Upload
homeworkping4
View
465
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang
meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan
menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu
keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya
1
sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi
umum, lainnya dengan anestesi lokal/regional.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi
dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan
suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi
riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik,
obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang
mungkin timbul pada pasca anestesi.
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang
dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan
pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan
sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Usia : 27 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
2
Alamat : Kampung Dalam no 16 RT 05 RW 01
Tanggal Masuk RS : 23 Desember 2013
II. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah sejak
3 hari yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri bertambah jika pasien berjalan.
Pasien pernah mengkonsumsi obat promag tetapi nyeri tidak menghilang. Mual dan
muntah disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan, pasien
sedang tidak haid dan hamil 4 minggu.
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat asma, alergi terhadap makanan,
maupun alergi terhadap obat-obatan. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit gastritis, dan juga
riwayat batuk yang lama. Namun pasien mengatakan bahwa ibunya memiliki penyakit
kencing manis dan ayahnya memiliki penyakit darah tinggi. Pasien juga mangaku
tidak punya gigi palsu dan tidak ada gigi yang goyang. Pasien tidak memiliki riwayat
operasi sebelumnya.
Pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol,
mengkonsumsi obat-obatan.
Sebelum operasi pasien sudah menjalani puasa selama 9 jam. Selama itu
selang infus telah terpasang pada tangan kanan pasien.
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 160cm
BMI : 23,43
Tanda tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmhg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,8 C
Pernafasan : 20 x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung : Simetris, liang hidung lapang, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Simetris, liang telinga lapang, MT intak +/+, sekret -/-
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), bau pernafasan (-),
gerak sendi temporo mandibula baik
Gigi geligi : Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi depan menonjol (-)
Rongga mulut : Terlihat palatum mole dan durum, terlihat tonsil dan uvula
(Mallampati I), oral hygiene baik.
Leher : Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB tidak
teraba membesar
Thorax : Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris kanan dan kiri
Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vocal fremitus simetris, sonor (+/+), suara nafas vesikuler
normal, Ronki (-/-), wheezing (-/-)
4
Abdomen : Datar, teraba supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4x/menit,
nyeri tekan titik Mcburney (+),psoas sign (+), rovsing sign (+),
obturator sign (+), defense mucsular (-), timpani.
Ekstremitas : Akral hangat (+) Edema (–)
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
H2TL
o Hb : 12,7 gr/dl
o Ht : 35,2 %
o Leukosit : 7300 /uL
o Trombosit : 385.000 /uL
Urine Lengkap
o Warna : kuning muda
o Berat Jenis : 1020
o PH : 6,5
o Blood : negatif
o Nitrit : negatif
o Protein : negatif
o Bilirubin : negatif
o Aseton : negatif
o Reduksi : negatif
o Urobilinogen : 0,2
o Leukosit : 1-3
o Eritrosit : 2-4 H
o Epitel : +1
o Bakteri : negatif
o Silinder : negatif
o Kristal : negatif
o HCG Rapid Test : positif
5
Hemostasis
o Masa pendarahan : 1,30 menit
o Masa pembekuan : 13 menit
o Kontrol (masa protrombin) : 12 detik
o Pasien (masa protrombin) : 13 detik
Kimia Klinik
o GDS : 87 mg/dl
o Ureum : 22 mg/dl
o Kreatinin :0,80 mg/dl
AGD dan elektrolit
o Natrium : 143 mmol/L
o Kalium : 3,9 mmol/L
o Clorida :106 mmol/L
RESUMESeorang perempuan umur 27 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 3 hari lalu dan hamil 4 minggu, karena pemeriksaan appendisitis positif dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi appendectomie. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi dan pernapasan dalam batas normal. Namun pada psoas sign (+), rovsing sign (+), dan obturator sign (+) serta nyeri ketok (+) Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
DIAGNOSA KERJAAppendisitis akut dengan adhesi grade II
KESIMPULANBerdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:
Diagnosa perioperatif:
Status operatif : ASA 2E
Jenis operasi : Appendiktomi
Jenis anestesi : Anestesi Regional (spinal)
6
BAB III
LAPORAN ANESTESI
A. Pre Operatif
Informed Consent (+)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
7
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Terpasang infus di tangan kanan RL 500cc
B. Monitoring Tindakan Operasi :
Jam Tindakan TD
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
Saturasi
O2 (%)
00.00 - Pasien masuk ke kamar operasi,
dan dipindahkan ke meja operasi
Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
Infus RL terpasang pada tangan
kiri
125/60 95 100
00.10 Obat induksi dimasukkan secara
iv:
o Bupivacaine 20
Dalam beberapa saat pasien
teranestesi regional
Dilakukan pemasangan nasal
kanul, dan diberikan:
o O2 : 2L/menit
Pernafasan sponatan
120/64 96 100
00.20 Pemasangan kateter
Operasi dimulai
Kondisi terkontrol
110/68 98 100
00.25 Kondisi terkontrol 113/67 96 100
00.30 Pasien mengeluh mual lalu
muntah dan diberikan ondansetron
4 mg dan dexamethasone 5 mg
102/54 95 100
00.35 Kondisi terkontrol 124/76 131 100
00.40- Kondisi terkontrol 106/69 96 100
8
01.10
01.15 Kondisi terkontrol
Operasi selesai
Pemberian O2 dihentikan
112/69 92 100
01.20 Pelepasan alat monitoring 117/70 92 100
01.25 Pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan
Dilakukan monitoring tensi,
nadi,dan pernafasan
120/80 100 100
INTRAOPERATIF (24 Desember 2013)
Tindakan Operasi : Appendiktomi
Tindakan Anestesi: Anestesi regional (spinal)
Lama Operasi : 55 menit (00.20-01.15)
Lama Anestesi : 60 menit (00.10 – 01.10)
Jenis Anestesi : Spinal anestesi, pasien duduk , L3-L4, spinocath No.26 , LCS
(+) jernih, darah (-) dan menggunakan O2 2L/mnt
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan
Infus : Ringer laktat pada tangan kiri 500cc
Premedikasi : -
Induksi : Bupivacaine injeksi spinal
Rumatan : O2 2L/menit
Medikasi : Ondansetron 4 mg dan dexamethasone 5 mg i.v
Cairan : Cairan Masuk : RL 350cc, cairan keluar : 100cc, perdarahan :
50cc
IV. POST OPERATIF
- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke bangsal B
9
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 100x/min
- RL 1000ml/24 jam
- Tramadol 100mg/8 jam drip
- ?? RDT 500ml/24 jam ??
- Puasa sementara, sadar betul, boleh minum
Penilaian pemulihan kesadaran
Tabel 1. Bromage score
Score Criteria Degree of Block
0Tidak ada hambatan motorik, flexi sempurna
dari lutut dan kaki
Nill (0%)
1Tidak mampu ekstensi tungkai. Dapat fleksi
lutut, mampu menggerakkan kaki.
Partial (33%)
10
2Tidak dapat fleksi lutut tapi dapat
menggerakkan kaki dengan bebas.
Almost complete (66%)
3Tidak mampu fleksi sendi pergelangan kaki.
Tidak dapat menggerakkan kaki atau lutut
Complete (100%)
Total score < 2 dapat dipindahkan keruang perawatan
Pada pasien ini didapatkan nilai bromage score I, pasien dipindahkan ke bangsal B.
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis appendisitis dengan ASA 2E, yakni pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang dan keadaan Cito atau emergency. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi
11
apendectomie. Menjelang operasi pasien tampak sakit ringan, tenang, kesadaran compos
mentis. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi regional (spinal) dengan spinocath no.26,
induksi dengan bupivacaine 20 mg (dosis induksi bupivacaine 1-2 mg/kgBB). Bupivacaine
merupakan anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada
membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat
bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi
perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut
berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat.
Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung,
eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal. Lama
kerja analgesia bupivacaine 0,5 % antara 3-5 jam pada segmen torakal bawah dan lumbal.
Bupivacaine 0,5 % menghasilkan relaksasi otot pada anggota badan bagian bawah selama 3-4
jam. Ginjal adalah organ ekskresi utama untuk kebanyakan anestetik lokal dan metabolitnya.
Ekskresi melalui urin dipengaruhi oleh perfusi renal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pH urin. Potensi Bupivacaine 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Sifat
hambatan sensoris lebih dominan dibanding motoris.
Diberikan medikasi ondansetron 4 mg dan dexamethasone 5 mg i.v. Ondansentron
merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan
dan pengobatan mual dan muntah selama dan p Pada pasien asca bedah. Ondansentron
diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi..
Pelepasan 5HT3 ke dalam usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan serabut aferen
vagal lewat reseptornya.
Dexamethasone adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya berhubungan
dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan merangsang pelepasan endorphin, yang
mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan. Mekanisme kerja dexamethasone dengan
inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi substansi yang berasal dari metabolisme asam
arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Dexamethasone mempunyai efek antiemetik,
diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan prostaglandin secara sentral sehingga
terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat, menghambat pelepasan serotonin di
saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin dengan reseptor 5-HT3, pelepasan
12
endorphin, dan anti inflamasi yang kuat di daerah pembedahan dan diduga glukokortikoid
mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf pusat dan akan mempengaruhi regulasi
dari neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal dan konfigurasi neuron.
Dexamethasone memiliki waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan sangat baik diberikan
sebagai profilaksis saat sesudah induksi dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah
PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) . Dexamethasone mempunyai waktu paruh 36-
72 jam. Dexamethasone mempunyai efek yang sama pada anak-anak dan dewasa. Dosis
dexamethasone 4-10 mg untuk dewasa , dan 150ug/KgBB untuk anak-anak. Dexamethasone
di metabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan O2 L/menit dengan nasal
kanul. Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara terus menerus
dan pemberian cairan intravena RL
Terapi cairah intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :
Berat Badan pasien 60 kg
Kebutuhan Cairan Basal (M) :
4 ml x 10 kg = 40 ml/jam
2 ml x 10 kg = 20 ml/jam
1 ml x 40 kg = 40 ml/jam13
Total : 100 ml/jam
Kebutuhan cairan operasi (O) :
Operasi ringan = 0-2 ml/kg
2 ml x 60kg = 120 ml
Kebutuhan cairan puasa (P)
Kebutuhan cairan basal x lama puasa (jam)
100 ml/kg x 6 jam = 600 ml
Pemberian cairan jam pertama :
Kebutuhan cairan basal + Kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan puasa =
100 ml + 120 ml + 300 ml = 520 ml
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Appendiktomi
5.1.1 Definisi
Appendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk meotong jaringan appendiks yang mengalami peradangan.
14
5.1.2 Indikasi Appendiktomi
Appendiktomi dilakukan pada pasien dengan appendisitis.
5.1.3 Kontraindikasi
- Gangguan paru yang parah (misalnya, COPD, penyakit paru-paru
interstitial),
- Diatesis perdarahan,
- Gagal jantung berat,
- Hipertensi portal,
- Operasi abdomen sebelumnya
5.1.4 Penilaian Praoperasi
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi.
a. Persiapan di bangsal
o Persiapan 1 malam sebelum operasi
- Puasa dan pembatasan makan dan minum.
- Pemberian enema jika perlu.
- Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
- Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum
selama 8 – 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang
gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi
untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
- Persiapan untuk anastesi
- Ahli anastesi selalu berkunjung pada pasien pada malam sebelum
operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan
15
neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan
selama operasi.
- Meningkatkan istirahat dan tidur
o Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam
sebelum obat-obatan pre operasi :
- Mencatat tanda-tanda vital
- Cek gelang identitas klien
- Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
- Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
- Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
- Anjurkan klien untuk buang air kecil
- Perawatan mulut jika perlu
- Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
- Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia
b. Persiapan penunjang
- Laboratorium
Nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil
yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan
appendisitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu
diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan
hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler,
neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah
16
memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada
tempat yang terkena jejas dengan cara: mempersiapkan berbagai bentuk
fagosit (leukosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat tersebut,
pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi, menetralisir
dan mencairkan iritan, membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan
fibrin dan terbentuknya dinding jaringan granulasi.
Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik
apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya
leukositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah leukosit lebih dari
18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis
(Raffensperger, 1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis akut
ditemukan jumlah leukosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi
perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Sedang
Doraiswamy (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara kenaikan
angka leukosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman
menentukan diagnosa apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis
bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai
sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah leukosit untuk
apendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada
hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan
peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute
(Bolton et al, 1975). Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan
appendisitis akut, memiliki jumlah leukosit dan granulosit tetap normal
(Nauts et al, 1986).
C-Reactive Protein (CRP). Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai
konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri
abdomen.
17
Foto Polos abdomen
Mungkin terlihat adanya fekalit (kotoran yang mengeras dan
terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat
pembukaan appendik) pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai
dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud,
1993). Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus
pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan
seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari
udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses
peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot
sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita
appendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi perforasi, maka pada
foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-
kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-
kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-
usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran
lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun
terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya
permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya
obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). Foto x-ray abdomen dapat
mendeteksi adanya fekalit yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini
biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses
appendiks kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level
pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar)
sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendiks. Pada appendisitis
akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit :
kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.
18
c. Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent (Surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis pembedahan dan anastesi). Informed
consent perlu diberikan kepada pasien sehubungan dengan risiko dan
komplikasi yang potensial akan dialami pasien.
5.1.5 Intra Operasi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas keperawatan
yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management (Pengaturan posisi pasien)
Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang
operasi adalah: daerah operasi, usia, berat badan pasien, tipe anastesidan
nyeri. Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak
melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah
atau medan operasi.
- Kesejajaran fungsional maksudnya adalah memberikan posisi yang
tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi
yang berbeda pula à supine
- Pemajanan area pembedahan maksudnya adalah daerah mana yang
akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang
hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik
drapping à titik Mc. Burney
19
- Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
dengan tujuan untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai
bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi
fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
- Memasang alat grounding ke pasien
- Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk
menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
- Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap
seperti: cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen
tepat.
b. Monitoring Fisiologis
Melakukan balance cairan
- Memantau kondisi cardiopulmonal meliputi fungsi pernafasan,
nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
- Pemantauan terhadap perubahan vital sign
c. Monitoring Psikologis
- Memberikan dukungan emosional pada pasien
- Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur
induksi
- Mengkaji status emosional klien
- Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika
ada perubahan)
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
20
- Memantau keamanan fisik pasien
- Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
5.1.6 Post Operasi
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis
umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30 ml/jam. Keesokan
harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selam 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-
7. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. aktifitas
normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
5.2 Anestesi pada Ibu Hamil
5.2.1 Manajemen Anastesi pada Ibu Hamil
Dalam rangka untuk memberikan anestesi yang aman bagi ibu dan janin, adalah
penting untuk mengingat perubahan fisiologis dan farmakologis yang menjadi ciri tiga
trimester kehamilan; perubahan ini dapat menimbulkan bahaya bagi mereka berdua.
Dokter anestesi memiliki tujuan sebagai berikut:4
-mengoptimalkan dan menjaga fungsi fisiologis normal pada ibu;
-mengoptimalkan dan menjaga aliran darah utero-plasenta dan pemberian oksigen;
-menghindari efek obat yang tidak diinginkan pada janin;
-menghindari merangsang miometrium (efek oxytocic)
5.2.2 Penilaian Pre-operatif21
Tindakan anestesi selama kehamilan perlu melibatkan hubungan dekat dengan
dokter kandungan dan termasuk penilaian USG dari janin selain itu juga diperlukan
konsultasi dengan Neonatologist. Selama penyelidikan radiologi, paparan janin harus
diminimalkan. Hasil tes darah yang relevan harus tersedia.4
Pra-pengobatan harus selalu menyertakan profilaksis aspirasi seperti ranitidin
sitrat, natrium dan metoclopramide. Premedikasi anxiolysis (Misalnya, midazolam 1
mg) mungkin diperlukan untuk cemas nifas, seperti katekolamin tinggi dapat
menurunkan rahim aliran darah. Analgesia harus diresepkan mana yang tepat untuk
menghindari efek merusak dari stres pada ibu dan janin. Non-steroid anti-inflamasi
obat harus dihindari, karena risiko penutupan prematur duktus arteriosus. Namun,
aspirin dosis rendah, bahkan ketika diminum secara teratur, tampaknya aman dalam
hal ini.4,5
5.2.3 Pertimbangan Obat
Antara 15 dan 56 hari kehamilan, embrio manusia dikatakan paling rentan
terhadap efek teratogenik obat.7 Sejak tahun 1978, sebagian besar obat yang
digunakan dalam obat-obatan dan anestesi telah ditetapkan kode dalam Katalog
Swedia Specialities Farmasi Terdaftar ( Fass). Kode-kode ini panduan untuk pilihan
yang sesuai dari agen sehubungan dengan efek pada janin, plasenta dan rahim-
plasenta aliran darah, dan kemungkinan aborsi. Studi hasil dalam jumlah besar
perempuan yang menjalani operasi selama kehamilan menunjukkan tidak ada
peningkatan kelainan bawaan, tetapi risiko yang lebih besar dari pembatasan aborsi,
pertumbuhan dan berat badan lahir rendah. Studi ini menyimpulkan bahwa masalah
dihasilkan dari penyakit primer atau prosedur bedah itu sendiri daripada paparan
anestesi.8
Meskipun data yang tersedia tidak lengkap, penelitian menunjukkan bahwa
pemberian suatu analgesik, hipnotis opioid atau obat penenang tidak akan memiliki
efek merusak pada embrio atau perkembangan janin. Konsensus saat ini adalah
bahwa benzodiazepin tidak teratogenik dan dosis tunggal tampaknya aman. Karena
kekhawatiran tentang peningkatan risiko sumbing, penggunaan biasa, terutama pada
trimester pertama, mungkin harus dihindari.9
22
5.2.4 Anestesi dan gestasi
Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan sama sekali selama kehamilan.
Operasi darurat harus melanjutkan tanpa memandang usia kehamilan dan tujuan
utama adalah untuk melestarikan kehidupan ibu. Dimana layak, operasi sering
ditunda sampai trimester kedua untuk mengurangi resiko teratogenitas dan keguguran,
meskipun tidak ada bukti kuat untuk mendukung hal ini.4
5.2.5 Anestesi pada Trimester Pertama
Setelah 6-8 minggu kehamilan, jantung, hemodinamik, pernafasan, parameter
metabolik dan farmakologis yang jauh berubah. Dengan peningkatan ventilasi menit
dan konsumsi oksigen dan penurunan dalam cadangan oksigen (penurunan kapasitas
residu fungsional dan volume residu), wanita hamil menjadi lebih cepat hypoxaemic.
Oksigen harus selalu diberikan selama periode rentan untuk mempertahankan
oksigenasi.
Manajemen jalan napas oleh masker wajah, masker laring atau intubasi trakea
bisa secara teknis sulit karena diameter anteroposterior dinding dada meningkat,
pembesaran payudara, edema laring dan berat badan mempengaruhi jaringan lunak
leher. Canul nasal harus dihindari dalam kehamilan karena peningkatan vaskularisasi
selaput lendir. Penurunan konsentrasi cholinesterase plasma sebanyak 30% secara
teori menyebabkan succinylcholine, anestesi lokal ester memiliki efek yang lebih
lama.
Aspirasi profilaksis dianjurkan dari awal trimester kedua. Kehamilan
berhubungan dengan persyaratan anestesi yang lebih rendah, meskipun mekanisme ini
tidak diketahui. Konsentrasi minimum alveolar (MAC) untuk anestesi inhalasi
berkurang sebesar 30% sedini 8-12 minggu kehamilan. Obat IV yang menginduksi
anestesi umum juga harus diberikan dalam dosis yang lebih rendah.
Kesejahteraan janin harus dinilai oleh USG atau Doppler sebelum dan setelah
anestesi dan pembedahan. Karena peningkatan risiko hipoksemia, kesulitan dengan
intubasi, aspirasi asam dan risiko bagi janin, anestesi regional lebih dipilih dari
anestesi umum jika keadaan memungkinkan.
23
5.2.6 Anestesi pada trimester kedua
Kompresi Aortocaval adalah bahaya yang paling ditakutkan pada operasi ibu
hamil dengan usia gestasi lebih dari 20 minggu. Karena berat uterus dapat mendesak
vena inferior yang mengakibatkan penurunan aliran vena dan cardiac output.
Sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah uterus-plasenta. Hal ini y dapat
terjadi pada bebepa wanita hamil dengan posisi telentang. Biasanya keadaan ini dapat
dikompensasi dengan vasokontriksi dan takikardi pada ekstremitas atas.5 Efek ini
dapat diperburuk oleh regional atau anestesi umum ketika mekanisme kompensasi
normal dilemahkan atau dihapuskan. Aortocaval kompresi dapat dihindari dengan
menggunakan posisi lateral. Hal ini juga dapat dikurangi dengan perpindahan rahim
melalui wedging atau perpindahan manual.
Kehamilan berhubungan dengan keadaan hiperkoagulasi karena peningkatan
pro-koagulan faktor. Insiden komplikasi tromboembolik setidaknya lima kali lebih
besar selama kehamilan; tromboprofilaksis sangat penting
5.2.7 Anestesi untuk trimester ketiga
Pada usia kehamilan ini, melahirkan melalui operasi caesar sebelum operasi
utama adalah sering dianjurkan. Bila memungkinkan, operasi harus ditunda 48 jam
untuk memungkinkan terapi steroid untuk meningkatkan pematangan paru janin.
Mungkin lebih tepat untuk melahirkan bayi dengan anestesi regional, kemudian
dikonversi ke anestesi umum untuk operasi definitif. Anestesi pasca persalinan harus
disesuaikan dengan persyaratan bedah, dengan tindakan pencegahan bahwa agen-agen
volatil harus dihentikan atau digunakan hanya dalam dosis kecil (<0,5 MAC) bersama
dengan oxytocics untuk meminimalkan risiko atonia uteri dan perdarahan.4
Bedah, stres dan anestesi dapat menekan laktasi, setidaknya untuk sementara.
Kebanyakan obat diekskresikan ke dalam ASI, namun, hanya sedikit yang benar-
benar dikontraindikasikan selama menyusui (zat radioaktif misalnya, ergotamine,
lithium, agen psikotropika.
5.2.8 Pengawasan Post-operatif
24
Denyut jantung janin (DJJ) dan aktivitas uterus harus dipantau selama
pemulihan dari anestesi. Jika janin layak untuk persalinan prematur, konsultasi
dengan konsultan pediatric telah mennyarankan, jika perlu, pasien harus dipindahkan
ke rumah sakit dengan perawatan intensif neonatal unit. Analgesia yang memadai
harus diperoleh dengan sistemik atau opioid tulang belakang. Anestesi regional lebih
disukai karena opioid sistemik dapat mengurangi variabilitas DJJ. Penggunaan rutin
dan berkepanjangan nonsteroid obat antiinflamasi sebaiknya dihindari karena efek
janin potensial (misalnya, prematur penutupan ductus arteriosus dan pengembangan
oligohidramnion). Acetaminophen aman untuk meresepkan dalam pengaturan ini.
Mobilisasi awal dan profilaksis trombosis vena harus harus diwaspadai pada pasien
beresiko untuk tromboemboli.
5.3 Obat Anestesi yang Aman Untuk Ibu Hamil
Kedua jenis anestesi umum dan spinal telah dianggap berhasil digunakan
untuk operasi non obstetric pada ibu hamil. Tidak ada penelitian yang terbaru
menunjukkan keunggulan suatu teknik dibandingkan yang lain dalam hal hasil bagi
janin. Anestesi spinal memang mencegah resiko yang potensial akan kegagalan
intubasi dan aspirasi serta mengurangi pemaparan teratogen yang potensial bagi
janin.Dalam anestesi dan operasi, calon janin paling baik dipastikan dengan
perawatan yang cermat dari parameter hemodinamik dan oksigenasi ibu. Pemantauan
tertutup akan respon janin terhadap tanda-tanda kegawatan sangat direkomendasikan.
Saat penilaian preoperasi, premedikasi untuk menenangkan kegelisahan bisa
untuk dipertimbangkan. Profilaksis terhadap aspirasi pneumonitis dengan H2-
reseptor antagonis dan nonpartikulat antasida harus diberikan sejak 16 minggu
gestasi. Sejak saat tersebut, pasien harus dipertimbangkan berada pada resiko
kompresi aortocaval dan aspirasi pneumonitis.
Anestesiaa umum biasanya dipertahankan dengan agen anestetik yang mudah
menguap, yaitu udara oksigen atau campuran N2O/O2. Studi terbaru tidak
menemukan N2O teratogenik dalam penggunaan klinis. Efek dari anestesia umum
yang ringan dan berasosiasi dengan katekolamin yang menghasilkan terganggunya
perfusi uteroplacental yang dianggap berbahaya bagi janin.
25
Tekanan positif ventilasi harus digunakan dengan perawatan dan akhir tidal
level CO2 harus dipertahankan dalam batasan yang terlihat normal dalam
kehamilan.Ada hubungan linear antara PaCO2 maternal dengan PaCO2 janin.
Maternal hiperkarbia membatasi gradient dari difusi CO2 dari janin ke darah
ibu dan dapat menyebabkan asidosis janin, sehingga meningkatkan resiko kematian
janin. Dengan alasan ini, analisa gas darah rutin sangat dianjurkan dalam operasi
laparaskopi, dimana CO2 digunakan untuk menetapkan dan mempertahankan
pneumoperitoneum. Studi terbaru menemukan korelasi yang baik antara tidal akhir
CO2 dan PaCO2 dalam kehamilan dan menyimpulkan bahwa gradient sebelumnya
dapat digunakan dengan aman sebagai petunjuk ventilasi selama laparaskopi pada
pasien hamil.11
Aplikasi terhadap positif dan tekanan ekspirasi harus dipertimbangkan pada
perubahan hemodinamik yang dapat membahayakan perfusi plasenta. Pasien harus
diekstubasi sehingga sadar penuh dalam posisi lateral setelah melakukan suction
orogastric untuk bertahannya aspirasi sampai reflek jalan napas yang aman telah
kembali.
5.4 Persiapan Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus
dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2
hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi
pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat
mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan
kunjungan praanestesi adalah:
a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
26
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,
biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai
akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas.
Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu
sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka
mortalitas 68%.
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada
harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi/ dengan operasi. Angka
mortalitas 98%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan).
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan otak,
jantung, paru, ibu dan anak.
5.4.2 ANALGESIA SPINAL
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.
Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum- perineum
4. Bedah obstetric-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah27
7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasikan dengan
anastesi umum ringan
Kontra indikasi absolut :
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. hipovolemia berat, syok.
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5. Tekanan intracranial meninggi.
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anastesia.
Kontra indikasi relatif
1. Infeksi sistemik (sepsi, bakteremi)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologist
4. Kelainan psikis
5. Penyakit jantung
6. Hipovolemia ringan
7. Nyeri punggung kronis.
5.4.3 Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesi
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan prossesus spinosus. Selain itu perlu di perhatikan hal-hal
mdibawah ini:
1. Informed consent
kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anastesi spinal.
2. Pemeriksaan fisik
tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya.
28
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (Partial thromboplastine
time).
Peralatan analgesia spinal
1. Peralatan monitor
tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG.
2. Peralatan resusitasi/anastesia umum
3. Jarum spinal
jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke- babcock) atau
jarum spinal dengan ujung pinsil (whiteacre)
Teknik Analgesia Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja
operasi tanpa di pindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang
punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau
L4-L5. tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. beri anastetik lokal pada tempat tusukan.
5. cara tusukan untuk jarum spinal besar 22G, 23G, dan 25G dapat langsung
digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G, dianjurkan menggunakan
penutup jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah kepala kemudian memasukan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum
tajam, irisan jarum harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
29
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang
berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal.setelah resistensi menghilang, mandrin
jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukan pelan-pelan (0.5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum 90 derajat
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinu dapat dimasukan kateter.
6. posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anaestetik hiperbarik. Jarang kulit- ligamentum flavum dewasa kurang
lebih 6 cm.
5.4.4 Anestetik Lokal Untuk Analgesia Spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis (css) pada suhu 37 derajat ialah 1.003-
1.008. Anatesi lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobarik. Anastesi
lokal dengan berat jenis lebih besar dengan CSS disebut hiperbarik. Anastesi lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.
Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur
dengan air injeksi.
Anestetik lokal Berat
jenis
sifat Dosis
Lidokain (xylobain,
lignokain)
2% plain
5% dalam dekstrosa
7.5%
1.006
1.033
Isobarik
hiperbarik
20-100mg
(2-5ml)
20-50 mg (1-
2ml)
30
Bupivakain (markain)
0.5% dalam air
0.5% dalam dekstrosa
8.25%
1.005
1.027
Isobarik
Hiperbarik
5-20mg (1-
4ml)
5-15mg (1-
3ml)
Pengamatan selama operasi
Selama operasi yang harus dipantau:
Jalan napas tetap bebas
Pernapasan dan gerak dada cukup
Saturasi oksigen di atas 95% (kalau ada)
Denyut nadi yang teratur
Jumlah perdarahan dan jumlah cairan infus yang masuk
Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum
tindakan.
2. Bradikardi dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2.
3. Hipoventilasi akibat paralysis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi, spinal total.
31
Daftar Pustaka
_______ . (2005) . NANDA Nursing Diagnosis and Clasification 2005-2006 . USA : NANDA.
_______ . (2008) . Asuhan Keperawatan . didapat dari www.ns-nining.blogspot.com [Diakses 23 Desember 2009].
_______ . (2009) . Laporan Pendahuluan Periappendic infiltrat . didapat dari www.lantz23.wordpress.com [Diakses 26 Desember 2009]
Doenges, M E dkk . (2000) . Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien . Jakarta : EGC.
Elizabeth J. Corwin . (2001) . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.
Johnson, M et all . (2000) . Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby: Philadelphia.
Manjoer, Arif . (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculspius.
McCloskey, J dan G, Bulechek . (2000) . Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby: Philadelphia
Smeltzer, S.C . (2002) . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2 . Jakarta : EGC.
Tighe, Shirley M . (2007) . Instrumentation for thr Operating Room Seventh Edition . Misoury : Mosby Inc.
32