66
Wrap Up Skenario 1 MATA MERAH KELOMPOK A-9 Ketua : Arie Suseno (1102010032) Sekretaris : Annisha Kartika (1102010029) Anggota : Annisa Dienda A. P.S (1102010029) Anugrah Nurul Fitri (1102010031) Danita Dwi Maryana (1102011070) Debby Astasya Annisa (1102011071) Delviana Mustikaningsih (1102011073) Dewi Arika Hapsari (1102011075) Dewi Handayani (1102011076)

Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Embed Size (px)

DESCRIPTION

,

Citation preview

Page 1: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Wrap Up Skenario 1

MATA MERAH

KELOMPOK A-9

Ketua : Arie Suseno (1102010032)

Sekretaris : Annisha Kartika (1102010029)

Anggota : Annisa Dienda A. P.S (1102010029)

Anugrah Nurul Fitri (1102010031)

Danita Dwi Maryana (1102011070)

Debby Astasya Annisa (1102011071)

Delviana Mustikaningsih (1102011073)

Dewi Arika Hapsari (1102011075)

Dewi Handayani (1102011076)

UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

TAHUN PELARAN 2013-2014

Page 2: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

SKENARIO 1

MATA MERAH

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan

keluhan kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan

disertai dengan keluar banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami

gangguan. Pasien pernah menderita penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan oftalmologis :

VOD : 6/6, VOS : 6/6

Segmen anterior ODS : palpebra edema (-), lakarimasi (+), konjungtiva tarsalis

superior : giant papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi : injeksi

konjungtiva (+), limbus kornea : infiltrate (+)

Lain lain tidak ada kelainan.

Pasien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.

Setelah mendapatkan terapi pasien diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta

memelihara kesehatan mata sesuai tuntunan ajaran islam.

Page 3: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

STEP 1

KATA KATA SULIT

Giant papil : keadaan dimana bagian kelopak mata mengalami iritasi yang

berupa penonjolan seperti krikil.

VOD : Visus Oculi Dextra -> ketajaman mata kanan

VOS : Visus Oculi Sinistra -> ketajaman mata kiri

Conjungtiva tarsalis superior : Bagian dari conjungtiva (nama lain : glandula

meybom)

Injeksi conjungtiva : melebarnya arteri conjungtiva posterior yang

memperdarahi conjungtiva bulbi

PERTANYAAN

1. Kenapa bisa terjadi Giant papil ?

2. Kenapa didapatkan tidak adanya penurunan visus?

3. Apa yang menyebabkan mata berair dan gatal?

4. Apa yang menyebabkan mata merah?

5. Apa yang dilakukan saat kontrol rutin?

6. Kenapa infiltrasi ada di limbus?

7. Adakah hubungan riwayat penyakit terdahulu?

8. Apakah faktor umur berpengaruh?

9. Apakah pengaruh anak setelah bermain bola?

10. Apa yang dimaksud dengan visus 6/6 dan bagaimana cara pemeriksaannya?

JAWAB

1. Karena infiltrasi (sel limfosit yang terakumulasi karena adanya benda asing)

dan pengaruh dari kolagen.

2. Karena konjungtivitis tidak mengenai media reflaksi hanya, hanya mengenai

lensa

3. Karena reaksi alergi -> histamin -> gatal. Selain itu histamin -> hipersekresi ->

berair dan vasodilatasi -> merah.

4. Mata merah karena adanya injeksi di konjungtiva

5. Di lihat sekretnya dan pemeriksaan mata lainnya untuk mengetahui efek terapi

Page 4: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

6. Karena di daerah limbus banyak pembuluh darah

7. Ada, karena reaksi alergi sehingga dapat berulang jika ada pencetusnya

8. Ada, faktor resiko

9. Dari debu, kotoran, dan pencetus lainnya.

10. Visus 6/6 -> normal (orang bisa melihat dalam jarak 6 meter)

Cara pemeriksaan dengan snellen chart

HIPOTESIS

Faktor resiko seperti jenis kelamin, usia, faktor pencetus dapat menyebabkan

timbulnya reaksi alergi yang mengeluarkan histamin. Keluarnya histamin

menyebabkan hipersekresi yang mengakibatkan mata berair. Selain itu juga

vasodilatasi yang mengakibatkan mata merah. Pengeluaran histamin sendiri

mengakibatkan mata menjadi gatal. Lalu timbul infiltrat dan giant papil sehingga

dilakukan pemeriksaan mata dan diterapi.

SASARAN BELAJAR 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata

1.1 Anatomi Makroskopis Mata1.2 Anatomi Mikroskopis Mata

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Mata

3. Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis3.1 Definisi Konjungtivitis 3.2 Etiologi Konjungtivitis3.3 Klasifikasi Konjungtivitis

4. Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis Vernal4.1 Definisi dan Epidemiologi Konjungtivitis Vernal4.2 Etiologi Konjungtivitis Vernal4.3 Klasifikasi Konjungtivitis Vernal4.4 Patofisiologi Konjungtivitis Vernal4.5 Manifestasi Konjungtivitis Vernal4.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Konjungtivitis Vernal4.7 Diagnosis Banding Konjungtivitis Vernal4.8 Tatalaksanan Konjungtivitis Vernal4.9 Komplikasi Konjungtivitis Vernal4.10 Prognosis Konjungtivitis Vernal4.11 Pencegahan Konjungtivitis Vernal

5. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Mata Berkaitan dengan Visus

6. Memahami dan Menjelaskan Cara Memelihara Mata Sesuai Ajaran Islam

Page 5: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

STEP 2

TUGAS MANDIRI

Page 6: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

STEP 3

1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI MATA

1.1 Anatomi Makroskopik Mata

Gambar 1.1 Struktur Mata

Struktur Mata

sebagai berikut:

- Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih

dan relatif kuat.

- Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan

bagian luar sclera

- Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan

pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan

cahaya.

- Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.

Page 7: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

- Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang

kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke

mata dengan cara merubah ukuran pupil.

- Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan

vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.

- Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola

mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.

- Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari

retina ke otak.

- Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan

kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan

bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.

- Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan

retina (mengisi segmen posterior mata).

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil

Iris

mengatur jumlah cahaya yang masuk dengan cara membuka dan menutup, seperti

halnya celah pada lensa kamera. Jika lingkungan di sekitar gelap, maka cahaya yang

masuk akan lebih banyak; jika lingkungan di sekitar terang, maka cahaya yang masuk

menjadi lebih sedikit.

Pupil

Dikontrol oleh M. sfingter pupil (menutup iris mengecilkan pupil) & M. dilator

pupil (membuka iris melebarkan pupil)

Lensa

– Terdapat di belakang iris.

– Dengan merubah bentuknya, lensa memfokuskan cahaya ke retina :

- Jika mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot silier akan

berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat.

- Jika mata memfokuskan pada objek yang jauh, maka otot silier akan

mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah.

Page 8: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

– Sejalan dengan pertambahan usia, lensa menjadi kurang lentur, kemampuannya

untuk menebal menjadi berkurang sehingga kemampuannya untuk memfokuskan

objek yang dekat juga berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia.

Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata adalah

sebagai berikut :

Retina

Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan

badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang

sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan

daerah ini disebut bintik buta. Bagian retina yang paling sensitif adalah makula, yang

memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung saraf ini menyebabkan gambaran

visuil yang tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi gelombang listrik

yang oleh saraf optikus dibawa ke otak. mengandung saraf-saraf cahaya dan

pembuluh darah.

Koroid

Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam  merupakan lapisan yang berisi

banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina.

Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di

bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk

iris yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata).

Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran

pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan siliaris membentuk ligamentum yang

berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan relaksasi dari otot badan siliaris akan

mengatur cembung pipihnya lensa.

Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih buram

(tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut kornea.

Konjungtiva adalah lapisan transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata.

Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan.

Page 9: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Saraf Optikus

– menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya.

– Sebagian serat saraf menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma optikus

(suatu daerah yang berada tepat di bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum

sampai ke otak bagian belakang, berkas saraf tersebut akan bergabung kembali.

Gambar 1.2 Saraf Optikus

BOLA MATA

Gambar 1.3 Bola mata

Page 10: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:

- Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa.

(berisi humor aqueus yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di

dalamnya).

- Segmen posterior: mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina.

(berisi humor vitreus).

Cairan tersebut membantu menjaga bentuk bola mata.

Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian:

- Bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris

- Bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa.

Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior melewati pupil

masuk ke bilik anterior keluar dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung

iris.

Otot, Saraf dan Pembuluh Darah

Otot Penggerak Bola Mata :

1. M. obliqus inferior : memiliki aksi primer eksotorsi dalam abduksi, dan

memiliki aksi sekunder elevasi dalam adduksi,

abduksi dalam elevasi.

2. M. obliqus superior : memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan aksi

sekunder berupa depresi dalam aduksi, dan

abduksi dalam depresi.

3. M. rektus inferior : memiliki aksi primer berupa gerakan depresi pada

abduksi, dan memiliki aksi sekunder berupa

gerakan ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam

depresi.

4. M. rektus lateral : memiliki aksi gerakan abduksi.

5. M. rektus medius : memiliki aksi gerakan aduksi

6. M. rektus superior : memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam abduksi dan

aksi sekunder berupa intorsi dalam aduksi serta

Page 11: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

aduksi dalam elevasi.

Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf

kranial tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf

lainnya.

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke

otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan

merangsang otot pada tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata

kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis.

Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.

Struktur Pelindung

Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara

bebas ke segala arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri,

virus, jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata

tetap terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk.

Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot-otot, saraf,

pembuluh darah, lemak dan struktur yang menghasilkan dan mengalirkan air

mata.

Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata. Kelopak

mata secara refleks segera menutup untuk melindungi mata dari benda asing,

angin, debu dan cahaya yang sangat terang.

Ketika berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh

permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata mempertahankan kelembaban

permukaan mata. Tanpa kelembaban tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan

tidak tembus cahaya. Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva)

yang juga membungkus permukaan mata.

Page 12: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan

berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak sebagai barrier

(penghalang).

Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan berminyak yang

mencegah penguapan air mata.

Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan

menghasilkan air mata yang encer.

Gambar 1.4 Lakrimalis

Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis; setiap

duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata atas dan bawah, di dekat hidung. Air

mata berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan mata, juga menjerat dan

membuang partikel-partikel kecil yang masuk ke mata. Selain itu, air mata kaya akan

antibodi yang membantu mencegah terjadinya infeksi.

Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata

terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut

aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor.

Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar.

Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput

transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva.

Page 13: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan

serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis.

Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari

kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata

mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi

sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.

Normalnya, sinar – sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan

dibiaskan oleh sistem optis bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat

pada retina. Kondisi ini disebut emmetropia.

Pada beberapa orang, titik fokus dari sinar jatuh di depan retina, atau di

belakang retina. Bahkan, dapat terjadi sistem optis bola mata membiaskannya tidak

saja menjadi satu titik fokus, tetapi malah dua atau bahkan lebih. Kondisi inilah yang

disebut ammetropia, dan menyebabkan mata tidak dapat melihat dengan sempurna,

bahkan kabur sama sekali. Ammetropia ini terdiri dari beberapa jenis, diantaranya

yaitu myopia.

1.2 Anatomi Mikroskopis Mata

Mata memiliki 3 lapisan, yaitu :

1.2.1 Tunica fibrosa (avaskuler)

a. Cornea- Membrane transparan- Meliputi 16 anterior bola mata- Media refraktif

-Gambar 2.1 kornea

Membrana Bowmann

Subs. Propria (stroma)

Membrana descemet

Epitel cornea (berlapis gepeng tanpa lap. Tanduk)

Endotel cornea (epitel selapis gepeng)

Page 14: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Epitel

– Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

– Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

– Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

– Epitel berasal dari ektoderm permukaan

Membran Bowman

– Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

– Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

Stroma

– Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat

kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Membran Descement

– Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

– Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal

40 μm.

Page 15: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Endotel

– Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.

Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan

zonula okluden

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Nutrisi kornea :

2. Cornea avascular

3. Difusi dari jaringan kapiler didalam limbus disekeliling kornea

4. Difusi dari humor aqueous di camera oculi anterior

5. Oksigen diperoleh dari udara luar & humor aqueous

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam

stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya.

Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir

saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya

regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa

endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunya daya regenerasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di

sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari

50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas,

2004).

Page 16: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

b. Sclera- Opaque (putih)- Meliputi 5/6 poterior bola mata

Gambar 2.2 Sclera

c. Limbus- Daerah peralihan antara cornea dengan sclera

Gambar 2.3 Limbus

1.2.2 Tunica vasculosa (uvea) (vaskuler)

a. Choroid- Terdapat diantara sclera dengan retina

- Dianterior berlanjut menjadi corpus ciliaris

- Diposterior berlanjut menjadi N. Opticus (II)

Episclera :- Terdiri dari jaringan fibroelastis

Substansia propria :- Terdiri dari berkas-berkas kolagen tebal

Lamina fusca :- Terdiri dari jaringan penyambung jarang,

mengandung serat elastis & melanocyte

Page 17: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Gambar 2.4 Choroid

b. Corpus ciliaris- Lanjutan dari choroid dibagian anterior

- Berorigo Zonula zinii

- Processus ciliaris : mensekresi humor aqueous

- Struktur utama : M. ciliaris yang berfungsi untuk akomodasi lensa mata :

Gambar 2.5 Corpus ciliaris

c. Iris- Terletak di anterior lensa

- Membatasi COA & COP

- Fungsi : seperti diaphragm camera

- Lamina suprachoroidea

- Substansia propria (stroma)

- Choriocapillaris

- Lamina basalis (membran Bruch)

Kontraksi lensa mencembungRelaksasi lensa mencakung

M. Sphincter pupilae (parasimpatis)Kontraksi mengecilkan pupil

M. Dilator pupilae (simpatis)Kontraksi melebarkan pupil

Page 18: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Gambar 2.7 Iris1.2.3 Tunica interna

a. Retina

- Bagian anterior : NON-photosensitive

- Bagian posterior : photosensitive

Gambar 2.9 Lapisan Retina (ada 10 lapis)

Dibatasi oleh : ORA SERATA

Epitel pigmen (epitel selapis kubis)

Membrana limitans

Lap. Serat saraf

Lap. Sel ganglion

Lap. Plexiform dalam

Lap. Inti dalamLap. Plexiform luarLap. Inti luar

Membrana limitans externa

Lap. Rod & Cone

Rod (sel batang) :- Pigmen visual rhodopsin

- Terkonsentrasi di perifer retina

- Sensitif pada keadaan gelap (untuk melihat malam & hitam-putih)

Cone ( sel kerucut) :- Pigmen visual iodopsin

- Terkonsentrasi di fovea centralis

- Membutuhkan intensitas cahaya lebih banyak (untuk melihat siang & warna)

Gambar 2.8 Ora Serata

Page 19: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Gambar 2.10 Sel Rod dan ConeSel Bipolar :

- Mempunyai satu dendrit dan satu axon

- Badan sel sebagian besar terdapat pada bagian pertengahan lapisan inti dalam

Sel muller :

- Merupakan neuraglia

Sel horizontal :

- Bedan sel terletak pada bagian luar lapisan inti dalam

- Bersinaps dengan sel cone pada satu sisi dengan sel cone dan sel rod pada sisi

lain

Sel amacrine :

- Inti terletak pada 2/3 baris sel disebelah dalam lapisan inti dalam

- Bentuk seperti buah pir

Fovea centralis (Makula Lutea) :

- Cekungan kecil di retina posterior, berwarna kuninga

- Cekungan terjadi karena tidak ada lapisan dalam retina

- Sel cone > sel rod

- Bagian tengah tidak ada papil darah

Papilla Optica (Discus Opticus) :

- Blind spot

- Tempat keluarnya N. Opticus

Lensa :

- Transparans, elastis

- Media refraktif

- Permukaan cembung (konvek) & cekung (konkaf)

- Nutrisi dari humor aqueous

- Avascular

- Tergantung pada corpus ciliari melalui Zonula zinii

Gambar 2.11 Fovea centralis

Gambar 2.12 Discus Opticus

Page 20: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

- Proses akomodasi terjadi karena kontraksi & relaksasi m. ciliaris

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI MATA

a. Kompisisi aquous humor :

Aquous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan

belakang. Volumenya adalah sekitar 250 ul dan kecepatan pembentukkannya yang

memiliki variasi diurnal adalah 2,5 ul/menit. Tekanan osmoticnya sedikit lebih

tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aquous humor serupa dengan plasma,

kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang

lebih tinggi; protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.

b. Pembentukan aquous humor :

Aqueous humor dibentuk oleh processus siliaris, setelah dibentuk oleh

processus siliaris aqueous humor mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior.

Dari sini cairan mengalir ke bagian depan lensa dank e dalam sudut antara kornea

dan iris, kemudian melalui reticulum trabekula dan akhirnya masuk ke dalam

kanalis schlemm, yang kemudian dialirkan ke dalam vena ekstraokular. (Guyton,

2007: 652).

c. Aliran keluar aquous humor :

Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic

yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran

pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi

otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran

pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aquous humor juga

meningkat. Aliran aquous humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada

pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen

dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aquous)

menyalurkan cairan ke dalam system vena. Sejumlah kecil aquous humor keluar

dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam system

vena corpus ciliare, koroid dan sclera.

Page 21: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

d. Fisiologi melihat

Benda memantulkan cahaya cahaya masuk ke mata melalui pupil

pengaturan jumlah cahaya oleh pupil melalui m.sphincter pupillae dan m.dilatator

pupil difokuskan ke lensa (bikonveks konvergensi) bayangan jatuh di

retina (bayangan terbalik) ditangkap oleh fotoreseptor, sel batang (hitam-putih)

dan sel kerucut (berwarna) cahaya masuk perubahan retinen struktur

fotopigmen perubahan bentuk foto pigmen pengaktifan transdusin aktivasi

fosfodiesterase penurunan pelepasan transmitter sinaps respon sel bipolar dan

unsur sel syaraf lain penjalaran impuls melalui serabut saraf n.optikus

dihantarkan ke korteks optik di otak melihat (Sherwood)

Dasar ionic potensial Fotoreseptor

Kanal na di segmen luar sel batang dan sel kerucut akan terbuka pada

keadaan gelap , sehingga arus mengalir dari segmen bagian dalam ke bagian

luar. Arus juga mengalir ke ujung sinaps fotoreseptor. Na K Atp ase di segmen

bagian dalam mempertahankan keseimbangan ion, dalam keadaan gelap

pelepasan transmitter bersifat tetap, jika cahaya mengenai segmen luar,

terjadi penutupan sebagian kanal Na dan hasilnya hiperpolarisasi potensial

reseptor. Hiperpolarisasi menurunkan plepasan transmitter sinap (inhibitor)

dan mencetuskan pembentukan sinyal di sel bipolar yang menimbulkan

potensial aksi di sel ganglion.

Page 22: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Mekanisme pembentukan bayangan

Mata mengubah energy dari sprektum yang dapat terlihat menjadi potensial aksi

di saraf optikus. Panjang gelombang cahaya berada di sekitar 397-723nm yang

terlihat.

Prinsip optic

Berkas cahaya akan berbelok ( mengalami pembiasan ) apabila berjalan dari satu

medium dengan kepadatan tertentu ke medium lain dengan kepadatan berbeda,

kecuali apabila berkas tersebut jatuh tegak lurus terhadap permukaan.

Focus utama terletak pada garis yang berjalan melintasi pusat kelengkuan lensa

sumbu utama. Jarak antara lensa dan focus utama disebut jarak focus utama.

Untuk keperluan praktis, berkas cahaya dari benda yang jatuh di lensa dengan

jarak lebih dari 6 m dianggap sejajar. Daya bias suatu lensa biasanya diukur

dalam dioptric, angka dioptric adalah kebalikan dari jarak focus utamadalam

meter.

Page 23: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

3. Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis

3.1 Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit

mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak

mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan,

2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).

Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin

banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen

imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan

pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif

(Therese, 2002).

3.2 Etiologi dan Klasifikasi Konjungtivitis

Page 24: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

3.2.1 Konjungtivitis Bakteri

a. Definisi

Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.

Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret

pada mata dan iritasi mata (James, 2005).

b. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,

subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N

gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya

disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab

yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan

Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis

sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).

Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata

yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya

terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan

imunodefisiensi (Marlin, 2009).

c. Patofisiologi

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,

staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan

tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi

klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi

eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano,

2008).

Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab

perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik

(Visscher, 2009).

Page 25: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi

konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang

berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada

lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya

gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi

pada konjungtiva (Amadi, 2009).

d. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi

konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada

kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan

pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010).

Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis

bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air

mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak

mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).

e. Diagnosis

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja

penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih

tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular

seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi

lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit

sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang

mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-

obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).

f. Komplikasi

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien

yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering

terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus

kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata

Page 26: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel

goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan

trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan

ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).

g. Penatalaksanaan

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.

Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap

konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus

segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan

mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk

menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).

3.2.2 Konjungtivitis Virus

a. Definisi

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis

virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga

infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada

konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).

b. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah

virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang

paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus

Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human

immunodeficiency virus (Scott, 2010).

Page 27: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat

menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan

virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

c. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis

konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009).

d. Gejala Klinis

Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada

keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai

demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai

pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah

terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury,

2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran

pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam

(Senaratne & Gilbert, 2005).

Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang

biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,

fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.

Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan

coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing,

hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan

kadang-kadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010).

e. Diagnosis

Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu

diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe- tipe menurut

penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik

maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor- faktor resiko dan keadaan

lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010).

Page 28: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah

mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).

Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan

gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi

pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya

(Hurwitz, 2009).

f. Komplikasi

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.

Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear

halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit

(Vaughan, 2010).

g. Penatalaksanaan

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa

umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus

topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott,

2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan

penyebaran infeksi (James, 2005).

3.2.3 Konjungtivitis Alergi

a. Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan

disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun

(Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di

konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

b. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi

musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan

Page 29: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan

konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010).

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan

subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh- tumbuhan

biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan

rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering

disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis

atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis

papilar rak pada pengguna lensa- kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan,

2007).

c. GejalaKlinis

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub- kategorinya. Pada

konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah

gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis

berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat

gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak

papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.

Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan

keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian

palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat

ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa

dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

d. Diagnosis

Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi

pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang

paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang

mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).

e. Komplikasi

Page 30: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi

sekunder (Jatla, 2009).

f. Penatalaksanaan

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan

kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk

meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).

3.2.4 Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan

infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan

dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang

terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix

schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang

(Vaughan, 2010).

3.2.5 Konjungtivitis Parasit

Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,

Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium

dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

3.2.6 Konjungtivitis kimia atau iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi- substansi iritan yang

masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,

alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala- gejala berupa nyeri, pelebaran

pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.

Page 31: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka

panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan

pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.

Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan

pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).

3.2.7 Konjungtivitis lain

Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga

dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit

tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit

sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya

(Vaughan, 2010).

Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis

herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008).

4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KONJUNTIVITIS VERNAL

4.1 Definisi Konjungtivitis Vernal

Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang

mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini

juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”.

4.2 Etiologi Konjungtivitis Vernal

Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai

kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi.

Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada

laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering

menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.

Page 32: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:

Tipe I : Reaksi Anafilaksi

Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini

IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin.

Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.

Tipe II : reaksi sitotoksik

Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM

dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat

mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat

menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.

Tipe III : reaksi imun kompleks

Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk

kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat

menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi

pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis

herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi

demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.

Tipe IV : Reaksi tipe lambat

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas

humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal

sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan

antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi

penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks

dan keratitis diskiformis.

4.3 Klasifikasi Konjungtivitis Vernal

Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :

- Bentuk Palpebra

Page 33: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat

pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.

Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat

disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan

bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

- Bentuk Limbal

Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.

Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian

epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinophil

4.4 Patofisiologi Konjungtivitis Vernal

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial

yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan

dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan

hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat

yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan

deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.

Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan

sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada

konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi

papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi

yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering

menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun

kuantitas stem cells.

Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan

ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup

oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta

pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi

stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.

Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel

mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam

Page 34: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat

bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis.

Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup

menandai adanya abnormalitas jaringan.

Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,

hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel

radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler

mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada

pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil

bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s yang terdapat di

daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,

namun masih ada sel PMN dan limfosit

4.5 Manifestasi Konjungtivitis Vernal

Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan

rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini

disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau

keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan

penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.

Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat

cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat

demikian berat sehingga timbul pseudoptosis.

Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit

menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dot’s. Ini banyak terjadi pada

anak-anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan

menghasilkan pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan

tanpa timbul perdarahan.

Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan

fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah

asam hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan

keluhan adanya sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.

Page 35: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

4.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Konjungtivitis Vernal

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk

mempelajari gambaran sitologi. Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan

Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan

darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.

Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin

tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan

glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat

memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan

lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal.

Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam

kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam

proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara

peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.

Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis

vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien

mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya

membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal dari

dua pasien lainnya.

Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien

konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi

yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua mata.

Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata,

kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien

konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air

mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan

pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat

18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi

butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air

matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE-

dan IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis

konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan

mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara,

Page 36: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan dengan antibodi

IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.

Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal

(38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada

13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan

mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel

mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan yang menggunakan

mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat pada air mata dengan

level histamin yang lebih tinggi.

Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya

banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap

pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal.

Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain pada level

ini.

4.7 Diagnosis Banding Konjungtivitis Vernal

Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan trakhom dan

konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan

dua penyakit tersebut. Trakhom ditandai dengan banyaknya serabut-serabut sejati

yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis vernal jarang tampak serabut sejati.

Pada trakhom, eosinofil tidak tampak pada kikisan konjungtiva maupun pada

jaringan, sedangkan pada konjungtivitis vernal, eosinofil memenuhi jaringan.

Trakhom meninggalkan parut-parut pada tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak,

kecuali bila terlambat ditangani.

Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda

konjungtivitis vernal adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki karakteristik

sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan sel

mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil, sedangkan konjungtivitis

vernal memiliki karakteristik adanya tiga serangkai, yaitu: sel mastosit pada jaringan

epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada jaringan.

Page 37: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Gejala subjektif Glaukoma akut Uveitis akut Keratitis KonjungtivitisBakteri Virus Alergi

*Visus ↓ ↓ ↓ N N N*Rasa nyeri ++/+++ ++ ++ - - -*Fotofobia + +++ +++ - - -*Halo ++ - -- - - -Eksudat - - -/+++ +++ ++ +Gatal - - - - - ++Demam - - - - -/++ -*Injeksi siliar + ++ +++ - - -*Injeksi konjungtival ++ ++ ++ +++ ++ +*Kekeruhan kornea +++ - +/+++ - -/+ -*Kelainan pupil Midriasis non-

reaktifMiosis iregular

N/Miosis N N N

*Kedalaman kamera okuli anterior

Dangkal N N N N N

*Tekanan intraokular Tinggi Rendah N N N NSekret - + + ++/+++ ++ +Kelenjar preaurikular - - - - + -

4.8 Tatalaksanan Konjungtivitis Vernal

Trakoma Konjungtivitis folikularis

Konjungitvitis vernal

Gambaran lesi

(kasus dini) papula kecil atau bercak merah bertaburan dengan bintik putih-kuning (folikel trakoma). Pada konjungtiva tarsal (kasus lanjut) granula (menyerupai butir sagu) dan parut, terutama konjungtivatarsal atas

Penonjolan merah-muda pucat tersusun teratur seperti deretan “beads”

Nodul lebar datar dalam susunan “cobble stone” pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu

Ukuran lesiLokasi lesi

Penonjolan besar lesi konjungtiva tarsal atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-panus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh tarsus terlibat.

Penonjolan kecil terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibat.

Penonjolan besar tipe tarsus atau palpebra; konjungtiva tarsus terlibat, forniks bebas. Tipe limbus atau bulbus; limbus terlibat forniks bebas, konjungtiva tarsus bebas (tipe campuran lazim) tarsus tidak terlibat

Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau “frothy” pada stadium lanjut.

Mukoid atau purulen

Bergetah, bertali, seperti susu

Pulasan Kerokan epitel dari konjungtiva dan kornea memperlihatkan ekfoliasi, proliferasi, inklusi seluler.

Kerokokan tidak karakteristik (Koch-Weeks, Morax-Axenfeld, mikrokokus kataralis stafilokokkus, pneumokokkus)

Eosinofil karakteristik dan konstan pada sekresi

Penyulit atau sekuela

Kornea: panus, kekeruhan kornea, xerosis, korneaKonjungtiva: simblefaronPalpebra: ektropion atau entropion trikiasis

Kornea: ulkus korneaPalpebra: blefaritis, ektropion

Kornea: infiltrasi kornea (tipe limbal)Palpebra: pseudoptosis (tipe tarsal)

Page 38: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan

untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau

menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua

akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus

dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga

bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga

bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3)

Pembedahan.

1.Tindakan Umum

Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi

keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa

tindakan tersebut antara lain :

- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter

- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari

- Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen

di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi

allergen.

- Kompres dingin di daerah mata

- Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi

protektif karena membantu menghalau allergen.

- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-

therapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan.

Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative

bila keadaan memungkinkan

- Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan,

karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator

sel mast.

2.Terapi Medik

Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien

tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan

mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari

pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor

pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat-

Page 39: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena

merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan

memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.

Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan

mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada

kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat

ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat

monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak

efektif sepenuhnya.

Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis

vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk

pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko

yang tidak diharapkan.

Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical prednisolone

fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi

dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang

lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet,

prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2

minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid

adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.

Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain

karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila

dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada

kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan

pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian

antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak- anak, hal ini

dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.

Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan

kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan

antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.

Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti

steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi

kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel

Page 40: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe

I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel

IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok

kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel

mast dengan cara mengatur fosforilasi.

Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam

konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik

terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang

dalam 14 hari.

3. Terapi pembedahan

Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva

tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak

efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk

pengobatan telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih

membrane mukosa pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah perlu

dipertimbangkan. Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis

biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah

dewasa.

4.9 Komplikasi Konjungtivitis Vernal

Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau

parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.

Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang

didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan

penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan

terutama di musim panas.

4.10 Prognosis Konjungtivitis Vernal

Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk selama

musim-musim tertentu

5. MM GANGGUAN BOLA MATA BERKAITAN DENGAN VISUS

Page 41: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Mata Merah dengan Visus Normal

Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Tidak Kotor/Belek

a. Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang

bersifat degeneratif dan invasif. Pteregium berbentuk segitiga dengan puncak di

bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang, dan bila

terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat

mengenai kedua mata. Pterigium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat

debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui

dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.

b. Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada

orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari,

debu, dan angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di

bagian nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa

konjungtiva.

c. Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh

darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik,

anemia, pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan). Dapat juga terjadi akibat

trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang menutup perforasi

jaringan bola mata yang terjadi.

d. Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin

disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik, seperti

tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi

toksik, alergik, atau bagian dari infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara

spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama

perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit reumatik.

e. Skleritis biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih

sering disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout.

Kadang-kadang disebabkan oleh tuberkulosis, bakteri (pseudomonas),

sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. Skleritis biasanya terlihat

bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan.

Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Kotor atau Belek

Page 42: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Gejala khusus pada kelainan konjungtiva adalah terbentuknya sekret. Sekret

merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel

goblet. Sekret konjungtivitis dapat bersifat:

Air, kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus atau alergi

Purulen, oleh bakteria atau klamidia

Hiperpurulen, disebabkan oleh gonokok atau meningokok

Lengket, oleh alergi atau vernal

Seros, oleh adenovirus

Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan

pewarnaan Giemsa, maka akan didapat dugaan kemungkinan penyebab sekret seperti

terdapatnya:

Limfosit—monosit—sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi mungkin

disebabkan oleh virus

Neutrofil oleh bakteri

Eosinofil oleh alergi

Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia

Sel raksasa multinuklear oleh herpes

Sel Leber—makrofag raksasa oleh trakoma

Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye

Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia

Mata Merah dengan Visus Menurun

a. Keratitis. Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang

terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial/profunda. Keratitis dapat

disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi

alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.

Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan.

b. Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea

dan konjungtiva. Kelainan ini dapat terjadi pada penyakit yang mengakibatkan

defisiensi komponen lemak air mata, defisiensi kelenjar air mata, defisiensi

komponen musin, akibat penguapan yang berlebihan, atau karena parut pada

kornea atau menghilangnya mikrovil kornea. Pasien akan mengeluh mata gatal,

seperti berpasir, silau, penglihatan kabur. Pada mata didapatkan sekresi mukus

Page 43: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena

dengan erosi kornea.

c. Tukak (ulkus) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea

akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin

banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru

dan sel radang. Tukak kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi,

autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman

Staphylococcus aureus, H. influenzae, dan M. lacunata.

d. Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi

kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa

kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea.

Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang

diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein

tuberkulosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma. Penyakit

ini lebih sering terdapat pada wanita usia pertengahan.

e. Glaukoma akut. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya

merupakan glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma sudut tertutup akut,

tekanan intraokular meningkat mendadak. Terjadi pada pasien dengan sudut

bilik mata sempit. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat

mengalir melalui pupil, sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya

cairan mata melalui sudut bilik mata (mekanisme blokade pupil). Biasanya

terjadi pada usia lebih daripada 40 tahun. Pada glaukoma primer sudut tertutup

akut, terdapat anamnesa yang khas sekali berupa nyeri pada mata yang

mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan hilang setelah tidur

sebentar. Melihat palangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini merupakan

stadium prodromal. Terdapat gejala gastrointestinal berupa enek dan muntah

yang kadang-kadang mengaburkan gejala daripada serangan glaukoma akut.

6. MM CARA MEMELIHARA MATA SESUAI AJARAN ISLAM

Ibnul Qoyyim berkata dalam kitab ad-Da’ wad-Dawa’(penyakit dan obatnya)

mengatakan:

Page 44: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

“Pandangan adalah anak panah Iblis yang beracun. Barangsiapa melepaskan

pandangannya maka akan menyesal selamanya. Dalam menahan pandangan ada

beberapa manfaat, diantaranya:

Bahwasannya menahan pandangan merupakan kepatuhan pada perintah Allah

Subhanahu wa Ta’ala yang ini merupakan puncak kebahagiaan hamba di dunia dan

akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

�َم�ا ِب �يٌر� ِب َخ� �َه� الَّل �َّن� ِإ �ُه�ْم� ل �ى َك ْز�� َأ �َك� َذ�ل وَج�ُه�ْم� ُف�ٌر� �ْح�َف�ُظ�وا و�َي �َص�اِر�ِه�ْم� ِب

� َأ ِم�ْن� �ُغ�ُّض(وا َي �يْن� �َم�ْؤ�ِم�ِن �َّل ل ُق�ْل�

�ُع�وَّن� ( �َص�ِن )٣٠َي

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan

pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci

bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An-

Nur: 30)

Bahwasannya menahan pandangan dapat mencegah pelakungan dari sampainya

pengaruh anak panah yang beracun barangkali didalamnya terdapat pengaruh racun

yang dapat merusak hatinya.

Bahwasannya menahan pandangan akan mewariskan ketenangan dan kemesraan

bersama Allah didalam hati dan perasaan ingin selalu bersama Allah Subhanahu wa

Ta’ala, karena sesungguhnya melepas pandangan akan memecah dan membagi hati

dan menjauhkannya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bahwasannya menahan pandangan akan menguatkan hati dan membuatnya senang,

sebagaimana melepas pandangan akan melemahkan hati dan membuatnya sedih.

Bahwasannya menahan pandangan akan membuat hati bercahaya, untuk inilah Allah

Subhanahu wa Ta’ala menyebut ayat an-Nur (cahaya ) setelah perintah menahan

pandangan. Dia yang Maha Tinggi berkata: “Katakanlah kepada orang-orang beriman

agar mereka menahan pandangan mereka”, kemudian setelah itu Allah Subhanahu wa

Ta’ala berfirman: “Allah (Pemberi) cahaya langit dan bumi.”

Bahwasannya menahan pandangan akan mewariskan firasat yang benar yang dengan

firasat tersebut pelakunya (pemilik hati) dapat membedakan yang haq dan yang bathil,

Page 45: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi hamba balasan terhadap amalnya,

karena menahan pandangan termasuk amal. Maka apabila seorang hamba menahan

pandangannya dari apa saja yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti Dia akan

memberi ganti padanya dengan melepas cahaya bashirohnya (memberi cahaya hati)

dan membuka baginya pintu ilmu, ma’rifah dan firasat yang benar.

Bahwasannya menahan pandangan akan mewariskan keteguhan, keberanian dan

kekuatan didalam hati.

Bahwasannya menahan pandangan akan menutup jalan masuk kehati bagi syaitan,

karena sesungguhnya syaithan masuk melalui pandangan dan menembus hati melalui

pandangan lebih cepat dari udara dan ditempat kosong.

Bahwasannya menahan pandangan akan memberi kesempatan kepada hati untuk

mecurahkan segenap pikiran dan tenaganya dalam kemashlahatan-kemaslahatannya.

Sesungguhnya antara mata dan hati terdapat celah dan jalan masuk yang

mengharuskan pemisahan satu dengan yang lain, ia akan baik dengan baiknya dan

akan rusak karena rusaknya. Apabila hati rusak maka rusaklah pandangan, dan

apabila pandangan rusak maka rusaklah hati. Begitu pula kebalikannya di bidang

kebaikan. Inilah sebagian faidah menahan pandangan. Kita mohon kepada Allah

Subhanahu wa Ta’ala dengan karunia dan kemuliaan-Nya untuk menjaga kita semua

dari ketergelinciran, sebagaimana saya meminta PadaNya agar kita jadi termasuk

orang yang data memberdayakan nikmat-nikmat Allah dalam ridha-Nya. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta Prof. Dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI;2008,

hal 3, 133-134

Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum.

Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-6, 115

Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Media

Aesculapius,2000, hal 54

Page 46: Wrap Up Sk 1 Pancaindera

Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam

http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm

Wijana S.D, Nana Dr. Ilmu Penyakit Mata. Ed. rev. Cet.6. Jakarta: Abadi Tegal,

hal 54

Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English

Language edition, EGC, 1995