Modulrevenuemigas 2colour 140721042854 Phpapp01

Embed Size (px)

DESCRIPTION

qwe

Citation preview

  • Maryati AbdullahAmbarsari DC

    Pusat Telaah dan Informasi Regional

    Modul Pelatihan

  • ii

    Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi MigasModul Pelatihan ISBN : 978-979-18481-5-2

    Penulis Maryati AbdullahAmbarsari DC

    Desain Sampul & Tata LetakAgus Wiyono

    All right reservedCetakan I, Desember 2010

    Buku ini diterbitkan atas dukungan Revenue Watch Institut dan Local Government and Public Service Reform Initiative

    Hak menerbitkan dilindungi oleh undang-undang. Pengutipan diperbolehkan dengan menyebutkan nama penulis dan sumbernya sesuai etika penulisan yang berlaku.

    PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional)Jl. Tebet Timur Dalam VIII No.39, Jakarta SelatanTelp/Fax : +62-21 8379 0541/+62-21 829 4691E-Mail : [email protected]; [email protected]

  • iiiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Pengantar RWI

    Revenue Watch Institute (RWI) menyambut baik diterbitkannya buku Modul Pelatihan Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas oleh PATTIRO sebagai upaya untuk mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas di sektor estraktif Migas di Indonesia. Hadirnya buku ini merupakan jawaban atas kebutuhan penting masyarakat untuk memahami aliran pendapatan dari sektor Migas.

    Bagi sebagian besar negara kaya minyak, gas, dan mineral, pendapatan migas dan minerba acapkali tidak banyak menunjukkan manfaat; yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin, ekonomi mandek, korupsi merajalela, dan konflik-konflik semakin mendalam. Industri-industri ekstraktif mendatangkan kekayaan yang luar biasa besar bagi lebih dari 50 negara di dunia, tetapi banyak di antara negara-negara tersebut yang tidak mampu mengubah uang yang demikian besar menjadi pertumbuhan yang berjangka panjang dan peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan bagi warga negaranya.

    Dalam dekade terakhir, sebuah gerakan internasional untuk melawan kutukan sumber daya ini mulai muncul. Warga negara dari negara-negara produsen dan konsumen bergabung bersama untuk menuntut tatakelola sumber daya alam ekstraktif yang lebih baik dan bertanggung jawab. Kini sektor industri ekstraktif yang secara tradisional selalu diselimuti kerahasiaan dan dikelola sebagai domain eksklusif elit politik dan perusahaan-perusahaan besar, mulai membuka pintunya lebih lebar bagi pengawasan publik. Kelompok kelompok masyarakat sipil mulai menemukan cara berkomunikasi dengan efektif. Suatu hal yang sangat penting bagi masa depan setiap negara kaya sumber daya.

    Revenue Watch Institute melihat transparansi pendapatan yang dihasilkan sumber daya alam sebagai sebuah isu yang sangat penting bagi pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Program ini bertujuan mendukung upaya masyarakat sipil untuk menghasilkan dan mempublikasikan penelitian, informasi, dan advokasi di bidang extractive industry governance demi mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan perusahaan perusahaan ekstraktif industry. RWI juga membangun kemampuan kelompok lokal untuk memantau manajemen pemerintah akan pendapatan dari minyak dan memastikan bahwa pendapatan sumber daya alam yang ada sekarang dan masa mendatang akan diinvestasikan dan dibelanjakan untuk kesejahteraan rakyat.

    Di Indonesia, RWI telah memberikan dukungan kepada beberapa organisasi masyarakat sipil dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pendapatan sebagai bagian dari perbaikan tata kelola ekstraktif secara menyeluruh. Termasuk dalam memperjuangkan

  • iv

    komitmen Indonesia untuk menjadi negara yang akan melaksanakan EITI (Extractive Industries Transparency Initiave) yang ditandai dengan lahirnya peraturan presiden tentang Transparansi Pendapatan Negara/Daerah yang diperoleh dari sektor ekstraktif Migas dan Minerba. Hingga saat ini Indonesia telah terdaftar sebagai negara kandidat (candidate country) yang akan melaksanakan EITI.

    PATTIRO merupakan salah satu LSM yang selama kurang lebih tiga tahun terakhir bekerja atas dukungan RWI di dua kabupaten penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Bersama mitra kerjanya, Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) dan Bojonegoro Institut (BI), PATTIRO membangun inisiatif multipihak untuk transparansi di tingkat lokal dan melakukan asistensi dalam pembuatan rencana pembangunan berkelanjutan bagi daerah penghasil Migas. Modul ini merupakan salah satu output dari karya PATTIRO di dalam program ini.

    Akhir kata, kami berharap Modul Pelatihan ini akan bisa menjadi bahan acuan, baik bagi pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat secara umum dalam memahami aliran pendapatan dari sektor ekstraktif Migas. Selamat, kami sampaikan kepada tim penulis dan kepada para pembaca yang nantinya juga diharapkan memberi masukan perbaikan yang diperlukan bagi penyempurnaan modul ini. Revenue Watch Institute juga mengucapkan terima kasih kepada LGI (Local Government dan Public Service Reform Initiative) yang telah memberikan dukungan bagi penerbitan buku ini.

    Bogor, November 2010

    Chandra KiranaKoordinator Asia Pasifik

  • vMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Pengantar PATTIRO

    Pendapatan negara dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara. Tahun 2009 saja, sektor ini menyumbang 27 persen penerimaan negara, dimana 80 persennya merupakan penerimaan Minyak dan Gas Bumi (Migas) di sektor Hulu. Selain oleh pemerintah pusat, penerimaan sektor Hulu Migas ini juga diterima oleh pemerintah daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH).

    Pemerintah Daerah yang wilayahnya memiliki sumber daya alam berlimpah, dengan ketentuan desentraliasi fiskal yang ada, secara otomatis akan menerima pendapatan yang cukup signifikan dari skema DBH SDA yang dimilikinya. Dengan potensi pendapatannya, daerah-daerah yang kaya ekstraktif sejatinya harus memiliki perencanaan yang baik untuk mengelola pendapatan daerahnya bagi pembangunan secara berkelanjutan.

    Selain karena sumber daya ekstraktif (terutama Migas, Minerba dan Panas Bumi) ini sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui, kegiatan sektor ini juga sangat dipengaruhi oleh pasar global yang sangat fluktuatif. Sehingga, pendapatan sektor ekstraktif Migas ini cenderung mengikuti kurva normal dari produksinya, dimana produksi akan terus naik menuju puncak, dan setelah mencapai titik klimaks kemudian akan turun menuju antiklimaks.

    Pendapatan yang berlimpah dari sektor Migas, jika tidak diiringi oleh akuntabilitas yang memadai tentu akan menciptakan peluang kebocoran dan korupsi. Sehingga transparansi pendapatan di sektor ini penting untuk didorong sampai ke tingkat lokal. Di sisi lain, tanpa perencanaan yang baik, penerimaan Migas juga tidak akan mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan. Sehingga transparansi yang mendorong perencanaan pembangunan sangat dibutuhkan untuk memperkuat tata pemerintahan terutama di daerah kaya ekstraktif.

    PATTIRO sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang selama ini concern pada tata kelola pemerintahan di tingkat lokal, dalam tiga tahun terakhir telah menginisiasi mekanisme transparansi bagi tata kelola Migas dan Pembuatan Perencanaan Pembangunan berkelanjutan di dua Kabupaten Penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Inisiasi ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki tata kelola ekstraktif di tingkat lokal untuk pembangunan berkelanjutan.

    Modul pelatihan Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas ini diterbitkan oleh PATTIRO sebagai salah upaya untuk memberikan pemahaman tentang aliran pendapatan Migas kepada publik, terutama pemerintah daerah dan kalangan organisasi

  • vi

    masyarakat sipil yang akan melakukan advokasi bagi transparansi di sektor esktraktif Migas.

    Atas tersusunnya modul pelatihan ini, saya selaku Direktur Eksekutif PATTIRO mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada tim penulis, reviewer dan pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam proses penyelesaian modul ini. Tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada Revenue Watch Institute (RWI) dan Local Government and Public Service Reform Initiative (LGI) atas dukungan dan kerjasamanya dalam penerbitan modul ini. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi reformasi tata kelola ekstraktif di Indonesia.

    Jakarta, November 2010

    Ilham Cendekia Srimarga

    Direktur Eksekutif

  • viiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Pengantar Penulis

    Salah satu tujuan penyelenggarakan kegiatan usaha Migas di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 adalah untuk Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.

    Salah satu yang harus terbuka dan transparan dalam pelaksanaan kegiatan Hulu Migas adalah hal-hal yang terkait dengan penerimaan/pendapatan yang diperoleh dari sektor ini. Hal ini penting, mengingat sektor Migas dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang penerimaan negara rata-rata hingga 30 persen dari penerimaan nasional. Selain itu, sektor Migas juga memegang peranan penting dalam multiplier effectnya bagi industri hilir, penyediaan energi, pertumbuhan ekonomi, dan jalannya program pembangunan di nasional maupun daerah.

    Memahami aliran pendapatan Migas merupakan kemampuan yang fundamental bagi masyarakat secara umum, terutama bagi Pemerintah Daerah yang wilayahnya merupakan penghasil Migas, serta bagi kalangan Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization/CSO) yang akan melakukan advokasi kebijakan di sektor ekstraktif ini. Bagi Pemerintah Daerah, pemahaman terhadap aliran pendapatan Migas sangat membantu dalam membuat perencanaan daerah, memudahkan daerah dalam melakukan proyeksi pendapatan yang akan diperoleh dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, serta memudahkan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah antisipatif bagi program pembangunannya jika ternyata pendapatan dari Migas yang dimaksud tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan bagi CSO, memahami aliran pendapatan Migas akan memudahkan dalam melakukan advokasi kebijakan dan pemantauan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ekstraktif Migas.

    Untuk itu, modul ini kami susun sedemikian rupa guna memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan serta masyarakat umum yang berminat dengan isu ini dalam memahami aliran pendapatan/penerimaan sektor Migas. Dalam modul ini kami memberikan pengantar pelatihan yang penting untuk dicermati sebelum modul ini digunakan dalam pelatihan, juga petunjuk pelatihan dari setiap sesinya, disertai lembar kerja dan lembar latihan yang dibutuhkan. Dalam modul ini, kami juga memberikan bahan bacaan, yang tetap bisa dimanfaatkan sebagai bahan bacaan secara individual meskipun tanpa melalui forum pelatihan/training.

  • viii

    Pada kesempatan ini, izinkan kami untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada segenap kawan-kawan PATTIRO, tim program Blok Cepu, kawan-kawan LPAW Blora, kawan-kawan Bojonegoro Institute, kawan-kawan PWYP-Indonesia, kawan-kawan Pattiro Institute, kawan-kawan EITI, Ibu Risyana dari Kementerian Keuangan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mereview modul ini, Ibu Chandra Kirana dari Revenue Watch Institut, serta rekan-rekan dan segenap pihak-pihak terkait yang telah banyak memberikan dukungan dan membantu dalam proses penyelesaian modul ini.

    Modul ini tentu masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari rekan-rekan dan masyarakat sekalian sangat kami harapkan untuk perbaikan kami di edisi revisi berikutnya. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi perbaikan tata kelola ekstraktif di Indonesia. Amin.

    Jakarta, November 2010

    Maryati Abdullah, Ambarsari DC

    Tim Penulis

  • ixMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Pengantar Pelatihan

    Secara umum, aliran dana di sektor hulu Migas mengikuti ketentuan hukum dan kebijakan yang berlaku dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas. Secara garis besar, aliran pendapatan Hulu Migas ini dapat dilihat mulai dari tahap penandatanganan kontrak, tahap eksplorasi dan eksploitasi, hingga pasca operasi pertambangan berlangsung. Penerimaan sektor Hulu Migas ini meliputi jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Pajak (PPh Migas), Pajak Daerah, bonus Tanda tangan, maupun penerimaan lain-lainnya.

    Modul Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas ini merupakan modul pelatihan yang ditujukan untuk memahami aliran pendapatan yang diperoleh dari sektor Hulu Migas. Sebagai bahan pelatihan, modul ini secara spesifik ditujukan terutama kepada Pemerintah Daerah dan Kalangan organisasi masyarakat sipil (CSO) yang akan melakukan advokasi di sektor Migas maupun masyarakat secara umum yang tertarik dengan isu ini.

    Modul ini kami sajikan dalam rangkaian sesi-sesi pelatihan. Setiap sesi dari pelatihan ini menggunakan metode yang bervariasi, mulai dari metode ceramah, membaca bahan bacaan, diskusi kelompok, studi kasus, hingga menyelesaikan lembar kerja. Secara keseluruhan, bahan dalam Modul ini dapat dilatihkan secara optimal dalam 2 (dua) hari pelatihan efektif. Selain aspek pengetahuan (knowledge), modul ini juga berusaha membelajarkan aspek keterampilan (skill) bagi peserta dalam menghitung dan memperkirakan pendapatan Migas menggunakan operasi matematika sederhana.

    Melalui bahan bacaan yang disajikan, modul ini juga dapat dimanfaatkan oleh pembaca dan masyarakat secara umum tanpa melalui sebuah training atau pelatihan. Bahan bacaan yang disajikan mengikuti sesi ini sengaja dihantarkan secara bertahap, mulai dari pemahaman kebijakan Migas secara umum sebagai pengantar, konsep-konsep penting dalam perhitungan, alur perhitungan, hingga format perhitungan sederhana yang mudah digunakan oleh pembaca secara individual.

    Catatan Bagi Fasilitator

    Fasilitator yang akan menggunakan modul ini untuk sebuah pelatihan diharapkan memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; tertarik dengan isu ekstraktif terutama Migas, memiliki perhatian khusus terhadap aspek penerimaan Migas, memiliki kemampuan dan pengalaman dalam memfasilitasi sebuah pelatihan.

  • xSebelum memfasilitasi pelatihan, beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh seorang fasilitator adalah :

    Bacalah bahan pelatihan secara keseluruhan secara seksama1.

    Perhatikan tujuan dan metode setiap sesi serta bahan bacaan dan lembar latihan yang 2. digunakan

    Baca dan pahamilah bahan bacaan secara seksama3.

    Persiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan pada setiap sesi4.

    Perhatikan latar belakang dan komposisi peserta pelatihan5.

    Sesuaikan metode pelatihan yang akan digunakan dengan kondisi peserta6.

    Jangan lupa untuk mengevaluasi pelatihan pada periode tertentu sesuai kebutuhan 7. (per sesi atau perhari)

    Fasilitator dimungkinkan untuk melakukan perubahan, penukaran sesi, maupun modifikasi metode pelatihan sesuai dengan kondisi peserta dan tujuan pelatihan.

    CATATAN BAGI PESERTA

    Peserta yang akan mengikuti pelatihan dengan menggunakan modul ini diharapkan memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; memiliki ketertarikan dengan isu ekstraktif terutama Migas.

    Dalam mengikuti pelatihan, beberapa petunjuk teknis yang harus diperhatikan oleh peserta pelatihan ini adalah :

    Ikutilah petunjuk yang diberikan oleh fasilitator pada setiap sesinya1.

    Bacalah bahan bacaan sesuai dengan sesi yang diberikan oleh fasilitator2.

    Ikutilah setiap studi kasus, diskusi kelompok dan pengerjaan lembar latihan secara 3. bersungguh-sungguh

    Tanyakanlah hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi, bahan bacaan, maupun 4. metode pelatihan yang dibawakan oleh fasilitator

    Jangan lupa untuk memberikan masukan terhadap materi, bahan bacaan maupun 5. metode yang dibawakan pada setiap sesi untuk perbaikan ke depan.

  • xiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Daftar Singkatan

    APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    BOPD : Barrel Oil Per Day

    BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

    BPMIGAS : Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas

    BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

    BUMN : Badan Usaha Milik Negara

    CAPEX : Capital Expenditure

    CR : Cost Recovery

    CSO : Civil Society Organization

    DBH : Dana Bagi Hasil

    DMO : Domestic Market Obligation

    DJA : Direktorat Jenderal Anggaran

    DPK : Direktorat Perimbangan Keuangan

    DPB : Direktorat Perbendaharaan

    EITI : Extractive Industries Transparency Initiative

    FTP : First Trance Petroleum

    ICP : Indonesian Crude Price

    JOB : Joint Operation Body

    LGI : Local Government and Public Service Reform

    MCL : Mobile Cepu Limited

    MIGAS : Minyak dan Gas Bumi

    OPEX : Operational Expenditure

    PATTIRO : Pusat Telaah dan Informasi Regional

    PDRD : Pajak Daerah Retribusi Daerah

    Pemda : Pemerintah Daerah

    Perpres : Peraturan Presiden

    PI : Participating Interest

    PP : Peraturan Pemerintah

    RWI : Revenue Watch Institute

    SDA : Sumber Daya Alam

    TAC : Technical Assistant Contract

  • xii

    Daftar Isi

    PENGANTAR RWI ............................................................................................................................... iii

    PENGANTAR PATTIRO .................................................................................................................... v

    PENGANTAR PENULIS ................................................................................................................... vii

    PENGANTAR PELATIHAN ............................................................................................................. ix

    DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................................ xi

    DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... xii

    DAFTAR BAHAN BACAAN & LEMBAR KERJA ....................................................................... xiii

    BAGIAN I : PENGANTAR, KEBIJAKAN ENERGI DAN MIGAS NASIONAL

    Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional ...................................................................... 2

    Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas .................................................... 8

    BAGIAN II : KONSEP ALIRAN DAN PERHITUNGAN PENDAPATAN MIGAS

    Sesi 3 : Aliran Dana Migas, Dari Kontraktor ke Pemerintah hingga PemDa .............. 18

    Sesi 4 : Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas ............................. 35

    BAGIAN III : MENGHITUNG ALIRAN PENDAPATAN MIGAS

    Sesi 5 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah .................................. 54

    Sesi 6 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Daerah ............................. 61

    Sesi 7 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal(Participating Interest) Daerah ..... 68

    BAGIAN IV : INISIATIF TRANSPARANSI PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MIGAS DAN TAMBANG (EITI)

    Sesi 8 : Memahami EITI ................................................................................................................ 74

    Sesi 9 : Pelaksanaan EITI di Indonesia .................................................................................... 80

    LAMPIRAN ........................................................................................................................................... 86

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 88

    PROFIL PENULIS ................................................................................................................................ 89

  • xiiiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Daftar Bahan Bacaan & Lembar Kerja

    Bahan Bacaan 1.1 : Kebijakan Energi Nasional

    Bahan Bacaan 1.2 : Kebijakan Nasional Sektor Migas

    Bahan Bacaan 2.1 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

    Bahan Bacaan 2.2 : Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)

    Bahan Bacaan 3.1 : Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi

    Bahan Bacaan 3.2 : Dana Bagi Hasil Migas (DBH) SDA Migas

    Bahan Bacaan 4.1 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

    Bahan Bacaan 5.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Perusahaan - Pemerintah

    Bahan Bacaan 6.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah

    Bahan Bacaan 7.1 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah

    Bahan Bacaan 8.1 : Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)

    Bahan Bacaan 9.1 : Pelaksanaan EITI di Indonesia

    Lembar Kerja 2.1 : Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Hulu Migas

    Lembar Kerja 3.1 : Aliran Dana dan Penerimaan Migas

    Lembar Kerja 5.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah

    Lembar Kerja 6.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah

    Lembar Kerja 7.1 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah

    Lembar Kerja 9.1 : EITI dan Pelaksanaannya di Indonesia

    Lampiran-1 : Gambaran Jadwal Acara Pelatihan

    Lampiran-2 : ICP Tahun 2010

  • xiv

  • BAGIAN I : PENGANTAR

    Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

  • 2BAGIAN I : PENGANTAR

    Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    Pada bagian pertama ini, sebagai pengantar pelatihan, partisipan diajak untuk memahami kebijakan energi dan kebijakan di sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi (Migas) yang berlaku di Indonesia. Bagian ini disajikan dalam dua sesi, yakni Sesi (1) tentang Kebijakan Energi dan Migas Nasional dan Sesi (2) tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas.

    Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    Kebijakan sektor Migas tidak terlepas dari kerangka Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman pengelolaan energi, untuk menjamin keamanan pasokan energi

    dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)

    Tujuan Secara umum : Memahami kebijakan energi nasional 1. Secara khusus : Memahami kebijakan nasional di sektor Migas2.

    Waktu 60 Menit

    Metode Presentasi oleh narasumber1. Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Diskusi forum dan rekomendasi sesi4.

    Bahan Bacaan 1.1. Kebijakan Energi Nasional1.2. Kebijakan Nasional Sektor Migas

    Lembar Kerja ,-

    Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    3Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    TAHAPAN FASILITASI :

    1. Pengantar

    Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. tKemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

    2. Presentasi Narasumber

    Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan energi nasional dan tkebijakan di sektor Migas (jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 15 menit)

    3. Tanya Jawab Forum

    Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang tdisampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

    4. Membaca Bahan Bacaan

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.1. (Kebijakan Energi Nasional) kepada seluruh tpeserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan. (waktu : 5 menit)

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.2 (Kebijakan Nasional Sektor Migas) kepada tseluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

    5. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

    Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan isi Bahan Bacaan secara bersama-tsama

    Fasilitator memandu forum untuk menemukan persoalan-persoalan kunci dan tmembangun pemahaman bersama (forum) tentang kebijakan energi dan kebijakan Migas secara umum.

    Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas tplano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

    Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat trekomendasi sesi, catat pada lembar parking, yakni kertas plano yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang belum dapat dijawab di forum, untuk dibahas pada saat yang tepat. (waktu : 15 menit)

  • 4BAHAN BACAAN 1.1

    Kebijakan Energi Nasional

    Kebijakan energi nasional secara umum bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi nasional. Kebijakan energi dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, di mana kebijakan ini memiliki sasaran fundamental untuk :

    a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025.

    Artinya bahwa perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dan tingkat pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 1 (satu). Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pada tingkat pertumbuhan konsumsi energi.

    b. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, dimana tingkat konsumsi masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi secara nasional mencapai :

    Minyak bumi : menjadi < 20% 1. Gas bumi : menjadi > 30% 2. Batubara : menjadi > 33% 3. Bahan bakar nabati (4. biofuel) : menjadi > 5% Panas bumi : menjadi > 5% 5. Energi baru dan energi terbarukan lainnya : menjadi > 5% 6. Batubara yang dicairkan (7. liquefied coal) : menjadi > 2%

    Sasaran kebijakan energi nasional :

    Kebijakan Utama

    Penyediaan energi: menjamin ketersediaan pasokan 1. energi dalam negeri; pengoptimalan produksi energi; dan pelaksanaan konservasi energi;

    Pemanfaatan energi: efisiensi pemanfaatan energi dan 2. diversifikasi energi.

    Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga 3. keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu dalam jangka waktu tertentu.

    Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip 4. pembangunan berkelanjutan.

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    5Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Kebijakan Pendukung

    Pengembangan infrastruktur energi termasuk 1. peningkatan akses konsumen terhadap energi;

    kemitraan pemerintah dan dunia usaha;2.

    Pemberdayaan masyarakat;3.

    Pengembangan penelitian dan pengembangan serta 4. pendidikan dan pelatihan.

    Menteri ESDM menetapkan cetak biru (blueprint) kebijakan pengelolaan energi nasional melalui pembahasan di Badan Koordinasi Energi Nasional. Blueprint ini sekurang-kurangnya memuat tentang jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri, tentang kewajiban pelayanan publik (public service obligation) dan tentang pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. Blueprint ini akan menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing jenis energi.

    Boks 1

    Pengertian istilah dalam kebijakan Energi dan MiGas:

    a. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi lisrik, mekanik dan panas.

    b. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi.

    c. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak.

    d. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi yang tak terbarukan, antara lain: hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan, (liquiefied coal), batubara yang digaskan (gasfied coal), dan nuklir.

    e. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi secara alamiah tidak akan habis dan apat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran sungai, panas surya, angin biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.

    f. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimalisasi penyediaan energi.

    g. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan.

    h. Elastisitas energi adalah rasio atau pebandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.

    i. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan.

  • 6BAHAN BACAAN 1.2

    Kebijakan Nasional Sektor Migas

    Minyak dan Gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan, yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

    Migas yang terkandung di wilayah hukum pertambangan indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana. Kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

    Berikut gambaran kebijakan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 2 dan 3 :

    Azas Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas :

    Ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

    Tujuan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas :

    Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi 1. dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan

    Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, 2. penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

    Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai 3. sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri

    Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu 4. bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional

    Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya 5. bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia

    Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat 6. yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    7Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas :

    Kegiatan Usaha Hulu, mencakup : eksplorasi dan eksploitasi1.

    Kegiatan Usaha Hilir,mencakup : pengolahan,pengangkutan,penyimpanan, & niaga2.

    Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir dapat dilaksanakan oleh :

    Badan Usaha Milik Negara (BUMN)1.

    Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)2.

    Koperasi, Usaha Kecil3.

    Badan Usaha Swasta 4.

    Bentuk Usaha Tetap (BUT) hanya dapat melaksanakan kegiatan Usaha Hulu. Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang melakukan kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, begitupun sebaliknya. Jika Badan Usaha melakukan kegiatan Hulu dan Hilir secara bersamaan, maka harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company.

    Pembedaan Kegiatan Usaha Hulu dan Usaha Hilir dapat dilihat pada :

    a. Orientasi Kegiatan Usaha

    kegiatan Usaha Hulu lebih berorientasi pada manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sedangkan kegiatan usaha hilir lebih bersifat usaha bisnis, di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan) pada biaya kegiatan Usaha Hulu. Hal ini agar pembagian penerimaan antara pemerintah dengan Pemda menjadi jelas.

    b. Mekanisme Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Usaha

    Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS), sedangkan kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan Izin Usaha dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

    c. Badan Pelaksana

    Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan oleh sebuah Badan Hukum Milik Negara yang bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS) sedangkan Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas).

  • 8Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

    Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas bertujuan untuk menjamin efektivitas

    pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui

    mekanisme yang terbuka dan transparan

    Tujuan Secara Umum : Memahami kebijakan penyelenggaraan usaha Hulu 1. MigasSecara Khusus : Memahami Tugas dan Kewenangan Badan Pelaksana 2. Kegiatan Usaha Hulu Migas

    Waktu 90 Menit

    Metode Presentasi oleh narasumber1. Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui diskusi kelompok4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.

    Bahan Bacaan 2.1. Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas2.2. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)

    Lembar Kerja Lembar Kerja 2.1

    Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

    TAHAPAN FASILITASI :

    1. Pengantar

    Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi tini. Kemudian fasilitator mempersilakan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan (waktu : 5 menit)

    2. Presentasi Narasumber

    Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan penyelenggaraan usaha thulu Migas dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas/BP Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)

    3. Tanya Jawab Forum

    Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang tdisampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    9Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    4. Membaca Bahan Bacaan

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.1 (Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas) tkepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.2 (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu tMigas) kepada seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

    Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 10 menit)t

    5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

    Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok tterdiri atas 4 sampai 6 orang)

    Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan ttiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 15 menit)

    Lembar kerja berisi pertanyaan-pertanyaan terkait tema pembahasan di sesi 1 dan tsesi 2

    Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok t

    6. Diskusi Forum dan Rekomendasi SesiFasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap tkelompok

    Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan ttitik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.

    Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas tplano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

    Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat trekomendasi sesi, catat pada lembar parking yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat.

    Alokasi waktu : 20 menit t

  • 10

    BAHAN BACAAN 2.1

    Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

    Penyelenggaraan Kegiatan usaha Hulu Migas di Indonesia selain diatur dalam Undang-Undang Migas Nomor. 22 Tahun 2001, secara khusus juga diatur dalam Peraturan Pemerintah R.I No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan perubahannya dalam PP No.34 Tahun 2005.

    Kegiatan Usaha Hulu Migas bertumpukan pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang telah ditentukan; sedangkan eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dalam Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan menyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

    Wilayah Kerja (Blok) Migas

    Wilayah Kerja (WK) adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah wilayah daratan, perairan dan landasan kontinen Indonesia. Wilayah Kerja Migas direncanakan dan dipersiapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan memperhatikan pertimbangan dari BP Migas.

    Penawaran WK dapat berupa penawaran melalui lelang atau penawaran langsung. Menteri menetapkan kebijakan penawaran wilayah kerja berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan persaingan. Dalam menetapkan WK, Menteri berkonsultasi dengan gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan. Konsultasi dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung Sumber Daya Migas menjadi Wilayah Kerja. Setiap kontraktor hanya diberikan 1 (satu) bentuk wilayah kerja, misalnya MCL hanya diberi WK Blok Cepu. Dalam hal BU/BUT mengusahakan beberapa WK, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja (misalnya dengan holding company).

    Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas

    Kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan oleh Badan Usaha (BU) 1 atau Bentuk Usaha

    1 Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 UU No. 22/2001)

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    11Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Tetap (BUT) 2 berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (BPMIGAS). BU/BUT yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja di sebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

    Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat3.

    KKS paling sedikit memuat persyaratan :

    Kepemilikan sumber daya Migas tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan1.

    Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh kontraktor berada pada 2. Badan Pelaksana

    Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor.3.

    KKS wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok :

    Penerimaan negara;1.

    Wilayah kerja dan pengembaliannya;2.

    Kewajiban pengeluaran dana;3.

    Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas migas;4.

    Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;5.

    Penyelesaian perselisihan;6.

    Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam 7. negeri;

    Berakhirnya kontrak;8.

    Kewajiban pasca operasi pertambangan;9.

    Keselamatan dan kesehatan kerja;10.

    Pengelolaan lingkungan hidup;11.

    Pengalihan hak dan kewajiban;12.

    Pelaporan yang diperlukan;13.

    Rencana pengembangan lapangan;14.

    Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;15.

    Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;16.

    Pengutamaan penggunaan tenaga kerja indonesia.17.

    2 Bentuk Usaha Tetap adalah Badan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar Wilayah NKRI yang melakukan kegiatan di wilayah NKRI dan wajib mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku di Republik Indonesia (Pasal 1 UU No.22/2001)

    3 Pasal 1 UU No. 22/2001

  • 12

    Jangka waktu KKS paling lama 30 tahun, yang terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi. Jangka waktu eksplorasi adalah 6 tahun, dapat diperpanjang 1 kali maksimal 10 tahun atas permintaan kontraktor setelah kewajiban minimum KKS terpenuhi. Jika jangka waktu eksplorasi tidak terpenuhi, maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya.

    KKS dapat diperpanjang maksimal 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan, disampaikan oleh kontraktor kepada Menteri ESDM melalui BP Migas. Surat permohonan perpanjangan dapat disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum KKS berakhir. Kontraktor melalui BP Migas dapat mengusulkan kepada menteri perubahan (amandemen) ketentuan persyaratan KKS dan menteri dapat menyetujui atau menolaknya berdasarkan pertimbangan dari BPMIGAS dan manfaat yang optimal bagi negara.

    Survei Umum dan Data Migas

    Untuk menunjang penyiapan WK, menteri melakukan kegiatan Survei Umum yang dilakukan pada wilayah terbuka (wilayah yang belum ditetapkan sebagai WK) di dalam wilayah hukum pertambangan. Kegiatan survei umum meliputi survei geologi, survei geofisika, dan survei geokimia. Dalam pelaksanaan survei umum, menteri dapat memberikan ijin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana atas biaya dan resiko sendiri. Sebelum melaksanakan survei umum, BU wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan Survei Umum.

    Data yang diperoleh dari survei umum dan eksplorasi dan eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh pemerintah. Pengaturan pengelolaan (perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan) dan pemanfaatan data tersebut ditetapkan oleh menteri.

    Dalam hal kerahasiaannya, data diklasifikasikan sebagai berikut 4 :

    Data Umum, merupakan data mengenai identifikasi dan letak geografis potensi, 1. cadangan dan sumur Migas serta produksi Migas

    Data Dasar, merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari 2. penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi.

    Data Olahan, merupakan data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data Dasar3.

    Data Interpretasi, merupakan data yang diperoleh dari hasil interpretasi Data Dasar dan/4. atau Data Olahan.

    Data yang bersifat rahasia untuk jangka waktu tertentu adalah : Data Dasar (4 tahun), Data Olahan (6 tahun), dan Data Interpretasi (8 tahun). Seluruh Data dari WK yang dikembalikan kepada pemerintah tidak lagi diklasifikasikan sebagai data yang bersifat rahasia.

    4 Pasal 22, PP No. 35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    13Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Badan Usaha yang melakukan survei umum dapat menyimpan dan memanfaatkan data hasil survei sampai dengan berakhirnya izin survei dan wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh kepada menteri setelah berakhirnya izin yang diberikan.

    Kontraktor dapat mengelola data hasil kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di WK-nya, kecuali pemusnahan data. Jika kontraktor menunjuk pihak lain dalam pengelolaan data, pihak lain tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib mendapat persetujuan menteri. Kontraktor wajib menyimpan data yang dipergunakan tersebut di wilayah hukum pertambangan Indonesia, jika di luar itu harus mendapat izin menteri.

    Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas 5

    Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha Hulu wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

    Penerimaan negara yang berupa pajak :

    Pajak-pajak1.

    Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai2.

    Pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD)3.

    Sebelum KKS ditandatangani, kontraktor dapat memilih ketentuan kewajiban membayar pajak sebagaimana berikut : (a) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat KKS ditandatangani; dan (b) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku

    Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) :

    Bagian negara (1. Government Take)

    Pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi2.

    Bonus-bonus3.

    PNBP merupakan penerimaan pemerintah dan pemerintah daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNBP setelah dikurangi penerimaan pemerintah daerah merupakan PNBP sektor Migas yang dapat dimanfaatkan sebagian oleh Kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Penggunaan sebagian PNBP oleh Kementerian adalah dalam rangka menunjang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dan upaya untuk menarik investor dalam meningkatkan pencarian dan penemuan cadangan baru serta dalam rangka melakukan upaya yang menunjang kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang kondusif, pelaksanaan survei, promosi wilayah kerja, konsultasi dengan pemerintah daerah, dll.

    5 Pasal 52 -- pasal 54 Bab VI, PP No.35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas

  • 14

    BAHAN BACAAN 2.2

    Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS)

    Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pelaksana untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu Migas. Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas berdasarkan KKS dilaksanakan oleh BPMIGAS6. Fungsi BP Migas adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam Migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Tugas BPMIGAS 7:

    Memberikan pertimbangan kepada kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal 1. penyiapan dan penawaran WK serta KKS

    Melaksanakan penandatanganan KKS2.

    Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali 3. akan diproduksikan dalam suatu WK (Plan of Development/POD I) kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan

    Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain POD I4.

    Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran5.

    Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan KKS6.

    Menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat 7. memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

    BPMIGAS merupakan Badan Hukum Milik Negara. BPMIGAS terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif. Kepala BPMIGAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR R.I dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. Dalam melaksanakan pengawasan internal, dibentuk Unit Pengawasan yang dipimpin oleh Kepala Unit Pengawasan yang bertanggung jawab kepada BPMIGAS.

    6 Pasal 41 ayat (2) UU No. 22/2001 tentang Migas7 Pasal 44 ayat (3) UU No. 22/2001 ttg Migas; Pasal 11 PP No. 42/2002

  • Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

    15Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Dalam menjalankan tugasnya, BPMIGAS memiliki wewenang 8 :

    Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan 1. operasional KKKS

    Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS (2. Work Program & Budget/WP&B)

    Mengawasi kegiatan utama operasional KKKS3.

    Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara4.

    Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam 5. pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu

    Tugas dan wewenang Kepala BPMIGAS adalah :

    Memimpin dan mengelola BPMIGAS sesuai dengan fungsi dan tugasnya1.

    Menandatangani KKS2.

    Menyiapkan rencana kerja, dan anggaran pendapatan dan belanja tahunan BP Migas3.

    Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu4.

    Membuat laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan BP Migas secara berkala 5. kepada presiden

    Mewakili BPMIGAS di dalam dan di luar pengadilan6.

    Mengangkat dan memberhentikan personalia BP Migas7.

    8 Pasal 12 PP No. 42/2002 ttg BPMIGAS

  • 16

    LEMBAR KERJA 2.1

    Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

    Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok :

    Bagaimana kedudukan sektor Migas dalam kebijakan energi nasional?1.

    Apa perbedaan antara hulu Migas dan hilir Migas? badan apa yang membidangi masing-2. masing sektor hulu dan hilir Migas?

    Apakah yang dimaksud dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi?3.

    Apakah kepanjangan dari : WK, KKS, BP Migas, BPH, dan POD?4.

    Sebutkan jenis informasi sesuai dengan tingkat kerahasiaannya?5.

    Mengatur tentang apakah produk hukum berikut ini : UU Nomor 22 Tahun 2001, PP No. 6. 35 Tahun 2004, dan PP No. 5 Tahun 2006?

    Penerimaan negara dari sektor hulu Migas terdiri dari apa saja?7.

  • BAGIAN II

    Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

  • 18

    BAGIAN II

    Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    Pada bagian ini, partisipan diajak untuk memahami konsep aliran dan perhitungan penerimaan Migas, mulai dari kontraktor, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Bagian ini disajikan dalam dua sesi yakni, Sesi 3 Aliran Dana Migas dari Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah dan Sesi 4 Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

    Sesi 3 : Aliran Dana Migas : dari Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah Tujuan Secara Umum : Memahami aliran dana Migas, mulai dari kontraktor 1.

    ke pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah Secara Khusus : Memahami dasar hukum, kebijakan dan ketentuan-2. ketentuan yang berlaku dari aliran pendapatan Migas

    Waktu 105 Menit Metode Presentasi oleh narasumber1.

    Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.

    Bahan Bacaan 3.1. Aliran Dana dan Pendapatan dari Minyak dan Gas Bumi 3.2. Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas

    Lembar Kerja Lembar Kerja 3.1

    Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

    TAHAPAN FASILITASI :

    1. Pengantar

    Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. tKemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    19Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    2. Presentasi Narasumber

    Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari tMinyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)

    3. Tanya Jawab Forum

    Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang tdisampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

    4. Membaca Bahan Bacaan

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.1. (Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak tdan Gas Bumi) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.2 (Dana Bagi Hasil/DBH SDA Migas) kepada tseluruh peserta kemudian fasilitator mengajak partisipan untuk membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

    Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)t

    5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

    Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok tterdiri atas 4 sampai 6 orang)

    Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan ttiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit)

    Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok t

    6. Diskusi Forum dan Rekomendasi SesiFasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap tkelompok

    Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan ttitik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.

    Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas tplano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

    Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat trekomendasi sesi, catat pada lembar parking yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat.

    Alokasi waktu : 20 menit t

  • 20

    BAHAN BACAAN 3.1

    Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi

    Aliran Dana dan Penerimaan di Sektor Hulu Migas mengikuti alur proses kegiatan Usaha Hulu Migas, dimulai dari proses penandatanganan kontrak hingga perhitungan bagi hasil antara Pemerintah dengan Kontraktor, sampai dengan proses perhitungan dan transfer Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Kepada pemerintah daerah, di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

    Secara umum, Aliran Dana Migas mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia baik berupa Undang-Undang Migas, Undang-Undang Sistem Keuangan Negara, Undang-Undang Perpajakan dan Undang-Undang terkait dengan Otonomi Daerah. Secara spesifik, perhitungan aliran dana Migas mengikuti model Kontrak Kerja Sama (KKS) (misal : Kontrak Bagi Hasil/PSC), data produksi yang terjual (lifting) dan ketentuan-ketentuan khusus dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian ESDM dan BPMIGAS.

    Aliran Dana Migas

    Secara keseluruhan, aliran dana yang terjadi dalam kegiatan usaha hulu Migas terdiri atas:

    a. Saat Penandatangan Kontrak Kerja Sama

    Yakni berupa Bonus Tanda Tangan (signature bonus) yang diterima oleh pemerintah tdari pihak kontraktor setelah penandatanganan KKS ; bonus tandatangan ini diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di kementerian keuangan.

    b. Saat Proses Eksplorasi Berlangsung

    Dana kredit investasi (t investment credit) yang diberikan pemerintah kepada kontraktor untuk mendorong investasi di sektor hulu MigasDana penyertaan modal (t Participating interest/PI) yang disetorkan oleh pemerintah daerah melalui BUMD kepada kontraktor KKSDana tanggung jawab sosial perusahaan t (Corporate Social Responsibility/CSR) yang dikeluarkan oleh kontraktor KKSDana cadangan khusus pasca kegiatan usaha hulu yang disetorkan oleh kontraktor tKKS kepada BPMIGAS untuk pemulihan lingkungan (abandonment and site restoration/ASR) melalui rekening bersama antara BPMIGAS dengan kontraktor

    c. Saat Proses Ekspoitasi (telah menghasilkan Produksi Komersial)

    Dana Pemulihan (t Cost Recovery) yang dibayarkan pemerintah kepada Kontraktor KKS

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    21Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Dana hasil penjualan minyak yang diperoleh melalui skema FTP oleh pemerintah tDana bagi hasil untuk pemerintah dan kontraktor KKS atas penjualan hasil produksi tMigas secara komersial (Lifting) DMO t Fee (Fee atas Domestic Market Obligation) yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor atas pemenuhan kewajiban pemasokan Kebutuhan pasar dalam negeriPajak-pajak di sektor Migas (PPN, PDRD, Pph Migas, dll) yang wajib dibayar oleh tkontraktor KKS kepada pemerintahDana bagi hasil Migas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik tprovinsi maupun kabupaten/kota

    Secara sederhana, aliran dana Migas dapat digambarkan dalam chart berikut :

    Sumber : Ambarsari DC, 2009; dengan penambahan

  • 22

    Pengertian istilah yang digunakan pada bagan Aliran Dana Migas, antara lain :

    Bonus Tanda Tangan (Signature Bonus)

    Signature bonus adalah bonus tandatangan yang diberikan kontraktor kepada pemerintah atas penandatanganan Kontrak Kerja Sama Migas. Besarnya berdasarkan penawaran kontraktor dan atas kesepakatan kedua belah pihak. bonus tandatangan ini diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di Kementerian Keuangan.

    Penyertaan Modal (Participating Interest/PI)

    Participating Interest adalah bagian penyertaan modal yang ditawarkan kontraktor kepada perusahaan milik pemerintah sebagai investasi dalam kegiatan ekplorasi dan eksploitasi. Misalnya pada Blok Cepu, interest yang ditawarkan adalah sebesar 10% berasal dari 5% kontribusi dari PT Pertamina EP Cepu dan 5% berasal dari MCL dan Ampolex.

    First Trance Petroleum (FTP)

    Yaitu, minyak yang disisihkan di awal sebelum dikurangi kredit investasi (investment credit) dan biaya produksi (cost recovery). Besarnya FTP sesuai dengan perjanjian dalam KKS. FTP dibagi menjadi bagian pemerintah dan bagian kontraktor sesuai dengan pembagian Bagi Hasil yang tercantum dalam KKS. Misal, FTP Blok Cepu adalah sebesar 20% dari gross Revenue (R).

    Cost Recovery (CR)

    Jumlah biaya operasional yang akan diganti oleh Pemerintah Pusat. Cost Recovery terdiri dari biaya operasi tahun sekarang, biaya operasi tahun sebelumnya yang belum tergantikan, dan depresiasi terhadap modal kapital tahun sebelumnya dan tahun berjalan. Pengembalian biaya ini diatur dalam pasal 56 PP nomor 34 tahun 20059.

    Investment Credit (IC)

    Sejenis insentif dari pemerintah untuk mendorong investor menanamkan modalnya di sektor hulu Migas. Misalnya, investment credit dalam PSC Blok Cepu, diberikan kepada kontraktor sebesar 15,78% dari investasi kapital. Investment credit merupakan obyek pajak.

    Gross Revenue (R) Pendapatan Kotor

    Gross Revenue (R) adalah produksi minyak terjual dikalikan dengan harga. Harga minyak ditentukan oleh pemerintah dengan pedoman ICP (Indonesian Crude Price). Produksi yang dimaksud adalah minyak yang telah diproduksi dan telah dijual secara komersial.

    Dalam perhitungan : R = produksi terjual x ICP

    9 Pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorasiasi pembelanjan finansial yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    23Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Profit Oil (equity to be split/ETBS)

    Yaitu perolehan revenue setelah dikurangi FTP dan Cost Recovery. Dalam Perhitungan : Equity = R FTP IC - CR . Profit Oil dibagi menjadi Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor sesuai dg pembagian bagi hasil yang tercantum dalam KKS.

    Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor (Government Take-Contractor Take)

    Pembagian keuntungan minyak antara pemerintah dan kontraktor ditetapkan sesuai dengan KKS yang ditandatangani kedua belah pihak. Misalnya, pada Blok Cepu, berlaku ketentuan : Jika harga berada di atas 45 USD/barel, maka bagian pemerintah adalah sebesar 73,214% dan Kontraktor sebesar 26,786%. Untuk harga di bawah 45 USD/barel pembagiannya mengikuti ketentuan lain (bagian pemerintah lebih sedikit) sesuai dengan KKS. Bagian keuntungan ini adalah pendapatan sebelum pajak.

    Domestic Market Obligation (DMO)

    Yaitu kewajiban kontraktor kepada pemerintah untuk menyerahkan 25% dari bagiannya untuk kebutuhan minyak dalam negeri. Dalam UU 22/2001, kewajiban ini diatur dalam pasal 2210. DMO akan dikenakan apabila Profit Oil (Equity to be split) lebih besar dari FTP. Dalam Perhitungan : DMO = 25% x (Bagian Kontraktor) x R

    DMO Fee

    Yaitu imbalan yang diberikan pemerintah atas penyerahan DMO. Misalnya, pada Blok Cepu berlaku ketentuan selama 60 bulan (5 tahun) sejak produksi harganya adalah 100 % dari ICP, setelah itu harganya adalah 10% lebih rendah dari ICP.

    Pajak Pemerintah (Government tax)

    Pajak yang dibayarkan kontraktor kepada pemerintah yang terkait langsung dengan pendapatan pengusahaan migas. Tarif pajak diatur dalam UU No 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan. Berdasarkan UU tersebut, ditentukan bahwa tarif PPh yang diberlakukan adalah sebesar 44%. Hal ini mengingat bahwa kontraktor (migas) adalah merupakan suatu bentuk usaha tetap (BUT)11, sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar adalah 30% x penghasilan bersih12 + 20% x (70% dari penghasilan bersih)13.

    Cadangan Dana Pasca Operasi (Dana Pasca Tambang)

    Dana yang dipersiapkan sebagai dana cadangan khusus untuk proses penutupan dan pemulihan pasca operasi kegiatan usaha hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan. Dana cadangan ini termasuk dalam biaya operasi yang akan dicover oleh pemerintah. Tata cara penggunaan dana cadangan khusus tersebut ditetapkan dalam KKS dan peraturan teknis BPMIGAS.

    10 Ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

    11 UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) huruf g.12 Ibid, Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan atau bentuk usaha

    tetap diatas Rp100.000.000,00 sebesar 30%.13 Ibid, Pasal 26 ayat (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indo-

    nesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen).

  • 24

    Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minyak dan Gas Bumi

    Adalah Dana Bagi Hasil yang berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian tertentu.

    Aliran Penerimaan dan Pendapatan Minyak dan Gas Bumi

    Menurut Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1, definisi penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara (ayat 9), sedangkan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah (ayat 11). Pendapatan negara didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 13), sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 15).

    Dengan demikian, maka penerimaan Migas adalah uang yang masuk ke kas negara/daerah yang berasal dari kegiatan usaha hulu Migas, sedangkan pendapatan Migas adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Penerimaan Migas kita, terutama dari kontraktor ke pemerintah, didasarkan pada ketentuan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan pola Kontrak Production Sharing (KPS).

    Bagan penerimaan Migas dengan Pola Kontrak Production Sharing dapat dilihat pada bagan-bagan berikut :

    Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

    28,8462%

    Tax 48%

    13,8462%

    15%

    GrossRevenue

    Net Operating Income(Gross Revenue-Cost)

    Bag Pemerintah

    Faktor Pengurang:PBB, PPN, PDRD, Fee

    keg. hulu migas

    SDA Minyak Bumi

    PNBP Lainnya

    PPh Migas

    Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS)

    Penerimaan Minyak Bumi

    (-)

    (-)(-)

    (-)

    KPS

    Cost Recovery

    Bag Kontraktor (Gross)

    DMO Minyak Bumi (Nett)

    Pajak

    Bag Kontraktor

    100%

    85%

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    25Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

    Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

    Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS)

    Kontraktor Pemerintah Pos dalam APBN APBD

    Lifting X ICP X Kurs

    Cost Recovery(diterima KPS)

    Net Operating Income

    Bagian KPS (Gross)28,8462%

    Bagian KPS (netto)15%

    Bagian KPS !nal

    BagianPemerintah71,1538%

    (termasuk PBB, PPN, PDRD)

    PPh Migas(misal: 48%)

    DMO

    Pajak Non Migas-PBB-PPN

    PNBP SDA Migas71,1538%

    PPh Migas13,8462%

    PNPB Lainnya

    Total bagianPemerintah

    PDRD

    CatatanDMO = Volume = 25% dari bagian kontraktor Fee (Harga beli Pemerintah) = Sesuai kontrak (10%, 15%, atau 25% dari ICP) Harga Jual Oleh Pemerintah = ICP

    Government Share

    Komponen Pengurang

    SDA Gas Alam

    Tax(Branch Pro!t)

    Plant Cost

    KPS

    Cost Recovery

    Contractor Share (Gross)

    Pajak

    Contractor Share (Nett)

    57,6923%

    Tax 48%

    27,69%

    30%

    Bagan Penerimaan Gas Alam dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS)

    Penerimaan Gas Alam

    (-)

    70%

    GrossRevenue(Lifting x Gas Price)

    Net Back

    Net Operating Income(Gross Revenue-Cost)

    (-)

    (-)

    (-)

    100%

    27,6923%

    42,3077%

    Plant Cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengubah (mengkompres) gas menjadi liquid

    Misal:Tax Rate:

    48%

  • 26

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Migas dalam RAPBN

    Asumsi makro berupa;tLifting nasional (dlm. ribu barel per hari)tHarga minyak mentah Indonesia ICP (dalam US$/barel) tNilai tukar Rupaih terhadap Dollar Amerika

    Unsur-unsur pengurang bagian pemerintah al:tPBB MigastReimbursement PPNtPDRDtFee kegiatan usaha hulu Migast

    Berdasarkan data-data tersebut, disusun perkiraan (rencana) tperhitungan penerimaan Migas, yang terdiri dari:

    Penerimaan PPh MigastPenerimaan PNBP SDA MigastPenerimaan lainnya dari Migas (Pendapatan Minyak Mentah DMO)t

    Sumber: Presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    27Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    BAHAN BACAAN 3.2

    Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas

    Di Indonesia, sistem DBH Migas dikenal sejak era otonomi daerah sebagai bentuk desentraliasi fiskal melalui skema dana perimbangan. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan mendefinisikan Dana Perimbangan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dilokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 14. Dalam peraturan yang sama, DBH Sumber Daya Alam Migas didefinisikan sebagai bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam pertambangan minyak dan gas bumi.

    DBH SDA Migas berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan minyak dan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota maupun wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH SDA Migas berasal dari wilayah kabupaten/kota apabila sumur penghasil Migas tersebut terletak di wilayah daratan atau wilayah off-shore 0 4 mil laut di kabupaten/kota yang bersangkutan. Sedangkan wilayah off-shore 4 - 12 mil laut merupakan wilayah provinsi.

    Regulasi yang mengatur persoalan DBH Migas antara lain :

    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan 1. Daerah,

    Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, 2.

    Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang perkiraan DBH Migas (setiap tahun),3.

    Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang realisasi DBH Migas (setiap tahun)4.

    Keputusan-Keputusan Menteri Terkait (Kementrian ESDM, Kementerian Keuangan, 5. Kementerian Dalam Negeri),

    Peraturan Teknis pada Kementerian, BPMIGAS dan Departemen Teknis lainnya6.

    14 PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pasal 1 ayat (8)

    Prinsip DBH SDA

    Prinsip DBH SDA

    By Origin

    Realisasi

    Daerah penghasil mendapat porsi yang lebih besar dari daerah lain yang

    berada dalam provinsi tersebut (pemerataan)

    Penyaluran DBH berdasarkan realisasi

    penerimaan negara secara triwulanan

  • 28

    Proporsi DBH Minyak Bumi

    Dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 14(e), dan PP No. 55 tahun 2005 pasal 21 dijelaskan bahwa DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% adalah berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Minyak Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai berikut :

    Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

    Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

    Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi

    Daerah Penghasil: Provinsi

    Provinsi Penghasil

    Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

    5%

    10%

    Provinsi Penghasil

    Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

    0,17%

    0,33%

    15%

    0,5%

    +

    Provinsi ybs3%Kab/Kota penghasil6%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs6%

    Provinsi ybs0,1%Kab/Kota penghasil0,2%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs0,2%

    Daerah Penghasil: Kab/Kota

    untuk pendidikan dasar

    Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumiuntuk NAD dan Papua Barat

    DALAM RANGKA OTSUS

    70%15%

    55%

    3% Provinsi

    6% Kab/Kota Penghasil

    6% Kab/Kota lain dalam Provinsi ybs

    55% ProvinsiUU 21/2001UU 35/2008

    UU 33/2004UU 55/2005

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    29Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Proporsi DBH Gas Bumi

    Dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 14(f ), dan PP No. 55 tahun 2005, pasal 23 dijelaskan bahwa DBH pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% adalah berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai berikut :

    Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

    Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

    Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi

    Daerah Penghasil: Provinsi

    Provinsi Penghasil

    Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

    10%

    20%

    Provinsi Penghasil

    Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

    0,17%

    0,33%

    30%

    0,5%

    +

    Provinsi ybs6%Kab/Kota penghasil12%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs12%

    Provinsi ybs0,1%Kab/Kota penghasil0,2%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs0,2%

    Daerah Penghasil: Kab/Kota

    untuk pendidikan dasar

    Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumiuntuk NAD dan Papua Barat

    DALAM RANGKA OTSUS

    70%30%

    40%

    6% Provinsi

    12% Kab/Kota Penghasil

    12% Kab/Kota lain dalam Provinsi ybs

    40% ProvinsiUU 21/2001UU 35/2008

    UU 33/2004UU 55/2005

  • 30

    Penetapan Alokasi DBH Migas

    Mekanisme Penentuan dan Perhitungan DBH SDA sebagaimana diatur dalam PP Nomor. 55 Tahun 2005, pasal 27 adalah sebagai berikut :

    Menteri Teknis (Kementerian ESDM & BPMIGAS) menetapkan daerah penghasil dan dasar 1. perhitungan DBH SDA paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Ketetapan menteri teknis tersebut disampaikan kepada menteri Keuangan.

    Dalam hal SDA berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu 2. daerah, Mendagri menetapkan daerah penghasil SDA berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis. Ketetapan Mendagri menjadi dasar perhitungan DBH SDA oleh menteri teknis.

    Penetapan alokasi DBH SDA Migas untuk masing-masing daerah ditetapkan paling lambat 3. 30 hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.

    Secara sederhana, mekanisme penetapan alokasi DBH Migas digambarkan dalam bagan berikut :

    Sumber : Maryati Abdullah, 2010

    Penyaluran DBH SDA Migas

    Penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 pasal 29 adalah sebagai berikut :

    Penyaluran DBH Migas dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA Migas tahun 1. anggaran berjalan, secara triwulan, dengan cara melakukan pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

    Penyaluran DBH SDA Migas ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar 2. harga minyak bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga pulug persen) dari penetapan dalam APBN tahun berjalan. Dalam hal asumsi dasar minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi 130%, selisih penerimaan negara dari Migas sebagai dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan menggunakan formula DAU.

    Menteri Dalam Negeri

    Departemen Teknis(ESDM-BP Migas)

    Kepmendagri: Daerah Penghasil

    SDA Migas

    Kepmen ESDM: Dasar Perhitungan

    DBH SDA Migas

    Menteri Keuangan

    Permenkeu/PMK:Perkiraan Alokasi

    DBH Migas60 hari

    60 hari

    60 hari

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    31Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Waktu dan besarnya penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan adalah :

    Periode Transfer DBH Migas ke Daerah

    Periode Waktu Besaran Nilai (Rp)

    Triwulan I (Desember -- Februari) 20% dari Perkiraan DBH

    Triwulan II (Maret -- Mei) 20% dari Perkiraan DBH *

    Triwulan III (Juni -- Agustus) Realisasi & Rekonsiliasi DBH

    Triwulan IV (September -- November) Realisasi & Rekonsiliasi DBH

    Mulai tahun 2011, 20% diubah menjadi 15% dari Perkiraan DBH** DBH Ditransfer langsung ke Rekening Kas Daerah*** Setiap tiga bulan sekali, terdapat forum rekonsiliasi, baik rekonsiliasi lifting maupun rekonsiliasi DBH yang

    dihadiri oleh Kementerian ESDM, BPMIGAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah (Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah, serta Dinas Pertambangan Energi)

    Pemantauan dan Evaluasi DBH SDA Migas

    Sesuai dengan PP No. 55 Tahun 2005, pasal 32 dan 34 terkait pemantauan dan pengawasan adalah :

    Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran 1. pendidikan dasar yang berasal dari DBH Migas.

    Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan 2. penggunaan anggaran untuk alokasi pendidikan dasar, menteri Keuangan meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan.

    Hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam 3. pengalokasian DBH untuk tahun anggaran berikutnya.

    Permasalahan Terkait DBH Migas

    Secara umum titik kritis permasalahan DBH terdiri atas :

    Minimnya akses publik terhadap informasi-informasi dasar terkait dengan pendapatan, 1. seperti : angka produksi, besarnya investment credit, cost recovery, DMO, dan Pajak Migas, serta Dokumen KKS/PSC.

    Lemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam memahami mekanisme perhitungan 2. alur pendapatan dan bagi hasil Migas. Hal ini berakibat pada rendahnya kesadaran dan keinginan pemerintah daerah untuk membuat prediksi DBH Migas untuk daerahnya masing-masing.

    Lemahnya kapasitas dan posisi tawar pemerintah daerah dalam forum-forum rekonsiliasi 3. lifting dan DBH yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM-BPMIGAS maupun oleh Kementerian Keuangan.

  • 32

    Persoalan keterlambatan bayar/transfer DBH dari pusat ke daerah. Hal ini menyebabkan 4. tertundanya beberapa program-program pembangunan di tingkat daerah, yang bisa berakibat pada buruknya pelayanan publik dasar masyarakat di daerah.

    Karakter industri ekstraktif Migas yang 5. volatil, sangat fluktuatif dan tergantung dengan harga pasar merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk mampu membuat perencanaan pembangunan dalam mengelola pendapatan DBH Migas untuk kebutuhan masa mendatang dan berkelanjutan.

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    33Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    LEMBAR KERJA 3.1

    Aliran Dana dan Penerimaan Migas

    Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok :

    Berdasarkan pada ketentuan, apakah pembagian hasil antara kontraktor dengan 1. pemerintah?

    Apakah yang dimaksud dengan FTP, 2. Cost Recovery, DMO dan DBH Migas?

    Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penerimaan Migas dalam RAPBN?3.

    Isilah titik-titik pada bagan aliran Dana Migas berikut ini :4.

    (-)

    (+)

    Bagian Kontraktor

    Bagian Pemerintah

    Pajak-Pajak

    Total Pendapatan Kontraktor (.%)

    Total Pendapatan Pemerintah (..%)

    Investment Credit (IC)

    Cost Recovery

    Bagian Pemerintah

    ..

    DMO Fee

    Bagian Kontraktor

  • 34

    Isilah titik-titik pada tabel skema DBH SDA Migas di bawah ini :

    Proporsi DBH Minyak Bumi

    Daerah Daerah (%)NAD & Papua

    (%)Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

    Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

    kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi *

    ... ...

    Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *

    Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

    Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

    kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi

    ... ...

    * Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan peman-

    tauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.

    Proporsi DBH Gas Bumi

    Daerah Daerah (%)NAD & Papua

    (%)Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

    Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

    kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi *

    ... ...

    Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *

    Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

    Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

    kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi

    ... ...

    * Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan peman-

    tauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    35Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    Sesi 4 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

    Dalam menelusuri penerimaan Migas, terdapat konsep dan kebijakan tertentu sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan/pendapatan Migas

    Tujuan Memahami konsep dan ketentuan tentang lifting, ICP, FTP, Cost Recovery,

    DMo dan Pajak Migas sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan Migas

    Waktu 60 Menit

    Metode Presentasi oleh narasumber1. Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.

    Bahan Bacaan 4.1. Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMo dan Pajak Migas

    Lembar Kerja Lembar Kerja 4.1

    Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

    TAHAPAN FASILITASI :

    1. Pengantar

    Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. tKemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

    2. Presentasi Narasumber

    Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari tMinyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 10 menit)

    3. Tanya Jawab Forum

    Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang tdisampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

    4. Membaca Bahan Bacaan

    Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 4.1. (Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, tDMO, dan Pajak Migas) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

  • 36

    5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

    Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok tterdiri atas 4 sampai 6 orang)

    Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan ttiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 10 menit)

    Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok t

    6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

    Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap tkelompok

    Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan ttitik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.

    Fasilitator menuliskan persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas tplano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

    Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat trekomendasi sesi, catat pada lembar parking yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat.

    Alokasi waktu : 15 menit t

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    37Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    BAHAN BACAAN 4.1

    Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

    Beberapa konsep dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan Migas antara lain :

    Lifting

    Lifting adalah hasil produksi minyak yang telah dijual atau dengan kata lain produksi minyak yang telah memiliki nilai komersial. Nilai lifting dari minyak dihitung dari titik penyerahan/penjualan minyak. Nilai lifting untuk minyak disajikan dalam satuan barel (bbl), sedangkan untuk gas dalam satuan mmcf (million cubic feet). Selain dalam satuan tersebut, anggaran lifting juga dicantumkan dalam harga dollar, yang merupakan hasil perkalian antara volume lifting migas dengan harga minyak sesuai ICP (Indonesian Crude Price), atau harga gas sesuai Perjanjian Penjualan Gas (PPG)/Gas Sales Agreement (GSA).

    Hasil lifting ini disebut juga sebagai penghasilan kotor (gross revenue) karena belum dipotong biaya. Sebagaimana menghitung keuntungan, faktor biaya juga harus diperhitungkan sebagai pengurang lifting dalam menghitung pembagian produksi. Jika lifting melebihi biaya, maka selisihnya merupakan porsi keuntungan produksi migas yang dapat dibagikan kepada negara dan KPS. Sebaliknya, jika lifting lebih kecil daripada biaya, maka tidak ada porsi produksi migas yang dapat dibagikan. Dengan kata lain, prioritas penggunaan lifting digunakan terlebih dahulu untuk menutupi seluruh biaya. Baru setelah itu, kelebihannya dapat dibagikan sebagai keuntungan.

    Sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (pasal 28), dasar perhitungan realiasi DBH SDA Migas didasarkan atas realiasi lifting Minyak Bumi dan atau Gas Bumi dari Departemen Teknis (BPMIGAS, ESDM).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi Lifting 15 :

    Tingkat keberhasilan pengeboran sumur pada tahap eksplorasi hingga menghasilkan 1. Minyak (tahap produksi)

    Fasilitas teknis, teknologi, serta sarana dan prasarana yang dimiliki untuk melakukan 2. kegiatan eksplorasi dan eksploitasi

    Jumlah dan kualitas SDM yang digunakan dalam proses eskplorasi dan eksploitasi3.

    Penurunan produksi secara alamiah pada lapangan produksi tua (4. natural decline rate 8% - 12%)

    Lapangan baru belum tentu seketika dapat menaikkan produksi5.

    15 Bahan presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

  • 38

    Faktor naik turunnya harga minyak dunia yang berpengaruh pada ICP6.

    Data terkait lifting minyak berada pada departemen teknis terkait, yakni BPMIGAS dan Ditjen Migas-Kementerian ESDM. Saat ini Ditjen Migas mengembangkan situs online untuk memantau perkembangan lifting, yakni : http://lifting.migas.esdm.go.id/. Dilihat dari tingkat kerahasiaan data, lifting termasuk data umum yang tidak dirahasiakan 16.

    Lifting merupakan salah satu informasi penting yang seharusnya dapat diakses oleh publik setiap waktu. Informasi lifting merupakan informasi penting terutama bagi masyarakat dan pemerintah daerah yang wilayahnya merupakan daerah penghasil Migas. Selain untuk memantau tingkat produksi Migas di wilayahnya, informasi lifting juga dapat dijadikan pegangan oleh Pemda ketika melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah pusat. Selain itu, informasi lifting juga bermanfaat bagi Pemda dalam membuat prediksi penerimaan daerah yang akan memudahkan dalam proses perencanaan daerah.

    Kinerja Lifting

    Salah satu kinerja lifting Migas kita dapat dilihat pada tabel di bawah ini 17 :

    Sumber : Laporan BP Migas, 2009.

    16 Pasal 22, PP No.35 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas17 sumber : Laporan Tahunan BP Migas, 2009

    Lifting Minyak dan Kondensat

    400.0000

    300.0000

    200.0000

    100.0000

    02004 2005 2006 2007 2008

    342.7600

    188.4600154.3000

    330.1600

    192.5200

    137.6400

    344.9500

    217.5000

    127.4500

    328.0900

    192.1800

    132.9100

    338.8300

    215.1900

    123.6400

    Juta

    Bar

    el/T

    ahun

    Ekspor Domestik Total

    Lifting Gas Bumi3000.0000

    2250.0000

    1500.0000

    750.0000

    02004 2005 2006 2007 2008

    2141.9800

    536.1600

    1605.8199

    2079.3701

    551.7400

    1527.6300

    2314.3000

    853.5900

    1460.7100

    2313.8401

    921.5200

    1392.3199

    2439.0901

    1061.72001377.3700

    MM

    BTU

    Equi

    vale

    nt/T

    ahun

    Ekspor Domestik Total

  • Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

    39Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

    ICP (Indonesian Crude Price)

    Kata lain dari ICP adalah harga minyak mentah Indonesia. ICP merupakan harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan bagi hasil minyak. ICP merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN. ICP ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi setiap semester.

    Sesuai dengan karakteristik dan kualitasnya, sampai dengan saat ini terdapat 50 jenis minyak mentah Indonesia yang masing-m