Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
17
URGENSI PEMBUKUAN TRANSAKSI DITINJAU DARI PERSPEKTIF
SYARIAH
Satria Darma1
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal
Email: [email protected]
Mukhlis2
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal
Email: [email protected]
Abstract
This research aims to analyze the importance of bookkeeping transactions
in syariah perspective. The method used was an exploratory study, descriptive
analysis in analyzing secondary data related to these issues. The results show that
it is important to do bookkeeping transaction is reviewed from the perspective of
Sharia because there is the principles of accountability, justice, and truth and
hasthe goal of truth, certainty, openness, and fairness between the two parties
who have a relationship muamalah.
Keywords: islamic accounting, transaction, accounting.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pentingnya pembukuan
transaksi dalam perspektif syariah. Dalam penelitian ini menggunakan metode
studi eksplorasi, bersifat deskriptif analisis dalam menganalisa data sekunder yang
berkaitan masalah-masalah tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa sangat penting
dilakukannya pembukuan transaksi ditinjau dari perspektif syariah karena di
dalamnya terkandung prinsip pertanggung jawaban, keadilan, dan kebenaran serta
memiliki tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua
pihak yang memiliki hubungan muamalah.
Kata Kunci: akuntansi syariah, transaksi, pembukuan.
1
Penulis merupakan Magister Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Program Studi Ekonomi Islam, Dosen Hukum Perbankan Syariah Pada Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri Mandailing Natal, dan Kepala Pusat Inkubator Bisnis STAIN Madina. 2
Penulis merupakan Lektor pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing
Natal, dan Kepala Pengawas Satuan Internal STAIN Madina.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
18
PENDAHULUAN
Umat islam dianjurkan untuk berperan aktif didalam melakukan bisnis
ataupun berniaga secara luas dan tentunya dengan memperhatikan etika-etika
dalam tuntunan syariah. Beberapa petunjuk di dalam syariah islam dapat dilihat di
dalam Al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah Saw., yang menstimulasi untuk berperan
aktif berniaga. Syariah islam menjelaskan bahwa berniaga adalah karunia dan
rahmat Allah Swt., Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur‟an Surat Al-Jumu‟ah
ayat 10:
Artinya: Apabila shalat telah ditunaikan, Maka bertebaranlah kamu di
bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
agar kamu beruntung.
Sayyid Quthb menjelaskan bahwa karunia Allah yang dimaksud dalam Al-
Qur‟an Surah Al-Jumua‟ah Ayat 10 tersebut adalah yang didapat setelah
menunaikan sholat jum‟at. Anjuran untuk bertebaran di muka bumi dalam
mencari karunia Allah dengan halal setelah selesai menunaikan yang bermanfaat
untuk akhirat (dengan sebelumnya beribadah melakukan perintah Allah yakni
sholat jum‟at). Hendaklah mengingat Allah sebanyak-banyaknya supaya terhindar
dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lain untuk kemaslahatan umat manusia.
Yakni di saat kamu melakukan transaksi jual beli dan saat menerima dan
memberi, banyak-banyaklah kamu mengingat Allah, dan janganlah kamu
disibukkan oleh urusan duniamu hingga kamu melupakan hal yang bermanfaat
bagimu di negeri akhirat nanti.3
Melakukan perniagaan diperlukan kerja cerdas, kepiawaian dan keahlian
yang baik untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses nantinya. Keahlian yang
tentunya wajib dimiliki seorang pengusaha adalah paham seperti apa mengelola
tata keuangan dengan baik dan benar, sebagaimana mampu dan mengerti menjaga
3 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 11, Terj. As‟ad Yasin, dkk, (Jakarta: Gema
Insani,2004), h. 275.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
19
cashlow dengan cara pencatatan dan pembukuan yang rapi serta mengerti
menggunakan dana kas usaha dengan tepat serta dapat mengendalikannya. Namun
banyak pengusaha khususnya mereka para pemula bahkan juga sudah lama
berdagang melupakan pentingnya keahlian dan kemampuan dalam mengelola
keuangan secara baik. Banyak pedangang maupun pengusaha selalu fokus dalam
meningkatkan omzet bagaimana usahanya dapat terus meningkat sehingga
terkadang lupa membuat laporan keungan serta pencatatannya agar rapi secara
financial. Tentunya tidak mengherankan jika ditemui seatu usaha dengan omzet
yang melejit akan tetapi pedagangnya ataupun pengusahanya tidak mengetahui
berapa keuntungan dan kerugian dari usahanya tersebut, atau terkadang dapat
dijumpai suatu usaha yang terlihat menguntungkan namun dalam catatan
keuangannya memiliki dana kas yang minus. Banyak kasus semacam ini terjadi
terutamanya lagi dapat dijumpai di kalangan pelaku UMKM yang terkadang tidak
mempunyai catatan keuangan bahkan keuangan sederhana sekalipun seperti
laporan keluar-masuknya kas dalam usahanya.
Di dalam syariah islam sangat dianjurkan bahkan diperintahkan untuk
mencatat transaksi keuangan dan ini oleh para ulama dianggap bukan sebagai
kewajiban namun hanya sebagai suatu anjuran. Karena memang kewajiban dalam
menulis ini dianggap sulit oleh sebagian kamu muslimin ketika perintah dalam
Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 282 ini turun, dikarenakan kaum muslimin pada
saat itu masih banyak yang tidak pandai membaca dan menulis. Namun walaupun
dalam kenyataannya masih langka dijumpai yang pandai tulis menulis pada masa
Rasulullah Saw, namun pencatatan hutang piutang ataupun transaksi sudah ada
sejak zaman tersebut dengan diperkuat lagi oleh anjuran di dalam Al-Qur‟an
sebagimana termaktub di Q.S Al-Baqarah ayat 282.
Ayat 282 dalam surat Al-Baqarah tersebut menerangkan mekanisme dalam
bermu‟amalah dan bagaimana prosesnya untuk menjadi pedoman dan tuntunan
dalam berniaga paling tidak di dalamnya terdapat fungsi pencatatan, terdiri dari
dasar serta manfaatnya, sebagaimana tuntunan tersebut terdapat dalam kaidah
syariah islam yang dipedomi. Sebagaimana dapat dilihat dalam literature sejarah
bahwa para pemimpin islam pada masa sahabat Nabi Muhammad Saw sangat
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
20
menaruh perhatian dalam tatanan pengelolaan keuangan tentunya dalam hal
pencatatan dan pembukuan transaksi tersebut. Sehingga di masa Khalifah Umar
pernah membentuk Diwan dimana terdapat 14 departemen dan 17 kelompok.
Masa itu istilah pencatatan/pembukuan dikenal dengan “Jaridah”, di dalam
bahasa inggris disebut “Journal”, dan di Venice dikenal sebutan “Zournal”.
Sedangkan dalam fungsi pencatatatan/pembukuan dinamakan dengan sebutan Al-
Amel, Mubashar, Al-Kateb, yaitu orang yang bertanggungjawab mencatat dan
melaporkan informasi keuangan dan non keuangan. Khusus untuk Petugasnya
dikenal dengan nama Muhasabah atau Muhtasib. 4
Pembukuan pada masa ini
berperan sebagai laporan untuk mengetahui perihal utang dan piutang serta
bagaimana mengetahui perputaran uang, sebagimana kas masuk dan kas keluar.
Serta, untuk merinci dan menghitung secara akurat keuntungan dan kerugian,
serta sebagai penghitung harta keseluruhan dalam menentukan kadar zakat
seberapa nisab yang semestinya dikeluarkan oleh tiap-tiap individu.5
Dalam Ayat 282 surat Al-Baqarah mencatat bahwa anjuran
pencatatan/pembukuan telah muncul sejak peradaban Islam dimana telah
diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan sistem pencatatan yang
tekanannya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan,
antara dua pihak yang mempunyai hubungan muamalah. Dengan demikian maka
akuntansi merupakan hal penting dalam setiap transaksi perdagangan maupun
perusahaan, karena pencatatan untuk tujuan keadilan dan kebenaran6.
Dari uraian di atas maka perlu lebih jelas dan rinci: (1) Apa yang dimaksud
dengan pembukuan transaksi ditinjau dari perspektif syariah? (2) Bagaimanakah
dasar hukum ataupun landasan teori penerapan pembukuan transaksi ditinjau dari
perspektif syariah? (3) Bagaimanakah urgensi pembukuan transaksi ditinjau dari
persfektif syariah?.
4 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2, (Jakarta: Penerbit
Salemba Empat, 2009), h. 55 5 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 10.
6 Ari Kristin P, Umi Khoirul Umah, Penerapan Akuntansi Zakat Pada Lembaga Amil Zakat
(Studi Pada Laz Dpu Dt Cabang Semarang), Jurnal Ilmiah Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang, VALUE ADDED, Vol. 7, No.2, Maret 2011–
Agustus 2011, h. 79
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
21
LANDASAN TEORITIS
Menurut Undang-Undang Pembukuan adalah proses suatu pencatatan
yang dilakukan dengan cara teratur dengan tujuan mengumpulkan data-data dan
informasi yang berkaitan dengan keuangan seperti harta, modal, kewajiban, biaya
dan penghasilan, serta jumlah harga perolehan dan juga penyerahan barang atau
jasa, kemudian diakhiri dengan menyusun laporan kas/keuangan dalam bentuk
neraca dan laporan laba serta rugi.7
Al-Quran Surat al-Baqarah Ayat 2828 menggambarkan urgensi tentang
pencatatan/ pembukuan dalam bermuamalah:
إل
يتم بد داا ت
إذ
ءامىىا ر
ها ٱل ي
أتب
يك
ول
تبىه
ٱك
ى ف
سم جل م
أ
ى
مل ن ستطيع أ
و ل
و ضعيفا أ
حق سفيها أ
يه ٱل
ري عل
اتب ٱل
م ك
يىك ب
يملل تب ول
يك
ل ف
ه
مه ٱلل
ما عل
تب ك
ك ن
اتب أ
ب ك
أ
عدل ول
هى بٱل
يٱل
س مىه ش
بخ
هۥ ول ه زب
ق ٱلل يت
حق ول
يه ٱل
يملل ري عل
لان ف
نن ك
ف
ا
ين ا زجل
ىه
ك م
نن ل
ف
م
م زجالك
هيد
شهدوا
ش
عدل وٱست
هۥ بٱل ولي
سضىن م ت ان مم
تسجل وٱمسأ
س ف
ك
تر
هما ف ضل إحد
ن ت
ء أ
هدا
ٱلش
س ت
ول
ا ما دعىا
ء إذ
هدا
ب ٱلش
أ
ول
سي خ
هما ٱل تبىه إحد
ك
ن ت
أ
مىا
ىم للشقه وأ
عىد ٱلل
سط
قم أ
لك
جلهۦ ذ
أ
ى بيرا إل
و ك
صغيرا أ
ى دو
دة وأ ه
م جىاح يك
يس عل
لم ف
دسونها بيىك
ت
حاضسة
سة
ىن تج
ك
ن ت
أ
إل
ابىا
ست
ت
ل
أ
ىا
فعل
وإن ت
هيد
ش
اتب ول
ز ك
ضا
ول
عتم با
ا ت
إذ
هدوا
ش
وأ
تبىها
ك
ت
ل
أ
نهيء عليم ف
ل ش
ه بك
وٱلل
ه
م ٱلل
مك
ويعل
ه
ٱلل
قىا وٱت
م
بك
سىق
هۥ ف
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! jika kamu melakukan
muamalah tidak secara tunai/hutang-piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis
7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 01 Ayat 29. 8 Q.S. Al-Baqarah/2: 282.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
22
menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan
kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang
berhutang itu menditekkannya (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikitpun dari padanya. Jika yang berhutang itu orang yang kurang
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mendiktekannya, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan
benar.Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara
kamu. Jika tak ada (saksi) dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai dari para
saksi (yang ada), supaya jika seorang lupa maka yang seorang
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu bosan
menulis hutang itu, baik hutang itu kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih mendekatkan kamu kepada
ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak
menuliskannya. Dan ambillah saksi jika kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dipersulit begitu juga dengan saksi. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada kamu.
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah memebri pengajaran kepada mu;
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa didalam syariah islam
mendorong untuk dilakukannya praktek pencatatan/pembukuan transaksi yaitu
disebut akuntansi dalam proses berniaga ataupun bermuamalah. Pada hakikatnya,
ilmu akuntansi dan prakteknya dalam bisnis (muamalah) sudah menjadi bagian
yang menyatu. Namun terkadang ilmu akuntansi serta prakteknya diluar entitas
bisnis khususnya di bidang keagamaan maupun lembaga keagamaan sangat
termarginalkan. Bahkan ada yang beranggapan khusus untuk entitas yang
berorientasi pada profit/laba, untuk akuntansi selama ini tidak bisa didampingkan
dengan spiritual, dikarenakan spiritual akan mempersempit ruang lingkup gerak
para pelakun usaha atau pengusaha untuk memperoleh keuntungan yang
sebanyak-banyaknya.9
9 Ronald S. Badu, Studi Ethnoscience: Dilema Transparansi dan Akuntanbilitas dalam
Pelaporan Sumbangan Donatur dan Pengelolaan Keuangan Masjid (Studi Kasus di Kabupaten
Gorontalo), diakses tanggal 11 Desember 2018 dari http://repository.ung.ac.id/get/simlit/1/1087/2/
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
23
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian dengan cara
mengumpulkan data-data dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan obyek
pembahasan penelitian dan atau pengumpulan data dengan sifat kepustakaan, atau
melakukan kajian mendasar yang dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan
yang pada dasarnya tertumpu pada kajian kritis dan secara mendalam terhadap
bahan-bahan pustaka serta referensi karya ilmiah lainnya yang relevan. Kajian
merujuk kepada buku-buku dan karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan
pencatatan transaksi, akuntansi syariah, serta dalil-dalil penunjang lainnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembukuan adalah proses suatu pencatatan yang dilakukan dengan cara
teratur dengan tujuan mengumpulkan data-data dan informasi yang berkaitan
dengan keuangan seperti harta, modal, kewajiban, biaya dan penghasilan, serta
jumlah harga perolehan dan juga penyerahan barang atau jasa, kemudian diakhiri
dengan menyusun laporan kas/keuangan dalam bentuk neraca dan laporan laba
serta rugi.10
Pengertian transaksi menurut Sunarto Zulkifli11
dapat dijelaskan secara
umum bahwa transaksi diartikan sebagai proses ekonomi/ keuangan dengan
melibatkan setidaknya 2 pihak baik orang perorangan maupun dengan beberapa
orang yang masing-masing melakukan pertukaran, dalam hal melibatkan diri
dengan perserikatan usaha, serta dalam hal pinjam meminjam yang didasarkan
suka rela ataupun didasarkan pada ketetapan hukum ataupun pada syariah. Dalam
sistem ekonomi syariah transaksi haruslah didasarkan kepada hukum-hukum
Islam. Karena sesuai dengan syariah islam transaksi merupakan manifestasi dari
apa yang dilakukan manusia dan menjadi amal yang bernilai ibadah di sisi Allah
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 01 Ayat 29. 11
Sunarto Zulkifli, Dasar-dasar Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2003), h. 10.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
24
Swt. Transaksi sesuai hukum syariah tersebut dapat dikategorikan dalam 2 jenis
transaksi, yaitu transaksi yang bersifat halal dan haram.
Pembukuan merupakan pencatatan transaksi keuangan perusahaan secara
sistematis sedangkan akuntansi merupakan pencatatan yang teratur dengan
pelaporan informasi keuangan suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu.
Kemudian dalam ruang lingkupnya pembukuan termasuk dalam bagian dari
akuntansi sendiri, dan akuntansi lebih luas sifatnya dibandingkan dengan
pembukuan. Di dalam penentuan posisi keuangan pembukuan dapat dikatakan
bahwa sama sekali tidak mencerminkan posisi keuangan suatu perusahaan,
sedangkan akuntansi menunjukkan posisi keuangan entitas secara jelas serta
pembukuan dalam perusahaan adalah dasar dari sistem akuntansi.12
Pembukuan bertujuan untuk mengetahui dari setiap transaksi yang
dilakukan di dalam suatu perusahaan. Dalam melakukan pencatatan pembukuan
tidak boleh ada satu pun transaksi yang terlewat/ tidak tercatat. Dibutuhkan
ketelitian dari seorang ahli pembukuan untuk melakukan pencatatan. Pencatatan
pembukuan yang teliti dan rapi tentunya sangatlah penting dan berguna dalam
memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan bisnis yang dijalankan. Dengan
pembukuan dapat diketahui seluruh transaksi pada hari itu, seperti distribusi uang
masuk dan uang keluar. Serta juga dapat diketahui distribusi barang, berapa
jumlah barang yang dikeluarkan dan berapa jumlah barang yang telah dimasukkan
ke dalam perusahaan.13
Sejarah Pembukuan Transaksi Dalam Islam
Rasul merupakan orang pertama yang mendirikan pusat pemerintahan di
arab dan yang pertama menjadikan institusi keuangan publik (Public Treasury)
yang belakangan dikenal dengan Baitul Mal. Rasulullah Saw dalam pengelolaan
Zakat, menunjuk petugas zakat yang dinamakan Musaddiq atau Sa’i yang
bertugas dalam melaksanakan penagihan zakat sekaligus melakukan penghitungan
12
Raditya Fardiansyah, (2016), Pembuan dan Akuntansi, diakses pada 11 Desember 2018
dari http://accuratebusinesscenter.com 13
Novia Widya Utami, (2017) Pegertian Pembukuan dan Manfaatnya Untuk Bisnis, diakses
pada 11 Desember 2018 dari https://www.jurnal.id
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
25
zakat secara teliti. Penghitungan zakat secara teliti ini perlu berlandaskan pada
ilmu yang memadai tentang jenis dan haul serta jumlah harta yang harus
ditunaikan, yang merupakan dari akuntansi zakat. Beberapa nama yang pernah
ditugaskan oleh Rasulullah Saw sebagai petugas zakat yang bertugas memungut
zakat Bani Mushtaliq adalah Abu Mas‟ud, „Uqbah ibn „Amir, Abu Jahm ibn
Khuzaifah, Qays ibn Sa‟ad, ad-Dahak ibn Qays, Wahid ibn „Uqbah dan „Ubadah
ibn Shamit.14
Pengelolaan keuangan Islam sejak masa awal dan masa Khulafa’ur Rasyidin
membuktikan bahwa bentuk pencatatan keuangan telah ada semenjak awal Islam
di Madinah dengan arahan Rasulullah. Pada masa itu itu telah ada cikal bakal
Baitul Mal yang pemanfaatannya untuk menghimpun harta berupa Zakat,
Ghanimah maupun fay‟i, dimana pada masa itu Rasulullah Saw., menunjuk
petugas yang akan melakukan penghimpunan zakat dari umat.15
Baitul Mal dalam
manajemen keuangan memiliki kemandirian yaitu Pengelola Baitul Mal secara
mandiri pada tingkat propinsi tanpa melibatkan dan tidak berada dalam kendali
gubernur. Pengelolah memiliki otoritas penuh dalam mengelola harta umat secara
terpisah dari badan eksekutif/gubernur. Hal tersebut sudah berlaku sejak zaman
Rasulullah, yaitu dimana Rasulullah sebagai pemerintah pusat menunjuk langsung
petugas pengumpul zakat. Dan Petugas pengumpul zakat tersebut langsung
bertanggungjawab kepada pemerintah pusat.
Pada masa Khalifah Abu Bakar perhatian besar tercurahkan pada
administrasi pemerintahan negara yang terbilang baru.16
Abu Bakar senantiasa
mengikuti kebiasaan Rasul, yaitu segera membagi seluruh penerimaan tanpa sisa,
dan pada masa ini dalam bidang ekonomi dikarenakan meningkatnya volume
kerja maka Khalifah memisahkan jabatan Amir al-Kharaj (pengumpul Pajak) dan
Sahib Baitul Mal (pejabat bendahara).17
14
Yusuf al-Qardawy, Fiqhuz-Zakah, (Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1988), h. 749-750. 15
Irfan Mahmud Ra‟ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, terjemahan
dari Economic System Under Umar The Great, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 148. 16
K. Ali, A Studi of Islamic Hystory, (Delhi: Idarah-I Adabiyat-I Delli, 1950), h. 91 17
Irfan Mahmud Ra‟ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, terjemahan
dari Economic System Under Umar The Great, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 152-153.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
26
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab (13-24 H/634-644 M), wilayah
pemerintahan Islam semakin luas sehingga keuangan melimpah dibarengi dengan
tingkat kerjaan yang meningkat. Karena itu sejak pemerintahan Umar, dana
perolehan pemerintah tidak dapat dibagikan habis, melainkan harus dilakukan
perencanaan keuangan dengan baik dalam tatanan perbendaharaan Negara (Baitul
Mal).18
Kemudian pada masa Khalifah Utsman Bin Affan (24-36 H/644-656 M)
tidak ada melakukan perubahan terhadap sistim Adminitrasi yang ditinggalkan
Khalifah Umar. Begitu pun Khalifah Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
juga relatif tidak melakukan perubahan terhadap sistim Administrasi hanya
memperbaikai yang telah ada, sebab disibukkan menghadapi perpecahan didalam
negeri. Dan juga diketahui bahwa pada masa Ali bin Abi Thalib sistim admistrasi
Baitul Mal di tingkat pusat dan daerah telah berjalan baik serta telah terjadi
surplus, untuk dibagikan secara proporsional sesuai tuntunan rasul. Ini suatu
bukti bahwa proses pencatatan dan pelaporan telah berjalan dengan baik.19
Dasar Hukum Pembukuan Transaksi
Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 282,
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! jika kamu melakukan
muamalah tidak secara tunai/hutang-piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis
menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan
kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang
berhutang itu menditekkannya (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikitpun dari padanya. Jika yang berhutang itu orang yang kurang
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mendiktekannya, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika
tak ada (saksi) dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai dari para saksi (yang
ada), supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu menolak (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu bosan menulis hutang itu, baik hutang itu
18
K. Ali, A Studi of Islamic Hystory, (Delhi: Idarah-I Adabiyat-I Delli, 1950), h. 143. 19
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2, (Jakarta: Penerbit
Salemba Empat, 2009), h. 55.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
27
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan
perdangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada
dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi jika
kamu berjual beli; dan janganlah penulis dipersulit begitu juga dengan
saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
memebri pengajaran kepada mu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”.
Ada beberapa poin penting yang terkandung dari ayat tersebut,
menjelaskan bahwa: 20
1. Apabila bermu‟amalah baik dalam hal apapun hutang piutang dan
sebagainya dengan waktu atau masa tertentu yang telah ditentukan
haruslah dilakukan dokumentasi dengan menuliskannya/mencatatnya,
sebagai bukti ataupun rujukan bersama,
2. Bagi yang ditunjuk atau pun ditugaskan sebagai penulis/pencatat transaksi
tidak boleh menolak dikarenakan Allah Swt secara hakikat telah
menganugerahkan ilmu/kemampuan dalam menulis kepadanya. Dan
seorang penulis/pencatat transaksi haruslah mencatat transaksi dengan
benar dan tepat sesuai dengan yang ada dalam transaksi atau yang
didiktekan apabila dilakukan pendiktean kepadanya,
3. Apabila yang berhutang adalah orang yang lemah akalnya atau lemah
keadaan atau kondisinya dan tidak mempunyai kemampuan dikarenakan
masih kecil atau pun yang tidak memungkinkan untuk melakukan
tugasnya seperti orang asing yang tidak mengerti bahasa setempat, maka
dalam hal ini yang mempunyai hutang boleh menunjuk wali atau
perwakilan dalam hal proses mu‟amalah ini. Dan seorang wali atau
perwakilan yang ditunjuk haruslah bersikap jujur dan amanah dalam
tugasnya tersebut,
20
Cohen’s Everyman’s Talmud (Dent.London, hal. 326. “Saksi itu harus orang lelaki,
bukan orang perempuan atau anak kecil.” Lihat pula Jewish Enciclopedia (Frank and wagnallet,
New York), vol. V, hal. 177.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
28
4. Dalam bermu‟amalah hendaklah menghadirkan dua orang saksi yang akan
dimintai persaksiannya manakala dibutuhkan sewaktu-waktu. Saksi dua
orang yang dimaksud haruslah laki-laki dengan syarat saksi-saksi tersebut
haruslah orang dewasa, memiliki akal yang sehat, bukan seorang
budak/orang yang merdeka dan memiliki akhlak yang baik. Bila mana
terjadi perselisihan dikemudian hari maka kesaksian dari saksi-saksi
tersebut haruslah dan agar menjadi pedoman dalam langkah pengambilan
keputusan dalam solusi permasalahnya, sehingga tidak hanya dokumen
tertulis saja yang menjadi pedoman dalam langkah pengambilan keputusan
dalam perselisihan tersebut. Dengan cara tersebut maka keadilan dalam
bermu‟amalah dapat terwujud,
5. Jika dua orang saksi laki-laki tidak didapatkan, maka boleh digantikan
dengan satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Hal ini menjadi
gambaran bagi syariah islam yang fleksibel memberikan solusi dalam
beberapa aspek, dimana tidak memaksakan mesti dua orang laki-laki yang
menjadi saksi. Dan dapat kita bandingkan dengan aturan-aturan yahudi
yang dalam aturan tersebut saksi perempuan tidaklah diakui.,
6. Pesan takwa kepada semua petugas dan stake holder yang menjalankan
mu‟amalah dari Allah Swt, dimana keharusan dalam prose situ semuanya
harus dilandasi dengan ketakwaan sehingga terwujudlah sikap kejujuran
dan keadilan dalam transaksi ataupun dalam bermu‟amalah.
Di dalam tafsir Al-Azhar Buya Hamka menjelaskan tentang ayat 282 surat
Al-Baqarah tersebut: “Bahwa kepada seluruh orang-orang yang beriman ketika
hendak melakukan mua‟malah dalam hal ini hutang piutang hendaklah dilakukan
pencatatan/dituliskan. Sehingga dengan melakukan pencatatan/penulisan transaksi
tersebut dilandaskan oleh perintah Allah Swt, setiap sesuatu amal yang
dilandaskan atas perintah dan karena Allah Swt sebagi wujud ubudiyah (ibadah)
kepada Sang Khalik. Dan jangan pula tidak menulisnya dikarenakan alasan-alasan
apapun seperti ingin berbaik hati dan percaya kepada pihak-pihak yang
bertransaksi, karena pada hakikatnya setiap perintah Allah Swt tentunya ada
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
29
manfaat dan hakikat di dalamnya untuk kemashlahatan umat dan kemashlahatan
bersama. Salah satu manfaatnya adalah mencegah fitnah dan tentunya akan
memudahkan bagi kedua belah pihak, misal si yang berhutang meninggal dunia
tentu akan merepotkan jika dilakukan penagihan hutang kepada ahli waris dimana
tidak mempunyai bukti yang otentik jika proses mu‟amalah utang piutang tidak
ditulis dan dihadirkan saksi ketika prosesnya. Namun apabila perintah Allah Swt
dalam ayat 282 surat Al-Baqarah ini dijalankan dengan setiap transaksi dilakukan
pencatatan/penulisan dan menghadirkan saksi-saksi, maka kemudian hari sangat
mempermudah dalam bagi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut.
Perintah untuk memcatat transaksi utang piutang menurut sebagian ulama
adalah sebagai suatu anjuran, bukan suatu kewajiban. Sungguh sulit terasa
perintah itu jika diterapkan pada kaum muslimin ketika diturunkan ayat ini,
karena jika perintah utang-piutang bersifat wajib sedangkan keahlian dalam tulis
menulis pada saat itu bias dikatakan langka. Dalam anjuran mencatat transaksi
utang piutang diperintahkan kepada yang saling bertarnsaksi, dimana salah
seorang mencatat dan apa yang dicatatkan di serahkan kepada mitranya yang ahli
baca tulis. Dan apabila tidak ahli, atau keduanya belah pihak tidak mampu dalam
tulis menulis maka haruslah mencari pihak ketiga. Dan ditegaskan bahwa:
“haruslah seorang penulis itu berlaku dengan adil diantara kamu,melakukan
tugasnya menulis dengan adil, yaitu dengan benar, tidak menyalahi dari ketentuan
syariah dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku di dalam masyarakat.
Dimana nantinya tidak boleh merugikan salah satu pihak yang bertransaksi
tersebut, sebagaimana dapat dipahami dari kata “adil diantara kamu”. Dengan
demikian, terdapat paling tidak tiga syarat bagi seorang penulis/pencatat transaksi,
yaitu; keahlian dalam menulis/mencatat, memiliki ilmu pengetahuan dalam hal
bermu‟amalah, dan kejujuran.21
Beberapa prinsip dasar dalam pembukaun transaksi yang terdapat dalam
Al-Qur‟an Surah Al-Baqarah ayat 282 antara lain:
Prinsip pertanggung jawaban:
21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2. (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 604.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
30
Prinsip ini tentunya tidak asing lagi bagi umat muslim atau lebih dikenal
sebagai accountability (pertanggung jawaban). Amanah juga terkait kuat dalam
maksud dari prinsip pertanggung jawaban tersebut. Di dalam pembahasan amanah
ini adalah merupakan suatu pertanggung jawaban dalam transaksi manusia dengan
Allah Swt dapat dikatakan mulai dari alam kandungan sampai nanti ketika hari
akhirat sewaktu masa yaumul hisab. Tujuan dari diciptakan manusia dibumi ini
sebagai mana dijelaskan di dalam Al-Qur‟an adalah sebagai khalifah dimana nanti
dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah akan dimintakan pertanggung
jawabannya. Jika diimplikasikan di dalam berniaga, berbisnis dan akuntansi dapat
dikatakan bahwa setiap yang terlibat dalam proses dan praktik bisnis hendaklah
senantiasa melakukan pertanggung jawaban dari apa yang telah diperbuat dan
yang diamanahkan kepada para pihak yang saling terkait. Biasanya bentuk
pertanggung jawaban diwujudkan dalam pelaporan akuntansi.
Prinsip keadilan
Prinsip keadilan lebih lanjut diterangkan dalam ayat 282 surat al-Baqarah
ini terdapat penegasan dalam proses transaksi. Prinsip keadilan ini merupakan
nilai dasar yang secara inheren terdapat pada fitrah manusia, bukan hanya sesuatu
yang penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis. Dan ini berarti manusia itu
pada hakikat dasarnya mempunyai kapasitas dan sumber daya untuk melakukan
keadilan dalam seluruh aspek kehidupannya. Penegasan kata adil secara sederhana
dalam konteks akuntansi dapat berarti bahwa setiap pencatatan/penulisan transaksi
yang dilakukan haruslah dicatat dengan baik, rapi dan benar. Sebagai contoh;
apabila nilai pencatatan transaksi sejumlah Rp 100.000.000,- maka dalam
pelaporan tercatat dengan jumlah yang sama tidak boleh lebih atau pun kuran
dalam hal apa pun.
Prinsip kebenaran
Prinsip kebenaran berkaitan erat dengan prinsip keadilan dimana keduanya
tidak dapat dipisahkan. Dimana dalam akuntansi selalu dihadapkan pada
persoalan pengukuran, pengakuan dan pelaporan. Aktifitas tersebut akan
menghasilkan nilai yang baik apabila berdasarkan pada nilai-nilai kebenaran.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
31
Kemudian kebenaran ini dapat mewujudkan keadilan dalam mengukur, mengakui,
dan melaporkan transaksi-transaksi yang telah dilakukan dalam ekonomi.22
Didalam Al-Quran dijelaskan tentang hal tersebut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu benar-benar
sebagai penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun
terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabat mu.
Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah
sesungguhnya Allah adalah Maha Teliti dari segala apa yang kamu
kerjakan”23
Ayat tersebut menjelaskan bahwa bagi seorang petugas pencatat/penulis
pembukuan transaksi hendaklah memiliki karakter yang jujur, baik, amanah dan
adil. Petugas pencatat/penulis transaksi juga tidak boleh mendukung sebelah pihak
dan membedakan yang satu dengan yang lainnya, sehingga prinsip keadilan dan
penegakan kebenaran tidak adan diantara keduanya. Kejujuran dalam mencatatkan
transaksi dituntut dalam apa yang seharusnya dia tuliskan. Serta seorang petugas
pencatat transaksi harus dapat menjaga amanah yang telah diberikan.
Dalam penggalan kalimat “Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu
benar-benar sebagai penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, dimaksudkan
agar senantiasa merasakan kehadiran Allah Swt dalam melakukan suatu tindakan.
Memperhitungkan setiap resiko yang akan terjadi karena terus dan sedang diawasi
oleh Sang Khalik walau apa yang sedang diperbuat untuk diri sendiri atau
terhadap ibu bapak dan kaum kerabat sekalipun. Maka dalam penegakkan
keadilan haruslah berlandaskan karena Allah Swt, dengan landasan tersebut
adalah yang paling utama sehingga akan mendatangkan kemashlahatan bagi
seluruh pihak.24
22
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011), h. 329-
330. 23
Q.S. An-Nisa/4: 135. 24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2, (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 616.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
32
Pembukuan Transaksi Dan Akuntansi Syariah
Pembukuan merupakan bagian dari sistem akuntansi, untuk proses
pembukuan dan akuntansi bersumber pada informasi dan data keuangan dari suatu
perusahaan. Pembukuan tentunya menjadi bagian yang sangat erat kaitannya dan
tentu tidak dapat dipisahkan dari bagian akuntansi. Pembukuan jika diperhatikan
lebih mengarah dan memposisikan sebagai landasan dari proses akuntansi. Maka
jika proses pembukuan dilaksanakan dengan baik, rapi dan benar, seharusnya
sistem laporan keuangan dari akuntansi tersebut akan menjadi sempurna.
Pembukuan bertujuan untuk memperoleh Informasi yang tepat mengenai
hasil pendapatan dan jumlah pengeluaran pada akhir masa periode, tugas dari
pembukuan dilaksanakan oleh yang memegang buku dimana bertanggung jawab
sebagai pencatat transaksi penjualan sehari hari yang terdiri dari laporan kas
masuk dan kas keluar, pembelian sejumlah barang (Inventory) yang dibeli dengan
kredit atau tunai, beserta sejumlah biaya yang ditimbulkan kemudian
memindahkannya ke buku besar serta menyiapkan laporan Neraca Saldo (Trial
Balance). Untuk ruang lingkup akuntansi lebih besar dibanding dengan ruang
lingkup pembukuan.
Akuntansi merupakan penyediaan informasi dari status keuangan suatu
organisasi, perusahaan atau badan lainnya yang diawali dari mencatat transaksi
dan diakhiri dengan laporan keuangan saat masa akhir tahun keuangan. Di dalam
Akuntansi suatu perusahaan dengan sistematis tentu akan dikelompokkan
kemudian disajikan dengan baik kepada pemegang kepentingan atau yang
membutuhkan laporan keuangan. Pengertian kuntansi adalah transaksi yang
diidentifikasikan selanjutnya diikuti oleh kegiatan mencatat/menuliskan,
menggolongkan, serta mengikhtisarkan seluruh transaksi-transaksi agar
menghasilkan suatu pelaporan keuangan yang pada akhirnya dapat digunakan
sebagai rujukan dalam mengambil keputusan.25
Akuntansi syariah adalah sistem pelaksanaan pelaporan keuangan atas
transaksi-transaksi yang berpedoman kepada ketetapan dan aturan dari Allah Swt.
Agar lebih memudahkan dalam memahamkan akuntansi syariah, maka
25
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia”, (Jakarta: Salemba Empat, 2011). h. 23.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
33
dibutuhkan paradigm pemahaman khusus yang benar-benar paham dengan sistem
islam atau syariah berikut juga substansi-substansinya dalam seluruh aspek
kehidupan manusia menurut islam baik di dunia maupun konsekuensinya di
akhirat kelak, meliputi nilai dasar keislaman dalam kajian syariah, akidah, dan
akhlak.26
Al-Qur‟an, Sunnah (Hadits Nabi), Ijma‟ Jumhur Ulama (kesepakatan para
ulama), Qiyas (persamaan pada peristiwa tertentu), dan al-„Uruf (adat kebiasaan
setempat) yang tidak bertentangan dengan syariah Islam adalah merupakan
sumber dasar hukum dalam akuntansi syariah. Kaidah akuntansi syariah
berdasarkan pada nilai-nilai dasar norma keislaman bersesuaian dengan konsep-
konsep dasar syariah yang bertujuan pada kemashlahatan umat manusia di dunia
juga memperhatikan segala aspek pertanggung jawaban kepada Allah Swt pada
kehidupan di akhirat kelak, dan mempunyai fungsi sebagai pelayan masyarakat
dalam penerapan sistem akuntansi yang baik dan benar serta merupakan bagian
dari disiplin ilmu sosial.27
Dalam prinsip bermu‟amalah proses akuntansi syariah berkaitan erat
dengan perniagaan antara lain jual beli, sewa menyewa, perserikatan, utang
piutang, dan segala urusan yang berkaitan dengan itu. Maka dalam sistem
berniaga tersebut ditekankan akan pentingnya sistem pencatatan/pembukuan dari
transaksi-transaksi yang telah dilakukan sebagaimana telah diperintahkan oleh
Allah Swt. Perintah dalam melaksanakan pencatatan/penulisan transaksi tersebut
yang tekanan utamanya memiliki tujuan utama dalam mewujudkan terciptanya
dan terlaksananya prinsip-prinsip kebenaran, keadilan dan keterbukaan serta
kepastian antara kedua belah pihak yang saling memiliki hubungan dalam
bermuamalah. Hal ini didalam bahasa akuntansi biasa dikenal dengan sebutan
accountability.28
26
Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, Cet. I,(Jakarta: Media Eka
Sarana, 2001), h. 20-29. 27
Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, Cet. I,(Jakarta: Media Eka
Sarana, 2001), h. 29. 28
Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, Cet. I,(Jakarta: Media Eka
Sarana, 2001), h. 11.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
34
Landasan Hukum Tentang Akuntansi Syariah
Pada masa awal keislaman peraturan perundang-undangan akuntansi dapat
dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut: Pertama, peraturan-peraturan
dalam bidang ekonomi, sebagi contoh undang-undang dalam akuntansi untuk
perdagangan perorangan dan undang-undang dalam akuntansi perserikatan islam
dan perusahan-perusahaan serta lembaga-lembaga sejenisnya. Kedua, kumpulan
peraturan-peraturan di lembaga-lembaga sosial, sebegai contoh peraturan
perundang-undangan akuntansi wakaf, akuntansi dalam keuangan istana negara,
akuntansi dalam organisasi sosial, peraturan akuntansi dalam warisan, peraturan
akuntansi dalam keuangan tempat-tempat ibadah, dan lain sebagainya. Ketiga,
kumpulan peraturan perundangan untuk bidang pemerintahan, sebagai contoh
peraturan akuntansi dalam zakat, upeti, pajak, dan kantor militer serta baitul mal.
Pada bulan Juni tahun 2008 disahkanlah Undang-undang perbankan syariah
oleh DPR RI yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah. Secara legal mendukung keberlangsungan dan perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia termasuk juga akan mendukung tatanan pengelolaan dari
sistem proses akuntasi syariah tersebut.29
Sedangkan dalam tujuannya, akuntansi syariah mencoba mewujudkan
peradaban bisnis yang baru yang berwawasan humanis, transendental,
emansipatoris dan teologis. Tentunya realitas sosial yang sudah dibangun nantinya
mengandung nilai-nilai tauhid dan ketundukan terhadap ketentuan dan aturan
Allah swt melalui akuntansi syariah tersebut. Dengan begitu dalam
pengembangan sistem akuntansi syariah dengan nilai-nilai kejujuran, kebenaran
dan keadilan hendaklah teraktualisasikan dalam praktik proses dan pelaporan
akuntansi.30
Berdasarkan akronimnya akuntansi dapat digambarkan sebagai suatu
aktivitas yang berkaitan dengan angka-angka kemudian dijadikan dasar di dalam
proses pengambilan suatu keputusan dimana angka tersebut berkaitan dengan
uang (nilai moneter) sebagai gambaran laporan dari transaksi-transaksi yang telah
29
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 6. 30
Ambardi Abu Fitri, “Akuntansi Syariah: Sejarah Perkembangan dan Implementasi”,
Dalam AF Counsulting: Keuangan Syariah dan Studi Islam, 2010, h. 5.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
35
dilakukan pada suatu perusahaan. Angka tersebut dianalisakan lebih lanjut dengan
tujuan agar dapat menggali informasi yang lebih dalam dan lebih banyak lagi dari
apa yang terkandung dalam laporan keuangan dan untuk memprediksi masa yang
akan datang. Suatu laporan akuntansi tentunya bersifat netral dari semua
kepentingan yang akan menguntungkan salah satu pihak dalam bertransaksi,
dikarenakan laporan tersebut akan digunakan sebagai alternatif dan landasan yang
akan dipilih melalui proses pertimbangan subjektif serta laporan keuangan
tersebut merupakan informasi yang tentunya sangat dibutuhkan para pengguna
dalam pengambilan keputusan.31
Muhammad menyimpulkan bahwa dalam kerangka sistem akuntansi
konvensional dimana berpedoman kepada ide-ide dan nilai-nilai Barat tentu tidak
sesuai jika diterapkan pada kehidupan masyarakat Islam. Dari beberapa aspek
dapat dilihat hal-hal yang tidak bersesuai tersebut yaitu dari diabaikannya nilai-
nilai dasar keagamaan, menggunakan rasionalitas sebagai pedoman dalam
mengambil keputusan dan penekanan terhadap nilai pemilik modal di suatu
perusahaan.32
Keberadaan akuntansi syariah sesungguhnya bisa dibaca dalam dua
perspektif. Pertama, akuntansi syariah sebagai alternatif akuntansi positif yang
selama ini tidak saja eksis tetapi telah menjadi mainstream akuntansi dunia. Islam
hadir sebagai alternatif saja dan bukan dalam posisi yang berhadapan. Kedua,
akuntansi syariah sebagai kritik terhadap akuntansi positif .Akuntansi syariah
hadir dalam rangka membebaskan manusia dari jaring kuasa kapitalistik yang
semu dan mengikatkan manusia pada jaring kuasa Ilahi yang sejati.33
Abdul Rahman Abdul Rahim menyebutkan bahwa:34
"Islamic accounting is
defined as: a process or tool to identify, measure and communicate financial and
economic information and information that are interrelated with it. The system is
31
Sofyan Safri Harahap, Teori Akuntansi, Cet. XI,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2011), h. 5. 32
Muhammad, Akutansi Syariah: Teori dan Praktik untuk Perbankan Syariah (Yogyakarta:
UPP STIM YKPN, 2013), h.145. 33
Iwan Triyuwono, Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi dan Teori, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 25. 34
Abdul Rahman Abdur Rahim, “An Introduction to Islamic Accounting Theory and
Practices”, Dalam CERT Publication Sdn. Bhd, Selangor: 2010.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
36
inspired by the Islamic worldview and ethics in complying with Sharia (Islamic
law) which aims and allows an assessment and reference in decision making
based on the financial information report, and is expected to improve social
welfare and to look for mardhatillah (blessings from Allah)".
Definisi tersebut menggambarkan bahwa konsep akuntansi Islam hadir
dengan upaya penyajian informasi-informasi yang lebih komprehensif bagi semua
pihak yang berkepentingan dengan tetap menjunjung tinggi Islamic worldview
dan prinsip moralitas untuk tujuan peningkatan kesejahteraan dan pencapaian
ridha Ilahi. Dalam kerangka peraturan perundang-undangan akuntansi syariah
dibangun dalam kerangka umum dimana terdiri dari berbagai perangkat dan
unsur- unsur yang satu sama lain berkaitan serta saling berinteraksi, dimana
berpedomankan pada terhadap kumpulan-kumpulan kaidah yang sebelumnya
telah diistinbathkan merujuk dari sumber-sumber hukum islam.
KESIMPULAN
Mencatat pembukuan serta mencatat atau menuliskan utang piutang dari
beberapa referensi dipahami oleh sebagian para ulama adalah sebagai anjuran,
dan bukan merupakan suatu kewajiban. Hal tersebut didasarkan pada kondisi
masyarakat yang masih sangat sedikit yang ahli dalam baca dan tulis pada masa
dimana perintah Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 282 diturunkan, tentu jika
bersifat wajib akan memberatkan umat islam pada masa tersebut. Akan tetapi
proses dalam mencatat/menuliskan transaksi sudah ada dan dilaksanakan sejak
masa Rasulullah Saw, dimana telah ditunjuk beberapa petugas yang diamanakan
dalam menjalankan sistem keuangan pada masa tersebut. Dilaksanakannya proses
pencatatan/penulisan transaksi atau pembukuan pada masa sejak diturnkannya
perintah tersebut tentunya berkaitan akan betapa pentingnya perintah Allah Swt
tersebut dan tentu mempunyai hikmah, manfaat serta mempunyai kemashlahatan
sehingga hal dijalankanlah sistem pencatat/penulisan transaksi keuangan tersebut
terutama dalam hal utang-piutang.
Pembukuan adalah proses pencatatan/penulisan setiap transaksi-transaksi
keuangan dalam berniaga. Dalam tugas melaksanakan pembukuan biasanya
dilaksanakan oleh petugas pencatat/penulis pembukuan atau yang ahli dalam
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
37
pembukuan. Pembukuan tentu berbeda dari akuntansi dimana pembukuan
merupakan bahagian dari akuntansi sedangkan akuntansi sendiri bermakna lebih
luas dari sekedar pembukuan. Untuk pelaksanaan dalam kegiatan akuntansi
biasanya dilaksanakan oleh seorang akuntan. Seorang akuntan bertugas membuat
laporan yang diambil dari setiap transaksi keuangan dimana sebelumnya
dicatat/ditulis oleh seorang ahli pembukuan. Dan seluruh proses yang didalamnya
melibatkan pencatatan/penulisan transaksi-transaksi keuangan merupakan proses
pembukuan.
Proses pembukuan dalam hal perintah dalam mencatat/menuliskan setiap
transaksi keuangan baik jual-beli, sewa-menyewa, hutang piutang dan hal-hal
yang saling berkaitan lainnya merupakan sebagai proses dalam mewujudkan
prinsip-prinsip nilai dasar keislaman yaitu kebenaran, keadilan, kepastian dan
keterbukaan antara kedua pihak yang saling memiliki hubungan keterkaitan dalam
bermuamalah. Dalam tatanan syariah islam terutama dalam bermuamalah manusia
didorong untuk membangun sistem tatanan keuangan dan ekonomi yang
mempunyai prinsip dalam mewujudkan keadilan, menghentikan praktek
eksploitasi dan mewujudkan kesjahteraan dalam masyarakat serta tercukupinya
semua kebutuhan. Secara sederhana islam dengan sistem syariahnya terkhusus
dalam bermu‟amalah (bisnis islam) berusaha mewujudkan kesejahteraan umat
manusia dengan menghindarkan mudharat dan mengupayakan kemaslhatan bagi
semua pihak, sehingga terciptalah tujuan islam yang rahmatan lil „alamin.
Sebagai saran bagi umat islam terkhusus yang berkepentingan dalam hal
berniaga ataupun pelaku usaha dan bisnis agar segala transaksi yang dilakukan
dalam pedagangan, usaha, bisnis dan pada saat bermuamalah agar selalu
melakukan pembukuan atau pencatatan transaksi. Hal tersebut sangat berguna
bagi pedoman atau pun rujukan laporan keuangan yang tentunya sangat banyak
manfaatnya bagi yang memerlukannya. Dan tentunya sebagai pedoman apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan untuk berbagai keperluan lainnya.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
38
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Rahman Abdur Rahim, “An Introduction to Islamic Accounting Theory and
Practices”, Selangor: CERT Publication Sdn. Bhd, 2010.
Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2014.
Ambardi Abu Fitri, “Akuntansi Syariah: Sejarah Perkembangan dan
Implementasi”, Dalam AF Counsulting: Keuangan Syariah dan Studi Islam,
2010.
Ari Kristin P, Umi Khoirul Umah, Penerapan Akuntansi Zakat Pada Lembaga
Amil Zakat (Studi Pada Laz Dpu Dt Cabang Semarang), Jurnal Ilmiah
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Semarang, VALUE ADDED, Vol. 7, No.2, Maret 2011–Agustus 2011.
Cohen’s Everyman’s Talmud (Dent.London, hal. 326. “Saksi itu harus orang
lelaki, bukan orang perempuan atau anak kecil.” Lihat pula Jewish
Enciclopedia (Frank and wagnallet, New York), vol. V.
Irfan Mahmud Ra‟ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab,
terjemahan dari Economic System Under Umar The Great, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1997.
K. Ali, A Studi of Islamic Hystory, Delhi: Idarah-I Adabiyat-I Delli, 1950.
Muhammad, Akutansi Syariah: Teori dan Praktik untuk Perbankan Syariah,
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2013.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011.
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat, 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2. (Tangerang : Lentera Hati, 2002).
Novia Widya Utami, (2017) Pegertian Pembukuan dan Manfaatnya Untuk Bisnis,
diakses pada 11 Desember 2018 dari https://www.jurnal.id.
Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, Jakarta: Media Eka
Sarana, 2001, Cet.I.
Iwan Triyuwono, Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi dan Teori, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006.
Raditya Fardiansyah, (2016), Pembuan dan Akuntansi, diakses pada 11 Desember
2018 dari http://accuratebusinesscenter.com.
AT-TASIRI’IY [V0L.2,NO.2, 2019]
39
Ronald S. Badu, Studi Ethnoscience:Dilema Transparansi dan Akuntanbilitas
dalam Pelaporan Sumbangan Donatur dan Pengelolaan Keuangan Masjid
(Studi Kasus di Kabupaten Gorontalo), diakses tanggal 30 Desember 2016
dari http://repository.ung.ac.id/get/simlit/1/1087/2/
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, jilid 11, trj. As‟ad Yasin, dkk, Jakarta:
Gema Insani,2004.
Sofyan Safri Harahap, Teori Akuntansi, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011,
Cet. XI.
Sunarto Zulkifli, Dasar-dasar Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003.
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Salemba Empat, 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan.
Yusuf al-Qardawy, Fiqhuz-Zakah, Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1988.