22
INTERAKSI OBAT DALAM PROSES ABSORPSI Most drugs are given orally for absorption through the mucous membranes of the gastrointestinal tract, and the majority of interactions that go on within the gut result in reduced rather than increased absorption. A clear distinction must be made between those that decrease the rate of absorption and those that alter the total amount absorbed. For drugs that are given long-term, in multiple doses (e.g. the oral anticoagulants) the rate of absorption is usually unimportant, provided the total amount of drug absorbed is not markedly altered. On the other hand for drugs that are given as single doses, intended to be absorbed rapidly (e.g. hypnotics or analgesics), where a rapidly achieved high concentration is needed, a reduction in the rate of absorption may result in failure to achieve an adequate effect. Sebagian besar obat-obat yang diberikan secara oral melalui membrane mukosa saluran pencernaan, dan sebagian besar interaksi yang terjadi lebih banyak mengakibatkan penurunan daripada kenaikan absorpsi. Harus dibedakan antara penurunan kecepatan absorpsi dan peningkatan jumlah total yang diabsorpsi. Untuk obat-obat yang diberikan dalam jangka panjang, misalnya dalam dosis berulang (seperti antikoagulan oral) kecepatan absorpsi biasanya tidak penting, karena jumlah total obat yang diabsorpsi tidak meningkat. Dalam hal lain obat-obat yang diberikan dalam dosis tunggal, dikehendaki diabsorpsi secara cepat (misalnya hipnotik atau analgesic), dimana obat-obat tsb dibutuhkan secara cepat dalam konsentrasi tinggi sehingga penurunan kecepatan

Interaksi Obat minggu 2-3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES ABSORPSIMost drugs are given orally for absorption through the mucous membranes of the gastrointestinal tract, and the majority of interactions that go on within the gut result in reduced rather than increased absorption. A clear distinction must be made between those that decrease the rate of absorption and those that alter the total amount absorbed. For drugs that are given long-term, in multiple doses (e.g. the oral anticoagulants) the rate of absorption is usually unimportant, provided the total amount of drug absorbed is not markedly altered. On the other hand for drugs that are given as single doses, intended to be absorbed rapidly (e.g. hypnotics or analgesics), where a rapidly achieved high concentration is needed, a reduction in the rate of absorption may result in failure to achieve an adequate effect.Sebagian besar obat-obat yang diberikan secara oral melalui membrane mukosa saluran pencernaan, dan sebagian besar interaksi yang terjadi lebih banyak mengakibatkan penurunan daripada kenaikan absorpsi. Harus dibedakan antara penurunan kecepatan absorpsi dan peningkatan jumlah total yang diabsorpsi. Untuk obat-obat yang diberikan dalam jangka panjang, misalnya dalam dosis berulang (seperti antikoagulan oral) kecepatan absorpsi biasanya tidak penting, karena jumlah total obat yang diabsorpsi tidak meningkat. Dalam hal lain obat-obat yang diberikan dalam dosis tunggal, dikehendaki diabsorpsi secara cepat (misalnya hipnotik atau analgesic), dimana obat-obat tsb dibutuhkan secara cepat dalam konsentrasi

Citation preview

INTERAKSI OBAT DALAM PROSES ABSORPSI

Most drugs are given orally for absorption through the mucous membranes of the gastrointestinal tract, and the majority of interactions that go on within the gut result in reduced rather than increased absorption. A clear distinction must be made between those that decrease the rate of absorption and those that alter the total amount absorbed. For drugs that are given long-term, in multiple doses (e.g. the oral anticoagulants) the rate of absorption is usually unimportant, provided the total amount of drug absorbed is not markedly altered. On the other hand for drugs that are given as single doses, intended to be absorbed rapidly (e.g. hypnotics or analgesics), where a rapidly achieved high concentration is needed, a reduction in the rate of absorption may result in failure to achieve an adequate effect.

Sebagian besar obat-obat yang diberikan secara oral melalui membrane mukosa saluran pencernaan, dan sebagian besar interaksi yang terjadi lebih banyak mengakibatkan penurunan daripada kenaikan absorpsi. Harus dibedakan antara penurunan kecepatan absorpsi dan peningkatan jumlah total yang diabsorpsi. Untuk obat-obat yang diberikan dalam jangka panjang, misalnya dalam dosis berulang (seperti antikoagulan oral) kecepatan absorpsi biasanya tidak penting, karena jumlah total obat yang diabsorpsi tidak meningkat. Dalam hal lain obat-obat yang diberikan dalam dosis tunggal, dikehendaki diabsorpsi secara cepat (misalnya hipnotik atau analgesic), dimana obat-obat tsb dibutuhkan secara cepat dalam konsentrasi tinggi sehingga penurunan kecepatan absorpsi menyebabkan kegagalan dalam mencapai efek yang diperlukan.

Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.

Obat-obat yang digunakan secara oral biasanya diserap dari saluran cerna ke dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar

obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorpsinya biasanya sempurna.

Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek. Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi antara lain :

A. Perubahan pH saluran cerna

The passage of drugs through mucous membranes by simple passive diffusion depends upon the extent to which they exist in the non-ionised lipid-soluble form. Absorption is therefore governed by the pKa of the drug, its lipid-solubility, the pH of the contents of the gut and various other parameters relating to the pharmaceutical formulation of the drug. Thus the absorption of salicylic acid by the stomach is much greater at low pH than at high. On theoretical grounds it might be expected that alterations in gastric pH caused by drugs such as the H2-receptor antagonists would have a marked effect on absorption, but in practice the outcome is often uncertain because a number of other mechanisms may also come into play, such as chelation, adsorption and changes in gut motility, which can considerably affect what actually happens. However, in some cases the effect can be significant. Rises in pH due to ‘proton pump inhibitors’, (p.218), ‘H2-receptor antagonists’, (p.217) can markedly reduce the absorption of ketoconazole

Untuk obat-obat yang diabsorpsi di usus, bukan dilambung, mempunyai efek akibat perubahan pH saluran pencernaan yakni :

Jika ada zat yang bersifat basa (garam bikarbonat) yang masuk bersamaan dengan obat yang bersifat asam (pKa 2,5-7,5, misalnya NSAID dan gol penisilin), maka zat yang bersifat basa ini akan menurunkan absorbsi obat karena obat yang bersifat asam ini akan berinteraksi dengan zat yang bersifat basa sehingga obat akan lebih cenderung dalam bentuk ion bukan molekulnya. sementara kita tahu, obat dalam bentuk ion tidak diabsorbsi oleh usus.

sebaliknya,

jika ada zat yang bersifat asam (asam sitrat dan asam tartarat) dimana masuk bersamaan dengan obat yang bersifat basa lemah (pKa 5 – 11, misalnya reserpin &propoksifen), maka absorbsi obat akan turun.

sementara,

obat yang bersifat basa sangat lemah dengan pKa < 5 (kofein pKa =0, 8), absorbsinya tidak tergantung pada pH lambung. Hal ini bisa dijelaskan karena interaksi dengan zatnya tidak menyebabkan ia menjadi bentuk ion.

contoh :

interaksi antara tetrasiklin dengan simitidin.

simitidin adalah obat H2 blocker dimana dia akan mengikat reseptor H2 didalam lambung sehingga produksi asam dalam lambung berkurang. Akibatnya, pH lambung menjadi lebih basa/pH tinggi (tidak asam) daripada normalnya. pH yang tinggi ini menyebabkan  tetrasiklin yang bersifat asam menjadi bentuk terionnya yang lebih banyak daripada molekulnya. Akibatnya obat yang terabsorbsi lebih sedikit.

Dampak dari absorbsi yang sedikit tersebut, kadar obat dalam darah menjadi sedikit dan efeknya tidak mampu membunuh bakteri (karena tetarasiklin merupakan antibiotik). Kegagalan yang lebih berbahanya adalah terjadinya efek resistensi dari bakteri.

Pengatasannya tetrasiklinnya diganti dengan antibiotik lain yang bersifat spectrum sempit.

Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat adanya antasid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin. Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya.

Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi absorpsinya.

Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya.

Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida, obat antikolinergik, penghambatan H2, atau inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya abat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketokonazol.

B. Kompleksasi dan absorpsi

Activated charcoal is intended to act as an adsorbing agent within the gut for the treatment of drug overdose or to remove other toxic materials, but inevitably it can affect the absorption of drugs given in therapeutic doses. Antacids can also adsorb a large number of drugs, but often other mechanisms of interaction are also involved. For example, the tetracycline antibacterials can chelate with a number of divalent and trivalent metallic ions, such as calcium, aluminium, bismuth and iron, to form complexes that are both poorly absorbed and have reduced antibacterial effects. These metallic ions are found in dairy products and antacids. Separating the dosages by 2 to 3 hours goes some way towards reducing the effects of this type of interaction. The marked reduction in the bioavailability of penicillamine caused by some antacids seems also to be due to chelation, although adsorption may have some part to play. Colestyramine, an anionic exchange resin intended to bind bile acids and cholesterol metabolites in the gut, binds to a considerable number of drugs (e.g. digoxin, warfarin, levothyroxine), thereby reducing their absorption.

Karbon aktif dikehendaki bekerja sebagai bahan pengabsorpsi dalam saluran usus untuk mengobati kasus overdosis obat-obatan atau untuk menghilangkan bahan-bahan toksik, tetapi tidak dapat dielakkan dapat mengakibatkan juga mengabsoprsi obat-obat dalam dosis terapi. Antasida juga dapat mengadsorpsi sejumlah besar obat, tetapi seringkali mekanisme interaksi lainnya juga terjadi. Contohnya tetrasiklin dapat mengkhelat sejumlah ion-ion logam divalent dan trivalent seperti kalsium, aluminium, bismuth dan besi membentuk kompleks yang sulit diasbsorpsi sehingga mengurangi efek antibakteri. Ion-ion logam ini terdapat dalam produk susu dan antasida. Pemisahan dosis dengan cara perbedaan pemberian 2-3 jam dapat mengurangi efek interaksi ini. Pengurangan bioavailabilitas penisilamin yang disebabkan beberapa antasida juga disebabkan oleh aksi pengkhelatan meskipun adsorpsi telah berjalan beberapa waktu. Kolestiramin, suatu resin penukar anion dikehendaki untuk mengikat asam-asam empedu dan metabolit kolesterol dalam usus dapat

mengikat sejumlah obat (misalnya digoksin, warfarin, levotiroksin) sehingga mengurangi absorpsinya.

Suatu obat apabila membentuk kompleks dengan senyawa pembentuk kompleks, maka struktur molekulnya akan menjadi besar. Akibatnya tidak bisa di absorbsi oleh usus.

misalnya kolesteramin dapat membentuk kompleks dengan obat – obat yang memiliki gugus karboksilat (NSAID) atau hidroksil (sulfonamid). Akibatnya struktur molekul obat –obat membesar dan tidak bisa terabsorbsi.

 contoh interaksi lainnya adalah kolesteramin dengan warfarin (antikoagulan) yang menyebabkan aktifitas koagulan lebih rendah (penurunan efek antikoagulan dari warfarin). Selain itu , disebutkan pula bahwa terjadi peningkatan faktor eliminasi dari warfarin.

Solusi : pemberian dengan selang waktu (selama 3 jam) 

contoh lainnya adalah tetrasiklin dapat membentuk kompleks dengan ion calsium, magnesium, besi , dan alumunium yang sering terdapat di obat-obat maag. akibatnya absorbsi tetrasiklin menjadi menurun. Hal ini dapat menyebabkan resistensi antibiotik juga. Pengatasannya adalah dengan pemberian selang waktu 3 – 4 jam.

Jika ada obat antasida dan tetarasiklin, maka tetrasiklin dulu dengan selang waktu 6 jam, baru antasida. jangan dibalik, karena antasida itu tidak diabsorbsi (hanya diadsorpsi, jadi tetap di lambung). sehingga walaupun dengan selang waktu, tetrasiklin tetap tidak diabsorbsi.

Interaksi antara antibiotik golongan fluorokinolon (siprofloksasin, enoksasin, levofloksasin, lomefloksasin, norfloksasin, ofloksasin dan sparfloksasin) dan ion-ion divalent dan trivalent (misalnya ion Ca2+ , Mg2+ dan Al3+ dari antasida dan obat lain) dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna, bioavailabilitas dan efek terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks. Interaksi ini juga sangat menurunkan aktivitas antibiotik fluorokuinolon. Efek interaksi ini dapat secara signifikan dikurangi dengan memberikan antasida beberapa jam sebelum atau setelah pemberian fluorokuinolon. Jika antasida benar-benar dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya penggantian dengan obat-obat antagonis reseptor H2 atau inhibitor pompa proton dapat dilakukan.

Beberapa obat antidiare (yang mengandung atapulgit) menjerap obat-obat lain,

sehingga menurunkan absorpsi. Walaupun belum ada riset ilmiah, sebaiknya interval pemakaian obat ini dengan obat lain selama mungkin.

obat menjadi terikat pada sekuestran asam empedu (BAS : bile acid sequestrant) :

Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan asam empedu dan mencegah reabsorpsinya, akibatnya dapat terjadi ikatan dengan obat-obat lain terutama yang bersifat asam (misalnya warfarin). Sebaiknya interval pemakaian kolestiramin atau kolestipol dengan obat lain selama mungkin (minimal 4 jam).

C. Perubahan motilitas saluran cerna dan laju pengosongan lambung

(percepatan atau lambatnya pengosongan lambung, perubahan vaksularitas atau permeabilitas mukosa saluran cerna, atau kerusakan mukosa dinding usus).

Since most drugs are largely absorbed in the upper part of the small intestine, drugs that alter the rate at which the stomach empties can affect absorption. Propantheline, for example, delays gastric emptying and reduces ‘paracetamol (acetaminophen)’ absorption, (p.192), whereas ‘metoclopramide’, (p.191), has the opposite effect. However, the total amount of drug absorbed remains unaltered. Propantheline also increases the absorption of ‘hydrochlorothiazide’, (p.959). Drugs with antimuscarinic effects decrease the motility of the gut, thus the tricyclic antidepressants can increase the absorption of ‘dicoumarol’, (p.457), probably because they increase the time available for dissolution and absorption but in the case of ‘levodopa’, (p.690), they may reduce the absorption, possibly because the exposure time to intestinal mucosal metabolism is increased. The same reduced levodopa absorption has also been seen with ‘homatropine’, (p.682). These examples illustrate that what actually happens is sometimes very unpredictable because the final outcome may be the result of several different mechanisms.

Sebagian besar obat diabsorpsi pada bagian atas usus kecil, obat yang mengubah kecepatan leju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Contohnya propanthelin memperlambat pengosongan lambung dan mengurangi absorpsi parasetamol sedangkan metoklopramide memperlihatkan efek sebaliknya. Namun, jumlah total obat yang diabsorpsi tetap. Propantelin juga menaikkan absorpsi hidroklorotiazid.

Obat-obat antimuskarinik menurunkan motilitas usus, demikian halnya dengan antidepresan trisiklik dapat menaikkan absorpsi dikumarol, mungkin disebabkan oleh kenaikan waktu disolusi dan absorpsi, tetapi dalam kasus levodopa, obat-obat tsb mengurangi absorpsi, kemungkinan disebabkan pada waktu transit di mukosa usus metabolisme meningkat. Pengurangan absorpsi levodopa juga terlihat dengan homatropin.

Kesemuanya menggambarkan bahwa hal yang terjadi secara actual seringkali tidak dapat diperkirakan karena hasil akhir mungkin diakibatkan oleh beberapa mekanisme yang berbeda.

semakin lama obat tertahan di lambung, maka absorbsi obat tersebut di dalam usus akan semakin lama. Dengan demikian, apabila terjadi peningkatan kecepatan pengosongan lambung, maka akan terjadi peningkatan absorbsi obat. Dan ternyata peningkatan absorbsi obat ini menyebabkan efek toksik karena tingginya kadar obat di dalam darah.

hal ini berbahaya untuk obat – obat yang memiliki indeks terapi sempit dimana saat obat masuk ke dalam lambung bersama dengan obat – obat yang memiliki kemampuan mempercepat pengosongan lambung, maka obat yang indeks terapi sempit tadi akan meningkat kecepatan absorbsinya. Akibatnya kadar obat dalam darah pada periode awal, konsentrasinya meningkat melebihi batas toksik.

Nampak jelas bahwa apabila obat 1 di minum sendiri, kadar dalam darah berada pada therapeutic effect. Namun dengan adanya obat 2 (drug 2) yang bersifat

mempercepat pengosongan lambung,akan meningkatkan konsentrasi obat 1 (drug 1) dalam darah sehingga menyebabkan toksik.

 Contoh obat-obat yang meningkatkan waktu pengosongan lambung adalah metoclopramide, reserpine, anticholinesterase, sodium bikarbonat

Obat=obat yang menurunkan waktu pengosongan lambung, contohnya isoniazid, analgesic sentral, morphine, chloroquine, phenytoin, Al(OH)3, Mg(OH)2

D. Pengaruh makanan

Obat ketika digunakan dengan makanan (berlemak) absorbsinya dapat menjadi lebih kecil dibandingkan diminum sendiri, begitu pula sebaliknya.

Pengaruh makanan terhadap obat-obatan :

1. ampicilin merupakan obat antibiotik yang efeknya sama dengan amoksisilin. Pada saat ini, amoksisilin lebih digemari /diresepkan  oleh dokter dari pada ampicilin. Hal ini ternyata juga berkaitan dengan efek makanan dimana ampicilin ternyata absorbsinya dipengaruhi oleh kosong tidaknya lambung, dan ampicilin harus di minum pada saat lambung kosong(sebelum makan). Hal ini menyebabkan dokter berpikir dua kali untuk meresepkan dan memilih amoksisilin dimana absorbsinya tidak berpengaruh terhadap makanan.

2. aspirin ada di dua daerah, yakni absorbsinya berkurang dan absorbsinya di tunda. namun bila kita menggunakan aspirin maka harus digunakan dengan interval setelah makan (1 jam).

Beberapa obat yang strukturnya mirip asam amino à berkompetisi pada absorpsi gastrointestinal

Makanan berlemak à meningkatkan absorpsi obat yang larut dalam lemak

Makanan yang bersifat asam à menguraikan obat yang tidak tahan asam

Obat analeptik dapat meningkat efeknya dengan minum kopi.

Beberapa obat (glikosida jantung, antihistamin, alkaloid, logam ) à mengendap oleh tanin

Konsumsi alkohol, kangkung à meningkatkan efek sedatif dan depresan SSP.

Umumnya interaksi obat-makanan berupa turunnya derajat absorpsi à melalui pembentukan kompleks, perubahan pH, perubahan motilitas, perubahan fungsi mukosa dan perubahan mekanisme transport.

Pencegahan à gunakan obat saat lambung kosong (kecuali obat yang mengiritasi lambung à gunakan saat lambung isi)

Makanan mengandung tiramin (keju tua, ekstrak yeast, daging asap, bir, alpukat, anggur merah, minuman berkafein, yogurt, coklat, kecap) à berinteraksi dengan obat MAOI (mono amin oksidase inhibitor).

Tiramin adalah asam amino yang ditemukan dalam bermacam makanan di atas, yang merupakan senyawa simpatomimetik tak langsung à dapat menyebabkan hipertensi pada pasien yang menerima MAOI.

• Jeruk à dikonsumsi bersama antasid yang mengandung Al à meningkatkan absorpsi Al

Bila dengan antibiotik à keasamannya menurunkan efektivitas antibiotik.

• Susu à bila dikonsumsi bersama bisakodil (laksatif) à meningkatkan efek laksatif.

• Serat oatmeal & sereal berserat tinggi à menurunkan absorpsi digoxin.

• Sayuran hijau kaya vit. K à menurunkan efektivitas antikoagulan oral.

• Sefalosporin, penisilin à minum saat lambung kosong untuk mempercepat absorpsi

• Eritromisin à jangan minum bersama jus buah atau anggur à menurunkan efektivitas obat

• Tetrasiklin à produk susu menurunkan efektivitas obat.

• Linkomisin à makanan menurunkan kadar plasma à hindari

• Antidepresan trisiklik à Beberapa makanan terutama daging, ikan dan makanan kaya vit. C à menurunkan absorpsi obat.

• ACE inhibitor à diminum saat lambung kosong untuk meningkatkan absorpsi obat

• Alfa-bloker à minum bersama cairan atau makanan untuk menghindari turunnya TD yang berlebihan.

• Antiaritmia à Hindari kafein yang akan meningkatan resiko detak jantung tak normal

• Beta-bloker à Minum saat perut kosong. Makanan terutama daging à meningkatkan efek obat & dapat menyebabkan rendahnya TD.

• Digitalis à Hindari diminum bersama susu dan makanan berserat tinggi karena akan mengurangi absorpsi obat & meningkatkan terbuangnya K.

• Diuretik à peningkatan resiko defisiensi vit.K

• Diuretik hemat K à jangan minum bersama suplemen K à dpt menyebabkan kelebihan K.

• Teofilin à Diet kaya protein akan mengurangi absorpsi obat. Kafein meningkatkan resiko toksisitas obat

• Antasida à mengganggu absorpsi berbagai mineral à minum 1 jam sesudah makan.

• Simetidin, famotidin, sukralfat à Hindari makanan kaya protein, kafein dan makanan lain yang dapat meningkatkan keasaman lambung.

• Kontrasepsi oral à Makanan asin meningkatkan retensi cairan tubuh. Obat ini mengurangi absorpsi asam folat, vit. B6 dan zat gizi lain.

Konsumsi makanan dengan kadar zat-zat ini yang cukup tinggi untuk menghindari defisiensi.

• Asetosal dan NSAID kuat lain à jika diminum bersama makanan untuk mengurangi resiko iritasi saluran cerna.

• Tapi jika diminum bersama dapat mengurangi absorpsi à jika diinginkan efek cepat ?

• Jangan dikonsumsi bersama alkohol à dapat meningkatkan resiko perdarahan. Pemakaian sering obat-obat ini à menurunkan absorpsi asam folat dan vit. C.

• Makanan menunda dan mengurangi absorpsi merkaptopurin à minum saat perut kosong untuk memaksimalkan absorpsinya

E. Pengikatan oleh protein transport

The oral bioavailability of some drugs is limited by the action of drug transporter proteins, which eject drugs that have diffused across the gut lining back into the gut. At present, the most well characterised drug transporter is ‘P-glycoprotein’, (p.8). Digoxin is a substrate of P-glycoprotein, and drugs that induce this protein, such as rifampicin, may reduce the bioavailability of ‘digoxin’, (p.938).

Bioavailabilitas beberapa obat dibatasi oleh aksi obat yang diangkut oleh protein, yang melepaskan obat yang diangkut dengan cara difusi melewati usus namun kembali diangkut oleh protein pengangkut kembali ke dalam usus. Saat ini, protein pengangkut obat yang telah dikarakterisasi dengan baik adalah P-glikoprotein. Digoksin merupakan substrat dari P-glikoprotein dan obat yang menginduksi protein ini seperti rifampisin akan mengurangi bioavailabilitas digoksin.

Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal, misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di saluran cerna, akan menurunkan bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya, fexofenadin) jika diberikan bersama-sama.7 Pemberian digoksin bersama inhibitor transporter efflux pump Pglikoprotein (a.l. ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan meningkatkan kadar plasma digoksin sebesar 60-80% dan menyebabkan intoksikasi (blokade jantung derajat-3),

menurunkan ekskresinya lewat empedu, dan menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal penggunaan antibiotika berspektrum luas yang mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktifobat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi.

F. Perubahan flora saluran pencernaan

Contoh : Digoksin yang digunakan bersamaan dengan antibiotik akan terjadi peningkatan konsentrasi digoksin dan peningkatan toksisitas. Karena antibiotik akan membunuh bakteri flora normal yang digunakan untuk mengurai digoksin.

G. Keadaan malabsorpsi

Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi yang terlihat mirip dengan sariawan non tropic. Efek ini mengurangi absorpsi sejumlah obat termasuk digoksin dan metotreksat.

Contoh-contoh interaksi obat pada proses absorpsi dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat yang Dipengaruhi Obat yang mempengaruhi Efek interaksi

Digoksin MetoklopramidaPropantelin

Absorpsi digoksin dikurangiAbsorpsi digoksin ditingkatkan (karena perubahan motilitas usus)

DigoksinTiroksinWarfarin

Kolestiramin Absorpsi dikurangi karena ikatan denganKolestiramin

Ketokonazol AntasidaPenghambat H2

Absorpsi ketokonazol dikurangi karena disolusi yang berkurang

Penisilamin Antasida yang mengandungAl3+, Mg2+

, preparat besi,Makanan

Pembentukan khelat penisilamin yang kurang larut menyebabkan berkurangnya absorpsi penisilamin

Penisilin Neomisin Kondisi malabsorpsi yang diinduksi neomisin

Antibiotik kuinolon Antasida yg mengandungAl3+,Mg2+ , Fe2+, Zn, susu

Terbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi

Tetrasiklin Antasida yang mengandungAl3+, Mg2+

, Fe2+, Zn, susuTerbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi

Terjadinya perubahan pH cairan gastrointestinal, misalnya peningkatan pH karena adanya antasida, penghambat-H2, ataupun penghambat pompa-proton akan menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat asam lemah (misal, glibenklamid,glipizid, tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim proksetil Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal, misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di saluran cerna, akan menurunkan bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya, fexofenadin) jika diberikan bersama-sama.7 Pemberian digoksin bersama inhibitor transporter efflux pump Pglikoprotein (a.l. ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan meningkatkan kadar plasma digoksin sebesar 60-80% dan menyebabkan intoksikasi (blokade jantung derajat-3), menurunkan ekskresinya lewat empedu, danmenurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal penggunaan antibiotika berspektrum luas yang mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif. Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penurunan absorpsi penisilin, rifampisin, INH, atau peningkatan absorpsi HCT, fenitoin, nitrofurantoin, halofantrin, albendazol, mebendazol karena pengaruh adanya makanan.

Makanan juga dapat menurunkan metabolisme lintas pertama dari propranolol, metoprolol, dan hidralazine sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat, dan makanan berlemak meningkatkan absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti griseovulvin dan danazol

Contoh-contoh interaksi obat pada proses absorpsi dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat yang Dipengaruhi Obat yang mempengaruhi Efek interaksi

Digoksin MetoklopramidaPropantelin

Absorpsi digoksin dikurangiAbsorpsi digoksin ditingkatkan (karena perubahan motilitas usus)

DigoksinTiroksinWarfarin

Kolestiramin Absorpsi dikurangi karena ikatan denganKolestiramin

Ketokonazol AntasidaPenghambat H2

Absorpsi ketokonazol dikurangi karena disolusi yang berkurang

Penisilamin Antasida yang mengandungAl3+, Mg2+ , preparat besi,Makanan

Pembentukan khelat penisilamin yang kurang larut menyebabkan berkurangnya absorpsi penisilamin

Penisilin Neomisin Kondisi malabsorpsi yang diinduksi neomisin

Antibiotik kuinolon Antasida yg mengandung Terbentuknya kompleks yang

Al3+,Mg2+ , Fe2+, Zn, susu sukar terabsorpsiTetrasiklin Antasida yang mengandung

Al3+, Mg2+ , Fe2+, Zn, susuTerbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi

Di antara mekanisme di atas, mekanisme yang paling signifikan adalah pembentukan kompleks tak larut, pembentukan khelat atau bila obat terikat resin yang mengikat asam empedu. Ada juga beberapa obat yang mengubah pH saluran cerna (misalnya antasida) yang mengakibatkan perubahan bioavailabilitas obat yang signifikan