30

Click here to load reader

Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

  • Upload
    hakhanh

  • View
    216

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

JURNAL

STRATEGI KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU TERHADAP

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(Studi Deskriptif Strategi Komunikasi Interpersonal Guru Terhadap Anak

Penyandang Tunanetra dalam Membentuk Kemandirian dan Penanaman

Nilai-Nilai Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan

Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta)

Oleh:

SUDIYA TRILIDARSA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017

Page 2: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

STRATEGI KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU TERHADAP

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(Studi Deskriptif Strategi Komunikasi Interpersonal Guru Terhadap Anak

Penyandang Tunanetra dalam Membentuk Kemandirian dan Penanaman

Nilai-Nilai Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan

Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta)

Sudiya Trilidarsa

Mahfud Anshori

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

Teaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition. They both have to overcome their difficulties in learning and teaching processes. Teacher must have an interpersonal communication skill as an effective strategy to teach them. Beside that, the other important things that must be improved are self ability and islamic value. This study is located in MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta, a school for blind students. The purpose of this study is to know about the interpersonal communication strategy from the teacher to the blind student in the way to improve self ability and islamic value. This study uses the sensitivity theory in the humanistic view, which are open minded, emphaty, supportive, positivity, and equity. Descriptive studies with a quantitative method are applied to describe various aspects of the phenomenon. The sampling method is purposive. This study exploit primary data, which is obtained from the indepth interview. The interview took three blind teachers as the focus of this study. Data analysis technique employed are data reduction, data view and conclusion. The conclusion of the study is interpersonal communication strategy used by teacher with visual impairment to children with visual impairment is with skill in communicating and science of technology in use of technology device and use of five general quality of interpersonal communication. The communication’s problems found are (i) teachers must repeat the course materials regarding their vision condition; (ii) school facilities are not good enough to support the blind students’ activities at school.

Keyword: strategy, interpersonal communication, disabled teachers, disabled students

1

Page 3: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Pendahuluan

Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses komunikasi karena

dalam penyampaian materi pembelajaran terdapat proses penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan yang merupakan kerangka paling sederhana

dalam proses komunikasi. Sebagai seorang manusia yang merupakan makhluk

sosial, komunikasi menjadi hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

Komunikasi merupakan hal mendasar bagi setiap manusia. Thomas M. Scheidel

(dalam Mulyana, 2011: 4) mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama

untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial

dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa,

berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Oleh karena itu, komunikasi

menjadi kunci penting dalam kelancaran proses belajar mengajar disekolah.

Bagi manusia yang normal, proses komunikasi merupakan hal yang mudah

untuk dilakukan. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian

pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

(komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang

muncul dari benaknya. Namun, seseorang akan menganggap proses komunikasi

bukan merupakan hal yang mudah apabila terjadi gangguan, baik pada

komunikator, pesan, media yang digunakan ataupun pada komunikannya. Jika

memang dari salah satu komponen komunikasi tersebut terdapat gangguan, maka

akan menghambat proses dari komunikasi itu sendiri. Hambatan yang sering

ditemukan salah satu contohnya ditemukan pada interaksi yang melibatkan orang-

orang disabilitas.

Serupa dengan orang disabilitas, hambatan proses komunikasi juga sering

ditemukan pada interaksi yang melibatkan anak berkebutuhan khusus. Anak

berkebutuhan khusus kebanyakan susah untuk menerima atau mengartikan pesan

dari komunikator sehingga menyebabkan mereka sulit untuk berkomunikasi.

Frieda Mangunsong dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus, menyatakan bahwa:

2

Page 4: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

“Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.” (Mangunsong, 2009: 4)

Anak berkebutuhan khusus dalam keseharian aktifitas sekolahnya dituntut

untuk berkomunikasi. Namun karena adanya keterbatasan pada mereka, tidak

jarang komunikasi akan terhambat. Sebagaimana kita tahu bahwa komunikasi

yang melibatkan anak berkebutuhan khusus tidak semudah ketika berkomunikasi

dengan anak normal. Untuk itu, peran seorang guru di sekolah untuk mendidik,

mengajar, dan membina anak berkebutuhan khusus sangat penting. Namun,

bagaimana jika kondisi guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus juga

memiliki keterbatasan pada salah satu panca inderanya, tentu proses komunikasi

tidak bisa dikatakan mudah. Oleh karena itu, komunikasi harus dibangun dengan

baik melalui komunikasi interpersonal antara guru dan anak berkebutuhan khusus.

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi

antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non

verbal (Mulyana, 2011: 81). Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi ini

adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap muka,

yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal ataupun non verbal, seperti suami-istri, dua sejawat,

dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya.

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi adalah berusaha untuk meningkatkan

hubungan insani (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik

yang sering muncul secara pribadi, mengurangi ketidakpastian akan sesuatu, serta

berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2002: 62).

Salah satu tujuan utama komunikasi interpersonal adalah mengubah sikap

dan perilaku. Guru disini menjadi komunikator yang sangat berperan penting

3

Page 5: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

dalam mengubah atau membangun sebuah perilaku positif kepada anak

berkebutuhan khusus seperti kemandirian anak dan penanaman nilai-nilai agama

bagi siswa penyandang tunanetra. Guru sebagai tenaga professional di bidang

pendidikan, selain harus memiliki keterampilan komunikasi dalam proses belajar

mengajar, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis.

Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanankan

interaksi belajar mengajar. Namun teknis ini dapat dilaksanakan berdasarkan

strategi yang telah disusun sebelumnya. Dalam proses belajar mengajar, guru

dituntut untuk mampu dalam menciptakan kontribusi aktif dari anak-anak dengan

cara pengajar harus memberikan perhatian penuh dan fokus. Untuk itu, pendidik

perlu memiliki strategi komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar,

khususnya strategi komunikasi interpersonal. Strategi komunikasi interpersonal

yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum atau biasa disebut dengan

efektifitas komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan (openness), empati

(empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan

kesetaraan (equality) (Devito, 1997: 259). Mengingat pentingnya strategi

komunikasi interpersonal antara guru dan siswa penyandang tunanetra dalam

upaya membangun kemandirian diri dan penanaman nilai-nilai agama khususnya

agama islam, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang: “Strategi Komunikasi

Interpersonal Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif Tentang

Strategi Komunikasi Interpersonal Guru terhadap Siswa Penyandang Tunanetra di

Sekolah Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam

Yogyakarta)”. Penulis memilih MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra

Islam (Yaketunis) Yogyakarta dikarenakan sekolah tersebut khusus untuk anak

penyandang tunanetra dan sekolah tersebut tersebut memang memiliki visi untuk

menciptakan warga tunanetra yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,

berkehidupan mandiri dan mampu berperan dalam kehidupanberbangsa dan

bermasyarakat dan tidak adanya sekolah yang khusus untuk penyandang tunanetra

di kota Solo.

4

Page 6: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Rumusan Masalah

1. Bagaimana strategi komunikasi interpersonal guru terhadap siswa

penyandang tunanetra di MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam

(Yaketunis) Yogyakarta dalam membentuk kemandirian siswa dan

penanaman nilai-nilai islam?

2. Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam pelaksanaan komunikasi

interpersonal dengan siswa berkebutuhan khusus penyandang tunanetra di

MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) Yogyakarta?

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi

Hoveland dalam Wiryanto mengungkapkan bahwa ”The process by

which an individual (the communicator) transmitsstimuli (usually verbal

symbol) to modify, the behavior of other individu”. (Komunikasi adalah proses

dimana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu

yang lain). Menurut Eduard Depari, pengertian komunikasi adalah proses

penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang

tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan (source,

communicator, sender), ditujukan kepada penerima pesan (receiver, audience)

dengan maksud mencapai kebersamaan (commones). Dalam proses

komunikasi kebersamaan tersebut diusahakan melalui tukar menukar pendapat,

penyampaian informasi ataupun perubahan perilaku atau sikap (Widjaja, 1968:

1-2).

Komunikasi memiliki empat fungsi utama yaitu untuk

menginformasikan (to inform), mendidik (to educate) menghibur (to

entertain), dan mempengaruhi (to persuade). Berdasarkan tingkatannya,

komunikasi terbagi menjadi komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi,

5

Page 7: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan

komunikasi massa (Mulyana, 2011).

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal

ataupun non verbal (Mulyana, 2011: 81). Definisi lain menyebutkan bahwa

komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan

antara pengirim pesan (sender) dengan penerima (receiver) baik secara

langsung maupun tidak langsung (Aw, 2011: 5). Bisa dikatakan bahwa

komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling

sempurna yang mana memiliki peran penting dalam kehidupan selama manusia

masih memiliki emosi. Oleh karena itu komunikasi interpersonal sangat

potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat

menggunakan kelima alat indra kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan

kita. Adapun fungsi komunikasi antarpribadi adalah berusaha untuk

meningkatkan hubungan insani (human relations), menghindari dan msengatasi

konflik-konflik yang sering muncul secara pribadi, mengurangi ketidakpastian

akan sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain

(Cangara, 2006: 62)

Suranto Aw dalam bukunya yang berjudul komunikasi interpersonal

(2011: 7) menyebutkan terdapat Sembilan komponen pada komunikasi

interpersonal yaitu sumber atau komunikator, encoding, pesan, saluran,

penerima atau komunikan, decoding, respon, gangguan (Noise), konteks

dimensi ruang, wantu dan nilai. Terdapat enam tujuan komunikasi

interpersonal yaitu (Riswandi, 2009: 87) yaitu mengenal diri sendiri dan orang

lain, mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara hubungan menjadi

6

Page 8: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

lebih bermakna, mengubah sikap dan perilaku, bermain dan mencari hiburan,

membantu.

3. Strategi Komunikasi Interpersonal

Didalam buku Cagara (2013) seorang pakar perencana komunikasi

Middleton (1980) membuat definisi tentang strategi komunikasi. Definisi

tersebut adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai

dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima, hingga pengaruh (efek)

yang dirancang untuk mencapai komunikasi yang optimal (Cangara, 2013:61).

Strategi komunikasi tersebut harus mampu menunjukkan bagaimana

operasioanalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa

pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.

R. Wayne Pace, Brent. D. Petersen dan M. Dallas Burnett dalam

bukunya “Theniquet for Effective Communication” (1979) menyatakan bahwa

tujuan sentral dari strategi komunikasi adalah : To secure understanding:

komunikan mengerti pesan yang disampaikan. To establishes acceptance:

pembinaan kepada penerima setelah pesan dimengerti dan diterima. To

motivation action: memotivasi kegiatan organisasi. Ada dua strategi

komunikasi interpersonal yang dapat digunakan untuk mengembangkan

interaksi dinamis antara guru dengan anak berkebutuhan khusus yaitu:

a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah

Komunikasi satu arah merupakan komunikasi yang berlangsung dari

satu pihak saja, yaitu hanya dari pihak komunikator dengan tidak

memberi kesempatan kepada komunikan untuk memberikan respon

atau tanggapan.

b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah

Komunikasi dua arah merupakan komunikasi yang berlangsung antara

dua pihak dan ada timbal balik baik dari komunikator maupun

komunikan.

4. Anak Berkebutuhan Khusus

7

Page 9: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus

sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.

Kirk dan Gallagher (1989) serta smith dan ruth (1992) mendifinisikan anak

berkebutuhan khusus sebagai anak yang berbeda dari anak-anak normal dalam

beberapa hal yaitu ciri-ciri mental, kemampuan panca indra, kemampuan

komunikasi, perilaku sosial, atau sifat-sifat fisiknya.

Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus. Secara

singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut:

a. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan

b. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

c. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

d. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

e. Tunagrahita

f. Lamban belajar (slow learner)

g. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

h. Anak yang mengalami gangguan komunikasi

i. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.

j. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)

k. Autisme

5. Kemandirian

Kemandirian merupakan suatu kecenderungan menggunakan

kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah secara bebas,

progresif, dan penuh dengan inisiatif. Menurut Desmita (2009: 185)

kemandirian atau otonom merupakan “kemampuan untuk mengendalikan dan

mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha

sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan”.

Kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis mengandung

pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu memutuskan atau

mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain (Basri, 2000).

8

Page 10: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa, mandiri

adalah suatu keadaan yang mampu mengarahkan diri dengan segala daya

kemampuan diri sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain yang terwujud

dalam tindakan nyata untuk menghasilkan sesuatu dalam pemenuhan

kebutuhan hidupnya. Kemandirian dalam penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa seseorang dengan cara bersikap, berperilaku serta berpikir mampu

menunjukkan kondisi mengarahkan diri dengan segala kemampuan yang

dimiliki dirinya yang mana tidak bergantung kepada orang lain.

6. Penanaman Nilai Islam

Penanaman menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

(1998: 690) berasal dari kata “tanam” yang artinya menaruh, menaburkan

(paham, ajaran dan sebagainya), memasukkan, membangkitkan atau

memelihara (perasaan, cinta kasih, semangat dansebagainya). Sedangkan

penanaman itu sendiri berarti proses/caranya, perbuatan menanam (kan). Nilai

Menurut H. Una dalam Chabib Thoha (1996: 60) Nilai adalah suatu tipe

kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana

seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu

yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Sedangkan agama Islam menurut

Ajat Sudrajat, dkk (2008: 34) adalah agama yang diwahyukan Allah kepada

para RasulNya dan terakhir disempurnakan pada Rasul Muhammad, yang

berisi undang-undang dan metode kehidupan yang mengatur dan mengarahkan

bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, manusia dengan manusia, dan

manusia dengan alam semesta, agar kehidupan manusia terbina dan dapat

meraih kesuksesan/kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,

penanaman nilai-nilai agama Islam ialah proses atau perbuatan menanamkan

beberapa pokok kehidupan beragama yang menjadi pedoman tingkah laku

keagamaan.

Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penenlitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi

9

Page 11: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

interpersonal guru penyandang tunanetra terhadap siswa penyandang tunanetra di

Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis)

Yogyakarta dalam membentuk kemandirian siswa dan penanaman nilai-nilai

islam dan mengetahui Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam pelaksanaan

komunikasi interpersonal dengan siswa berkebutuhan khusus penyandang

tunanetra di MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis)

Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, artinya bahwa

penentuan sampel mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat

terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini,

penulis mengambil sampel tiga orang guru penyandang tunanetra yang mengajar

di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan metode interview, observasi, dan kepustakaan dengan analisis

data menggunakan triangulasi data dan juga menggunakan model analisis

interaktif untuk validitas data pada penelitian ini.

Sajian dan Analisis Data

1. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

membentuk kepribadian dan hubungan yang harmonis serta komunikasi yang

efektif dengan strategi komunikasi interpersonal antara guru penyandang

tunanetra dengan siswa yang juga penyandang tunanetra di MTs LB/A

Yaketunis Yogyakarta. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa guru memiliki

peran yang penting dalam proses belajar mengajar bagi anak penyandang

tunanetra. Temuan penelitian menunjukkan, menjadi seorang guru yang

mengajar anak penyandang tunanetra diperlukan keahlian serta keterampilan

dalam komunikasi interpersonal baik ketika berkomunikasi antara guru

dengan seorang anak penyandang tunanetra ataupun dengan murid-murid

dikelas yang mana komunikasi interpersonal yang baik itu akan menghasilkan

sebuah aktivitas komunikasi yang interaktif sehingga proses penyaluran ilmu

10

Page 12: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

pengetahuan kepada murid akan berjalan lancar. Dengan kondisi yang

memiliki kekurangan, membuktikan bahwa anak penyandang tunanetra

memerlukan kehadiran guru dalam proses belajar mengajar yang tidak dapat

digantikan dengan media pendidikan apapun.

Secara teori, komunikasi interpersonal merupakan sebuah proses

komunikasi yang terjalin diantara dua individu maupun lebih yang saling

bertukar informasi. Namun, terdapat hal yang lebih penting dibandingkan

dengan komunikasi interpersonal yaitu sebuah hubungan interpersonal. Di

dalam hubungan interpersonal tersebut terdiri dari tiga faktor penting yaitu

saling percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka lalu ditambah dengan rasa

empati dan simpati yang merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam

komunikasi interpersonal. Dari beberapa faktor tersebut merupakan faktor-

faktor untuk merencanakan komunikasi interpersonal yang efektif. Jika

ditinjau dari teori hubungan interpersonal, penelitian ini merupakan model

peranan yang mana hubungan interpersonal yang terjadi mencapai kadar

hubungan yang baik yang ditandai adanya kebersamaan, dimana setiap

individu bertindak sesuai dengan peranan, dan tuntutan peranan (Aw, 2011:

38). Peranan-peranan itu adalah guru yang memiliki peran untuk mendidik,

membina serta mengajari anak penyandang tunanetra.

2. Strategi Komunikasi Interpersonal

Perencanaan komunikasi dalam kerangka yang paling sederhana

menggunakan suatu strategi dalam pembelajaran sudah tentu berkaitan dengan

bagaimana menciptakan komunikasi yang efektif antara guru dan siswa. Dalam

teori sensitivitas retoris, Roderick Hart menemukan bahwa komunikasi yang

efektif muncul dari sensitivitas dan perduli dalam menyesuaikan apa yang

dikomunikasikan komunikator (guru) terhadap komunikan (murid). Sensitivitas

retoris merupakan sikap yang menunjukkan tendensi-tendensi untuk

mengadaptasikan pesan ke audiens. Sensitivitas retoris mewujudkan

kepentingan sendiri, kepentingan orang lain, dan sikap siatuasional. Teori ini

11

Page 13: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

didukung oleh sudut pandang humanistik yang menekankan efektivitas

komunikasi pada keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan

kesetaraan yang menciptakan interaksi bermakna, jujur, dan memuaskan

(Bocher & Kelly dalam Devito, 1997: 259). Dalam penelitian ini, penerapan

strategi komunikasi interpersonal oleh guru kepada anak penyandang tunanetra

menggunakan lima kualitas umum komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan,

empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

Sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di

lapangan, menunjukkan bahwa setiap guru penyandang tunanetra dalam

keseharian proses belajar mengajar dikelas menggunakan komunikasi dua arah.

Komunikasi dua arah atau two ways communication adalah proses komunikasi

dimana terjadi timbal balik (feedback) atau respon saat pesan dikirimkan oleh

sumber atau pemberi pesan kepada penerima. Jenis komunikasi ini berbanding

terbalik dengan komunikasi satu arah, dimana kedua pihak berperan aktif

saling berkesinambungan dan memberikan respon terhadap pesan yang

dikirimkan satu sama lain. Komunikasi dua arah banyak ditemukan pada

praktek komunikasi interpersonal atau antarpribadi maupun komunikasi

kelompok. Pada komunikasi dua arah memiliki hakikat yang memulai

percakapan adalah komunikator utama, komunikator utama mempunyai tujuan

tertentu melalui proses komunikasi tersebut, prosesnya dialogis, serta umpan

balik terjadi secara langsung (Siahaan, 1991: 57). Berdasarkan pernyataan

tersebut, dalam penelitian ini terbukti yang menjadi komunikator utama adalah

guru yang mempunyai tujuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan berupa

materi pelajaran kepada anak penyandang tunanetra yang selama proses belajar

mengajar berlangsung berusaha untuk menciptakan komunikasi yang interaktif.

Komunikasi dua arah dapat terjadi secara vertikal, horizontal, maupun

diagonal. Dalam penelitian ini, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dua

arah secara vertikal, yaitu komunikasi yang terjadi saat satu pihak memiliki

kedudukan lebih tinggi (guru) dibanding pihak lainnya (murid) dan terdapat

aliran komunikasi dari atas ke bawah maupun sebaliknya.

12

Page 14: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Dalam interaksi antara guru penyandang tunanetra dan anak penyandang

tunanetra ini terjadi melaui komunikasi secara dua arah yang mana selama

hubungan komunikasi ini berlangsung terdapat umpan balik dari anak murid

atas materi pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Didalam penerapan strategi komunikasi interpersonal berupa

komunikasi dua arah pada saat proses belajar mengajar berlangsung

digunakanlah metode-metode pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk

mempermudah penyampaian materi pembelajaran sehingga murid akan lebih

mudah untuk menerima dan memahami materi yang disampaikan. Metode

adalah suatu cara teratur yang telah disusun untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses penelitian di MTs LB/A

Yaketunis Yogyakarta, terdapat beberapa metode pembelajaran yang

digunakan selama proses belajar mengajar berlangsung, yaitu metode ceramah,

metode bermain, metode tanya jawab.

Dengan demikian, dalam hal strategi komunikasi interpersonal antara

guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar di MTs LB/A Yaketunis

Yogyakarta adalah dengan menggunakan pola komunikasi dua arah yang

diterapkan melalui metode-metode pembelajaran dengan bantuan media-media

pembelajaran yang dapat digunakan dengan baik oleh penyandang tunanetra

sehingga memudahkan mereka dalam memahami materi pembelajaran yang

disampaikan.

3. Kemandirian

Pembentukan kemandirian pada anak penyandang tunanetra oleh guru

selama proses belajar mengajar berlangsung dapat dibentuk dengan

penyampaian melalui komunikasi yang baik. Interkasi yang edukatif dengan

komunikasi interpersonal antara guru dan murid sebagai sebuah proses

hubungan yang memiliki tujuan unttuk mendewasakan murid-murid yang

nantinya dapat membentuk kemandirian dari masing-masing diri mereka

sehingga dapat berdiri sendiri, dapat menemukan jati dirinya secara utuh. Guru

sebagai Pembina serta pembimbing harus dapat mengembangkan motivasi

kepada anak penyandang tunanetra pada setiap interaksi. Berdasarkan hasil

13

Page 15: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

wawancara dengan beberapa guru, menunjukkan bahwa dalam pembentukan

kemandirian pada anak penyandang tunanetra yang berlangsung di MTs LB/A

Yaketunis Yogyakarta dilakukan dengan memberikan motivasi kepada anak-

anak penyandang tunanetra. Pemberian motivasi kepada mereka yang berisi

untuk tidak kalah dengan keadaan yang memiliki keterbatasan pada anggota

fisik, terdapat orang-orang yang dapat sukses dan berhasil dalam hidupnya

meskipun dengan kondisi yang juga penyandang tunanetra. Tidak jarang juga,

guru mengahadirkan langsung orang yang bersangkutan untuk langsung

memberikan motivasi kepada anak penyandang tunanetra dengan tujuan agar

dapat mandiri seperti orang tersebut.

Tidak semua anak penyandang tunanetra di MTs LB/A Yaketunis

Yogyakarta dapat dengan mudah menerima motivasi yang diberikan oleh guru

maupun orang lain untuk membentuk kemandirian diri mereka.

Keanekaragaman karakter yang dimiliki setiap anak harus dihadapai dan tidak

bisa dipungkiri oleh para guru. Pendekatan secara personal kepada anak

penyandang tunanetra dapat membantu dalam pembentuk kemandirian dalam

diri mereka. Tentunya pendekatan ini dilakukan dengan komunikasi

interpersonal yang dapat digunakan untuk mengetahuin permasalahan yang

dihadapi anak penyandang tunanetra dan tentunya memberikan solusi yang

tepat sehingga pembentukan kemandirian akan semakin mudah.

4. Penanaman Nilai Islam

Untuk penanaman nilai Islam kepada anak penyandang tunanetra di MTs

LB/A Yaketunis Yogyakarta tentunya bukanlah hal yang dapat dikatakan

mudah. Sudah menjadi tugas seorang guru dalam menanamkan nilai-nilai

agama dalam diri anak didiknya. Menjadi seorang guru yang juga memiliki

keterbatasan dalam fisiknya harus dapat menyampaikan nilai-nilai serta

latihan-latihan beragama dengan komunikasi yang baik serta mudah untuk

dipahami oleh anak penyandang tunanetra. Untuk membina agar anak

mempunyai kualitas agama yang baik tidaklah mungkin dengan penjelasan dan

pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang

terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai kualitas keagamaan yang

14

Page 16: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

baik. Latihan-latihan beragama yang menyangkut seperti ibadah shalat

berjamaan, puasa, zakat, doa-doa, bersedekah, dan menghafal juz amma harus

dibiasakan sejak kecil agar nantinya bisa merasakan manisnya beribadah

(Ulwan, 1999:169).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru, penanaman nilai-

nilai Islam yang dilakukan guru kepada anak penyandang tunanetra adalah

dengan penyampaian materi-materi keagamaan Islam yang diikuti dengan

praktek langsung, mengaitkan materi pembelajaran dengan kegiatan sehari-hari

berdasarkan dalil-dali dari Al Qur’an atau As Sunnah. Nilai-nilai agama Islam

lebih ditanamkan kepada siswa melalui praktek dan pembiasaan yang

dilakukan siswa di lingkungan sekolahnya. Keterampilan dalam berkomunikasi

harus dimiliki oleh guru agar penyampaian nilai-nilai agama Islam dapat lebih

mengena dan meresap dalam jiwa anak.

5. Kendala yang dirasakan Guru dalam Menghadapi Anak Penyandang

Tunanetra

Dapat dikatakan bahwa komunikasi yang berlangsung saat proses belajar

mengajar di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta antara guru dan anak

penyandang tunanetra sudah berjalan dengan baik dan efektif. Namun dengan

kondisi guru dan murid yang sama-sama memiliki keterbatasan pada

penglihatan tidak jarang akan menimbulkan hambatan dan kendala dalam hal

komunikasi. Hambatan utama yang dirasakan oleh guru dalam mengajar anak

berkebutuhan khusus adalah dengan keadaan mereka yang memiliki

keterbatasan bahkan ketidakmampuan untuk melihat. Hal tersebut jelas akan

menyulitkan anak penyandang tunanetra untuk menerima dengan baik serta

memahami informasi dari luar karena indera penglihatan merupakan salah satu

panca indera utama untuk menerima informasi dibanding panca indera lainnya.

Menurut salah satu guru yang mengajar di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta

kendala yang dihadapai guru dalam menghadapi siswa adalah ketika

menghadapi anak yang menyandang tunanetra sejak lahir, hal itu akan

menyulitkan dalam memberikan gambaran tentang sesuatu yang dijelaskan

karena tidak adanya bayangan tentang hal itu sebelumnya.

15

Page 17: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Dalam proses komunikasi terdapat tiga komponen pokok, yaitu

komponen mengirim pesan, komponen penerima pesan, dan komponen pesan

itu sendiri. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi (Sanjaya, 2009:

162). Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak penyandang tunanetra

adalah tingkat kepekaan anak yang berbeda-beda menyebabkan tidak semua

anak dapat dengan cepat memahami atau mengerti materi pembelajaran yang

disampaikan. Kesulitan untuk cepat memahami materi pelajaran inilah yang

juga menjadi kendala yang dirasakan oleh guru di MTs LB/A Yaketunis

Yogyakarta. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru

MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta, kendala lain yang peneliti temukan adalah

ketika bertemu dengan anak yang memiliki tunaganda yang akan

mengakibatkan guru menjadi satu-satunya media dalam pentrasferan ilmu

pengetahuan. Hal itu tentunya akan membuat guru memerlukan waktu yang

lebih lama untuk mengajari anak didiknya tersebut. Oleh kaeran itu, untuk

mengatasi hal tersebut seorang guru yang mendidik seta membina anak

penyandang tunanetra harus memiliki ketelatenan serta kesabaran ketika

mengajar. Yang tidak kalah penting, untuk mengatasi kendal-kendala tersebut

adalah dengan komunikasi yang baik kepada anak penyandang tunanetra, baik

dengan komunikasi verbal maupun nonverbal.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti atas strategi komunikasi

interpersonal guru kepada anak penyandang tunanetra dalam membentuk

kemandirian dan penanaman nilai Islam di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Strategi komunikasi interpersonal guru terhadap siswa berkebutuhan khusus

di MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta adalah

dengan:

16

Page 18: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

a. Memiliki keterampilan komunikasi dengan menerapkan komunikasi

dalam bentuk verbal dan non verbal, komunikasi verbal berupa kata-

kata, sedangkan komunikasi non verbal berupa tulisan dan gerakan

tubuh.

b. Model komunikasi dua arah secara langsung yang akan menimbulkan

feedback sehingga tercipta komunikasi yang interaktif

c. Penggunaan lima kualitas umum komunikasi interpersonal yang

menekankan efektivitas komunikasi interpersonal pada keterbukaan,

empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

d. Memiliki keahlian tambahan dalam ilmu teknologi dengan

penggunaan perangkat teknologi seperti buku audio, aplikasi talk back

pada handphone dan komputer berbicara sebagai media pembelajaran

bagi anak penyandang tunanetra.

e. Penyampain materi pembelajaran dengan berbagai metode

pembelajaran. Metode-metode tersebut diantaranya adalah metode

ceramah, metode bercerita, metode bermain, metode diskusi dan tanya

jawab, serta metode outing class.

2. Kendala yang dihadapi guru dalam pelaksanaan strategi komunikasi

interpersonal dengan anak penyandang tunanetra di MTs LB/A Yaketunis

Yogyakarta diantaranya:

a. Keterbatasan pada penglihatan anak penyandang tunanetra

menyebabkan pembelajaran yang disampaikan guru tidak dapat

berlangsung efektif sehingga guru harus mengulang-ulang dalam

penyampaian materi pelajaran sampai anak didiknya dapat memahami

materi yang disampaikan.

b. Kurangnya fasilitas atau media komunikasi seperti komuputer

berbicara dan buku braille yang disediakan oleh sekolah sehingga

menghambat keberhasilan penyampaian materi pembelajaran kepada

anak penyandang tunanetra.

17

Page 19: Tunanetra/anak yang mengalami gangguan sudiya 2018.docx · Web viewTeaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition

Daftar Pustaka

Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu

Basri, Hasan. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada

_____________. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: Grafindo Persada

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

DeVito, Joseph. 1997. Komunikasi antarmanusia. Jakarta: Profesionals Books.

Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: Lembaga Pengembangan sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (FPUI)

Mulyana, Deddy. 2011. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Riswandi, 2009. Ilmu komunikasi. Jakarta: Graha Ilmu

Sudrajat, Ajat dkk. 2008. Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press.

Thoha, Chabib. 1996. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

18