Upload
opi-nean
View
141
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
SKENARIO A BLOK 18
Mrs. Tuti, a 42 years old pregnant women was hospitalized at Moh Hoesin Hospital due to
uterine contraction. It was her second pregnancy. She forgot her first day of the last period but
she thought that her pregnancy was about 8 months. She delivered her second daughter by
caesarean section due to hypertension, it was 160/120 mmHg. There was no premature rupture of
membrane. The baby was not cried spontaneously after birth, but grunting and her whole body
was cyanosis. APGAR score at 1 minute was 4 and 5 minute was 8.
On Physical Examination:
Body weight was 1450 grams, body lenght was 42 cms, and head circumference was 32 cm. The
muscle tone was decreased, she was poorly flexed at the limbs, she has thin skin, more lanugo
over the body and plantar creases 1/3 anterior. At 10 minutes of age, she still had grunting and
cyanosis oh the whole body.
KLARIFIKASI ISTILAH:
• Uterine contraction : kontraksi uterus
• Caesarean Section : operasi bedah untuk melahirkan bayi melalui dinding
abdomen
• Cyanosis : diskolorisasi kebiruan dari kulit dan membran mukosa.
• Grunting : merintih
• Hypertension : tekanan darah yang meningkat diatas normal (pada ibu hamil
>140/90)
• APGAR score : skor yang digunakan untuk menilai keadaan bayi
(Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiratory Effort).
• Lanugo : rambut-rambut halus pada fetus.
• Not cried spontaneously : tidak menangis secara spontan
• Plantar creases 1/3 anterior : garis atau cekungan di 1/3 depan telapak kaki.
IDENTIFIKASI MASALAH:
• Ny. Tuti, 42 tahun, hamil anak ke dua, datang ke RSMH karena kontraksi uterus, usia
kandungannya sekitar 8 bulan
• 4 jam setelah itu, Ia melahirkan melalui operasi Caesar karena mengalami hipertensi
(tekanan darah 160/120mmHg)
• Bayi tidak menangis spontan setelah lahir, tetapi merintih, dan seluruh tubuhnya sianosis.
Skor APGAR 1’=4, 5’=8
• Hasil Pemeriksaan Fisik: Body weight was 1450 grams, body lenght was 42 cms, and
head circumference was 32 cm. The muscle tone was decreased, she was poorly flexed at
the limbs, she has thin skin, more lanugo over the body and plantar creases 1/3 anterior.
At 10 minutes of age, she still had grunting and cyanosis oh the whole body.
ANALISIS MASALAH:
• Bagaimana hubungan usia ibu saat hamil dengan keadaan janin dan persalinannya?
• Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan janin usia 8 bulan?
• Apa yang dapat menyebabkan kontraksi uterus pada usia kehamilan 8 bulan?
• a. Apa indikasi untuk caesarean section?
b. Apa komplikasinya pada ibu dan bayi?
• Bagaimana hubungan hipertensi dengan keadaan bayi yang dilahirkannya?
• Bagaimana penyebab dan mekanisme bayi lahir tidak menangis spontan, merintih,
sianosis seluruh tubuh?
• a. Bagaimana cara menilai skor APGAR?
b. Bagaimana interpretasi skor APGAR pada kasus?
• a. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik pada neonatus?
• Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
• Apa diagnosis banding pada kasus ini?
• Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan apa diagnosis kerja kasus ini?
• Apa etiologi, epidemiologi, dan factor resiko pada kasus ini?
• Bagaimana patofisiologi dan manifestasi klinis pada kasus ini?
• Bagaimana cara penatalaksanaan, pencegahan, dan follow up kasus ini?
• Apa komplikasi, prognosis, dan KDU pada kasus ini?
HIPOTESIS:
Bayi Ny.. Tuti, lahir premature, Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) Appropriate
Gestasional Age (AGA) mengalami asfiksia neonatorum karena suspect Penyakit Membran
Hialin.
SINTESIS:
• Keadaan Janin Usia 8 bulan
Perkembangan Janin Usia 8 Bulan. Semua indera pada janin sudah mulai berfungsi. Gerakan-
gerakan janin mulai terasa dengan jelas. Janin telah terbentuk sempurna dan posisi kepala berada
di bawah (cephalic). Paru-parunya sudah sempurna dan plasenta mencapai kematangan. Panjang
janin saat ini sekitar 45-50 cm dan beratnya 1,8 kg. Dengan panjang tersebut, wajar jika kantung
ketuban (amnion) mulai terasa sempit. Cairan amnion akan mencapai volume optimal, dan
kemudian akan mengalami pengurangan.
Saat janin mencapai usia 33 minggu, kuku jari tangannya akan mulai tumbuh. Kelopak mata
yang telah dapat membuka dan menutup sudah ditumbuhi bulu mata. Oksigen yang dibutuhkan
janin masih disuplai oleh ibu, karena janin belum mampu bernafas dengan sempurna (paru-paru
dan ginjal belum berfungsi sempurna). Pada masa ini, aktivitas janin sudah mulai mempelajari
bahasa yang sederhana, yaitu suara sang ibu dan orang-orang di sekitarnya. ika ibu sering
membacakan cerita bagi janin, maka setelah lahir, si janin akan mudah terlelap bila dibacakan
cerita yang sama sebagai pengantar tidur.
Pada bulan ini, perkembangan otak janin terus berkembang pesat, dan fungsi otak dalam
menghantarkan rangsangan syaraf semakin baik. Pada bulan kedelapan, aktivitas janin sudah
mulai menyesuaikan dengan aktivitas ibunya. Janin akan banyak beraktivitas pada siang hari,
dan pada malam harii ia akan beristirahat.
Perkembangan Janin Minggu ke-29
Posisi janin pada saat ini mempersiapkan diri seperti posisi lahir dengan kepala ke arah bawah.
Jaringan lemak terus terbentuk. Beratnya sekitar 1250 gram dengan panjang rata-rata 37 cm.
Kelahiran prematur mesti diwaspadai karena umumnya meningkatkan keterlambatan
perkembangan fisik maupun mentalnya. Bila dilahirkan di minggu ini, ia mampu bernapas meski
dengan susah payah. Ia pun bisa menangis, kendati masih terdengar lirih. Kemampuannya
bertahan untuk hidup pun masih tipis karena perkembangan paru-parunya belum sempurna.
Meski dengan perawatan yang baik dan terkoordinasi dengan ahli lain yang terkait, kemungkinan
hidup bayi prematur pun cukup besar
Perkembangan Janin Minggu ke-30
Beratnya mencapai 1400 gram dan kisaran panjang 38 cm. Puncak rahim yang berada sekitar 10
cm di atas pusar memperbesar rasa tak nyaman, terutama pada panggul dan perut seiring
bertambah besar kehamilan. Bagilah kebahagiaan saat merasakan gerakan si kecil pada suami
dengan memintanya meraba perut Anda. Mulai denyutan halus, sikutan/tendangan sampai gerak
cepat meliuk-liuk yang menimbulkan rasa nyeri. Aktifnya gerakan ini tak mustahil akan
membentuk simpul-simpul. Bila sampai membentuk simpul mati tentu sangat membahayakan
karena suplai gizi dan oksigen dari ibu jadi terhenti atau paling tidak terhambat. Janin mengisi
hampir seluruh ruang di rahim. Ketika janin menendang atau mendorong, anda dapat melihat
kaki atau tangannya bergerak di bawah kulit perut. Otak berkembang sangat cepat
Perkembangan Janin Minggu ke-31
Berat Janin sekitar 1600 gram dengan taksiran panjang 40 cm. Waspadai bila muncul gejala nyeri
di bawah tulang iga sebelah kanan, sakit kepala maupun penglihatan berkunang-kunang.
Terutama bila disertai tekanan darah tinggi yang mencapai peningkatan lebih dari 30 ml/Hg. Itu
sebab, pemeriksaan tekanan darah rutin dilakukan pada setiap kunjungan ke bidan/dokter.
Cermati pula gangguan aliran darah ke anggota tubuh bawah yang membuat kaki jadi bengkak.
Pada gangguan ringan, anjuran untuk lebih banyak beristirahat dengan berbaring miring
sekaligus mengurangi aktivitas, bisa membantu. Janin makin bertumbuh besar, jadi ruangan
rahim menjadi lebih sedikit, sehingga gerakan Janin akan berkurang. Janin kemungkinan dalam
posisi melengkungkan badan dengan dengkul dilipat, dagu didadanya serta tangan dan kaki
saling bersilang.
Perkembangan Janin Minggu ke-32
Janin berada dalam posisi kepala di bawah sampai nanti lahir. Janin akan tetap menendang,
gerakannya rata-rata sehari meningkat 375 kali per hari, tapi anda tidak akan merasakan
semuanya ini. sepuluh gerakan yang anda rasakan dalam sehari sudah normal. Pada usia ini
berat janin harus berkisar 1800-2000 gram dengan panjang tubuh 42 cm. Mulai minggu ini
biasanya kunjungan rutin diperketat/lebih intensif dari sebulan sekali menjadi 2 minggu sekali.
Umumnya hemodilusi atau pengenceran darah mengalami puncaknya pada minggu ini. Untuk
ibu hamil dengan kelainan jantung, hipertensi dan preeklampsia, mesti ekstra hati-hati. Sebab
dengan jumlah darah yang makin banyak, beban kerja jantung pun meningkat. Pada mereka yang
mengalami gangguan jantung dan tekanan darah, tentu makin besar pula peluang terjadi
penjepitan di pembuluh-pembuluh darah. Dampak lebih lanjut adalah tekanan darah meningkat.
Gangguan semacam ini tak hanya berbahaya pada ibu, tapi juga si janin, hingga biasanya
dipertimbangkan untuk dilahirkan. Terlebih bila terjadi perburukan kondisi, semisal tekanan
darah tak kunjung turun.
Minggu 24 - lahir : pada periode ini terjadi penyempurnaan pertumbuhan bronchioli dan alveoli.
Alveoli dibentuk oleh 2 jenis sel : tipe I pneumocytes adalah yang membentuk sebagian besar
alveoli, sedangkan tipe II hanya 2% dari permukaan. Sel tipe II menghasilkan dan menyimpan
cairan surfactant yang menjaga kestabilan tegangan permukaan alveoli dan menjaga agar alveoli
tidak kolaps. Minggu 23-24 mulai dihasilkan surfactant dalam jumlah kecil, kemudian bertahap
meningkat hingga minggu 30. Kelahiran dan nafas pertama merangsang dan mematangkan
produksi surfactant. Menjelang akhir periode kantong-kantong udara berkembang menjadi
alveoli multilokular yang primitif. Sesudah lahir alveoli berkembang ukuran dan jumlahnya.
Pada saat lahir 150 juta, berkembang menjadi 300-400 juta pada saat umur 3-4 tahun- jumlah
yang dibutuhkan orang dewasa. Tetapi perkembangan alveoli terus berkembang hingga usia 8
tahun.
Perkembangan paru yang perlu dicermati adalah produksi surfactant. Surfactant baru muncul
pada minggu ke 23-24, dan baru berkembang sempurna ketika bayi lahir sesuai umurnya. Jadi
bila bayi lahir prematur, maka terjadi permasalahan dengan produksi surfactant.
Kondisi bayi pada usia 8 bulan
Gambaran fisik bayi prematur:
· Ukuran kecil
· Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
· Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)
· Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
· Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
· Rambut yang jarang
· Telinga tipis dan lembek
· Tangisannya lemah
· Kepala relatif besar
· Jaringan payudara belum berkembang
· Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum
memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
· Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk
· Pernafasan yang tidak teratur
· Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki - laki )
· Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan
• Hubungan Usia Ibu saat Hamil dengan Kondisi Janin
Hamil pada usia 40 tahun termasuk kehamilan berisiko tinggi. Karena pada usia 40 tahun,
sudah terjadi penurunan struktural maupun fungsional, dimana pada kondisi tersebut kondisi
kesehatan ibu menurun, fungsi uterus menurun, kualitas sel telur berkurang, dan
meningkatnya komplikasi medis pada kehamilan dan persalinan, yang mempengaruhi
keadaan ibu saat hamil untuk kelangsungan hidup janin intrauterin. Banyak komplikasi yang
dapat terjadi pada kehamilan lebih dari 35 tahun apalagi jika merupakan kehamilan pertama.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah sbb:
1. Diabetes gestasional
Sebuah studi membuktikan bahwa wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko 2
kali mengalami DG dari wanita yang lebih muda (7,8). Wanita dengan DG akan memiliki
bayi besar (makrosomia), yang akan memiliki risiko injuri saat persalinan dan masalah klinis
saat neonatus ( seperti masalah pernapasan).
2. Hipertensi. Sebuah studi menemukan bahwa hipertensi saat kehamilan terjadi pada
wanita berusia lebih dari 35 tahun (8,9)
3. Placenta previa. Sebuah studi menemukan bahwa wanita pada akhir 30-an memiliki risiko
2 kali dan wanita pada usia 40 tahun memiliki risiko tiga kali untuk memiliki risiko ini dari
wanita yang lebih muda. Plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan hebat selama
persalian yang dapat membahayakan kondisi ibu dan bayi. Seksio Caesar dapat mencagah
komplikasi yang serius.
4. Keguguran
5. Cacat bawaan
6. Prematuritas. Sebuah studi menemukan bahwa pada wanita pada usia 40 tahun memiliki
risiko mempunyai BBLR. ( kurang dari 5,5 pon).
7. Stillbirth: yaitu kematian janin pada usia lebih dari 20 minggu kehamilan. Sebuah studi
menemukan bahwa pada wanita yang berusia 40 tahun memiliki risiko 2-3 kali dari wanita
yang berusia 20 tahun. Penyebabya tidak diketahui.
Usia ibu 40 tahun atau lebih merupakan predisposisi untuk melahirkan bayi premature dan
BBLR. 16.6% wanita usia 40 tahun atau lebih melahirkan bayi premature, dibandingkan
dengan 12.5% pada wanita usia 30-39 dan 11.9% pada wanita usia 20-29.
Bayi prematur biasanya menunjukkan tanda fisik yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Akibatnya bayi premature memiliki risiko tinggi untuk memiliki gangguan pada berbagai
organ.
• Masalah neurologi termasuk apneu prematuritas, hipoksia-iskemik ensefalopati,
retinopati prematuritas, disabilitas, serebral palsi dan perdarahan intraventrikular. Jika
terjadi perdarahan otak berat dapat menyebabkan kerusakan otak, terlebih kematian.
• Komplikasi kardiovaskular yang timbul dari kegagalan duktus arteriosus untuk menutup
setelah lahir.
• Masalah pernapasan, umumnya sindrom gawat napas (RDS)/penyakit membran hialin
dan penyakit paru kronis/displasia bronkopulmonar.
• Masalah gastrointestinal dan metabolik yang dapat timbul dari hipoglikemia, kesulitan
makan, rikets prmaturitas, hipokalsemia, hernia inguinal, dan enterokolitis.
• Komplikasi hematologi, termasuk anemia prematuritas, trombositopenia dan
hiperbilirubinemia yang dapat menyebabkan kernicterus.
• Infeksi termasuk sepsis, pneumonia dan infeksi saluran kemih.
• Usia gestasi 8 bulan termasuk ke dalam kehamilan preterm (<37 minggu). Berarti bayi
yang dilahirkan bersifat prematur. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan paru belum sempurna pada saat lahir dibandingkan dengan aterm.
Akibatnya terjadi defisiensi pembentukan surfaktan yang pada akhirnya akan
mengakibatkan kolapsnya alveoli dan terjadi RDS.
• Kurangnya sintesis surfaktan ini mengakibatkan kompliansi paru menurun, atelektasis,
gangguan pergantian gas di alveoli, hipoksia berat, dan asidosis.
• Selain itu, bayi prematur ini juga memerlukan tenaga yang lebih besar untuk
mengembangkan paru-parunya yang ditandai oleh salah satunya berupa mendengkur.
• Resiko lain yang mungkin terjadi pada bayi premature; BBLR, kulit yang belum matang
sehingga kemerahan, banyaknya rambut-rambut muda tipis (lanugo), dan garis pada
telapak kakinya hanya ada sepertiga .
• Indikasi dan Komplikasi Sectio Cesarean
Indikasi operasi sectio cesarean:
• Placenta previa
• Abruptio plasenta
• Ruptur uteri
• Presentasi bokong
• Tali pusat menumbung
• gawat janin
• Partus yang lama
• Cesarean berulang
• Disproporsi kepala-panggul
• Infeksi genital herpes aktif
• Diabetes
• Preeklampsia
• Cacat janin
• Kehamilan multipel
Pada kasus, section cesarean yang dilakukan sesuai dengan indikasi.
Komplikasi Sectio Cesarean bagi bayi:
• Kelahiran premature
• Masalah pada pernapasan
• Skor APGAR yang rendah
Komplikasi-komplikasi ini timbul pada kasus.
• Hubungan Hipertensi dengan Kondisi Bayi yang dilahirkan
BBLRTdk menangis spontanmerintihsianosisPerfusi jaringan jg me↓ (iskemia)Aliran darah ke janin tidak tercukupi (hipoksia)Aliran darah uteroplasenta me↓
• Spiralis relative vasokontriksiLumen a. spiralis tdk mengalami distensi & dilatasi
Lap. Otot spiralis mjd tetap kaku & kerasTdk tjd invasi sel2 trofoblast pd lap. Otot a. spiralis & jaringan matrix sekitarnyaHipertensi dlm kehamilan
• Tanda dan Gejala yang muncul pada Bayi Ny. Tuti
• Bayi Lahir tidak menangis spontan
Bayi tidak langsung menangis setelah dilahirkan merupakan tanda-tanda asfiksia
neonatorum. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
Penyebab asfiksia:
• Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika
atau anestesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Berkurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini sering sitemukan pada keadaaan gangguan kontraksi uterus, misalnya
hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.
• Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
perdarahan plasenta, dan lain-lain.
• Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dll.
• Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
seperti pemakaian obat anestesi/analgetik yang berlebihan pada ibu secara langusng
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin. Trauma yang terjadi pada
persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, kelainan kongenital pada bayi,
misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru,
dll.
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah
dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin,
sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus
arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi
udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi
plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga
aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen
yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang
banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke
seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen
(21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen
meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit.
Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan
mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
Oleh karena tidak terjadi tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam, cairan di dalam
paru tidak dikeluarkan sehingga bayi sianosis. Terganggunya pengeluaran cairan di dalam
paru ini dapat terganggu pada keadaan pasca-seksio sesarea. Hal ini disebabkan karena
jika persalinan dilakukan melalui vagina, kompresi intermitten toraks dapat
mempermudah pengeluaran cairan dalam paru-paru.
Merintih (grunting) merupakan salah satu usaha bayi agar membran alveolusnya tidak
kolaps dengan menaikkan positive end-expiratory pressure.
• Grunting
Grunting atau merintih merupakan tanda dari respiratory distress pada bayi baru lahir
biasanya terjadi bersamaan dengan nasal flaring dan retraksi intercostal atau subcostal.
Suara yang keluar terjadi karena tertutupnya glotis selama ekspirasi yang dapat
meningkatkan tekanan akhir ekspirasi pada paru (end-expiratory pressure) sebagai
usaha meningkatkan oksigenasi pada bayi.
Etiologi:
• transient tachypnea in new born
• croup
• meconium aspiration
• pneumonia
• RDS
• Sianosis seluruh tubuh
Cyanosis adalah warna kebiruan pada kulit yang disebabkan desaturasi oksigen
(>5g/dl).
Beberapa hal yang mungkin menyebabkan cyanosis pada neonatus antara lain :
• Gangguan respirasi
• Penyakit paru
• Neonatus :RDS, MAS, bronkopulmonary dtsplasia, lung
hipoplasia (diafragma hernia),pulmonary interstitial
emfisema,
• Infeksi; pneumonia, pneumoitis, bronkiolitis.
• Asthma
• Cystic fibrosis,
• Infiltrat disease, pulmonary hemosiderosis, sarcoidosis.
• Obstruksi saluran nafas,
• Congenital; choanal atresia, macroglossia, trakeoesofageal fistule,
micrognathia, vascular ring, laringeal web, trakeal stenosis,
• Infeksi, acute epiglotitis, croup, retrofaringeal abcess, laringspasme.
• Trauma pneumotorak, pneumomediastinum,
• Lainnya lymphoma, goiter,foreign body, obese.
• Trauma, pneumotorak, pneumediastinum, vocal cord injury.
• Pulmonary vascular disease
• Primary pulmonary hipertensi
• Pulmonary arteriovenous malformation.
• Gangguan system cardiovascular
• Penyakit jantung congenital Sianotik
• 6T : Tetralogi of fallot, transposisi great artery, Trichamber (hipoplastik
left heart syndrome), Truncus arteriousus,Tricuspid atresia, total
anomalous pulmonary venous connection.
• Arteriovenular canal defect, critical pulmonary stenosis, pulmonary
atresia, Eisenmenger syndrome
• Persisten pulmonary hypertensive of the newborn.
• Severe congestive heart failure
• Gangguan sirkulasi: syok, hipotensi, sepsis, vena cava obstruksi,
hipoglikemi, cardiomyopathy.
• Gangguan system nervous
• Apnea; premature, cerebral anomalis, cerebral haemorage, meningitis,
ensefalitis.
• Breathing-holding spells
• Respiratory breathing weakness; MG, GBS, infant botulinum.
• Abnormal hemoglobin
• Methemoglobin; familial, nitrat exposure, aniline dye ingesti
• Low- oksigen affinity hemoglobin
• Policitemia vera,
Mekanisme Tanda dan Gejala yang terjadi pada bayi Ny. Tuti
• SKOR APGAR
Kriteria 0 1 2
Activity
(tonus otot)
Lumpuh Fleksi tungkai atas dan bawah
Gerakan aktif
Pulse
(denyut jantung)
Tidak ada < 100x/min > 100x/min
Grimace
(refleks iritabilitas)
Tidak ada respon Meringis Bersin atau batuk, menjauh saat saluran napas distimulasi
Appearance
(warna kulit)
Biru - abu-abu atau pucat di seluruh tubuh
Badan merah, kaki dan tangan biru
Seluruh tubuh dan anggota gerak merah
Respiration
(pernapasan)
Tidak bernapas Menangis lemah; terdengar seperti merengek atau mendengkur; Lambat, ireguler
Baik, menangis kuat
*Penilaian pada satu menit pertama:
• total nilai 7 - 10 : bayi dalam kondisi baik (bugar)
• total nilai 4-6 : bayi mengalami sesak nafas (asfiksia) sedang
• total nilai < 4 : bayi asfiksia berat.
Pada kasus ini bayi mengalami aspeksia sedang
*Penilaian 5 menit kemudian gunanya untuk menilai keberhasilan resusitasi
terhadap bayi. Nilai APGAR yang jelek pada lima menit akan menghasilkan
kematian bayi atau komplikasi syaraf pada bayi seperti cerebral palsy.
Skor APGAR menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan sebagai pedoman
untuk menentukan cara resusitasi (seberapa bagus bayi menghadapi kelahiran).
Skor APGAR menunjukkan adaptasi bayi dg lingkungan baru, mempunyai
korelasi yg erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966)
Jika score <8 → membutuhkan pertolongan
<5 → membutuhkan pertolongan segera dalam menyesuaikan
lingkungan barunya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian skor APGAR:
FALSE-POSITIVE (NO FETAL
ACIDOSIS OR HYPOXIA; LOW
APGAR)
FALSE-NEGATIVE
(ACIDOSIS;NORMAL APGAR)
Immaturity Maternal acidosis
Analgesics, narcotics, sedatives High fetal catecholamine levels
Magnesium sulfate Some full-term infants
Acute cerebral trauma
Precipitous delivery
Congenital myopathy
Congenital neuropathy
Spinal cord trauma
Central nervous system anomaly
Lung anomaly (diaphragmatic hernia)
Airway obstruction (choanal atresia)
Congenital pneumonia and sepsis
Previous episodes of fetal asphyxia
(recovered)
Hemorrhage-hypovolemia
Interpretasi Skor APGAR pada bayi Ny. Tuti:
Pada 1’= 4 bayi dalam keadaan asfiksia sedang membutuhkan pertolongan segera dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya
Pada 5’=8 bayi dalam keadaan baik
• Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Berat badan 1450 g 2500-4000 g (aterm)
32 minggu = 1200-
2200 g
34 minggu = 1500-
2700 g
BBLSR
<2500 = BBLR
<1500 = BBLSR
<1000 = Extremely
low birth weight
Sesuai dengan usia
kehamilan = AGA
(kurva 1. persentile
BB,PB, lingkar
kepala) prematuritas
murni.
Panjang badan 42 cm 30 minggu = 37.5
cm
32 minggu = 40 cm
34 minggu = 42.5
cm
36 minggu = 45 cm
Sesuai dengan usia
kehamilan = AGA
(kurva 1. persentile
BB,PB, lingkar
kepala)
40 minggu = 50 cm
Lingkar kepala 32cm 31-36 cm (aterm)
32 minggu = 27-32
cm
34 minggu = 29-34
cm
Sesuai dengan usia
kehamilan = AGA
(kurva 1. persentile
BB,PB, lingkar
kepala)
Tonus otot Menurun Prematur
Ekstrimitas Poorly
flexed
Prematur
Skor Ballard = 1
Kulit Tipis Kulit sudah agak
tebal ,kasar.
Tebal jaringan
subcutan 0,25-0,5
cm
Prematur
Skor Ballard = 1 atau
2
Lanugo Seluruh
tubuh
Tidak ada lanugo Prematur
Skor Ballard= 1
Plantar creases 1/3
anterior
Seluruh telapak kaki Prematur
Skor Ballard = 2 atau
3
Setelah 10 menit
Grunting Tidak terdapat
grunting dan tidak
sianosis
Gangguan
pernapasan
• BBLSR,
prematuritas murni
(AGA) bayi lahir
dengan kondisi
paru belum matang
Sianosis seluruh tubuh asfiksia
neonatorum bayi
melakukan usaha
bernafas (gasping)
yang terdengar
sebagai rintihan
(grunting)
• Asfiksia
neonatorum
kurangnya kadar
oksigen pada
seluruh tubuh
sianosis
Mekanisme :
• Preterm perkembangan organ & pembentukan otot belum sempurna BBLSR
• Preterm paru belum sempurna bayi berusaha memenuhi kebutuhan oksigennya energy yg
dibutuhkan banyak cadangan energy bayi akan makin berkurang tonus otot melemah.
• Perkembangan motorik terjadi dari proksimal ke distal karena bayi masih preterm Flexi
extrimitas kurang
Keterangan :
• BB
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir
• PB
Rumus HAASE
Taksiran usia janin atau neonatus : 32 minggu panjang fetus = usia (bulan) x 5cm = 8 x 5
= 40 cm
• Lingkar Kepala
Pengukuran PB dan lingkar kepala dilakukan setengah jam setelah kelahiran. Kepala bayi
biasanya mengecil saat melewati jalan lahir dan akan kembali normal beberapa waktu
kemudian. Bahkan pada bayi yang lahir dengan bantuan vakum, pengukuran ini perlu
ditunggu setelah 24 jam kemudian sampai kepala bayi normal
Lubchenco chart : untuk menilai ukuran sesuai usia gestasi
Kurva 1. Persentile BB, PB, dan lingkar kepala
• Tonus otot
Normal pada bayi aterm : mampu melakukan gerakan aktif
• Ekstremitas
Normal : mampu memflexikan sampai mencapai sudut terkecilnya. Makin aterm, makin
kecil sudut yang bisa dibentuk.
• Kulit
Normal cukup bulan = kulit ditutupi zat yang bersifat seperti lemak (verniks kaseosa)
sebagai pelumas dan isolasi panas. Kulit halus, licin (pada usia 37-38 minggu). Tebal
subkutan 0,25-0,5 cm.
• Lanugo
Normal : tidak ada lagi, kecuali kadang-kadang terdapat lanugo disekitar punggung
(pada usia 37-38 minggu)
Kulit tipis dan banyak lanugo di seluruh tubuh
• Merupakan karakteristik bayi prematur, karena pada bayi yang prematur proses keratinisasi
pada kulit belum berlangsung sempurna dan lemak pun masih tipis sehingga kulit terlihat
lebih tipis dan pembuluh darahpun jadi lebih terlihat jelas hingga warnanya kemerahan.
• Lanugo adalah rambut halus pada permukaan tubuh bayi, umumnya semakin matur usia
bayi kan semakin hilang.
• Plantar creases
Normalnya pada bayi aterm : lipatan plantar sudah terlihat hampir di seluruh permukaan
plantar. pada usia 37-38 minggu : 2/3 anterior /seluruh kaki.
• Pada 10 menit setelah kelahiran, masih merintih dan mengalami sianosis di seluruh
tubuh gangguan pernapasan
• Sianosis
Adalah diskolorasi kebiruan dari kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi
hemoglobin tereduksi yang berlebihan dalam darah.
Sianosis pada seluruh tubuh menunjukkan bahwa tubuh kekurangan oksigen. Pada
neonatus merupakan salah satu indikator terjadinya asfiksia neonatorum.
• Grunting
Adalah suara rintihan saat inspirasi yang terdengar pada bayi yang mengalami asfiksia
neonatorum.
Interpretasi : terjadi kesulitan bernafas pada bayi sehingga bayi melakukan usaha bernafas
dan terdengar sebagai suara rintihan.
• Diagnosis Banding
Hialin
membrane
TTN PDA Pneumonia
aspiration
Meconium
aspiration
Grunting + + - -(wheezing) -
Cyanosis + - + + +
Breathing
problem
+ + + + +
Premature
baby
+ -/+ + - -
• Penegakkan Diagnosis
• ANAMNESIS
Pada kasus:
• Usia ibu 42 tahun
• Hamil anak ke dua
• Usia kandungan sekitar 8 bulan
• Tidak ada Premature Rupture of Membrane
• Kondisi Ibu
• Umur ibu
• Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
• Riwayat HPHT
• Riwayat Antepartum
• Status social ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
• Apakah ada DM, hipotensi, perdarahan?
• Apakah ada faktor risiko HDK, PEB, KPD, hemorhage antepartum?
• Riwayat Inpartu
• Ketuban jernih / mekonium
• Melahirkan premature
• Terpajan hipotermia
• Faktor Risiko
• Hamil usia muda
• Infeksi seperti TORCH
• Hamil ganda
• Multigravida
• Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan
prolaps umbilicus
• Serviks inkompetens
• Riwayat keluarga
• Riwayat pengobatan
• Pengguanaan Steroid
• Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alcohol
• Riwayat resusitasi bayi
• Golongan darah, faktor Rh, amniosentesis.
• Kondisi Bayi
• Apakah ada rintihan saat menghela napas?
• Apakah bayi gemeli?
• Apakah ada abnormalitas kongenital?
• Apakah ada infeksi?
• PEMERIKSAAN FISIK
Pada kasus:
• Berat badan 1450 gram
• Panjang badan 42 cm
• Lingkar kepala 32 cm
• Tonus otot menurun
• poorly flexed at the limbs
• Kulit tipis
• Lanugo lebih banyak
• Plantar creases kurang dari 1/3 anterior
• APGAR skor 1’=4, 5’=8
• 10 menit setelah lahir masih grunting dan sianosis
Pemeriksaan tanda vital, khususnya respiratory rate dan denyut jantung
Pemeriksaan fisik pada Respiratory Distress Syndrome, dapat dijumpai tanda-tanda sbb
:
• Takhipneu (> 60 -80 x/mnt ),
• Pernafasan mendengkur / merintih ( grunting )
• Retraksi subkostal/interkostal,
• Pernafasan cuping hidung,
• Sianosis ( menetap / progresif > 24-48 jam I ) dan pucat,
• Hipotonus,
• Apneu,
• Gerakan tubuh berirama,
• Sentakan dagu
• Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam (Dispnea)
• Bradikardia (PMH berat)
• Hipotensi
• Hipotermi
• Tonus otot menurun
• Edem dorsal tangan/kaki
• Kardiomegali
• PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Px. Laboratorium
• Px. Jumlah darah
• Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, CRP
• Bs t’.: polisitemia krn hipoksemia kronik
• Elektrolit / Kimia darah
• Me↑nya asam laktat dan asam organik lain >45 mg/dl (prognosis buruk)
• Serum bikarbonat ↑ krn kompensasi metabolik untuk hiperkapnia kronik
• Hipokalsemia, hipokalemia, hipofosfatemia menyebabkan gangguan kontraksi
otot.
• Hipoglikemia
• Kadar bilirubin ↑
• Lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur,
pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamilan 33
minggu
• Analisis Gas Darah
u/ menilai adanya hipoksia, asidosis respiratorik & asidosis metabolik
• PaO2 ↓ (oksigenasi turun dan pirau arteri- vena)
• PaCO2 ↑
• pH darah < 7,2 (asidosis respiratorik dan metabolik)
• PaO2 < 60 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, atau saturasi O2 arterial < 90% gagal
nafas akut.
• Kultur darah ( sepsis, pneumonia )
• Px. Radiologi
Foto Toraks
menunjukkan gambaran retikulogranular (a unique ground glass / "tanah kaca
unik" ) yg difus bilateral atau gambaran bronkhogram udara & pau yg tidak
mengembang.
• terlihat bercak difus berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya tabung-tabung
udara bronkus (air bronhcogram).
• Gambaran retikulogranular merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga
apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas.
• Gambaran bronkhogram yg menonjol menunjukkan bronkiolus yg meutup latar
belakang alveoli yang kolaps.
• Untuk melihat atelektasis, menyingkirkan pneumotoraks, hernia diafragmatika, dll.
• Kadang rontgen awal normal hanya berkembang gambaran khas pada 6-12 jam
• Gambaran jantung yang samara mungkin normal/ membesar
• Pemeriksaan Fungsi Paru
Tidal volume ↓ , lung compliance berkurang , kapasitas residu fungsional ↓ , vital
capacity terbatas , ↓ fungsi ventilasi dan perfusi paru
• Pemeriksaan Fungsi Jantung
Dengan katerisasi jantung memerlihatkan bebebrapa perubahan dalam fungsi
kardiovaskular, ex : paten duktus arteriosus, pirau dari kiri ke kanan / sebaliknya,
menurunnya tekanan arteri paru & sistemik.
• Elektrokardiografi (EKG)
Kadang-kadang digunakan untuk menyingkirkan masalah jantung yang mungkin
menyebabkan gejala mirip RDS. Sebuah elektrokardiogram merupakan tes yang
mencatat aktivitas listrik jantung, menunjukkan irama yang abnormal (aritmia atau
disritmia), dan mendeteksi kerusakan otot jantung.
• Diagnosis Kerja
BBLR PREMATURITY
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
Klasifikasi
Berdasarkan berat badan lahir:
• <2500 gram : berat badan lahir rendah
• <1500 gram : berat badan lahir sangat rendah
• <1000 gram : berat badan lahir sangat ekstrim rendah
Berdasarkan ukuran gestasi:
• Berat antara persentil 90th dan 10th : Appropiate gestational age
• Berat < persentil 10 : Small for gestational age
• Berat diatas persentil 90 : Large for gestational age
Berdasarkan klinisnya:
• Bayi preterm (prematur)
• Bayi lahir dengan usia kehamilan di bawah 37 minggu
• Mungkin belum siap hidup di lingkungan di luar uterus sehingga bisa saja terjadi
kesulitan untuk bernapas, menghisap, mudah infeksi, dan tetap hangat.
Diklasifikasikan menjadi:
• Prematuritas murni
•Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan.
• Dismaturitas
•Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi
itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilannya.
• Bayi SGA
• Bayi yang tumbuh tidak baik pada saat masa kehamilan
• Bayi biasanya cukup bulan dan bisa bernapas dan menghisap dengan baik
Manifestasi klinis
• Kulit : kemerahan, kulit tipis, pembuluh darah mudah terlihat
• Lanugo : lanugo banyak
• Ekstremitas : ekstremitas kecil dan tonus otot kurang, kedua paha dalam keadaan
abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki dalam fleksi atau lurus
• Kepala : proporsi kepala lebih besar daripada badan, fontanella lembut dan datar, posisi
kepada pada satu sisi
• Genital : pada laki-laki testis bisa saja tidak turun dan skrotum kecil, pada perempuan,
klitoris dan labia mayora besat
• Terlapak kaki : creases hanya ada pada anterior
ASFIXIA NEONATORUM
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin
meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
• "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerkikan istimewa.
• "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan
terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, refick iritabilitas tidak ada
• Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung
kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada
Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
• Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap.
• Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau
pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi baru lahir
meriip;ik;in kcltiniutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan
persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup
yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
• Faktor Ibu
• Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia
dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
• Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
• Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
• Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
• Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
• Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
• Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali
pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
• Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
• Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
• Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan
konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang
bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk
merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian
akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan
akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi
dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi
jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian
diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas
mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi
akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang
kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap
sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
Manifestasi Klinis:
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
• DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
• Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
• Apnea
• Pucat
• Sianosis
• penurunan terhadap stimulus.
PENYAKIT MEMBRAN HYALIN
Definisi
Penyakit membran hyalin merupakan sindrom gawat nafas yang terjadi pada neonatus
akibat kurangnya surfaktan.
Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah suatu keadaan
dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat tetap terbuka karena
tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan.
Stadium Penyakit
Berdasarkan foto thorax, stadium penyakit membran hyalin adalah sebagai berikut:
• Stadium I/ dini : bercak milier paru dengan diameter 0,6 mm yang dikenal sebagai pola
retikulo granular
• Stadium II : pola retikulo granular disertai bayangan bronkogram udara sampai lapangan
perifer paru kanan dan kiri, batas diafragma kabur
• Stadium III : kedua lapangan paru tampak radio opak dengan bronkogram udara sampai
lapangan perifer paru. Batas jantung dan diafragma tidak tampak lagi
• Stadium VI (akhir) : bercak menjadi satu dan merata disebut paru putih
Manifestasi klinis
• Takipnea : frekuensi napas > 60-80 kali/menit
• Retraksi di daerah epigastrium, supra sternal, intercostal
• Sianosis
• Menurunya aliran udara di paru
• Dalam beberapa menit kelahiran yaitu dispnea dan hiperpnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60x/ menit
• Rintihan saat ekspirasi/ grunting ekspiratoar
• Bising jantung (PDA)
• Bradikardi
• Edema
Patofisiologi
Sampai saat ini PMH dianggap terjadi karena defisiensi pembentukan zat surfaktan pada
paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang berperan dalam pengembangan
paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin (lesitin),
fosfatidil gliserol, apoprotein, kolesterol. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin yang
mulai dibentuk pada umur kehamilan 22 – 24 minggu dan berjumlah cukup untuk berfungsi
normal setelah minggu ke 35.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan lamelar spesifik, yaitu organel
yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-
sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Tabung lipid
yang disebut mielin tubular dibentuk dari tonjolan badan, dan mielin tubular selanjutnya
membentuk lapisan fosfolipid. Sebagian kompleks protein-lipid di dalam surfaktan diambil
ke dalam sel alveolus tipe II secara endositosis dan didaur-ulang.
Ukuran dan jumlah badan inklusi pada sel tipe II akan meningkat oleh pengaruh hormon
tiroid, dan RDS lebih sering dijumpai serta lebih parah pada bayi dengan kadar hormon
tiroid plasma yang rendah dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon plasma normal.
Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid.
Menjelang umur kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan
maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid. Selain itu, insulin
menghambat penumpukan SP-A dalam kultur jaringan paru janin manusia, dan didapatkan
hiperinsulinisme pada janin dari ibu yang menderita diabetes. Hal ini dapat menerangkan
terjadinya peningkatan insidens RDS pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
diabetes.
Agen aktif (Surfaktan) ini dilepaskan ke dalam alveolus untuk mengurangi tegangan
permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan jalan mencegah
kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya imaturitas, jumlah
yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca lahir.
Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang
lebih kuat.
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,
retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan :
• Oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan
penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik pada bayi
• Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya fibrin dan
selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu
lapisan yang disebut membran hialin.
Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke
jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan
berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri
dari atelektasis → hipoksia → asidosis → transudasi→ penurunan aliran darah paru →
hambatan pembentukan substansi surfaktan → atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.
Patogenesis
• Penatalaksanaan
• Tindakan Umum
• Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas ayang lebih dalam.
• Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan
bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
• Mempertahankan suhu tubuh.
• Tindakan khusus
• Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal.
dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2
yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100
x/menit.
• Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60
detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu :
kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung,
buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur
20x/menit
• Memberikan lingkungan yang optimal
• Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-
370)dengan meletakkan bayi di dalam incubator
• Humiditas atau kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%)
• Pemberian oksigen
• Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan
PaO2 antara 80-100mmHg. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menyebabkan
fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasi retrolental).
• Jika kadar PaO2 masih kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg maka
diindikasikan pemakaian CPAP (Continuous Possitive Airway Pressure) pada tekanan
6-10 cm H2O melalui lubang hidung.
• Ventilasi bantuan diberikan jika PaO2 dimasih dibawah 50 mmHg.
• Ventilasi konvensional 60-80 x/menit dengan intubasi endotrakea
• Ventilasi pancaran frekuensi tinggi (HFJV) 150-600 x/menit
• Osilator 300-1800x/menit
• Pemberian cairan, glukosa, dan elektrolit
• Pada hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan
umur dan berat badan (60-125 ml/kgbb/hari).
• Pemberian surfaktan
• Survanta adalah surfaktan eksogen yang dipersiapkan dari paru sapi yang dicincang
halus dengan ekstraksi lipid dan diperkaya fosfatidilkolin, asam palmitat,
trigliserida
• Eksosurf adalah surfaktan sintesis yang mengandung dopalmitolfosfatidilkolin,
heksadekanol, tiloksapol.
• Korosurf dan infrasurf
• Pemberian antibiotic
• Untuk mencegah infeksi sekunder.
• Penisilin (50.000 U- 100.000 U/kgbb/hari), ampisilin (100 mg/kgbb/hari) dengan
gentamisin (3-5 mg/kgbb/hari)
• Prognosis
Tergantung dari tingkat prematuritas dan berat penyakit. Bayi dengan perawatan yang baik/
intensif ,masih mempunyai kepandaian dan keadaan neurologis yang sama dibandigkan
dengan bayi premature lain yang masa gestasinya sama pula. Dengan kata lain, jika anak
Ny. Tuti mendapatkan perawatan yang intensif, maka prognosisnya adalah baik (bonam).
• Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
• Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan
RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
• Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
• Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
• PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
• Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
• Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
• Dini / akut :
• Pneumotoraks (air leak), dengan tanda-tanda :
• Status tiba-tiba mundur
• Sering pada bayi yang dipasang ventilator
• Duktus arteriosus paten (PDA)
• Kebutuhan oksigen ↑, Bising jantung /murmur, Kardiomegali ,
Asidosis, Oliguria
• Perdarahan peri intra ventrikuler
• Status mundur mendadak
• Fontanel nenonjol, pucat, TD ↓
• Sering terjadi pada usia gestasi rendah < 33 minggu
• Lanjut :
• Penyakit paru kronik ( BPD )
• Retnopathy of prematurity
• KDU
Kompetensi Dokter Umum: 3B (mendiagnosis dan memberikan tatalaksana awal pada
pasien. Setelah itu, pasien dirujuk ke dokter yang lebih ahli.)
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
percetakan Infomedika
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, edisi pertama, cetakan keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Neonatologi, cetakan pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak, cetakan pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI
Meadow, Roy. 2005. Lecture Note Pediatrika. Jakarta : Penerbit Erlangga
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Kerjasama WHO
dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Martondang, Corry. 2003. Diagnosis Fisik pada Anak, ed.2. Jakarta : CV Sagung Seto
Manuaba, Chandranita, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC