24
Pemahaman Pendidik Terhadap Pengajaran Membaca Anak Usia Dini (Studi Fenomenologi Tentang Peran Pendidik di Sekolah Internasional Apple Tree Preschool Surabaya) Oleh: Luthfi Estika Dhani In this early childhood moment when their brain are absorbing just like a sponge. Golden age they say, are starts nowadays by the social agents because they think this kind of education will help them, the new generation, to face the world. Supported by how there are preschool which grow rapidly fast everywhere. But for sure, with this kind of need of school are also need a lot of teachers either. As we can see now, they do no longer need certificate to teach. The teachers related with its 'label' that stick on them as a public figure in social world, now its getting blur. Totally different with all the stories about teachers used to be in the society, everyone will respect their role and they are also become socialite. Teacher's role gets wider as long as the education qualities are also getting high. As we know there is a profession who teach early childhood that need a great patience, creativity, courage, skill and also a huge dedication for a job that force them to get grow. With those burden they carry along as a teacher who teach young generation so they can develop as a clever youth, good morality and also have quality moreover all the early childhood teacher will facing many kind of children behavior with all that weeping, screaming, sweat, et cetera especially in reading subject which is getting more crucial recently. We need vocations to bear with a lot of children world. In fact, most youth are no longer interest with kind of job as a early childhood teacher because of the risk and also the situation surrounding that they have to face at school, it's not an impressive job for them. So this role, an early childhood teacher, is a great phenomena that happening in society right now. From this research we can find that the teachers in Apple Tree Preschool Surabaya, at the first time are hating their job so bad but the social construction they get are crystalize after the moment they work with the kids. Mostly, all the teachers are getting the essential feeling of teaching is a wonderful thing to do but there also a teacher who use the job only as a profit for the economic needs. This research are based on two phase which are in order to motive and because motive. Keywords: phenomena, phenomenology, early childhood, teacher, early childhood’s teacher role, reading, reading for early childhood, reading lesson, preschool.

Pemahaman Pendidik Terhadap Pengajaran Membaca Anak Usia ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ln7da3b2f211full.pdf · membaca menjadi semakin tidak mudah karena syaraf mata

  • Upload
    ngodien

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pemahaman Pendidik Terhadap Pengajaran Membaca Anak Usia Dini

(Studi Fenomenologi Tentang Peran Pendidik di Sekolah Internasional

Apple Tree Preschool Surabaya)

Oleh: Luthfi Estika Dhani

In this early childhood moment when their brain are absorbing just like a sponge. Golden age

they say, are starts nowadays by the social agents because they think this kind of education

will help them, the new generation, to face the world. Supported by how there are preschool

which grow rapidly fast everywhere. But for sure, with this kind of need of school are also

need a lot of teachers either. As we can see now, they do no longer need certificate to teach.

The teachers related with its 'label' that stick on them as a public figure in social world, now

its getting blur. Totally different with all the stories about teachers used to be in the society,

everyone will respect their role and they are also become socialite.

Teacher's role gets wider as long as the education qualities are also getting high. As we know

there is a profession who teach early childhood that need a great patience, creativity, courage,

skill and also a huge dedication for a job that force them to get grow. With those burden they

carry along as a teacher who teach young generation so they can develop as a clever youth,

good morality and also have quality moreover all the early childhood teacher will facing

many kind of children behavior with all that weeping, screaming, sweat, et cetera especially

in reading subject which is getting more crucial recently. We need vocations to bear with a lot

of children world. In fact, most youth are no longer interest with kind of job as a early

childhood teacher because of the risk and also the situation surrounding that they have to face

at school, it's not an impressive job for them. So this role, an early childhood teacher, is a

great phenomena that happening in society right now.

From this research we can find that the teachers in Apple Tree Preschool Surabaya, at the first

time are hating their job so bad but the social construction they get are crystalize after the

moment they work with the kids. Mostly, all the teachers are getting the essential feeling of

teaching is a wonderful thing to do but there also a teacher who use the job only as a profit for

the economic needs.

This research are based on two phase which are in order to motive and because motive.

Keywords: phenomena, phenomenology, early childhood, teacher, early childhood’s teacher

role, reading, reading for early childhood, reading lesson, preschool.

Pendahuluan

Sebagai bentuk upaya pembinaan bagi anak-anak yang ditujukan sebelum mereka

menginjak jenjang pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini diharapkan memberikan

rangsangan pengetahuan serta pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan agar

memiliki kesiapan baik jasmani maupun rohani. Namun anak-anak tetaplah anak-anak,

sebagaimana halnya mereka sewajarnya ketika berada di usia mereka. Berbagai tingkah laku

yang biasanya membuat orang dewasa jengah, marah, jengkel, dan sebal bahkan enggan

untuk mengatasi atau meredakan mereka. Menangis, berteriak, meronta-ronta, buang air

dengan sendirinya, berkelahi, tidak mau mendengarkan orang dewasa, ingin menjadi pusat

perhatian dan sebagainya, hal-hal tersebut kerap ditemui di sebuah sekolah pendidikan anak

usia dini. Dan yang berkenan untuk menghadapi itu semua hanyalah pendidik anak usia dini.

Kini menjadi pendidik anak usia dini amatlah mudah karena diiringi perkembangan

sistem pendidikan serta ditunjang kesadaran para orang tua terhadap pentingnya

mengembangkan kecerdasan anak sejak dini, namun mereka yang ingin menjadi pendidik

dengan tulus dan bersedia berhadapan dengan anak usia dini setiap harinya, merekalah yang

sulit untuk ditemukan. Dalam menjalani pekerjaan tersebut mau tidak mau seseorang tersebut

harus dan mau untuk mengurus, mendidik dan bertanggung jawab atas hasil yang telah

diberikan terhadap anak tersebut kepada orang tuanya masing-masing. Karena tujuan utama

para orang tua memasukkan buah hatinya ke sebuah sekolah pendidikan anak usia dini adalah

sebuah hasil yang pasti dan membanggakan. Orang tua ataupun masyarakat umum tidak

pernah tahu ataupun membayangkan bagaimana para pendidik harus berusaha keras dalam

memberikan pengajaran yang tepat dan sesuai serta segala kendala yang kerap dihadapi setiap

harinya. Akan tetapi bukan hanya harus berhadapan dengan segala kelakuan anak usia dini

secara secara moral dan emosional, pendidik juga harus mampu mendidik mereka secara

mental serta meningkatkan kemampuan intelenjensi mereka. Bagaimana awalnya anak usia

dini belajar untuk berbahasa, menulis bahkan membaca. Dan proses agar anak mau dengan

sendirinya, memperhatikan dan menyerap konsep membaca tidaklah semudah yang

dibayangkan atau dibaca pada buku teks. Mengajar anak-anak usia dini untuk membaca

merupakan hal yang amat sulit. Mengingat seperti apa keseharian seorang anak yang

menginginkan kebebasan dan tidak mau untuk dikekang dan kini harus dihadapkan untuk

duduk diam dalam sebuah ruang kelas dan mendengarkan dengan seksama pendidik ketika

memberikan materi ajar, adalah hal yang mustahil. Diperlukan sebuah kiat khusus agar materi

ajar tampak kreatif serta atraktif guna mempertahankan atensi mereka walaupun seringkali

hal tersebut tidak bekerja sama sekali. Namun disinilah kendala-kendala akan mulai

bermunculan dan menghambat kinerja pendidik dalam proses belajar mengajar. Tanpa

kemauan, ketulusan, kemampuan dan pengetahuan serta informasi menjadi pendidik anak

usia dini amatlah sangat berat.

Preschool atau biasa dikenal secara umum sebagai PAUD (pendidikan anak usia dini)

atau pendidikan anak usia dini. Preschool hanyalah sebuah istilah bagi penamaan PAUD

namun dengan sistem pengajaran yang berbeda, lebih maju dan diterapkan oleh negara-

negara maju. Jika pendidikan anak usia dini lebih mengutamakan bagaimana anak

berkembang dan tumbuh sewajarnya anak-anak seusianya yaitu dengan memberikan porsi

bermain lebih besar daripada pembelajaran, lain halnya dengan preschool yaitu ketika anak-

anak dituntut untuk mendapatkan pembelajaran berupa bekal pengetahuan berikut

perkembangannya dengan mengutamakan akademik. Akan tetapi preschool tidaklah sulit

dijalani seperti yang dibayangkan. Walau memiliki tujuan untuk menstimulus dan

mempercepat perkembangan kemampuan anak, preschool tetap tidak melupakan saat-saat

bermain sebagai bagian dari tumbuh kembang anak usia dini. Hal inilah yang membedakan

antara PAUD dan Preschool, cara-cara yang mereka gunakan dalam memberikan

pengetahuan terhadap peserta didik tanpa paksaan, tanpa tuntutan namun menghasilkan

peserta didik yang sesuai dengan harapan para orang tua dan masyarakat. Namun kini

masyarakat menghadapi tuntutan baru dunia pendidikan masa kini yaitu diterapkannya sistem

pengujian sebelum memasuki tingkat sekolah dasar yang mana turut mempengaruhi

percepatan pemberian materi ajar terhadap peserta didik. Dan kemampuan para pendidik mau

tidak mau harus sesuai mengikuti perkembangan tersebut.

Kemampuan memperoleh informasi yang dimiliki oleh setiap orang tidaklah sama.

Karena kemampuan manusia dalam mendapatkan sebuah informasi dan mengaplikasikannya

ke dalam kehidupan memiliki penerapan yang berbeda-beda dan telah menjadi budaya

tersendiri. Kini, informasi adalah sesuatu yang dapat dikatakan ‘bebas nilai’ dimana semua

itu tergantung pada penggunanya. Meminjam istilah Francis Bacon “knowledge is power”

jika ingin menguasai dunia milikilah ilmu. Oleh karena itu seseorang harus memiliki

kemampuan dalam mencari, mengkoleksi, mengevaluasi, menginterpretasikan,

menggunakan, dan mengkomunikasikan atau mengaplikasikan informasi yang didapat dari

berbagai sumber dengan efektif. Dan itulah tujuan pendidikan dilangsungkan, mulai dari

tingkatan pendidikan paling dasar berupa PAUD, SD, SMP, SMA, hingga ke Perguruan

Tinggi. Dengan peran pendidik yang mengarahkannya menjadi lebih efektif dan tepat guna

serta memancing peserta didik agar dapat belajar mandiri (student’s freedom to learn) dalam

dunia pendidikan, kemampuan demi mendapatkan informasi yang esensial patut dimiliki.

Ketika memberikan pemahaman akan suatu konsep pembelajaran, pendidik diharuskan

memiliki kemampuan dan kecakapan dalam memberikan atau menyajikan pengetahuan

tersebut. Dalam penelitian ini peserta didik daripada pendidik adalah anak-anak berusia dini

antara usia satu hingga enam tahun. Pemanfaatan informasi memang telah menjadi sebuah

budaya tersendiri dalam masyarakat. Dalam profesi apapun, pasti ada pemanfaatan

penggunaan informasi untuk menunjang aktivitas profesi. Seperti halnya profesi seorang

pendidik pasti akan memanfaatkan media apapun yang tersedia untuk dapat menunjang

kegiatan belajar mengajar yang dilangsungkan, asal sumber informasi yang akan

diaplikasikan tersebut terpercaya dan tepat. Contohnya ketika pendidik dihadapkan

memberikan suatu materi ajar mengenai pengenalan berbagai macam buah, otomatis untuk

dapat menarik atensi dan memperjelas konsep materi maka pendidik harus memberikan

beragam cara yang kreatif dan atraktif kepada anak usia dini. Sama halnya ketika dihadapkan

pada pemberian materi ajar membaca yang mana merupakan salah satu hal yang mulai

diberikan secara intensif dan terus menerus oleh orang tua dan pendidik saat ini, karena

potensi diajarkannya pengajaran membaca ini amatlah penting bagi anak-anak tersebut kelak.

Krusialnya pengajaran membaca juga harus diiringi dengan kemampuan serta pemahaman

para pendidik dalam menyampaikan proses transfer ilmu tersebut dengan tepat dan sesuai.

Mengajarkan membaca yang biasanya dimulai dengan pengenalan huruf-huruf, pelafalan dan

intonasi huruf yang tepat,agar pengucapan kata dapat keluar dengan lancar dan jelas. Rubin

(Ahmad Rofi’uddin 1998:57-61) mengemukakan bahwa pengajaran membaca yang paling

baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa

yang telah dikuasai anak. Dapat diartikan bahwa memberikan pengajaran membaca kepada

anak tidak dapat sembarangan dilakukan, harus disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemampuan anak-anak. Karena jika dipaksakan pasti akan menimbulkan semacam trauma

psikologis yang akan mengambat penyerapan pengetahuan lanjutan anak. Mengajarkan

membaca menjadi semakin tidak mudah karena syaraf mata mata pada anak balita belum siap

untuk membaca karena bersifat kontralateral atau terbalik-balik. Maka dari itu ketika masih

kanak-kanak ketika diajarkannya huruf b dan d, mereka seringkali salah menyebutkan atau

melafalkan, inilah salah satu resiko yang harus ditanggung pendidik agar anak-anak tidak

mengalami kesulitan belajar ketika mereka besar nanti.

Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan penggunaan informasi memang akan terus

berkembang dan dimanfaatkan. Pengembangan kemampuan ini terkait dengan

pengembangan kemampuan dalam baca, tulis dan bahasa yang dilakukan sesuai dengan

prinsip pengembangan anak sejak usia dini yang holistik dan terintegrasi antar semua bidang

pengembangan tersebut. Dengan prinsip pengembangan kemampuan yang dilakukan sejak

usia dini, yaitu momen dimana kemampuan manusia berada dalam masa yang paling tepat

dalam penyerapan pengetahuan, akan lebih tepat jika ada pembiasaan dan pengajaran yang

tepat dan sesuai. Pada pendidik anak usia dini, akan ditemui variasi anak dengan tahap

perkembangan yang berbeda-beda bahkan mereka dituntut untuk selalu tanggap dan tangkas

akan segala ciri-ciri atau tanda yang tidak lazim. Seperti halnya mengenali jenis anak yang

ternyata memiliki kecerdasan di atas normal ataupun anak yang ternyata memiliki ciri

ketidaknormalan perilaku dan mental. Bahkan sejak usia bayi kurang dari 1 tahun sudah harus

dilakukan pengamatan dan pelatihan untuk mengenali apakah anak tersebut dalam keadaan

normal atau tidak. Seperti halnya mendengar bunyi, memegang benda, berguling, tengkurap,

mengenali obyek dan orang, maupun mengucapkan kata. Tanpa informasi berupa data

ataupun pengetahuan maka banyak hambatan yang akan ditemui dalam kaitannya dengan

dunia sosial, komunikasi juga kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu informasi apapun

yang akan dicari, diserap dan dibagikan haruslah akurat dan tepat guna seperti yang

diungkapkan oleh Jogiyanto (1990:8) “informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk

yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya” sebab informasi adalah

pengumpulan atau hasil akhir dari sebuah kumpulan data.

Dalam dunia pendidikan, profesi mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala

profesi, itulah yang diungkapkan oleh Stinnet dan Huggett. Namun banyak pula yang

beranggapan bahwa mengajar adalah sebuah profesi yang tidak menjanjikan untuk sebuah

masa depan. Seringkali masyarakat berfikir bahwa mengajar hanyalah pekerjaan yang

monoton tanpa jenjang karir yang pasti. Walau begitu tanpa seseorang dibalik profesi

mengajar inilah manusia tidak akan dapat berkembang, berakal sehat, dan memiliki pola pikir

yang rasional. Plato pernah berkata bahwa pendidikan menghasilkan orang baik, dan tentu,

orang baik berperilaku mulia. Bukan berarti orang-orang yang sukses dengan gemilangnya

walaupun mengesampingkan pendidikan bukanlah orang yang baik, namun pendidikan

memang memberikan dampak yang berbeda bagi kepribadian maupun intelejensi seseorang.

Pendidikan yang dapat menjadi dasar kemampuan seorang manusia tidak hanya didapatkan

dari akademis belaka namun dapat juga diperoleh melalui jalur formal akademis,

pengalaman, lingkungan ataupun segala hal yang ada di sekitar. Dengan kecakapan dan

kecerdasan manusia yang melingkupi kehidupan, dapat dan bisa menjadi sebuah ilmu yang

akan mendidik manusia sesuai dengan kemampuannya, akan menjadi lebih baik atau akan

menjadi lebih buruk. Bagaikan dua sisi mata uang, walau memiliki peran berbeda akan tetapi

ikatan antara pendidik dan peserta didik amatlah erat dan berkaitan. Apabila pendidik

memberikan ilmu yang tidak mengarah pada sebuah kebaikan maka peserta didik tidak akan

mampu untuk membedakan baik dan buruk serta tidak dapat mengimplementasikan wawasan

daripada ilmu yang telah diberikan oleh pendidik. Oleh karena itu amat diperlukan seorang

pendidik, pengajar, tauladan untuk mengarahkan peserta didik menuju kebaikan dengan tepat

serta menanamkan kecerdasan dan kebaikan yang berakar kuat, dimanasemua itu harus

dilakukan sejak awal, sejak dini, sejak masa dimana manusia mulai mengenal lingkungan dan

menyerap semua hal yang ada di sekitarnya. Karena pada usia dini inilah manusia mengalami

momen dimana penyerapan segala informasi mulai dipelajari, sisi mana yang baik dan sisi

mana yang buruk. Sebuah tantangan yang amat berat bagi seorang pendidik bagi anak usia

dini. Banyak anggapan orangtua saat ini, ketika PAUD atau Preschool mulai marak di

masyarakat bahwa memberikan pendidikan sejak dini bagi anak-anak yang mengajarkan

calistung (baca, tulis dan hitung), mahal, mewah, merupakan hal yang baik bagi

perkembangan anak. Karena pemberian beban yang berat bagi anak usia dini bisa berbahaya

mental sang anak dan perkembangannya kelak. Oleh karena itu dibutuhkan porsi yang tepat

bagi si anak untuk mendapatkan masa bermain yang tepat dan sesuai untuk menstimulasi otak

dan saraf motoriknya.

Profesi pendidik pada pendidikan anak usia dini sendiri mulai berkembang sesuai

kesadaran para orang tua akan pentingnya meningkatkan kualitas anak di masa depan, yang

pada saat ini mulai menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian negara barat,

sekitar 50% kapabilitaas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun,

80% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang jaringan otak ketika anak berumur 8

tahun dan mencapai puncaknya ketika anak berumur 18 tahun, dan setelah itu walaupun

dilakukan perbaikan nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif. Empat

tahun pertama periode tersebut merupakan periode kritis dimana perkembangan pada usia

tersebut akan berpengaruh besar pada perkembangan periode berikutnya. Menurut Byrnes,

pendidikan anak usia dini akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke

depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah. Tambahnya lagi, pendidikan

anak usia dini itu penting, karena di usia inilah anak membentuk pendidikan yang paling

bagus. Usia dimana anak-anak harus membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah

dan masa depan.

Para orangtua dengan pencarian informasi yang mereka lakukan, menyadari bahwa

anak-anak memerlukan sebuah pembinaan terutama bagi anak usia dini atau biasa dikenal

dengan anak pada masa periode golden age (usia 0-6 tahun). Pada periode golden age ini,

seorang anak akan mengalami sebuah perkembangan besar-besaran, yaitu:

1. Adanya perkembangan fisik, motorik, emosional dan intelektual.

2. Kemampuan dalam berbahasa dan bersosialisasi sangat cepat, atau mudah untuk

dilakukan.

3. Untuk pembentukan otak.

4. Jiwa anak akan lebih berkembang sesuai dengan seharusnya.

5. Mendorong self-identity

6. Anak akan lebih mandiri dan menjelajahi hal yang dia suka

7. Lebih menguasai aturan dasar dan rutinitas, dan lainnya.

Dalam kaitannya dengan peran pendidik J. Sudarminto, 1990 (dalam Semana, 1994)

berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar dan tanggap akan perubahan zaman,

pola tindak keguruannya tidak rutin, maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat

instrumentalnya (misalnya sistem berpikir, membaca keilmuan, kecakapan problem solving,

seminar dan sejenisnya) yang diperlukannya untuk belajar lebih lanjut atau

berkesinambungan. Walau harus disayangkan, citra guru cukup menurun drastis pada masa

ini, kini profesi pendidik lebih banyak dilakukan oleh mereka yang pada dasarnya tidak

memiliki kompetensi sebagai seorang pendidik. Hal ini disebabkan tingginya permintaan

profesi ini yang tidak sebanding dengan sumber daya yang sesuai kompetensi dan kriteria. 1Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dikti, saat ini jumlah guru PAUD mencapai 252.000

orang dan dari jumlah ini hanya 15,7% saja yang memiliki kualifikasi S1, baik dari jurusan

khusus pendidikan PAUD maupun dari jurusan lain yang tidak relevan dengan PAUD.

Sebanyak 24% hanyalah tamatan D-1 dan D-3, sisanya sebanyak 60,6% memiliki kualifikasi

kurang pendidikan kurang dari D-2. Padahal hingga tahun 2015, Indonesia masih

membutuhkan guru PAUD sebanyak 727.000. Dengan kebutuhan guru yang mencapai

132.00 orang menjelang 2015, Indonesia masih sangat kekurangan jumlah guru PAUD yang

berkompeten. 2Walaupun dalam Undang-Undang No. 14/2005 tentang guru dan dosen

memang mengutamakan adanya program sertifikasi, namun yang tertera di dalamnya hanya

berlaku untuk guru TK, SD, SMP dan SMA atau yang sederajat. Walau begitu sertifikasi

untuk guru PAUD buanlah hal yang mustahil.

Oleh karena itu untuk menunjang pendidikan yang berkualitas disertai dengan

pendidik yang berkompeten, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan memperketat

penyelenggaraan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Hal ini berkaitan dengan persyaratan

khusus yang harus dimiliki oleh guru TK seperti ijazah S-1 dengan program studi PAUD.

Karena kenyataan yang ada di masyarakat para pendidik di lembaga anak usia dini belum

memenuhi kualifikasi tersebut. Walau begitu pemerintah tidak dapat memberikan sanksi

karena belum adanya aturan khusus yang memperkuat Permendiknas No. 58/2009 mengenai

standar PAUD. 3Padahal Indonesia saat ini masih membutuhkan lembaga pendidikan

setingkat PAUD untuk memenuhi target partiipai kasar PAUD pada tahun 2014 yakni sebesar

75% dan pada tahun 2012 masih tercapai sebesar 34%. Karena itu sarana penunjang yang

tepat bagi para anak-anak usia dini seperti pendidik yang mempunyai kualifikasi, saran dan

prasarana yang dibutuhkan anak-anak sesuai dengan standar dengan tujuan sebagai

pendidikan dasar-dasar fisik, kecerdasan dan emosional selain itu juga untuk membentuk

seorang anak yang baik, beretika, berkarakter. Ditunjang dengan semakin berjamurnya

lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini atau yang setara, seperti Taman Kanak-Kanak,

Raudhatul Athfal, Kelompok Bermain kini orang tua perlu selektif terhadap program yang

ditawarkan dan bagaimana kualitas kurikulum pendidikan, kualifikasi pendidiknya bahkan

lingkungan atau sarana prasarana yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut. Karena

jika ditelusuri jalan dan perkembangan sebuah informasi, mulai dari yang terkecil hingga

yang menyangkut kehidupan manusia secara keseluruhan, telah menjadi sesuatu yang

melekat erat di masa sekarang ini. Bagaimana setiap saat yang berjalan menuju sebuah

pembaharuan diikuti oleh manusia agar tidak menjadi seseorang yang tertinggal atau menjadi

manusia paling terakhir yang tidak mendapatkan informasi apapun. Padahal setiap detik yang

berlalu tedapat informasi yang terus mengalir tanpa henti dan terus berkembang setelah

informasi tersebut tersalurkan. Dan bagaimana hal-hal tersebut mempengaruhi perilaku

manusia agar memperoleh informasi yang akurat, tepat dan terpercaya. Perubahan perilaku

manusia dalam pencarian informasi ini memang telah menjadi suatu kebutuhan yang

diperlukan dalam skala yang sangat luas dimana hal ini juga menunjang manusia untuk

menjadi seseorang yang melek akan informasi. Dan seperti yang dikatakan oleh Paul G.

Zurkowski, President Information Industry Association (Estabrook, 1977), people trained in

the application of information resources to their work orang yang berkemampuan

mengaplikasikan sumber-sumber informasi pada pekerjaannya. Seperti bentuknya yang

beragam, cara perolehannya pun beragam. Bahkan sejak dini, kita telah dapat mengenal

informasi dimana hal tersebut kita dapatkan melalui lingkungan yaitu dari orang tua atau guru

yang memberikan bermacam informasi dan juga pendidikan baik secara formal maupun

informal.

_______________________ 1. Guru PAUD Masuk Akademi Vokasi. 18 July 2012. www.dikti.go.id

2. Ribuan Guru PAUD Belum Bersertifikat Hampir 70% Tidak Layak Mengajar. 5 Januari 2012. www.surabayapost.co.id

3. Indonesia Kekurangan 15.000 Lembaga PAUD..18 Juni 2012. www. nasional.kompas.com

Namun dengan kesadaran orang tua terhadap momen emas anak yang diikuti dengan

meningkatnya jumlah lembaga pendidikan bagi anak usia dini, secara tidak langsung

menstimulus SDM untuk turut berpatisipasi. Apakah itu sebagai guru, caregiver, asisten, atau

dalam bentuk lain yang melibatkan dunia pendidikan anak tersebut. Mulai dari

pengembangan metode pendidikan yang dirasa tepat untuk anak bangsa atau berkiblat pada

metode pendidikan yang diterapkan di negara maju, apapun dilakukan untuk menciptakan

dan memanfaatkan peluang yang dirasakan secara langsung berdasarkan kebutuhannya oleh

orang tua yang mengharapkan memiliki anak yang cerdas dan bagi SDM yang mengharapkan

untuk membuat sebuah metode pendidikan yang mencerdaskan bangsa sekaligus

meningkatkan populasi tenaga kerja. Dari sinilah para guru maupun bentuk pengajar yang

lain mulai melakukan proses berpikir, memanipulasi data, fakta, dan informasi untuk

membuat keputusan berperilaku. Dimulailah sebuah aktivitas untuk dapat menghasilkan

pengetahuan-pengetahuan serta pengalaman yang nantinya akan bersifat permanen dan dapat

mereka salurkan ke orang lain.

Aktivitas demi memperoleh sebuah pengetahuan baru, baik dari sumber-sumber

informasi seperti halnya internet, buku, majalah, maupun pengalaman seseorang dapat

menunjang profesi seseorang untuk dapat meningkatkan kualitas diri dan pengalaman dalam

bekerja. Karena menjadi seorang pendidik terutama pendidik pada dunia pendidikan dengan

tingkatan usia sekitar 1-6 tahun bukanlah hal yang mudah. Periode anak pada usia tersebut

memang merupakan masa-masa dimana anak-anak menginginkan kebebasan, penuh dengan

rasa ingin tahu yang tinggi, dan rasa eksplorasi yang berlebihan. Disinilah peran seorang

pendidik yang berkewajiban mengarahkan si anak dengan tepat dan benar agar apa yang dia

pelajari sesuai dengan kemampuan berpikir si anak. Dengan memahami beberapa ciri-ciri

anak usia dini antara lain;

1. egosentris

2. penuh rasa ingin tahu, punya keinginan untuk belajar mandiri

3. cenderung berperilaku yang dianggap negatif

4. selalu melakukan penolakan / tidak mau dikekang seperti berteriak “tidak”

5. memiliki rasa inisiatif yang tinggi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan

Dari contoh perilaku tersebut, pendidik memerlukan sebuah referensi khusus mengenai

penanganan anak-anak dengan kondisi yang seperti itu. Dimulailah pembentukan karakter

dan perilaku anak agar tercipta kebiasaan-kebiasaan baik yang mana didapatkan dari

lingkungan dimana mereka dibesarkan, tempat dimana mereka memperoleh pendidikan serta

pendidik dengan kemampuan dalam mendapatkan dan mengolah informasi yang tepat dan

sesuai umur.

Merebaknya pendidikan khusus anak usia dini di Kota Surabaya menjadi pertanda

pula mengenai kepedulian kalangan orang tua di Surabaya terutama tentang kesadaran akan

pentingya memanfaatkan secara maksimal masa emas anak tanpa sebuah pemaksaan

melainkan dengan cara yang menyenangkan. Seperti halnya yang kini marak di masyarakat

umum, yaitu peran sekolah bagi anak usia dini mulai diminati secara spesifik seperti metode

pengajaran, kualifikasi pengajar, bahasa pengantar dan sebagainya. Sebagai salah satu media

pendidikan anak pada usia dini yang menjawab pertanyaan para orang tua yang berharap

untuk memiliki anak-anak yang mandiri, cerdas dan berperilaku baik, pendidikan prasekolah

selalu memberikan yang terbaik bagi para anak-anak yang mengenyam pendidikan khusus ini

dengan cara yang fun dan menarik. Dengan membawa suasana belajar mengajar yang tidak

kaku namun berkesan hommy (seperti berada di rumah) atau seperti bermain bersama, atau

memberikan berbagai macam program-program khusus yang bervariasi namun tetap memberi

efek belajar, cara-cara seperti inilah yang akan lebih diperhatikan oleh mereka daripada

menggunakan cara kaku dan tegas serta menyeramkan.

Ditunjang dengan hilangnya sekat-sekat antar negara di dunia sejak perkembangan

teknologi informasi yang begitu pesat seolah-olah membuat manusia dan negara yang

dihuninya semakin kecil. Bahkan setiap bagian sendi-sendi masyarakat mulai mengenal dan

memahami fungsi dan kegunaan perkembangan tersebut secara positif dan negatif. Dan

informasi menjadi sebuah bagian dari kehidupan masyarakat yang mendasar. Penyerapan

informasi yang berasal dari beragam media baik cetak, tertulis, audio maupun visual kini

dengan mudah terjadi dan diaplikasikan. Tidak jauh dari peran seorang pendidik guna

mengejawantahkan tujuan mulianya terhadap peserta didik di sebuah institusi pendidikan.

Berbagai macam cara yang dapat menunjang terjadinya kelancaran proses belajar mengajar

dapat dilakukan dengan memanfaatkan beragam cara dan media, tergantung pada kebutuhan

dan kemampuan si pengguna.

Namun, tidak semudah itu bibit luhur seorang pendidik dapat lahir dan berkembang.

Segala macam realitas sosial yang terjadi di sekitar, pengalaman pribadi, trauma, pengamatan

secara tidak langsung ataupun langsung. Hal-hal tersebut bisa jadi memicu individu untuk

melangkah menjadi pendidik walaupun destinasi awal mereka bukanlah untuk menekuni hal

tersebut. Setiap individu pasti memiliki beragam kemungkinan yang menstimulus mereka

dalam melanjutkan kehidupan karir mereka, akan tetapi sebab spesifik seseorang untuk

menindaklanjuti sebuah pekerjaan mendasar penuh jasa yaitu sebagai seorang pendidik

pastilah bervariasi dan memiliki alas an yang mendalam. Karena menjadi pendidik bukanlah

jenis pekerjaan ringan dimana tanggung jawab moral, akal dan budi pekerti peserta didik ke

depannya akan ditanggung selamanya. Berdasarkan standar bagi pendidik anak usia dini yang

ditetapkan oleh NAEYC (The National Association for The education of Young Children)

pada tahun 2001 ada beberapa hal mendasar yang dapat diperhatikan dan diaplikasikan oleh

para pendidik di Indonesia:

a) Pendidik harus mengetahui bagaimana meningkatkan perkembangan anak dan

pembelajaran mereka melalui lingkungan belajar yang berdasarkan

pemahaman mendalam akan kebutuhan dan perkembangan seorang anak

b) Membangun sebuah hubungan komunikasi yang baik dengan keluarga dan

komunitas terkaita serta melibatkan mereka untuk segala kegiatan pendidikan

yang berlangsung

c) Secara sistematis melakukan observasi, dokumentasi dan menilai setiap

keadaan untuk memberikan pengaruh positif demi perkembangan dan

pembelajaran mereka

d) Meningkatkan pembelajaran dan perkembangan anak dengan cara memadukan

pengetahuan yang dimiliki oleh pendidik dan keluarga anak untuk

menciptakan pembelajaran yang tepat bagi anak

Dalam aktivitasnya sebagai seorang pendidik pasti ditemukan berbagai macam

hambatan-hambatan yang kerap bermunculan tanpa diduga. Oleh karena itu setiap institusi

pendidikan pasti memiliki kriteria terntentu dalam memilih pendidik yang tepat, aktif, kreatif,

cerdas dan tanggap. Selain itu untuk melatih kewaspadaan diri dan menciptakan kepribadian

yang sesuai dengan peserta didik pihak institusi pendidikan juga menerapkan sistem training.

Dalam peraturan pemerintah pun dicantumkan bahwa seorang praktisi pendidikan bagi anak

usia dini harus memiliki sertifikasi khusus yang terkait, karena mendidik seorang anak adalah

permasalahan yang cukup sensitif. Dalam sebuah jurnal berjudul Raising Preschool Teacher

Qualifications oleh Julia Coffman dan M. Elena Lopez, dijelaskan bahwa seorang pendidik

yang memiliki kualifikasi tertentu (terdidik) akan berdampak positif bagi peserta didik,

orangtua dan masyarakat. Pendidik yang berpengetahuan dan terlatih dalam menghadapi

anak-anak lebih sensitif dan responsif. Disini pengalaman juga membawa pengaruh bagi

seorang pendidik anak usia dini. Berikut implikasi pelaksanaan pendidikan anak usia dini

yang berkaitan dengan anak-anak:

a. Anak akan belajar dengan baik ketika mereka menggunakan sensorinya. Hal ini berkaitan

dengan penggunaan kelima panca indera yang dimiliki dalam eksplorasi yang dilakukan

seorang anak terhadap suatu objek tertentu yang menjadi perhatian si anak.

b. Semua anak dapat dididik. Setiap anak yang terlahir di dunia memiliki potesi dan bakat

masing-masing. Selanjutnya tergantung dari orang dewasa yang ada di sekitarnya dalam

mempergunakan kesempatan yang ada tersebut dalam mendidiknya.

c. Setiap anak harus dioptimalkan potensinya. potensi yang berbeda memiliki metode

pengajaran yang berbeda pula. Oleh karena itu dibutuhkan pembelajaran yang tepat dan

sesuai agar potensi yang dimiliki berkembang optimal.

d. Pendidikan harus dimulai sejak dini. Berkembangnya otak seorang anak sejak dalam usia

kandungan empat bulan, membuat anak dapat dengan mudah menyerap segala informasi

yang diterima melalui kelima inderanya. Inilah momen emas yang harus dimanfaatkan.

e. Anak tidak dapat dipaksa belajar jika belum siap belajar. Kematangan dan kesiapan

belajar seorang anak, walau berada dalam usia yang sama, memiliki perbedaan yang

pasti. Maka dari itu menyiapkan anak lebih awal akan membantunya dalam menyerap

konsep dan informasi yang diajarkan.

f. Mempersiapkan anak bagi perkembangan selanjutnya dalam belajar. Jika mengikuti

perkembangan pendidikan saat ini yang berjalan lebih cepat daripada pendidikan

nasional pemerintah, maka mempersiapkan anak untuk menuju tahap perkembangan

selanjutnya akan lebih bermanfaat bagi pembelajaran lebih lanjut.

g. Kegiatan pembelajaran harus menarik dan bermakna. Untuk membuat suatu konsep dan

pengetahuan lebih cepat menyerap dan bermakna diperlukan sebuah ciri khas yang

menarik anak untuk menggugah minatnya dalam menjalani proses pembelajaran.

H. Interaksi sosial dengan guru dan kelompok usia penting bagi perkembangannya. Penting

bagi seorang anak untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain ataupun anak

seusianya agar mereka dapat melakukan aktivitas sosial guna menunjang perkembangan

sosial anak.

Hal-hal tersebut bagaikan sebuah landasan mengenai seorang anak dan bagaimana

orang sekitar sebagai dewasa yang memahami sosial lebih dahulu dapat dan sanggup

mengoptimalkan perkembangan manusia lainnya sejak usia dini. Dalam kaitannya dengan

pendidikan, membaca atau mengenali suara dan bentuk huruf hingga membentuk kata lalu

kalimat, merupakan hal pertama yang akan dilakukan anak-anak pertama kali dimana huruf,

kata, kalimat adalah penghubung komunikasi satu sama lain. Inilah perjuangan pendidik yang

cukup berat ini, walaupun pengenalan akan bunyi dan bentuk huruf maupun kata lebih awal

dilakukan oleh orang sekitar ataupun lingkungan anak tersebut, namun secara formal dalam

sebuah institusi pendidikan proses pengajaran tersebut akan di-estafetkan ke pendidik.

Membaca yang kini telah menjadi perilaku tidak sadar ataupun sadar yang selalu

dilakuakn manusia setiap saat semakin lama menjadi sebuah budaya tersendiri. Padahal pada

masa ketika Republik Indonesia berdiri angka buta huruf masyarakat Indonesia amatlah

tinggi yaitu sebesar 95% dan kini angka buta huruf tersebut mengalami degradasi drastis jauh

dibawah 10%. Karena melek huruf merupakan langkah awal yang harus dilakukan seorang

pendidik anak usia dini sebagai pijakan selanjutnya. Namun setiap anak tentu saja memiliki

karakter dan kecerdasan, kemauan serta kemampuan yang berbeda-beda. Dan langkah

berikutnya seorang anak dalam menjalani dunia pendidikan yang berkualitas yaitu dengan

bagaimana pendidik mengkonversikan keterbelakangan menjadi kemajuan. Membahas

tentang kemajuan saat ini yang dimiliki setiap institusi pendidikan, kini mulai diterapkan

sistem seleksi atau tes yang begitu ketat ketika proses penerimaan murid baru. Sistem

tersebut telah diberlakukan bagi murid Sekolah Dasar bahkan Kindergarten atau Taman

Kanak-Kanak. Sebuah gambaran realitas sosial yang amat jauh berbeda jika dibandingkan

dengan yang pernah ada sebelumnya di Indonesia. Namun inilah realitas yang terjadi dan

mau tidak mau hal ini menjadi tantangan bagi para pendidik usia dini untuk menghadapi

mekanisme sistem pendidikan saat ini dengan cara menjawabnya dengan mempersiapkan

peserta didik mereka yaitu anak usia dini lebih awal daripada sebelumnya.

Pengenalan bunyi dan bentuk sebuah benda serta konsep akan sesuatu sudah dapat

dimulai sejak anak berusia satu tahun, yaitu masa dimana anak mulai memperhatikan dan

mengenal segala maca hal yang ada di sekitarnya. Dari usia tersebut pendidik dapat mulai

mengenalkan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan dan sosial terutama yang berkaitan

dengan komunikasi. Namun tidak semudah itu mengajarkan hal-hal baru kepada seorang

anak. Perjuangan yang dilalui pendidik dalam menjalani proses pembelajaran tidaklah cepat

dan mudah, butuh kesabaran yang sangat besar maupun pemikiran yang kreatif. Berikut

adalah metode yang dapat diterapkan pendidik oleh Bennesse (sebuah perusahaan Jepang

yang fokus terhadap perkembangan anak) ketika menghadapi anak:

1. Jika berbicara dengan anak-anak, berbicara dengan lemah lembut

2. Biasakan berbicara dengan suara rendah, bukan dengan kasar keras atau suara tinggi

3. Kendalikan suara ketika marah pada anak, karena nantinya anak akan mengingat dan

meniru pola tersebut

4. Saat berbicara, usahakan pandang matanya dan sejajarkan wajah dengan anak agar

anak akan merasa dekat, dihargai serta diperhatikan

5. Selalu menjaga setiap perkataan dengan baik, karena anak kerap merekam kata yang

seharusnya begitu saja

6. Jangan merendahkan atau mencela anak ketika ia berbuat kesalahan

7. Selalu tunjukan sikap optimis, positif dan bangga terhadap anak

Kualitas sebuah preschool ditentukan dari program yang ditawarkan serta pendidik

dengan kemampuan mengajar yang hebat karena disertai masa pelatihan yang tepat. Dan

menghadapi anak-anak usia prasekolah pasti kerap ditemui banyak masalah terutama ketika

anak pada usia dimana anak sering menjadi 'egosentris' atau mengedepankan emosi dan

perasaan dalam mengekspresikan segala hal. Dan seorang pendidik sudah pasti memiliki kiat-

kiat tersendiri dalam menghadapi segala tingkah laku mereka dengan tekun dan sabar. Maka

dari itu, peneliti memilih topik ini untuk memahami lebih dalam mengenai perjuangan

seorang pendidik dalam menjalani pekerjaannya serta menilik perjuangannya menghadapi

anak usia dini terutama ketika anak dalam masa perkembangan dimana pendidikan

berpengaruh besar terhadap kesiapannya kelak ketika memasuki pendidikan yang lebih

lanjut. Melalui penelitian ini, peneliti juga ingin mengetahui secara lebih dalam mengenai

pemahaman pendidik terhadap pengajaran membaca di sebuah institusi pendidikan bagi anak

usia dini pada era informasi saat ini. Sebagai pendidik dengan segala aktivitas belajar

mengajar yang dilakukan serta dengan ditemuinya beragam jenis anak-anak, mulai dari yang

termasuk anak-anak dengan kondisi normal hingga yang berkebutuhan khusus, anak-anak

dengan tingkat keaktifan dan rasa ingin tahu yang tinggi, anak-anak dengan gejala-gejala

khusus, dan bermacam kesulitan yang nantinya pasti akan dihadapi seorang pendidik anak

usia dini. Dengan rangkaian kasus yang berubah setiap saat dan beban moral yang

ditanggung, bagaimana menjadi pendidik dapat menuju puncak karir seorang individu,

peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai hal tersebut.

Fokus Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas ditemui permasalahan sebagai berikut:

1. Pemahaman pendidik terhadap cara mengajar membaca pada anak usia dini

2. Pemahaman pendidik akan realitas pengajaran membaca anak usia dini

3. Bagaimana proses pemahaman pendidik terhadap pengajaran membaca dimana dapat

menumbuhkan kesadaran peran pendidik

Pengertian Informasi

Menelusuri jalan dan perkembangan sebuah informasi mulai dari yang terkecil hingga

yang menyangkut kehidupan manusia secara keseluruhan sudah menjadi sesuatu yang

melekat erat di masa sekarang ini. Bagaimana setiap saat yang berjalan menuju sebuah

pembaharuan diikuti oleh manusia agar tidak menjadi seseorang yang tertinggal atau menjadi

manusia paling terakhir yang tidak mendapatkan informasi apapun. Padahal setiap detik

yang berlalu tedapat informasi yang terus mengalir tanpa henti dan terus berkembang setelah

informasi tersebut terciptakan. Dan bagaimana hal-hal tersebut mempengaruhi manusia agar

memperoleh informasi yang akurat, tepat dan terpercaya? Perubahan perilaku manusia dalam

pencarian informasi memang telah menjadi suatu kebutuhan yang diperlukan dalam skala

yang sangat luas dimana hal ini juga menunjang manusia untuk menjadi seseorang yang

melek akan informasi. Kebutuhan itu sendiri terjadi karena terciptanya suatu gap atau

kesenjangan yang timbul karena kurangnya pengetahuan atau informasi yang dimiliki dengan

yang dibutuhkan. Dan seperti yang dikatakan oleh Paul G. Zurkowski, President Information

Industry Association (Estabrook, 1977), “people trained in the application of information

resources to their work” orang yang berkemampuan mengaplikasikan sumber-sumber

informasi pada pekerjaannya. Seperti bentuknya yang beragam, cara perolehannya pun

beragam. Dengan beragamnya kemampuan individu dalam mengakses informasi serta

bagaimana cara pengaplikasiaannya pasti berbeda berdasar kemampuan individu tersebut.

Bahkan sejak dini, kita telah dapat mengenal informasi dimana hal tersebut kita dapatkan

melalui lingkungan secara sadar ataupun tidak yaitu dari orang tua atau guru yang

memberikan bermacam informasi dan juga pendidikan baik secara formal maupun informal.

Pembiasaan diri akan penyerapan informasi sebenarnya sudah terjalin sejak manusia

dilahirkan.Dan dalam waktu yang tidak terduga kemampuan seorang anak untuk menyerap

segala informasi yang melingkupinya semakin lama semakin besar, dimana itulah tugas orang

tua dan pendidik untk lebih mengarahkan dan mengontrol informasi yang ada berada pada

jalur yang baik.

Informasi mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Menurut Davis

(2002:29) informasi memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

1. Benar atau salah, berhubungan dengan realitas atau tidak, bila penerimaan informasi yang

salah dipercayai mengakibatkan sama seperti benar.

2. Baru, informasi dapat sama sekali baru dan segar bagi penerimanya.

3. Tambahan, informasi dapat memperbaharui atau memberikan tambahan baru pada

informasi yang telah ada.

4. Korektif, informasi dapat menjadi suatu korektif atas informasi yang salah.

5. Penegas, informasi dapat mempertegas informasi yang telah ada, untuk meningkatkan

persepsi penerimanya atau kebenaran informasi tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa informasi memiliki karakter yang kuat seperti, informasi

memiliki siklus nilai, memiliki siklus hidup yang jelas, dapat diperoleh pada kapanpun.

Secara pengertian informasi merupakan suatu kumpulan data yang telah dikomunikasikan

kepada orang lain agar dapat bernilai guna bagi orang tersebut dimana informasi tersebut

akan menjadi sebuah pengetahuan atau meningkatkan pengetahuan seseorang. Karena

informasi berasal dari fakta, data, dan juga pengetahuan yang telah diolah sedemikan rupa

menjadi sesuatu yang nantinya akan dimanfaatkan atau memiliki nila guna bagi seseorang.

Oleh karena itu informasi memiliki peran yang cukup penting dalam setiap aktivitas manusia,

karena dengan keakuratan dan ketajaman hasil tersebut akan memberikan standar, aturan,

ukuran dan kuputusan yang lebih terarah. Dan juga visi dan misi atau target yang diharapkan

oleh si pengguna akan tercapai.

Pendidik Anak Usia Dini

Sebuah fondasi bangunan tidak akan kuat, kokoh dan bertahan lama tanpa adanya

faktor-faktor pendukung. Seperti halnya material bangunan, investor atau pendanaan, alat

berat dan lain sebagainya. Namun bangunan tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya

pekerja bangunan, pihak paling krusial yang menentukan ada tidaknya bangunan tersebut.

Sama halnya dengan sebuah institusi pendidikan yang pasti memiliki pendidik dan juga

tenaga pendidikan untuk menopang berlangsungnya kelancaran dan terjadinya proses belajar

mengajar agar berjalan dengan baik dan maksimal. Dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009

dijelaskan bahwa terselenggaranya Paud diperlukan tenaga pendidik dan kependidikan yang

professional atau yang memenuhi standar yang ditetapkan. Pendidik bertugas untuk

memberikan bimbingan, pengarahan, dan pembinaan kepada peserta didik, sedangkan tenaga

kependidikan bertugas memberikan Pengertian seorang pendidik semakin lama memang

semakin luas tidak hanya terbatas akan kecerdasan intelektual namun juga spiritual, kinestetik

jasmaniyah, olah raga ataupun musik seperti yang dijelaskan oleh seorang pakar psikologi

Howard Garner4. Itulah makna pendidik, sebagai pengemban misi dengan upaya

mencerdaskan bangsa dalam berbagai aspek keilmuan. Dalam profesinya pendidikan

merupakan komponen utama dalam sistem pendidikan nasional selain siswa dan kurikulum,

ketiga komponen tersebut merupakan conditio sine quanon atau syarat mutlak dalam proses

pendidikan sekolah.5

Oleh Karena itu pendidik juga dikenal sebagai social agent hired by

society to help facilitate members of society who attends schools.6 Sebagai demostrator,

fasilitator, evaluator dan pengelola kelas tanggung jawab pendidik bisa berarti lebih dari itu,

Zakiyah Darajat menyatakan bahwa guru (dalam hal ini konteks resmi dari istilah pendidik)

adalah pendidik profesional karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua

untuk ikut mendidik anak-anak.

4. Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Implementasi, (Grafindo Persada, Jakarta, 2002),

Hal. 36

5. Ibid., hal. 12

6. Ibid., hal. 2

Menjadi pendidik pada sebuah sekolah prasekolah bukanlah perkara mudah. Perbedaan

konsep cukup besar dapat langsung terlihat jelas, namun bukan berarti proses belajar

mengajar berlangsung begitu saja tanpa arahan yang jelas ataupun prinsip-prinsip yang jelas

berkaitan dengan metode ajar kepada seorang anak, yaitu:

a) berorientasi pada kebutuhan anak, maksudnya segala ajaran yang diberikan memang

diberikan sebagai upaya untuk optialisasi semua aspek perkembangan.

b) belajar melalui bermain, tak lepas dari usianya yang memang terbilang dini metode

ini diberikan untuk mengajak anak secara menyenangkan akan tertarik untuk belajar

dalam mengeksplorasi, memanfaatkan maupun mengambil kesimpulan mengenai

segala hal yang ada di sekitarnya.

c) lingkungan yang kondusif, dengan suasana yang nyaman dan aman seorang anak akan

dapat menempatkan dirinya agak berusaha untuk membaur dan betah.

d) menggunakan pembelajaran terpadu, berarti memberikan suatu pembelajaran sesuai

dengan potensi dan bakat yang terlihat pada anak-anak pada umumnya tanpa adanya

pembedaan ataupun pengelompokkan jenis kepandaian atau kemampuuan anak.

e) mengembangkan berbagai kecakapan hidup, akan diajarkan berbagai proses

pembiasaan untuk belajar mengembangkan keterampilan hidup sehingga sejak dini

seorang anak akan senantiasa kreatif, mandiri, bertanggung jawab, disiplin dan

percaya diri dalam hidupnya kelak.

f) menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar, dengan memanfaatkan

berbagai media dan sumber-sumber pembelajaran yang edukatif yang unik, menarik

atau bisa dikatakan menggunakan metode ajar yang kreatif dan variatif akan membuat

anak lebih menikmati proses pembelajaran.

g) dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang, dimaksudkan agar anak tersebut

menguasai dan menangkap maksud dan makna dibalik pembelajaran yang diberikan

dengan cara menggunakan konsep yang sederhana dan mudah dimengerti serta dekat

dengan pemahaman seorang anak.

Melalui prinsip-prinsip tersebut, pendidikan anak usia dini kini mulai merambah ke

pelosok dan semakin berkembang. Bukan hanya pihak pemerintah yang semakin giat

mengkampanyekan program ini, pihak swasta pun kian turut serta berpartisipasi memajukan

sumber daya manusia Indonesia sejak dini. Semakin banyak pihak yang tertarik untuk

membangun bersama kemampuan anak bangsa. Bisa dikatakan melalui program pendidikan

anak usia dini ini, anak akan diajak mengembangkan kemampuan berpikirnya lebih awal

sehingga akan menjadi manusia yang lebih siap dalam menghadapi segala pengaruh dan

perkembangan yang terjadi di lingkungan dan dunia.

Problematika dan Kendala Pendidikan Anak Usia Dini

Adanya progam pendidikan yang terbentuk khusus bagi anak-anak berusia dini

dilakukan guna pertumbuhan dan perembangan jasmani dan rohani anaka agar siap degan

pendidikan yang selanjutnya. Program pendidikan ini sekarang dapat dengan mudah

dimanfaatkan oleh segala macam lapisan masyarakat, karena timbulnya kesadaran mutlak

mengenai potensi emas seorang anak. Baik secara formal, maupun nonformal kini telah

terselenggara berkat keyakinan dan kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya turut serta

membantu untuk mengembangkan lebih lanjut. Sebagaimana telah diketahui dengan

penyelengaraan program pendidikan ini yang menitikberatkan pada pertumbuhan dan

perkembangan fisik berupa koordinasi motorik dan kognitif untuk melatih daya pikir, daya

cipta, kecerdasan emosi dan spiritual, kondisi sosio emosional, bahasa serta komunikasi yang

dilakukan sesuai dengan kemampuan dan tahapan perkembangan anak usia dini.

Perkembangan yang dimaksud adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses

pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan

proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju kedewasaaan dari lingkungan yang

banyak berpengaruh dalam kehidupan anak menuju dewasa (Frida Fidayanti: 2011).

Untuk dapat mengatasi dan menanggapi tahapan perkembangan tersebut dibutuhkan

pendidikan anak usia dini yang akan menjadi dasar perkembangan anak baik secara fisik,

psikis maupun sosial secara optimal. Pendidik yang membantu anak dalam menjalankan

tahapan perkembangan yang kompleks tersebut mengemban keyakinan nyata yang positif

dari para orangtua yang mengharapkan adanya perubahan kearah yang jauh lebih baik.

Karena dalam kenyataannya pasti akan ditemui kendala-kendala berupa sikap dan perilaku

resisten yang kerap terjadi dari anak-anak terutama pada awal masuk sekolah atau pada saat

kondisi fisik, emosi atau kognitif anak sedang tidak baik. Sementara itu dengan bervariasinya

kepribadian anak serta kemampuan emosi, fisik ataupun kognitif anak yang juga berbeda juga

menimbulkan kendala yang cukup berarti. Seperti halnya menghadapi anak yang pemalu,

belum dapat berkomunikasi dengan baik, lambat dalam pembelajaran, anak berkebutuhan

khusus, hiperaktif, lemah secara fisik ataupun kasus-kasus lainnya. Dengan memperhatikan

kenyataan-kenyataan tersebut melalui pendidikan anak usia dini, anak-anak akan mulai

terbawa dengan alur pembelajaran yang fun dan menyenangkan. Lambat laun secara tidak

langsung mereka akan mulai mengaplikasikan pembelajaran mereka di kehidupan mereka

dimana mereka sebelumnya belajar berkomunikasi, bersosialisasi, menghadapi masalah,

belajar mandiri, percaya diri, berinteraksi dan sebagainya.

Interaksi Sosial

Sebuah hubungan dengan kesadaran diri yang dibangun atas dasar norma dan nilai

sosial yang berlaku di masyarakat dimana setiap individu saling bersentuhan (baik secara

langsung maupun tidak langsung) dalam hal aktivitas sosial, itulah interaksi sosial. Sebagai

pendidik, peranan atau status yang dimiliki sebagai seorang pengajar atau pemberi

pengetahuan memiliki posisi tersendiri di hati masyarakat. Dalam melakukan setiap

aktivititasnya pendidik pun secara langsung maupun tidak langsung melakukan proses

interaksi sosial. Johnson mengatakan di dalam masyarakat, interaksi sosial adalah suatu

hubungan timbal balik antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok

dan sebaliknya. Interaksi sosial menurut Weber yaitu sebagai tindakan sosial individu yang

secara subjektif diarahkan terhadap orang lain (Johnson, 1988: 214). Sedangkan menurut

Kimball Young, interaksi sosial dapat berlangsung antara:

a. orang-perorangan dengan kelompok atau kelompok dengan orang-perorangan (there may

be person to group or group to person relation)

b. kelompok dengan kelompok (there is group to group interaction)

c. orang-perorangan (there is person to person interaction) (Taneko, 1990:112)

Bentuk-bentuk interaksi sosial di dalam masyarakat, baik itu asosiatif maupun disasosiatif,

seringkali memicu individu dalam menentukan tindakan atau aktivitas sosial lainnya. Seperti

halnya seorang individu yang ingin menjadi pendidik karena dipicu adanya interaksi sosial

dengan sekitarnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan sejak seseorang tersebut

mengerti, tertarik dan paham akan pekerjaan tersebut. Interaksi sosial dalam dunia

pendidikan sendiri merupakan hubungan timbal balik antara seorang pendidik yang mana

melakukan aktivitas bersifat edukatif dan mengarahkannya ke sebuah tujuan tertentu yang

bersifat mendidik. Dimana nantinya akan terjadi sebuah reaksi atau perubahan tingkah laku

ataupun pemikiran anak didik kearah yang lebih baik (hubungan timbal balik). Maka dari itu

pendidik sebagai seorang pengajar harus dapat menciptakan situasi dimana anak mengalami

perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses belajar. Dari begitu banyak pengaruh

sekitar, pasti ada hal yang memicu seorang individu dalam menjalani kehidupannya. Melalui

interaksi sosial yang mana merupakan kunci daripada kehidupan sosial membutuhkan

komunikasi dan interaksi antara satu sama lain secara berkala. Dari interaksi sosial inilah

manusia sebagai seorang makhluk sosial dapat menlanjutkan dan meneruskan kehidupan

dengan baik.

Fenomenologi

Tradisi studi fenomenologis, menurut Creswell adalah: "Whereas a biography reports

the life of a single individual, a phenomenological study describes the meaning of the live

experiences for several individuals about a concept or the phenomenon" (Creswell, 1998:51).

Dalam bidang filsafat istilah fenomenologi, yang diperkenalkan oleh Johann Heinrich

Lambert, merupakan salah satu bidang kelimuan yang baru dikenal secara luas menjelang

abad ke-20. Namun kini fenomenologi telah dikenal luas melalui dua tokoh penting di

dalamnya yaitu G.W.F. Hegel dan Edmund Husserl. Lambat laun eksistensi salah satu cabang

filsafat ini akhirnya menyentuh ilmu sosial hingga berkembang ke cabang keilmuan lainnya

seperti psikologi, komunikasi sosiologi, ilmu pendidikan dan sebagainya. Secara mendasar

ilmu yang ada pada fenomenologi menggunakan manusia sebagai bahan eksplorasi aktif,

lebih tepatnya pengalaman yang dialami manusia karena manusia dalam menjalani hidupnya

secara kreatif akan mengalami sebuah interpretasi dan pemaknaan atas segala hal yang

dialaminya demi mencapai sebuah pemahaman atau pemaknaan. Ditengah-tengah adanya

peristiwa pengalaman tersebut muncul dengan sendirinya sebuah fenomena sebagai hasil

sintesis antara indera serta konsep yang terbentuk terhadap sebuah objek. Dalam teori

positivistik Auguste Comte menjelaskan bahwa fenomena adalah fakta atau keadaan yang

harus diterima dan dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Akan tetapi jika digeneralisasikan

fenomena, yang mana sering kita jumpai, oleh Franz Brentano dalam pemikirannya akan

dasar fenomenologi menyimpulkan fenomena merupakan sesuatu yang kita sadari, objek dan

kejadian di sekitar kita, orang lain dan diri kita sendiri sebagai refleksi dari pengalaman sadar

kita. Dimana fenomena adalah sesuatu yang masuk ke dalam 'kesadaran' kita baik dalam

bentuk persepsi, khayalan, keinginan, atau pikiran. Hal ini berarti fenomenologi merupakan

pemahaman lebih dalam mengenai manusia dimana dipelajari adanya kompleksitas dunia

nyata dalam kesadaran manusia serta timbulnya fenomena yang terkait di dalamnya. Dalam

proses kesadaran yang dimaksud merupakan kesadaran murni dimana sebagai manusia kita

harus membebaskan diri dari pengalaman dan gambaran kehidupan sehari-hari, hal ini

dilakukan guna mencapai pengertian yang sebenarnya dan mereduksi berbagai macam

fenomena yang nampak menuju esensi utama sebuah objek. . Istilah lain yang digunakan oleh

Husserl adalah epoche, yang artinya melupakan pengertian-pengertian tentang obyek untuk

sementara dan berusaha melihat obyek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan

pengertian-pengertian yang ada sebelumnya. Bagi Edmund Husserl proses kesadaran yang

dialami manusia terbagi atas dua hal yaitu noesis dan noema yang berasal dari kata noéaw

berarti merasa, berpikir atau bermaksud dan nous yang berarti pikiran. Noesis merupakan

istilah proses kesadaran yang disengaja sedangkan noema merupakan isi atau fenomena yang

tampak pada objek dari proses kesadaran itu. Melalui fenomenologi masyarakat atau manusia

lainnya dapat merasakan dan mempelajari bentuk-bentuk pengalaman seseorang dari sudut

pandang orang tersebut, seolah-olah kita sendiri yang mengalaminya.

Teori Fenomenologi Edmund Husserl

Edmund Husserl, seorang filsuf Austria adalah tokoh yang dianggap memberikan

landasan filosofis pendekatan intuitif non-empiris dalam fenomenologi. Dalam beberapa

bukunya “Logische Unterschungen,” “Ideen zu einer reinen Phanomenologie,” “Formale

und transzendentale Logik” dan “Erfahrung und Urteil” ia mengatakan rumusan tersebut

berangkat dari mainstream pemikiran pada saat itu bahwa “science alone is the ultimate

court of appeal” (sains adalah satu-satunya pengadilan tertinggi). Hal itu menunjukkan

bahwa metode ilmiah adalah satu-satunya metode untuk mencapai kebenaran dan

mengesampingkan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Husserl membantah pendapat

tersebut dengan mengatakan bahwa pengalaman hidup “life experiences” dapat

dipertimbangkan untuk digunakan sebagai alat bantu mengeksplorasi realitas. Husserl,

sebagai seorang ahli sosiologi, berkeinginan besar untuk mengejawantahkan bentuk

fenomenologi sebagai bagian dari ilmu lebih tepatnya ilmu tentang kesadaran (science of

conciousness). Dari teori kesadaran ini sendiri terdapat konsep kunci yang disebut dengan

intensionalitas (conciousness on something) atau sebuah kesadaran yang selalu mengarah

pada sesuatu seperti waktu, tempat atau eksistensi diri sendiri. Dikenal sebagai

bapakfenomenologi, karyanya mengutamakan pengalaman subyektif sebagai sumber dari

semua pengetahuan tentang fenomena obyektif. Secara literal fenomenologi merupakan

sebuah studi mengenai fenomena dimana menurut pemahaman Husserl fenomenologi adalah

upaya dalam memahami kesadaran seperti halnya yang dialami seseorang dari sudut pandang

pertama atau dari sudut pandang subyektif orang terkait. Pada deskripsi fenomenologi lebih

condong kepada bagaimana pengalaman yang dialami manusia sebagaimana awalnya

manusia tersebut mengalaminya.

Melalui pemahamannya, Husserl mengajak untuk kembali pada sumber atau realitas

sesungguhnya dimana diperlukan langkah-langkah metodis “reduksi” dengan cara

meletakkan fenomena ke dalam sebuah keranjang (bracketing) atau tanda kurung. Dengan

memanfaatkan reduksi tersebut untuk mencegah adanya kesimpulan yang terjadi dari setiap

prasangka atau fenomena yang baru terjadi. Fenomena dalam pemahaman Husserl akan

ditempatkan di dalam “keranjang” tersebut dahulu agar perhatian tetap berada dalam struktur

pengalaman sadar, untuk itu harus dapat membedakan kesadaran tersebut apakah bagian dari

kesengajaan atau berhubungan dengan sesuatu hal. Inilah yang disebut dengan noema dan

noematic pengalaman oleh Husserl. Ia menyebut fenomenologi sebagai ilmu pengetahuan

transendental (transcendental science), yang dibedakan dengan ilmu pengetahuan naturalistik

(naturalistic science), seperti pada fisika maupun biologi. Menggunakan reduksi transedental,

Husserl menemukan sebuah esensi kesadaran yang disebut dengan intensionalitas atau

intensi. Pada aktivitas intensionalitas (noetic) termasuk menyadari sesuatu. Pengertian

kesadaran selalu dihubungkan dengan kutub objektifnya, yakni objek yang disadari (John

Cresswel, 1998:207-208). Yang paling penting dalam reduksi ini, bukan terletak pada

persoalan menempatkan penampakan fenomena dalam tanda kurung, melainkan pada

bagaimana subjek memberikan interpretasi terhadap objek selanjutnya (Ibid, hal. 207).

Berdasar penelitian Husserl esensi kesadaran terbangun oleh dua asumsi yaitu pengalaman

manusia sebenarnya yang merupakan satu ekspresi kesadaran dan bersifat subyektif. Yang

kedua adalah setiap terbentuknya suatu kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu

contohnya ketika subjek perpikir akan sesuatu hal maka bayangan akan hal tersebut akan

tergambar di pikiran subjek. Hal inilah yang disebut Husserl intensionalitas (intentionality),

yaitu kesdaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu. Esensi kesadaran subjek akan

terbangun atau dapat ditemukan setelah subjek melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat

habitual yang mana akan memicu terciptanya suatu kesadaran akan objek yang disadari oleh

subjek. Aktivitas habitual dan pengalaman hidup (life experience) serta lingkungan yang

menaungi hidup subjek juga menjadi salah satu faktor terbangunnya kesadaran

(consciousness) itu. Di setiap tindakan yang intensional pasti memiliki tujuan yang jelas

dengan makna yang mendalam dan selalu memiliki obyek. Karena Intensionalitas adalah

keterarahan kesdaran (directedness of consciousness) dan juga merupakan keterarahan

tindakan, yaitu dimana setiap tindakan akan bertujuan pada suatu obyek.

Perkembangan intelektual dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk

membantu peserta didik-peserta didik mengorganisasikan, mengklasifikasikan, mengurutkan,

dan mempertajam kesadaran persepsi mereka. Sama pentingnya adalah perkembangan fisik,

sosial, dan emosional, yang tercermin dalam bermain di lapangan terbuka, mendiskusikan

perilaku yang sesuai di lapangan permainan, dan menghargai tiap-tiap karya individu di kelas

(Brewer, 1995). Perkembangan intelektual yang dibantu oleh peran serta pendidik. Melalui

tiga dasar yang telah dijelaskan tersebut maka peneliti akan mencoba mengetahui bagaimana

pendidik anak usia dini di Apple Tree Preschool Surabaya. Apakah sesuai ungkapan Brewer

dimana pendidik memberikan rangkaian variasi kegiatan yang bertujuan mengembangkan

intelektual anak dengan dedikasi penuh terhadap perannya atau hanya melakukannya sesuai

dengan panduan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah saja.

Teori Fenomenologi Alfred Schutz

Fenomenologi berasal dari kata “phainein” yang berarti memperlihatkan dan

“pheinemenon” yang berarti sesuatu yang muncul atau terlihat, sehingga dapat diartikan

“back to the things themselves” atau kembali kepada benda itu sendiri. Fenomenologi adalah

suatu aliran yang menbicarakan fenomena atau segala sesuatau yang menampakkan diri.

Fenomenologi sebagai ilmu yang berorientasi untuk menjelaskan realitas yang tampak pada

kehidupan manusia memerlukan pemaknaan lebih lanjut. Alfred Schutz dengan pemikirannya

yang menyebut manusia sebagai seorang “actor” beranggapan sama dengan Max Weber

bahwa setiap pengalaman dan perilaku yang dialami manusia dalam kesehariannya

merupakan realitas yang memiliki makna sosial (socially meaningful reality). Dan siapapun

yang melihat “actor” tersebut, mendengar dan memperhatikan apa yang dilakukan dan

diperbuatnya dia akan memahami tindakan sang “actor”, dalam dunia sosial hal ini disebut

dengan realitas interpretif (interpretive reality). Dalam penelitian yang menggunakan metode

kualitatif ini peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai fenomena yang terjadi dan

menjadi pokok masalah penelitian ini. Dengan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz,

peneliti berharap dapat mengetahui bagaimana konstruksi peran para informan. Alfred Schutz

berpendapat bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial apabila manusia

memberikan arti dan makna tertentu terhadap tindakannya sebagai sesuatu yang penuh arti.

Arti dan makna tindakan inilah yang menjadi perhatian peneliti dimana fenomena dapat

tercipta berdasar tindakan tersebut.

Bagi Schutz tugas fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah

dengan pengalaman sehari-hari, dan dari kegiatan dimana pengalaman dan pengetahuan itu

berasal. Dengan kata lain mendasarkan tindakan sosial pada pengalaman, makna dan

kesadaran. Dalam hal ini life experience seorang aktor memiliki pengaruh besar akan

penciptaan makna dalam kehidupannya dan nantinya akan berdampak pada masa depan yang

akan dipilih untuk dijalani sang aktor tersebut. Menurut Schutz, manusia mengkonstruksi

makna di luar arus utama pengalaman melalui proses ‘tipikasi’. Hal ini merupakan

pemahaman Schutz akan tindakan sosial melalui penafsiran guna memperjelas atau

memeriksa makna yang sesungguhnya terkandung sehingga nantinya dapat memberikan

sebuah konsep kepekaan yang implisit. Mengikuti pemahaman Husserl, bahwa adanya proses

pemahaman aktual kegiatan seseorang akan memberikan sebuah makna dimana hal tersebut

dapat ter-refleksikan melalui tingkah laku seseorang. Dengan penggunaan tipikasi tersebut

manusia akan mempelajari bagaiman beradaptasi dengan dunia sosial dengan melihat dirinya

sendiri sebagai seeorang yang juga memainkan peran dalam situasi yang tipikal.

Tipikasi yang terbangun tersebut dalam rangka menemukan sesosok pendidik yang

memiliki dedikasi tinggi akan pekerjaannya. Dalam topik yang peneliti ingin kaji adalah

fenomenologi seorang pendidik anak usia dini yang memiliki dedikasi atas pekerjaannya

terkait pengajaran membaca. Bagaimana seharusnya pendidik itu sendiri yang harus

mengikuti sistem pendidikan atau program panduan ajar yang telah diberikan secara pasti

oleh pihak sekolah, dimana sepatutnya seorang pendidik sudah sewajarnya untuk mengikuti

hal tersebut. Namun apakah secara kenyataan hal tersebut terealisasi di Apple Tree Preschool

Surabaya, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih dalam. Dan untuk mengetahui

penggambaran dedikasi secara nyata seorang pendidik tersebut peneliti akan menggali lebih

dalam intensi, kesadaran diri dan pengalaman hidup responden terkait akan pengajaran

membaca. Oleh karena itu peneliti akan mendiferensiasikan para pendidik di Apple Tree

Preschool menjadi matriks-matriks tertentu untuk mengetahui lebih dalam pemahaman ajar

seorang pendidik yang akan ditilik atas tiga dasar penggabungan teori fenomenologi (Husserl

dan Schutz). Adapun dasar penggabungan fenomenologi yang akan dijadikan acuan untuk

memahami pendidik lebih seksama adalah:

1. Intention, intensi. Warshaw dan Davis (dalam Landry, 2003) intensi adalah tingkatan

dimana seseorang memformulasikan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak

secara sadar. Dimana melibatkan pembuatan komitmen perilaku untuk menunjukkan

suatu tindakan atau tidak, dimana ada harapan yang diperkirakan seseorang dalam

menunjukkan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat.

2. Consciousness, kesadaran diri. Momen dimana seseorang mulai menyadari sesuatu

baik peran atau pun hal lainnya yang merupakan hasil pemikiran mendalam dan

pengamatan sekitar yang akhirnya membangun sebuah struktur kesadaran.

3. Life Experience, pengalaman hidup. Ketika pengalaman menjadi sumber informasi

seseorang dalam membangun sebuah karakter diri, peran, ataupun komitmen masa

depan seseorang.

Pendidik dengan Vokasi (Panggilan Jiwa)

Panggilan jiwa atau istilah pastinya adalah vokasi (vocation), adalah sebuah pekerjaan

yang dilakukan atas dasar naluri atau keinginan terdalam. Bukan karena haus akan materi,

popularitas ataupun hanya sebagai pengisi waktu luang namun sebuah keinginan, hasrat,

keikhlasan dan ketulusan dalam melakukan sebuah aktivitas ataupun profesi dengan serius

tanpa memikirkan timbal balik berupa materi, tapi sebuah tujuan mulia tanpa pamrih. Seperti

halnya profesi pendidik yang mana bukanlah suatu jenis profesi yang mudah untuk dijalani

dan juga dipertanggungjawabkan. Pendidik atau pengajar bukanlah profesi yang sepele dan

remeh. Menjadi seorang pendidik itu merupakan panggilan jiwa, vocation. "Teaching is more

than a noble prefession. it is a vocation, a calling..." Teacher Randall, 1962. Berdasarkan

pengertiannya pun berbeda, antara profesi dan vokasi. Pengertian profesi menurut kamus

Oxford “is a paid occupation that involve prolonged training and a formal qualification",

jadi bisa dikatakan profesi adalah bentuk yang lebih terstruktur, terlatih dan akan lebih

menghasilkan kaena telah memiliki ikatan dan aturan yang telah ditentukan. Sedangkan

vocation "is a strong feeling of suitability foe a particular career or occupation, especially

regarded as worthy and requiring dedication". Sebuah perasaan yang kuat untuk melakukan

sesuatu atas dasar dedikasi dan keinginan yang kuat. Kedua hal tersebut yaitu profesi dan

vokasi memang berkaitan dengan lingkup pekerjaan namun, di satu sisi pada profesi,

pekerjaan dilakukan atas dasar keharusan karena adanya materi. Sedangkan pada vokasi

sebuah pekerjaan dilakukan karena keinginan sendiri demi hasratnya untuk memberikan

sesuatu yang lebih kepada orang lain dengan tujuan yang baik. Terutama kaitannya dengan

dunia pendidikan, seorang pendidik yang mengajar peserta didiknya atas dasar ‘keharusan

sebagai seorang pendidik’ tidak akan dapat menyelami lebih dalam apa yang terjadi dalam

ruang lingkup ajarnya, namun jika disertai dengan adanya keinginan yang kuat untuk dapat

lebih terlibat, dedikasi dan ketulusan maka proses mengajar akan terasa nyaman untuk

dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penulis buku bernama Fauzil Adzim,

bahwa seorang yang mengajar karena panggilan jiwa serta memiliki misi untuk

mengantarkan anak didiknya kepada kehidupan yang lebih baik secara intelektual dan sosial

akan bisa mengalirkan energi kecerdasan, kemanusiaan, kemuliaan, dan keimanan yang kuat

dalam dada setiap anak didiknya. Oleh karena itu, untuk menanamkan kecerdasan dan

kebaikan yang berakar kuat, semua itu harus dilakukan sejak awal, sejak dini, sejak masa

dimana manusia mulai mengenal lingkungan dan menyerap semua hal yang ada di sekitarnya.

Karena pada usia dini inilah manusia mengalami momen dimana penyerapan segala

informasi mulai dipelajari, sisi mana yang baik dan sisi mana yang buruk. Sebuah tantangan

yang amat berat bagi seorang pendidik bagi anak usia dini.

Ada berbagai profesi yang menjadi vokasi terdalam manusia, akan tetapi profesi yang

paling luhur dan memiliki tingkat bakti ataupun kecintaan yang tinggi ada dalam profesi

pendidik sebagai seseorang yang memiliki profesi sebagai seorang pendidik. Kaitan vokasi

dengan pendidikan amatlah erat, karena mengajar bukan sebuah profesi remeh belaka tapi

mengajar adalah sebuah vokasi. Seseorang tidak akan menjadi seorang pendidik yang efektif

dan efisien jika ‘label’ yang didapat sebagai pendidik hanya demi kepentingan pendapatan

(gaji). Pendidik bukanlah sembarang profesi namun disebut dengan seseorang yang memiliki

vokasi. Secara pengertian pun berbeda, dalam Oxford Dictionary profesi adalah "a paid

occupation that involves prolonged training and a formal qualification", sebuah perbedaan

dapat terlihat. Profesi adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan karena untuk itulah mereka

dibayar, namun pada vokasi mereka bekerja karena itu adalah sesuatu yang harus mereka

lakukan, karena rasa cinta dan bakti atau dedikasi. Dan pendidik adalah salah satu bentuk

vokasi yang menakjubkan. Seorang Randall Butisingh, sosok guru yang aktif dan pemerhati

pendidikan, mengatakan dalam tulisannya "teaching is a vocation - a calling". Dikarenakan

perannya yang amat fundamental di masyarakat, pendidik tidak tercipta atau terlahir begitu

saja. Namun pekerjaan yang khusus ini tercipta dari hati mereka, karena kecintaannya akan

mengajar dan memutuskan untuk menjadikannya sebagai sebuah pekerjaan yang benar-benar

diinginkan. Hasil akhirnya pun dapat ditemukan ketika pendidik dengan vokasi tersebut

memberikan pengajaran atau melakukan aktivitas pendidikan, selain kinerja yang diberikan

adalah suatu bentuk totalitas akan dedikasi peserta didik pun turut menerima hasil yang

maksimal.

Kapitalisme dalam Pendidikan ( Karl Marx )

Terlahir di Kota Trier, Jerman yang berdekatan dengan perbatasan Perancis seorang

Karl Marx merupakann pendiri ideology komunis dan juga seorang terotikus bidang

kapitalisme. Dikenal sebagai seorang ahli ekonomi atau ekonom, Marx juga seorang

philosopis, sosiologis dan juga revolusioner. Pemikiran Marx merupakan adopsi dari para

ahli filsafat yaitu Hegel, French serta David Ricardo. Mengenai kapitalisme yang kemukakan

oleh Karl Marx merupakan hasil pengembangan teori G.W.F. Hegel yang berpendapat

“Sejarah berproses melalui serangkaian situasi dmana sebuah ide yang diterima akan eksis,

tesis. Yang kemudian melahirkan antithesis, kejadian ini akan terus berulang sehingga

konflik-konflik tersebut akan meniadakan segala hal yang berproses menjadi lebih baik.”

Teori Marxisme Karl Marx terangkum dalam tiga tema utama yaitu materialism,

ekonomi politik dan konsep ketatanegaraan dan pandangan revolusi. Dalam hal ini peneliti

menggarisbawahi tema yang utama dalam Marxisme yaitu filsafat materialism. Pada

pemahaman Marxisme pembahasan mengenai bagaimana manusia terbagi atas ‘kelas’ atau

lapisan masyarakat amat ditampakkan yaitu kaum proletariat (buruh) dan kaum borjuis serta

kaitannya dengan ‘alienasi’ para masyarakat kapitalis akhirnya timbul karena adanya

eksploitasi kaum proletar oleh kaum borjuis. Berdasarkan pemikiran Marx hal tersebut

tercipta (kapitalisme dan marxisme) karena memang terjadi sebab kondisi ekonomi

kehidupan pada masa tersebut yang memungkinkan teori tersebut akhirnya ada. Namun

Marxisme tidak hanya berupa pandangan mengenai kapitalisme yang terjadi karena adanya

perbedaan kelas namun juga melihat segala sesuatu dalam konteks produksi: uang dan

komoditas. Melalui kapitalisme jika diaplikasikan pada jaman globalisasi sekarang ini bahwa

kuci daripada kapitalisme adalah keuntungan, dimana pada akhirnya manusia memandang

segala sesuatu untuk tujuan ‘produksi’ atau menghasilkan sesuatu yang menguntungkan

dalam bentuk uang untuk menyambung nyawa kapitalis manusia tersebut. Keuntungan yang

diperoleh tersebut berasal dari produktifitas kerja manusia.

Materialisme sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pandangan

hidup yang mencari segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam kebendaan

semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuat yang mengatasi alam indra. Dan

manusia memiliki hal tersebut karena manusia adalah makhluk yang bermasyarakat,

beraktivitas dan selalu terlibat dalam suatu proses produksi dimana hakikat manusia adalah

kerja (homo laborans, homo faber). Kata materialisme dalam Karl Marx bukanlah seluruh

realitas adalah materi namun faktor-faktor keadaan manusia yang menentukan produksi

kebutuhan manusia. Dalam hal ini pandangan Marx mengenai materialisme adalah suatu

keadaan yang dialami manusia adalah kebutuhan materiil sebagai akibat dari usaha

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Upaya dan kesadaran manusia tidak lain hanyalah

refleksi akan kondisi yang dialami manusia yang mengedepankan materiil (ekonomi).

“Materialisme” dalam Marx berarti bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja sosial. Di

sini dia menerima pengandaian Feuerbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi,

dan dalam Marx objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Keadaan

sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan masyarakat dan bukan kesadaran yang

menentukan suatu keadaan sosial namun keadaan sosial yang nantinya akan menentukan

kesadaran manusia. Ketika manusia ditentukan oleh sebuah produksi, mengenai apa yang

mereka produksi dan bagaimana melakukan produksi untuk memenuhi tuntutan keadaan

sosial, pandangan tersebut disebut dengan materialis. Jadi fokus utama manusia pada

akhirnya bagaimana dia dapat bekerja atau berproduksi untuk menghasilkan apa yang

dibutuhkan untuk hidup dan bertahan di dunia sosial.

Kaitan budaya kapitalisme atau lebih tepatnya materialis pada diri manusia

berkembang mengikuti perkembangan budaya dan sosial saat ini. Ketika tujuan hidup

manusia dalam melakukan aktivitas produksi atau bekerja adalah materi, karena adanya

tuntutan dari dunia sosial dan kebutuhan hidup sebagai manusia hingga akhirnya hati nurani

dan logika sering terabaikan. Pandangan tersebut mulai meluas dan terjadi pada masyarakat

masa kini ketika menjalani pekerjaannya terutama pada penelitian adalah pekerjaan sebagai

pendidik. Ketika seseorang yang melakukan sebuah kegiatan pendidikan yang ikatannya erat

dengan kegiatan sosial, namun tujuan daripada kegiatan tersebut hanyalah materi atau atas

dasar kebutuhan ekonomi, hasil yang akan diterima peserta didik tidaklah maksimal begitu

pula dengan kinerja para praktisi pendidik tersebut.

Kesimpulan

Dari fenomena yang tampak dari penelitian ini, pendidik dalam proses pencapaian akan akan

perannya dan setelah mengalami sekian waktu proses waktu dan pengalaman, mulai

menampakkan sebuah kesimpulan. Dari delapan responden yang telah diamati dan melewati

proses wawancara, terdapat satu orang pendidik yang ternyata konstruksi sosialnya dalam

perannya sebagai pendidik hanyalah sebagai pendukung faktor ekonomi saja. Padahal secara

historis responden tersebut, yaitu Ms. Indri, memiliki latar belakang pengajaran dan pengaruh

kuat dalam kaitannya menjadi pendidik. Sedangkan tujuh orang responden lain yang awalnya

menjalani pekerjaan pendidik usia dini setelah mengalami masa konstruksi sosial dan

dialektika yang cukup mendalam telah menemukan esensi penting dari pekerjaan tersebut

serta makna penting dari pengajaran membaca. Esensi penting tersebut adalah kebahagiaan,

panggilan jiwa dan kepuasan selama menjalani peran sebagai pendidik anak usia dini yang

mana bukanlah sebuah jenis pekerjaan pendidik yang sama dengan pendidik lainnya.

Dari penelitian ini, peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan pokok yang dapat dipelajari,

yaitu:

1. Pendidik anak usia dini di Apple Tree Preschool Surabaya memiliki pemahaman yang

cukup dalam dan memiliki karateristik yang berbeda setiap orangnya. Namun mereka

memiliki kemauan serta kemampuan dalam pengajaran yang tepat dan sesuai bagi anak

usia dini, sehingga tidak akan melukai mental dan perkembangan alami anak.

2. Secara realitas para pendidik memiliki tingkat kesabaran yang berbeda dalam menangani

anak usia dini, namunn satu hal yang pasti pasti mereka tetap memiliki kesadaran yang

nyata akan karakter dan jiwa anak usia dini sesungguhnya. Dimana mereka kembali lagi

kepada kenyataan bahwa peserta didik mereka adalah anak kecil dan tidak sepatutnya

mereka melakukan tindakan di luar batas logika, kewajaran atau bahkan asusila. Oleh

karena itu mereka sebagai pendidik berusaha keras dalam mengatasi pergolakan

perasaan diri karena peran lainnya sebagai manusia dewasa yang memiliki akal sehat.

3. Proses konstruksi menjadi pendidik yang berdedikasi yang dibangun melalui

pemahaman peran memang tidak seluruh responden memiliki hasil yang sama, akan

tetapi mayoritas dari responden mendapatkan sebuah esensi rasa positif yang telah

ditemukan selama menjalani peran sebagai peran pendidik bahkan mereka merasa

ketagihan dengan rasa tersebut. Hal ini membuktikan bagaimana proses yang telah

dijalani pada akhirnya meng-kristal atau mengerucut menjadi sebuah rasa cinta akan

pekerjaannya yang disebut dengan dedikasi atau vocation.

4. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan telah tertipifikasi jenis pendidik yang telah

peneliti temukan yang terdiri atas pendidik dengan pandangan economics dimana tujuan

kerja daripada pendidik tersebut adalah atas dasar faktor ekonomi atau demi memenuhi

kebutuhan hidup beserta tuntutan dunia sosial sehingga mengesampingkan hal mendasar

seorang pendidik yaitu panggilan jiwa. Selain itu juga ditemukan Jenis pendidik dengan

tujuan mendasar sebagai pendidik adalah atas dasar dedikasi, menurut panggilan jiwanya

pendidik tersebut ingin mendidik anak menjadi bangsa yang cerdas dan berbudi pekerti

dimana mereka mengedepankan kepentingan peserta didik daripada diri sendiri serta

mencurahkan segala rasa dan upaya hanya untuk peserta didik.

5. Melalui pengamatan yang telah peneliti lakukan, adanya kebebasan berkekspresi dalam

hal mengajar atau mendidik merupakan sesuatu yang dibutuhkan asal tetap dalam batas

kewajaran dan tidak di luar norma yang berlaku di masyarakat. Diperlukan sebagai

bentuk kepedulian pendidik akan pentingnya ragam variasi bentuk ajar bagi anak usia

dini untuk meningkatkan atensi serta memberikan pemahaman yang lebih baik daripada

memberikan materi ajar yang baku dan metodis. Melaului kreativitas, inovasi serta

penyampaian yang interaktif peserta didik akan merasakan bentuk pendidikan yang lebih

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Afdjani, Hadiono. 2010. Makna Iklan Televisi (Studi Fenomenologi Pemirsa di Jakarta

Terhadap Iklan Televisi Minuman "Kuku Bima Energi" Versi Kolam Susu). Jurnal Ilmu

Komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Januari - April 2010 Universitas Padjajaran. Diakses

tanggal 12 Mei 2013.

Berger, Peter., & Thomas Luckmann, 1975, The Social Construction of Reality, A Treatise in

The Sociology of Knowledge, Penguin Books, Australia. Hal 70.

Butisingh, Randall. Teaching is a vocation. Diakses pada tanggal 5 Februari 2013. Tersedia

pada http://randallbutisingh.wordpress.com

Coffman, Julia and M. Elena Lopez. 2003. Raising Preschool Teacher Qualifications, With a

Case Study on How New Jersey's Early Childhood Teachers are Getting Four-Year Degrees

and Certification Under a Four-Year Deadline. England.

Desilawati, Nur. 2012. Pengalaman Komunikasi Keluarga Pahlawan Revolusi, Studi

Fenomenologi Tentang Pengalaman Komunikasi Keluarga Pada Putra Keluarga Pahlawan

revolusia Yang Berminat Untuk berprofesi di Bidang Militer. Program Studi Ilmu

Komunikasi, Universitas Padjajaran. Bandung.

Dreher, Jochen. Alfred Schutz. Malden: Wiley-Blackwell, 2011. Diakses tanggal 12 Agustus

2013.

Elisabeth, Christyn. 65 Persen Anak Indonesia Belum Akses PAUD. 2 Juli 2012, diakses pada

tanggal 20 September 2013. Tersedia pada http://11094christynelisabeths.blogspot.com/

Fadlillah, Muhammad. Desain Pembelajaran Paud. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.

Ghaitsa, Ata. 2013. Teori Konstruksi Realitas Sosial. Diakses pada tanggal 29 September

2013. Tersedia pada ataghaitsa.wordpress.com/

Guru PAUD Masuk Akademi Vokasi. Diakses pada tanggal 18 July 2012. Tersedia pada

www.dikti.go.id

Goffman, Erving, 1959, The Presentation of Self In Everyday Life, Penguin Book, Cox &

Wyman Ltd, Great Britain. Hlm. 32-40

Helmalena, Putri. 2011. Analisis Fenomenologi Pada Program "Mario Teguh Golden Ways"

di Metro TV. Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Indonesia Kekurangan 15.000 Lembaga PAUD. Diakses pada tanggal 18 Juni 2012. Tersedia

pada www.nasional.kompas.com

Kuswarno, Engkus. Metodologi Penelitian Komunikasi: Fenomenologi. Widya Padjajaran,

2009.

Kuswarno, Engkus. 2005. Tradisi Fenomenologi pada Penelitian Komunikasi Kualitatif:

Sebuah Pengalaman Akademis.

Maimunah Hasan. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Diva Press, 2010.

Manuaba, Putera I.B. 2010. Memahami Teori Konstruksi Sosial, 18 November 2010. Jurnal

Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Volume 21, Nomor 3: 221-230. Fakultas Budaya,

Universitas Airlangga, Surabaya.

Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000.

Marliana. 2007. Konsep Diri Remaja Yang Pernah Mengalami Kekerasan Dalam Rumah

Tangga. Universitas Diponegoro.

Maryatun, Ika Budi. Peran Pendidik Dalam Membangun Karakter Anak. Diakses pada

tanggal 12 Desember 2013.

Nindito, Stefanus. 2005. Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Konstruksi Makna dan

Realitas dalam Ilmu Sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 2, Nomor 1, Juni 2005:75-94.

Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma

Jaya, Yogyakarta.

Padmonodewo, Soemiarti. Pendidik Anak Prasekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.

Pama, Hasnita. Risiko Anak-Anak Bergajet, 4 Oktober 2013, diakses pada tanggal 20

November 2013. Tersedia pada http://pama.karangkraf.com/

Partini. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010.

Puspita, Widya Ayu. Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sebagai Model Perilaku

Anak Usia Dini. Diakses pada tanggal 20 desember 2013. Tersedia pada http://www.bppnfi-

reg4.net/

Qamariah, Rifatul dan Arif Sudrajat. Motif Keluarga Dalam Pemenuhan Kebutuhan

Psikososial Lansia. Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Surabaya. Diakses tanggal 12 Agustus 2013.

Ramdhani, Neila. Menjadi Guru Inspiratif. Jakarta: Titian Foundation, 2012.

Ranis. 2013. 12 Manfaat Membaca Bagi Anak, 28 Februari 2013, diakses pada tanggal 20

desember 2013. Tersedia pada http://www.bimba-aiueo.com/

Ribuan Guru PAUD Belum Bersertifikat Hampir 70% Tidak Layak Mengajar. diakses pada

tanggal 5Januari 2012. Tersedia pada www.surabayapost.co.id

Sari, Yohana. 2011. Jenis Program PAUD. Diakses tanggal 25 Agustus 2013. Tersedia pada

www.posyandu.org

Schutz, Alfred. The Phenomenology of The Social World, London: Heinemann Educational

Book, 1972.

Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Implementasi, Jakarta:

Grafindo Persada, 2002.

Suwarno. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Suyanto, Bagong dan Sutinah (ed.). 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif

Pendekatan, Kencana, Jakarta.

Teguh. Harian Haluan, 26 Juni 2011, diakses pada tanggal 20 September 2013. Tersedia pada

http://www.harianhaluan.com/

Tientje, Nurlaila NQM, Multipel Intelegensi. Bogor: Rekatama, 2010.

. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Diakses pada tanggal 29

September 2013. Tersedia pada http://gurindrasosio.blogspot.com/2013/01/teori-konstruksi-

sosial-peter-l-berger.html/

. Ribuan Guru PAUD Belum Bersertifikat Hampir 70% Tidak Layak

Mengajar. Diakses pada tanggal 5Januari 2012. Tersedia pada www.surabayapost.co.id

. Indonesia Kekurangan 15.000 Lembaga PAUD. Diakses pada tanggal

18 Juni 2012. Tersedia pada www.nasional.kompas.com

. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diakses pada tanggal 18 Februari

2013. Tersedia pada http://pendidikananak2.blogspot.com

. Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Sejak Usia Dini. diakses pada

tanggal 14 Mei 2012. Tersedia pada http://www.kpai.go.id

. 2010. Teori Fenomenologi, 29 Juni 2010, diakses pada tanggal 16

Oktober 2013. http://amacorablog.wordpress.com/

. Metode Belajar Membaca. Diakses pada tanggal 20 desember 2013.

Tersedia pada http://www.tipsbayi.com/

. Tahapan Membaca Untuk Anak Usia Dini. Diakses pada tanggal 20

Desember 2013. Tersedia pada http://pkgpaudjatinangor.blogspot.com/