Upload
bulqis-vellaya
View
22
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
terapi transfusi
Citation preview
Penelitian observasi rasio plasma segar beku (fresh frozen plasma) dan sel darah merah
(Red blood cell) pada kasus perdarahan post partum
Pierre Pasquier, MD,* Etienne Gayat, MD, PhD, Thibaut Rackelboom, MD, Julien La Rosa, MD, Abeer Tashkandi, MD, Antoine Tesniere, MD, PhD, Julie Ravinet, MD, Jean-Louis Vincent, MD,
PhD,Vassilis Tsatsaris, MD, PhD, Yves Ozier, MD, PhD, François Gofinet, MD, PhD, and Alexandre Mignon, MD, PhD,
Perdarahan post partum merupakan komplikasi tersering persalinan yang dapat
mengancam nyawa. Kejadian bisa muncul tanpa adanya gejala dan tanda sebelumnya bahkan
kadang tidak ada faktor predisposisi sebelumnya.1 Perdarahan post partum merupakan penyebab
seperempat kematian ibu hamil di seluruh dunia, dengan perkiraan 125.000 kematian per
tahun.2,3 Akan tetapi, kematian akibat perdarahan post partum ini dapat dicegah.4 Prevalensi
perdarahan post partum pada negara- negara berkembang terus meningkat, termasuk Canada,
Australia dan Amerika. Ini merupakan isu utama yang berkembang pada negara maju dan negara
berkembang.5
Strategi penatalaksanaan pada kasus perdarahan post partum sudah mengikuti standar.7,8
Perdarahan yang dikontrol oleh ahli kandungan, bedah dan intervensi radiologi dapat
menyelamatkan nyawa pasien, tranfusi merupakan pilihan pada perdarahan massif yang dapat
mengancam nyawa. Penatalaksanaan pro-hemostasis termasuk penggunaan asam traneksamat,
konsentrat fibrinogen atau rekombinan factor VIIA sangat menarik untuk ditelaah lebih lanjut. 9
Data dari pasien trauma atau ruptur aneurisma aorta abdominal menyarankan peningkatan rasio
plasma beku segar (fresh frozen plasma,FFP) dan sel darah merah (red blood cell, RBC) dapat
berkontribusi untuk mengontrol asidosis, hipotermia dan koagulopati serta dapat meningkatkan
kelangsungan hidup pasien dengan perdarahan hebat.10 Untuk diketahui, saat ini tidak ada
penelitian yang menjelaskan rasio perbandingan FFP:RBC pada kasus perdarahan obstetri yang
telah dipublikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan efek dari strategi baru
dalam tranfusi darah dengan meningkatkan rasio FFP dan RBC, selain itu untuk menjelaskan
hubungan peningkatan rasio FFP dan RBC dengan pengontrolan perdarahan massif pada
perdarahan post partum dengan satu kali pemberian. Hipotesis penelitian ini adalah semakin
meningkatnya rasio FFP:RBC akan berhubungan erat dengan semakin cepatnya penghentian
perdarahan, sehingga memperkecil kebutuhan terapi bedah ataupun radiologi intervensi.
Metode
Kami telah menelaah semua data wanita yang bersalin setelah 24 minggu masa
kehamilan pada unit maternal Cochin Port Royal selama 4 tahun (2006-2009). Semua ibu partus
diikuti secara prospektif untuk di rekam data medisnya dan disimpan dalam rekam medis sesuai
rekomendasi Commission Nationale de l’Informatique et des Libertés. Karena penelitian ini
dilakukan dari mengumpulkan data retrospektif pada rekam medis tersebut , maka surat
persetujuan mengikuti penelitian (inform consent) dari pasien telah diberikan. Penelitian ini
diterima oleh IRB dari Bichat Hospital di Paris. Pada unit kami, relevansi data termasuk umur,
berat, tinggi, usia kehamilan, jumlah paritas, kembar/tidak, vagina, persalinan sesar , tipe dan
perlekatan plasenta, induksi persalinan, penggunaan analgesic epidural, komplikasi postpartum,
dan variabilitas neonatus merupakan data yang dikumpulkan. (DIAM,4D)
Pasien dengan volume perdarahan post partum > 500 ml di tatalaksana menggunakan
manual plasenta dan pemeriksaan genital serta pemberian oksitosin 20 IU . Tatalaksana seperti
ini menurut French Practice Guidline, apabila tidak efektif setelah 15- 30 menit, pasien akan
mengeluhkan perdarahan yang lebih hebat. Penatalaksanaan akan dilanjutkan dengan pemberian
prostaglandin E2,sulprostone. (500 ug selama 1 jam).7,11 Kadar hemoglobin darah akan dihitung
dengan point-of-care testing. Sampel darah akan dikumpulkan. Pengukuran konsentrasi
hemoglobin serta faktor –faktor koagulasi pada laboratorium rumah sakit. Pasien di tranfusi
apabila telah mengalami perdarahan berat sesuai dengan European Guideline.12 Pada institusi
kami, keputusan untuk mentranfusi FFP berada di bawah instruksi dokter anastesi. Keputusan
untuk mentranfusi produk darah berdasarkan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
koagulasi. Apabila sulprostone tidak dapat mengontrol perdarahan, tindakan intervensi dapat
dilakukan seperti embolisasi angiografi arteri atau menggunakan tindakan bedah seperti (ligasi
arteri, B-Lynch suture, histerektomi). Selama penelitian berlangsung, obat- obatan antifibrinolitik
seperti asam traneksamat tidak boleh diberikan, konsentrat fibrinogen juga tidak boleh diberikan.
Teknik kompresif seperti balon intra uterin tidak digunakan.
Untuk mencapai tujuan penelitian, kami memasukkan semua pasien dengan perdarahan
post partum yang mendapatkan sulprostone dan ditranfusi dalam waktu 6 jam sejak persalinan.
Pasien dibagi menjadi 2 grup berdasarkan sukses atau tidaknya kontrol perdarahan menggunakan
sulprostone, kelompok pertama yang hanya mengkontrol perdarahan dengan sulprostone
(kelompok sulprostone) dan kelompok kedua yang menggunakan tindakan intervensi untuk
mengontrol perdarahan (kelompok intervensi).
Rekam medis elektronik pasien tersebut di review oleh dokter anastesi dan dokter
kandungan untuk menentukan faktor resiko perdarahan post partum, identifikasi penatalaksanaan
perdarahan postpartum dan penggunaan komponen darah pada pasien. Analisis utama dilakukan
dengan menghitung dan membandingkan rasio FFP:RBC pada kelompok sulprostone dan
kelompok intervensi. Analisis sekunder dilakukan dengan mengelompokkan rasio FFP:RBC
kedalam rasio/perbandingan yang rendah atau tinggi sebagai 2 variabel independen yang terpisah
dan tindakan/prosedur invasive/intervensi sebagai variable dependen. Batas nilai rasio FFP:RBC
yang digunakan untuk mengelompokkan mana perbandingan rendah (low ratio) dan
perbandingan tinggi (high ratio) yaitu 0,5. Kami memilih nilai ini karena pada praktek klinik 1
unit FFP digunakan untuk 2 unit packed RBC . Analisis kategori rasio FFP:RBC sebagai variable
independen hanya dilakukan pada pasien yang mendapatkan FFP. Nilai hemoglobin terendah,
konsentrasi fibrinogen, jumlah platelet dan perpanjangan waktu protrombin di catat pada setiap
pasien.
Karena tidak ada kontrol pada penelitian ini, maka kami menggunakan skor pendekatan
untuk mempertimbangkan bias. Diantara berbagai teknik yang digunakan untuk skor pendekatan
adalah propensity score weighting karena skor ini merupakan metode yang paling cocok untuk
populasi dengan jumlah subjek yang sedikit.15 Kami menggunakan teknik inverse probability of
treatment weighting (IPTW) ,dimana individu yang terekspos atau tidak terekspos dapat
mewakili populasi. Variabel yang termasuk di dalam model skor pendekatan adalah jumlah total
transfusi RBC, konsentrasi fibrinogen yang rendah, jumlah platelet, dan perpanjangan waktu
protrombin serta tahun inklusi.1 Empat variabel ini dipilih karena merupakan memang faktor
yang signifikan terhadap derajat berat ringan perdarahan post partum. Tahun inklusi juga di ikut
sertakan karena perubahan selalu diamati pada tranfusi FFP. Kami mengevaluasi keefektifan
teknik pendekatan ini dengan menilai variable sebelum atau sesudah pembobotan/penghitungan
skor. Kemudian kami menilai efek rasio tinggi FFP: RBC pada sampel dipengaruhi
menggunakan model linear umum. Nilai odd rasio kesuksesan (tidak butuh tindakan medis
intervensi lebih lanjut) pada pasien yang menerima tranfusi dengan rasio FFP: RBC tinggi
[tingkat kepercayaan 95 % setelah teknik IPTW].
Hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk mean ± SD, median (dalam rentang), atau
( rentang interkuartil). Varibel tunggal akan dinilai menggunakan Student t test atau Wilcoxon
Rank Sum Test untuk variable kuantitatif dan Fisher Exact Test untuk variable kategorik. Hasil
dari analisa sekunder akan dilaporkan untuk kepentingan eksplorasi lebih lanjut dan tidak
dikoreksi untuk perbandingan. Analisis multi variat dan pendekatan system scoring ini
dilakukan setelah analisis multivariate. Semua test dilakukan 2 arah dan p<0,05 yang
dipertimbangkan significant.
Hasil
Selama 4 tahun, 12.226 wanita yang bersalin di unit maternal Royal, dan 639 dari mereka
mendapatkan sulprostone untuk perdarahan post partum. 142 (22%) menerima tranfusi RBC
dalam 6 jam pertama setelah melahirkan , gambaran cohortnya dapat dilihat pada gambar satu.
Penyebab utama perdarahan post partum adalah atonia uteri (61 %), diikuti dengan implantasi
plasenta yang abnormal (26%). Perdarahan dikontrol dengan sulprostone saja pada 90 dari 142
pasien (kelompok sulprostone) dan 52 pasien membutuhkan prosedur invasive lebih lanjut
(kelompok intervensi). Tidak ada perbedaan sosiodemographic dan karakteristik obstetric
(kecuali jumlah paritas) diantara kelompok. (Tabel 1). Rasio FFP: RBC meningkat secara
significant selama periode 4 tahun. (dari 1:1,8 pada 2006 dan 1:1,1 pada 2009; p< 0,001,
gambar2 )
Pada analisis skor pendekatan, kami mengevaluasi inverse probability of treatment
weighting dengan menilai nilai tengah sebelum dan sesudah pembobotan seluruh cohort,
termasuk pasien yang tidak menerima FFP, dan untuk 41 pasien yang mendapatkan minimal 1
unit FFP (Tabel 2 dan 3). Analisis skor pendekatan menunjukkan rasio FFP:RBC yang tinggi
berhubungan dengan berkurangnya kebutuhan terhadap prosedur intervensi yang lebih lanjut.
(OR [95% CI], 1,25 [1,07-1,47];P =0,008) untuk seluruh cohort dan untuk pasien yang menerima
minimal 1 unit FFP (OR [95%CI], 1,58 [1,19-2,10];P= 0,003). Analisis univariat
membandingkan kelompok sulprostone dengan kelompok intervensi (1:1,2 vs 1:1,6). Hasil
laboratorium wanita yang mendapatkan FFP dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan FFP
dapat dilihat pada tabel 6. Dari 41 pasien yang memperoleh transfusi FFP dan RBC,
pengontrolan pendarahan dengan sulprostone hanya terjadi pada 18 pasien, dan yang
membutuhkan minimal 1 prosedur intervensi ada 23 pasien (10 embolisasi, 8 ligasi arteri, dan 13
histerektomi). Tidak ada komplikasi signifikan akibat pemberian tranfusi darah yang didapatkan
dari data rekam medis mereka. Kejadian deep vein thrombosis(DVT)dan kematian pada ibu tidak
ada.
Diskusi
Untuk diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menganalisis
hubungan antara rasio FFP: RBC dan derajat perdarahan post partum. Hasil penelitian kami
menunjukkan manfaat dari peningkatan rasio FFP:RBC pada pasien dengan perdarahan post
partum yang hebat. Rasio yang semakin tinggi berhubungan dengan tingkat kesuksesan
sulprostone untuk mengontrol perdarahan sehingga akan mengurangi kebutuhan akan tindakan
intervensi lanjutan. Penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol pada tatalaksananya,
sehingga ada yang berpendapat pasien yang mendapatkan rasio FFP:RBC yang rendah atau
tinggi tidak dapat dibandingkan. Oleh karena itu kami menggunakan skor pendekatan untuk
mengurangi bias. Teknik prospensity score menunjukkan asosiasi yang kuat antara rasio tinggi
FFP: RBC dan kontrol perdarahan tanpa kebutuhan untuk prosedur intervensi.
Manfaat dari peningkatan rasio FFP: RBC dibandingkan dengan rasio rendah yaitu
didukungnya dengan control yang baik dan kontrol acak( randomized control).Strategi ini dapat
menurunkan kehilangan darah yang massif, membatasi kebutuhan untuk tindakan bedah ataupun
radiologi intervensi. Penelitian terbaru pada kasus trauma dan pembedahan dengan resiko
perdarahan yang massif telah menyarankan pemakaian FFP pada kasus perdarahan massif
tersebut.10 Guidline konvensional merekomendasikan rasio 1:3 atau 1:2 FFP:RBC, dan
perkembangan terbaru kearah rasio 1:1 pada kasus pertempuran/peperangan14, atau rupture
aneurisma aorta dimana disarankan tranfusi massif (dengan >4 unir FFP dalam 1 jam dan 10 unit
RBC dalam 24 jam). Model perhitungan matematika untuk menghitung kehilangan darah juga
menyokong pendekatan pada pasien syok hemoragik.
Syok hemoragik pada pasien setelah melahirkan tidak bisa dibandingkan dengan
perdarahan pada orang muda, atau tentara yang sehat lalu terluka, atau pasien tua dengan rupture
aneurisma aorta abdomen. Karena koagulasi darah dapat terjadi sangat cepat pada kasus
perdarahan hebat setelah melahirkan. Melalui trias letal yaitu asidosis, hipotermia, dan
koagulopati seperti pada pasien trauma, transfusi FFP dibutuhkan lebih awal dan lebih banyak
untuk kasus perdarahan hebat akibat post partum.
Dari hasil penelitian ini, kami menyarankan hipotesis yaitu menambah efek sulprostone
dan meningkatkan penggunaan FFP pada kasus perdarahan post partum massif dapat
dipertimbangkan. Penelitian observasi menjelaskan bahwa koagulopati terjadi secara awal pada
perdarahan post partum.17,18 Perdarahan obstetri akan diikuti dengan komplikasi koagulopati
akibat dilusi atau konsumsi faktor- faktor pembekuan terutama fibrinogen dan platelet.5,18 Selain
itu anemia juga menunjang kegagalan respon platelet. Perdarahan massif dengan syok
hipovolemik menyebabkan hipoksia jaringan,asidosis, hipotermia dan memicu terjadinya respon
inflamasi sistemik, yang dapat memicu koagulasi intravascular (disseminated intravascular
coagulation).20 Beberapa penelitian menjelaskan hubungan yang kuat antara penurunan kadar
fibrinogen dan prognosis perdarahan post partum.21,22 Penelitian lain menyatakan bahwa
penggunaan fibrinogen atau agen prohemostatik kurang bermanfaat untuk mendukung koagulasi
darah pada tatalaksana perdarahan post partum.23,24,25,26 Kita tidak menggunakan agen
prehemostatik, meskipun pemberian obat ini masih dapat dipertimbangkan.
Salah satu aspek yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut adalah pertimbangan
waktu optimal dalam pemberian tranfusi FFP. Snyder et al menjelaskan adanya hubungan
temporal antara rasio FFP: RBC dengan angka kematian pada pasien trauma dengan tranfusi
massif.27 Peneliti ini menjelaskan semakin tinggi rasio FFP:RBC berhubungan dengan semakin
rendahnya resiko kematian dimana rasio FFP:RBC dipertimbangkan untuk diberikan dalam 24
jam. Bagaimanapun asosiasi ini tidak menunjukkan hubungan statistic yang bermakna saat
waktu pemberian tranfusi FFP diperhitungkan, sehingga terdapat bias. Masih memungkinkan
jika perbandingan rasio FFP dan RBC tidak terlalu bermakna dibandingkan dengan waktu
pemberian FFP.28 Semakin awal pemberian FFP jika dibandingkan dengan pemberian FFP yang
lebih terlambat merupakan strategi yang mungkin dilaksanakan untuk mengoreksi kejadian
koagulopati setelah perdarahan massif, termasuk perdarahan post partum.29,30 Strategi tranfusi
lainnya juga pernah dijelaskan , sebagai contoh, model yang dijelaskan oleh Riskin et al pada
unit pelayanan trauma pada rumah sakit yang sama. Burtelow et al sukses mengaplikasikan
protokol tranfusi ini pada pasien dengan perdarahan obstetri. Akan tetapi, protocol ini dan
protocol lainnya tidak di dukung oleh data dari penelitian randomized-controlled trials.
Bagaimanapun,penelitian ini tetap memiliki kelemahan. Pertama, ini merupakan
penelitian tunggal bukan multisenter., Akan tetapi manfaat dari penelitian tunggal ini cukup unik
dan dapat diterima sebagai protocol dalam tatalaksana perdarahan post partum.7,11 Pengukuran
nilai tengah kadar hemoglobin mengindikasikan bahwa guidline yang kami ikuti sudah benar.
Selain itu unit dan rumah sakit kami menggunakan database lengkap termasuk data tranfusi.
Kedua, penelitian ini merupakan penelitian retrospektif, yang berpotensi untuk bias. Melakukan
penelitian random menggunakan FFP pada keadaan perdarahan post partum yang gawat darurat
akan sangat kompleks dan rumit. Akan tetapi hasil penelitian kami menjelaskam hubungan yang
kuat antara rasio tinggi FFP: RBC dan kontrol perdarahan, sehingga penelitian ini dapat
dibenarkan. Ketiga, tujuan utama dari penelitian ini (sukses atau gagal nya terapi konservatif
yang hanya menggunakan sulprostone) masih dipertanyakan. Memang kebutuhan untuk terapi
bedah ataupun radiologi intervensi belum didefinisikan dan diterima secara internasional, akan
tetapi cara tersebut merupakan cara yang sangat mudah dinilai secara klinis. Keputusan untuk
lanjut terhadap pilihan terapi lanjutan seperti bedah atau radiologi sangat tergantung kepada
pusat pelayanan kesehatannya apakah telah tersedia tenaga ahli dan sarana. Keempat, tidak ada
pembahasan mengenai efek samping dari tranfusi ini, sehingga kita tidak dapat mengeklusi efek
samping yang mungkin meningkat dengan penggunaan FFP, meskipun semua kejadian tercatat
dalam rekam medis elektronik. Akhirnya, kita hanya bisa menarik kesimpulan dari sebuah
asosiasi bukan hubungan sebab akibat.
Hasilpenelitian ini menyarankan untuk penelaahan lebih lanjut kapan pemberian FFP
yang bermanfaat pada pasien obstetri dengan kasus perdarahan massif. Akan tetapi, penelitian
dengan kontrol yang baik pada pasien obstetri sangat dibutuhkan untuk mengkonfirmasi hasil
penelitian ini, dan menjelaskan apakah data dari pasien trauma dapat di ekstrapolasi pada
perdarahan obstetri. Pemberian produk darah seharusnya tidak menimbulkan bahaya baru, 33,34
Akan tetapi penelitian lain menjelaskan hubungan antara rasio FFP: RBC dengan infeksi
nasokomial; pneumonia, , acute respiratory distress syndrome, transfusion-related acute lung
injury, dan kegagalan multi organ. Oleh karena itu, tujuan terapi diarahkan untuk mengatasi
keadaan hemostasis individual.9,35 Teknik atau perangkat, seperti thromboelastography lainnya,
dapat membantu menilaiPerdarahan post partum terkait koagulopati dengan lebih tepat dan
cepat, memungkinkan untuk koreksi kelainan lebih awal , dan akibatnya mengurangi morbiditas.