui ajaran Sosial Gereja tentang makna kerja menyatakan, bahwa, kerja merupakan salah satu dimensi mendasar dalam hidup manusia di dunia. Dengan kerja manusia menguasai bumi, mengupayakannya dengan me-manfaatkan teknologi, kebudayaan dan peradaban yang senantiasa berkembang. Kedaulatan manusia dicapai dalam dan melalui kerja. Manusia adalah pelaku dan menjadi subyek kerja (Laborem Excer-cens #6&7). Dengan bekerja, manusia menjalankan pe-ran sebagai citra Allah yang dipanggil untuk mem-bangun kesejahteraan diri dan sesamanya. Dengan bekerja manusia memperoleh kedaulatan atas diri-nya. Keberadaan manusia ditandai dengan bekerja.

Manfaat bekerja Bekerja jangan hanya dibatasi dengan sebuah kegiatan mencari nafkah. Bekerja merupakan sebuah aktifitas manusia, baik berupa kerja tangan maupun kerja pikir. Masing-masing orang dengan kekhasan-nya masing-masing hendaknya terlibat dalam kerja sebagai pertanggungjawaban sekaligus ungkapan syukur atas berkat Allah. Hanya orang yang mau bekerja yang memperoleh manfaat. Manfaat itupun tidaklah selalu berupa manfaat finansial (upah, gaji) namun dapat juga berupa manfaat batin (kegembi-raan, rasa syukur). Melalui kerja manusia memperoleh ‘status’ dimasyarakat. Dalam masyarakat, nilai seorang ma-nusia diukur dari apa yang dikerjakannya. Seberapa besar kontribusinya bagi kesejahteraan keluarga

Bekerja! Bekerja! Bekerja!

Liest PranowoLingk. St. Gregorius Agung

10

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

dan masyarakatnya. Manfaat yang didapat ketika seseorang bekerja bukan hanya manfaat finansial, namun juga manfaat psikologis, yakni rasa aman dan percaya diri. Dengan kata lain, pekerjaan yang bermartabat adalah pekerjaan yang memperjuang-kan karya baik Allah (bekerja jujur, profesional dan memiliki semangat kerja) dan memberikan manfaat finansial dan/atau psikologis.

Bekerja, arena belajar kehidupan Pada keluarga-keluarga dengan pola didik tradisional, sudah biasa terjadi ketika seorang anak membutuhkan uang untuk biaya pendidikan atau ke-giatan apapun diwajibkan mengerjakan tugas rumah tangga terlebih dahulu. Demikianpun anak sudah cu-kup memahami, ketika bermaksud meminta sesuatu kepada orangtuanya, dia akan mengerjakan tugas rumah tangga. Budaya ini selaras dengan pesan Ra-sul Paulus kepada umat di Tesalonika, bahwa “jikalau seseorang tidak mau bekerja janganlah ia makan!” (2 Tes.3:10). Peringatan keras ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak pernah mau memanfaatkan talentanya. Bermalas-malasan, tidak produktif, na-mun (biasanya) banyak protes, banyak menuntut. Bekerja merupakan sebuah arena belajar ke-hidupan. Dengan bekerja setiap orang akan berusa-ha bersikap terbuka terhadap hal-hal baru termasuk dengan orang-orang baru, melakukan inovasi, ber-jumpa dengan banyak orang, mempelajari dan me-review setiap proses kerja sebagai upaya untuk me-ningkatkan kualitas kerja. Dengan bekerja seseorang juga belajar bekerjasama, menghargai perbedaan, belajar disiplin, belajar bertenggang rasa, belajar sabar dan berkomitmen. Dengan bekerja juga belajar merancang hidup dan masa depan, mengelola waktu dan meningkatkan kapasitas diri sendiri. Maka, be-kerja (sekalipun itu kerja rumah tangga) merupakan sebuah arena yang sangat menarik. Dalam konteks nilai-nilai kristiani, bekerja merupakan kesempa-tan perjumpaan dengan Yesus Kristus yang adalah Sang Manusia Kerja. “Bapa-Kupun bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja pula (Yoh. 5:17).

Bekerja sebagai sarana menguatkan persekutuan Di asrama-asrama milik Gereja Katolik atau-pun seminari dikenal istilah opera, yang berarti karya atau kerja. Maksudnya adalah sebuah kegiatan kerja bersama seluruh asrama berupa kerja rumah tang-ga: menyapu, mengepel, membersihkan jendela, tempat tidur, dan sebagainya. Dalam keluargapun sering dilakukan pada suatu hari tertentu seluruh keluarga bergotong royong melakukan kerja rumah tangga. Demikianpun di komunitas atau masyarakat tingkat RT atau RW kita kenal kerja bakti atau gotong royong. Semua maknanya sama, sebuah upaya be-kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu: rumah atau asrama atau lingkungan yang bersih, sehat dan segar dan semuanya akan bergembira ketika selesai meskipun badan lelah. Opera atau kerja bakti janganlah hanya seke-dar dimaknai sebagai ajang bersih-bersih rumah bersama-sama, namun jadikanlah itu sebagai mo-men untuk menguatkan persaudaraan, meneguh-kan persekutuan. Masing-masing anggota meng-ambil peran sesuai dengan kapasitasnya. Ada yang terampil mengepel, menyapu, bersih-bersih jendela atau menyiapkan minuman dan makanan bagi yang bekerja. Bilamana semuanya dilakukan dengan ri-ang gembira maka akan menjadi pewartaan kabar baik Allah melalui kerja-kerja sederhana yang nam-paknya tidak terlalu penting itu.

11

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Tantangan untuk memiliki semangat ini sa-ngatlah banyak. Komitmen untuk jujur, profesional, disiplin, memiliki etos kerja tinggi dalam merupakan ciri-ciri kristiani dalam bekerja. Bukan semata-mata untuk mencapai target finansial tertentu, melainkan harus diletakkan dalam konteks pewartaan kabar baik Allah. Image bahwa orang katolik adalah pe-kerja keras, rajin, jujur dan memiliki etos kerja tinggi harus terus dibangun dan diperbarui karena inilah bentuk pewartaan yang sesungguhnya ditengah-tengah dunia yang serba koruptif ini.

Ayo bekerja!. Jadikan kedatangan Kristus sebagai pengobar semangat kerja.

Selamat Natal 2013 danTahun Baru 2014.

Setiap orang yang terlibat tidak akan mempersoal-kan kelelahannya karena bersama-sama mengalami rasa lelah yang sama. Dalam kebersamaan semua-nya dapat diringankan.

Bekerja itu pewartaan kabar baik Allah. Hasil kerja manusia hendaknya memampu-kan manusia untuk mengembangkan harga dirinya sebagai Citra Allah. Kecitraan ini hendaknya nampak dalam setiap karya yang kita lakukan tiap hari ka-rena apa yang kita lakukan menunjukkan bahwa Tu-han sendiri yang bekerja dalam diri kita. Kerja dalam bentuk apapun (bdk. LE art. 26) harus dimengerti sebagai keikutsertaan pribadi Yesus Kristus, manusia pekerja. “Apa pun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia….” (lih. Kol. 3:23-24/LE. 26).

12

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

NYALONAdrianus Meliala

Secara populer (mengingat penulis bukan ahli bahasa), maka kata ‘nyalon bisa bermakna dua.

Pertama, menjadi calon. Katakanlah, menjadi calon legislatif atau calon gubernur. Kedua, pergi ke sa-lon untuk dirias. Namun, untuk konteks tulisan ini, makna pertama yang kita angkat. Sejak tahun 2000, yakni ketika era Reformasi dimulai dan demokrasi berjalan lebih baik di negeri ini, maka salah satu fenomena yang nyata terlihat adalah meningkatnya, lebih tepatnya melonjaknya, animo masyarakat untuk mencalonkan diri. Posisi atau jaba-tan yang menjadi sasaran bisa macam-macam: mulai dari jabatan presiden, gubernur, bupati, walikota atau legislatif. Bahkan ada juga yang berminat nyalon menjadi kepala desa. Memang, apabila sebelumnya jabatan-jabatan itu tertutup, dalam arti sepenuhnya diisi oleh orang-orang hasil penunjukan atau yang di-tunjuk Soeharto selaku presiden ketika itu, kini tidak lagi demikian. Proses pengisian jabatan pu-blik menjadi terbuka lebar, dapat diisi oleh siapa saja yang, asumsinya, memenuhi syarat. Ada yang persyaratannya ketat, ada pula yang longgar. Ter-masuk yang lumayan longgar adalah persyaratan menjadi calon legislatif, mengingat yang terpen-ting adalah kedekatan dengan ketua umum partai. Maka, tiba-tiba saja seorang tukang becak atau preman, misalnya, menjadi anggota DPRD. Atau, ka-rena memiliki banyak uang, maka seorang pengusaha yang sebelumnya tak tahu politik, tiba-tiba berseragam safari dan kemana-mana memakai lencana.

Terlepas dari itu, muncul pula kebutuhan terkait representasi atau keterwakilan. Semua pihak berlom-ba agar ada satu atau lebih orang yang mewakili ke-lompok mereka menduduki jabatan mulai dari men-teri, deputi, anggota-anggota komisi hingga anggota DPR atau DPD. Selain hal itu membanggakan, aspek keterwakilan juga mengisyaratkan akses agar aspirasi kelompok tertentu lebih didengar dibanding yang lain. Pertama-tama, konteks keterwakilan bisa diupayakan ditembus melalui jalur penunjukan (ap-pointment atau appointee), misalnya untuk jabatan staf ahli. Selanjutnya, bisa diusahakan agar ada yang masuk melalui jalur fit and proper test (seleksi atau selection), misalnya untuk mengisi jabatan publik di berbagai komisi negara. Ada lagi kesempatan lain, yakni melalui jalur pemilihan (eleksi atau election). Inilah jalur bagi mereka yang berminat menjadi calon legislatif, calon kepala daerah dan sebagainya.

Orang Katolik Bagaimana dengan orang Katolik? Telah cukup banyak tersedia ajaran gereja yang mendukung peli-batan orang Katolik di berbagai jabatan publik. Salah satu yang terkenal adalah ungkapan Mgr. Soegijapranata yang menegaskan bahwa tidak sebaiknya nasib kita ditentukan oleh orang lain. Ki-talah yang mesti mengurusi diri kita sendiri. Namun demikian, hal tersebut seringkali tidak terjadi atau terjadi secara minimal mengingat adanya kecenderungan orang Katolik untuk tidak mau atau tidak berani menempuh kehidupan yang penuh tantangan itu. Ketidakmauan atau ketidak-

16

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

beranian itu kemudian dijustifikasi dengan kilah sebagai berikut: “Orang bersalib pasti dikalahkan”. Muncul juga kilah lain yang melemahkan moral se-bagai berikut: “Untuk apa bersaing, hasilnya sudah ketahuan kok!” dan sebagainya. Ada juga penjelasan yang agak biblis, dimana fenomena nyalon dianggap sebagai bertentangan dengan ajaran Kristus tentang kerendah-hatian. Kegiatan nyalon dianalogikan sebagai perilaku me-nyombongkan diri yang tidak seyogyanya dilakukan oleh siapapun yang rendah hati. Sementara itu, dipihak lain, orang Katolik banyak dikenal sebagai orang yang taat (baik ter-hadap pimpinan, terhadap aturan ataupun terha-dap komitmen bersama). Orang Katolik juga dikenal luas sebagai orang yang jujur (khususnya dalam hal keuangan). Sehingga, apabila kita fight untuk posi-si-posisi tersebut, kans untuk memperolehnya se- benarnya selalu terbuka. Ada sejarahnya ketika orang Katolik merasa terdiskriminasi terkait pengisian jabatan-jabatan publik. Kemungkinan, memang ada situasi ketika pejabat publik tertentu dipilih lebih karena faktor-faktor primordial yang tidak menguntungkan orang Katolik. Kalaupun ada orang Katolik menjadi pejabat tertentu, misalnya, sebetulnya bukan kekatolikannya yang membawanya menjadi pejabat tersebut, tetapi hal-hal lain. Bahkan, ada pula yang mensinyalir, saat suatu jabatan diserahkan kepada orang Katolik, sebetulnya yang bersangkutan tengah dieksploitir untuk tujuan-tujuan tertentu. Inilah yang menimbulkan kecenderungan umat Katolik menjadi seolah-olah anti-negara. Men-jadi pegawai negeri, ...emoh. Menjadi anggota TNI atau Polri, ...emoh. Menjadi politisi, apalagi. Seo-lah-olah, di semua posisi itu, yang ada hanya dosa. Tetapi, untuk bekerja di swasta, sebagian besar umat lalu mengangguk-angguk. Masalahnya, sesuai hakekatnya, yang menentukan nasib bangsa dan negara ini ke depan, adalah mereka yang menjadi birokrat, aparat serta politisi. Bukan pedagang atau pengusaha.

Ada kemungkinan, hal yang terjadi di masa lalu itu terus terjadi hingga kini. Bahkan, di mata sebagian umat, bukannya membaik, malah tambah parah mengingat menguatnya kecenderungan pe-nganut agama tertentu untuk membawa ajaran aga-ma hingga ke ranah kebijakan publik. Tetapi, menjauh dari jabatan publik, bagi orang Katolik, juga sesuatu yang negatif. Sudah ba-nyak cerita pula di mana kepentingan Katolik terpinggirkan sama sekali gara-gara tidak ada pihak yang memperjuangkannya. Padahal, ketika resour-ces atau sumber daya (dalam artian umum) makin terbatas, sementara pihak yang membutuhkannya makin banyak, maka perlu cara-cara stratejik un-tuk memperolehnya. Salah satunya adalah dengan menempatkan orang-orang ‘kita’ di berbagai posisi vital. Tentunya, semua itu dimulai melalui kegiatan nyalon tersebut. Oleh karena itu, jangan alergi untuk nyalon. Karena, hanya dengan itulah, banyak posisi penting dapat diraih tanpa kita harus berkarier puluhan ta-hun. Tentu saja, dalam rangka nyalon tersebut, dibu-tuhkan rekam-jejak yang panjang dan relevan de-ngan posisi yang hendak dikejar. Selain panjang dan relevan, pastikan pula re-kam-jejak kita berisi profil kehidupan yang menun-jukkan pemiliknya seorang Katolik yang sejati. Dikatakan demikian, karena rekam-jejak itu mende-monstrasikan berbagai fase kehidupan yang dilalui dengan integritas yang tinggi dari pemiliknya. Jika sudah demikian, silahkan nyalon. Tidak ada orang yang akan mengatakan bahwa kita tak tahu malu atau tak tahu diri, mengingat kita pantas untuk posisi tersebut.

17

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

IMAN : ANUGERAH TUHAN“Iman menjadi dasar dan kekuatan umat beriman

untuk tetap giat bekerja sebagai perwujudan tanggapan atas panggilan Allah di dunia ini”

Petrus JS.

Dalam sebuah keluarga katolik menjelang Hari raya Natal, yang menjadi rutin dilakukan di

tengah keluarga itu adalah membuat kandang natal dan memasang pohon natal sebagai tambahannya, kebersamaan dan kerjasama di tengah keluarga itu dalam proses pembuatannya. Bahwa masing-masing anggota keluarga punya peran masing-masing, dari ayah, ibu dan anak-anaknya. Tentu ini suatu cara yang sederhana dan efektif dalam mewariskan iman dimulai dan diawali dalam keluarga. Juga bersama keluarga pula diajak untuk beribadah bersama, doa keluarga dan lain sebagainya. Bukan sibuk dengan berbagai persiapan yang sifatnya lahiriah semata. Apakah sebatas pernak pernik seputar Natal yang dipersiapkan oleh keluarga katolik? Tentunya tidak bukan? Ada nilai solidaritas dan empati yang menja-di nilai dasar umat katolik setiap merayakan Natal. “Rasanya juga baru kemarin kita merayakan Natal, padahal sudah satu tahun kita menjalani-nya....Hari ini rasanya kita bertanya kepada diri kita masing-masing, bagaimana rasanya menjadi orang katolik?” Apa yang sudah aku sumbangsihkan untuk Gereja selama satu tahun ini? Bagaimana kepedu-lian kita akan gerak langkah akan kehidupan meng-gereja kita? Dari tingkatan lingkungan, wilayah dan paroki? Maka dari itu dalam dinamika umat berpar-tisipasi nampak dalam berbagai keterlibatannya, kebersamaan dalam keluarga, lingkungan dan ber-bagai kegiatan umat di paroki secara umum. Kewajiban kita sebagai umat beriman bera-sal dari keadaan hidup kita, sejak kita dipermandikan,

berkat kemurahan Tuhan, kita merasa senang dan tenang, merasa selamat bahagia, sejahtera dan sen-tosa dalam iman kita, maka dengan sendirinya kita merasa terdorong untuk berdoa, berkorban dan berusaha supaya sesama kita pun ambil bagian da-lam kesejahteraan dan kebahagiaan yang kita alami dalam jiwa kita dari anugerah Tuhan yang berupa iman dan kepercayaan itu. Bapa Suci Paus Fransiskus memberikan pe-sannya agar kita menyadari bahwa iman adalah anugerah Tuhan, yang harus dibagikan kepada sesa-ma. Itulah yang dapat menjadi bahan refleksi bagi kita, bahwa kita diutus untuk berbagi cinta Kristus Tuhan, dalam kehidupan sehari-hari. Semangat ini juga menjadi milik dan tanggung jawab kita, Gereja pada masa sekarang. Apa pun profesi dan pekerjaan kita: petani, nelayan, pejabat, seniman, penguaha, pedagang, ibu rumah tangga, pegawai swasta, bu-ruh, guru, mahasiswa, dan lain sebagainya. Semua profesi dan pekerjaan menjadi sarana mewartakan Kabar Gembira, karena “Setiap orang dipanggil un-tuk berpartisipasi sesuai dengan situasi status hidup mereka. Tak ada orang beriman, tak ada lembaga Gereja yang dapat menghindari tugas mulia ini.” (RM 3). Perintah Yesus ini tetap relevan sampai kini : “Kau juga, pergilah ke kebun anggur” (Mat. 20:7). Tugas utama kita kaum awam baik pria mau-pun wanita, yakni memberi kesaksian akan Kristus, kita wajib bersaksi dalam kehidupan di keluarga, di lingkungan sosial, di lingkungan profesi kerja. Sebab pada diri kita harus nampak manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah dalam kebe-

22

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

samaan dengan itu di sisi lain adanya keprihatinan, sebagai contoh kongkrit, undangan pertemuan atau rapat dengan agenda penting untuk memikirkan umat paroki, tingkat kepedulian dan kehadiran se-bagai wujud tanggapan itu sangat minim. Bagaimanapun juga adanya kemajuan teknologi in-formasi sebagai sarana mudah dan canggih, tetaplah perjumpaan menjadi sangat penting sebagai wujud dari kedekatan relasi dan empati. Memaknai setiap tugas dan panggilan dalam bentuk pelayanan kepa-da umat, hendaknya juga disyukuri sebagai bentuk tanggapan atas panggilan dan perutusan dari Tu-han sendiri. Bolehkah kita bertanya, apa yang sebe-narnya sekarang sedang terjadi dengan kita? Paus Fransiskus mengingatkan kembali tentang ajaran rohani Santo Ignatius Loyola, yang dalam Latihan Rohaninya, meminta kepada Tuhan yang Tersalib “rahmat penghinaan”. Beliau tegaskan, inilah “kekuatan sejati dari pelayanan Gereja”. Ini adalah jalan Yesus yang sejati, kemajuan sejati dan bukan duniawi: “Jalan Tuhan adalah berada dalam pelayanan-Nya: sebagaimana Ia melaksanakan pelayanan-Nya, kita harus mengikuti-Nya, pada ja-lan pelayanan. Itulah kekuatan sesungguhnya dalam Gereja”. Tuhan memberi kita rahmat untuk mema-hami bahwa: kekuatan sesungguhnya dalam Gereja adalah pelayanan. Dan juga untuk memahami kaidah emas bahwa Ia mengajar kita melalui teladan-Nya: untuk orang kristiani, perkembangan, kemajuan, berarti menjadi rendah hati. Semoga kedatangan Kristus sungguh menjadi kekuatan dalam karya hi-dup kita sebagai umat kristiani, dan memampukan kita menjadi umat yang lebih baik. Sehingga keluar-ga-keluarga kristiani semakin beribadah dalam ke-bersamaan.

SELAMAT HARI NATAL DAN TAHUN BARU

naran dan kekudusan yang sejati (bdk. Ef 4:24). Seiring dengan tema AAP (Aksi Puasa Pem-bangunan) Keuskupan Bogor 2013, KEDATANGAN KRISTUS MENGUATKAN SEMANGAT KERJA, yang menjadi bahan perenungan di lingkungan-lingku-ngan sehingga profesi apapun yang dijalani umat katolik, semakin menyadarkan bahwa kita adalah bagian dari Gereja yang merasul di tengah-tengah kehidupan nyata. Menyadari hal ini keluarga-kelu-arga Katolik adalah keluarga yang mampu menjadi teladan dalam giat bekerja. Berkat sakramen bap-tis, Ekaristi dan Penguatan, suami-istri dan anak, tidak hanya dipersatukan dengan Kristus tetapi juga mengambil bagian dalam MARTABAT Kristus sebagai Nabi, Imam dan Raja. Ketiga martabat ini hendaknya dilaksanakan oleh keluarga katolik sebagai gereja rumah tangga untuk bekerja dengan disiplin dan jujur (Nabi), nilai-nilai kedisiplinan dan kejujuran yang menjadi nilai plus bagi orang katolik itu, kini identitas nilai kekhasan ini semakin luntur. Masihkah ada yang bisa kita banggakan? Pekerjaan yang dilakukan se-bagai persembahan apa yang dikerjakan itu untuk memuliakan Tuhan (Imam), dan bagaimana kita se-bagai orang katolik dalam melaksanakan pekerjaan kita dengan adil dan bijak (Raja). Dengan demikian umat beriman katolik yang meletakkan hidupnya atas dasar iman kepada Kristus, sudah pasti ia meng-hayati dan bekerja sebagai panggilan dan perutusan Tuhan. Untuk itu keluarga katolik yang giat bekerja berarti sanggup memanfaatkan, mengolah, meng-hasilkan dan menyediakan kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sebagai orang katolik yang beriman, sesungguhnya tidak bekerja sendi-rian, melainkan bekerja bersama Allah, dan senan-tiasa mendengarkan Allah melalui Sabda Allah yang hidup.

REALITAS KITA Dalam berbagai kesempatan dinamika umat diparoki di satu sisi sangat menggembirakan, ber-

23

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013

Warta St. Thomas Edisi Khusus Natal 2013