Upload
anyllaoh
View
4.469
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
1. ASAL MULA NAMA BOLAANG MONGONDOW
Bolang Mongondow terdiri dari kata "bolaang" dan "mongondow". Bolaang
atau golaang berarti : menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap karena terlindung
oleh pepohonan yang rimbun. Dalam hutan rimba, daun pohon rimbun, sehingga
agak gelap. Bila ada bagian yang pohonnya agak renggang, sehingga seberkas sinar
matahari dapat menembus kegelapan hutan, itulah yang dimaksud dengan no bolaang
atau no golaang. Desa Bolaang terletak di tepi pantai utara Bolaang Mongondow
yang pada abad 17 sampa akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja.
Bolaang dapat pula berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut
(ingat : Bolaang Uki dan Bolaang Itang yang juga terletak di tepi laut). Mongondow
dari kata "momondow" yang berarti : berseru tanda kemenangan. Desa mongondow
terletak sekitar 2 km selatan Kotamobagu. Daerah pedalaman biasa juga disebut : rata
Mongondow. Dengan bersatunya seluruh kelompok masyarakat yang tersebar, baik
yang yang berdiam di pesisir pantai, maupun yang berada di pedalaman Mongondow
di bawah pemerintahan raja tadohe (Sadohe), maka daerah ini menjadi daerah
Bolaang Mongondow.
2. LETAK GEOGRAFIS
Daerah Bolaang Mongondow terletak di jazirah utara pulau Sulawesi
memanjang dari barat ke timur dan diapit oleh dua kabupaten lainnya, yaitu
Gorontalo (sekarang sudah menjadi propinsi) dan Minahasa. Secara geografis daerah
ini terletak antara 100,30" LU dan 0020" serta antara 16024'0" BT dan 17054'0" BT.
Sebelah utara dibatasi laut sulawesi dan selatan dengan laut Maluku. Bolaang
Mongondow adalah sebuah daerah (landschap) yang berdiri sendiri dan memerintah
sendiri dan masih merupakan daerah tertutup sapai dengan akhir abad 19. Hubungan
dengan luar (asing) hanyalah hubungan dagang yang diadakan melalui kontrak
dengan raja-raja yang memerintah pada saat itu. Dengan masuknya pengaruh
pemerintahan bangsa asing (Belanda) pada sekitar tahun 1901, maka secara
administrasi daerah ini termasuk Onderafdeling Bolaang Mongondow yang
didalamnya termasuk landschap Binatuna, Bolaang Uki, Kaidipang besar dari
Afdeling Manado. Batas pesisir dengan daerah Gorontalo oleh dua buah sungai, yaitu
17Desember 20051
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
di utara sungai Andagile dan di selatan oleh sungai Taludaa. Dengan daerah
Minahasa juga dua sungai yaitu di utara sungai Poigar dan di selatan oleh sungai
Buyat. Medan yang terlebar jaraknya sekitar 66 km yaitu antara sungai Poigar dan
tanjung Flesko. Yang tersempit yaitu antara desa Sauk di utara dan desa Popodu di
selatan.
3. TINJAUAN BUDAYA DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN
MASYARAKAT
1. Asal Mula penduduk
Penduduk Bolaang Mongondow berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata
serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat. Tempat tinggal mereka di gunung Komasaan
(wilayah Bintauna). Makin lama turunan kedua keluarga itu semakin banyak,
sehingga mereka mulai menyebar ke timur di tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli',
Ginolantungan. Ke pedalaman di tempat bernama tudu im Passi, tudu in Lolayan,
tudu in Sia', tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow dan lain-lain. Peristiwa perpindahan
ini terjadi sekitar abad 8 dan 9. Pokok pencaharian adalah berburu, mengolah sagu
hutan, atau mencari sejenis umbi hutan, menangkap ikan. Pada umumnya mereka
belum mengenal cara bercocok tanam.
2. Pimpinan kelompok Masyarakat
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang Bogani, pria
atau wanita, yang dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan tertentu, antara
lain : memiliki kemampuan fisik, (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai
tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan
musuh. Berlaku sistem demokrasi. Bogani-bogani itu didampingi oleh para tonawat,
yaitu orang-orang yang mengetahui perbintangan, ahli penyakit dan pengobatannya,
disamping bertugas sebagai penasehat pimpinan. Setiap pekerjaan diselesaikan
bersama untuk kesejahteraan seluruh anggota kelompok (gotong royong). Sebelum
memulaikan sesuatu pekerjaan besar, dimusyawarahkan untuk mencapai kesepakatan.
Pada saat-saat tertentu seluruh pimpinan kelompok para bogani) berkumpul untuk
musyawarah. Merka sudah mengenal Ompu Duata (Yang Maha Kuasa ), yang
17Desember 20052
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
berkuasa atas segala sesuatu dan mengadakan upacara ritual sebelum mengerjakan
pekerjaan besar. Pada setiap permulaan suatu usaha, kegiatan atau pada saat upacara
pengobatan, selalu Mongompu', menyebut nama Ompu Duata agar usaha mereka
berkenan dan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Berdasarkan kepercayaan mereka
itu, maka pantang bagi setiap anggota masyarakat untuk melakukan hal-hal yang
jahat, yang tidak berkenan kepada Ompu Duata. Juga mereka sudah memiliki
semacam peraturan yang harus dipatuhi. Setiap pelanggar dikenakan sanksi antara
lain dikucilkan atau disisihkan dari masyarakat.
3. Adat Perkawinan
Setiap rencana perkawinan diatur oleh orang tua. Anak masih patuh pada keinginan
orang tua. Seorang pemuda yang sudah dewasa diberi bekal ketrampilan oleh orang
tuanya, sebagai persiapan memasuki jenjang perkawinan, berupa ketrampilan
mengolah sagu hutan, berburu, memasak garam (modapug), dan lain-lain. Bila sudah
cukup persiapan, orang tua akan memberi tahu calon isteri dari keluarga tertentu.
Diadakanlah musyawarah antara keluarga kedua belah pihak. Dan pada saat yang
baik, calon suami disertai kaum keluarga membawa hasil-hasil olahan calon suami
menuju ke rumah calon isteri. Perkawinan diresmikan dan direstui orang tua kedua
belah pihak bersama sanak saudara, maka resmilah perkawinan itu.
4. Cara perkawinan sebelum Mokodoludut
Menurut Penuturan Bapak B. Gilalom dari desa Poyowa Besar, yang pada saat itu
wawancara tgl 5 Pebruari 1977 telah berusia 75 tahun, bahwa sebelum Mokodoludut
sebagai Tompunu'on pertama, maka kehidupan masyarakat masih sangat sederhana.
Belum ada perbedaan tingkatan (kasten) atau golongan antara raja, keturunan raja
(kohongian), simpal, nonow, tahig, yobuat, seperti yang diadakan pada masa raja
Tadohe. Sistem perkawinan masih sangat sederhana, belum ada pembayaran
maskawin (yoko' atau tali') oleh orang tua pihak lelaki kepada orang tua pihak
wanita. Aabila seseorang pemuda yang sudah dewasa, dalam arti sudah cukup umur
untuk memasuki jenjang perkawinan, maka orang tua, dalam hal ini ayah, ibu atau
paman memberi petunjuk tentang apa yang akan dilakukan sebagai persiapan
17Desember 20053
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
membentuk rumah tangga baru. Pada waktu itu belum dikenal istilah guman
(meminang). Seorang pemuda yang hendak menikah, menyampaikan niatnya kepada
orang tua, sekaligus memberi tahu gadis yang hendak di nikahinya. Maka orang tua
memberi petunjuk dengan contoh sebagai berikut : " Ikolom I iko maya' monginkayu,
yo kayu tatua in dikabi' dia'anmu kom baloi na'a, pobaya' bi' im baloi tatuata kong
ginamu mako pobuloion (= besok kamu pergi meramu kayu api, kayu itu jangan
kamu bawa ke rumah ini, bawa ke rumah dimana tujuan hatimu hendak
menikahinya). Mo I baya' mangoy ki intatuata, ukatonmu monag ing kayu. Kayu ki
inta tuata ing kinota'auanmudon kon tuata ing ko gadi' kom bobai, o aidanea I
modungu' (= tiba disana kau letakkan kayu itu. Kayu itu seperti yang kamu ketahui,
disana ada anak gadis, kerjaanya adalah memasak). Noponik monik ta tuata, iko in
nodia kong kayu, imbalu'ondon ing guranga, I lolaki andeka bobai, yo baya'don ukat
kon abu. Yo aka inabatan mangoi im bobai tatua niatonmu pobuloion, bo no ibog in
sia no podungu', mangalenya no ibog in sia ko inimu. Tonga' bi' tua." (= setelah naik
engkau membawa kayu api, disapa oleh orang tua laki-laki atau perempuan,
letakkanlah didapur. Apabila disambut oleh gadis yang hendak kau nikahi, lalu ia
suka menggunakan memasak, berarti ia telah menerima engkau. Hanya itu.
Na'a in no ibog in sia bo sinarimadon I ina'nya bo I ama'nya. Dapotea kai monia :
polat bidon mogutun kita tou motolu adi' (= sekarang ia suka dan telah diterima oleh
ibunya dan ayahnya, selanjutnya mereka mengatakan : kita langsung tinggal bersama
anak beranak). Setelah kedua anak muda itu tinggal bersama dan disahkan sebagai
suami isteri baru, selanjutnya mereka akan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan
bagi kehidupan rumah tangga (mopoto olut). Kedua suami isteri yang baru itu pergi
menyiapkan antara lain : monontandai (membuat buluh air), moponik ko mama'an
(memanjat pinang), moponik kon obuyu' (memanjat sirih). Waktu petang mereka
pulang, isteri berjalan di depan menyandang buluh air, suami berjalan di belakang
memikul tandan pinang dan bungkusan sirih, karena sirih dan pinang itu akan di
mamah oleh ayah dan ibu mertua. Pada hari-hari berikutnya, kedua suami isteri itu
pergi momolit (menangkap ikan disungai dengan alat bobolit, yaitu anyaman bilah-
bilah bambu), atau monikop (menangkap ikan di sungai). Bila ada hasilnya, dibawa
ke rumah diletakkan didepan ayah dan ibu mertua. Beberapa hari kemudian mereka
17Desember 20054
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
pergi mogibol (mengolah sagu hutan). Walaupun hasilnya hanya sedikit, tetapi harus
dibawa pulang sebelum matahari terbenam. Karena bila dibawa pulang sesudah
matahari terbenam, maka menurut kepercayaan, sejak saat itu dan seterusnya, hasil
olahan sagu akan tetap tidak mencukupi. Juga menjadi kewajiban suami baru untuk
pergi modapug, yaitu memasak garam di pantai. Mereka yang tinggal di pedalaman,
tentu saja akan meninggalkan isteri dan orang tua. Walaupaun persediaan garam di
rumah masih cukup. Tetapi si menantu mohon restu kedua orang tua (mertuanya)
untuk pergi modapug. Maka yang harus dibawa pulang adalah : garam, ikan masak
yang dimasukkan dalam kayad, yaitu ruas bambu yang ditutup dengan daun enau,
serta kapur sirih. Disamping itu, juga membawa lokan laut yang kelak akan dibakar,
bila persediaan kapur sirih sudah habis. Semuanya ini merupakan kesepakatan yang
sudah ditetapkan bersama. Karena hasil-hasil olahan yang dibawa pulang itulah yang
merupakan yoko' atau tali', semacam maskawin pada zaman lampau. Cara
pembayaran maskawin dengan piring antik, kain antik (sikayu), dan sebagainya
adalah pengaruh spanyol. Pendatang bangsa Spanyol waktu itu pernah membawa
seorang pemuda penduduk asli yang kuat fisik, gagah berani dan perkasa bernama
Antong, dikawinkan di Spanyol. Setelah ia kembali ke sini, mereka membayar Yoko',
semacam pemberian berupa piring antik, sikayu dan lain-lain kepadanya.
5. Perkawinan sejak masa Tadohe
Setelah adanya pembagian tingkatan (kasten) oleh Tadohe (Sadohe), mulai ada
pembayaran maskawin dengan nilai yang berbeda-beda menurut tingkatan golongan,
yaitu : mododatu, kohongian, simpal, nonow, tahig, yobuat. Mula-mula masih ada
persamaan bagi desa-desa, namun lama kelamaan terjadi perbedaan disesuaikan
dengan kondisi dan situasi setempat melalui kesepakatan antara keluarga yang berniat
mengawinkan anak. Tentang tinggi rendah atau besar kecilnya nilai yoko' ditetapkan
menurut kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak. Walaupun sudah ditetapkan
dalam adat, tapi masih dapat dirubah menurut musyawarah dan mufakat, karena
ketentuan dalam adatpun adalah hasil kesepakatan bersama antara pemerintah
(kinalang) dan rakyat (paloko). Bila kesepakatan adat itu tidak dilaksanakan dengan
sewajarnya, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sesuai odi-odi, yaitu
17Desember 20055
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
semacam sumpah untuk mengkokohkan hasil kesepakatan bersama. Mereka yang
tidak mematuhi ketentuan adat, akan mengalami hal-hal seperti antara lain : modara-
darag na' kolawag (menjadi kuning seperti kunyit), tumonop na' lanag (meresap
seperti air cucuran atap), rumondi' na'buing (menjadi hitam seperti arang), dan lain-
lain.
6. Cara peminangan
Apabila misalnya pemuda dari golongan simpal hendak meminang gadis kohongian
(yang lebih tinggi tingkatannya), maka taba' yaitu telangkai, seorang yang mewakili
keluarga pihak keluarga pihak pemuda untuk meminang, biasanya menggunakan
bahasa kiasan, umpamanya : "Aka kuma bo ayu'on in indoi iput I mata kon
tosingogon inta kodia-dia mangoi na'a yo tonga' mokisukur kon dega' oyu'on bi' in
yindoi iput I mata" (= jika sekiranya ada pandangan penerimaan dengan ekor mata
tentang ucapan yang hendak kami sampaikan ini, maka kami brsyukur atas
penerimaan walaupun hanya dengan ekor mata). Peminangan biasanya disampaikan
oleh seorang taba’ yaitu seorang yang diutus oleh keluarga pihak laki-laki. Setelah
ada penerimaan oleh pihak keluarga wanita, maka keluarga pihak laki-laki
bermusyawarah untuk lebih menguatkan kesungguhan peminangan, bahwa
peminangan telah disampaikan dengan sungguh, bukan hanya dengan setengah hati.
Maka keluarga pihak laki-laki bersama ayah dan ibu calon pengantin pria, menuju ke
rumah pihak wanita, untuk memperjelas (mogintarang) dan membenarkan
(mogintotu'u) tentang peminangan, bahwa peminangan sudah disampaikan
berdasarkan kesepakatan seluruh anggota keluarga dari pihak laki-laki. Setelah
mereka pulang karena sudah ada persetujuan dari keluarga pihak wanita,
disampaikanlah rencana tersebut kepada guhanga in lipu' (orang tua kampung selaku
pemangku adat). Ditetapkanlah waktu, kapan akan mengunjungi lagi keluarga pihak
wanita bersama-sama dengan para guhanga. Cara menyamapaikan kepada guhanga in
lipu' misalnya seperti berikut : "Barang nogama' don kon tala' na'anya, yo baeka bo
de'emanbi' momali' kom bayag in singog, tonga' mobui pa bo maya' mongimbaloian
kodia-dia don ing guhanga, simba niat ki inta na'a ing kombonu don in tota'au ing
guhanga ." (= karena sudah menentukan suatu beban, maka walaupun belum
17Desember 20056
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
menetapkan kesepakatan pembicaraan, namun alangkah baiknya bila kita bertandang
lagi ke rumah pihak wanita bersma dengan orang-orang tua kampung, agar hal ini
sudah sepengetahuan tua-tua kampung). Dari pihak wanita pun menyampaikan hal itu
kepada guhanga tentang peminangan terhadap anak gadis mereka, bahwa pihak
keluarga laki-laki sudah tiga kali berkunjung berkaitan dengan peminangan, yaitu :
1. Guman (meminang yang disampaikan oleh taba' dari pihak laki-laki)
2. Kunjungan orang tua pihak laki-laki untuk membenarkan (mogintotu'u) dan
memperjelas (mogintarang) tentang peminangan itu.
3. Kunjungan pihak laki-laki dengan membawa serta para guhanga agar rencana
pernikahan sudah diketahui oleh orang tua kampung.
Ketiga fase ini sudah harus diketahui oleh para guhanga, walaupun belum
disampaikan kepada pemerintah (sangadi atau bobato dengan perangkatnya), supaya
bila guhanga melihat ada pemuda yang sering berkunjung ke rumah gadis yang bukan
tunangannya, maka para guhanga berhak menegur dia dengan mengatakan : "Iko nion
dongka langow mako im baloi monia tuata, sedang kinotota'auanmu kon ayu'on im
paloma in tua kom baloi tatua" (= engkau ini seperti lalat yang selalu berkunjung ke
rumah itu pada hal engkau tahu bahwa di rumah itu ada seekor merpati). Juga ada
teguran oleh guhanga kepada oarang tua si pemuda, misalnya dengan mengatakan :
"Bo moiko nion ing kogadi' lolaki yo dia' don ambe mopota'au mai kong guhanga
lipu'." (= kamu ini mempunyai anak laki-laki tapi tidak memberi tahu kepada tua-tua
kampung).
Setelah pertunangan antara pemuda dan gadis telah diketahui oleh para guhanga,
maka dibicarakanlah waktu untuk menetapkan kepastian pembicaraan (mopokobayag
kon singog). Dalam hal ini para guhanga hanya menjadi saksi. Bila sudah ada
kesepakatan tentang waktu pelaksanaan pernikahan antara kedua pihak, disaksikan
oleh guhanga dan disampaikan kepada pemerintah, maka diumumkanlah kepada
masyarakat bahwa : lelaki bernama … anak dari si … telah menyampaikan rencana
menikah dengan gadis bernama si … anak dari si … dan sudah ada persetujuan dari
kedua belah pihak.
Kemudian masih diadakan pertemuan untuk menetapkan besar kecil atau tinggi
rendahnya yoko' secara keseluruhan dengan perincian besarnya yoko' tiap fase. Bila
17Desember 20057
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
si gadis pernah inimontoi kon takit, dalam arti pernah mengalami upacara inisiasi
(ponondeaga'an), nokiaimbu, yaitu upacara adat bagi gadis yang dipingit karena
inisiasi, ile'adan (perataan gigi) dan ilamba'an (dihiasi) saat aimbu, maka dalam
yoko' tadi, ada perincian fase-fase pelaksanaan imontoi (perawatan) dan sebagainya.
Beberapa fase yang dilalui antara lain :
Guman , yaitu peminangan yang dilakukan oleh taba'. Pu'at in lamba', yaitu
mengeluarkan hiasan waktu aimbu. Gu'at, yaitu pemisahan anak dari orang tua.
Le'ad, yaitu acara perataan gigi. Gama', yaitu penjemputan pengantin wanita oleh
keluarga pihak pengantin pria, sehari sesudah pesta pernikahan. Untuk setiap fase
yang dilalui ini, ditetapkan yoko' sendiri-sendiri, kemudian ditambah dengan yoko'
moloben (maskawin).
Dalam era pembangunan dan pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi
ini, perincian –perincian seperti di atas ini mulai dihilangkan dan disepakati untuk
menetapkan besarnya yoko' sesuai kemampuan pihak keluarga laki-laki yang
disetujui pihak wanita, disaksikan oleh guhanga dan direstui oleh pemerintah.
Untuk setiap tingkatan golongan, besarnya yoko' moloben telah ditetapkan, misalnya
untuk kohongian sebesar 200 real. Dalam nilai 200 real itu, tidak hanya didasarkan
pada satu jenis bahan, tetapi ditetapkan 50 real uang tunai, sedangkan 150 real adalah
yoko' dalam bentuk barang (natura). Hal inipun ditetapkan sesuai persetujuan kedua
belah pihak, misalnya : pindan in talong, pindan mo alus, (dua jenis piring antik),
sikayu (kain antik). Harga sikayu waktu itu berbeda-beda, ada yang 30 real, 20 real,
10 real, 5 real sampai 3 real. Dari setiap jenis diambil, hingga genap bernilai 150 real.
Dimulai dengan yoko' untuk guman (peminangan) sebesar 10 real yang dibayar
dengan benda. Dari pihak wanita, ada yang disebut : abat ing guman (jawaban atas
peminangan). Abat ing guman ini diberikan kepada seorang gadis yang duduk di
kursi, memakai selubung lalu menerima abat ing guman sebesar 16 real. Bila si gadis
noki imontoi sebelum atau sesudah peminangan, maka seluruh biaya imontoi
ditanggung oleh pihak laki-laki. Inipun atas kesepakatan kedua pihak sesuai
keikhlasan. Karena dalam imontoi ini ada : le'ad, posiugan le'adan (tidur saat
perataan gigi), pobangonan (bangun sesudah perataan gigi), poponungkulan im batu
pole'adan (pemasangan batu perataan gigi), maka semua biaya disesuaikan dengan
17Desember 20058
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
kesepakatan bersama.
Tadi dikatakan ada : pu'at in lamba' (mengeluarkan hiasan). Pu'at in lamba' ini
diadakan bila si gadis dihiasi selama pelaksanaan aimbu. Aimbu adalah suatu acara
yang diadakan beberapa malam berturut, diisi dengan kesenian berupa lagu-lagu
semalam suntuk. Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan oleh orang-orang tua pria,
sambil berjalan berduyun dalam suatu formasi tertentu. Lagu-lagu yang dinyanyikan
antara lain : totampit, odenon, tangkil, buyak, dan lain-lain. Sastra lagu biasanya
mengandung humor, sehingga orang yang turut menyaksikan tidak mengantuk.
Aimbu itu diadakan dalam kaitannya dengan upacara inisiasi, yaitu ponondeaga'an,
peralihan status gadis dari remaja ke gadis dewasa sebagai persiapan memasuki
jenjang perkawinan. Si gadis biasanya dipingit, ditempatkan di anjungan (popintuan).
Bila hendak ke dahajat, si gadis tidak boleh berjalan kaki, harus digendong oleh
pemuda-pemuda yang telah ditetapkan. Biaya pu'at in lamba' dibayar sekaligus
dengan yoko' moloben (maskawin). Pada saat dipingit, si gadis memakai siripu, yaitu
alas kaki dari kayu yang berbunyi pada waktu berjalan. Biaya pu'at in siripu
(membuka alas kaki) juga menjadi beban pihak lelaki. Sesudah menikah, maka masih
ada lagi syarat yang disebut : longkut in sole (membuka kutang). Semua itu
merupakan tambahan biaya. Namun semuanya tergantung pada kesepakatan kedua
pihak.
Sehari sesudah pernikahan, diadakanlah acara gama'. Pengantin wanita dijemput oleh
keluarga pihak laki-laki, dibawa ke rumah pengantin laki-laki. Biasanya sebelum
pengantin wanita turun dari rumahnya, ia diberi petunjuk oleh beberapa orang tua
dengan mengatakan, bahwa selama dalam perjalanan menuju ke rumah keluarga laki-
laki, ia harus mongula. Mongula adalah berhenti pada tempat-tempat tertentu. Pada
waktu ia berhenti, maka keluarga pihak laki-laki akan mengatakan sesuatu pemberian
kepada pengantin itu agar ia mau melanjutkan perjalanan. Pemberian itu berupa :
pohon kelapa, rumpun bambu, rumpun rumbia, pohon sagu dan sebagainya.
Pemberian itu menjadi milik suami isteri yang baru. Tiba di rumah keluarga laki-laki,
pengantin dijemput oleh keluarga. Disuguhi sirih pinang, diberi makan pisang bakar
atau lain-lain makanan, seanggota keluarga pihak laki-laki dan bahwa pernikahan itu
telah direstui oleh seluruh anggota keluarga. Pada petang hari, pengantin wanita
17Desember 20059
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
dibawa lagi ke rumahnya. Kaum keluarga pihak laki-laki akan menghantarnya. Pada
saat itu, semua kebutuhan rumah tangga baru dibawa serta, seperti : kasur, bantal,
tikar, tempat pakaian, alat-alat masak, alat-alat makan, perabot rumah tangga, bahan
makanan (beras, sagu, jagung), dan sebagainya.
Dalam acara pernikahan ini sudah ada unsur keagamaan. Pada saat pengantin pria
dituntun oleh pimpinan agama untuk menjemput pengantin wanita yang ada di kamar
tidur, maka pintu masuk kamar di halangi oleh beberapa gadis remaja. Keluarga
pihak laki-laki biasanya menghamburkan uang logam di depan pintu masuk. Pada
saat gadis-gadis remaja penjaga pintu memungut uang, kesempatan bagi pengantin
pria masuk menjemput pengantin wanita.
7. Perkawinan Anggota Masyarakat Biasa
Kalau yang menikah itu seorang pemuda petani, maka sesudah bebrapa hari selesai
pesta nikah, ia dibawa oleh mertua laki-laki atau oleh ipar laki-laki yang lebih tua ke
tempat pengolahan sagu sebagai ukud (syarat) mencari nafkah. Hal ini hanya
merupakan syarat, karena sagu memang sudah disediakan. Di tempat pengolahan
sagu, mereka hanya minum sebelum pulang. Pada saat itu ada semacam nasehat yang
disampaikan oleh orang-orang tua : "Aka ko ukur kon adi', yo na'ai tonga' baya'an
poiguman, koito' yo koito' don im batangan, tagin yo tagindon im batangan, simba
dia' mo I biasa tonga' baya'an poiguman sin moko oya'." (= bila ada rezeki mendapat
anak, jangan hanya pergi minta-minta, sagu sebaiknya sagu sendiri, pisang sebaiknya
pisang sendiri, agar tidak terbiasa hanya pergi minta-minta karena memalukan).
Pernikahan antara pemuda dan gadis dari masyarakat biasa, biasanya diadakan tali'
yang berlaku pada masa dahulu kala. Pengantin tidak duduk di pelaminan (puadai),
tempat tidur hanya kolosong, yaitu kasur yang dijahit biasa, tidak bersusun, jadi
bukan bolosak (kasur bersusun). Sanggul pengantin wanita tidak dihiasi sunting,
hanya sanggul biasa. Pengantin pria tidak memakai baju pasere (celana dan baju sama
warna). Dalam hal ini, acara gama' tetap dilaksanakan. Kedua pengantin diberi
nasehat oleh orang-orang tua, para guhanga dan bobato. Apabila perkawinan terjadi
karena si gadis dibawa lari oleh pemuda, maka ini merupakan perbuatan yang tidak
dikehendaki oleh masyarakat, guhanga dan pemerintah. Perkawinan seperti ini
17Desember 200510
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
disebut : buloi tangag (kawin lari). Sebab itu yang bersalah harus dihukum dengan
denda mogompat kon lipu', yaitu membayar denda kepada kampung yang diterima
oleh guhanga, sebagai penghapus aib.
8. Perkawinan Antar Golongan Simpal
Bila yang menikah pemuda dan gadis dari golongan Simpal, maka sesuai adat, yoko'
yang dibayar sebesar 150 real, dngan ketentuan 50 real uang tunai, 100 real nilai
benda seperti : sikayu, pindan, loyang, tampelan. Ini tidak mutlak, karena ada juga
yang mengganti dengan tanah, entah tanah itu datar atau tanah pegunungan. Nilai
tanah datar dan pegunungan juga ada perbedaan. Ada juga yang menggantinya
dengan tanaman tahunan, seperti : pohon kelapa, rumpun bambu, rumpun rumbia
atau pohon sagu.
9. Beberapa ketentuan dalam perkawinan
Pemutusan hubungan kekeluargaan : (momontow kom bui'an).
Perkawinan antara pria dan wanita yang masih terikat hubungan
darah,dilarang,misalnya antara : kakak laki-laki dan adik perempuan, antara saudara
satu susu (tongotete'an), antara ipar laki-laki dan perempuan, antara paman dan
kemanakan, antara saudara sepupu atau yang cucu bersaudara. Bila terjadi sesuatu
sebab antara mereka yang termasuk larangan kawin, misalnya si wanita telah
terlanjur hamil, sedangkan mereka berasal dari satu darah, maka dapatlah diadakan
peminangan, sesudah diadakan suatu upacara adat, yaitu : pemutusan hubungan
kekeluargaan (momontow kom bui'an). Caranya adalah : menyembelih beberapa ekor
hewan, ayam putih, kambing, untuk persembahan, yang darahnya digosokkan pada
tangga sigi (podugu') dan pada kaki calon suami isteri. Dagingnya dimasak untuk
diberikan kepada kepala desa dan guhanga, terutama kepada orang tua yang akan
menerima maskawin. Upacara adat berakhir pada saat pemecahan sebuah piring yang
dipegang oleh calon suami isteri, yang dilakukan oleh guhanga. Upacara memutuskan
hubungan kekeluargaan ini diadaakan agar tidak terjadi tomba' (bencana alam) atau
malapetaka lainnya.
Perkawinan juga dilarang antara mereka yang berbeda agama. Dalam buku undang-
17Desember 200511
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
undang Bolaang Mongondow artikel 35, dilarang perkawinan antara wanita Bolaang
Mongondow dengan pemuda asing. Bila terjadi pelanggaran, maka orang tua pihak
wanita dikenakan denda. Juga kepala desa sebagai "pengawas" desa dikenakan denda.
Perlu juga diinformasikan, bahwa sesuai penuturan pernah berlaku suatu kebiasaan di
desa Motoboi Besar, tentang suami isteri baru. Konon, pada malam pertama,
pengantin wanita tidak tidur di dalam kamar pengantin, tetapi ia tidur ditengah ayah
dan ibunya atau bersama saudara perempuannya yang lain. Menjadilah kewajiban si
suami untuk pada tengah malam mengangkat isterinya untuk dibawa ke kamar
pengantin. Pernah terjadi, pengantin wanita mengikat rambutnya dengan rambut
ibunya. Ketika suaminya mengangkat dia, ibu yang sedang nyenyak terkejut bangun
karena rambutnya tertarik oleh rambut anaknya yang pengantin itu.
Tagu'
Bila seorang pemuda telah resmi bertunangan dengan seorang gadis, maka untuk
lebih menguatkan janji itu, keluarga pihak laki-laki menyampaikan suatu tanda
baerupa benda yangd isebut : tagu', sebagai tanda pertunangan (kokantangan) yang
telah dikuatkan oleh hukum.
Dahulu tagu' merupakan alat pengikat menurut kepercayaan lama (magis), sehingga
pemutusan hubungan oleh satu pihak, akan menimbulkan bahaya besar. Kemudian
tagu' itu berarti : tanda bahwa pertunangan telah diresmikan. Tagu' ini boleh terdiri
dari : sising (cincin), bolusu (gelang lokan), bobol (manik-manik), karabu (subang);
bagi rakyat biasa, tagu' boleh terdiri dari pakaian (kain, celana,baju) dan lain-lain.
Sesudah diadakan tagu' maka apabila tanpa sesuatu sebab pihak wnaita memutuskan
hubungan, keluarganya harus mengembalikan tagu' dan semua biaya yang sudah
diberikan oleh pihak laki-laki, serta membayar denda yang dipertanggung-jawabkan
melalui nilai tagu'. Bila pihak laki-laki yang memutuskan hubungan maka disamping
ia akan kehilangan tagu' dan biaya-biaya yang sudah diberikan, ditambah lagi dengan
denda yang besarnya telah ditetapkan. Nilai denda akan lebih tinggi, bila pihak
wanita berasal dari golongan yang lebih tinggi.
Pertunangan anak-anak (poyokantangan)
Dahulu biasanya ada orang tua yang bersepakat untuk mempertunangkan anak-anak
mereka, walaupun anak-anak itu belum remaja. Mempertunagkan anak-anak seperti
17Desember 200512
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
ini, disebut : mopoyokantang atau poyokantangan. Bila cara seperti ini terjadi, amak
orang tua pihak laki-laki harus turut memikul biaya-biaya pemeliharaan, terutama
biaya untuk pakaian bagi wanita. Kedua belah pihak menyepakati untuk kelak
mengikat kedua anak mereka dalam hubungan pertunangan (kokantangan) secara
resmi. Bila kemudian hubungan ini tidak menjadi kenyataan, maka atas kesepakatan
bersama pula, agar hal ini tidak menimbulkan beban dari salahsatu pihak. Namun
sering pula terjadi, bahwa pihak yang dikecewakan akan mendapat pemberian sedikit
sebagai tanda pengobat hati yang luka.
Iba
Dalam kokantangan yang telah direstui oleh orang tua kedua belah pihak, maka pihak
laki-laki juga sering memberikan iba kepada pihak wanita, berupa : bahan makanan,
uang tunai, pakaian dan sebagainya. Bila kemudian perkawinan terjadi, maka nilai
iba tidak diperhitungkan dengan maskawin.
Tali'
Pembayaran maskawin dilaksanakan pada saat pernikahan. Adapula kesepakatan
bahwa pembayaran maskawin dapat ditangguhkan. Pembayarannya diadakan nanti
sesudah terjadi pemutusan ikatan perkawinan, baik dalam keadaaan hidup atau
meninggal. Bila pada saat meninggalnya si isteri, pihak laki-laki belum sempat
membayar maskawin, si suami dapat dibebaskan dari pembayaran maskawin, namun
ia harus menanggung biaya pemakaman dan biaya kenduri (monusa).
Adapun maskawin itu tidak dibayar, apabila :
1. Si isteri kawin tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan orang tua kedua pihak.
2. Si isteri sudah mengandung sebelum nikah.
3. Si pria orang miskin, sedangkan mertuanya menghendakinya.
4. Pria dari kaum bangsawan kawin dengan wanita dari tingkatan yang lebih rendah
(momahag = selir)
Dalam perkawinan pria dan wanita beragama Islam, disamping maskawin, juga ada
dati atau mahar yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pengantin wanita.
Tentang besarnya dati, biasanya dibicarakan bersamaan dengan penetapan besar
kecilnya maskwin.
17Desember 200513
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Menurut suatu peraturan (putusan dan perbuatan dari pemerintah Kerajaan Bolaang
Mongondow, Bintauna, kaidipang besar dan Bolaang Uki tgl. Kotamobagu 19
Agustus 1924 No.43), calon-calon suami isteri beragama Kristen yang menghendaki
perkawinan secara gereja terlebih dahulu menyampaikan keinginan mereka kepada
raja. Bila tempat kedudukan raja jauh, boleh pergi kepada kepala distrik. Apabila
rumah tangga yang baru belum memiliki rumah sendiri, sednagkan maskawin sudah
dibayar, mereka boleh tinggal di rumah orang tua laki-laki. Pada suatu hari yang
sudah ditentukan sesudah perkawinan, si isteri di jemput oleh keluarga pihak laki-laki
yang disebut gama'.
Harta milik bersama
Harta benda milik suami atau isteri yang dibawa masing-masing pada saat menikah,
atau harta benda salah seorang yang diperoleh dari warisan atau pemberian, akan
tetap menjadi milik sendiri-sendiri, bila terjadi perceraian antara keduanya. Harta
benda yang rusak atau hilang selama perkawinan menjadi tanggungan bersama
(poyogaluman).
Perceraian
1. perceraian atau pemutusan ikatan perkawinan disesuaikan dengan kesepakatan
kedua pihak.
2. Sesuai dengan kehendak suami, bila si suami meninggalkan isterinya dan menolak
tikar atau bantal yang dikirim oleh isteri kepadanya sesudah beberapa waktu.
3. Menurut kehendak isteri, bila si isteri pergi kepada keluarganya dan tidak mau
menerima kain yang dikirim oleh suami kepadanya.
Pada pemutusan ikatan perkawinan dengan persetujuan kedua pihak, maka harta
benda yang diperoleh bersama oleh suami isteri, sering dibagi sama. Namun bila
pemutusan ikatan perkawinan itu disebabkan oleh salah satu dari keduanya, amak si
yang bersalah akan kehilangan hak bagiannya. Apabila si isteri yang bersalah, maka
ia harus mengembalikan maskawin bila sudah dibayarkan saat pernikahan. Bila
maskawin belum dibayarkan, maka keluarganya akan membayar denda.
Si isteri dinyatakan bersalah :
1. Apabila ia berzinah (nokitualing).
2. Apabila ia mencaci mertuanya, nunuton (mertua laki) atau guya' (mertua
17Desember 200514
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
perempuan).
3. Apabila ia meninggalkan tempat kediamannya.
Anak-anak
Sesudah perceraian, anak-anak biasanya tinggal bersma ibunya. Tapi bila mereka
mengetahui sebab-sebab perceraian, amak mereka dapat memilih kepada siapa
mereka ingin tinggal.
Perceraian antara suami isteri yang beragama Kristen, harus diputuskan melalui
pengadilan.
Dalam hal perpisahan karena suami meninggal, maka isteri yang ditinggalkan belum
boleh menikah lagi, sebelum diadakan kendurian (monusa). Selama masa kematian,
si isteri mendapat dari keluarga suami apa yang disebut : pinobaluan (tanda berduka
cita). Dalam agama Islam masa penantian itu disebut : idah.
Hak warisan
Bila seseorang meninggal, meninggalkan anak atau anak-anak, maka harta milik
orang yang meninggal dan bagian dari perolehan bersama, diwariskan kepada anak
atau anak-anak. Bila anak belum dewasa, maka warisan itu masih tetap dipegang oleh
suami atau isteri yang masih hidup.
Dalam hal suami isteri tidak mempunyai anak, bila suami yang meninggal sedangkan
maskawin sudah dibayar, maka harta milik bersama separuh untuk si isteri dan
separuh untuk keluarga pihak suami. Bila belum dibayarkan maskawin karena pihak
laki-laki tidak menghendaki perkawinan ini, maka seluruh harta peninggalan menjadi
milik si isteri. Menurut "peraturan pemerintah Bersama tgl. 19 Agustus 1924 No.43,
bahwa bila nilai harta milik yang diwariskan lebih besar dari 100 gulden (rupiah
Belanda), maka pembagian warisan harus diputuskan melalui "Majelis Kecil" yang
ditunjuk oleh pemerintah
4. KEADAAN SAMPAI DENGAN ZAMAN PENJAJAHAN
1. Pengaruh luar
Pengaruh luar mulai terasa dengan kedatangan bangsa asing seperti Spanyol,
Portugis, Tiongkok, Inggeris, Belanda dan lain-lain dengan maksud untuk berdagang.
Anggota masyarakat terutama yang bertempat tinggal di pesisir pantai mulai
17Desember 200515
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
mengenal dagang dalam arti tukar menukar benda dengan benda, seperti : tembikar,
kain laka, sikayu, benda logam tembaga, topi besi, mata tombak dan lain-lainditukar
dengan hasil hutan dan hasil tambang seperti : damar, rotan, emas dan sebagainya.
Suatu dongeng yang dikenal oleh masyarakat sampai kepada anak-anak tentang
pendatang bermata sipit bernama Pak Hong yang tinggal dalam sebuah lubang di
pesisir selatan. Pak Hong-lah yang membawa piring tembikar dan alat-alat lain yang
ditukar dengan emas oleh anggota masyarakat. Anggapan ornag bahwa Pak Hong
datang dari dunia di bawah bumi melalui sebuah lubang, sebenarnya adalah gua
tempat Pak Hong menyimpan barang tembikar.
2. Lahirnya Punu’ Molantud
Bogani suami isteri Kueno dan Obayow dalam usaha mereka pergi menangkap ikan
di sungai, tidak berhasil. Namun mereka senag juga, setelah mereka memungut
sebutir telur di atas kapar (timbunan ranting-ranting kayu) yang sedang hanyut di
sungai. Secara kebetulan mereka melihat seekor burung duduk yang baru saja terbang
dari kapar itu, sehingga mereka menganggap bahwa telur itu adalah telur burung
yang baru saja terbang. Benda yang dianggap telur itu, ternyata adalah kantung bayi
yang lahir masih terbungkus dari rahim ibunya. Karena kelahiran itu dianggap aneh,
maka kantung itu diletakkan oleh orang tuanya di atas kapar yang sedang hanyut di
sungai. Yang kemudian dipungut oleh Kueno dan Obayow. Oleh karena anak yang
lahir itu dianggap menetas dari telur burung, maka para bogani, pimpinan seluruh
kelompok masyarakat bersepakat untuk mengangkat anak itu menjadi Punu’
Molantud, yaitu pimpinan tertinggi atas seluruh kelompok masyarakat yang tersebar
di daerah Bolaang Mongondow. Anak itu diberi nama Mokodoludut, yang berarti
menyebabkan bunyi banyak kaki yang berjalan (nodoludut = bunyi gaduh kaki
banyak yang berjalan). Banyak orang yang datang melihat bayi yang lahir luar biasa
itu, telah turun hujan lebat disertai bunyi guntur sambung menyambung dan halilintar
sambar menyambar.
Sebagai catatan perlu diinformasikan bahwa pemberian nama kepada bayi pada masa
dahulu, disesuaikan dengan situasi atau peristiwa terjadi bertepatan dengan kelahiran
bayi itu, karena penduduk belum mengenal huruf, sehigga belum ada pencatatan
17Desember 200516
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
tanggal kelahiran. Anak yang lahir bertepatan dengan suatu peristiwa besar diberi
nama Ododai = bersamaan. Anak yang sakit-sakitan sejak lahir diberi nama : Ki
Napi’I = sakit-sakitan. Yang bertubuh kecil diberi nama : Kandeleng = si kecil; yang
lahir ketika salah seorang dari orang tuanya meninggal, diberi nama : sinala’an =
ditinggalkan. Nama benda, tumbuhan, hari, hewan dan sebagainya juga dipakai untuk
memberi nama bayi, misalnya : Kompe’ = bakul; Kobisi’ = bakul besar; Apat =
bengkalai; Longgai = kapar; Uoi = rotan; Boyod = tikus; Bonok = rumput.
Mokodoludut adalah punu’ Molantud yang diangkat berdasar kesepakatan seluruh
bogani. Dalam sejarah pemerintahan di Bolaang Mongondow, Mokodoludut tercatat
sebagai raja (datu yang pertama di Bolaang Mongondow, walaupun penggunaan
istilah datu atau raja mulai dikenal sejak raja Tadohe (Sadohe) yang memerintah pada
tahun 1602 karena pengaruh istilah luar, ratu, datu atau latu, yang berarti raja.
Sebelum Tadohe, setiap pimpinan tertinggi pemerintahan yang diangkat dari
keturunan Mokodoludut selalu digelar Punu’ Molantud atau Tule Molantud atau
Tomunu’on. Sejak Mokodoludut memerintah, masyarakat mulai mengenal kesenian
antara lain seni sastra, yaitu itu-itum, semacam do’a yang diucapkan misalnya pada
pelantikan Punu’ Molantud atau pejabat tinggi lainnya. Juga Odi-odi, semacam
sumpah, serta jenis vokal antara lain totampit, yaitu sastra bermelodi yang dilagukan
oleh para bogani atau oleh penduduk yang pergi ke rantau memasak garam, ke hutan
mencari damar dan lain-lain, karena mereka harus menempuh karak jauh dengan
berjalan kaki.
Salahsatu sastra lagu aimbu yang dinyanyikan oleh orang tua angkat Mokodoludut,
yaitu Kueno dan Obayow adalah :
Ki Inalie no puyut = Inalie yang memungut
Ki Amalie notompunuk = Amalie yang memangku
Notakoi kon loto lanut = dimasukkan dalam lanut
Pitu no singgai no uput = tujuh hari genap
Dinongog mai nogolotup = terdengar bunyi meletus
Sinarap bo sinondudut = dilihat dan diteliti
Na’anta umatbi’ alus = ternyata mahluk halus
Nobiag moyutu-yutuk = hidup tubuhnya kurus
17Desember 200517
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
A mongula mokitayuk = ingin diobati (monayuk)
Moki aimbu no uput = dengan cara aimbu lengkap
Na’a bo inaidan no uput = kini selesai dikerjakan
Tangoimu ing ki Mokodoludut = namamu adalah Mokodoludut.
3. Tadohe menjadi Datu ke-8
Sejak Tompunu’on pertama sampai ke-7, yaitu Mokodoludut, Yayubangkai,
Damopolii (Kinalang), Busisi, Sugeha, Mokodompit, Mokoagow, keadaan
masyarakat Bolaang Mongondow semakin maju dengan adanya pengaruh luar,
walaupun hubungan dengan bangsa asing itu barulah hubungan perdagangan (tukar
menukar benda). Perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe, putra Mokoagow mulai
menjadi Tompunu’on yang oleh pengaruh pedagang Belanda dirubah istilah
Tompunu’on menjadi Datu (Raja). Tadohe dikenal seorang Datu yang cakap,
sehingga pada saat pemerintahannya, terjadi perubahan dalam susunan pemerintahan
dan kemasyarakatan. Tadohe berhasil mempersatukan seluruh rakyat yang hidup
berkelompok dengan boganinya masing-masing, mengadakan musyawarah di tempat
kediamannya di tudu im bakid, sekitar dua kilo meter di utara Kotamobagu sekarang.
Dibentuk sistem pemerintahan baru. Hubungan antara kelompok masyarakat
diperbaiki dengan membuka jalan. Duku atau pedukuhan, desa muali diatur. Seluruh
kelompok keluarga dari Bolaang, Mongondow (Passi dan Lolayan), Kotabunan,
Dumoga, disatukan menjadi Bolaang Mongondow. Mereka mulai mengenai mata
uang real, doit, sebagai alat perdagangan. Pimpinan desa dipilih oleh rakyat. Mulailah
diatur sistem bercocok tanam dengan mulai dikenalnya padi, jagung dan kelapa yang
dibawa oleh bangsa Spanyol pada masa pemerintahan Mokoagow, ayah Tadohe.
Tadohe mengadakan penggolongan dalam masyarakat, yaitu pemerintahan
(Kinalang) dan rakyat (paloko’). Paloko’ harus patuh dan menunjang tugas Kinalang,
sedangkan Kinalang mengangkat tingkat penghidupan Paloko’ melalui pembangunan
disegala bidang.
Setiap desa ditandai dengan adanya sigi, yaitu semacam kuil tempat penyembahan
kepada Ompu Duata (Yang Maha Kuasa). Didalam sigi dapat disimpan piring tua
atau benda antik lainnya yang berasal dari para leluhur. Pada waktu monibi (upacara
pengobatan desa, penyembahan kepada roh leluhur atau pengorbanan), seluruh
17Desember 200518
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
anggota masyarakat turut serta, dengan mengorbankan babi, kambing betina dan
ayam yang darahnya dipercikkan kepada tangga sigi. Sigi juga merupakan tempat
penghapusan dosa atau kesalahan bagi pesakitan, bagi pelanggar adat tertentu,
sebagai penghapus aib. Dapatlah dikatakan bahwa sigi merupakan suatu lukisan
kesatuan desa. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, ada keluarga yang mengangkat
orang-orang tua yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara dalam desa, mengatur
pemindahan hak, mengatur pertunangan, perkawinan dan juga sebagai penasehat
dalam tugas-tugas pemerintahan yang disebut : guhanga. Bahkan kepala desa
(sangadi, bobato, kimalaha) dalam memutuskan sesuatu terlebih dahulu minta
petunjuk dan pendapat dari para guhanga. Tadohe membagi tingkatan (kasten) dalam
masyarakat atas enam tingkat atau golongan, yaitu : mododatu (kaum ningrat),
kohongian, simpal, nonow, tahig, dan yobuat. Kaum simpal adalah pemegang
penjaga keamanan, tahig adalah golongan pekerja dan yobuat adalah golongan
bawah.
4. Campur tangan Belanda dalam pemerintahan
Pada tanggal 1 Januari 1901, Belanda secara paksa bahkan kekerasan masuk daerah
Bolaang Mongondow melalui Minahasa selatan, setelah usaha mereka memasuki
daerah Bolaang Mongondow melalui laut tidak berhasil. Di bawah pimpinan
Controleur Anton Cornelius Veenhuizen bersama sepasukan prajurit memasuki
Bolaang Mongondow, yaitu pada masa pemerintahan Raja Riedel Manuel Manoppo.
Namun rakyat memberontak melalui pimpinan seorang bernama Hatibi Dibo
Mokoagow yang memotong tiang bendera Belanda yang dipancang di halaman istana
raja di Bolaang. Juga tiang bendera Belanda yang didirikan di pelabuhan Lombagian
(Inobonto) dipotong oleh Hatibi Dibo dan kawan-kawannya. Rakyat tidak setuju
dengan campur tangan asing dalam pemerintahan. Mereka pada saat itu telah
memiliki jiwa patriotik. Tahun 1904 Hatibi Dibo berhasil ditangkap oleh Belanda
lalu ditembak. Sekitar tahun 1903-1904 perlawanan diadakan oleh sangadi Eman dari
Pontodon. Perlawanan dipatahkan oleh Belanda tapi rakyat masih tetap mengadakan
perlawanan (terkenal dengan perang Pontodon). Akhirnya karena tidak setuju dengan
tekanan-tekanan Belanda itu, penduduk Pontodon dan bilang banyak yang
meninggalkan kampung halamannya, menuju ke pantai utara (Desa Tanamon), ke
17Desember 200519
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Minahasa selatan (Desa Toraut), ke pantai selatan (Desa Kayumoyondi’). Pada tahun
1904 diadakan perhitungan jiwa penduduk Bolaang Mongondow dengan 41.417 jiwa
dan pria pekerjanya 9.166 orang.
5. Masuknya Agama dan Pendidikan
Raja Jakobus Manoppo ialah raja Bolaang Mongondow yang pertama memerintah
setelah mengalami pendidikan di Hoofden School Ternate, karena ia telah dibawa
oleh pedagang V.O.C. sesudah melalui persetujuan ayahnya raja Loloda Mokoagow
(datu Binagkang). Jakobus Manoppo adalah raja ke-10 yang memerintah pada tahun
1691-1720, yang diangkat oleh V.O.C., walaupun pengangkatannya sebagai raja
tidak direstui oleh ayahnya. Jakobus Manoppo pada saat dilantik menjadi raja
beragama Roma Katolik.
Pada zaman pemerintahan raja Corenelius Manoppo, raja ke-16 (1832), agama Islam
masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo yang dibawa oleh Syarif
Aloewi, yang kawin dengan putri raja itu tahun 1866. Karena keluarga raja memeluk
agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar
penduduk Bolaang Mongondow memeluk agama Islam juga telah turut
mempengaruhi perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan
masyarakat. Pada sekitar tahun 1867 seluruh penduduk dengan Bolaang Mongondow
sudah menjadi satu penduduk dengan bahasa, adat dan kebiasaan yang sama (menurut
N.P Wilken dan J.A.Schwarz).
1. Over de Vorsten van Bolaang Mongondow 1949
2. Een Mongondowsh verhaaal met vertaling en aanteekeningen 1911
3. De voornaamwoorden in het Bolaang Mongondows
4. Verhaal van een mensch en een slang 1919
5. Spraakkunst van het Bolaang Mongondow 1930
6. Verloven en trouwen in Bolaang Mongondow 1931
7. De plechtigheid "waterscheppen" in Bolaang mongondow 1938
8. Bolaang Mongondowsch Woordenboek 1951;dsb.
Pada tahun 1906 melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang
Mongondow, W.Dunnebier telah mengusahakan pembukaan beberapa sekolah rakyat
yang dikelola oleh zending di beberapa desa di Bolaang Mongondow dengan tiga
17Desember 200520
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
kelas. Guru-gurunya didatangkan dari Minahasa, antara lain :
Di Nanasi, guru jeseya rondonuwu dan S. Sondakh
Di Nonapan, guru H. Werung dan A. Rembet
Di mariri lama, guru P.Assa dan Mandagi
Di Kotobangon, guru J.Pandegirot dan tumbelaka
Di Moyag, guru F.Tampemawa dan K. Palapa
Di pontodon, guru J.Ngongoloi, M.Tombokan dan W.Tandayu
Di pasi, guru Th.Kawuwung dan W. Wuisan
Di Popo Mongondow, guru S. Saroinsong dan J. Mandagi
Di Otam, guru J. Kodong dan S. supit
Di Motoboi Besar, guru S. Mamesah, A. Kuhu dan K. Angkow
Di Kopandakan, guru H. Lumanaw dan P. Kamasi
Di Poyowa Kecil, guru D. Matindas dan Gumogar
Di Pobundayan, guru Th. Masinambouw dan A. Supit.
Jumlah murid yang tertampug di sekolah-sekolah tersebut adalah 1605 orang (Sejarah
Pendidikan daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th. Manus dkk).
Pada tahun 1912 di Dumoga juga dibuka sekolah zending dengan guru Jesaya
Tumurang. Pada tahun 1926 sekolah-sekolah seperti itu juga dibuka di Tabang,
Tungoi, Poigar, Matali dan Lolak.
Pada Tahun 1911 didirikan sebuah sekolah berbahasa Belanda di Kotamobagu, Yaitu
Holland Inlandshe School (H.I.S) dengan Kepala sekolah Adrian van der Endt.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending, maka pada sekitar tahun
1926 diusahakan pembukaan sekolah-sekolah rakyat yang dikelola oleh Balai
Pendidikan dan Pengajaran Islam (BPPI) yang berpusat di desa Moliow. Guru-
gurunya didatangkan dari Yogyakarta seperti antara lain : Mohammad Safii
Wirakusumah, Sarwoko, R. Ahmad Hardjodiwirdjo, Sukirman, Sumarjo,
Surjopranoto, Muhammad Djazuli Kartawinata dan alin-lain. Juga ditambah dengan
Ali Bakhmid dari Manado Usman Hadju dari Gorontalo dan Mohammad Tahir dari
Sangir Talaud (Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th.Manus dkk.
1980).
Perkembangan pendidikan yang dikelola oleh BPPI demikian pesatnya sehingga pada
17Desember 200521
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
tahun 1931 dibuka sebuah H.I.S berbahasa Belanda di Molinow. Untuk medidik
guru-guru yang akan mengajar di sekolah-sekolah yang dikelola oleh BPPI, maka
pada tahun 1937 dibuka lagi sebuah sekolah guru, yaitu Kweekschool di Molinow.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh zending dan BPPI, maka usaha pihak
swasta untuk membuka sekolah terlihat antara lain : Particuliere Schakel School yang
dibuka oleh A.C. Manoppo. Kemudian sekolah seperti itu dibuka oleh A.E. Lewu,
yaitu Neutrale Particuliere School yang berlangsung sampai tahun 1941 sebelum
bahas Jepang masuk Indonesia karena perang dunia ke-2. Sebuah sekolah swasta
seperti itu juga pernah dibuka oleh Sumual pada tahun 1925, namun tidak berlanjut.
Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu Vervolg
School (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan sekolah rakyat
3 tahun, dengan kepala sekolahnya N. Ares.
Kotamobagu sebagai ibukota kabupaten Bolaang Mongondow, sebelumnya terletak
disalah satu tempat di kaki gunung Sia’ dekat Popo Mongondow dengan nama
Kotabaru. Karena tempat itu dianggap kurang strategis sebagai tempat kedudukan
controleur, maka diusahakan pemindahan ibukota ke tempat yang sekarang ini, yaitu
Kotamobagu, yang peresmiannya diadakan pada bulan April 1911 oleh Controleur F.
Junius yang bertugas di Bolaang Mongondow tahun 1910-1915.
Kedudukan istana raja di desa Kotobangon, yang sebelumnya pada masa
pemerintahan raja Riedel Manoppo berkedudukan di desa Bolaang. Karena raja
Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima campur tangan pemerintah oleh
Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja, lalu bersama-
sama denga Controleur Anthon Cornelis Veenhuizen dikawal oleh sepasukan prajurit
melalui Minahasa selatan masuk Bolaang Mongondow dan mendirikan komalig
(isatana raja) di Kotobangon pada tahun 1901.
Pada tahun 1911 didirikan sebuah rumah sakit di ibukota yang baru Kotamobagu.
Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih
mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan
yang berkhasiat obat.
Dengan masuknya agama dan pendidikan, maka sistem kehidupan sosial budaya
masyarakat turut mengalami perubahan, antara lain : tentang cara pengelolaan tanah
17Desember 200522
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
pertanian (mulai mengenal penanaman padi di sawah), adat kebiasaan, pernikahan,
kematian, pembangunan rumah, pengaturan saran perhubungan, media komunikasi
dan lain-lain sebgainya.
Sebagai informasi perlu disampaikan bahwa : rumah adat Bolaang Mongondow yang
diwujudkan dalam bentuk pavilyun Bolaang Mongondow di Taman Mini Indonesia
Indah jakarta (samping bangunan rumah adat Sulawesi Utara), yang miniaturnya
diminta oleh almarhum Alex Wetik dan dibawa ke Manado tahun 1972 dan kemudian
menjadi contoh pembangunan rumah adat Bolaang Mongondow di TMII Jakarta.
Umumnya rumah tempat tinggal di Bolaang Mongondow berbentuk rumah panggung
dengan sebuah tangga di depan dan sebuah di belakang. Dengan adanya pengaruh
luar, maka bentuk rumahpun sudah berubah. Kehidupan sosial budaya masyarakat
yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan sekarang ini, banyak
yang telah berubah. Namun budaya daerah yang masih mengandung nilai-nilai luhur
yang dapat menunjang pembangunan fisik material dan mental spiritual, masih tetap
dipelihara dan dilestarikan.
Pada saat masyarakat mulai mengenal mengenal mata uang seperti real dan doit
sebagai alat penukar bahan keperluan hidup, maka penduduk mulai menjual hasil
pertanian tersebut seperti : sayur, buah-buahan dan lain-lain. Hasil pertanian tersebut
diletakkan di depan rumah dekat jalan raya dan diatur setumpuk-setumpuk dengan
harga satu doit per-tumpuk. Pemilik tidak perlu menjaga bahan dagangannya. Sore
hari, pemilik akan mengambil uang harga jualannya. Bila habis terjual, maka di
tempat penjualan itu terletak uang harag bahan yang dijual dalam keadaan utuh, tidak
berkurang. Contoh seperti ini menunjukkan keluhuran budi pekerti setiap anggota
masyarakat yang masih jujur, serta menyadari bahwa setiap perbuatan jahat itu tidak
dikehendaki oleh Ompu Duata (Yang Maha Kuasa). Pada saat itu mereka belum
mengenal dusta, tipu muslihat dan lain-lain sifat jahat yang dapat mengganggu
ketertiban masyarakat. Kerukunan hidup antar keluarga dan antar tetangga dimasa itu
belum tercemar oleh pengaruh luar.
6. Sistem Gotong Royong
Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara
kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai
17Desember 200523
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
sekarang ini, yitu : 1. Pogogutat, potolu adi’ 2. Tonggolipu’ 3. Posad (mokidulu)
Tujuan kehidupan bergotong royong ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak
berbeda. Pogogutat, potolu adi’ : lebih bersifat kekeluargaan. Pogogutat berasal dari
kata utat yang berarti : saudara (kandung,sepupu). Potolu adi’ asal kata : Tolu adi’
(motolu adi’) yang berarti : ayah, ibu dan anak-anak (anaka beranak atau tiga
beranak). Contoh pogogutat : bila ada keluarga yang hedak mengadakan pesta
pernikahan anak, maka sesudah didapatkan kesepakatan tentang waktu
pelaksanaanya, disampaikanlah hasrat tersebut kepada sanak keluarga, bahkan kepada
seluruh anggota masyarakat dalam satu desa. Dua atau tiga hari sebelum pelaksanaan
pernikahan, berdatanganlah kaum keluarga, tetangga, warga desa, dibawah
koordinasi pemerintah, guhanga atau tua-tua adat, ketua rukun dan lain-lain
membantu kelancaran pelaksanaan pesta. Kaum pria membawa bahan seperti : bambu
atap rumbia, tali rotan, tali ijuk, tiang pancang bercabang dan bahan-bahan lain untuk
mendirikan bangsal. Ada yang membawa gerobak berisi kayu api, tempurung, sabut
kelapa dan lain-lain untuk bahan pemasak. Pada saatnya mendekati hari pernikahan,
para pemuda remaja pria dan wanita datang membantu meminjam alat-alat masak,
alat makan, perlengkapan meja makan, menghias bangsal, puadai, dan lain-lain. Ada
yang membantu persiapan di dapur, mengolah rempah-rempah dan lain-lain. Suasana
diliputi kegembiraan, tawa dan gelak terdengar. Pada saat pelaksanaan pesta nikah,
para remaja dan pemuda itu membantu pelayanan kepada para tamu undangan. Kaum
wanita pada sore hari menjelang malam berdatangan membawa bahan : beras, ayam,
minyak kelapa, minyak tanah, rempah-rempah, gula putih, gula merah dan lain
sebagainya keperluan dapur. Semua bahan yang dibawa baik oleh kaum pria ataupun
oleh kaum wanita, adalah berupa sumbangan ikhlas, tanpa menuntut imbalan karena
rasa kekeluargaanyang besar dan toleransi yang tinggi 9 unsur persatuan dan kesatuan
demi kesjahteraan bersama). Tonggolipu’ : asal kata lipu’ yang berarti : desa,
kampung, tempat kediaman. Bila ada rencana pembangunan dalam desa (sekolah,
rumah ibadah, jalan, jembatan, rumah tempat tinggal dan lain-lain), maka seluruh
anggota masyarakat secara serentak mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan
dimaksud tanpa paksaan, tapi atas kesadaran sendiri. Kaum wanita datang membawa
makanan dan minuman. Dalam kegiatan seperti itu bahan dan ramuan sudah
17Desember 200524
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
disediakan terlebih dahulu seperti bahan bangunan dan lain-lain. Bila ada anggota
masyarakat yang meninggal, maka para tetangga serentak berkumpul membuat
bangsal dan menyediakan tempat duduk dan membantu pekerjaan pemakaman
sampai selesai. Dahulu adalah merupakan kebiasaan, keluarga datang berkunjung ke
rumah duka untuk menghibur dengan mengadakan permainan tertentu seperti :
monondatu, mokaotan, mokensi, monangki’, dan lain-lain. Kegiatan seperti itu
diadakan mulai 7 sampai 14 malam, selama tongguluan (tempat tidur berhias) masih
belum dikeluarkan. Kini acara-acara seperti itu diisi dengan kegiatan-kegiatan agama.
Posad atau mokidulu : Posad berarti berarti saling membantu . Umumnya posad ini
sudah berbentuk organisasi. Koordinator membentuk organisasi dengan sejumlah
anggota sesuai keperluan. Anggota posad mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dalam arti saling berbalasan. Bkerja membersihkan kebun bersama-sama dengan
ketentuan, setiap anggota kelompok akan mendapat giliran kebunnya dibersihkan.
Dalam posad biasanya ada sanksi, yaitu anggota yang tidak aktif akan dikeluarkan
dari keanggotaan, beberapa ketentuan sesuai kesepakatan, misalnya : setiap anggota
posad dalam melaksanakan pekerjaan ada yang membawa bekal sendiri, tapi agak
berbeda dengan mokidulu (minta bantuan), seseorang minta bantuan tenaga dari
sejumlah teman untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan, ada yang bekerja secara
sukarela, ada pula yang mengharapkan untuk dibalas.
7. Pertanian
Sampai dengan tahun 40-an masih sangat terasa adanya kebersamaan dalam
pengolahan hasil pertanian. Bila seorang petani hasil tanamannya (padi) terutama
padi ladang sudah masak, diberitahukanlah kepada para tetanggga dan sanak saudara
tentang waktu pemetikan. Sebelum pemetikan dimulai, diadakanlah semacam
upacara ritual untuk memohon kepada Ompu Duata agar dalam pekerjaan selama
memetik padi, dijauhkan dari rintangan dan agar hasil pertanian melimpah. Memetik
padi harus dengan tertib, tidak boleh gaduh dan bermain-main (anak-anak dilarang
ikut), dipimpin oleh seorang tua, pria atau wanita yang memetik pada jajar paling
kanan (modia kon tosisi'). Tidak ada pemetik yang boleh melewati orang tua tersebut.
Bulir dan butir padi tidak boleh tercecer. Tempat menimbun padi yang dipetik
(ontag) harus dijaga agar tetap dalam keadaan tertib. Bila padi sudah selesai di lirik
17Desember 200525
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
(lepas dari bulir), maka mengukurnya harus dengan tertib. Dan hasil panen akan
melimpah, sehingga walaupun setiap pemetik sudah membawa pulang bagiannya
masing-masing, tapi padi yang disimpan melimpah (musim tanam hanya sekali dalam
setahun). Pada musim pemetikan tahun berikutnya masih banyak persediaan padi
lama. Biasanya padi di simpan dalam sikaku atau luit yang dibuat dari kulit kayu.
Juga disimpan dalam sinombalongka', yaitu daun enau besar dibentuk seperti labu
lalu digantung. Ada juga yang menyimpannya dalam potolo' (ruas bambu), lalu
disimpan diatas salaian. Sementara memetik padi, kaum wanita biasanya
menyanyikan lagu odenon dengan tertib secara berbalas-balasan untuk
menghilangkan rasa penat selama bekerja. Pada penanaman padi ladang (monugal)
juga dikerjakan bersama-sama secara gotong royong. Bila kebun ladang sudah selesai
dibersihkan, disediakanlah alat-alat seperti : totugal (tugal), o'ibu (sapu besar),
kompe' (bakul), dan lain-lain. Tetangga atau keluarga diundang untuk bekerja. Pada
malam hari sebelum monugal, berkumpul para pemuda mengisi acara gembira
dengan berbagai permainan. Memetik gambus sambil berpantun dan tari dana-dana
disaksikan oleh gadis-gadis. Pagi-pagi benar pekerjaan dimulai. Laki-laki melubangi
tanah dengan tugal, wanita mengisi butir padi kedalam lubang, orang tua laki-laki
membawa sapu menutupi lubang dengan tanah. Selesai bekerja, semua pekerja
makan bersama, kemudian saling bersiraman air dengan harapan agar hasil tanaman
melimpah.
8. Pertanahan
Hak pemilikan tanah disuatu wilayah lingkungan desa, hanya bagi warga desa itu
sendiri. Bila ada penduduk dari desa lain yang ingin memiliki tanah di desa itu,
haruslah seizin pemerintah setempat. Tanah untuk diperkebuni dapat diperoleh
melalui perombakan hutan secara bersama (satu keluarga) atau perorangan. Tanah
hasil olahan bersama menjadi milik bersama (gogaluman), sedangkan yang diolah
sendiri menjadi milik perorangan (im batangan tontani'). Hak pemilikan tanah
biasanya tidak berlaku lagi, bila tanah kebun (dogami) sudah ditinggalkan selama 10
tahun dan diatas tanah itu tidak ditanami tanaman tahunan (kelapa, sagu dsb). Bila
diatas tanah itu ada tanaman tahunan, maka hak pemilikan masih tetap berlaku. Bila
tanah yang telah ditinggalkan (dogami) ditanami tanaman tahunan oleh seseorang,
17Desember 200526
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
maka hasil tanaman itu dibagi antara pemilik tanah dengan menanam berdasar
kesepakatan bersama. Bila hendak merombak hutan, terdahulu diadakan bontang
(meretas keliling) pada area yang hendak diprkebuni. Hari untuk mulai merombak
hutan ditentukan oleh tonawat atau talenga yang mendengar bunyi burung untuk
menentukan hari yang baik, agar terhindar dari dari petaka dan usaha boleh berhasil.
Tanda-tanda lain yang diperhatikan juga seperti mimpi, kematian lampu (kopiongan
in toga'). Sebelum merombak hutan didahului upacara mopoka'an kon dimukud,
sebagai permohonan izin kepada pemilik atau pelindung hutan itu. Cara seperti
penyembahan pada sigi. Hasil tanaman dalam kebun dibagi sesuai kesepakatan. Cara
pembagian bergantung pada persetujuan pemilik kebun dan pengelolaannya. Bila di
atas sebidang tanah ada tanaman tahunan milik orang lain, maka pemilik tanah tidak
berhak atas tanaman itu. Pemindahan hak milik atas tanah harus sepengetahuan
pemerintah. Kini, pemindahan hak milik melalui surat jual beli yang turut disaksikan
oleh pemerintah.
9. Totabuan
Sekitar abad 20 Bolaang Mongondow terdiri dari beberapa distrik, yaitu :
Mongondow (Passi dan Lolayan), serta onder distrik Kotabunan, Bolaang dan
Dumoga. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam atau hasil hutan, akan
meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar atau menuju ke pesisir pantai
memasak garam (modapug) dan mencari ikan. Dalam mencari rezeki itu, sering
mereka tinggal agak lama di pesisir, maka disamping masak garam, juga mereka
membuka kebun. Tanah yang mereka tempati itulah yang disebut Totabuan, yang
dapat diartikan sebagai tempat mencari nafkah. Karena sejak pemerintahan raja
Tadohe penduduk sudah mengenal padi, jagung, kelapa, yang dibawa oleh bangsa
Spanyol, amak penduduk pedalaman yang berkebun di pesisir itu juga menanam
kelapa yang lebih banyak hasilnya dibandingkan dengan bila hanya ditanam di
dataran tinggi. Bila mereka telah betah tinggal di pesisir, maka keluarga dijemput lalu
menetap di Totabuan. Semakin lama semakin banyak kepala keluarga yang
membawa anggota keluarganya ke tempat baru di Totabuan, sehingga merekapun
mulai membentuk pedukuan. Sebab itu maka di tempat baru biasanya tidak terdapat
17Desember 200527
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
sigi sebagai perlambang kesatuan desa seperti yang ada di desa-desa pedalaman.
Beberapa desa di dataran tinggi (pedalaman Mongondow) yang memiliki Totabuan di
pesisir (Bescchrij ving van het adatrecht in Bolaang Mongondow oleh R.P
Notosoesanto), adalah antara lain :
Poyowa besar mempunyai Totabuan di Nuangan Kobo kecil mempunyai Totabuan
di Nuangan Kobo besar mempunyai Totabuan di Molobog Kopandakan
mempunyai Totabuan di Buyat Otam mempunyai Totabuan di Nonapan Moyag
mempunyai Totabuan di Motongkad Pobundayan mempunyai Totabuan di
Motandoi Molinow mempunyai Totabuan di Tolog dan Kotabunan Passi
mempunyai Totabuan di Poigar Biga mempunyai Totabuan di Tombolikat Motoboi
Besar mempunyai Totabuan di Alot, Oyuod, Matabulu Tabang mempunyai
Totabuan di Tobayagan Poyowa Kecil mempunyai Totabuan di Pinolosian
Mongondow mempunyai Totabuan di Ayong, sampaka, Babo.
10. Menjemput Tamu
Bila ada tamu yang bertandang, biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita
terutama orang tua. Sirih pinang diletakkan daam kabela' (dari kebiasaan ini
diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu). Laki-laki biasa juga dijemput
dengan menyuguhkan rokok dalam bako' atau kampi' (tempat temabakau dan daun
rokok dari daun enau) bersama tosisiran (pemantik api). Tamu terhormat terutama
pejabat di jemput dengan upacara adat. Barisan adat tuitan menjemput dengan tari
tuitan dan musik gulintang logam bersama perangkatnya gong dan gandang
(sementara gamelan di Jawa). Diucapkan itu-itum oleh tokoh adat, yaitu do'a untuk
keselamatan dan kesejahteraan pejabat yang dijemput.
Suatu adat kebiasaan dalam pergaulan umum, seeorang yang berpapasan dengan
orang lain di jalan, saling sapa menyapa (mogimbalu'). Imbalu' atau sapaan ini
menandakan bahwa seorang dengan yang lain saling menghormati, entah orang itu
sudah dikenal atau belum. Imbalu' ini juga merupakan tanda salam, yang sama
maknanya dengan "selamat pagi" dan lain-lain. Hampir di setiap desa, bila seseorang
berpapasan dengan orang lain dijalan, akan mengucapkan : mopo untag atau
mamuntag, bila yang disapa menuju barat, sedang penyapa menuju timur.
17Desember 200528
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Mopo uik atau mauik, bila yang disapa menuju timur sedang penyapa menuju barat.
Mopo onik atau mamonik, bila yang disapa menuju utara sedangkan penyapa
menuju selatan. Mopo onag atau mamonag, bila yang disapa menuju selatan
sedangkan penyapa menuju utara. Adapula yang menyapa : maya'bi'i onda atau
mopobaya'i onda, yang berarti : hendak kemana. Yang akan di sapa akan menjawab :
a mopo untag atau mopo uik, yang berarti : hendak ke bawah atau ke atas.
Seseorang yang bertandang ke rumah orang lain, akan mengucapkan : oi, oi, bila tuan
rumah belum nampak. Sebelumnya ia mendehem atau batuk-batuk kecil, untuk
memberi isyarat bahwa ada seseorang yang hendak bertamu. Suara panggilan atau
deheman didengar oleh tuan rumah yang datang menjemput sambil mengatakan :
poponik, yang brarti : naiklah, bila rumah itu rumah panggung atau tu'ot pa yang
berarti : masuklah, bila tamu sudah berdiri di depan pintu. Tuan rumah
mempersilahkan tamunya duduk : litu'pa (silahkan duduk). Kemudian menyapa lagi :
nongkon omuik don atau nongkon omuntag don, yang berarti : dari atas atau dari
bawah (sapaan ini disesuaikan dengan arah datangnya tamu, entah dari timur, barat,
utara, atau selatan. Ingat sapaan saat jumpa di jalan). Tuan rumah akan bertanya :
dega' oyu'on bi' im paralu (mungkin ada perlu) dan seterusnya ; tamupun disuguhi
sirih pinang atau rokok. Bila tamu seseorang yang sudah tua tak bergigi lagi, disuguhi
dodokan, yaitu tempat sirih pinang yang sudah ditumbuk lumat.
Bila seseorang diundang menghadiri suatu acara maka penjemput tamu akan
menyapa : niondon yang berarti selamat datang. Seorang tamu yang hendak pamit
akan mengucapkan : mobuipa (mohon diri). Bila tuan rumah adalah keluarga
terhormat, tamu mengucapkan : dega' umundokpa (saya mohon diri). Tuan rumah
akan menjawab : o, o, mopia (ya, baiklah). Bila tamu yang datang melihat sudah ada
tamu yang baru datang itu menyapa sesama tamu : koinapa (sejak tadi). Tamu yang
datang terdahulu menjawab : o, o, iko doman (ya, engkau juga). Bila seorang tamu
hendak pamit sedangkan masih ada sesama tamu yang ditinggalkannya, maka tamu
yang hendak pergi itu menyapa tamu yang masih tinggal : tala unadon (saya hendak
duluan); atau bai mo I dudimai (nanti menyusul). Tamu yang masih duduk menjawab
: o, o, intadon (ya, silahkan). Sapaan-sapaan seperti itu biasanya ditambah dengan
kata : ule, bila yang sapa menyapa itu laki-laki, misalnya : koina pa ule =sejak tadi
17Desember 200529
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
kawan. Kalau sesama wanita memakai isi', misalnya : iko doman isi' = engakau juga
kawan. Sapaan seperti :ule, isi', nanu', uyo', eteng, oge' nau' dan lain-lain adalah
sapaan tanda keakraban hubungan atau tanda kesayangan. Bagi wanita biasanya
dipakai : anu', nanu', nau', oge ; bagi anak laki-laki biasanya dipakai : uyo', ule' udul,
eteng, dll. Contoh : Indongogaipa udul = dengarkanlah sayang Tumompiabi eteng =
hati-hatilah sayang Dika mongombal anu = jangan menangis sayang.
5. MONOGRAFI SENI BUDAYA DI BOLAANG MONGONDOW
Sama seperti daerah lain di Indonesia, Bolaang Mongondow juga mengenal jenis-
jenis kesenian sejak dahulu kala. Beberapa diantaranya adalah :
1. Seni Musik vokal dan instrumental
2. Seni Tari
3. Seni sastra
4. Seni Rupa
1. Seni Musik Vokal
Odenon : dinyanyikan pada waktu sedang memetik padi (mokoyut), biasanya oleh
kaum wanita untuk menghilangkan rasa penat saat bekerja. Odenon juga biasa
dinyanyikan sebagai salah satu lagu pada acara aimbu atau pada acara-acara gembira
lainnya. Contoh odenon :
Layugdon iko tansibi', alai odenon = terbanglah hai burung pisok, alai odenon
Bo lumayug tumonsi-tonsi' = terbang mengedar-edar
Yo pantowai im baloi limagi' = tinjaulah rumah sebelah sini
Sing kon tua ing ki mamai adi' = karena disana si jantung hati
Isi sastranyanya bersajak dinyanyikan secara solo, lalu disambut oleh orang lain
bersama-sama yang merupakan refreinnya, yaitu : alai odenon, yang dapat berarti
ber-odenon-lah bersama-sama. Lagu odenon ini dinyanyikan secara sahut menyahut
berbalas-balasan.
Totampit : dinyanyikan oleh orang-orang tua masa lampau untuk mengisahkan
tentang perjalanan mereka pada saat pergi ke rantau memasak garam (modapug) atau
ketika mereka masuk hutan mencari damar (monalong) dan sebagainya. Contoh :
Kado-kadok I Nuangan = burung hutan dari Nuangan Motundu' dalan pongayow =
menuntun perjalanan panglima Kiditoin libuton laga' = menyusur pulau laga'
17Desember 200530
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Bura' dongkain pobotoyan = buihlah tempat mendayung. Bondit : biasanya
dinyanyikan oleh seorang bolian, yaitu seseorang yang dalam keadaan intrans
(kesurupan) dalam acara pengobatan tradisional. Dapat juga dinyanyikan pada
acara mogaimbu misalnya dalam aimbu ponondeagaan (inisiasi). Contoh : Ki
landangon I molandang = teruna lincah yang perkasa Akuoi ing kon tudu ambang
= aku di puncak ambang Abitku ing kede' ing gayang = senjataku pedang kecil
Nokodongog noko ningal = mendengar dan dapat berita Kon oyu-oyut ing gimbal =
sayup bunyi gendang Inonag bo inontongan = kuturun lalu melihat Na'anta boki'
im bulan = ternyata putri bulan. Tolibag : lahu gembira, biasanya dinyanyikan dalam
acara suka cita antara muda mudi atau pada waktu seseorang sedang menari joke'
yang diselubungi selendang oleh para gadis. Dapat dinyatakan berbalasan. Dapat pula
berarti lagu pujian atau pujaan. Contoh : Koina dolo-dolomea = tadi ketika pagi
Limitu' mako ko na'a = sedang duduk ditempat ini Kinotaliban im paloma =
lewatlah seekor merpati Bai'ku maya'I onda = putriku kemana pergi Nogilambung
in sutara = memakai baju sutra Nogikokudu'in kaja = berselubung kain kasa
Simindog mako ko ngara = berdiri di depan pintu Nokogagar kong gina = hatiku
tergila-gila Dondong : lagu gembira antara muda mudi. Ada juga yang
menyanyikan waktu menidurkan anak. Contoh : Burowdon sindulak bangka' =
baliklah perahu tumpangan A baya'an kon Bintauna' = akan pergi ke Binatuna
Naanta kom bubu' im buta' = ternyata didalam tanah A burowon dia'bi' maya' =
diputar tidak berjalan Yungkagi : dinyanyikan dengan suara sayup karena sedih
mengenang seseorang yang dirindukan. Contoh : Akuoi ing koina subu = aku diwaktu
subuh Dinapatmai im pongoibu = hatiku sangat terharu Polat nolabu'I lua'ku =
berlinang air mataku Nokotanob ko inimu = merindukan kau seorang. Dete-dete :
lagu yang dinyanyikan pada kematian seorang raja. Contoh : Langit lumogod
lumentang = langit guruh gemuruh Sinumobang I utuan = turunlah dari kayangan
Takin ende-endeawan = disertai hujan panas Kinogapangan I mobangkang =
karena kematian yang dipertuan. Dende' : lagu yang menyenangkan hati raja yang
sedang bersantap. Contoh :
Dika basi'dolandangon = jangan hanya dianggap gampang Sin dau'tonga'ropakon =
karena kayu besar hanya dipatahkan Dika bsai'lolibogon = jangan hanya main-
17Desember 200531
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
main Minangain tonga'lampangon = muara sungai hanya dilangkahi. Tantak :
dinyanyikan pada akhir pelaksanaan suatu acara do'a tertentu untuk menanyakan
kepada Ompu Duata apakah ada yang kurang tertib dalam pelaksanaan acara itu, agar
terhindar dari sesuatu petaka. Buyak ; dinyanyikan dalam acara aimbu pada
pengobatan tradisional monayuk. Biasanya dinyanyikan jauh malam menjelang pagi.
Lolibag : biasanya dinyanyikan sesudah totampit dalam acara aimbu oleh orang-
orang tua masa lampau.
Ondo-ondo : sama dengan dende' yang dinyanyikan pada saat raja sedang bersantap.
Juga dinyanyikan pada saat menjemput raja yang baru kembali dari perjalanan.
Tangkil : lagu dalam rangkaian lagu-lagu aimbu yang mengandung kiasan atau teka-
teki.
Pantung : dilagukan sambil memetik gambus. Pantung termasuk lagu yang berasal
dari daerah Melayu yang telah merakyat sehingga tidak terasa bahwa lagu tersebut
berasal dari luar daerah. Dilagukan pada acara-acara gembira, biasanya dihadiri
muda-mudi sampai semalam suntuk. Banyak mengandung kias bahkan yang lucu
sehingga sangat menarik. Bagian akhir pantun yang disebut hayun, misalnya :
Iaka ule im bolai = lihatlah sikera Moka'an kon toigu = sedang makan jagung Iaka
ule im bobai = lihatlah wanita Mo ibog ko inimu = suka kepadamu
2. Seni Musik Instrumental
Dari sekian banyak musik tradisional yang pernah dikenal di daerah ini, banyak yang
telah punah dan tidak pernah lagi dimainkan. Ada musik instrumental yang berasal
dari luar daerah yang juga telah merakyat seolah-olah musik asli daerah, misalnya :
gambus, rebana, kulintang dan lain-lain. Alat musik tradisional sebagai permainan
rakyat, antara lain :
Kantung : terbuat dari tempurung kelapa sebagai resonansi, diberi berdawai satu dan
dimainkan sebagai pelepas rindu. Termasuk alat petik. Pemetik biasanya membuka
baju, karena resonansi tempurung diletakkan dekat perut agar bunyi bergaung.
Rababo : dapat disamakan dengan rebab di daerah lain. Alat musik gesek, juga
resonansinya tempurung, berdawai satu, dimainkan dengan menggesek.
Tantabua' : dibuat dari seruas bambu, kulitnya dijadikan sebagai dawai yang lebarnya
17Desember 200532
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
kira-kira 1 cm. Dekat dawainya dibuat lubang sebesar 3 x 3 cm, lalu dipukul dengan
sepotong kayu atau bambu.
Bansi' atau tualing : bambu berlubang satu dan empat. Ditiup pada ujungnya untuk
melagukan odenon, bondit, tolibag dan lain-lain sebagai pengisi waktu sengggang, di
dangau di tengah ladang padi yang sedang menguning atau di tempat-tempatlain
waktu istirahat.
Oli-oli' : dibuat dari kulit pelepah enau hutan, pakai lidah-lidah, pada ujung kiri
diikatkan tali penahan dan pada ujung kanan tali yang ditarik-tarik agar lidahnya
bergetar dan meninmbulkan bunyi. Dimainkan di depan mulut menganga sebagai
resonansinya.
Dadalo' : adalah dua kerat bambu kering ukuran 15 x 3 x 1/2 cm, dimainkan dengan
tangan kanan (diantara jari-jari) yang berfungsi sebagai alat perkusi (mengatur
irama).
Bonsing : dibuat dari bambu sedang atau besar, berbuku satu di ujung dan dibuat dua
pancungan (bonsing) pada ujung lain. Bonsing dipukul-pukulkan pada telapak tangan
atau di lutut, juga dimainkan sebagai pengiring perkusi.
Bolontung : dari bambu satu atau beberapa ruas, berbuku pada satu ujung dan terbuka
pada ujung lain. Nada-nada tinggi atau rendah terdengar bila pangkal bambu itu
dihentakkan pada tanah, menurut panjang pendeknya ruas dan menurut besar
kecilnya bambu.
Gimbal : dari kayu kolong, kedua ujungnya ditutup dengan kulit kambing atau sapi,
lalu dibunyikan dengan cara menabuh pada kulit. Gimbal biasanya bulat panjang
sampai satu meter. Ditabuh mengiringi tari tayok.
Gandang : juga dari kayu bolong, lebih pendek dari gimbal, dan hanya satu ujungnya
yang ditutup dengan kulit. Ditabuh untuk mengiringi tari mosau dan tari tuitan.
Gulintang : dari kayu bulat sebesar pergelangan tangan dibelah dua, lalu digantung
dan ditabuh dengan sepotong kayu. Setiap kerat kayu menimbulkan nada yang
berbeda-beda, sehingga dapat dimainkan sebagai alat musik melodi.
Kulintang : dari logam (bahan import), perangkatnya terdiri dar mungmung 5 sampai
7 buah berderet, gandang 1 atau 2 buah, golantung 1 buah. Dimainkan dengan
mengetuk, biasanya pada pesta nikah kaum ningrat atau pada penjemputan tamu
17Desember 200533
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
terhormat. Semacam gamelan di Jawa.
Disamping alat-alat musik tradisional, juga terdapat alat musik transisi, yang berasal
dari luar daerah antara lain : Gambus : perangkatnya terdiri dari gambus, ruas 2 buah
atau lebih. Gambus dipetik sambil melagukan pantung mengiringi tari dana-dana.
Rebana : dimainkan untuk mengiringi tari hadrah atau zamrah, zikir, buruda, dan
lain-lain kesenian yang berhubungan dengan agama Islam. Juga terdapat alat musik
modern atau kreasi baru yang banyak digemari dan populer dalam kehidupan seni
masyarakat, antara lain :
1. Musik bambu : terdiri dari musik tiup bambu seng dan musik tiup bambu klarinet.
Perangkatnya terdiri dari : alat tiup melodi, yaitu suling kecil, sedang, klarinet,
saxofon. Alat pengiring harmonis seperti : korno c, e, g, piston, selo atau tuba,
contrabas. Alat bantu pengiring seperti : trombon, overton. Alat pengiring ritmis
seperti : trom sedang, trom besar, dilaengkapi cimbal.
2. Orkes biola : perangkatnya terdiri dari : fluit, biola, selo, yukelele, banyo,
contrabas atau stringbas, gitar. Biasanya dimainkan mengiringi lagu-lagu keroncong.
3. Kolintang kayu : dikreasikan dari musik tradisional. Perangkatnya terdiri dari :
melodi 1 buah, pengiring yukelele 2 buah, pengiring gitar 2 buah, pengiring banyo 1
buah, pengiring selo 1 buah dan bas 1 buah. Satu unit biasanya terdiri dari 7 kotak.
4. Band mutahir : perangkatnya terdiri dari : melodi gitar, bas gitar, gitar ritmis atau
harmonis, drum set, keyboard atau organ. Sering dilengkapi dengan trompet, saxafon,
trombon dan lain-lain.
6. Seni Tari
Seni tari dapat dibedakan atas tari tradisional dan tari kreasi baru.
1. Tari Tradisional
Tari Tayo : biasanya ditarikan oleh seorang bolian atau burangin, seorang wanita
dalam intrans (kesurupan), diiringi tabuhan gimbal dan golantung (kecil dan besar).
Sambil menari, menyanyikan lagu-lagu bondit diselang-selingi tenden yang
dinyanyikan oleh bebrapa orang wanita atau pria. Pada awalnya tari tayok dimainkan
pada upacara pengobatan tradisional atau upacara ritual lainnya. Tari Joke' :
biasanya ditarikan oleh pria satu orang atau bersama-sama pada gembira. Sambil
17Desember 200534
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
menari diiringi lagu bondit, tolibag, odenon. Penari yang lincah dapat menimbulkan
tawa ria, apalagi karena saat menari diselubngi selendang atau sapu tangan warna
warni oleh gadis- gadis. Tari Mosau : biasanya ditarikan oleh pria saat mengawal
raja atau pengantin menuju ke rumah pengantin wanita. Penari memakai pedang kayu
dan perisai (kaleau) diiringi tabuhan gandang. Tari Rongko atau tari ragai : sejenis
tari silat untuk memperlihatkan keperkasaan atau kelincahan. Tari Tuitan : ditarikan
oleh barisan pengawal raja (kolano), diiringi tabuhan gandang. Penari berselempang
sikayu, ikat kepala dan membawa tungkudon (tombak berhias bulu) dan kaleaw
(perisai ). Tuitan dapat juga dimainkan pada saat penjemputan tamu agung, diiringi
tabuhan kulintang besi.
2. Tari Kreasi Baru
Tari Kabela : dikreasikan dari adat kebiasaan menjemput tamu dengan menyuguhkan
sirih pinang yang diletakkan dalam kabela. Ditarikan berkelompok oleh wanita.
Setiap penari masing-masing memegang sebuah kabela. Tari Kalibombang :
dikreasikan berdasarkan ceritra perjodohan antara pria Oyotan dari Bolaang dan
wanita Kalibombang dari Mongondow. Penarinya berkelompok pria dan wanita
berpasang-pasangan dengan memegang selendang. Tari Pomamaan : dikreasikan
dari adat kebiasaan menjemput tamu dengan menyuguhkan sirih pinang yang
diletakkan dalam pomamaan (sejenis bakul tempat sirih pinang). Ditarikan secara
berkelompok oleh wanita sambil menyandang bakul. Tari Monugal : dikreasikan
dari cara penanaman padi ladang dengan memakai totugal (alat pelubang tanah), pria
memegang totugal sedangkan wanita memegangi bakul tempat benih padi, dilengkapi
dengan penari yang menutupi lubang dengan sapu (mogibu). Tari Mokoyut :
dikreasikan dari cara memetik padi ladang dengan memakai langkapa (ani-ani) dan
kompe (bakul). Dalam tari mokoyut nampak gerakan memetik, melepaskan padi dari
bulirnya (molidok), menjemur, menumbuk, menampi hingga menjadi beras.
Ditarikan oleh wanita secara berkelompok. Tari Kikoyog : dikreasiakan dari cara
memetik padi dengan menuruti kepercayaan leluhur, bahwa padi memiliki dewi yang
harus dihormati agar dapat memberi hasil banyak. Juga ditarikan secara
berkelompok. Tari Mokosambe : sebuah sendra tari yang dikreasikan brdasar ceritera
tentang seorang pangeran bernama Mokosambe kawin dengan putri bungsu dari
17Desember 200535
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
kayangan bernama Poyondi'. Konon seorang bernama Bangkele' memiliki tujuh buah
sumur dekat sebuah gua di tepi pantai. Satu saat seorang putra raja bernama
Mokosambe datang memancing di laut dekat gua dan sumur bangkele'. Pada waktu ia
menarik pancingnya, nampak sehelai rambut yang panjangnya tujuh depa berbau
harum. Diambilnya rambut itu, diperlihatkannya kepada Bangkele' pemilik sumur.
Bangkele' menceritakan bahwa sumurnya biasa didatangi oleh tujuh putri kayangan
kakak beradik untuk mandi. Mengertilah Mokosambe bahwa rambut panjang itu
milik salah seorang putri kayangan yang biasa datang mandi di sumur Bangkele'.
Pada malam Jumat, sementara Mokosambe menjaga sumur-sumur itu, tiba-tiba
nampak olehnya putri-putri kayangan sedang menuju ke bumi untuk mandi.
Dihitungnya, hanya enam orang. Mereka melepas sayap lalu mandi. Tak lama datang
menyusul putri ke tujuh, putri bungsu yang selalu terlambat tiba. Benar dugaan
Mokosambe, rupanya si bungsu inilah pemilik rambut panjang, karena rambut si
bungsu ini nampak panjang sekali. Selesai mandi keenam putri yang datang terdahulu
bersiap-siap untuk pulang ke kayangan, sedang si bungsu yang bernama Poyondi'
masih asyik mandi. Hati-hati Mokosambe mengambil sayap Poyondi lalu
disembunyikan. Selesai mandi Poyondi mencari sayapnya tapi tidak ada. Ia menangis
menyesali kelalaiannya. Perlahan Mokosambe mendekatinya, sambil
memperkenalkan diri dan berusaha membujuk Poyondi yang sedang menangis.
Namun Poyondi' tetap menangis dan ingin kembali ke kayangan, tapi tak dapat
karena sayapnya telah hilang. Akhirnya Poyondi' menyerah dan bersedia dinikahi
pangeran Mokosambe. Terjalin cinta kasih yang membuahkan seorang putra yang
montok. Lama kelamaan Mokosambe mulai melalaikan kewajibannya sebagai suami.
Ia sering meninggalkan Poyondi dan putranya sampai berbulan-bulan. Persediaan
padi mulai habis. Pada suatu hari ketika Mokosambe pergi meninggalkan isteri dan
putranya, Poyondi mengambil padi di lumbung. Karena padinya makin berkurang,
tiba-tiba nampak oleh Poyondi' ujung sayapnya ditengah timbunan padi. Diambilnya
sayap itu, dibersihkan, lalu terbang pulang ke kayangan meninggalkan putranya yang
sedang menangis. Di rantau teringatlah Mokosambe akan anak dan isterinya yang
telah ditinggalkannya selama ini. Ia pulang, didapatinya putranya sedang menangis
sedang isterinya Poyondi' tidak ada lagi. Sadarlah Mokosambe akan kelalaiannya
17Desember 200536
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
selama ini. Sayap yang disimpannya telah ditemukan oleh pemiliknya. Dengan
perantara seekor burung raksasa, Mokosambe dan putranya terbang menuju
kayangan. Pintu kayangan kecil, tak dapat dimasuki oleh burung raksasa dengan
Mokosambe yang membawa putranya. Dilihatnya Poyondi sedang bermain-main
dengan kakak-kakaknya di kayangan. Karena kesalnya, Mokosambe bersama
putranya menjatuhkan diri ke bumi lalu pecah berkeping-keping. Pecahan daging-
dagingnya mulai bersayap dan terbang menjadi burung gagak. Itulah hukuman bagi
Mokosambe sebagai suami yang lupa akan kewajibannya terhadap isteri dan anaknya.
3. Seni Sastra
Dalam kehidupan bermasyarakat, para leluhur sejak zaman dahulu telah mengenal
jenis-jenis sastra yang diucapkan pada acara dan upacara tertentu. Sejak dikenalnya
guman (peminangan) dalam pernikahan maka para guhanga atau penguasa adat,
dalam acara peminangan, penetapan besarnya maskawin atau dalam pembicaraan-
pembicaraan adat lainnya, senantiasa menggunakan bahasa sastra yang halus,
bersajak yang berisi petua dan petunjuk dalam menjalankan kehidupan rumah tangga
yang baru. Beberapa jenis seni sastra yang dapat kami sampaikan antara lain :
Salamat : sejauh sanjak bersajak yang diucapkan pada upacara tertentu, misalnya
pada acara pesta pernikahan atau sesuatu pesta sukacita dan lain-lain. Salamat
biasanya berisi harapan, do'a, nasehat dan adapula yang bersifat humor. Contoh :
Salamat kon pinopo ande kom payo Bungainya nosimpu-simpungoi A dungu'on
undam ing gogoi Na'a kamunda aindon notuoi Nobali'don in tonibuloi Yo
poigumon doa mobiag mononoi Moyayu' I rogenggeng bo ropatoi Bo rijiki mo
anto I motampoi Tabe' takin salamat Artinya :
salam yang diandaikan pada padi buahnya berbulir-bulir ditanak pengobat lapar
kini kamu berdua telah jadi pernikahan telah terlaksana minta doa umur panjang
jauh dari silang sengketa rezeki banyak yang didapat tabik bersama salam Itu-itum
: sejenis sanjak yang berisi doa permohonan kepada Ompu Duata (Yang Maha
Kuasa) agar apa yang diharapkan dapat diperkenankan dan dikabulkan. Contoh :
Ompu', ompu', ompu' tumbolan taian Pokodongog iko buta' onom nogaip ko pitu
apad Pokodongog iko langit onom nogaip takin maruatoi Balangon takin
tombonunya Yo singgai na'a I ai I tobang Ki kolano in totabuan A modugu' kom
17Desember 200537
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
popobaya'an Im bontat bobok in dalan, dst.- Artinya : Ompu' ompu' ompu',
berkenanlah kiranya Dengarkan wahai bumi enam lapis ketujuh dasarnya Dengarkan
wahai langit enam lapis dan bentengnya Lautan serta isinya Hari ini telah tiba
Pemerintah daerah kita Meresmikan rintisan Pembukaan jalur jalan, dst.- Odi-odi :
sejenis sumpah yang diucapkan pada upacara tertentu, misalnya pada penetapan dan
pengesahan suatu adat yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh pemerintah dan
seluruh rakyat. Juga diucapkan pada pelantikan seorang pejabat, agar dalam
menjalankan tugas, tetap betindak jujur dan setia agar tidak memakan sumpah. Odi-
odi dapat berfungsi sebagi do'a, tapi juga sebagai sumpah. Ada odi-odi in tayuk, yaitu
do'a untuk kesembuhan anak yang diobati melalui monayuk. Odi-odi in le'ad, do'a
bagi gadis yang diratakan giginya. Ada "bondit odi-odi", yaitu lagu do'a. Ada
"salamat odi-odi", yaitu do'a keselamatan. Mopongodi-ngodimai, berarti
menyumpahi ; awal dari odi-odi hampir sama dengan itu-itum, yaitu mengucapkan
ompu' tiga kali, kmudian dilanjutkan dengan sastra yang mengandung do'a
permohonan atau sumpah.
4. Seni Rupa
Daerah Bolaang Mongondow juga mengenal jenis-jenis seni rupa, seperti : seni
patung, seni pahat, seni ukir, seni lukis, seni kerajinan dan lain-lain.
Seni Patung : pada sekitar abad ke -17 pada masa pemerintahan raja Tadohe (raja
yang ke-8), didirikan tempat-tempat penyembahan kepada Ompu Duata di setiap desa
yang disebut : sigi. Pada sigi-sigi tersebut biasanya dibuatkan dua buah patung yang
melambangkan raja dan permaisuri. Dengan demikian penduduk pada masa lampau
sudah mengenal adanya seni patung.
Seni Pahat : rumah-rumah penduduk masa lampau adalah rumah panggung, yang
didirikan di atas tiang yang tinggi. Pada jendela dan pintu dibuatkan silibok
(ventilasi) yang dipahat dengan motif-motif tertentu khas daerah. Juga pilar-pilar
sepanjang galur pada tangga rumah dan hiasan dekat cucuran atap yang dibuat dari
kayu, dipahat dengan motif tertentu.
Seni Ukir : tangkai ungkudon (tombak pasukan pengawal raja) diukir dengan motif
kotak-kotak, lingkaran dan sebaginya. Demikian juga dengan kaleaw (perisai) diukir
dengan motif manusia, binatang atau daun tumbuh-tumbuhan. Bahkan tiang-tiang
17Desember 200538
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
rumahpun sering diukir sehingga nampak lebih menarik. Tosisiran (pemantik api dari
bambu) juga diukir dengan memanaskan paku besi.
Seni Lukis ; untuk lebih menambah indahnya kaleaw (perisai) yang dipakai oleh
pasukan pengawal raja, maka dibuatlah lukisan-lukisan bermotif manusia, binatang
atau daun tumbuh-tumbuhan dengan warna-warni; warna yang dominan adalah :
merah, hitam, putih, kuning.
Seni Kerajinan : sejak masa boki' ki Salamatit, isteri Manggopa' kilat, maka telah
dikenal beberapa jenis ketrampilan khusus wanita yang diajarkan oleh Boki'
Salamatiti. Manggopa' kilat adalah salah seorang pimpinan pemerintahan sebelum
Mokodoludut. Ketrampilan yang diajarkan oleh Salamatiti antara lai : memintal
benang (moningkoi) dan menenun (mogabol). Sebelum ditenun, benang diberi warna,
sehingga kain hasil tenunan nampak indah dan menarik. Adanya ketrampilan
memintal benang dan menenun ini, tercantum dalam sastra sebuah lagu dalam aimbu
yang dinyanyikan untuk mengenang jasa Salamatiti sebagai seorang perintis
pendidikan bagi wanita di Bolaang Mongondow. Tempat mendidik kaum wanita di
istana kediaman Salamatiti disebut : sila'ad, yang pada masa kini dapat disamakan
dengan sekolah atau taman pendidikan.
Beberapa jenis seni kerajinan yang sudah ada sejak masa lampau, adalah antara lain :
Menganyam tikar rotan, yang dikerjakan biasanya oleh pria. (tikar rotan = patang)
Menganyam tikar pandan (bolad) oleh wanita. Tikar pandan diberi warna-warni
(merah, hijau, kuning, biru, ungu dll). Membuat tempat sirih pinang (kabela') dari
pada gabus pelepah rumbia (kumbai) yang dihiasi manik-manik halus berwarna-
warni, dengan motif manusia, binatang, atau daun tumbuhan. Bentuk kabela seperti
kotak berukuran panjang kira-kira 20 cm, lebar kira-kira 14 cm dan tinggi kira-kira
12 cm. Kerajinan membuat kabela biasanya oleh wanita sebagai industri rumah.
Membuat tudung saji (kokusadi) dari pada kumbai (gabus pelepah rumbia) berbentuk
kotak, silinder terpancung, piramida terpancung atau prisma. Dibungkus dengan daun
silar yang diberi warna-warni sama seperti warna pada kabela. Membuat alat-alat
pelengkap kebutuhan rumah tangga dan pribadi, seprti : digu = nyiru, karansi =
keranjang, kuyon buta' = belanga tanah, pingku' = piring dari pelepah rumbia, uka' =
mangkuk tempurng, dodangoian = alat masak sagu, dulang = loyang kayu, kalalusu
17Desember 200539
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
= tapisan, abito = alat angkut yang didukung, kompe' = bakul, kobisi' = bakul besar
dari daun pandan, kampi' = tempat temabakau rokok, tosisiran = pemantik api,
bolusu = gelng lokan, simban = cincin lokan, pomamaan = bakul tempat sirih pinang,
lotung = lesung, kokikigan = parutan, loto = bakul besar, potolo' = bambu untuk
menyimpan tembakau, tolatak = tempat menjemur tembakau, kodapa = tempat
sampah dan lain-lain. Juga kerajinan membuat alat penagkap ikan : bubu, singkop =
belat, bobolit = anyaman bilah bambu ukuran sedang, pole' = belat besar, tomoing =
anyaman bilah bambu besar, kalenda' = jala, keambu = jala bersimpai, lala = jala
besar.
Juga kerajinan menempa besi membuat : pitow = parang, lolapa' =penggali, popaked
= parang kecil, tosilad = pisau, o i'i = pembersih rumput, dsb.
Masih banyak jenis kerajinan yang belum sempat tertulis seperti : membuat siripu
(alas kaki), menganggit atap rumbia (momaod) dan seterusnya.
5. Permainan Rakyat
Ada kaitan dengan seni kerajinan, beberapa alat permainan termasuk kerajinan
tangan, seperti membuat gasing, pinsikan, langkadan dan lain-lain. Sebab itu kami
merasa perlu menambahkan jenis-jenis permainan rakyat yang kini hampir tidak
pernah nampak dalam kehidupan masyarakat. Ada permainan yang memakai alat, ada
juga yang tidak. Permainan dengan alat :
Mominsikan : menggunakan tempurung bentuk segi tiga dengan sebilah bambu
ukuran sekitar 30 cm panjang, lebar 2,5 cm sampai 3 cm, dimainkan oleh 2 orang
atau lebih, untuk menguji ketepatan menembak pisikan lawan dengan pinsikan
sendiri dari jarak sekitar 50 m.
Momaki'an : main gasing, juga oleh 2 orang atau lebih untuk melihat gasing mana
yang lebih lama berputar. Untuk meguji ketrampilan menembak gasing lawan yang
sedang berputar.
Molangkadan : menggunakan dua bambu panjang sekitar 2 sampai 3 meter, memakai
pedal bambu tempat menginjakkan kaki. Tinggi pedal 30 cm sampai 1 sampai 2
meter. Langkadan dipakai untuk berpacu atau untuk berjalan biasa dengan langkah
panjang, bila pedalnya tinggi.
Mokumbengan : memainkan dua tongkat ukuran sekitar 30 cm panjang. Tongkat
17Desember 200540
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
yang satu diletakkan di atas batu, tongkat dari tanah itu dipukul sampai beberapa kali,
untuk menguji berapa lama tongkat itu melayang dan berapa kali dipukul.
Jenis permainan yang tidak menggunakan alat, misalnya :
Mogogadopan : main sembunyi-sembunyian. Satu orang ditutup matanya, yang lain
bersembunyi untuk dicari.
Mosimba'ungan : mandi di sungai sambil bermain bersembur-semburan. Sambil
mandi di sungai, juga dapat bermain mosibunian, yaitu menyembunyikan batu di
dasar sungai untuk dicari oleh teman. Yang mula-mula menemukan batu yang
disembunyikan, dialah pemenangnya.
Mobinsi'an : umumnya dimainkan oleh pria, untuk menguji kekuatan menendang
betis lawan.
7. PAKAIAN ADAT BOLAANG MONGONDOW
Pada masa raja-raja (Kolano) sejak raja pertama hingga raja ke-6 yaitu Mokoagow,
biasanya disebut Datu Ireatan, karena pakaian raja ketika itu amat banyak
perhiasannya. Bahan pakaian dibuat dari kulit kayu (kayu lanut).
Pakaian Raja dalam perkembangan kemudian adalah :
Warna merah melambangkan kewibawaan dan keberanian raja sebagai pucuk
pimpinan pemerintahan dan sebagai sumber kekuasaan dan kekuatan yang diperoleh
dari rakyat secara bulat kharismatis di seluruh kerajaan. Pada bagian dada dihiasi 3
susun rantai emas dan kancing emas yang melukiskan keagungan raja. Pengikat
kepala bercabang dua menandakan kepemimpinan yang membedakannya dengan ikat
kepala bagi pejabat-pejabat pemerintah lainnya. Selempang kuning keemasan
sebagai tanda keagungan raja yang diselempangkan dari bahu kiri ke pinggang kanan.
Pada pinggang yang diikat dengan kain kuning keemasan, diselipkan keris dan tangan
kanan memegang tongkat kebesaran (Ki Sinungkudan). Bahan pakaian sesuai
aslinya adalah hasil tenun (inabol), namun alat tenun kini tidak ada lagi. Pakaian
raja ini digunakan sejak adanya hubungan persahabatan dengan pedagang dari luar,
sehingga bentuk pakaian sedah banyak persamaan dengan daerah lain.
1. Pakaian Permaisuri
17Desember 200541
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Baju asli disebut salu' dari jenis kain berhias emas, pada ujung lengan baju kiri dan
kanan terdapat kancing emas masing-masing sebanyak 9 buah. Kain pelekat songket
yang ditenun sendiri bila menurut aslinya. Pada pergelangan kanan dan kiri masing-
masing dipakaikan gelang emas yang disebut pateda. Memakai selendang yang
disebut aluang. Payung kerajaan warna kuning berhias emas menyatakan keagungan
raja dan permaisuri (Datu' bo Boki'). Pemegang payung raja memakai baju adat
dengan ikat kepala biasa, pada pinggang diikatkan songket yang disebut pomerus
sebagai penghormatan kepada pejabat yang lebih tinggi.
2. Pakaian Gogugu atau Sadaha tompunuon
Gogugu adalah pelaksana utama pemerintahan mewakili raja, sebagai penghubung
raja dengan aparat pemerintahan lainnya sampai kepada rakyat, demikian juga
sebaliknya. Dalam kerajaan hanya terdapat seorang gogugu. Bentuk baju gogugu
sama dengan raja, berwarna kuning sebagai lambang kebesaran dan keagungan,
sesuai dengan tugasnya sebagai pelaksana utama pemerintahan membawa rakyat pada
kemakmuran an kesejahteraan yang di Bolaang Mongondow ditandai dngan padi dan
emas yang menguning. Selempang dan ikat pinggang sama, perbedaan pakaian raja
dan gogugu hanya pada ikat kepala. Ikat kepala raja berbentuk tanduk dua yang
condong kekanan, sedangkan ikat kepala gogugu hanya satu tanduk.
3. Pakaian Panggulu
Seorang panggulu mengepalai pemerintahan dalam satu distrik (setingkat
kecamatan). Pakaian panggulu berwarna jingga untuk membedakan dengan pakaian
raja dan gogugu, tapi bentuknya sama. Beberapa variasi seperti pici berhias perak
sudah merupakan pengaruh luar.
4. Pakaian kimalaha atau bobato (kepala desa)
Bentuk pakaian sama dengan raja. Warna polos menurut selera pemakainya. Ikat
kepala biasa. Pada pinggang diikatkan pomerus sebagai penghormatan kepada
pejabat yang lebih tinggi. Kepala desa dapat juga memakai tongkat, sehingga dalam
jabatannya biasa juga di gelar Ki Sungkudan asal kata tungkud = tongkat.
5. Pakaian guhanga (kepala adat)
Baju salu' pris berwarna polos bebas menurut selera pemakainya. Celana biasa sama
dengan warna baju. Memakai kain pomerus pada pinggang. Ikat kepala bercabang
17Desember 200542
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
bila menhadiri upacara kebesaran, miaslnya menjemput tamu agung, atau pada
penobatan raja, sedang bentuk biasa bila menghadiri upacara di desa atau waktu
menyelesaikan maskawin.
6. Pakaian pesta untuk petani pria
Bentuk baju dan celana sama dengan pakaian guhanga. Ikat kepala biasa tidak
bercabang. Tidak memakai Pomerus.
7. Pakaian pesta untuk petani wanita
Warna baju bebas menurut selera. Baju salu' panjangnya sampai dibawah lutut.
Selendang biasa. Kain pelekat biasa. Pada pergelangan tangan searusnya ada
gelang dari tiram yang disebut bolusu.
8. Pakaian kerja petani pria
Baju tidak berlengan yang disebut paka' dari kain tenunan asli namun kini diganti
dengan kain strep yang sejenis dengan motif tenunan asli. Celana batik dasar hitam
yang banyak persamaan motifnya dengan motif tenunan asli. Ikat kepala bentuk
biasa tenunan asli tapi kini sudah diganti dengan batik.
9.Pakaian kerja petani wanita
Kebaya cit biasa, lengan baju disinsingkan. Memakai kudung (aluang) diatas kepala
sebagai peindung dari panas matahari. Kain pelekat biasanya agak tinggi hingga
betis. Biasanya ibu-ibu menyandang bakul (kompe') tempat mengisi sirih pinang.
10. Pakaian nelayan pria
Sama dengan pakaian petani pria, tetapi memakai toyung (tolu). Pendududk asli yang
tinggal di pedalaman, pokok pencaharian utama adalah bertani, berburu, sedangkan
yang tinggal di pesisisr pantai adalah nelayan.
11. Pakaian wanita bukan pengantin
Baju salu' warna polos bebas, pada lengan baju kiri dan kanan berkancing 5 sampai 7
buah. Kain pelekat biasa atau pelekat songket. Memakai selendang (aluang). Bagi
yang mampu dapat memakai gelang emas atau perak (pateda) atau gelang dari lokan
(bolusu).
12. Pakaian pengantin pria
17Desember 200543
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Baju baniang warna menurut selera pemakai. Celana biasa sama warna dengan baju.
Ikat kepala pengantin dari golongan bangsawan atau putra seorang pejabat boleh
bercabang satu atau dua menurut tingkatannya. Bila rakyat biasa, ikat kepala biasa.
Memakai kain pelekat songket untuk pomerus. Memmakai keris pada pinggang kiri,
terutama putra pejabat atau golongan bangsawan.
13. Pakaian pengantin wanita
Baju salu' warna menurut selera pemakai. Memakai kain pelekat songket. Pada
dada terdapat hiasan dari kain beledu atatu jenis kain yang baik dengan hiasan emas
yang disebut hamunsei. Diatas hamunsei terdapat madapung, berbentuk seperti dasi
dengan hiasan-hiasan permata intan, berlian atau lain-lain yang bernilai. Pada dahi
dibuat hiasan yang disebuat lokis. Pada rambut dibubuh sejenis mahkta (hiasan
sisir). Pada sanggul terdapat sunting emas yang biasanya bermotif burung. Pada
lengan terdapat hiasan gelang emas atau perak yang disebut pateda.
14. Pakaian tuitan (barisan penghormatan atau barisan pengawal raja)
Baju warna putih. Celana bermotif Libod yang bunganya seolah-olah melingkari
kaki. Karena yang asli tidak ada lagi, maka diganti dengan motif yang hampir sejenis,
yaitu batik biasa. Ikat kepala biasa bermotif sama dengan celana. Tangan kanan
memegang tombak yang disebut tungkudon dan tangan kiri memegang prisai sebagai
alat penangkis yang disebut : Kaleaw.
15. Pakaian kabung
Pria : bentuk baju degan pakaian adat yang lain, warna hitam. Celana batik dasar
hitam yang banyak persamaan motifnya dengan motif tenunan asli. Ikat kepala
bentuk biasa tenunan asli, tetapi kini diganti dengan batik.
Wanita : kebaya warna hitam bentuk biasa. Kian batik dasar hitam, memakai
selendang putih.
Beberapa catatan tentang pakaian adat :
Ikat kepala raja ujungnya dibuat sepert bentuk tanduk sapi hutan (bantong). Ikat
kepala pimpinan adat atau pimpinan barisan, seperti bentuk tanduk kerbau. Ikat
kepala pembawa berita (taba) seperti biasa. Pimpinan barisan adat atau barisan
kehormatan memmakai kain sabe' (pomerus) pada pinggang tempat menyalipkan
keris (bengko'). Selempang (bandang) yang dipakai pria dari pundak kiri ke
17Desember 200544
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
pingggang kanan menandakan bahwa ia adalah : Orang tua dalam barisan tuitan atau
Pengantin pria yang dibawa ke rumah pengantin wanita. Salempang dari pundak
kanan ke pinggang kiri dipakai oleh taba', yaitu seseorang yang ditugaskan
menyampaikan sesuatu dari pihak wanita ke pihak pria.
16. Pakaian daerah yang di modernisir
Perancang : Ibu L. Sutrisno-mokoginta dan Ibu Uk. Mokoginta-Mokodompit
a. Pakaian Kerja :
Pria : Bentuk baju blouse leher tinggi, lengan baju panjang dengan celana batik yang
dijahit sesuai mode sekarang (pantalon).
Wanita : bentuk kebaya kraag tinggi, lengan baju tiga perempat, memakai coupnaad
sesuai pola dasar dan tidak banyak meninggalkan bentuk aslinya. Kain batik dijahit
seperti rok untuk memudahkan pemakaiannya.
b. Pakaian pesta pasere untuk malam
Pria : bentuk seperti biasa, celana pantalon berwarna kuning dan memakai kain
sarung untuk pomerus.
Wanita : bentuk kebaya sesuai dengan bentuk tubuh untuk memberi bayangan tentang
bentuk tubuh pemakainya. Pakaian jahitan bahu dan coupnaad sesuai konstruksi pola
dasar yang lazim digunakan sekarang ini. Tidak pakai gelar dan bentuk kainnya agak
ketat. Untuk memudahkan pemakaiannya, maka kainnya dijahit seperti rok.
c. Pakaian pesta malam
Pria : warna baju dan celana sama. Bentuk model pantalon, memakai kain sarung
pelekat untuk pomerus dan memakai ikat kepala biasa.
Wanita : kebaya panjang hingga lutut, pakai jahitan bahu dan pakai coupnaad sesuai
pola dasar lengan baju panjang dengan kainnya agak ketat.
17. Baju salu' berkembang-kembang
Kalau baju salu' biasanya effen (polos), maka salu' modern menggunakan kain
berkembang-kembang. Bentuk sama dengan bentuk aslinya, perbedaan hanya pada
polos dan berkembang-kembang.
18. Pakaian remaja I
Pria : bentuk baju seperti biasa, celana disesuaikan dengan mode, lebar pada bagian
bawah dan memakai pomerus.
17Desember 200545
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Wanita : baju salu' yang bentuknya sesuai dengan bentuk tubuh, panjangnya hingga
lutut dan memakai coupnaad. Kalau bentuk asli, belahan lehernya hanya 8 cm dari
kraag, maka yang modern belahan baju hingga 45 cm dari kraag untuk memudahkan
pemakaiannya, apalagi karena sanggul-sanggul modern sekarang ini cukup besar.
Salu'nya memakai kancing yang jumlahnya ganjil. Sedangkan kain tetap
menggunakan kain sarung pelekat.
19. Pakaian remaja II
Pria : baju dan celana berkembang-kembang. Bentuk baju seperti biasa, celana
potongannya menurut mode yaitu pantalon.
Wanita : bentuk pakainnya tidak banyak perbedaan dengan asli. Ukuran agak besar,
menggunakan kain yang tembus pandang, sehingga tubuh pemakainya samar-samar
nampak dari luar. Pada pinggir bawah dibuat hiasan, kainnya dijahit seperti rok dan
agak ketat.
20. Adat kebiasaan Leluhur dahulu kala
(menurut catatan bapak Amun M.Jambo, budayawan dari Desa Matali).
a. Perkenalan Muda-Mudi
Seorang pemuda yang telah berkenalan (menaruh cinta kepada seorang gadis), bila
kembali dari perantauan atau dari kunjungan ke suatu tempat lain, biasanya kembali
membawa sesuatu untuk kekasihnya seperti buah-buahan dan sebagainya. Gadis yang
mengetahui, bahwa pemuda pujaannya telah kembali, biasanya mengadakan suatu
jenis permainan yang lazim disebut : morudak. Gadis tersebut menyediakan serbuk
wangi (bubuk). Pada malam hari, bersama dengan bebrapa kawannya, gadis tersebut
membawa pedupaan (kokuitan) berisi bara api menuju rumah sang pemuda. Di sana
mereka masuk kolong rumah, memperhatikan tempat duduk orang tua pemuda
pujaannya, lalu membakar serbuk wangi-wangian. Bila baunya tercium oleh tuan
rumah, diketahuilah bahwa gadis pujaan pemuda di rumah itu sedang mengadakan
acara (permainan) morudak di kolong rumah. Pada saat itulah pemuda di rumah
itulah pemuda memainkan kantung atau rababo membawakan lagu untuk gadis
pujaannya yang sedang morudak. Orang tua menyambutnya dengan meminta agar
jari manis gadis itu dikeluarkan melalui lubang lantai yang sudah disediakan. Pada
jari manis itu biasanya dimasukkan cincin oleh orang tua. Dmeikian juga buah-
17Desember 200546
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
buahan atau pemberian lain diberikan kepada sang gadis melalui lubang lantai itu.
Pada saat sedang diadakan morudak, tidak diperkenan siapapun mengintip tempat
gadis itu. Bila kedapatan, akan dipersalahkan oleh adat dan harus membayar denda
(momogoi) yang amat berat.
Keesokan harinya si gadis akan menyuguhkan air kopi kepada sang pemuda. Pada
saat itulah akan diketahui oleh orang tua, siapakah gadis yang menjadi kekasih anak
mereka. Bila gadis itu berkenan di hati orang tua dan bila disetujui oleh orang tua
pihak gadis, maka keduanya akan dipertunangkan untuk kemudian memasuki jenjang
perkawinan.
b. Peristiwa gunung babo’
Pada saat peristiwa antara Mokoapa dan Pinomuku putra dan putri raja ke-2
Yayubangkai dengan isterinya Silagondo yang berdiam di gunung Babo’ (dekat desa
Buntalo’ dan Maelang sekarang), terjadilah bencana alam. Sebenarnya perkawinan
kedua kakak beradik itu tidak disengaja, karena Pinomuku yang telah lama
meninggalkan kedua orang tuanya, bertemu dengan Mokoapa di tempat lain, ketika
Mokoapa pergi berburu. Pinomuku yang menyentuh tanpa sengaja alat tenun
(gogabolan) ibunya Silagondo, dipukul oleh ibunya di kepala hingga luka. Itulah
sebabnya Pinomuku lari. Kemudian, ketika ia telah menjadi gadis, bertemu dengan
Mokoapa yang jatuh hati kepadanya, sehingga keduanya menikah. Pada saat
Silagondo mencari kutu menantunya Pinomuku, dilihatnya bekas luka di kepala
Pinomuku. Ketika itu diketahuinyalah bahwa Pinomuku adlah anak kandungnya,
adiknya Mokoapa. Terjadilah bencana alam, hujan turun terus menerus selama 40
hari disertai kilat dan guntur serta badai yang dahsyat sehingga putuslah gunung
Babo’ dan terjadilah pulau Gogabola’ (gogabolan = tempat menenun). Kedua kakak
beradik yang menyebabkan bencana itu dimasukkan ke dalam lukah besar (bubu’
moloben) lalu dibuang ke laut, sampai bencana alam pun reda.
c. Pergaulan Muda mudi
Muda mudi yang berkenalan atau pacaran, walaupun sudah saling memberi kenangan
untuk disimpan bila tidak jadi menikah, belum dikenakan sanksi adat. Pertunangan
yang belum diketahui orang tua kepala adat dan kepala desa, bila tidak jadi menikah,
belum dikenakan sanksi adat. Pertunangan yang sudah disaksikan oleh kepala adat
17Desember 200547
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
atau kepala desa, bila salahsatu pihak membatalkan pernikahan, pihak yang
membatalkan itu dikenakan sanksi, yaitu separuh tali’ (maskawin) yang sudah
ditetapkan, diserahkan kepada pihak yang dirugikan bersama kepala adat. Denda
seperti itu disebut : monuntun kon tobotak. Barang siapa yang membawa mulut dan
mefitnah tanpa bukti, ia harus membayar denda (momogoi) kepada pihak yang
dirugikan. Denda itu dibayarkan kepada yang berhak sambil memberikan seperlunya
kepada kepala adat yang menyidangkan. Jika seorang pria yang mencium wanita
tanpa izin, harus momogoi kepada pihak yang dicium bila ia keberatan, karena
melanggar adat. Denda itu diterima oleh orang tua si wanita dan kepala adat yang
menyidangkan. Jika seorang pria mengadakan kokap (raba) kepada wanita, bila
wanita keberatan, si pria harus momogoi kepada pihak wanita untuk memulihkan
perasaan pihak yang dirugikan. Seorang pria yang menghamili wanita yang bukan
isterinya, harus dikawinkan dengan wanita itu, bila si lelaki belum beristeri. Bila
sudah beristeri, ia harus membayar denda kepada keluarga pihak wanita. Pria yang
menghamilkan saudara kandungnya, diberi hukuman berat. Dahulu keduanya
dimasukkan ke dalam bubu besar, lalu dibuang ke laut agar tidak menimbulakn
bencana alam. Kini peristiwa seperti itu dihukum penjara.
d. Pergaulan Umum
Seorang ayah yang menghamili anak kandungnya ditanam dalam tanah setengah
badan bersama anak yang dihamilinya, lalu dilempari batu hingga mati. Peracun
(mongonggaing) yang terbukti perbuatannya, ditanam dalam tanah setengah badan
lalu dibakar hingga mati. Domok, yaitu mengkap seorang wanita dalam rumah
untuk menggagahinya, dikenakan denda bobogoi biasa. Domok yang dilakukan pada
saat wanita sedang mandi di sungai tempat umum, dihukum denda (bobogoi) atau
keduanya dikawinkan bila masing-masing masih jejaka. Seorang isteri yang
kedapatan tidur dengan pria lain yang bukan suaminya, dikenakan denda berat karena
berzinah (nokitualing). Dendanya berupa tali’ (maskawin) sesuai yang ditetapkan
oleh adat. Denda itu dibayarkan kepada suami atau keluarga pihak suami dan kepala
17Desember 200548
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
adat. Seorang isteri yang dibawa lari oleh pria yang bukan suaminya, disebut :
tualing tangag (zinah lari). Pria yang melarikannya harus membayar denda
(bobogoi) : butung in ata siow kopulu’ im pangkoinya, yaitu : sebuah kaki tembaga
sebagai pohon (pangkoi), sehelai sikayu hijau sebagai dahan (tanga) dan sembilan
piring antik sebagai daun. Juga setiap sungai yang dilalui dihitung, dengan denda
sebuah piring antik bernilai satu ringgit untuk setiap sungai. Seseorang yang
membawa mulut atau menghina orang lain, bila yang dihina berkeberatan, si
pembawa mulut harus membayar denda (momogoi) kepada orang tua-tua desa atau
kepala adat yang menyidangkan hal itu. Seseorang yang mengadakan keributan
dalam desa harus "mogompat kon lipu’", yaitu membayar denda untuk desa yang
diterima oleh penguasa adat. Seseorang yang mencaci maki orang lain tanpa
diketahui kesalahannya, bila yang dicaci berkeberatan, maka si pencaci harus
membayar denda, karena indoi’on (tidak dibenarkan) oleh pihak yang dirugikan.
Denda itu sebagian untuk penguasa adat, sebagian untuk orang yang dicaci. Bila
seorang anak melukai anak orang lain, ia harus membayar jaminan kepada anak yang
dilukai, dengan istilah : bobodan (pengobat luka). Pantang bagi seseorang untuk
mengambil kembali sesuatu yang sudah diberikan kepada orang lain karena akan
mokobungkoit (menyebabkan bencana kecil).
e. Hubungan Kekeluargaan
Setiap orang tua tidak dibenarkan menyumpahi anak, karena akan medatangkan
bencana bagi anak (mokopoat) Seorang anak tidak boleh mengucapkan kata yang
dapat menyinggung perasaan orang tua, karena mokobutung (menyebabkan anak
tidak hidup bahagia di hari kemudian). Juga seorang adik tidak boleh menyinggung
perasaan kakaknya.
f. Pantangan
Pantang bagi seseorang untuk memastikan akan terjadinya sesuatu, walaupun
peristiwa itu belum terjadi (motakabur). Pantang bagi seorang anak memotong kuku
pada waktu matahari akan terbenam selama kedua orang tuanya masih hidup.
Pantang bagi seorang anak meletakkan kedua tangannya di atas kepala (mongokulu)
agar kedua orang tuanya tetap lanjut usia. Di rumah seorang ibu yang sedang
17Desember 200549
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
mengandung tidak boleh orang duduk di tangga. Di hutan atau tempat-tempat
tertentu, tidak boleh mengucapkan walio (togoulit), karena akan menimbulkan
amarah roh leluhur, menyebabkan anak itu jatuh sakit atau mengalami musibah lain.
Suami yang isterinya baru melahirkan, belum boleh mengerjakan pekerjaan berat
karena akan berpengaruh bagi kesehatan bayi. Ibu yang baru melahirkan belum
boleh mengerjakan yang berat-berat sebelum genap 40 hari melahirkan. Suami yang
isterinya sedang mengandung, enggan menyembelih hewan.
g. Kepercayaan Lama
Beberapa kepercayaan lama yang tercatat disini adalah kepercayaan para leuhur masa
lampau, yang pada masa kini tidak lagi menjadi perhatian orang terutama bagi setiap
umat beragama, karena segala sesuatu hanya boleh terjadi karena kekuasaan Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Rencana keberangkatan harus dibatalkan, bila tiba-tiba terdengar bunyi cecak
didepan, agar terhindar dari bahaya. Perjalanan ditangguhkan, bila tiba-tiba orang
bersin, agar terhindar dari halangan. Perjalanan dihentikan sejenak, bila ular hitam
atau biawak melintasi jalan. Turunnya hujan panas menandakan ada orang yang akan
menjanda atau menduda. Akan menerima uang bila telapak tangan kiri bergerak.
Akan mengeluarkan uang bila telapak tangan kanan bergerak. Akan kedatangan tamu
bila ada kupu-kupu masuk rumah. Akan turun hujan lebat bila memandikan kucing.
Akan melihat orang baru bila kelopak mata bergerak. Akan menerima berita buruk
bila kelopak mata kiri bergerak. Sedang disebut-sebut orang bila tergigit lidah waktu
makan.
h. Hubungan Suami Isteri
Seorang suami dapat menceraikan isterinya, bila : Si isteri berpenyakit menular Si
isteri kedapatan berzinah Si isteri ternyata masih bersuami
8. Kesimpulan
Pancasila bukanlah suatu yang baru bagi masyarakat Bolaang Mongondow. Sejak
zaman purba, nilai-nilai Pancasila sudah terkandung dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat, yang meliputi berbagai aspek kehidupannya dan masih tetap terpelihara
sampai kini, dengan contoh antara alin :
17Desember 200550
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Sila I : sejak zaman purba penduduk telah mengenal adanya suatu kuasa di atas
segala yang yang berkuasa. Mereka percaya bahwa segala sesuatu di bumi ini ada
pencipta dan pemiliknya. Bila masyarakat hendak merombak hutan untuk
diperkebuni, maka para tonawat mengadakan suatu upacara untuk memohon izin
Ompu Duata (Yang Maha Kuasa) agar mereka terhindar dari bencana dan berhasil
dalam usaha pertaniannya. Sila II : Keluhuran budi pekerti anggota masyarakat
dibuktikan dalam tutur kata, pembawaan, tingkah laku, tindak tanduk dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu
ketertiban pribadi seseorang, tidak menyakiti hati orang lain, tidak mengambil milik
orang lain secara semena-mena, tidak membunuh (kecuali dalam perang), suka
menolong orang yang berkekurangan atau yang hidup mederita, karena cinta sesama
manusia. Sila III : Walaupun kelompok masyarakat terpencar-pencar ke segala
penjuru tempat karena kepentingan mencari nafkah hidup, namun mereka tetap
merasa satu keluarga besar (dalam satu kekeluargaan) bahkan setiap gangguan dari
luar dihadapi bersama. Tiap kelompok masyarakat memilih pimpinan penjaga
keamanan (umpung pongayow = hulubalang) dan memiliki semacam pasukan
keamanan. Pada saat Belanda mencoba mencampuri urusan pemerintahan (awal abad
20), timbul pemberontakan terhadap Belanda dipimpin Hatibi Dibo Mokoagow dan
sangadi Eman, karena tidak ingin dijajah dan tetap mempertahankan kemerdekaan.
Sila IV : setiap rencana kegiatan besar atau kecil selalu diawali dengan musyawarah
oleh para pimpinan, tokoh adat, bogani, tonawat, guhanga, unsur pimpinan
masyarakat yang lain guna mendapatkan kesepakatan, karena apa yang hendak
mereka kerjakan adalah untuk kepentingan umum, kepentingan bersama demi
kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Bahkan dalam pemerintahan kerajaan
sebelum adanya pengaruh luar, raja tidak boleh berlaku sewenang-wenang tetapi
selalu memintakan pendapat para pembantunya dan unsur pimpinan masyarakat yang
lain (semacam dewan penasehat raja). Sila V : semua pekerjaan dikerjakan atau
diselesaikan dengan rasa tanggung jawab yang besar untuk kesejahteraan setiap
anggota masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik (meningkatkan taraf hidup
setiap anggota masyarakat) melalui pogogutat, tonggolipu’, dan posad atau mokidulu.
17Desember 200551
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Setelah Indonesia merdeka dan pancasila sebagai hasil galian dari kebudayaan bangsa
yang luhur dijadikan sebagai satu-satunya dasar kehidupan seluruh rakyat Indonesia
tercinta ini, maka nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kehidupan sosial budaya
bangsa, telah lebih dimantapkan untuk dilestarikan dan diwariskan kepada generasi
penerus perjuangan dan pembangunan. Maka rakyat Bolaang Mongondow sebagai
bagian dari bangsa Indonesia yang bermukim di salahsatu wilayah Indonesia di
Sulawesi Utara turut menyumbangkan unsur-unsur kebudayaan yang bernilai luhur
sebagai warisan dari para leluhur.Perlu kiranya ditambahkan bahwa beberapa upacara
adat yang pernah dimiliki oleh masyarakat Bolaang Mongondow, kini tidak diadakan
lagi karena dianggap sudah bertentangan dengan norma-norma keagamaan. Namun
ada beberapa upacara adat yang kiranya dapat menarik wisatawan domestik dan
mancanegara untuk berkunjung ke daerah ini, antara lain :
Aimbu, yaitu sejenis upacara yang dilakukan dengan menyanyikan lagu-lagu
tradisional dengan gerakan tertentu pada pelaksanaan pesta keluarga seperti pada
pelaksanaan acara tobok (melubangi cuping telinga anak gadis), acara le’ad
(meratakan gigi gadis), acara ponondeaga’an (=inisiasi = pengalihan status remaja ke
status pemuda dalam memasuki jenjang perkawinan). Oleh sebab itu maka lirik lagu
aimbu disesuaikan dengan jenis upacara yang diadakan. Acara aimbu diadakan
semalam suntuk beberapa malam berturut-turut, mulai 3 malam sampai 40 malam,
berdasarkan kemampuan keluarga yang menyelenggarakannya. Morudak, sejenis
permainan rakyat terutama antara muda-mudi yang biasanya diadakan bila musim
buah-buahan melimpah (lihat perkenalan muda mudi). Beberapa upacara adat yang
dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa pembangunan sekarang ini,
karena telah bertentangan dengan norma-norma keagamaan, tidak dapat dilanjutkan
pelaksanaanya, misalnya :
Monibi, yaitu upacara pengobatan kampung yang diadakan sekali dalam setahun.
Seluruh anggota masyarakat turut terlibat dalamnya. Upacara monibi ini diadakan
untuk menolak berbagai macam penyakit mewabah, atau menghindarkan bencana
yang bakal menimpa penduduk. Upacara monibi terakhir diadakan pada tahun 1939
di desa Kotobangon (tempat kedudukan istana raja) dan di desa Matali (tempat
pemakaman raja dan keturunannya).
17Desember 200552
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
Monayuk, yaitu upacara pengobatan yang mulai diadakan sejak kelahiran
Mokodoludut yang sakit-sakitan sejak kecil.
Mongalang, yaitu upacara pada saat kematian raja atau keluarganya. Pada saat seperti
itu dilagukan dete-dete, yaitu lagu duka.
Momolapag, yaitu upacara penyembahan kepada roh leluhur dengan menyediakan
sajian bagi yang disembah.
9. Sumberdata
Catatan sebagai hasil wawancara dengan beberapa tokoh budayawan Bolaang
Mongondow antara lain : Bapak J.W.Manoppo, mantan Wedana Mongondow, Bapak
S.A. Sugeha, mantan Ass. Wedana Kotabunan, Bapak K.C. Mokoginta, mantan Ass.
Wedana Passi. Beberapa catatan dari : Bapak M.A. Sugeha, mantan pengacara
hukum, Bapak Amun Jambo, budayawan dari desa Matali. Hasil percakapan dengan
bapak D. Lomban, guru, budayawan, sekaligus sebagai mantan pamong praja. Hasil
percakapan tanggal 15 Pebruari 1977 dengan bapak B. Gilalom, budayawan dari desa
Poyowa besar. Over de Vorsten van Bolaang Mongondow (W. Dunnebier).
Beschrijving van het adatrecht in Bolaang Mongondow (R.P.Notosoesanto). Sejarah
pendidikan daerah Sulawesi Utara (Drs. L. Th.Manus dan kawan-kawan 1980).
Sejarah perkembangan Kotamobagu sebagai Ibukota Kabupaten Bolaang
Mongondow (Drs. L.Th. Manus dan kawan-kawan 1978). Pengalaman selama
menjadi kepala kantor pembinaan kebudayaan Kabupaten Bolaang Mongondow
(1963-1975). Bernard Ginupit, Kebudayaan Daerah Bolaang Mongondow (1996).
Keseluruhan sumber data baik sumber data diatas diambil dari http//www.putra
totabuan on line.com.
17Desember 200553
Mototompiaan, Mototabian Bo Mototanoban
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena dengan izin-Nyalah
artikel “MENGENAL BOLAANG MONGONDOW” ini bisa di susun sebagai rasa
terima kasih dan kecintaan terhadap daerah Totabuan Bolaang Mogondow yang kita
cintai.
Bolaang Mongondow merupakan salah satu kabupaten yang berada di
propinsi Sulawesi Utara diantara kabupaten-kabupaten dan kotamadya yang ada.
Sebagai putra daerah Bolaang Mongondow marilah kita sama-sama menjaga
warisan-warisan peninggalan dari pendahulu-pendahulu kita yang dengan susah
payah mempertahankannya. Dengan tujuan agar kita sebagai kaum penerus mampu
menjaga apa yang telah ditinggalkan sebagai wujud rasa terima kasih atas apa yang
telah mereka persembahkan untuk bumi “TOTABUAN” yang kita cintai ini.
17Desember 200554