46
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I PENDAHULUAN Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, 1

200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan

meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,

pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan

penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang

meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan

menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu

keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya

1

Page 2: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi

umum, lainnya dengan anestesi lokal/regional.

Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa

tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi

dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.

Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan

suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi

riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik,

obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-

kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang

mungkin timbul pada pasca anestesi.

Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang

dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan

pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan

sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D

Usia : 27 tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

2

Page 3: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Alamat : Kampung Dalam no 16 RT 05 RW 01

Tanggal Masuk RS : 23 Desember 2013

II. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah sejak

3 hari yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri bertambah jika pasien berjalan.

Pasien pernah mengkonsumsi obat promag tetapi nyeri tidak menghilang. Mual dan

muntah disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan, pasien

sedang tidak haid dan hamil 4 minggu.

Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat asma, alergi terhadap makanan,

maupun alergi terhadap obat-obatan. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi,

diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit gastritis, dan juga

riwayat batuk yang lama. Namun pasien mengatakan bahwa ibunya memiliki penyakit

kencing manis dan ayahnya memiliki penyakit darah tinggi. Pasien juga mangaku

tidak punya gigi palsu dan tidak ada gigi yang goyang. Pasien tidak memiliki riwayat

operasi sebelumnya.

Pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol,

mengkonsumsi obat-obatan.

Sebelum operasi pasien sudah menjalani puasa selama 9 jam. Selama itu

selang infus telah terpasang pada tangan kanan pasien.

1. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Berat badan : 60 kg

Tinggi badan : 160cm

BMI : 23,43

Page 4: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Tanda tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmhg

Nadi : 84 x/menit

Suhu : 36,8 C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Hidung : Simetris, liang hidung lapang, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Simetris, liang telinga lapang, MT intak +/+, sekret -/-

Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), bau pernafasan (-),

gerak sendi temporo mandibula baik

Gigi geligi : Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi depan menonjol (-)

Rongga mulut : Terlihat palatum mole dan durum, terlihat tonsil dan uvula

(Mallampati I), oral hygiene baik.

Leher : Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB tidak

teraba membesar

Thorax : Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris kanan dan kiri

Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Vocal fremitus simetris, sonor (+/+), suara nafas vesikuler

normal, Ronki (-/-), wheezing (-/-)

4

Page 5: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Abdomen : Datar, teraba supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4x/menit,

nyeri tekan titik Mcburney (+),psoas sign (+), rovsing sign (+),

obturator sign (+), defense mucsular (-), timpani.

Ekstremitas : Akral hangat (+) Edema (–)

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

H2TL

o Hb : 12,7 gr/dl

o Ht : 35,2 %

o Leukosit : 7300 /uL

o Trombosit : 385.000 /uL

Urine Lengkap

o Warna : kuning muda

o Berat Jenis : 1020

o PH : 6,5

o Blood : negatif

o Nitrit : negatif

o Protein : negatif

o Bilirubin : negatif

o Aseton : negatif

o Reduksi : negatif

o Urobilinogen : 0,2

o Leukosit : 1-3

o Eritrosit : 2-4 H

o Epitel : +1

o Bakteri : negatif

o Silinder : negatif

o Kristal : negatif

o HCG Rapid Test : positif

5

Page 6: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Hemostasis

o Masa pendarahan : 1,30 menit

o Masa pembekuan : 13 menit

o Kontrol (masa protrombin) : 12 detik

o Pasien (masa protrombin) : 13 detik

Kimia Klinik

o GDS : 87 mg/dl

o Ureum : 22 mg/dl

o Kreatinin :0,80 mg/dl

AGD dan elektrolit

o Natrium : 143 mmol/L

o Kalium : 3,9 mmol/L

o Clorida :106 mmol/L

RESUMESeorang perempuan umur 27 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan

bawah sejak 3 hari lalu dan hamil 4 minggu, karena pemeriksaan appendisitis positif dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi appendectomie. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi dan pernapasan dalam batas normal. Namun pada psoas sign (+), rovsing sign (+), dan obturator sign (+) serta nyeri ketok (+) Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.

DIAGNOSA KERJAAppendisitis akut dengan adhesi grade II

KESIMPULANBerdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:

Diagnosa perioperatif:

Status operatif : ASA 2E

Jenis operasi : Appendiktomi

Jenis anestesi : Anestesi Regional (spinal)

6

Page 7: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

BAB III

LAPORAN ANESTESI

A. Pre Operatif

Informed Consent (+)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

7

Page 8: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

Terpasang infus di tangan kanan RL 500cc

B. Monitoring Tindakan Operasi :

Jam Tindakan TD

(mmHg)

Nadi

(x/menit)

Saturasi

O2 (%)

00.00 - Pasien masuk ke kamar operasi,

dan dipindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan

darah, nadi, saturasi O2

Infus RL terpasang pada tangan

kiri

125/60 95 100

00.10 Obat induksi dimasukkan secara

iv:

o Bupivacaine 20

Dalam beberapa saat pasien

teranestesi regional

Dilakukan pemasangan nasal

kanul, dan diberikan:

o O2 : 2L/menit

Pernafasan sponatan

120/64 96 100

00.20 Pemasangan kateter

Operasi dimulai

Kondisi terkontrol

110/68 98 100

00.25 Kondisi terkontrol 113/67 96 100

00.30 Pasien mengeluh mual lalu

muntah dan diberikan ondansetron

4 mg dan dexamethasone 5 mg

102/54 95 100

00.35 Kondisi terkontrol 124/76 131 100

00.40- Kondisi terkontrol 106/69 96 100

8

Page 9: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

01.10

01.15 Kondisi terkontrol

Operasi selesai

Pemberian O2 dihentikan

112/69 92 100

01.20 Pelepasan alat monitoring 117/70 92 100

01.25 Pasien dipindahkan ke ruang

pemulihan

Dilakukan monitoring tensi,

nadi,dan pernafasan

120/80 100 100

INTRAOPERATIF (24 Desember 2013)

Tindakan Operasi : Appendiktomi

Tindakan Anestesi: Anestesi regional (spinal)

Lama Operasi : 55 menit (00.20-01.15)

Lama Anestesi : 60 menit (00.10 – 01.10)

Jenis Anestesi : Spinal anestesi, pasien duduk , L3-L4, spinocath No.26 , LCS

(+) jernih, darah (-) dan menggunakan O2 2L/mnt

Posisi : Supine

Pernafasan : Spontan

Infus : Ringer laktat pada tangan kiri 500cc

Premedikasi : -

Induksi : Bupivacaine injeksi spinal

Rumatan : O2 2L/menit

Medikasi : Ondansetron 4 mg dan dexamethasone 5 mg i.v

Cairan : Cairan Masuk : RL 350cc, cairan keluar : 100cc, perdarahan :

50cc

IV. POST OPERATIF

- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke bangsal B

9

Page 10: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal

Kesadaran : Komposmentis

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 100x/min

- RL 1000ml/24 jam

- Tramadol 100mg/8 jam drip

- ?? RDT 500ml/24 jam ??

- Puasa sementara, sadar betul, boleh minum

Penilaian pemulihan kesadaran

Tabel 1. Bromage score

Score Criteria Degree of Block

0Tidak ada hambatan motorik, flexi sempurna

dari lutut dan kaki

Nill (0%)

1Tidak mampu ekstensi tungkai. Dapat fleksi

lutut, mampu menggerakkan kaki.

Partial (33%)

10

Page 11: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

2Tidak dapat fleksi lutut tapi dapat

menggerakkan kaki dengan bebas.

Almost complete (66%)

3Tidak mampu fleksi sendi pergelangan kaki.

Tidak dapat menggerakkan kaki atau lutut

Complete (100%)

Total score < 2 dapat dipindahkan keruang perawatan

Pada pasien ini didapatkan nilai bromage score I, pasien dipindahkan ke bangsal B.

BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien

didiagnosis appendisitis dengan ASA 2E, yakni pasien dengan penyakit sistemik ringan atau

sedang dan keadaan Cito atau emergency. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi

11

Page 12: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

apendectomie. Menjelang operasi pasien tampak sakit ringan, tenang, kesadaran compos

mentis. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi regional (spinal) dengan spinocath no.26,

induksi dengan bupivacaine 20 mg (dosis induksi bupivacaine 1-2 mg/kgBB). Bupivacaine

merupakan anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada

membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat

bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi

perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf  tersebut

berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat.

Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung,

eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal. Lama

kerja analgesia bupivacaine 0,5 % antara 3-5 jam pada segmen torakal bawah dan lumbal.

Bupivacaine 0,5 % menghasilkan relaksasi otot pada anggota badan bagian bawah selama 3-4

jam. Ginjal adalah organ ekskresi utama untuk kebanyakan anestetik lokal dan metabolitnya.

Ekskresi melalui urin dipengaruhi oleh perfusi renal dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pH urin. Potensi Bupivacaine 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Sifat

hambatan sensoris lebih dominan dibanding motoris.

Diberikan medikasi ondansetron 4 mg dan dexamethasone 5 mg i.v. Ondansentron

merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan

dan pengobatan mual dan muntah selama dan p Pada pasien asca bedah. Ondansentron

diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi..

Pelepasan 5HT3 ke dalam usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan serabut aferen

vagal lewat reseptornya.

Dexamethasone adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya berhubungan

dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan merangsang pelepasan endorphin, yang

mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan. Mekanisme kerja dexamethasone dengan

inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi substansi yang berasal dari metabolisme asam

arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Dexamethasone mempunyai efek antiemetik,

diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan prostaglandin secara sentral sehingga

terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat, menghambat pelepasan serotonin di

saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin dengan reseptor 5-HT3, pelepasan

12

Page 13: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

endorphin, dan anti inflamasi yang kuat di daerah pembedahan dan diduga glukokortikoid

mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf pusat dan akan mempengaruhi regulasi

dari neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal dan konfigurasi neuron.

Dexamethasone memiliki waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan sangat baik diberikan

sebagai profilaksis saat sesudah induksi dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah

PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) . Dexamethasone mempunyai waktu paruh 36-

72 jam. Dexamethasone mempunyai efek yang sama pada anak-anak dan dewasa. Dosis

dexamethasone 4-10 mg untuk dewasa , dan 150ug/KgBB untuk anak-anak. Dexamethasone

di metabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.

Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan O2 L/menit dengan nasal

kanul. Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara terus menerus

dan pemberian cairan intravena RL

Terapi cairah intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :

Berat Badan pasien 60 kg

Kebutuhan Cairan Basal (M) :

4 ml x 10 kg = 40 ml/jam

2 ml x 10 kg = 20 ml/jam

1 ml x 40 kg = 40 ml/jam13

Page 14: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Total : 100 ml/jam

Kebutuhan cairan operasi (O) :

Operasi ringan = 0-2 ml/kg

2 ml x 60kg = 120 ml

Kebutuhan cairan puasa (P)

Kebutuhan cairan basal x lama puasa (jam)

100 ml/kg x 6 jam = 600 ml

Pemberian cairan jam pertama :

Kebutuhan cairan basal + Kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan puasa =

100 ml + 120 ml + 300 ml = 520 ml

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Appendiktomi

5.1.1 Definisi

Appendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk meotong jaringan appendiks yang mengalami peradangan.

14

Page 15: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

5.1.2 Indikasi Appendiktomi

Appendiktomi dilakukan pada pasien dengan appendisitis.

5.1.3 Kontraindikasi

- Gangguan paru yang parah (misalnya, COPD, penyakit paru-paru

interstitial),

- Diatesis perdarahan,

- Gagal jantung berat,

- Hipertensi portal,

- Operasi abdomen sebelumnya

5.1.4 Penilaian Praoperasi

Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan

diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi.

a. Persiapan di bangsal

o   Persiapan 1 malam sebelum operasi

- Puasa dan pembatasan makan dan minum.

- Pemberian enema jika perlu.

- Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.

- Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum

selama 8 – 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang

gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi

untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.

- Persiapan untuk anastesi

- Ahli anastesi selalu berkunjung pada pasien pada malam sebelum

operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan

15

Page 16: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan

selama operasi.

- Meningkatkan istirahat dan tidur

o   Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam

sebelum obat-obatan pre operasi :

- Mencatat tanda-tanda vital

- Cek gelang identitas klien

- Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik

- Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus

- Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir

- Anjurkan klien untuk buang air kecil

- Perawatan mulut jika perlu

- Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala

- Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia

b. Persiapan penunjang

-     Laboratorium

Nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil

yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan

memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan

appendisitis akut  Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu

diagnosis. Pada dasarnya inflamasi  merupakan reaksi lokal dari jaringan

hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler,

neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah

16

Page 17: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada

tempat yang terkena jejas dengan cara: mempersiapkan berbagai bentuk

fagosit (leukosit polimorfonuklear, makrofag)  pada tempat tersebut,

pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi,  menetralisir

dan mencairkan iritan, membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan

fibrin dan terbentuknya  dinding jaringan granulasi.

Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik

apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya

leukositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis

menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah leukosit lebih dari

18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis

(Raffensperger, 1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis akut

ditemukan jumlah leukosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi

perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3.  Sedang

Doraiswamy (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara kenaikan

angka leukosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman

menentukan diagnosa apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis

bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai

sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah leukosit untuk

apendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada

hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan

peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute

(Bolton et al, 1975). Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan

appendisitis akut, memiliki jumlah leukosit dan granulosit tetap normal

(Nauts et al, 1986).

C-Reactive Protein (CRP).  Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai

konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri

abdomen.

17

Page 18: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Foto Polos abdomen

Mungkin terlihat adanya fekalit (kotoran yang mengeras dan

terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat

pembukaan appendik) pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai

dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud,

1993). Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus

pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan

seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari

udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses

peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot

sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita

appendisitis akut (Mantu, 1994).  Bila sudah terjadi perforasi, maka pada

foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-

kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya.

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-

kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-

usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran

lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun

terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya

permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya

obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). Foto x-ray abdomen dapat

mendeteksi adanya fekalit yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini

biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses

appendiks kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level

pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar)

sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendiks.  Pada appendisitis

akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit :

kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.

18

Page 19: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

c.       Inform Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap

pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung

jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent (Surat pernyataan

persetujuan dilakukan tindakan medis pembedahan dan anastesi). Informed

consent perlu diberikan kepada pasien sehubungan dengan risiko dan

komplikasi yang potensial akan dialami pasien.

5.1.5 Intra Operasi

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah

dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas keperawatan

yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :

a.       Safety Management (Pengaturan posisi pasien)

Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang

operasi adalah: daerah operasi, usia, berat badan pasien, tipe anastesidan

nyeri. Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak

melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah

atau medan operasi.

- Kesejajaran fungsional maksudnya adalah memberikan posisi yang

tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi

yang berbeda pula à supine

- Pemajanan area pembedahan maksudnya adalah daerah mana yang

akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang

hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik

drapping à titik Mc. Burney

19

Page 20: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

- Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi

dengan tujuan untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai

bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi

fisiologis dan mencegah terjadinya injury.

- Memasang alat grounding ke pasien

- Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk

menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.

- Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap

seperti: cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen

tepat.

b.      Monitoring Fisiologis

 Melakukan balance cairan

- Memantau kondisi cardiopulmonal meliputi fungsi pernafasan,

nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.

- Pemantauan terhadap perubahan vital sign

c.       Monitoring Psikologis

- Memberikan dukungan emosional pada pasien

- Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur

induksi

- Mengkaji status emosional klien

- Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika

ada perubahan)

d.      Pengaturan dan koordinasi Nursing Care

20

Page 21: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

- Memantau keamanan fisik pasien

- Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis

5.1.6 Post Operasi

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien

dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis

umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan

minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30 ml/jam. Keesokan

harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan

lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur

selam 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar

kamar. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-

7.  Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. aktifitas

normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.

5.2 Anestesi pada Ibu Hamil

5.2.1 Manajemen Anastesi pada Ibu Hamil

Dalam rangka untuk memberikan anestesi yang aman bagi ibu dan janin, adalah

penting untuk mengingat perubahan fisiologis dan farmakologis yang menjadi ciri tiga

trimester kehamilan; perubahan ini dapat menimbulkan bahaya bagi mereka berdua.

Dokter anestesi memiliki tujuan sebagai berikut:4

-mengoptimalkan dan menjaga fungsi fisiologis normal pada ibu;

-mengoptimalkan dan menjaga aliran darah utero-plasenta dan pemberian oksigen;

-menghindari efek obat yang tidak diinginkan pada janin;

-menghindari merangsang miometrium (efek oxytocic)

5.2.2 Penilaian Pre-operatif21

Page 22: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Tindakan anestesi selama kehamilan perlu melibatkan hubungan dekat dengan

dokter kandungan dan termasuk penilaian USG dari janin selain itu juga diperlukan

konsultasi dengan Neonatologist. Selama penyelidikan radiologi, paparan janin harus

diminimalkan. Hasil tes darah yang relevan harus tersedia.4

Pra-pengobatan harus selalu menyertakan profilaksis aspirasi seperti ranitidin

sitrat, natrium dan metoclopramide. Premedikasi anxiolysis (Misalnya, midazolam 1

mg) mungkin diperlukan untuk cemas nifas, seperti katekolamin tinggi dapat

menurunkan rahim aliran darah. Analgesia harus diresepkan mana yang tepat untuk

menghindari efek merusak dari stres pada ibu dan janin. Non-steroid anti-inflamasi

obat harus dihindari, karena risiko penutupan prematur duktus arteriosus. Namun,

aspirin dosis rendah, bahkan ketika diminum secara teratur, tampaknya aman dalam

hal ini.4,5

5.2.3 Pertimbangan Obat

Antara 15 dan 56 hari kehamilan, embrio manusia dikatakan paling rentan

terhadap efek teratogenik obat.7 Sejak tahun 1978, sebagian besar obat yang

digunakan dalam obat-obatan dan anestesi telah ditetapkan kode dalam Katalog

Swedia Specialities Farmasi Terdaftar ( Fass). Kode-kode ini panduan untuk pilihan

yang sesuai dari agen sehubungan dengan efek pada janin, plasenta dan rahim-

plasenta aliran darah, dan kemungkinan aborsi. Studi hasil dalam jumlah besar

perempuan yang menjalani operasi selama kehamilan menunjukkan tidak ada

peningkatan kelainan bawaan, tetapi risiko yang lebih besar dari pembatasan aborsi,

pertumbuhan dan berat badan lahir rendah. Studi ini menyimpulkan bahwa masalah

dihasilkan dari penyakit primer atau prosedur bedah itu sendiri daripada paparan

anestesi.8

Meskipun data yang tersedia tidak lengkap, penelitian menunjukkan bahwa

pemberian suatu analgesik, hipnotis opioid atau obat penenang tidak akan memiliki

efek merusak pada embrio atau perkembangan janin. Konsensus saat ini adalah

bahwa benzodiazepin tidak teratogenik dan dosis tunggal tampaknya aman. Karena

kekhawatiran tentang peningkatan risiko sumbing, penggunaan biasa, terutama pada

trimester pertama, mungkin harus dihindari.9

22

Page 23: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

5.2.4 Anestesi dan gestasi

Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan sama sekali selama kehamilan.

Operasi darurat harus melanjutkan tanpa memandang usia kehamilan dan tujuan

utama adalah untuk melestarikan kehidupan ibu. Dimana layak, operasi sering

ditunda sampai trimester kedua untuk mengurangi resiko teratogenitas dan keguguran,

meskipun tidak ada bukti kuat untuk mendukung hal ini.4

5.2.5 Anestesi pada Trimester Pertama

Setelah 6-8 minggu kehamilan, jantung, hemodinamik, pernafasan, parameter

metabolik dan farmakologis yang jauh berubah. Dengan peningkatan ventilasi menit

dan konsumsi oksigen dan penurunan dalam cadangan oksigen (penurunan kapasitas

residu fungsional dan volume residu), wanita hamil menjadi lebih cepat hypoxaemic.

Oksigen harus selalu diberikan selama periode rentan untuk mempertahankan

oksigenasi.

Manajemen jalan napas oleh masker wajah, masker laring atau intubasi trakea

bisa secara teknis sulit karena diameter anteroposterior dinding dada meningkat,

pembesaran payudara, edema laring dan berat badan mempengaruhi jaringan lunak

leher. Canul nasal harus dihindari dalam kehamilan karena peningkatan vaskularisasi

selaput lendir. Penurunan konsentrasi cholinesterase plasma sebanyak 30% secara

teori menyebabkan succinylcholine, anestesi lokal ester memiliki efek yang lebih

lama.

Aspirasi profilaksis dianjurkan dari awal trimester kedua. Kehamilan

berhubungan dengan persyaratan anestesi yang lebih rendah, meskipun mekanisme ini

tidak diketahui. Konsentrasi minimum alveolar (MAC) untuk anestesi inhalasi

berkurang sebesar 30% sedini 8-12 minggu kehamilan. Obat IV yang menginduksi

anestesi umum juga harus diberikan dalam dosis yang lebih rendah.

Kesejahteraan janin harus dinilai oleh USG atau Doppler sebelum dan setelah

anestesi dan pembedahan. Karena peningkatan risiko hipoksemia, kesulitan dengan

intubasi, aspirasi asam dan risiko bagi janin, anestesi regional lebih dipilih dari

anestesi umum jika keadaan memungkinkan.

23

Page 24: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

5.2.6 Anestesi pada trimester kedua

Kompresi Aortocaval adalah bahaya yang paling ditakutkan pada operasi ibu

hamil dengan usia gestasi lebih dari 20 minggu. Karena berat uterus dapat mendesak

vena inferior yang mengakibatkan penurunan aliran vena dan cardiac output.

Sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah uterus-plasenta. Hal ini y dapat

terjadi pada bebepa wanita hamil dengan posisi telentang. Biasanya keadaan ini dapat

dikompensasi dengan vasokontriksi dan takikardi pada ekstremitas atas.5 Efek ini

dapat diperburuk oleh regional atau anestesi umum ketika mekanisme kompensasi

normal dilemahkan atau dihapuskan. Aortocaval kompresi dapat dihindari dengan

menggunakan posisi lateral. Hal ini juga dapat dikurangi dengan perpindahan rahim

melalui wedging atau perpindahan manual.

Kehamilan berhubungan dengan keadaan hiperkoagulasi karena peningkatan

pro-koagulan faktor. Insiden komplikasi tromboembolik setidaknya lima kali lebih

besar selama kehamilan; tromboprofilaksis sangat penting

5.2.7 Anestesi untuk trimester ketiga

Pada usia kehamilan ini, melahirkan melalui operasi caesar sebelum operasi

utama adalah sering dianjurkan. Bila memungkinkan, operasi harus ditunda 48 jam

untuk memungkinkan terapi steroid untuk meningkatkan pematangan paru janin.

Mungkin lebih tepat untuk melahirkan bayi dengan anestesi regional, kemudian

dikonversi ke anestesi umum untuk operasi definitif. Anestesi pasca persalinan harus

disesuaikan dengan persyaratan bedah, dengan tindakan pencegahan bahwa agen-agen

volatil harus dihentikan atau digunakan hanya dalam dosis kecil (<0,5 MAC) bersama

dengan oxytocics untuk meminimalkan risiko atonia uteri dan perdarahan.4

Bedah, stres dan anestesi dapat menekan laktasi, setidaknya untuk sementara.

Kebanyakan obat diekskresikan ke dalam ASI, namun, hanya sedikit yang benar-

benar dikontraindikasikan selama menyusui (zat radioaktif misalnya, ergotamine,

lithium, agen psikotropika.

5.2.8 Pengawasan Post-operatif

24

Page 25: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Denyut jantung janin (DJJ) dan aktivitas uterus harus dipantau selama

pemulihan dari anestesi. Jika janin layak untuk persalinan prematur, konsultasi

dengan konsultan pediatric telah mennyarankan, jika perlu, pasien harus dipindahkan

ke rumah sakit dengan perawatan intensif neonatal unit. Analgesia yang memadai

harus diperoleh dengan sistemik atau opioid tulang belakang. Anestesi regional lebih

disukai karena opioid sistemik dapat mengurangi variabilitas DJJ. Penggunaan rutin

dan berkepanjangan nonsteroid obat antiinflamasi sebaiknya dihindari karena efek

janin potensial (misalnya, prematur penutupan ductus arteriosus dan pengembangan

oligohidramnion). Acetaminophen aman untuk meresepkan dalam pengaturan ini.

Mobilisasi awal dan profilaksis trombosis vena harus harus diwaspadai pada pasien

beresiko untuk tromboemboli.

5.3 Obat Anestesi yang Aman Untuk Ibu Hamil

Kedua jenis anestesi umum dan spinal telah dianggap berhasil digunakan

untuk operasi non obstetric pada ibu hamil. Tidak ada penelitian yang terbaru

menunjukkan keunggulan suatu teknik dibandingkan yang lain dalam hal hasil bagi

janin. Anestesi spinal memang mencegah resiko yang potensial akan kegagalan

intubasi dan aspirasi serta mengurangi pemaparan teratogen yang potensial bagi

janin.Dalam anestesi dan operasi, calon janin paling baik dipastikan dengan

perawatan yang cermat dari parameter hemodinamik dan oksigenasi ibu. Pemantauan

tertutup akan respon janin terhadap tanda-tanda kegawatan sangat direkomendasikan.

Saat penilaian preoperasi, premedikasi untuk menenangkan kegelisahan bisa

untuk dipertimbangkan. Profilaksis terhadap aspirasi pneumonitis dengan H2-

reseptor antagonis dan nonpartikulat antasida harus diberikan sejak 16 minggu

gestasi. Sejak saat tersebut, pasien harus dipertimbangkan berada pada resiko

kompresi aortocaval dan aspirasi pneumonitis.

Anestesiaa umum biasanya dipertahankan dengan agen anestetik yang mudah

menguap, yaitu udara oksigen atau campuran N2O/O2. Studi terbaru tidak

menemukan N2O teratogenik dalam penggunaan klinis. Efek dari anestesia umum

yang ringan dan berasosiasi dengan katekolamin yang menghasilkan terganggunya

perfusi uteroplacental yang dianggap berbahaya bagi janin.

25

Page 26: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Tekanan positif ventilasi harus digunakan dengan perawatan dan akhir tidal

level CO2 harus dipertahankan dalam batasan yang terlihat normal dalam

kehamilan.Ada hubungan linear antara PaCO2 maternal dengan PaCO2 janin.

Maternal hiperkarbia membatasi gradient dari difusi CO2 dari janin ke darah

ibu dan dapat menyebabkan asidosis janin, sehingga meningkatkan resiko kematian

janin. Dengan alasan ini, analisa gas darah rutin sangat dianjurkan dalam operasi

laparaskopi, dimana CO2 digunakan untuk menetapkan dan mempertahankan

pneumoperitoneum. Studi terbaru menemukan korelasi yang baik antara tidal akhir

CO2 dan PaCO2 dalam kehamilan dan menyimpulkan bahwa gradient sebelumnya

dapat digunakan dengan aman sebagai petunjuk ventilasi selama laparaskopi pada

pasien hamil.11

Aplikasi terhadap positif dan tekanan ekspirasi harus dipertimbangkan pada

perubahan hemodinamik yang dapat membahayakan perfusi plasenta. Pasien harus

diekstubasi sehingga sadar penuh dalam posisi lateral setelah melakukan suction

orogastric untuk bertahannya aspirasi sampai reflek jalan napas yang aman telah

kembali.

5.4 Persiapan Pra Anestesi

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus

dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2

hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi

pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat

mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan

kunjungan praanestesi adalah:

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan

fisik dan kehendak pasien.

c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology):

26

Page 27: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,

biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai

akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas.

Angka mortalitas 38%.

ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu

sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka

mortalitas 68%.

ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada

harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi/ dengan operasi. Angka

mortalitas 98%.

ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan).

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan otak,

jantung, paru, ibu dan anak.

5.4.2 ANALGESIA SPINAL

Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah

pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal

diperoleh dengan cara menyuntikan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.

Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.

Indikasi:

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rectum- perineum

4. Bedah obstetric-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah27

Page 28: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasikan dengan

anastesi umum ringan

Kontra indikasi absolut :

1. Pasien menolak

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. hipovolemia berat, syok.

4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

5. Tekanan intracranial meninggi.

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anastesia.

Kontra indikasi relatif

1. Infeksi sistemik (sepsi, bakteremi)

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologist

4. Kelainan psikis

5. Penyakit jantung

6. Hipovolemia ringan

7. Nyeri punggung kronis.

5.4.3 Persiapan analgesia spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesi

umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,

misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga

tak teraba tonjolan prossesus spinosus. Selain itu perlu di perhatikan hal-hal

mdibawah ini:

1. Informed consent

kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anastesi spinal.

2. Pemeriksaan fisik

tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya.

28

Page 29: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran

hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (Partial thromboplastine

time).

Peralatan analgesia spinal

1. Peralatan monitor

tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG.

2. Peralatan resusitasi/anastesia umum

3. Jarum spinal

jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke- babcock) atau

jarum spinal dengan ujung pinsil (whiteacre)

Teknik Analgesia Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis

tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja

operasi tanpa di pindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.

Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan

menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri

bantal kepala, selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien

membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang

punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau

L4-L5. tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

3. sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. beri anastetik lokal pada tempat tusukan.

5. cara tusukan untuk jarum spinal besar 22G, 23G, dan 25G dapat langsung

digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G, dianjurkan menggunakan

penutup jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukan

introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah kepala kemudian memasukan

jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum

tajam, irisan jarum harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring

29

Page 30: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang

berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal.setelah resistensi menghilang, mandrin

jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat

dimasukan pelan-pelan (0.5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk

meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum 90 derajat

biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinu dapat dimasukan kateter.

6. posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

(wasir) dengan anaestetik hiperbarik. Jarang kulit- ligamentum flavum dewasa kurang

lebih 6 cm.

5.4.4 Anestetik Lokal Untuk Analgesia Spinal

Berat jenis cairan cerebrospinalis (css) pada suhu 37 derajat ialah 1.003-

1.008. Anatesi lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobarik. Anastesi

lokal dengan berat jenis lebih besar dengan CSS disebut hiperbarik. Anastesi lokal

dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.

Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan

mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.

Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur

dengan air injeksi.

Anestetik lokal Berat

jenis

sifat Dosis

Lidokain (xylobain,

lignokain)

2% plain

5% dalam dekstrosa

7.5%

1.006

1.033

Isobarik

hiperbarik

20-100mg

(2-5ml)

20-50 mg (1-

2ml)

30

Page 31: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Bupivakain (markain)

0.5% dalam air

0.5% dalam dekstrosa

8.25%

1.005

1.027

Isobarik

Hiperbarik

5-20mg (1-

4ml)

5-15mg (1-

3ml)

Pengamatan selama operasi

Selama operasi yang harus dipantau:

Jalan napas tetap bebas

Pernapasan dan gerak dada cukup

Saturasi oksigen di atas 95% (kalau ada)

Denyut nadi yang teratur

Jumlah perdarahan dan jumlah cairan infus yang masuk

Komplikasi tindakan

1. Hipotensi berat akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’. Pada dewasa dicegah

dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum

tindakan.

2. Bradikardi dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok

sampai T-2.

3. Hipoventilasi akibat paralysis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.

4. Trauma pembuluh darah

5. Trauma saraf

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi, spinal total.

31

Page 32: 200133316 case-report-anestesi-appensisitis

Daftar Pustaka

 

_______ . (2005) . NANDA Nursing Diagnosis and Clasification 2005-2006 . USA : NANDA.

_______ . (2008) . Asuhan Keperawatan . didapat dari www.ns-nining.blogspot.com [Diakses 23 Desember 2009].

_______ . (2009) . Laporan Pendahuluan Periappendic infiltrat . didapat dari www.lantz23.wordpress.com [Diakses 26 Desember 2009]

Doenges, M E dkk . (2000) . Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien . Jakarta : EGC.

Elizabeth J. Corwin . (2001) . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.

Johnson, M et all . (2000) . Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby: Philadelphia.

Manjoer, Arif . (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculspius.

McCloskey, J dan G, Bulechek . (2000) . Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby: Philadelphia

Smeltzer, S.C . (2002) . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2 . Jakarta : EGC.

Tighe, Shirley M . (2007) . Instrumentation for thr Operating Room Seventh Edition . Misoury : Mosby Inc.

32