40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan data WHO (2008), dari keseluruhan temuan kanker yang terjadi di dunia, Kanker Kolorektal menempati urutan 3 dari tinjauan frekuensi dan Kanker Kolorektal juga merupakan penyebab kematian nomor 4 dari seluruh jenis kanker. WHO juga mengestimasikan terjadi 945.000 kasus kanker kolorektal baru setiap tahun dengan 492.000 kematian. 1 Kanker kolorektal lebih sering terjadi di negara maju, hal ini mungkin dikarenakan intake daging di negara maju relatif lebih tinggi dibandingkan pada negara berkembang. Sebagai contoh, di beberapa negara maju di asia, seperti Jepang dan Korea, insiden kanker kolorektal cenderung meningkat dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya. Adapun angka survival rate kanker kolorektal sangat bervariasi di seluruh dunia, tergantung fasilitas dan obat- obatan yang tersedia. Ketahanan hidup 5 tahun ( 5 years survival rate ) di USA lebih dari 60%, tetapi kurang dari 40% di negara berkembang. 2 Disebabkan angka kejadian yang cukup sering dengan proporsional mortality rate yang cukup tinggi, maka kami memilih kanker kolorektal sebagai topik dalam laporan kasus kami kali ini. 3 1.1 Rumusan masalah

CA Colorectal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ca colorectal

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan data WHO (2008), dari keseluruhan temuan kanker yang terjadi di dunia, Kanker Kolorektal menempati urutan 3 dari tinjauan frekuensi dan Kanker Kolorektal juga merupakan penyebab kematian nomor 4 dari seluruh jenis kanker. WHO juga mengestimasikan terjadi 945.000 kasus kanker kolorektal baru setiap tahun dengan 492.000 kematian. 1

Kanker kolorektal lebih sering terjadi di negara maju, hal ini mungkin dikarenakan intake daging di negara maju relatif lebih tinggi dibandingkan pada negara berkembang. Sebagai contoh, di beberapa negara maju di asia, seperti Jepang dan Korea, insiden kanker kolorektal cenderung meningkat dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya.

Adapun angka survival rate kanker kolorektal sangat bervariasi di seluruh dunia, tergantung fasilitas dan obat-obatan yang tersedia. Ketahanan hidup 5 tahun ( 5 years survival rate ) di USA lebih dari 60%, tetapi kurang dari 40% di negara berkembang. 2

Disebabkan angka kejadian yang cukup sering dengan proporsional mortality rate yang cukup tinggi, maka kami memilih kanker kolorektal sebagai topik dalam laporan kasus kami kali ini.3

1.1 Rumusan masalah

Bagaimana temuan klinis, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan Kanker Kolorektal di Ruang Rawat Inap XXI RSU Pirngadi Medan?

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit kanker kolorektal.

2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus kanker kolorektal.

3. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, dan penatalaksanaan pada pasien yang menderita penyakit kanker kolorektal.

1.3 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu penyakit dalam khusunya mengenai penyakit kanker kolorektal.

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyakit kanker kolorektal.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Kolorektal

2.1.1. Insiden dan Epidemiologi

Secara epidemiologi, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4 dalam hal kejadian kanker dan merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada penyakit kanker di Amerika Serikat. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 40.290 kasus baru dari kanker rektal terjadi di Amerika Serikat ( 23.500 kasus pada pria; 16.790 kasus pada wanita). Sepanjang tahun 2012, diperkirakan terdapat 51.690 orang yang mengalami kematian akibat kombinasi kanker kolon dan rektal. 1

Meskipun begitu, insidensi per 100.000 populasi kanker kolon dan rektal menurun dari 60.500 pada tahun 1976 menjadi 46.400 di tahun 2005. Ditambah lagi, mortalitas kanker kolorektal telah menurun sekitar 35 % dari tahun 1990 sampai 2007, hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya diagnosis awal yang cepat dan tepat meliputi screening dan modalitas pengobatan yang sudah semakin baik.1

Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan dii RSUP H Adam Malik Medan periode Januari 2009 Desember 2012 didapatkan jumlah penderita karsinoma kolorektal sebanyak 35 pasien dengan kelompok usia yang paling banyak adalah kelompok usia 50-70 tahun (65,7%). Insidensi kanker kolorektal meningkat seiring peningkatan usia, diagnosa karsinoma kolorektal akan meningkat setelah umur 40 tahun, dan akan meningkat tajam pada usia 50 tahun ke atas. Hal yang sama didapati pada penelitian Kurahmawati tahun 2012 yang mendapati sekitar 73,3 % dari 108 pasien karsinoma kolorektal berusia di atas 50 tahun di Semarang. 1,2,32.1.2. Etiologi dan Patogenesis

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya pada kasus sindrom herediter seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan Lynch syndrome atau lebih dikenal dengan Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPC). Kanker kolorektal yang sporadi muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter vs sporadi) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasikan pada mukosa kolon seperti displasia adenoma. 1,3,4

2.1.2.1 Pengaruh Lingkungan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa lingkungan memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan kanker kolorektal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa diet tinggi lemak berpotensi menyebabkan kanker kolorektal. Negara dengan angka kejadian kanker kolorektal yang tinggi, sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi 40-45% dari kebutuhan kalori total. Sedangkan negara dengan angka kejadian yang rendah, masyarakatnya hanya mengkonsumsi 10-15% lemak dari kebutuhan kalori total. Berdasarkan penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa lemak hewani terutama dari sumber daging merah semakin meningkatkan ploriferasi kolonosit dan pembentukan tumor.4,5

Lemak dapat meningkatkan fungsi hati dalam mensintesis kolestrol dan asam empedu. Kolesterol dan asam empedu ini akan diubah oleh bakteri yang terdapat pada kolon menjadi asam empedu sekunder, metabolit kolestrol, dan substansi-substansi toksik yang dapat merusak mukosa kolon, dan nantinya akan menyebabkan meningkatnya proliferasi seluler. Makanan yang dimasak dengan temperatur yang sangat tinggi juga semakin meningkatkan kejadian kanker kolorektal ini.5,6

Kurangnya konsumsi serat juga menyebabkan timbulnya kanker pada daerah kolon. Serat mengandung komponen yang dapat membantu proses pencernaan. Contohnya serat yang dapat meningkatkan pengeluaran feses dan mengurangi jumlah bahan-bahan yang bersifat karsinogen, sehingga dapat mengurangi kontak bahan bahan toksin terhadap mukosa dan meningkatkan pengeluarannya. Selulosa dan hemiselulosa menurunkan level enzim bakteri dan mengurangi aktivasi karsinogen.5

Di dalam kolon, selulosa dan hemiselulosa tidak dapat dipecah oleh enzim maupun bakteri, sedangkan di dalam traktus digestivus serat makanan ini akan menyerap air dan menyebabkan bertambahnya volume feses, dan kemudian merangsang rektum.Meskipun begitu, suplementasi serat belum bisa dibuktikan berhasil dalam mencegah terjadinya kanker kolorektal.5

Kalsium juga berpengaruh dalam mencegah terjadinya kanker kolorektal. Beberapa studi epidemiologi menyatakan bahwa, pria yang mengkonsumsi kalsium dalam jumlah sedikit memiliki risiko dua kali lebih sering terkena kanker kolorektal dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kalsium lebih tinggi. Kalsium dapat meningkatkan ekskresi asam empedu melalui feses. Suplementasi kalsium juga dapat menurunkan proliferasi mukosa kolon. 5

Terlalu sering minum alkohol juga meningkatkan 2 sampai 3 kali lipat kanker kolon. Sebaliknya masyarakat yang mengkonsumsi ikan laut memiliki insiden kanker kolorektal yang rendah. Diet folat tinggi berhubungan dengan resiko mendapat kanker kolorektal yang lebih rendah. Risiko perkembangan kanker kolorektal diketahui berkurang pada pengguna aspirin dan obat obat NSAID lainnya. Mekanisme proteksinya masih belum bisa diketahui. Kemungkinan karena meningkatnya kadar COX-2 pada kanker kolorektal yang diinduksi oleh sitokin dan growth factor, sehingga penggunaan obat-obat jenis NSAID yang bekerja menghambat enzim COX-2 berpengaruh pada proses ini.4,52.1.2.2. Faktor Genetik

Perubahan genetik yang menyebabkan perkembangan kanker kolorektal dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas: perubahan pada protoonkogen, rendahnya aktivitas tumor supresor gen, dan adanya abnormalitas struktur DNA.5

Protoonkogen seluler merupakan gen pada manusia yang mengandung sekuens DNA yang homolog terhadap transformasi retrovirus. Banyak dari gen ini yang berperan dalam regulasi pertumbuhan sel normal dan akan menyebabkan proliferasi yang abnormal, bahkan pertumbuhan karsinoma. Contohnya mutasi gen K-ras yang dapat ditemukan pada setidaknya 50% penderita kanker kolon. Alel yang hilang pada kromosom 5q, 18q, dan 17p sering ditemukan pada kanker kolorektal. 5

Perubahan gen APC pada kromosom ke 5 mengindikasikan adanya tanda awal perkembangan kanker. APC merupakan tumor suppressor gen yang nantinya akan berikatan dengan -catenin yang berada di nukleus dan akan mendegradasinya. Hilangnya gen APC mengakibatkan terjadinya akumulasi -catenin, dimana catenin akan berikatan dengan faktor transkripsi dan menyebabkan pertumbuhan sel. Gen DCC yang ditemukan pada kromosom 18q sangat penting dalam progresifitas kanker kolorektal, karena hilangnya gen ini pada penderita kanker kolorektal berarti berhubungan dengan prognosis yang buruk. 5

Gen hMSH2 dan hMLH1 berperan dalam memperbaiki pasangan basa yang tidak sesuai selama replikasi DNA. Perubahan pada gen ini mengakibatkan replikasi DNA terganggu, sehingga terjadi mutasi. Salah satunya adalah dengan mempengaruhi sekuens DNA yang berperan dalam mempertahankan fungsi normal seluler, seperti reseptor TGF-b yang dapat mencegah terjadinya perkembangan tumor.52.1.3. Faktor Risiko

2.1.3.1. Usia

Karsinoma kolorektal umumnya merupakan penyakit yang menyerang kelompok usia yang lebih tua. 90% angka kejadian terjadi pada kelompok usia 50 tahun, dan dengan puncak insidensi pada usia 70 tahun. Kelompok usia 50 tahun memiliki kemungkinan terkena kanker kolorektal pada usia 80 tahun sebanyak 5% dari populasi, dan 2,5% meninggal karena kanker kolorektal. Meskipun risiko kanker kolorektal meningkat setelah usia 50 tahun pada populasi umum, kanker ini juga dapat terjadi pada kelompok usia yang lebih muda, terutama yang memiliki riwayat penyakit yang sama. 5

Patomekanisme usia dapat menyebabkan karsinoma kolorektal diduga antara lain adalah:

1. Mutasi DNA sel penyusun dinding kolon terakumulasi sejalan dengan bertambahnya umur.7

2. Penurunan fungsi sistem kekebalan dan bertambahnya asupan agen-agen karsinogenik. 8

2.1.3.1. Polip Adenomatosa

Umumnya kanker kolorektal disebabkan karena adanya polip adenomatosa. Ditemukannya lesi makroskopik yang terjadi karena epitel yang mengalami displasia. Polip ini bisa saja melekat pada dinding kolon. Jenis yang paling sering ditemukan adalah adenoma tubulovili yang merupakan gabungan antara bentuk tubular dan vili. Tubular adenoma memiliki karakteristik ditemukannya kelenjar adenoma bercabang yang kompleks. Adenoma vili memiliki kelenjar yang memanjang dari permukaan hingga ke dasar polip. Seluruh adenoma memiliki epitel yang mengalami displasia merupakan neoplasma jinak yang memiliki potensi untuk berubah menjadi ganas. 5

Risiko berubahnya adenoma menjadi karsinoma bergantung pada ukuran polip dan karakteristik histologinya. Polip besar dengan banyaknya vili lebih sering menjurus ke karsinoma. Polip adenomatosa berkaitan dengan adanya proliferasi sel yang abnormal. Pada kolon normal, sintesis DNA dan proliferasi seluler terjadi hanya pada bagian bawah dan tengah kripta. Gangguan aktivitas proliferasi merupakan karakteristik adenoma dan merupakan tanda dari adanya neoplasia. Abnormalitas ini kemungkinan terjadi karena adanya perubahan biokimia, contohnya pada protein kinase C, dan marker molekuler seperti APC dan mutasi protoonkogen K-ras. Studi klinis menyatakan bahwa perkembangan kanker kolon

terjadi selama bertahun tahun, dan perubahan adenoma menjadi karsinoma membutuhkan kurun waktu sekitar 5 tahun. 5

2.1.4.1 Riwayat keluarga

2.1.4.1. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)

FAP adalah gangguan autosomal dominan yang ditandai dengan tidak aktifnya gen APC yang berlokasi di kromosom 5q. Polip umumnya muncul pada usia 15-20 tahun. Jika kolon tidak diangkat, maka risiko berkembangnya kanker akan lebih tinggi. Pemeriksaan histologi menunjukkan adanya sejumlah mikroadenoma. 5

2.1.4.2. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer

HNPCC merupakan penyakit autosomal dominan dimana kanker kolon tumbuh dari adenoma, tetapi tidak terjadi poliposis. HNPCC terjadi pada populasi umum dengan persentase 4-6%. Setidaknya harus terdapat minimal tiga anggota keluarga dengan kanker kolorektal, satu merupakan keluarga yang dekat. Kanker kolorektal setidaknya harus mengenai dua generasi, salah satunya terserang pada usia sebelum 50 tahun. Munculnya kanker pada HNPCC dapat terjadi pada usia muda (40-50 tahun), yang sering menyerang bagian proksimal kolon. 5

Pada HNPCC terdapat perubahan pada gen yang mengatur perbaikan DNA. Kehilangan hMSH2 dan hMLH1 menyebabkan meningkatnya kemungkinan mutasi dari gagalnya perbaikan pasangan basa. 5

2.1.5. Sindrom Herediter lainnya

2.1.5.1. Sindrom Peutz-Jeghers

Sindrom Peutz-Jeghers (pigmentasi mukokutan dan adanya hamartoma pada saluran pencernaan) merupakan sindrom autosomal dominan, dimana terdapat gangguan pada kromosom 19p13.3 dan gen STK11. Adenoma yang menyebar bisa saja diikuti dengan hamartoma. 15% dari penderita sindrom ini memiliki kemungkinan terkena karsinoma kolorektal. 5

2.1.5.2. Familial Juvenile Polyposis Syndrom (JPS)

JPS merupakan sindrom autosomal dominan yang cukup jarang, yang bisa saja berhubungan dengan polip yang terdapat pada kolon, terbatas pada abdomen dan saluran pencernaan. 15% pasien dengan JPS menderita kanker kolorektal di usia muda dan 68% di umur 60 tahun. Pada JPS terdapat gangguan pada gen SMAD4 di kromosom 18 dan PTEN di kromosom 10. 5

2.1.5.3. Torress Syndrom (Muirs Syndrom)

Sindrom Torress merupakan variasi dari HNPCC dimana adenoma kolon disertai dengan lesi kulit yang multipel, seperti adenoma atau karsinoma sebasea, karsinoma sel skuamus, dan keratoacanthoma. 5

2.1.5.4. Turcots Syndrom

Sindrom Turcots merupakan kombinasi dari polip adenoma dan tumor ganas otak. Diketahui adanya mutasi pada gen APC atau mutasi pada hMLH1 dan hPMS2.

2.1.6. Inflammatory Bowel Disease

2.1.6.1. Kolitis ulseratif

Risiko terserang kanker kolorektal memiliki hubungan dengan durasi terjadinya kolitis. Risiko kanker cukup tinggi pada orang-orang yang memiliki pankolitis di seluruh saluran pencernaan. Kanker tumbuh dari epitel yang mengalami displasia, tetapi tidak seperti populasi umum dimana displasia tumbuh dari polip adenomatosa. Displasia pada kolitis sering terjadi pada mukosa yang datar. Jika pada kolonoskopi ditemukan displasia pada mukosa kolon atau displasia disertai dengan adanya massa, dianjurkan melakukan total kolektomi. 5

2.1.6.2. Chrons disease

Risiko mengenai terjadinya kanker kolorektal pada penderita Chrons disease masih belum bisa dijelaskan, akan tetapi, sama dengan kolitis, terdapat displasia dan kemunculan kanker berkorelasi dengan durasi Chrons disease. 5

2.1.7. Gejala Klinis

Pasien dengan karsinoma kolorektal mempunyai gejala klinis yang cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor pada sekum dan kolon bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus besar, 70% terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di bawah rektosigmoid junction. Karsinoma kolon kanan terjadi lebih sering pada wanita, dan umumnya mempunyai gejala yang silent atau asimptomatik.

2.1.7.1. Karsinoma Sekum dan Kolon Kanan

Banyak pasien tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe) yang berasal dari kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss). Jarang kehilangan darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat antikoagulan. Feses masuk ke sekum dalam bentuk cair dan obstruksi biasanya terjadi relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau di fossa iliaka kanan, dimana sering timbul setelah makan, distimulasi oleh refleks gastrokolik.

Nyeri sering diikuti oleh diare, kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin bakteri di dalam lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor menutup katup ileosekum, atau jika katup ileosekum menjadi inkompeten karena obstruksi komplit sekum. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan distensi abdominal sentral progresif dan borborigmus. Peristaltis usus mungkin dapat terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang dapat muncul.Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama.

Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut jika karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau dari perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat dan harus dilihat dengan barium enema atau dengan kolonoskopi. Tumor dapat berpenetrasi ke dinding posterior kolon, menimbulkan perforasi dan abses di muskulus psoas. Pasien demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan massa yang nyeri pada fossa iliaka kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju tungkai atau panggul. Nyeri juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi otot-otot lumbal. Terkadang tumor anterior dapat menyebabkan perforasi menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok.

Terkadang karsinoma kolon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya. Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering. Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan mengalami nekrosis.5

2.1.7.2. Karsinoma Kolon Kiri dan Sigmoid

Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati kolon kiri untuk disimpan di rektosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma kolon kiri umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda. Jika pasien usia setengah baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola defekasi sebaiknya diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan.

Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar, dan kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di distal sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi yang lebih jarang .

Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaka kiri, dan massa sering terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pada fleksura splenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal. Beberapa pasien, mempunyai gejala asimptomatik hingga mereka datang dengan distensi abdomen masif karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada keadaan ini sekum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan diterapi dengan cepat, atau kecuali katup ileosekal menjadi inkompeten, perforasi sekum dapat terjadi. Terkadang tumor itu sendiri mengalami perforasi, menyebabkan nyeri mendadak akut abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor melekat dengan organ didekatnya dan menginvasinya.

Kanker sigmoid dapat menginvasi dinding abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus kecil dan menghasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil. Kanker di fleksura splenikus atau kolon descending dapat menginvasi jejunum, kadang tampak dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya menginvasi uterus, ovarium, atau vesika urinaria. Kanker kolon adalah penyebab terbanyak kedua fistula kolovesikal setelah penyakit divertikular, dan pasien biasanya tampak dengan hematuria dan infeksi saluran kemih berulang, dan akhirnya dapat kencing disertai udara (pneumaturia) atau feses (fecaluria). Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan dapat menimbulkan fistula ke vagina menghasilkan bau tidak sedap (malodorous), dan discharge. 5

2.1.7.3. Karsinoma Rektum

Kebanyakan pasien dengan kanker rektal datang dengan perdarahan dari anus. Darah sering gelap bercampur dengan feses atau menyelimuti permukaaannya, darah juga mungkin merah terang dan pisah dengan feses. Karenanya gejala sering dikira hemoroid. Perubahan pola defekasi, seperti meningkatnya frekuensi defekasi, mukus dengan feses, atau diare mukus juga sering terjadi. Diare mukus terutama berhubungan dengan adenoma vili yang sering menjadi ganas (malignant). Mukus kaya dengan potassium dan dapat cukup banyak menyebabkan dehidrasi dan koma. Tenesmus, perasaan ingin defekasi yang mendesak / tidak tertahankan dan terus menerus, adalah gejala yang penting yang disebabkan tumor rektal yang menginduksi sensori untuk defekasi. Nyeri anus, pada awal defekasi dan setelahnya dapat timbul jika kanker rektal bawah menginvasi kanal anus. Inkontinensia terjadi jika sfingter anal telah hancur. Darah merah segar yang keluar saat defeksi sebaiknya dievaluasi dengan proctosigmoidoscopy. semua tipe perdarahan lainnya juga sebaiknya dilakukan evaluasi yang lengkap.5

2.1.8. Diagnosis

2.1.8.1 Pada pasien simptomatis

Ketika gejala klinis dari kanker kolorektal sudah didapati, seperti anemia, hematokezia, nyeri abdomen, dan berat badan yang menurun, evaluasi diagnostik bisa ditegakkan dengan endoskopi maupun radiograf. Ditemukannya darah pada tinja meningkatkan kemungkinan adanya neoplasia.

2.1.8.1. Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan tindakan yang paling akurat untuk mengevaluasi mukosa, juga dalam melakukan biopsi lesi yang mencurigakan. Kolonoskop merupakan serat optik fleksibel yang dapat mengikuti bentuk kolon. Rekaman video pada kolonoskopi memungkinkan tersedianya catatan pasien yang permanen. Dengan kolonoskopi pemeriksaan kolon hingga sekum dapat dilakukan hingga 95%, meskipun adanya komplikasi berupa perdarahan pada 0,5% pasien. Akurasi diagnostik ini mencapai 90-95% dalam mendeteksi adanya lesi polipoid.

Kolonoskopi 12% lebih akurat dibandingkan barium enema kontras udara, terutama

dalam mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Kolonoskopi memang memiliki keakuratan yang tinggi, tetapi berbanding lurus dengan keakuratannya, pemeriksaan kolonoskopi memerlukan biaya yang cukup tinggi.

2.1.8.2. Barium Enema kontras udara

Barium enema kontras udara merupakan alternatif dari kolonoskopi, tapi sering tidak bisa mendeteksi adanya lesi-lesi kecil. Tetapi jika kolonoskopi tidak tersedia, atau pasien menolak melakukan kolonoskopi, pemeriksaan ini dapat dianjurkan. Pemeriksaan ini cukup akurat dalam mendeteksi karsinoma dan adenoma yang besar.

2.1.8.3. Carcinoembryonic Antigen

CEA merupakan bimarker bagi karsinoma kolon. Peningkatan kadar CEA dalam darah dapat membantu manajemen klinis dari kanker kolorektal. Akan tetapi peningkatan CEA tidak hanya disebabkan oleh kanker kolon, penyakit hepatik dan pankreas atau kanker primer dari tempat lain juga dapat meningkatkan CEA. Carcinoembryonic antigen berkorelasi dengan volume tumor, respons terapi anti tumor, dan berhubungan dengan sisa tumor setelah reseksi. Kadar CEA akan menurun menjadi normal dalam 48 minggu setelah reseksi kuratif. Rekurensi tumor post operasi masih ada kemungkinan meskipun kadar CEA normal.

2.1.8.4. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna. 9

2.1.9. Skrining pada Pasien Asimptomatik

Kanker kolorektal dapat diatasi jika pasien datang pada stadium awal. Skrining adenoma praneoplastik dan kanker sekarang sudah mulai diperhatikan. Skrining pada populasi umum terkonsentrasi pada fecal occult blood test (FOBT) dan sigmoideskopi. Pilihan skrining untuk masyaratkat biasanya FOBT setiap tahun, sigmoideskopi dilakukan setiap 5 tahun sekali, barium enema setiap 5 tahun sekali, atau kolonoskopi setiap 10 tahun sekali. 10,11,12

2.1.9.1. Fecal Occult Blood Testing

Pemeriksaan FOBT dilakukan pada kelompok masyarakat dengan usia di atas 50 tahun. Sebelum melakukan pemeriksaan ini pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah selama 3 hari untuk mencegah adanya false positive. 10

2.1.9.2. Sigmoideskopi

Merupakan alat skrining yang dapat mendeteksi polip atau kanker sejauh 60cm dari anus. Maka alat ini hanya bermanfaat untuk mengetahui adanya lesi sampai sigmoid saja. Pemeriksaan ini dapat menurunkan mortalitas dari kanker kolorektal sebanyak 70%. Pemeriksaan sigmoideskopi dianjurkan setiap 5 tahun sekali pada individu yang berusia di atas 50 tahun dan asimptomatik.13

2.1.9.3. Kolonoskopi

Beberapa test menyatakan bahwa penmeriksaan FOBT dan sigmoideskopi saja kemungkinan melewatkan neoplasma yang berada di proksimal kolon. Karena itu dianjurkan melakukan pemeriksaan kolonoskopi dalam rentang waktu 10 tahun sekali. 13

2.1.9.3. Metode skrining lainnya

Virtual colonoscopy menggunakan CT beresolusi tinggi, menghasilkan gambaran abdomen dan pelvis. Metode ini merupakan metode yang cepat dan aman, tetapi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, terutama untuk polip berukuran < 1cm.

Test imunologi juga dapat mendeteksi antigen kanker, seperti deteksi mutasi protoonkogen K-ras di dalam tinja.

2.1.10. Staging

Dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan metastasenya

(sistem TNM) serta yang berdasarkan Dukes.7

2.1.11. Penatalaksanaan

Satu-satunya terapi kuratif ialah dengan tindakan bedah.

2.1.11.1. Persiapan preoperatif

Operasi yang dilakukan pada kolon yang tak dipersiapkan mempunyai tingkat infeksi sekitar 40%. Suatu pendekatan dikombinasikan dari pencucian mekanis dan zat antibiotik telah dilaporkan untuk mengurangi tingkat infeksi hingga 9%. Dengan penambahan antibiotic pelindung parenteral, tingkat infeksi dapat lebih dikurangi hingga 5% atau kurang. 16

Dua hari sebelum pembedahan, pasien mulai suatu diet pembersihan cairan. Sehari sebelum pembedahan, pasien diinstruksikan untuk mengambil satu galon Golytely untuk mencuci keseluruhan kolon. Mekanisme pembersihan kira-kira 3 jam hingga sempurna. Penambahan suatu zat antibiotic yang diserap dengan aerobic dan anaerobic secara bersamaan dengan mantap mengurangi timbulnya infeksi. 16

2.1.11.2. Tindakan operasi

Reseksi tumor primer merupakan pilihan terapi yang paling sering dilakukan. Dilakukan reseksi luas pada segmen bowel. Garis tepi minimum untuk melakukan reseksi tumor adalah 5 cm disetiap sisi.14

2.1.11.3. Kemoterapi Adjuvan

Kemoterapi pada kanker kolorektal dapat dibedakan menjadi kemoterapi adjuvan dan kemoterapi advance. Terapi adjuvant bertujuan untuk membasmi metastase mikroskopis pada pasien yang menjalani reseksi tapi memiliki risiko tinggi untuk kembalinya sel kanker, karena adanya metastasis dan prognosis yang buruk. Kemoterapi adjuvan menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) dan levamisole dapat menurunkan kembalinya kanker hingga 40%, juga dapat menurunkan angka kematian hingga 33% setelah operasi pada pasien dengan stadium III (dukes C). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kombinasi 5-FU dan leucovorin lebih baik dibandingkan dengan kombinasi 5-FU dan levamisole. 14

2.1.11.4. Kemoterapi Advance

Kemoterapi advance pada kanker kolorektal biasanya berhubungan dengan angka harapan hidup yang rendah dan minimalnya perbaikan kondisi pasien. Kombinasi fluorouracil dengan leucovorin dosis tinggi (tetrahidrofolat) lebih baik dibandingkan bila menggunakan fluorouracil saja. Responnya dapat meningkat hingga 50%. 14

2.1.11.5. Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. 15

Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. 15

Radiasi internal (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral, atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh. 15

2.1.12. Prognosis

Prognosis pasien bergantung pada stadium tumor pada saat diagnosis. Stadium tumor berkaitan dengan derajat penetrasi dinding usus dan ada tidaknya metastasis.

Pasien dengan tumor yang berasal dari mukosa atau submukosa, (Dukes A, atau T1 N0 M0) atau meluas melewati submukosa, tetapi masih berada pada dinding usus (Dukes B1, atau T2 N0 M0) memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Angka harapan hidup menurun jika terdapat penetrasi dinding usus (dukes B2, atau stadium II) juga bila adanya metastasis ke kelenjar getah bening. (Dukes C, atau stadium III). Jumlah kelenjar getah bening yang terkena juga berpengaruh terhadap prognosis. Pasien yang memiliki satu hingga tiga kelenjar yang terkena memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelenjar getah bening yang terkena lebih dari 4. Metastasis jauh (Dukes D, atau stadium IV) berkaitan dengan prognosis yang buruk, dengan harapan hidup selama 5 tahun hanya 5-10%. 14

Gejala klinis maupun histopatologi juga memiliki peran dalam menentukan prognosis, walaupun tidak terlalu berpengaruh dibandingkan stadium patologis. Gejala klinis tertentu seperti adanya obstruksi, perforasi, terkena pada usia muda, dan kadar CEA yang tinggi memiliki prognosis yang buruk. 14

2.1.13. Pencegahan

2.1.13.1 Diet

Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982. Rekomendasi ini diantaranya : (a) menurunkan lemak total dari 40% ke 30% dari total kalori, (b) meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat, (c) membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan, (d) membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet, (e) mengurangi konsumsi alkohol. 17

2.1.13.2 Non Steroid Anti Inflammation Drug

Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan diameter dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi plasebo. Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat tiga bulan setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan bahwa aspirin mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip, dan menurunkan insiden dari kanker kolorektal, baik pada kanker kolorektal familial maupun non familial. Efek protektif ini terlihat membutuhkan pemakaian aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari selama 1 tahun. 12

LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ibrahim

Umur: 61 tahun

Jenis kelamin: Laki-Laki

Status kawin: Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Supir

Alamat : Jalan Aluminium 4 GG Sepakat No 21 Medan

Suku : Melayu

Tanggal masuk : 6 April 2014

Keluhan utama: Nyeri perut tengah bawah

Telaah: Hal ini dialami OS sejak 5 tahun terakhir dan memberat dalam 2 bulan ini. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan sangat mengganggu. Nyeri yang menjalar ke lipatan paha disangkal. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi. Nyeri bisa muncul tiba-tiba tidak berhubungan dengan waktu. Riwayat minum obat penghilang nyeri tidak dijumpai. Penurunan selera makan dalam 1 tahun ini. Penurunan berat badan dijumpai sebanyak 20 kg dalam 1 tahun ini. Os sudah mengalami perubahan BAB sejak 20 tahun yang lalu. Os BAB 1 kali dalam 3 hari. BAB sedikit seperti kotoran kambing, konsistensi padat, warna kecoklatan dan kadang dijumpai darah. Os juga menyadari muka pucat dalam 1 tahun ini. Riwayat mimisan, gusi berdarah, muntah darah, muntah hitam, dan lebam pada kulit disangkal. Riwayat BAB tidak lampias dijumpai. Riwayat kanker pada keluarga tidak dijumpai. Os bekerja sebagai supir antar kota dan makan makanan bersantan setiap hari serta jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Riwayat merokok disangkal. Riwayat minum alcohol dijumpai dan os sudah berhenti minum alkohol sejak merasakan sakit pada perut . Frekuensi minum alkohol 1-2 kali sebulan.

BAK Os normal ,riwayat nyeri saat BAK disangkal , riwayat BAK disertai dengan batu, BAK berpasir BAK seperti cucian daging tidak dijumpai.

Keluhan sesak nafas, batuk dan demam tidak dijumpai.

Riwayat DM dan Hipertensi disangkal.

Os sebelumnya sudah dirawat di RS lain dan sudah dilakukan kolonoskopi dan dijumpai adanya massa di rectum.

RPT : Tidak jelas

RPO : Tidak jelas

STATUS PRESENS

Tanda Vital

Sensorium : Compos mentis

Tekanan darah: 120 / 80 mmHg

Pulse: 100 x/i

Pernapasan: 24 x/i

Suhu: 36,60C

VAS: 3

Anemis: (+)

Ikterus: (-)

Sianose: (-)

Dispnoe: (-)

Oedem: (-)

Pancaran wajah: Lemah

Sikap Paksa: (-)

Refleks fisiologis: (+)/(+)

Reflek patologis:(-)/(-)

BB sekarang: 60 kg

TB: 175 cm

IMT : BB(kg)/(TB)2

60/1,752= 60/1,752 = 19,5 kg/m2

Kesan: Normoweigth

KU/KP/KG: Sedang/ Sedang /Baik

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala

Mata: Conjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), oedem palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), pupil isokor 3 mm

Telinga: Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Leher : TVJ R - 2 cmH2O, Trakea Medial, Pembesaran KGB (-/-)

Thorax depan

Inspeksi : Simetris fusiformis. Spider Naevi (-)

Palpasi : SF kanan= kiri, kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas paru hati R/A : ICR V/VI dextra peranjakan 1 cm

Batas Jantung Atas : ICR III sinistra

Batas Jantung Kanan: LSD

Batas Jantung Kiri : ICR V, 1 cm medial LMCS

Auskultasi : SP : Vesikuler

ST : -

Bunyi jantung : M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

Thorak Belakang

Inpeksi: Simetris Fusiformis

Palpasi: SF kanan = kiri, kesan normal

Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi: SP : Vesikuler

ST :tidak dijumpai

Abdomen

Inspeksi: simetris

Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-) H/L/R tidak teraba

Perkusi: Timpani

Auskultasi : Peristaltik Normal

Pinggang :Nyeri ketok sudut kostovertebra(-/-)

Inguinal :Pembesaran KGB (-)/(-)

Genital :Dalam batas normal

Ekstremitas

Superior: Akral hangat, Oedem (-/-) , eritema Palmaris (-/-)

Inferior : Akral hangat, Oedem pretibial (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

Hasil darah rutin tanggal 6 April 2014

DARAH RUTIN

HASIL

NILAI NORMAL

WBC

10200 ul

4000 -10000 ul

RBC

4,29 x106 ul

4,5 -5,5 x106 ul

HGB

11,0 gr/dl

13 16 gr/dl

HCT

35,1 %

39 43 %

MCV

81,8 fl

80 97 fl

MCH

25,6 pg

27 33,7 pg

MCHC

33,3 g/ dl

31,5 35 dl

PLT

434000 ul

150000 440000 ul

RDW CV

13,2 %

10 15 %

Kesan : Anemia Hipokrom Normositer

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Glukosa Adrandom

110

< 140 mg/ dl

SGOT

21

0-40 U/I

SGPT

13

0-40

Ureum

15

10-50 mg/dl

Creatinin

0,92

0.6-1,2 mg/dl

Natrium

139

136-155 mmol/dl

Kalium

3,8

3,5-5,5 mmol/dl

Chlorida

99

95-103mmol/dl

Hematologi

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Waktu Protrombin

Waktu Protrombin

13,9 C: 14,3

1-1,3 Detik

INR

1,13

APT

53,9 C : 33,6

RESUME :

Laki-laki 61 tahun datang dengan keluhan nyeri (+) di daerah hipogastrium. Hal ini dialami OS sejak 5 tahun terakhir dan memberat dalam 2 bulan ini. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan sangat mengganggu. Penurunan selera makan dalam 1 tahun ini. Penurunan berat badan (+) dijumpai sebanyak 20 kg dalam 1 tahun ini. Anemis dalam 1 tahun ini. Riwayat Hematokezia dijumpai 3 tahun ini. Perubahan pola BAB (+) sejak 20 tahun yang lalu. Os BAB 1 kali dalam 3 hari. BAB sedikit seperti kotoran kambing, konsistensi padat, warna kecoklatan dan kadang dijumpai darah, tenesmus (+). Riwayat kanker pada keluarga tidak dijumpai. Os bekerja sebagai supir antar kota dan makan makanan berlemak setiap hari serta jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Riwayat minum alcohol (+).

Os sebelumnya sudah dirawat di RS lain dan sudah dilakukan kolonoskopi dan dijumpai adanya massa di rectum.

RPT : Tidak jelas

RPO : Tidak jelas

Dari pemeriksaan fisik di jumpai :

Mata: Conjungtiva palpebra inferior pucat (+/+)

Leher: Tidak dijumpai kelainan

Thorak: Tidak dijumpai kelainan

Abdomen : Nyeri tekan (+) di daerah hipogastrium, organomegali (-)

Ekstremitas : Tidak dijumpai kelainan

Pinggang :Nyeri ketok sudut kostovertebra(-/-)

Diagnosis Banding :

1. Suspek karsinoma rectum + Anemia ec Penyakit kronik

Karsinoma kolon Anemia ec Defesiensi Besi

2. IBS

3. IBD

4. Hemoroid

5. Diverticulosis mercel

6. Volvulus

Diagnosis Sementara:

Suspek karsinoma rectum + Anemia ec Penyakit kronik

Terapi

-Tirah baring

-Diet MB TKTP

-IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

-Ij cefriaxon 1 gr/12 jam IV

-Ij Ketorolac 30mg/ 8 jam IV

-Ij Ranitidine 50mg/ 12 jam IV

Anjuran :

Darah Lengkap

Urinalisa PK

Feses Rutin

Anemia profil (SI, TIBC, SF, Morfologi darah tepi, Reticulosit count)

LFT, Albumin, globulin

RFT

Elektrolit

HST

Lipid profil

Foto thorax PA

USG abdomen

Kolonoscopy

CEA

Biopsi

CT-scan upper lower abdomen dengan kontras

Konsul Bedah Digestive

RENCANA AWAL

No. RM

9

2

0

9

6

5

Nama Penderita : Ibrahim

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi)

No

Masalah

Rencana

Diagnosa

Rencana

Terapi

Rencana

Monitoring

Rencana

Edukasi

1

Suspek Karsinoma Rektum

- Darah Lengkap

- Urinalisa PK

- Feses Rutin

- LFT, Albumin, globulin

- RFT

- Elektrolit

- HST

- Lipid profil

- Foto thorax PA

- USG abdomen

- Kolonoscopy

- CEA

- Biopsi

-CT-scan upper lower abdomen dengan kontras

-Konsul Bedah Digestive

-Tirah baring

-Diet MB TKTP

-IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

-Ij cefriaxon 1 gr/12 jam IV

-Ij Ketorolac 30mg/ 8 jam IV

-Ij Ranitidine 50mg/ 12 jam IV

-Perbaiki kondisi umum

- nyeri berkurang

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yg diderita pasien mulai dari definisi, etiologi, penatalaksanaan dan prognosisnya.

2

Anemia ec Penyakit Kronik

-Anemia profil (SI, TIBC, SF, Morfologi darah tepi, Reticulosit count)

Diet MB TKTP

-Perbaiki kondisi umum

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yg diderita pasien mulai dari definisi, etiologi, penatalaksanaan dan prognosisnya

FOLLOW UP (H-1) RUANGAN TANGGAL 7 April 2014

S: BAB berdarah (-), nyeri perut bawah (+)

O: Sens: Compos mentis

TD: 140/ 90 mmHg

HR : 88x/i

RR: 22x/i

T : 36,9C

VAS: 1

Pemeriksaan fisik :

Mata: Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

sclera ikterik -/-, pupil isokor +/+

Leher : Tidak dijumpai kelainan

Thoraks: Tidak dijumpai kelainan

Abdomen : Nyeri tekan (+) di hipokondrium , organomegali (-)

Ekstremitas : Tidak dijumpai kelainan

Pinggang : Nyeri tekan regio lumbalis(-)

Pemeriksaan penunjang :

Hb: 11 gr/dl

WBC: 10200/mm3

RBC: / mm3

Trombosit:439.000 / mm3

Hematokrit: 35,1

MCV: 81,8fl

MCH: 25,6

MCHC: 31,3dl

Kesan: hipokrom normositer

Hasil Pemeriksaan Urinalisa ruangan tanggal 7 April 2014

Warna: kuning

Kekeruhan:(-)

Protein: (-)

Reduksi : (-)

Bilirubin : (-)

Urobilinogen: (+)

Kesan: tidak dijumpai kelainan

A Diagnosis Sementara

1. Karsinoma Rektum

2. Karsinoma Kolon

3. Irritabel Bowel Sindrom

4. Irritabel Bowel Disease

5. Hemoroid

6. Divertikulosis Merckel

7. Intususepsi

P: TERAPI:-Tirah baring

-Diet MB TKTP

-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I makro

- Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV jika nyeri

DIAGNOSTIK: -Urinalisa

-Feces rutin

-Darah lengkap

-Lipid Profile

-SI, TIBC, Feritin, Morfologi Darah tepi, Reticulosit count

-RFT, LFT, Albumin, Globulin

- CEA, CA 19-9

- Kolonoskopi

- CT scan lower Abdomen

- Konsul GEH

-Konsul Bedah

FOLLOW UP (H-2) RUANGAN TANGGAL 8 April 2014

S: BAB berdarah (-), nyeri perut bawah (+)

O: Sens: Compos mentis

TD: 140/ 90 mmHg

HR : 88x/i

RR: 22x/i

T : 36,7C

VAS: 1

Pemeriksaan fisik :

Mata: Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

sclera ikterik -/-, pupil isokor +/+

Leher : Tidak dijumpai kelainan

Thoraks: Tidak dijumpai kelainan

Abdomen : Nyeri tekan (+) di hipokondrium , organomegali (-)

Ekstremitas : Tidak dijumpai kelainan

Pinggang : Nyeri tekan regio lumbalis(-)

Hasil Pemeriksaan penunjang :

Liver Function test

SGOT: 18(0-40 U/I

SGPT:17(0-40 U/l)

AP:106(30-142 U/I)

Bilirubin Total:0,47 (0,00-1,20 mg/dl)

Bilirubin Direct:0,13(0,05-0,3 mg/dl)

Albumin:3,0(3,6-5,0 g/dl)

Globulin:2,6(2,6-3,6 g/dl)

Protein Total:5,6(6,0-8,3 g/dl)

Renal Function test

Ureum: 21 (10-50 mg/dl)

Creatinin: 0,79 (0,6-1,2 mg/dl)

Uric Acid: 4,9 (3,5-7,0 mg/dl)

Natrium: 144(136-155 mmol/L)

Kalium: 4,3(3,5-4,5 mmol/L)

Klorida: 105(95-103 mmol/L)

Kolonoskopi : Suspek Karsinoma rektum

A Diagnosis Sementara :

Karsinoma Rektum + Hipertensi Stage I

P: TERAPI:-Tirah baring

-Diet MB TKTP

-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I makro

- Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV jika nyeri

- Captopril 3x12,5 mg

DIAGNOSTIK:

-Feces rutin

-Lipid Profile

-SI, TIBC, Feritin, Morfologi Darah tepi, Reticulosit count

- CEA, Ca 19-9

- CT scan lower Abdomen

FOLLOW UP (H-3) RUANGAN TANGGAL 9 April 2014

S: BAB berdarah (-), nyeri perut bawah (+)

O: Sens: Compos mentis

TD: 140/ 80 mmHg

HR : 80x/i

RR: 24x/i

T : 36,4C

VAS: 1

Pemeriksaan fisik :

Mata: Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

sclera ikterik -/-, pupil isokor +/+

Leher : Tidak dijumpai kelainan

Thoraks: Tidak dijumpai kelainan

Abdomen : Nyeri tekan (+) di hipokondrium , organomegali (-)

Ekstremitas : Tidak dijumpai kelainan

Pinggang : Nyeri tekan regio lumbalis(-)

Diagnosis Sementara :

Suspek Karsinoma rektum + Hipertensi Stage I

P: TERAPI:-Tirah baring

-Diet MB TKTP

-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I makro

- Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV jika nyeri

- Captopril 3x12,5 mg

DIAGNOSTIK:

-Feces rutin

-Lipid Profile

-SI, TIBC, Feritin, Morfologi Darah tepi, Reticulosit count

- CEA, Ca 19-9

- CT scan lower Abdomen

FOLLOW UP (H-4) RUANGAN TANGGAL 10 April 2014

S: BAB berdarah (-), nyeri perut bawah (+)

O: Sens: Compos mentis

TD: mmHg

HR : x/i

RR:x/i

T :C

VAS: 1

Pemeriksaan fisik :

Mata: Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

sclera ikterik -/-, pupil isokor +/+

Leher : Tidak dijumpai kelainan

Thoraks: Tidak dijumpai kelainan

Abdomen : Nyeri tekan (+) di hipokondrium , organomegali (-)

Ekstremitas : Tidak dijumpai kelainan

Pinggang : Nyeri tekan regio lumbalis(-)

Pemeriksan RT

Perineum : Normal

Sfingter Ani: Ketat

Mukosa: Licin

Lumen: isi feses, massa tidak teraba

Feses : warna cokelat, darah(+)

Diagnosis Sementara :

Suspek Karsinoma rektum + Hipertensi Stage I

P: TERAPI:-Tirah baring

-Diet MB TKTP

-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I makro

- Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV jika nyeri

- Captopril 3x12,5 mg

DIAGNOSTIK:

-Feces rutin

-Lipid Profile

-SI, TIBC, Feritin, Morfologi Darah tepi, Reticulosit count

- CEA, Ca 19-9

- CT scan lower Abdomen

BAB 5

KESIMPULAN

OS, laki-laki usia tahun datang dengan keluahan nyeri perut bagian bawah yang telah dialami sejak. Keluhan lain ialah gangguan BAB, yaitu sulit BAB serta adanya perasaan tidak lampias saat BAB karena feses yang bisa dikeluarkan berukuran kecil. Riwayat BAB berdarah ditemui , sudah dialami sejak samapai 2 minggu yang lalu. Namun saat dilakukan pemeriksaan colok dubur, saat ini masih ditemukan adanya feses yang mengandung darah berwarna merah segar. Setelah dilakukan pemeriksaan kolonoskopi, diperoleh kesimpulan suspek Karsinoma rectum. Rencana diagnostik selanjutnya adalah pemeriksaan CT scan dan melakukakan penelusuran staging dari kanker tersebut. Sementara menunggu proses pemeriksaan tersebut, maka dilakukan penatalaksaanan suportif untuk mengurangi keluhan nyeri serta konstipasi yang dialami os.