Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Prosedur
2.1.1. Pengertian Prosedur
Menurut (Soemohadwijdojo, 2017) Standard Operating Procedure (SOP)
atau disebut juga sebagai “Prosedur”’ adalah dokumen yang lebih jelas dan rinci
untuk menjabarkan metode yang digunakan dalam mengimplementasikan dan
melaksanakan kebijakan dan aktivitas organisasi seperti yang diterapkan dalam
pedoman. Pada dasarnya, prosedur merupakan instruksi tertulis sebagai pedoman
dalam menyelesaikan sebuah tugas rutin atau tugas yang beulang (repetitif)
dengan cara yang efektif dan efisien, untuk menghindari terjadinya variasi atau
penyimpangan yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan
Pengertian Prosedurdalam Jurnal (Wijaya & Irawan, 2018)“Prosedur
adalah urut-urutan pekerjaan klerikal yang melibatkan beberapa orangyang
disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap penanganan
transaksi perusahaan yang berulang-ulang”.
Menurut Ardiyos dalam Jurnal (Wijaya & Irawan, 2018) menyatakan
bahwa Prosedur adalah suatu bagian sistem yang merupakan rangkaian tindakan
yang menyangkut beberapa orang dalam satu atau beberapa bagian yang
ditetapkan untuk menjamin agar suatu kegiatan usaha atau transaksi dapat terjadi
secara berulang dan dilaksanakan secara seragam.
9
Sedangkan menurut Mulyadi dalam Jurnal (Wijaya & Irawan, 2018)
mengemukakan bahwa, Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal
(tulis menulis, menggandakan, menghitung, membandingkan antara data
sumber dengan data pendukung kedua belah pihak). Biasanya melibatkan
beberapa orang dalam satu departemen atau lebih,yang di buat untuk
menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi
berulang-ulang.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan, yang dimaksud dengan prosedur adalah urutan kegiatan atau
aktifitas yang melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang
dilaksanakan secara berulang-ulang dengan cara yang sama.
2.2. Pelayanan
2.2.1. Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Setiap orang membutuhkan pelayanan, dan pelayanan yang diharapkan
adalah pelayanan yang terbaik. Dalam dunia kerja pelayanan dapat dikatakan baik
jika pelayanan dapat memuaskan pelanggan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jurnal (Widayani,
2016)dijelaskan bahwa pelayanan sebagai kegiatan atau usaha melayani
kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan atau
mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya manusia berusaha, baik melalui aktivitas sendiri maupun secara tidak
langsung melalui aktivitas orang lain.
Menurut Lehtinen dalam (Setyobudi, 2014) menyatakan bahwa,
“Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dengan manusia atau mesin secara fisik untuk menyediakan
kepuasan konsumen”.
10
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa,
“Pelayanan adalah suatu proses penggunaan akal pikiran, panca indra, dan
anggota badan atau alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan, baik dalam bentuk barang maupun jasa”.
2.2.2. Pengertian Pelayanan Publik
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyelenggara pelayanan adalah instansi
pemerintah dimana penyelenggara pelayanan publik tersebut mempunyai tugas
atau fungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat atau pihak yang
membutuhkan jasa pelayanan.
Menurut (Hertiarani, 2016) Pelayanan publik juga diartikan sebagai segala
bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah dan di lingkungan BUMN/Daerah dalam bentuk barang atau jasa,
baik dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan publik adalah proses pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat
oleh penyelenggaraan negara dengan tujuan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
11
2.2.3. Asas-Asas Pelayanan Publik
Dalam (Widayani, 2016) secara teoritis tujuan pelayanan publik pada
dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut
kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
1. Transparan
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihakyang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti.
2. Akuntabilitas
Pelayanan yang dapat di pertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas.
4. Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun
khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
12
Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan
penerima pelayanan publik.
2.2.4. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia Nomor 63/KEP/M/PAN/7/2003 tanggal 10 Juli 2003 yang mengatur
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik untuk lembaga-
lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat telah
menetapkan 10 (sepuluh) prinsip pelayanan yang dapat memenuhi keinginan
masyarakat antara lain :
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik yang dilaksanakan dengan sederhana, mudah,
cepat, lancar, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan
Artinya dalam pelayanan publik harus jelas mengenai persyaratan teknis dan
administrasi pelayanan publiknya, Unit kerja/pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik serta
kejelasan dalam hal rincian biaya pelayanan publik dan tata cara
pembayarannya.
3. Ketepatan Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
13
5. Keamanan
Proses hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan, kenyamanan,
dan kepastian hukum.
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi
dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau
oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, tersedia ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi fasilitas
pendukung pelayanan seperti, parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
14
2.3. Pajak
2.3.1. Pengertian Pajak
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian
besar kegiatan negara tidak dapat untuk dilaksanakan. Pajak sifatnya dapat
dipaksakan.
Menurut (Sumarsan, 2014) mengemukakan bahwa “Pajak adalah suara
pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan
proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan.
Sedangkan, Menurut Andrianidalam (Sumarsan, 2014) menyimpulkan
bahwa “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
kontraprestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Soemitrodalam (Mardiasmo, 2016)mengemukakan bahwa “Pajak
adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan definisi pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
iuran dari rakyat yang kepada negara berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dan digunakan untuk kepentingan umum.
Menurut (Rahayu, 2017) pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
15
2. Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaanya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontaprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.3.2. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Menurut (Samudra, 2016) pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas Negara,
yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari
penerimaan pajak.
2. Fungsi Mengatur (Reguarend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah
masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. Fungsi
16
mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak
dalam sistem perpajakan yang yang benar tidak terjadi pertentangan dengan
kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial.
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
menopang gaya hidup konsumtif.
2.3.3. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutnya pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang-undang
maupun pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-
undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanaannya, yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan
banding kepada Pengadilan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
maupun warganya.
17
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakart.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebi rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.3.4. Hukum Pajak
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku
pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada 2 macam hukum pajak
yakni:
1. Hukum Pajak Materil
Yaitu hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa
yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan
(tarif pajak), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan
hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contohnya Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
18
2. Hukum Pajak Formil
Yaitu hukum yang memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum
materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum
ini memuat antara lain:
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak
mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang
pajak.
c. Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/
pencatatan, dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan
banding. Contohnya Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.3.5. Klasifikasi Pajak
1. Menurut Golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang langsung dipungut kepada wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya adalah PPh,
PPnBM, dan PBB.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang tidak langsung dipungut atau di
bebankan kepada wajib pajak dan dapat di limpahkan kepada pihak lain.
Contohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memerhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
19
b. Pajak Objektif, pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memerhatikan
keadaaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
2.3.6. Tata Cara Pemungutan Pajak
1. Stelsel pajak
Cara pemungutan stelsel pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a. Stelsel Nyata (real stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.
20
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.
Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan real diketahui)
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang
undang, misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel
ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar
tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya.
2. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak adalah metode atau tata cara pemungutan pajak
atasobjek pajak. Adapun sistem pemungutan pajak itu meliputi:
a. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
21
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With holding system
Adalah suatu sistem yang pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak).
Ciri-cirinya: wewenang memotong atau memungut pajak yang terutang
ada pada pihak ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.4. Pajak Kendaraan Bermotor
2.4.1. Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2009
tentang “Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan atau
penguasaan kendaraan bermotor”.
22
Sedangkan kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan disemua jenis darat dan digerakan oleh peralatan
teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang befungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan dan motor yang tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air”.
2.4.2. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
Menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2009 dalam (Pratiwi & Surya,
2017) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 5 dasar pengenaan pajak
kendaraan bermotor adalah hasil perkalian dari dua unsur pokok:
1. Nilai objek pajak, dan
2. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau
pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan brmotor. Bobot
kendaraan bermotor yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan
pencemaran lingkungan didasarkan pada tekanan gandar kendaraan, jenis
bahan bakar kendaran bermotor, dan jenis-jenis penggunaan, tahun
pembuatan, serta ciri-ciri kendaran bermotor.
Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum,
termasuk alat-alat besar serta kendaraan dia air, dasar pengenaan pajak
kendaraan bermotor adalah nilai jual kendaraan bermotor. Nilai jual
kendaraan bermotor ditentukam berdasarkan harga umum atas suatu
kendaraan bremotor. Harga pasaran umum sebagaimana dimaksud adalah
harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data akurat.
23
2.4.3. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Menurut peraturan Daerah Jawa Barat No 13 Tahun 2011 pasal 7 ayat (1)
dalam Kurniawan (2018) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel II.1
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Roda Dua
Nomor Urutan Kepemilikan Kendaraan Persentase Pajak
1 Motor Pertama 1,75 %
2 Motor Kedua 2,25 %
3 Motor Ketiga 2,75 %
4 Motor Keempat 3,25 %
5 Motor Kelima dan seterusnya 3,75 %
Sumber : Badan Pendapatan Daerah
Berdasarkan dari Tabel II.1 diatas tarif pajak kendaraan bermotor roda dua
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 (dua) pertama sebesar 1,75%
(satu koma tujuh lima persen).
2. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25%;
3. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%;
4. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan
5. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75%.