JURNAL
STRATEGI KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU TERHADAP
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(Studi Deskriptif Strategi Komunikasi Interpersonal Guru Terhadap Anak
Penyandang Tunanetra dalam Membentuk Kemandirian dan Penanaman
Nilai-Nilai Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan
Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta)
Oleh:
SUDIYA TRILIDARSA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
STRATEGI KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU TERHADAP
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(Studi Deskriptif Strategi Komunikasi Interpersonal Guru Terhadap Anak
Penyandang Tunanetra dalam Membentuk Kemandirian dan Penanaman
Nilai-Nilai Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan
Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta)
Sudiya Trilidarsa
Mahfud Anshori
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Teaching the disability student is a challenge, especially when the teachers also have the same limited condition. They both have to overcome their difficulties in learning and teaching processes. Teacher must have an interpersonal communication skill as an effective strategy to teach them. Beside that, the other important things that must be improved are self ability and islamic value. This study is located in MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta, a school for blind students. The purpose of this study is to know about the interpersonal communication strategy from the teacher to the blind student in the way to improve self ability and islamic value. This study uses the sensitivity theory in the humanistic view, which are open minded, emphaty, supportive, positivity, and equity. Descriptive studies with a quantitative method are applied to describe various aspects of the phenomenon. The sampling method is purposive. This study exploit primary data, which is obtained from the indepth interview. The interview took three blind teachers as the focus of this study. Data analysis technique employed are data reduction, data view and conclusion. The conclusion of the study is interpersonal communication strategy used by teacher with visual impairment to children with visual impairment is with skill in communicating and science of technology in use of technology device and use of five general quality of interpersonal communication. The communication’s problems found are (i) teachers must repeat the course materials regarding their vision condition; (ii) school facilities are not good enough to support the blind students’ activities at school.
Keyword: strategy, interpersonal communication, disabled teachers, disabled students
1
Pendahuluan
Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses komunikasi karena
dalam penyampaian materi pembelajaran terdapat proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan yang merupakan kerangka paling sederhana
dalam proses komunikasi. Sebagai seorang manusia yang merupakan makhluk
sosial, komunikasi menjadi hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi merupakan hal mendasar bagi setiap manusia. Thomas M. Scheidel
(dalam Mulyana, 2011: 4) mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama
untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial
dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa,
berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Oleh karena itu, komunikasi
menjadi kunci penting dalam kelancaran proses belajar mengajar disekolah.
Bagi manusia yang normal, proses komunikasi merupakan hal yang mudah
untuk dilakukan. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang
muncul dari benaknya. Namun, seseorang akan menganggap proses komunikasi
bukan merupakan hal yang mudah apabila terjadi gangguan, baik pada
komunikator, pesan, media yang digunakan ataupun pada komunikannya. Jika
memang dari salah satu komponen komunikasi tersebut terdapat gangguan, maka
akan menghambat proses dari komunikasi itu sendiri. Hambatan yang sering
ditemukan salah satu contohnya ditemukan pada interaksi yang melibatkan orang-
orang disabilitas.
Serupa dengan orang disabilitas, hambatan proses komunikasi juga sering
ditemukan pada interaksi yang melibatkan anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus kebanyakan susah untuk menerima atau mengartikan pesan
dari komunikator sehingga menyebabkan mereka sulit untuk berkomunikasi.
Frieda Mangunsong dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus, menyatakan bahwa:
2
“Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.” (Mangunsong, 2009: 4)
Anak berkebutuhan khusus dalam keseharian aktifitas sekolahnya dituntut
untuk berkomunikasi. Namun karena adanya keterbatasan pada mereka, tidak
jarang komunikasi akan terhambat. Sebagaimana kita tahu bahwa komunikasi
yang melibatkan anak berkebutuhan khusus tidak semudah ketika berkomunikasi
dengan anak normal. Untuk itu, peran seorang guru di sekolah untuk mendidik,
mengajar, dan membina anak berkebutuhan khusus sangat penting. Namun,
bagaimana jika kondisi guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus juga
memiliki keterbatasan pada salah satu panca inderanya, tentu proses komunikasi
tidak bisa dikatakan mudah. Oleh karena itu, komunikasi harus dibangun dengan
baik melalui komunikasi interpersonal antara guru dan anak berkebutuhan khusus.
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non
verbal (Mulyana, 2011: 81). Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi ini
adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal ataupun non verbal, seperti suami-istri, dua sejawat,
dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya.
Adapun fungsi komunikasi antarpribadi adalah berusaha untuk meningkatkan
hubungan insani (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik
yang sering muncul secara pribadi, mengurangi ketidakpastian akan sesuatu, serta
berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2002: 62).
Salah satu tujuan utama komunikasi interpersonal adalah mengubah sikap
dan perilaku. Guru disini menjadi komunikator yang sangat berperan penting
3
dalam mengubah atau membangun sebuah perilaku positif kepada anak
berkebutuhan khusus seperti kemandirian anak dan penanaman nilai-nilai agama
bagi siswa penyandang tunanetra. Guru sebagai tenaga professional di bidang
pendidikan, selain harus memiliki keterampilan komunikasi dalam proses belajar
mengajar, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis.
Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanankan
interaksi belajar mengajar. Namun teknis ini dapat dilaksanakan berdasarkan
strategi yang telah disusun sebelumnya. Dalam proses belajar mengajar, guru
dituntut untuk mampu dalam menciptakan kontribusi aktif dari anak-anak dengan
cara pengajar harus memberikan perhatian penuh dan fokus. Untuk itu, pendidik
perlu memiliki strategi komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar,
khususnya strategi komunikasi interpersonal. Strategi komunikasi interpersonal
yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum atau biasa disebut dengan
efektifitas komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan (openness), empati
(empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan
kesetaraan (equality) (Devito, 1997: 259). Mengingat pentingnya strategi
komunikasi interpersonal antara guru dan siswa penyandang tunanetra dalam
upaya membangun kemandirian diri dan penanaman nilai-nilai agama khususnya
agama islam, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang: “Strategi Komunikasi
Interpersonal Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif Tentang
Strategi Komunikasi Interpersonal Guru terhadap Siswa Penyandang Tunanetra di
Sekolah Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam
Yogyakarta)”. Penulis memilih MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra
Islam (Yaketunis) Yogyakarta dikarenakan sekolah tersebut khusus untuk anak
penyandang tunanetra dan sekolah tersebut tersebut memang memiliki visi untuk
menciptakan warga tunanetra yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,
berkehidupan mandiri dan mampu berperan dalam kehidupanberbangsa dan
bermasyarakat dan tidak adanya sekolah yang khusus untuk penyandang tunanetra
di kota Solo.
4
Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi komunikasi interpersonal guru terhadap siswa
penyandang tunanetra di MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam
(Yaketunis) Yogyakarta dalam membentuk kemandirian siswa dan
penanaman nilai-nilai islam?
2. Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam pelaksanaan komunikasi
interpersonal dengan siswa berkebutuhan khusus penyandang tunanetra di
MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) Yogyakarta?
Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Hoveland dalam Wiryanto mengungkapkan bahwa ”The process by
which an individual (the communicator) transmitsstimuli (usually verbal
symbol) to modify, the behavior of other individu”. (Komunikasi adalah proses
dimana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu
yang lain). Menurut Eduard Depari, pengertian komunikasi adalah proses
penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang
tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan (source,
communicator, sender), ditujukan kepada penerima pesan (receiver, audience)
dengan maksud mencapai kebersamaan (commones). Dalam proses
komunikasi kebersamaan tersebut diusahakan melalui tukar menukar pendapat,
penyampaian informasi ataupun perubahan perilaku atau sikap (Widjaja, 1968:
1-2).
Komunikasi memiliki empat fungsi utama yaitu untuk
menginformasikan (to inform), mendidik (to educate) menghibur (to
entertain), dan mempengaruhi (to persuade). Berdasarkan tingkatannya,
komunikasi terbagi menjadi komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi,
5
komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan
komunikasi massa (Mulyana, 2011).
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
ataupun non verbal (Mulyana, 2011: 81). Definisi lain menyebutkan bahwa
komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan
antara pengirim pesan (sender) dengan penerima (receiver) baik secara
langsung maupun tidak langsung (Aw, 2011: 5). Bisa dikatakan bahwa
komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling
sempurna yang mana memiliki peran penting dalam kehidupan selama manusia
masih memiliki emosi. Oleh karena itu komunikasi interpersonal sangat
potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat
menggunakan kelima alat indra kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan
kita. Adapun fungsi komunikasi antarpribadi adalah berusaha untuk
meningkatkan hubungan insani (human relations), menghindari dan msengatasi
konflik-konflik yang sering muncul secara pribadi, mengurangi ketidakpastian
akan sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain
(Cangara, 2006: 62)
Suranto Aw dalam bukunya yang berjudul komunikasi interpersonal
(2011: 7) menyebutkan terdapat Sembilan komponen pada komunikasi
interpersonal yaitu sumber atau komunikator, encoding, pesan, saluran,
penerima atau komunikan, decoding, respon, gangguan (Noise), konteks
dimensi ruang, wantu dan nilai. Terdapat enam tujuan komunikasi
interpersonal yaitu (Riswandi, 2009: 87) yaitu mengenal diri sendiri dan orang
lain, mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara hubungan menjadi
6
lebih bermakna, mengubah sikap dan perilaku, bermain dan mencari hiburan,
membantu.
3. Strategi Komunikasi Interpersonal
Didalam buku Cagara (2013) seorang pakar perencana komunikasi
Middleton (1980) membuat definisi tentang strategi komunikasi. Definisi
tersebut adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai
dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima, hingga pengaruh (efek)
yang dirancang untuk mencapai komunikasi yang optimal (Cangara, 2013:61).
Strategi komunikasi tersebut harus mampu menunjukkan bagaimana
operasioanalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa
pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.
R. Wayne Pace, Brent. D. Petersen dan M. Dallas Burnett dalam
bukunya “Theniquet for Effective Communication” (1979) menyatakan bahwa
tujuan sentral dari strategi komunikasi adalah : To secure understanding:
komunikan mengerti pesan yang disampaikan. To establishes acceptance:
pembinaan kepada penerima setelah pesan dimengerti dan diterima. To
motivation action: memotivasi kegiatan organisasi. Ada dua strategi
komunikasi interpersonal yang dapat digunakan untuk mengembangkan
interaksi dinamis antara guru dengan anak berkebutuhan khusus yaitu:
a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Komunikasi satu arah merupakan komunikasi yang berlangsung dari
satu pihak saja, yaitu hanya dari pihak komunikator dengan tidak
memberi kesempatan kepada komunikan untuk memberikan respon
atau tanggapan.
b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah
Komunikasi dua arah merupakan komunikasi yang berlangsung antara
dua pihak dan ada timbal balik baik dari komunikator maupun
komunikan.
4. Anak Berkebutuhan Khusus
7
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Kirk dan Gallagher (1989) serta smith dan ruth (1992) mendifinisikan anak
berkebutuhan khusus sebagai anak yang berbeda dari anak-anak normal dalam
beberapa hal yaitu ciri-ciri mental, kemampuan panca indra, kemampuan
komunikasi, perilaku sosial, atau sifat-sifat fisiknya.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus. Secara
singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut:
a. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
b. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
c. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
d. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
e. Tunagrahita
f. Lamban belajar (slow learner)
g. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
h. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
i. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
j. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)
k. Autisme
5. Kemandirian
Kemandirian merupakan suatu kecenderungan menggunakan
kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah secara bebas,
progresif, dan penuh dengan inisiatif. Menurut Desmita (2009: 185)
kemandirian atau otonom merupakan “kemampuan untuk mengendalikan dan
mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha
sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan”.
Kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis mengandung
pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu memutuskan atau
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain (Basri, 2000).
8
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa, mandiri
adalah suatu keadaan yang mampu mengarahkan diri dengan segala daya
kemampuan diri sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain yang terwujud
dalam tindakan nyata untuk menghasilkan sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Kemandirian dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa seseorang dengan cara bersikap, berperilaku serta berpikir mampu
menunjukkan kondisi mengarahkan diri dengan segala kemampuan yang
dimiliki dirinya yang mana tidak bergantung kepada orang lain.
6. Penanaman Nilai Islam
Penanaman menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
(1998: 690) berasal dari kata “tanam” yang artinya menaruh, menaburkan
(paham, ajaran dan sebagainya), memasukkan, membangkitkan atau
memelihara (perasaan, cinta kasih, semangat dansebagainya). Sedangkan
penanaman itu sendiri berarti proses/caranya, perbuatan menanam (kan). Nilai
Menurut H. Una dalam Chabib Thoha (1996: 60) Nilai adalah suatu tipe
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana
seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu
yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Sedangkan agama Islam menurut
Ajat Sudrajat, dkk (2008: 34) adalah agama yang diwahyukan Allah kepada
para RasulNya dan terakhir disempurnakan pada Rasul Muhammad, yang
berisi undang-undang dan metode kehidupan yang mengatur dan mengarahkan
bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan alam semesta, agar kehidupan manusia terbina dan dapat
meraih kesuksesan/kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,
penanaman nilai-nilai agama Islam ialah proses atau perbuatan menanamkan
beberapa pokok kehidupan beragama yang menjadi pedoman tingkah laku
keagamaan.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penenlitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi
9
interpersonal guru penyandang tunanetra terhadap siswa penyandang tunanetra di
Madrasah Tsanawiyah LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis)
Yogyakarta dalam membentuk kemandirian siswa dan penanaman nilai-nilai
islam dan mengetahui Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam pelaksanaan
komunikasi interpersonal dengan siswa berkebutuhan khusus penyandang
tunanetra di MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis)
Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, artinya bahwa
penentuan sampel mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat
terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini,
penulis mengambil sampel tiga orang guru penyandang tunanetra yang mengajar
di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan metode interview, observasi, dan kepustakaan dengan analisis
data menggunakan triangulasi data dan juga menggunakan model analisis
interaktif untuk validitas data pada penelitian ini.
Sajian dan Analisis Data
1. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
membentuk kepribadian dan hubungan yang harmonis serta komunikasi yang
efektif dengan strategi komunikasi interpersonal antara guru penyandang
tunanetra dengan siswa yang juga penyandang tunanetra di MTs LB/A
Yaketunis Yogyakarta. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa guru memiliki
peran yang penting dalam proses belajar mengajar bagi anak penyandang
tunanetra. Temuan penelitian menunjukkan, menjadi seorang guru yang
mengajar anak penyandang tunanetra diperlukan keahlian serta keterampilan
dalam komunikasi interpersonal baik ketika berkomunikasi antara guru
dengan seorang anak penyandang tunanetra ataupun dengan murid-murid
dikelas yang mana komunikasi interpersonal yang baik itu akan menghasilkan
sebuah aktivitas komunikasi yang interaktif sehingga proses penyaluran ilmu
10
pengetahuan kepada murid akan berjalan lancar. Dengan kondisi yang
memiliki kekurangan, membuktikan bahwa anak penyandang tunanetra
memerlukan kehadiran guru dalam proses belajar mengajar yang tidak dapat
digantikan dengan media pendidikan apapun.
Secara teori, komunikasi interpersonal merupakan sebuah proses
komunikasi yang terjalin diantara dua individu maupun lebih yang saling
bertukar informasi. Namun, terdapat hal yang lebih penting dibandingkan
dengan komunikasi interpersonal yaitu sebuah hubungan interpersonal. Di
dalam hubungan interpersonal tersebut terdiri dari tiga faktor penting yaitu
saling percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka lalu ditambah dengan rasa
empati dan simpati yang merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam
komunikasi interpersonal. Dari beberapa faktor tersebut merupakan faktor-
faktor untuk merencanakan komunikasi interpersonal yang efektif. Jika
ditinjau dari teori hubungan interpersonal, penelitian ini merupakan model
peranan yang mana hubungan interpersonal yang terjadi mencapai kadar
hubungan yang baik yang ditandai adanya kebersamaan, dimana setiap
individu bertindak sesuai dengan peranan, dan tuntutan peranan (Aw, 2011:
38). Peranan-peranan itu adalah guru yang memiliki peran untuk mendidik,
membina serta mengajari anak penyandang tunanetra.
2. Strategi Komunikasi Interpersonal
Perencanaan komunikasi dalam kerangka yang paling sederhana
menggunakan suatu strategi dalam pembelajaran sudah tentu berkaitan dengan
bagaimana menciptakan komunikasi yang efektif antara guru dan siswa. Dalam
teori sensitivitas retoris, Roderick Hart menemukan bahwa komunikasi yang
efektif muncul dari sensitivitas dan perduli dalam menyesuaikan apa yang
dikomunikasikan komunikator (guru) terhadap komunikan (murid). Sensitivitas
retoris merupakan sikap yang menunjukkan tendensi-tendensi untuk
mengadaptasikan pesan ke audiens. Sensitivitas retoris mewujudkan
kepentingan sendiri, kepentingan orang lain, dan sikap siatuasional. Teori ini
11
didukung oleh sudut pandang humanistik yang menekankan efektivitas
komunikasi pada keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan
kesetaraan yang menciptakan interaksi bermakna, jujur, dan memuaskan
(Bocher & Kelly dalam Devito, 1997: 259). Dalam penelitian ini, penerapan
strategi komunikasi interpersonal oleh guru kepada anak penyandang tunanetra
menggunakan lima kualitas umum komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan,
empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.
Sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di
lapangan, menunjukkan bahwa setiap guru penyandang tunanetra dalam
keseharian proses belajar mengajar dikelas menggunakan komunikasi dua arah.
Komunikasi dua arah atau two ways communication adalah proses komunikasi
dimana terjadi timbal balik (feedback) atau respon saat pesan dikirimkan oleh
sumber atau pemberi pesan kepada penerima. Jenis komunikasi ini berbanding
terbalik dengan komunikasi satu arah, dimana kedua pihak berperan aktif
saling berkesinambungan dan memberikan respon terhadap pesan yang
dikirimkan satu sama lain. Komunikasi dua arah banyak ditemukan pada
praktek komunikasi interpersonal atau antarpribadi maupun komunikasi
kelompok. Pada komunikasi dua arah memiliki hakikat yang memulai
percakapan adalah komunikator utama, komunikator utama mempunyai tujuan
tertentu melalui proses komunikasi tersebut, prosesnya dialogis, serta umpan
balik terjadi secara langsung (Siahaan, 1991: 57). Berdasarkan pernyataan
tersebut, dalam penelitian ini terbukti yang menjadi komunikator utama adalah
guru yang mempunyai tujuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan berupa
materi pelajaran kepada anak penyandang tunanetra yang selama proses belajar
mengajar berlangsung berusaha untuk menciptakan komunikasi yang interaktif.
Komunikasi dua arah dapat terjadi secara vertikal, horizontal, maupun
diagonal. Dalam penelitian ini, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dua
arah secara vertikal, yaitu komunikasi yang terjadi saat satu pihak memiliki
kedudukan lebih tinggi (guru) dibanding pihak lainnya (murid) dan terdapat
aliran komunikasi dari atas ke bawah maupun sebaliknya.
12
Dalam interaksi antara guru penyandang tunanetra dan anak penyandang
tunanetra ini terjadi melaui komunikasi secara dua arah yang mana selama
hubungan komunikasi ini berlangsung terdapat umpan balik dari anak murid
atas materi pembelajaran yang diberikan oleh guru.
Didalam penerapan strategi komunikasi interpersonal berupa
komunikasi dua arah pada saat proses belajar mengajar berlangsung
digunakanlah metode-metode pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah penyampaian materi pembelajaran sehingga murid akan lebih
mudah untuk menerima dan memahami materi yang disampaikan. Metode
adalah suatu cara teratur yang telah disusun untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses penelitian di MTs LB/A
Yaketunis Yogyakarta, terdapat beberapa metode pembelajaran yang
digunakan selama proses belajar mengajar berlangsung, yaitu metode ceramah,
metode bermain, metode tanya jawab.
Dengan demikian, dalam hal strategi komunikasi interpersonal antara
guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar di MTs LB/A Yaketunis
Yogyakarta adalah dengan menggunakan pola komunikasi dua arah yang
diterapkan melalui metode-metode pembelajaran dengan bantuan media-media
pembelajaran yang dapat digunakan dengan baik oleh penyandang tunanetra
sehingga memudahkan mereka dalam memahami materi pembelajaran yang
disampaikan.
3. Kemandirian
Pembentukan kemandirian pada anak penyandang tunanetra oleh guru
selama proses belajar mengajar berlangsung dapat dibentuk dengan
penyampaian melalui komunikasi yang baik. Interkasi yang edukatif dengan
komunikasi interpersonal antara guru dan murid sebagai sebuah proses
hubungan yang memiliki tujuan unttuk mendewasakan murid-murid yang
nantinya dapat membentuk kemandirian dari masing-masing diri mereka
sehingga dapat berdiri sendiri, dapat menemukan jati dirinya secara utuh. Guru
sebagai Pembina serta pembimbing harus dapat mengembangkan motivasi
kepada anak penyandang tunanetra pada setiap interaksi. Berdasarkan hasil
13
wawancara dengan beberapa guru, menunjukkan bahwa dalam pembentukan
kemandirian pada anak penyandang tunanetra yang berlangsung di MTs LB/A
Yaketunis Yogyakarta dilakukan dengan memberikan motivasi kepada anak-
anak penyandang tunanetra. Pemberian motivasi kepada mereka yang berisi
untuk tidak kalah dengan keadaan yang memiliki keterbatasan pada anggota
fisik, terdapat orang-orang yang dapat sukses dan berhasil dalam hidupnya
meskipun dengan kondisi yang juga penyandang tunanetra. Tidak jarang juga,
guru mengahadirkan langsung orang yang bersangkutan untuk langsung
memberikan motivasi kepada anak penyandang tunanetra dengan tujuan agar
dapat mandiri seperti orang tersebut.
Tidak semua anak penyandang tunanetra di MTs LB/A Yaketunis
Yogyakarta dapat dengan mudah menerima motivasi yang diberikan oleh guru
maupun orang lain untuk membentuk kemandirian diri mereka.
Keanekaragaman karakter yang dimiliki setiap anak harus dihadapai dan tidak
bisa dipungkiri oleh para guru. Pendekatan secara personal kepada anak
penyandang tunanetra dapat membantu dalam pembentuk kemandirian dalam
diri mereka. Tentunya pendekatan ini dilakukan dengan komunikasi
interpersonal yang dapat digunakan untuk mengetahuin permasalahan yang
dihadapi anak penyandang tunanetra dan tentunya memberikan solusi yang
tepat sehingga pembentukan kemandirian akan semakin mudah.
4. Penanaman Nilai Islam
Untuk penanaman nilai Islam kepada anak penyandang tunanetra di MTs
LB/A Yaketunis Yogyakarta tentunya bukanlah hal yang dapat dikatakan
mudah. Sudah menjadi tugas seorang guru dalam menanamkan nilai-nilai
agama dalam diri anak didiknya. Menjadi seorang guru yang juga memiliki
keterbatasan dalam fisiknya harus dapat menyampaikan nilai-nilai serta
latihan-latihan beragama dengan komunikasi yang baik serta mudah untuk
dipahami oleh anak penyandang tunanetra. Untuk membina agar anak
mempunyai kualitas agama yang baik tidaklah mungkin dengan penjelasan dan
pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang
terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai kualitas keagamaan yang
14
baik. Latihan-latihan beragama yang menyangkut seperti ibadah shalat
berjamaan, puasa, zakat, doa-doa, bersedekah, dan menghafal juz amma harus
dibiasakan sejak kecil agar nantinya bisa merasakan manisnya beribadah
(Ulwan, 1999:169).
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru, penanaman nilai-
nilai Islam yang dilakukan guru kepada anak penyandang tunanetra adalah
dengan penyampaian materi-materi keagamaan Islam yang diikuti dengan
praktek langsung, mengaitkan materi pembelajaran dengan kegiatan sehari-hari
berdasarkan dalil-dali dari Al Qur’an atau As Sunnah. Nilai-nilai agama Islam
lebih ditanamkan kepada siswa melalui praktek dan pembiasaan yang
dilakukan siswa di lingkungan sekolahnya. Keterampilan dalam berkomunikasi
harus dimiliki oleh guru agar penyampaian nilai-nilai agama Islam dapat lebih
mengena dan meresap dalam jiwa anak.
5. Kendala yang dirasakan Guru dalam Menghadapi Anak Penyandang
Tunanetra
Dapat dikatakan bahwa komunikasi yang berlangsung saat proses belajar
mengajar di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta antara guru dan anak
penyandang tunanetra sudah berjalan dengan baik dan efektif. Namun dengan
kondisi guru dan murid yang sama-sama memiliki keterbatasan pada
penglihatan tidak jarang akan menimbulkan hambatan dan kendala dalam hal
komunikasi. Hambatan utama yang dirasakan oleh guru dalam mengajar anak
berkebutuhan khusus adalah dengan keadaan mereka yang memiliki
keterbatasan bahkan ketidakmampuan untuk melihat. Hal tersebut jelas akan
menyulitkan anak penyandang tunanetra untuk menerima dengan baik serta
memahami informasi dari luar karena indera penglihatan merupakan salah satu
panca indera utama untuk menerima informasi dibanding panca indera lainnya.
Menurut salah satu guru yang mengajar di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta
kendala yang dihadapai guru dalam menghadapi siswa adalah ketika
menghadapi anak yang menyandang tunanetra sejak lahir, hal itu akan
menyulitkan dalam memberikan gambaran tentang sesuatu yang dijelaskan
karena tidak adanya bayangan tentang hal itu sebelumnya.
15
Dalam proses komunikasi terdapat tiga komponen pokok, yaitu
komponen mengirim pesan, komponen penerima pesan, dan komponen pesan
itu sendiri. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi (Sanjaya, 2009:
162). Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak penyandang tunanetra
adalah tingkat kepekaan anak yang berbeda-beda menyebabkan tidak semua
anak dapat dengan cepat memahami atau mengerti materi pembelajaran yang
disampaikan. Kesulitan untuk cepat memahami materi pelajaran inilah yang
juga menjadi kendala yang dirasakan oleh guru di MTs LB/A Yaketunis
Yogyakarta. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru
MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta, kendala lain yang peneliti temukan adalah
ketika bertemu dengan anak yang memiliki tunaganda yang akan
mengakibatkan guru menjadi satu-satunya media dalam pentrasferan ilmu
pengetahuan. Hal itu tentunya akan membuat guru memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mengajari anak didiknya tersebut. Oleh kaeran itu, untuk
mengatasi hal tersebut seorang guru yang mendidik seta membina anak
penyandang tunanetra harus memiliki ketelatenan serta kesabaran ketika
mengajar. Yang tidak kalah penting, untuk mengatasi kendal-kendala tersebut
adalah dengan komunikasi yang baik kepada anak penyandang tunanetra, baik
dengan komunikasi verbal maupun nonverbal.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti atas strategi komunikasi
interpersonal guru kepada anak penyandang tunanetra dalam membentuk
kemandirian dan penanaman nilai Islam di MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Strategi komunikasi interpersonal guru terhadap siswa berkebutuhan khusus
di MTs LB/A Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam Yogyakarta adalah
dengan:
16
a. Memiliki keterampilan komunikasi dengan menerapkan komunikasi
dalam bentuk verbal dan non verbal, komunikasi verbal berupa kata-
kata, sedangkan komunikasi non verbal berupa tulisan dan gerakan
tubuh.
b. Model komunikasi dua arah secara langsung yang akan menimbulkan
feedback sehingga tercipta komunikasi yang interaktif
c. Penggunaan lima kualitas umum komunikasi interpersonal yang
menekankan efektivitas komunikasi interpersonal pada keterbukaan,
empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.
d. Memiliki keahlian tambahan dalam ilmu teknologi dengan
penggunaan perangkat teknologi seperti buku audio, aplikasi talk back
pada handphone dan komputer berbicara sebagai media pembelajaran
bagi anak penyandang tunanetra.
e. Penyampain materi pembelajaran dengan berbagai metode
pembelajaran. Metode-metode tersebut diantaranya adalah metode
ceramah, metode bercerita, metode bermain, metode diskusi dan tanya
jawab, serta metode outing class.
2. Kendala yang dihadapi guru dalam pelaksanaan strategi komunikasi
interpersonal dengan anak penyandang tunanetra di MTs LB/A Yaketunis
Yogyakarta diantaranya:
a. Keterbatasan pada penglihatan anak penyandang tunanetra
menyebabkan pembelajaran yang disampaikan guru tidak dapat
berlangsung efektif sehingga guru harus mengulang-ulang dalam
penyampaian materi pelajaran sampai anak didiknya dapat memahami
materi yang disampaikan.
b. Kurangnya fasilitas atau media komunikasi seperti komuputer
berbicara dan buku braille yang disediakan oleh sekolah sehingga
menghambat keberhasilan penyampaian materi pembelajaran kepada
anak penyandang tunanetra.
17
Daftar Pustaka
Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu
Basri, Hasan. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
_____________. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: Grafindo Persada
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
DeVito, Joseph. 1997. Komunikasi antarmanusia. Jakarta: Profesionals Books.
Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: Lembaga Pengembangan sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (FPUI)
Mulyana, Deddy. 2011. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Riswandi, 2009. Ilmu komunikasi. Jakarta: Graha Ilmu
Sudrajat, Ajat dkk. 2008. Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press.
Thoha, Chabib. 1996. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
18