Upload
nha-fajrina
View
135
Download
4
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ggygky
Citation preview
RESUME SKENARIO 3
BLOK 13
LOKOMOTOR
TRAUMA SOFT TISSUE (SARAF, VASA, TENDON, OTOT, LIGAMEN)
KELOMPOK B-1:
1. Maria Denta (102010101042)
2. Fajar Kurniawan (112010101008)
3. Ardiansyah Putra (112010101030)
4. Meita Astuti (112010101038)
5. Fajrina Muflihah Ahmad (112010101054)
6. Siti Fatimah (112010101057)
7. M. Izat Fuadi (112010101059)
8. Dian Muflikhy (112010101076)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013/2014
SKENARIO 3
LUKA ROBEK
Seorang pekerja bangunan berusia 45 tahun dibawa ke UGD dengan kaki kiri bagian
bawah di balut kain yang terlihat basah dengan darah. Menurut teman yang mengantarnya, kaki
kirinya tersangkut besi cor saat terpeleset di tempat kerja. Pada pemeriksaan pasien mengatakan
kalau dia terpeleset karena lututnya sering terasa mudah terkilir akhir-akhir ini, didapatkan tanda
vital masih normal, terdapat luka robek tak beraturan pada region cruris distal. Gerakan fleksi
pedis tidak bisa dilakukan dengan sempurna. Sambil menahan sakit sat dilakukan pemeriksaan,
dalam hati pasien terbayang apakah kakinya nanati akan seperti tanagn temannya yang terkena
besi cord an setelah sembuh sekarang tidak bisa digerakkan dengan sempurna.
ANALISIS MASALAH
I. Anatomi Soft Tissue
II. Histologi
1. Musculus
2. Syaraf
III. Trauma
1. Superfisial
2. Dalam
3. Tembak
IV. Trauma Soft Tissue
1. Musculus
2. Tendon
3. Saraf
Saraf perifer
Plexus saraf
Trunkus saraf
4. Ligament
5. Vasa
PEMBAHASAN
I. ANATOMI
MUSCULUS
Otot-otot Ventral Lengan Atas
1. Otot : M. Biceps Brachii
Persarafan : Nn. Musculocutaneus
Origo : Caput Longum (Tuberculum supraglenoidale, labrum supraglenoidale, Caput
Brevis (ujung procesus coracoideus)
Insertio : Tuberositas Radii
Fungsi : Sendi bahu (Caput longum : Abduksi, anteversi, rotasi kedalam), (Caput Brevis :
Adduksi, anteversi, rotasi kedalam), (kedua bagian : menopang kedua lengan). Sendi
Siku (Fleksi, Supinasi).
2. Otot : M. Coracobrachialis
Persarafan : Nn. Musculocutaneus
Origo : ujung procesus coracoideus
Insertio : Facies anterior humeri (medial dan distal dari crista tuberculi minoris humeri)
Fungsi : Sendi bahu ( rotasi kedalam, Abduksi, anteversi)
3. Otot : M. Brachialis
Persarafan : Nn. Musculocutaneus
Origo : Facies anterior humeri
Insertio : Tuberositas ulnae
Fungsi : Sendi Siku (Fleksi)
Otot-otot Dorsal Lengan Atas
1. Otot : M. Triceps brachii
Persarafan : N. Radialis
Origo : Caput Longum (Tuberculum infraglenoidale), Caput Mediale (Facies posterior
humeri-medial distal dari sulcus nefri radialis), Caput lateral (Facies posterior humeri-
Lateral,proksimal dari nefri radialis).
Insertio : Olecranon
Fungsi : Sendi Bahu: (Adduksi,hanya caput longum yang menahan beban), Sendi Siku
(Ekstensi).
2. Otot : M. Anconeus
Persarafan : N. Radialis
Origo : Epicondylus lateralis
Insertio : facies posterior ulna sedikit kearah distal dari olecranon.
Fungsi : Sendi Siku (Ekstensi).
Otot-otot Radial Lengan Bawah
1. Otot : M. Brachioradialis
Persarafan : N. Radialis
Origo : Margo lateralis humeri
Insertio :processus styloideus radii
Fungsi : Sendi Siku : Fleksi, pronasi atau supinasi (pergerakan memutar dari posisi akhir
yang berlawanan ke posisi tengah)
2. Otot : M. Ekstensor carpiradialis longus
Persarafan : N. Radialis
Origo : Margo lateralis humeri, epicondilus lateralis
Insertio permukaan dorsal dari dasar os metacarpi II
Fungsi : Sendi Siku : Fleksi, pronasi atau supinasi (pergerakan memutar dari posisi akhir
yang berlawanan ke posisi tengah – tergantung dari sudut tekuk)
3. Otot : M. Ekstensor carpiradialis brevis
Persarafan : N. Radialis
Origo : epicondilus lateralis humeri, ligamen annulare radii
Insertio permukaan dorsal dari dasar os metacarpi III
Fungsi : Sendi tangan : Fleksi dorsal, abduksi ke radial
Otot-otot Permukaan Ventral Lengan Bawah
1. Otot : M. Fleksor carpi radialis
Persarafan : N. Medianus
Origo : Epicondilus medialis humeri, fascia antebrachii
Insertio : Permukaan palmar dasar Os metacarpi II (sering kali juga III)
Fungsi : Sendi siku : Fleksi, pronasi. Sendi tangan : Fleksi palmar, abduksi ke arah radial.
2. Otot : M. Pronator teres
Persarafan : N. Medianus
Origo : Caput Humeral : Epicondilus medialis humeri. Caput ulna : Processus
coronoideus ulna.
Insertio : Permukaan radius bagian lateral
Fungsi : Pronasi
3. Otot : M. Palmaris Longus
Persarafan : N. Medianus
Origo : Epicondilus medialis humeri, fascia antebrachii
Insertio : Aponeurosis palmaris
Fungsi : Sendi siku : Fleksi, Pronasi. Sendi tangan : Fleksi palmar, penegangan
aponeurosis palmaris.
4. Otot : M. Fleksor Digitorum superficialis
Persarafan : N. Medianus
Origo : Epicondilus medialis humeri, Processus coronoideus
Insertio : Dengan empat tendo panjang pada landasan phalanx media jari ke 2-5
Fungsi : Sendi siku : Fleksi. Sendi tangan : Fleksi palmar, abduksi ke arah ulnar. Sendi-
sendi dasar jari (II – V) : fleksi, adduksi. Sendi jari proksimal (II – V) : Fleksi
5. Otot : M. Fleksor carpi ulnaris
Persarafan : N. Ulnaris
Origo : Epicondilus medialis humeri, septum intermusculare brachii mediale
Insertio : Os pisiform
Fungsi : Sendi siku : Fleksi. Sendi tangan : Fleksi palmar, abduksi ke arah ulnar. Sendi-
sendi dasar jari (II – V) : fleksi, adduksi. Sendi jari proksimal (II – V) : Fleksi
Otot Radial Lengan Bawah
1. Otot : M. Brachioradialis
Persarafan : N. Radialis
Origo : Margo lateralis humeri
Insertio : Processus styloideus radii
Fungsi : Sendi siku : Fleksi, Pronasi atau supinasi (Pergerakan memutar dari posisi akhir
yang berlawanan ke posisi tengah – tergantung dari sudut tekuk).
2. Otot : M. Fleksor carpi radialis longus
Persarafan : N. Radialis
Origo : Margo lateralis humeri, Epicondilus lateralis.
Insertio : Permukaan dorsal dari dasar os metacarpi II
Fungsi : Sendi siku : Fleksi, Pronasi atau supinasi (Pergerakan memutar dari posisi akhir
yang berlawanan ke posisi tengah – tergantung dari sudut tekuk).
3. Otot : M. Ekstensor carpi radialis brevis
Persarafan : N. Radialis
Origo : Epicondilus lateralis humeri, Ligamen annulare radii.
Insertio : Permukaan dorsal dari dasar os metacarpi III
Fungsi : Sendi tangan : Fleksi dorsal, abduksi ke radial.
Otot Permukaan Ventral Lengan Bawah Sebelah Dalam
1. Otot : M. Fleksor Digitorum Profundus
Persarafan : N. Ulnaris untuk bagian ulnar dan N. Medianus untuk bagian radial.
Origo : Facies anterior ulna (2/3 proksimal), Membrana interossea
Insertio : Basis phalanx distalis jari ke 3-5
Fungsi : Sendi siku : Fleksi. Sendi dasar jari (II-V) : Fleksi, adduksi. Sendi jari (II-V) :
Fleksi
2. Otot : M. Fleksor Policis Longus
Persarafan : N. Medianus
Origo : Caput humeral (epicondilus medialis humeri), Caput Radiale (Facies anterior
radii, distal dari tuberositas radii)
Insertio : Basis phalanx distalis ibu jari
Fungsi : Sendi tangan : Fleksi palmar. Sendi pelana ibu jari : oposisi, adduksi. Sendi ibu
jari : Fleksi
3. Otot : M. Pronator Quadratus
Persarafan : N. Medianus
Origo : Margo anterior ulna (1/4 distal)
Insertio : Margo dan facies anterior radius
Fungsi : Sendi radioulnar : Pronasi
REGION GLUTEAL
1) M. piriformis
Persarafan : N. ischiadicus
Origo : foramina sacralopelvica 3-5
Insertio : trochanter major
2) M. obturator internus
Persarafan : N. musculi obturatori interni
Origo : lingkar foramen obturatum
Insertio : fossa trochanterica
3) M. gemellus superior
Persarafan : N. musculi obturatori interni
Origo : spina ischiadica
Insertio : fossa trochanterica
4) M. gemellus inferior
Persarafan : N. musculi obturatori interni
Origo : tuber ischiadicum
Insertio : fossa trochanterica
5) M. quadratus femoris
Persarafan : N. musculi quadrati femorii
Origo : tuber ischiadicum
Insertio : crista intertrochanterica
6) M. gluteus minimus
Persarafan : N. gluteus superior
Origo : facies glutea alae ossis ilium
Insertio : trochanter major
7) M. gluteus medius
Persarafan : N. gluteus superior
Origo : facies glutea alae ossis ilium
Insertio : trochanter major
8) M. gluteus maximus
Persarafan : N. gluteus superior
Origo : facies glutea alae ossis ilium
Fascies posterior os sacri
Fascies thoracolumbalis
Insertio : kranial via tractus iliotibialis
Tuberositas glute
9) M. tensor fasciae latae
Persarafan : N. gluteus superior
Origo : Spina iliaca antero superior
Insertio : tuberositas tibiae
PAHA
Kompartemen anterior
1) M. psoas major
Persarafan : Rr. Musculare plexus lumbalis
Origo : superfisial permukaan lateral corpus vertebrae T12-L4
Dalam vertebrae L1-4
Insertio : trochanter minor
2) M. Iliacus
Persarafan : : Rr. Musculare plexus lumbalis
Origo : fossa iliaca
Insertio : trochanter minor
3) M. Sartorius
Persarafan : : N. femoralis
Origo : spina iliaca antero superior
Insertio : tuberositas tibiae
Kompartemen medial
1) M. Gracilis
Persarafan : : N. obturatorius
Origo : ramus inferior os pubis
Insertio : ujung proximal tibia
2) M. Pectineus
Persarafan : : N. obturatorius & N. femoralis
Origo : pecten os pubis
Insertio : linea pectinea femoris
3) M. adductor longus
Persarafan : : N. obturatorius
Origo : os pubis dibawah crista
Insertio : labium medial linea asperae
4) M. adductor brevis
Persarafan : : N. obturatorius
Origo : ramus inferior os pubis
Insertio : labium medial linea asperae
5) M. adductor magnus
Persarafan : : N. obturatorius
Origo : ramus inferior os pubis
Insertio : labium medial linea asperae
6) M. obturator externus
Persarafan : : N. obturatorius
Origo : lingkar for. obturatum
Insertio : fossa trochanterica
Kompartemen posterior
1) M. biceps femoris
Persarafan : : N. ischiadicus
Origo : c. Longum tuber ischiadicum
c. brevis labium lateral linea asperae
Insertio : caput fibulae
2) M. semitendinosus
Persarafan : : N. ischiadicus
Origo : tuber ischiadicum
Insertio : tuberositas tibiae
3) M. semimembranosus
Persarafan : : N. ischiadicus
Origo : tuber ischiadicum
Insertio : ujung proximal tibia
Tungkai Bawah
Kompartemen posterior
Superficial layer
1) M. gastrocnemius
2) M. plantaris
3) M. soleus
Deep layer
1) M. popliteus
2) M. flexor hallucis longus
3) M. flexor digitorum longus
4) M. tibialis posterior
Kompartemen lateral
1) M. fibularis longus
2) M. fibularis brevis
Kompartemen anterior
1) M. tibialis anterior
2) M. extensor hallucis longus
3) M. extensor digitorum longus
4) M. fibularis tertius
NERVUS
Plexus brachialis
• Rami ventralis 3truncus 6divisiones 3fasciculus cab. Terminal
• Syaraf pada r. brachii :
• N. musculo cutaneus
• N. medianus
• N. ulnaris
• N. radialis
PLEKSUS LUMBOSAKRAL
Dibentuk oleh L1-S3. Bercabang menjadi
1. N. Iliohypogastricus
2. N. Ilioinguinal
3. N. Genitofemoralis
4. N. Cutaneus femoralis
5. N. Femoralis
6. N. Gluteus superior
7. N. Glutesu inferior
8. N. Ischiadicus
9. Cutaneur femoris superior
VASKULARISASI
Ekstremitas superior
Arteri
Dari arcus aorta bercabang menjadi truncus brachiochepalica kemudian masuk axila
menjadi arteri axilaris. Masuk regio brachii menjadi arteri brachialis. Pada fossa cubiti bercabang
menjadi arteri radialis dan arteri ulnaris. Pada pergelangan tangan membentuk ramus carpalis
palmaris, dorsalis dan superficialis. Di manus menjadi arteriae digitalis
Vena
Pada regio manus terdapat vena dorsalis magnus. Kemudian bermuara di vena chepalica
pada sisi lateral dan basilica pada sisi medial
Ekstremitas inferior
Arteri
Dari aorta descendens bercabang menjadi arteri iliaca comunis dan menjadi arteri
femoralis ketika masuk regio femoris. Pada fossa poplitea menjadi arteri poplitea yang
selanjutnya bercabang menjadi arteri tibialis dan fibularis di regio cruris. Pada regio pedis
menjadi artei plantaris
Vena
Pada regio pedis terdapat vena marginalis medialis yang bermuara saphena parva dan
saphena magna.
SENDI
Sendi secara sederhana merupakan pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi
memberikan adanya segmentasi pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi
pergerakan di antara segmen-segmen serta kemungkinan variasi pertumbuhan. Fungsi anggota
gerak sangat tergantung dari permukaan sendi, sehingga apabila ada kelainan/penyakit pada
sendi maka akan memberikan gangguan pergerakan.
Pembagian Jenis Sendi
Berdasarkan kemampuan gerakan/ mobilitas dari suatu persendian, maka terdapat 3 macam tipe
sendi :
1. Synarthroses (immovable)
Yaitu jenis persendian yang tidak dapat digerakkan. Sendi ini tidak memiliki
lapisan tulang rawan , dan tulang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh
jaringan ikat fibrosa. Yang termasuk persendian ini adalah (1) sutura di antara tulang-
tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membrane interoseus atau
suatu ligament di antara tulang. Serat-serat ini memungkinkan sedikit gerakan tetapi
bukan gerakan sejati. Perleketan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah suatu contoh
dari tipe sendi ini.
2. Amphiarthroses (Slightly Movable)
Yaitu suatu jenis persendian yang ujung-ujung tulangnya di bungkus oleh tulang
rawan hyaline, disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada 2 tipe sendi
: (1) sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh permukaannya diliputi oleh tulang
rawan hyaline. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. (2) simphisis
adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang
dan sekapis tipis rawan hyaline yang menyelimuti permukaan sendi. Simphisis pubis dan
n-sendi pada tulang punggung adalah contoh-contohnya.
3. Diarthroses (Freely Movable)
Yaitu sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga
sendi yang berisi cairan synovial, suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang,
dan permukaan sendi dilapisi rawan hyaline.
II. HISTOLOGI
OTOT
• Bentuk sel memanjang à sabut otot à kontraksi & relaksasi
• Jenis otot:
1. Otot bergaris
2. Otot polos
3. Otot jantung
Jaringan Otot Bergaris
• Garis-garis melintang gelap & terang pd sabut otot à otot bergaris/lurik
• Fungsi: menggerakkan anggota gerak & melekat pd tulang à jar. Otot skelet
• Gerakannya dikendalikan kemauan kita à voluntary muscles
• Setiap sabut otot tdd serabut2 (myofibril)
• Pada penampang membujur dari jaringan otot bergaris akan tampak
pita-pita yanggelap-terang secara bergantian dan berjalan tegak
memotong sabut-sabut.Sabut-sabut otot bergaris berbentuk silindris, inti
ditepi.
• Pita-pica pada otot bergaris terdiri dari :
• Pita A (Anisotropik) àpita-pita yang gelap
• Pita I (Isotropik ) àpita-pita yang terang
• Ditengah-tengah pita I, terdapat garis gelap dan tipis disebut garisZ.
• Ditengah-tengah pita A, terlihat garis yang terang dan agak lebar, disebut garisH.
Jaringan Otot Polos
• Involuntary muscle
• Visceral muscle
• Otot polos
• Bentuk sel: spindle shape, panjang bervariasi
• Inti di tengah
Jaringan Otot Jantung
• Mempunyai garis2 melintang
• Inti di tengah, sarkoplasma banyak mengelilingi inti dan myofibril
• Sabut otot bercabang2, membentuk anyaman
• Garis2 melintang: intercalated disk
III. TRAUMA
Aberasi
Aberasi adalah luka yang disebabkan truma superficial pada kulit,biasanya karena gesekan dan
dapat sembu sepontan
Pengobatan
Penggunaan verban untuk proteksi luka dan pemberian antiseptic
Luka insisi
Luka insisi yang bersifat superficial biasanya tanpa kntaminasi,harus diperhatikan apaka insisi
hAnya terbatas pada kulit dalam saja atau mengenai tendo,pembuluh darag atau saraf
Luka laserasi
Luka luas yang bersifat bersih seperti pada luka insisi tetapi dapat karena trauma yang bersifat
tumpul membentuk hematma pada jaringan lunak
PENGOBATAN
Semua jaringan yang mati dan benda asing harus dieksisi dan luka harus ditutupi. Perlu
dilakukan pemeriksaan radiologis apabila ada kecurigaan benda asing
LUKA DALAM
Dapat disebabkan karena laserasi atau luka bakar karena bermacam-macam sebab seperti listrik.
Dapat mengenai beberapa lapisan jaringan lunak mulai dari kulit sampai lapisan yang lebih
dalam
Pengobatan
Pada luka dalam ada kemungkinan rusaknya jaringan lunak ,ole karena itu perlu dilakukan
eksplrasiu untuk melihat kemungkinan kerusakan yang ada. Seluruh jaringan yang rusak
dikeluarkan seperti pada luka laserasi
LUKA TEMBAK
Luka tembak ada dua,yaitu:
1. Luka tembak denagn kecepatan rendah
Pada luka ini ditemukan batas yang jelas dengan kerusakan jaringan beberapa millimeter
di luar dari saluran luka. Luka biasanya tidak serius kecuai ada kerusakan rgan vital
Pengobatan berupa eksisi jaringan yang mati sampai jaringan seat, apabila luka disertai
dengan fraktur maka dapat dilakukan pengobatan sesuai denagn pengobatan standart.
Luka dapat ditutup denagn jahitan
2. Luka tembak denagn kecepatan tinggi
Biasanya peluru masukdan menimbulkan luka yang kecil tetapi kerusakan jaringan lunak
yang sangat luas dapat menimbulkan kavitas. Pengbatan dengan melakukan eksisi. Pada
setiap luka sebaiknya diberi btoksoid antitetanus apabila sudah memperoleh imunisasi
dasar dan jika tidak maka diberi serum anti tetanus
IV. TRAUMA SOFT TISSUE
1. MUSCULUS
Selama aktivitas fisik hinggs 70 persen cardiac output dialirkan untuk suplai otot. Ini
dapat dilihat ketika otot mengalami perdarahan. Trauma dapat langsung, dari pukulan menekan
otot dengan tulang, atau dapat tidak langsung dikarenakan peregangan berlebihan pada ujung-
ujung otot. Yang nanatiny dapawt menjadi ruptur otot baik parsial maupun total.
Ketika perdarahan terjadi dalam otot, dokter harus membedakan antara perdarahan
intramuskular (dalam fasia) dan intermuskular. Intra-muskular hematoma merupakan truma yang
lebih serius dan mengakibatkan bengkak biasa terjadi melebihi 48 jam, dan disertai keluhan nyeri
dan berkurangnya fungsi otot. Jika bengkak mencapai tingkat kritis maka dapat menjadi
sindroma kompartemen.
Dengan intermuskular hematoma, darah pada masa-masa awal perdarahan peningkatan
tekanan terdapat pengurangan secara cepat dalam tekanan dan bengkak, yang akan
mengembalikan fungsi otot.
Faktor predisposisi ruptur otot:
Pemanasan tidak cukup
Kelelahan
Riwayat trauma
Otot pada sendi
Prinsip terapi pada trauma soft tissue dan khususnya untuk trauma otot :
Rest
Ice
Compression
Elevation
Terapi akan meminimalkan jumlah perdarahan dalam jaringan dan mengembalikan
aktivitas sesegera mungkin setelah trauma membuat jaring fibrin berkembang pada kapiler yang
rusak. Penggunaan es dan kompresi vasokonstriksi dan tamponade pembuluh darah, serta elevasi
akan meningkat drainase vena.
Inspeksi dan palpasi pada otot yang rusak biasanya cukup untuk mendiagnosa mayoritas
trauma. Pada kasus otot yang rusak, ahli bedah harus memutuskan apakah eksplorasi dan aposisi
pada ujung otot dibutuhkan. Jika kontinuitas pada muskulotendinous dapat dilakukan maka
pembedahan tidak perlu dilakukan.
Komplikasi trauma otot
Bagian kecil dari hematom otot besar akan membuatnya gagal diserap. Dinding sista
menjadi terendotial dan aspirasi tidak menguntungkan. Reseksi pada sista diperlukan dengna
perhatian khusus pada hemostasis untuk mencegah kambuh.
Penyembuhan hematom intramuskular dalam, kebanyakan pada brakialis dan vastus
intermedialis, dapat menyebabkan pembentukan tulang daripaada jaringan fibrous, sebuah proses
yang dikenal sebagai Myotitis Ossifikans (MO). Kondisi ini dapat dicurigai jika, bengkak, dan
terbatasnya gerkan waqlaupun teloah dilakukan rehabilitasi. Perengangan pasif yang berlebihan
pada fase awal rehabilitasi dapat memicu MO dan seharusnya dihindari. Radiografi
menunjukkan pembentukan callus menegakkan diagnosis. Pembedahan untuk kasus simtomatik
tidak dilakukan hingga maturasi pada area ossifikasi selesai. Radioterapi atau NSAID dapat
diberikan setelaha operasi untuk mencegah kambuh.
2. TENDON
Robekan pada tendon terutama terjadi akibat trauma tajam misalnya kaca dan paling sering
ditemukan pada daerah pergelangan tangan atau pada jari-jari. Robekan dapat pula terjadi pada
tendo-tendo besar seperti tendo achilles karena cedera olahraga
Gejala dan terapi
Orang yang mengalami cidera sangat kesulitan untuk mendorong kakinya dan bahkan
berjalan. X-ray bisa digunakan untuk memastikan diagnosis. MRI (Magnetic resonance imaging)
atau ultrasound dapat juga untuk memastikan kerobekan tendon Achilles, bagaimanapun mereka
ini tidak selalu penting.
Pembedahan biasanya direkomendasikan untuk terapi kerobekan tendon Achilles pada
pasien yang sehat dan aktif. Pada orang-orang yang mempunyai sedikit aktifitas pembalutan
(bandage) dapat diberikan. Permulaan aktifitas olahraga lagi biasanya setelah empat sampai
enam bulan, atau lebih, setelah terapi pembedahan pada pasien. Pembedahan memperbaiki
tendon untuk sembuh lebih kuat dengan kesempatan terjadinya kerobekan kembali yang kecil.
ROBEKAN PADA Tendon Achiless
Mungkin robekan hanya terjadi kalau tendon mengalami degenerasi. Akibatnya, sebagian
besar pasien berumur di atas 40 tahun. Berlari atau melompat membuat otot betis berkontraksi;
tetapi kontraksi ditahan oleh berat badan dan tendo pun robek. Pasien merasa seolah-olah ia
dipukul tepat di atas tumit, dan tak dapat berjinjit. Segera setelah terjadi robekan, suatu celah
dapat dilihat dan terasa 5 cm di atas insersio tendo. Plantarfleksi kaki akan lemah dan tidak
disertai dengan penegangan tendo. Bila ada keraguan, uji Simonds angat berguna: dengan pasien
menelungkup, betis diremas; kalau tendo utuh kaki terlihat berplantarfleksi; kalau tendo robek
kaki tetap diam.
D/D
- Robekan yang tidak sempurna
- Robekan otot soleus
Pengobatan
Kalau pasien cepat diperiksa, kedua ujung tendon dapat bertemu bila kaki
diplantarfleksikan secara pasif. Kalu demikian, gips dipasang dengan kaki dalam equines dan
dipakai selama 8 minggu. Sepatu dengan tumit yang tinggi dipakai selama 6 minggu berikutnya.
Perbaikan dengan operasi mungkin lebih aman, tetapi gips equinus selama 8 minggu dan
sepatu dengan tumit tinggi selama 6 minggu berikutnya masih diperlukan. Jika perbaikan
dilakukan melalui insisi vertical, luka sering pecah lagi; tetapi, suatu insisi melintang yang kecil
mungkin memadai dan bahkan mungkin untuk menggunakan metode perkutan saja atau sama
sekali tidak memperbaiki tendon tetapi hanya mempertahankan ujung-ujung tendon dengan suatu
fisator luar dan kawat kirschner.untuk robekan yang terlambat ditangani , kemungkinannya
adalah perbaikan dengan serat karbon
Trauma Saraf Perifer
Saraf perifer adalah kumpulan akson yang menghantarkan impul-impul motorik (eferen)
dari sel-sel kornu anterior medulla spinalis dan impuls semsoris (aferen) reseptorperifer melalui
sel-sel gangalion kornu posterior ke dalam sumsum medulla spinalis.
Akson motoris dan sensoris yang besar memberikan sensasi rasa raba, nyeri dan
propioseptif. Akson motoris dan sensoris dilapisi oleh myelin yang merupakn satu membrane
lipoprotein disertai sel schwann. Diluar membrane sel schwann akson ditutupi oleh jaringan ikat
yang disebut endoneurium. Diantara akson yang diliputi endoneurium terdapat jaringan ikat
membrane yang disebut perineum. Trunkus saraf diliputi oleh jaringan yang lebih kuat yang
disebut epineurium.
Saraf sangat kaya akan pembuluh darah dan beberapa trunkus saraf, menembus kedalam
lapisan menjadi kapiler-kapiler endoneurium.
Trauma pada saraf perifer dapat terjadi akibat ;
1. trauma langsung oleh karena laserasi, luka tembak, luka tusuk
2. trauma tidak langsung akibat fraktur dan terjadi tarikan pada saraf
3. jepitan yang mendadak atau menahun
Patologi kelainan saraf :
iskemi terjadi akibat penekanan saraf yang mendadak, yang menyebabkan rasa tebal
dan kesemutan dalam 15 menit, hilangnya sensibilitas nyeri setelah 30 menit dan
kelemahan otot setelah 45 menit.
Klasifikasi menurut saddan :
1. neuropraksi ; suatu keadaan dimana terjadi blok sementara penghantaran saraf
dan secara fisiologis yang dapat bersifat reversible. kehilangan sensasi dan
motorik dapat sembuh setelah beberapa hari atau beberapa minggu. keadaan
ini terjadi karena demielinisasi segmental akibat tekanan mekanik.contoh :
crutch palsy
2. aksonotmesis : terjadi interupsi akson. saraf dan saluran endoneurial tetap
utuh, hanya terjadi gangguan konduksi pada saraf.proliferasi yang meningkat
dari sel schiwan dan fibroblas yang meliputi saluran endoneurial. regenerasi
pertumbuhan akson 13 mm per hari.
3. neurotmesis : pemisahan trunkus saraf misalnya pada luka
terbuka.neurotmesis dapat pula terjadi akibat trauma traksi, trauma remuk dan
kerusakan saraf oleh karena injeksi intraneural yang menyebabkan
terputusnya saraf.
Gambaran klinis :
rasa tebal, perubahan rasa atau kelemahan otot.lesi yang bersifat parsial akan
menyebabkan rasa nyeri atau parastesis. pada tingkat lanjut akan didapat kekakuan sendi,
deformitas atau atrofi otot. ditemukan jaringan parut pada suatu luka, kehilanngan
sensibilitas, kulit menjadi haalus, mengkilat, dingin dan kering serta kelainan pada kuku,
dapat pula ditemukan ulkus trofik pada kaki
Diagnosis : menghadapi trauma saraf, maka beberapa hal harus diperhatikan
1. apakah benar terdapat lesi saraf?
2. setinggi apa kelainan saraf?
3. jenis kelainan yang terdapat?
4. apakah lesi saraf ini dapat pulih kembali?
Pemeriksaan khusus:
1. blok saraf : disuntikan anastesi lokal sekitar tempat trauma.
2. uji elektrik : digunakan secara tepat untuk mengetahui keadaan, tingkat, dan
ekstensi pemulihan saraf dan dilakukan dengan caara penilaian kekuatan/
kurva waktu, aksi potensial volunter dari pemeriksaan elektromiografi,
mengukur kecepatan hantaran sistem motoris dan sensoris dalam beberapa
tingkat.
Pengobatan :
1. eksplorasi saraf : pada trauma tertutup, biasanya lesi saraf dapat mengalami
pemulihan secara spontan.
2. penjahitan saraf
a. penjahitan primer : dilakukan pada saat pembersihan luka dan
didapatkan luka yang bersih. penjahitan primer ditunda apabilla
ditemukan tarikan sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan pada
kedua ujung. bila terdapat fraktur, maka diperlukan stabilisasi fraktur
serta penjahitan jaringan lunak. penjahitan saraf dilakukan dengan
benang 10/0 pada daerah epineurium dengan teknik tersendiri. setelah
penjahitan, anggota gerak diistirahatkan dengan bidai.
b. penjahitan yang ditunda :
indikasi :
trauma tertutup tanpa pemulihan saraf setelah waktu yang
diharapkan.
terdapat kekeliruan diagnosis dan ditemukan gejala trauma
saraf beberapa minggu kemudian.
terdapat kegagalan pada penjahitan primer.
apabila terdapat pemisahan pada saraf, maka kekosongan ini
dapat disambung dengan mempergunakan jembatan saraf yang
diambil pada saraf kutaneus.
Prognosis : kelainan neuropraksi dapat pulih kembali, aksonotmesis pada umumnya
juga dapat pulih. kelainan neurotmesis tidak mungkin mengalami pemulihan dan pada
trauma dengan tarikan pada saraf prognosisnya jelek.
Trauma Pleksus Saraf
Trauma Kelahiran Pada Pleksus Brakialis
Trauma pada pleksus brakialis sering ditemukan pada bayi baru lahir terutama
pada bayi besar, lahir dengan forceps, atau bayi yang lahir sungsang.
Gambaran klinis
Kerusakan yang terjadi disebabkan karena adanya tarikan / tekanan yang
hebat pada pleksus brakialis, yang dapat bersifat ringan atau sampai terjadi
robekan pada satu atau lebih dari trunkus saraf. Pada keadaan yang buruk
terjadi avulsi akar saraf pada sumsum tulang belakang. Terdapat gejala
kombinasi antara motorik dan sensoris.
Tiga tipe trauma kelahiran pada pleksus brakialis :
1. Tipe lengan atas ( paralisis erb )
Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan dalam kelumpuhan
obstetrik yaitu terjadi tarikan pada trunkus sebelah atas ( C5 dan C6 ) dan
ditemukan paralisis bahu dan lengan atas.
2. Tipe lengan bawah ( klumpke )
Kelainan ini lebih jarang ditemukan dan terjadi kerusakan pada pleksus
brakialis C8 dan T1.
3. Tipe lengan bawah dan lengan atas
Jenis ini mengenai seluruh pleksus brakialis dan biasanya terjadi avulsi yang
total pada sumsum tulang belakang.
Trauma Pleksus Brakialis Karena Kecelakaan
Apabila terjadi kecelakaan yang hebat misalnya jatuh atau benturan yang
keras pada kepala dengan tekanan yang bersamaan pada bahu, akan
menimbulkan tarikan pada pleksus brakialis. Kelainan biasanya disertai
fraktur klavikula atau fraktur daerah vertebra servikalis. Tarikan yang
hebat biasanya menyebabkan avulsi pleksus brakialis sumsum tulang
belakang. Pemeriksaan mielografi membantu dalam menegakkan
diagnosis.
Lesi Saraf Torasik Panjang
Saraf torasik panjang disebut juga saraf dari Bell ( C5,6,7) . Saraf ini dapat
mengalami kerusakan apabila ada trauma pada bahu dan leher atau pada
waktu tindakan operasi. Lesi biasanya bersifat aksonotmesis.
Gambaran klinik
Ditemukan paralisis otot seratus anterior yang menyebabkan gangguan
pada scapula.
Pengobatan
Lesi ini bersifat aksonotmesis, maka penyembuhan diharapkan setelah
beberapa waktu.
Lesi Saraf Spinal Asesoris
Saraf spinal asesoris ( C3,4 ) memberikan persarafan pada otot
sternokleidomastoideus yang berjalan sangat superficial sehingga mudah
mengalami trauma terutama luka tajam. Apabila ditemukan tanda-tanda
lesi pada saraf ini disertai luka tajam, maka harus segera dilakukan
eksplorasi.
Lesi Saraf Supraskapula
Saraf supraskapula berasal dari pleksus brakialis bagian atas ( C5,6 ) . Lesi
dapat terjadi pada fraktur scapula dengan tekanan langsung / traksi.
Gambaran klinis
Mungkin ditemukan riwayat trauma sebelumnya serta gejala nyeri pada
daerah supraskapula dan kelemahan abduksi bahu.
Pemeriksaan elektromiografi dapat membantu diagnosis.
Pengobatan
Lesi biasanya bersifat aksonotmesis dan dapat pulih setelah 2-3 bulan
Lesi Saraf Aksila
Saraf aksila ( C5-6 ) berasal dari bagian belakang pleksus brakialis.
Biasanya saraf ini mengalami kerusakan pada dislokasi sendi bahu /
fraktur leher humerus dan lesi bersifat aksonotmesis. Pada umumnya lesi
saraf aksila dapat pulih secara spontan.
3. TRAUMA TRUNKUS SARAF
1. Saraf Medianus
Saraf medianus biasanya mengalami trauma pada daerah pergelangan tangan atau
lebih tinggi yaitu pada lengan bawah. Lesi letak rendah dapat disebabkan oleh
trauma tajam pada pergelangan tangan atau dislkasi karpal. Lesi letak tinggi
biasanya terjadi oleh karena fraktur pada daerah antebraki atau dislokasi sendi
siku.
Gambaran Klinis
Penderita tidak dapat melakukan abduksi ibu jari, hilangnya ensasi 3,5 daerah
radial jari-jari. Pada tingkat lanjut terjadi atrofi otot-otot tenar.
Pengobatan
Apabila terjadi pemindahan saraf karena trauma, maka dapar segera dilakukan
penjahitan dengan menyambung kedua ujungnya. Biasanya diperlukan mobilisasi
saraf dan bila tidak berhasil, dapat dilakukan penyambungan saraf dengan
mempergunakan grafting saraf.
2. Saraf Ulnaris
Dapat terjadi di dekat pergelangan tangan atau dekat sendi siku.
Gambaran Klinis
- Lesi letak rendah
Terjadi karena luka tajam. Terdapat rasa tebal pada daerah ulnar 1,5 jari-jari,
kelainan berupa claw hand. Ditemukan pula adanya atrofi otot hipotenar dan
otot interoseus serta hilangnya sensasi jari kelingking.
- Lesi letak tinggi
Terjadi setelah suatu fraktur atau dislokasi pada sendi siku
Pengobatan
Eksplorasi dan penjahitan saraf
3. Saraf Radialis
Terjadi karena trauma pada daerah sendi siku, lengan atas, atau aksila.
Gambaran Klinis
- Lesi letak rendah
Biasanya akibat fraktur atau dislokasi daerah siku atau trauma lokal. Lesi
iatrogenik pada saraf interoseus posterior dapat menyebabkan gangguan pada
otot supinator. Keluhan berupa rasa kesemutan dan tidak dapat melakukan
gerakan ekstensi pada sendi metakarpofalangeal jari tangan, juga kelemahan
abduksi ibu jari dan ekstensi interfalangeal.
- Lesi letak tinggi
Terjadi akibat fraktur humerus atau pemakaian turniket yang lama. Gejala
berupa wrist drop, kelemahan ekstensor radialis, serta ketidak mampuan
mengekstensikan sendi metakarpofalangeal. Terjadi kehilangan sensasi yang
terbatas pada satu titik tertentu di daerah dorsal tangn sekitar anatomical
snuffbox.
- Lesi letak yang lebih tinggi
Terjadi akibat trauma atau operasi pada sendi bahu, kebanyakan disebabkan
oleh komprei kronik daerah aksila pada penderita yang adiksi terhadap
minuman keras dan obat-obatan. Keluhan berupa lemah pergelangan tangan
dan jari-jari, yang dapat disertai paralisis muskulus trisep dan hilangnya reflek
trisep.
Pengobatan
Pada trauma terbuka sebaiknya dilakukan eksplorasi dan penjahitan saraf, bila
perku grafting secepatnya. Pada lesi tertutup biasanya bersifat aksonotmesis dan
fungsi dapat pulih kembali.
4. LIGAMEN
Trauma pada sendi juga dapat menyebabkan kerusakan atau robekan ligament yang
bersifat total atau parsial. Robekan pada ligament yang bersifat parsial disebut sebagai sprain
atau strain. Robekan pada ligament sering ditemukan pada daerah sendi lutut dan pergelangan
kaki.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anmnesis yang baik, gambaran klinis serta
pemeriksaan rontgen secara stress dengan anesthesia umum.
Pengobatan
Robekan yang parsial biasanya memerlukan pengobatan yang sederhana. Pada stadium
akut ditemukan rasa nyeri yang hebat dan dilakukan imobilisasi dengan verban elastic serta
analgetik. Bila rasa nyeri yang timbul lebih hebat, dapat dilakukan pemasangan gips. Dalam 24
jam pertama diatasi dengan pemberian kompres es/air dingin secara berulang-ulang.
Penyembuhan biasanya setelah 2-3 minggu.
Robekan yang total perlu dilakukan aposisi pada kedua ujung ligament dengan cara
operasi diikuti imobilisasi daerah yang terkena dengan pemasangan gips. Waktu pemasangan
gips 3-4 minggu dan kemudian dilakukan rehabilitasi.
Ruptur Ligament
Ligament robek sama sekali dan sendi tak stabil. Pada keadaan tertentu, ligament dapat bertahan
namun tulang mengalami avulse. Ini adalah lesi yang lebih mudah ditangani karena fragmen
tulang dapat direkatkan kembali. Sendi yang sangat mungkin terkena adalah sendi lutut,
pergelangan kaki dan sendi-sendi jari. Gambaran klinis yang didapat berupa nyeri hebat dan
perdarahan di bawah kulit. Kalau sendinya bengkak, ada kemungkinan terjadi hemartrosis.
Dengan foto rontgen, dapat dilihat serpihan tulang yang lepas.
Terapi : Dapat sembuh secara spontan asalkan sendi dibiarkan tanpa tegangan selama 4 – 6
minggu. Cara tersebut dapat digunakan bila: (1) operasi sulit/hasil operasi diduga tidak
memuaskan; (2) ketidakstabilan sendi tidak begitu serius; (3) pasien usia lanjut. Setelah
pengistirahatan sendi, dianjurkan melakukan gerakan dan latihan untuk melatih otot. Apabila
rupture ligament terjadi pada pasien muda, maka pembedahan merupakan pilihan utama terapi.
Setelah itu, dilakikan imobilisasi sendi selama 3 – 4 minggu. Kemudian, dapat dimulai gerakan,
tetapi sendi dilindungi selama 4 – 6 minggu berikutnya.
TRAUMA VASKULAR
Terjadinya trauma pembuluh darah patut dicurigai bila insufisiensi vaskuler yang menyerai
trauma tumpul, crush, puntiran, dislace fracture, termasuk luka tusuk pada ekstremitas. Selain
itu, gejala lain meliputi akral dingin, pucat, nadi tak teraba.
Jenis trauma dan lesi vaskuler yang menyertai :
Patah tulang costae I A. / V. subclavian
Dislokasi sendi bahu A. / V. Axillary
Fraktur humerus supracondiler A. / V. Brachial
Dislokasi sendi siku A. / V. Brachial
Fraktur pelvic A. / V. presacral dan A. / V. Iliaka interna
Fraktur femur supracondilar A. / V. Femoralis
Dislokasi sendi lutut A. / V. Popliteal
Fraktur tibia proksimal A. / V. Popliteal
Pengelolaan :
Lebih dari 6 jam otot nekrosis karena terjadi iskemi jaringan
Bila ada fraktur, bidai terlebh dahulu
Segera lakukan revaskularisasi dan replantasi
Lakukan Arteriografi bila memugkinkan
Lakukan amputasi jika :
- Bila tindakan di atas gagal
- Kerusakan hebat
- Multitrauma degan hemodinamika tidak stabil
Trauma pada pembuluh darah dapat dibagi dalam tiga kategori :
1. vasospasme
2. robekan tidak total
3. robekan total
Akibat yang terjadi dari komplikasi pada pembuluh darah :
1. Ganggguan sirkulasi sementara
2. Ganggguan sirkulasi permanen dikarenakan rusaknya pembuluh darah akibat
trombosis
3. Aneurisma Traumatik
Lokalisasi daerah trauma pembuluh darah :
1. Arteri brakialis
Trauma arteri ini biasanya terjadi pada fraktur humerus dan fraktur suprakondiler humerus
2. Arteri radialis
Trauma arteri ini biasanya terjadi pada fraktur radius distal dengan pemindahan fragmen
ke depan dari fragmen distal
3. Pembuluh darah pelvik
Trauma pada pembuluh darah pelvik terjadi pada trauma tekanan atau trauma lain pada
panggul
4. Arteri femoralis
Trauma arteri femoralis biasanya terjadi apabila terjadi fraktur batang femur dimana
fraktur yang hancur atau pecah2
5. Arteri poplitea
Trauma arteri poplitea terjadi apabila dislokasi pada sendi lutut , fraktur 1/3 proksimal
tibia atau proksimal
Gambaran klinis :
Perlu dibandingkan perabaan dan denyutan arteri antara bagian yang sakit dan
sehat , bagian distal mengalami iskemi dingin serta membengkak , perlu diraba arteri
radialis , arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior . juga diperiksa ritme kapiler
pada jari2
Pengelolaan :
o Lebih dari 6 jam otot nekrosis karena terjadi iskemi jaringan
o Bila ada fraktur, bidai terlebih dahulu
o Segera lakukan revaskularisasi dan replantasi
o Lakukan Arteriografi bila memugkinkan
o Lakukan amputasi jika :
Bila tindakan di atas gagal
Kerusakan hebat
Multitrauma degan hemodinamika tidak stabil
6. Gangren iskemik
Merupakan kelainan dimana terjadi kematian jaringan karena kerusakan pembuluh
darah . dapat disebabkan oleh :
Pemasangan verban yang ketat
Pemasangan turniket yang salah
Kerusakan pembuluh darah bersamaan dengan fraktur
Fraktur terbuka disertai infeksi dan kerusakan pembuluh darah.
Pengobatan yang tidak adekuat atau reposisi fraktur yang jelek (iatrogenik)
Gambaran Klinik
Warna kulit hitam kecoklatan , dingin dan membengkak
Dapat terjadi pelepuhan kulit dan kulit terkelupas
Hiperpireksia
Penderita terlihat toksik dan mengalami dehidrasi sampai syok
Infeksi dan pembusukan pada jaringan
Ditemukan krepitasi apabila ada gas gangren
Takikardia dan penurunan tekanan darah
Pernapasan yang cepat
Pengobatan
Resusitasi penderita sesegera mungkin
Nekrotomi yang luas atau bila perlu dilakukan amputasi
Pemberian antibiotik yang adekuat
7. Trauma pada vena
Trauma pada vena terutama pada ena besar dapat bersifat total maupun parsial yang dapat
disebabkan oleh tusukan fragmen tulang pada fraktur yang bergeser . trauma dapat pula
terjadi karena luka tembak yang menembus jaringan lunak .
Pengobatan
Trauma pada vena besar harus diperbaiki oleh karena akan menimbulkan komplikasi di
kemudian hari berupa kongesti vena bagian distal
8. Sindroma kompartmen
Setelah terjadi trauma terutama pada tungkai bawah khususnya pada fraktur tertutup m terjadi
hambatan dalam vena dan kompartemen fasia yang akan memberikan efek balik sehingga
terjadi penekanan pada pembuluh darah arteri
Gambaran klinis
Pada tingkat awal terjadi nyeri hebat pada tungkai , tidak dapat melakukan dorsofleksi pada
jari jari kaki , dan rasa nyeri pasif , kemudian tungkai menjadi pucat dan membengkak .
tingkat lebih lanjut terjadi perubahan pada saraf dan otot yang akan menyebabkan nekrosis
pada otot yang ireversibel
Pengelolaan
- Buka semua balutan, bidai, gips
- Elevasi 30 derajat
- Observasi 30 – 60 menit
Komplikasi
- Kontraktur (Volkmann)
- Gagal ginjal / myoglobinuria karena otot yang nekrosis mengeluarkan banyak
myoglobin
- Infeksi post fasciotomy
Yang memperburuk adalah fraktur sehingga menyebabkan hipotensi, perdarahan, oklusi
pembuluh darah, dan elevasi tungkai berlebihan