66
RESUME SKENARIO 3 BLOK 13 LOKOMOTOR TRAUMA SOFT TISSUE (SARAF, VASA, TENDON, OTOT, LIGAMEN) KELOMPOK B-1: 1. Maria Denta (102010101042) 2. Fajar Kurniawan (112010101008) 3. Ardiansyah Putra (112010101030) 4. Meita Astuti (112010101038) 5. Fajrina Muflihah Ahmad (112010101054) 6. Siti Fatimah (112010101057) 7. M. Izat Fuadi (112010101059) 8. Dian Muflikhy (112010101076)

Resume Skenario 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ggygky

Citation preview

Page 1: Resume Skenario 3

RESUME SKENARIO 3

BLOK 13

LOKOMOTOR

TRAUMA SOFT TISSUE (SARAF, VASA, TENDON, OTOT, LIGAMEN)

KELOMPOK B-1:

1. Maria Denta (102010101042)

2. Fajar Kurniawan (112010101008)

3. Ardiansyah Putra (112010101030)

4. Meita Astuti (112010101038)

5. Fajrina Muflihah Ahmad (112010101054)

6. Siti Fatimah (112010101057)

7. M. Izat Fuadi (112010101059)

8. Dian Muflikhy (112010101076)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013/2014

Page 2: Resume Skenario 3

SKENARIO 3

LUKA ROBEK

Seorang pekerja bangunan berusia 45 tahun dibawa ke UGD dengan kaki kiri bagian

bawah di balut kain yang terlihat basah dengan darah. Menurut teman yang mengantarnya, kaki

kirinya tersangkut besi cor saat terpeleset di tempat kerja. Pada pemeriksaan pasien mengatakan

kalau dia terpeleset karena lututnya sering terasa mudah terkilir akhir-akhir ini, didapatkan tanda

vital masih normal, terdapat luka robek tak beraturan pada region cruris distal. Gerakan fleksi

pedis tidak bisa dilakukan dengan sempurna. Sambil menahan sakit sat dilakukan pemeriksaan,

dalam hati pasien terbayang apakah kakinya nanati akan seperti tanagn temannya yang terkena

besi cord an setelah sembuh sekarang tidak bisa digerakkan dengan sempurna.

Page 3: Resume Skenario 3

ANALISIS MASALAH

I. Anatomi Soft Tissue

II. Histologi

1. Musculus

2. Syaraf

III. Trauma

1. Superfisial

2. Dalam

3. Tembak

IV. Trauma Soft Tissue

1. Musculus

2. Tendon

3. Saraf

Saraf perifer

Plexus saraf

Trunkus saraf

4. Ligament

5. Vasa

Page 4: Resume Skenario 3

PEMBAHASAN

I. ANATOMI

MUSCULUS

Otot-otot Ventral Lengan Atas

1. Otot : M. Biceps Brachii

Persarafan : Nn. Musculocutaneus

Origo : Caput Longum (Tuberculum supraglenoidale, labrum supraglenoidale, Caput

Brevis (ujung procesus coracoideus)

Insertio : Tuberositas Radii

Fungsi : Sendi bahu (Caput longum : Abduksi, anteversi, rotasi kedalam), (Caput Brevis :

Adduksi, anteversi, rotasi kedalam), (kedua bagian : menopang kedua lengan). Sendi

Siku (Fleksi, Supinasi).

2. Otot : M. Coracobrachialis

Page 5: Resume Skenario 3

Persarafan : Nn. Musculocutaneus

Origo : ujung procesus coracoideus

Insertio : Facies anterior humeri (medial dan distal dari crista tuberculi minoris humeri)

Fungsi : Sendi bahu ( rotasi kedalam, Abduksi, anteversi)

3. Otot : M. Brachialis

Persarafan : Nn. Musculocutaneus

Origo : Facies anterior humeri

Insertio : Tuberositas ulnae

Fungsi : Sendi Siku (Fleksi)

Otot-otot Dorsal Lengan Atas

Page 6: Resume Skenario 3

1. Otot : M. Triceps brachii

Persarafan : N. Radialis

Origo : Caput Longum (Tuberculum infraglenoidale), Caput Mediale (Facies posterior

humeri-medial distal dari sulcus nefri radialis), Caput lateral (Facies posterior humeri-

Lateral,proksimal dari nefri radialis).

Insertio : Olecranon

Fungsi : Sendi Bahu: (Adduksi,hanya caput longum yang menahan beban), Sendi Siku

(Ekstensi).

2. Otot : M. Anconeus

Persarafan : N. Radialis

Origo : Epicondylus lateralis

Insertio : facies posterior ulna sedikit kearah distal dari olecranon.

Fungsi : Sendi Siku (Ekstensi).

Otot-otot Radial Lengan Bawah

1. Otot : M. Brachioradialis

Page 7: Resume Skenario 3

Persarafan : N. Radialis

Origo : Margo lateralis humeri

Insertio :processus styloideus radii

Fungsi : Sendi Siku : Fleksi, pronasi atau supinasi (pergerakan memutar dari posisi akhir

yang berlawanan ke posisi tengah)

2. Otot : M. Ekstensor carpiradialis longus

Persarafan : N. Radialis

Origo : Margo lateralis humeri, epicondilus lateralis

Insertio permukaan dorsal dari dasar os metacarpi II

Fungsi : Sendi Siku : Fleksi, pronasi atau supinasi (pergerakan memutar dari posisi akhir

yang berlawanan ke posisi tengah – tergantung dari sudut tekuk)

3. Otot : M. Ekstensor carpiradialis brevis

Persarafan : N. Radialis

Origo : epicondilus lateralis humeri, ligamen annulare radii

Insertio permukaan dorsal dari dasar os metacarpi III

Fungsi : Sendi tangan : Fleksi dorsal, abduksi ke radial

Otot-otot Permukaan Ventral Lengan Bawah

Page 8: Resume Skenario 3

1. Otot : M. Fleksor carpi radialis

Persarafan : N. Medianus

Origo : Epicondilus medialis humeri, fascia antebrachii

Insertio : Permukaan  palmar dasar Os metacarpi II (sering kali juga III)

Fungsi : Sendi siku : Fleksi, pronasi. Sendi tangan : Fleksi palmar, abduksi ke arah radial.

2. Otot : M. Pronator teres

Persarafan : N. Medianus

Origo : Caput Humeral : Epicondilus medialis humeri. Caput ulna : Processus

coronoideus ulna.

Insertio : Permukaan  radius bagian lateral

Fungsi : Pronasi

Page 9: Resume Skenario 3

3. Otot : M. Palmaris Longus

Persarafan : N. Medianus

Origo : Epicondilus medialis humeri, fascia antebrachii

Insertio : Aponeurosis palmaris

Fungsi : Sendi siku : Fleksi, Pronasi. Sendi tangan : Fleksi palmar, penegangan

aponeurosis palmaris.

4. Otot : M. Fleksor Digitorum superficialis

Persarafan : N. Medianus

Origo : Epicondilus medialis humeri, Processus coronoideus

Insertio : Dengan empat tendo panjang pada landasan phalanx media jari ke 2-5

Fungsi : Sendi siku : Fleksi. Sendi tangan : Fleksi palmar, abduksi ke arah ulnar. Sendi-

sendi dasar jari (II – V) : fleksi, adduksi. Sendi jari proksimal (II – V) : Fleksi

5. Otot : M. Fleksor carpi ulnaris

Persarafan : N. Ulnaris

Origo : Epicondilus medialis humeri, septum intermusculare brachii mediale

Insertio : Os pisiform

Fungsi : Sendi siku : Fleksi. Sendi tangan : Fleksi palmar, abduksi ke arah ulnar. Sendi-

sendi dasar jari (II – V) : fleksi, adduksi. Sendi jari proksimal (II – V) : Fleksi

Otot Radial Lengan Bawah

1. Otot : M. Brachioradialis

Page 10: Resume Skenario 3

Persarafan : N. Radialis

Origo : Margo lateralis humeri

Insertio : Processus styloideus radii

Fungsi : Sendi siku : Fleksi, Pronasi atau supinasi (Pergerakan memutar dari posisi akhir

yang berlawanan ke posisi tengah – tergantung dari sudut tekuk).

2. Otot : M. Fleksor carpi radialis longus

Persarafan : N. Radialis

Origo : Margo lateralis humeri, Epicondilus lateralis.

Page 11: Resume Skenario 3

Insertio : Permukaan dorsal dari dasar os metacarpi II

Fungsi : Sendi siku : Fleksi, Pronasi atau supinasi (Pergerakan memutar dari posisi akhir

yang berlawanan ke posisi tengah – tergantung dari sudut tekuk).

3. Otot : M. Ekstensor carpi radialis brevis

Persarafan : N. Radialis

Origo : Epicondilus lateralis humeri, Ligamen annulare radii.

Insertio : Permukaan dorsal dari dasar os metacarpi III

Fungsi : Sendi tangan : Fleksi dorsal, abduksi ke radial.

Otot Permukaan Ventral Lengan Bawah Sebelah Dalam

1. Otot : M. Fleksor Digitorum Profundus

Persarafan : N. Ulnaris untuk bagian ulnar dan N. Medianus untuk bagian radial.

Origo : Facies anterior ulna (2/3 proksimal), Membrana interossea

Insertio : Basis phalanx distalis jari ke 3-5

Fungsi : Sendi siku : Fleksi. Sendi dasar jari (II-V) : Fleksi, adduksi. Sendi jari (II-V) :

Fleksi

2. Otot : M. Fleksor Policis Longus

Page 12: Resume Skenario 3

Persarafan : N. Medianus

Origo : Caput humeral (epicondilus medialis humeri), Caput Radiale (Facies anterior

radii, distal dari tuberositas radii)

Insertio : Basis phalanx distalis ibu jari

Fungsi : Sendi tangan : Fleksi palmar. Sendi pelana ibu jari : oposisi, adduksi. Sendi ibu

jari : Fleksi

3. Otot : M. Pronator Quadratus

Persarafan : N. Medianus

Origo : Margo anterior ulna (1/4 distal)

Insertio : Margo dan facies anterior radius

Fungsi : Sendi radioulnar : Pronasi

REGION GLUTEAL

1) M. piriformis

Persarafan : N. ischiadicus

Origo : foramina sacralopelvica 3-5

Page 13: Resume Skenario 3

Insertio : trochanter major

2) M. obturator internus

Persarafan : N. musculi obturatori interni

Origo : lingkar foramen obturatum

Insertio : fossa trochanterica

3) M. gemellus superior

Persarafan : N. musculi obturatori interni

Origo : spina ischiadica

Insertio : fossa trochanterica

4) M. gemellus inferior

Persarafan : N. musculi obturatori interni

Origo : tuber ischiadicum

Insertio : fossa trochanterica

5) M. quadratus femoris

Persarafan : N. musculi quadrati femorii

Origo : tuber ischiadicum

Insertio : crista intertrochanterica

6) M. gluteus minimus

Persarafan : N. gluteus superior

Origo : facies glutea alae ossis ilium

Insertio : trochanter major

7) M. gluteus medius

Persarafan : N. gluteus superior

Page 14: Resume Skenario 3

Origo : facies glutea alae ossis ilium

Insertio : trochanter major

8) M. gluteus maximus

Persarafan : N. gluteus superior

Origo : facies glutea alae ossis ilium

Fascies posterior os sacri

Fascies thoracolumbalis

Insertio : kranial via tractus iliotibialis

Tuberositas glute

9) M. tensor fasciae latae

Persarafan : N. gluteus superior

Origo : Spina iliaca antero superior

Insertio : tuberositas tibiae

Page 15: Resume Skenario 3
Page 16: Resume Skenario 3

PAHA

Kompartemen anterior

1) M. psoas major

Persarafan : Rr. Musculare plexus lumbalis

Origo : superfisial permukaan lateral corpus vertebrae T12-L4

Dalam vertebrae L1-4

Insertio : trochanter minor

2) M. Iliacus

Persarafan : : Rr. Musculare plexus lumbalis

Origo : fossa iliaca

Insertio : trochanter minor

3) M. Sartorius

Persarafan : : N. femoralis

Origo : spina iliaca antero superior

Insertio : tuberositas tibiae

Kompartemen medial

1) M. Gracilis

Persarafan : : N. obturatorius

Origo : ramus inferior os pubis

Insertio : ujung proximal tibia

2) M. Pectineus

Persarafan : : N. obturatorius & N. femoralis

Page 17: Resume Skenario 3

Origo : pecten os pubis

Insertio : linea pectinea femoris

3) M. adductor longus

Persarafan : : N. obturatorius

Origo : os pubis dibawah crista

Insertio : labium medial linea asperae

4) M. adductor brevis

Persarafan : : N. obturatorius

Origo : ramus inferior os pubis

Insertio : labium medial linea asperae

5) M. adductor magnus

Persarafan : : N. obturatorius

Origo : ramus inferior os pubis

Insertio : labium medial linea asperae

6) M. obturator externus

Persarafan : : N. obturatorius

Origo : lingkar for. obturatum

Insertio : fossa trochanterica

Kompartemen posterior

1) M. biceps femoris

Persarafan : : N. ischiadicus

Origo : c. Longum tuber ischiadicum

c. brevis labium lateral linea asperae

Page 18: Resume Skenario 3

Insertio : caput fibulae

2) M. semitendinosus

Persarafan : : N. ischiadicus

Origo : tuber ischiadicum

Insertio : tuberositas tibiae

3) M. semimembranosus

Persarafan : : N. ischiadicus

Origo : tuber ischiadicum

Insertio : ujung proximal tibia

Page 19: Resume Skenario 3
Page 20: Resume Skenario 3
Page 21: Resume Skenario 3
Page 22: Resume Skenario 3

Tungkai Bawah

Kompartemen posterior

Superficial layer

1) M. gastrocnemius

2) M. plantaris

3) M. soleus

Deep layer

1) M. popliteus

2) M. flexor hallucis longus

3) M. flexor digitorum longus

4) M. tibialis posterior

Page 23: Resume Skenario 3

Kompartemen lateral

1) M. fibularis longus

2) M. fibularis brevis

Page 24: Resume Skenario 3

Kompartemen anterior

1) M. tibialis anterior

2) M. extensor hallucis longus

3) M. extensor digitorum longus

4) M. fibularis tertius

Page 25: Resume Skenario 3

NERVUS

Plexus brachialis

• Rami ventralis 3truncus 6divisiones 3fasciculus cab. Terminal

• Syaraf pada r. brachii :

• N. musculo cutaneus

• N. medianus

• N. ulnaris

• N. radialis

Page 26: Resume Skenario 3
Page 27: Resume Skenario 3

PLEKSUS LUMBOSAKRAL

Dibentuk oleh L1-S3. Bercabang menjadi

1. N. Iliohypogastricus

2. N. Ilioinguinal

3. N. Genitofemoralis

4. N. Cutaneus femoralis

5. N. Femoralis

6. N. Gluteus superior

7. N. Glutesu inferior

8. N. Ischiadicus

9. Cutaneur femoris superior

Page 28: Resume Skenario 3

VASKULARISASI

Ekstremitas superior

Arteri

Dari arcus aorta bercabang menjadi truncus brachiochepalica kemudian masuk axila

menjadi arteri axilaris. Masuk regio brachii menjadi arteri brachialis. Pada fossa cubiti bercabang

menjadi arteri radialis dan arteri ulnaris. Pada pergelangan tangan membentuk ramus carpalis

palmaris, dorsalis dan superficialis. Di manus menjadi arteriae digitalis

Vena

Pada regio manus terdapat vena dorsalis magnus. Kemudian bermuara di vena chepalica

pada sisi lateral dan basilica pada sisi medial

Ekstremitas inferior

Arteri

Dari aorta descendens bercabang menjadi arteri iliaca comunis dan menjadi arteri

femoralis ketika masuk regio femoris. Pada fossa poplitea menjadi arteri poplitea yang

selanjutnya bercabang menjadi arteri tibialis dan fibularis di regio cruris. Pada regio pedis

menjadi artei plantaris

Vena

Pada regio pedis terdapat vena marginalis medialis yang bermuara saphena parva dan

saphena magna.

Page 29: Resume Skenario 3
Page 30: Resume Skenario 3

SENDI

Sendi secara sederhana merupakan pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi

memberikan adanya segmentasi pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi

pergerakan di antara segmen-segmen serta kemungkinan variasi pertumbuhan. Fungsi anggota

gerak sangat tergantung dari permukaan sendi, sehingga apabila ada kelainan/penyakit pada

sendi maka akan memberikan gangguan pergerakan.

Page 31: Resume Skenario 3

Pembagian Jenis Sendi

Berdasarkan kemampuan gerakan/ mobilitas dari suatu persendian, maka terdapat 3 macam tipe

sendi :

1. Synarthroses (immovable)

Yaitu jenis persendian yang tidak dapat digerakkan. Sendi ini tidak memiliki

lapisan tulang rawan , dan tulang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh

jaringan ikat fibrosa. Yang termasuk persendian ini adalah (1) sutura di antara tulang-

tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membrane interoseus atau

suatu ligament di antara tulang. Serat-serat ini memungkinkan sedikit gerakan tetapi

bukan gerakan sejati. Perleketan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah suatu contoh

dari tipe sendi ini.

2. Amphiarthroses (Slightly Movable)

Yaitu suatu jenis persendian yang ujung-ujung tulangnya di bungkus oleh tulang

rawan hyaline, disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada 2 tipe sendi

: (1) sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh permukaannya diliputi oleh tulang

rawan hyaline. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. (2) simphisis

adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang

Page 32: Resume Skenario 3

dan sekapis tipis rawan hyaline yang menyelimuti permukaan sendi. Simphisis pubis dan

n-sendi pada tulang punggung adalah contoh-contohnya.

3. Diarthroses (Freely Movable)

Yaitu sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga

sendi yang berisi cairan synovial, suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang,

dan permukaan sendi dilapisi rawan hyaline.

Page 33: Resume Skenario 3

II. HISTOLOGI

OTOT

• Bentuk sel memanjang à sabut otot à kontraksi & relaksasi

• Jenis otot:

1. Otot bergaris

2. Otot polos

3. Otot jantung

Jaringan Otot Bergaris

• Garis-garis melintang gelap & terang pd sabut otot à otot bergaris/lurik

• Fungsi: menggerakkan anggota gerak & melekat pd tulang à jar. Otot skelet

• Gerakannya dikendalikan kemauan kita à voluntary muscles

• Setiap sabut otot tdd serabut2 (myofibril)

• Pada penampang membujur dari jaringan otot bergaris akan tampak

pita-pita yanggelap-terang secara bergantian dan berjalan tegak

memotong sabut-sabut.Sabut-sabut otot bergaris berbentuk silindris, inti

ditepi.

• Pita-pica pada otot bergaris terdiri dari :

• Pita A (Anisotropik) àpita-pita yang gelap

Page 34: Resume Skenario 3

• Pita I (Isotropik ) àpita-pita yang terang

• Ditengah-tengah pita I, terdapat garis gelap dan tipis disebut garisZ.

• Ditengah-tengah pita A, terlihat garis yang terang dan agak lebar, disebut garisH.

Jaringan Otot Polos

• Involuntary muscle

• Visceral muscle

• Otot polos

• Bentuk sel: spindle shape, panjang bervariasi

• Inti di tengah

Jaringan Otot Jantung

• Mempunyai garis2 melintang

• Inti di tengah, sarkoplasma banyak mengelilingi inti dan myofibril

Page 35: Resume Skenario 3

• Sabut otot bercabang2, membentuk anyaman

• Garis2 melintang: intercalated disk

III. TRAUMA

Aberasi

Aberasi adalah luka yang disebabkan truma superficial pada kulit,biasanya karena gesekan dan

dapat sembu sepontan

Pengobatan

Penggunaan verban untuk proteksi luka dan pemberian antiseptic

Luka insisi

Luka insisi yang bersifat superficial biasanya tanpa kntaminasi,harus diperhatikan apaka insisi

hAnya terbatas pada kulit dalam saja atau mengenai tendo,pembuluh darag atau saraf

Luka laserasi

Luka luas yang bersifat bersih seperti pada luka insisi tetapi dapat karena trauma yang bersifat

tumpul membentuk hematma pada jaringan lunak

PENGOBATAN

Semua jaringan yang mati dan benda asing harus dieksisi dan luka harus ditutupi. Perlu

dilakukan pemeriksaan radiologis apabila ada kecurigaan benda asing

LUKA DALAM

Page 36: Resume Skenario 3

Dapat disebabkan karena laserasi atau luka bakar karena bermacam-macam sebab seperti listrik.

Dapat mengenai beberapa lapisan jaringan lunak mulai dari kulit sampai lapisan yang lebih

dalam

Pengobatan

Pada luka dalam ada kemungkinan rusaknya jaringan lunak ,ole karena itu perlu dilakukan

eksplrasiu untuk melihat kemungkinan kerusakan yang ada. Seluruh jaringan yang rusak

dikeluarkan seperti pada luka laserasi

LUKA TEMBAK

Luka tembak ada dua,yaitu:

1. Luka tembak denagn kecepatan rendah

Pada luka ini ditemukan batas yang jelas dengan kerusakan jaringan beberapa millimeter

di luar dari saluran luka. Luka biasanya tidak serius kecuai ada kerusakan rgan vital

Pengobatan berupa eksisi jaringan yang mati sampai jaringan seat, apabila luka disertai

dengan fraktur maka dapat dilakukan pengobatan sesuai denagn pengobatan standart.

Luka dapat ditutup denagn jahitan

2. Luka tembak denagn kecepatan tinggi

Biasanya peluru masukdan menimbulkan luka yang kecil tetapi kerusakan jaringan lunak

yang sangat luas dapat menimbulkan kavitas. Pengbatan dengan melakukan eksisi. Pada

setiap luka sebaiknya diberi btoksoid antitetanus apabila sudah memperoleh imunisasi

dasar dan jika tidak maka diberi serum anti tetanus

IV. TRAUMA SOFT TISSUE

1. MUSCULUS

Selama aktivitas fisik hinggs 70 persen cardiac output dialirkan untuk suplai otot. Ini

dapat dilihat ketika otot mengalami perdarahan. Trauma dapat langsung, dari pukulan menekan

otot dengan tulang, atau dapat tidak langsung dikarenakan peregangan berlebihan pada ujung-

ujung otot. Yang nanatiny dapawt menjadi ruptur otot baik parsial maupun total.

Page 37: Resume Skenario 3

Ketika perdarahan terjadi dalam otot, dokter harus membedakan antara perdarahan

intramuskular (dalam fasia) dan intermuskular. Intra-muskular hematoma merupakan truma yang

lebih serius dan mengakibatkan bengkak biasa terjadi melebihi 48 jam, dan disertai keluhan nyeri

dan berkurangnya fungsi otot. Jika bengkak mencapai tingkat kritis maka dapat menjadi

sindroma kompartemen.

Dengan intermuskular hematoma, darah pada masa-masa awal perdarahan peningkatan

tekanan terdapat pengurangan secara cepat dalam tekanan dan bengkak, yang akan

mengembalikan fungsi otot. 

Faktor predisposisi ruptur otot:

Pemanasan tidak cukup

Kelelahan

Riwayat trauma

Otot pada sendi

Prinsip terapi pada trauma soft tissue dan khususnya untuk trauma otot :

Rest

Ice

Compression

Elevation

Terapi akan meminimalkan jumlah perdarahan dalam jaringan dan mengembalikan

aktivitas sesegera mungkin setelah trauma membuat jaring fibrin berkembang pada kapiler yang

rusak. Penggunaan es dan kompresi vasokonstriksi dan tamponade pembuluh darah, serta elevasi

akan meningkat drainase vena.

Inspeksi dan palpasi pada otot yang rusak biasanya cukup untuk mendiagnosa mayoritas

trauma. Pada kasus otot yang rusak, ahli bedah harus memutuskan apakah eksplorasi dan aposisi

pada ujung otot dibutuhkan. Jika kontinuitas pada muskulotendinous dapat dilakukan maka

pembedahan tidak perlu dilakukan.

Komplikasi trauma otot

Page 38: Resume Skenario 3

Bagian kecil dari hematom otot besar akan membuatnya gagal diserap. Dinding sista

menjadi terendotial dan aspirasi tidak menguntungkan. Reseksi pada sista diperlukan dengna

perhatian khusus pada hemostasis untuk mencegah kambuh.

Penyembuhan hematom intramuskular dalam, kebanyakan pada brakialis dan vastus

intermedialis, dapat menyebabkan pembentukan tulang daripaada jaringan fibrous, sebuah proses

yang dikenal sebagai Myotitis Ossifikans (MO). Kondisi ini dapat dicurigai jika, bengkak, dan

terbatasnya gerkan waqlaupun teloah dilakukan rehabilitasi. Perengangan pasif yang berlebihan

pada fase awal rehabilitasi dapat memicu MO dan seharusnya dihindari. Radiografi

menunjukkan pembentukan callus menegakkan diagnosis. Pembedahan untuk kasus simtomatik

tidak dilakukan hingga maturasi pada area ossifikasi selesai. Radioterapi atau NSAID dapat

diberikan setelaha operasi untuk mencegah kambuh.

2. TENDON

Robekan pada tendon terutama terjadi akibat trauma tajam misalnya kaca dan paling sering

ditemukan pada daerah pergelangan tangan atau pada jari-jari. Robekan dapat pula terjadi pada

tendo-tendo besar seperti tendo achilles karena cedera olahraga

Gejala dan terapi

Orang yang mengalami cidera sangat kesulitan untuk mendorong kakinya dan bahkan

berjalan. X-ray bisa digunakan untuk memastikan diagnosis. MRI (Magnetic resonance imaging)

atau ultrasound dapat juga untuk memastikan kerobekan tendon Achilles, bagaimanapun mereka

ini tidak selalu penting.

Pembedahan biasanya direkomendasikan untuk terapi kerobekan tendon Achilles pada

pasien yang sehat dan aktif. Pada orang-orang yang mempunyai sedikit aktifitas pembalutan

(bandage) dapat diberikan. Permulaan aktifitas olahraga lagi biasanya setelah empat sampai

enam bulan, atau lebih, setelah terapi pembedahan pada pasien. Pembedahan memperbaiki

tendon untuk sembuh lebih kuat dengan kesempatan terjadinya kerobekan kembali yang kecil.

ROBEKAN PADA Tendon Achiless

Page 39: Resume Skenario 3

Mungkin robekan hanya terjadi kalau tendon mengalami degenerasi. Akibatnya, sebagian

besar pasien berumur di atas 40 tahun. Berlari atau melompat membuat otot betis berkontraksi;

tetapi kontraksi ditahan oleh berat badan dan tendo pun robek. Pasien merasa seolah-olah ia

dipukul tepat di atas tumit, dan tak dapat berjinjit. Segera setelah terjadi robekan, suatu celah

dapat dilihat dan terasa 5 cm di atas insersio tendo. Plantarfleksi kaki akan lemah dan tidak

disertai dengan penegangan tendo. Bila ada keraguan, uji Simonds angat berguna: dengan pasien

menelungkup, betis diremas; kalau tendo utuh kaki terlihat berplantarfleksi; kalau tendo robek

kaki tetap diam.

D/D

- Robekan yang tidak sempurna

- Robekan otot soleus

Pengobatan

Kalau pasien cepat diperiksa, kedua ujung tendon dapat bertemu bila kaki

diplantarfleksikan secara pasif. Kalu demikian, gips dipasang dengan kaki dalam equines dan

dipakai selama 8 minggu. Sepatu dengan tumit yang tinggi dipakai selama 6 minggu berikutnya.

Perbaikan dengan operasi mungkin lebih aman, tetapi gips equinus selama 8 minggu dan

sepatu dengan tumit tinggi selama 6 minggu berikutnya masih diperlukan. Jika perbaikan

dilakukan melalui insisi vertical, luka sering pecah lagi; tetapi, suatu insisi melintang yang kecil

mungkin memadai dan bahkan mungkin untuk menggunakan metode perkutan saja atau sama

sekali tidak memperbaiki tendon tetapi hanya mempertahankan ujung-ujung tendon dengan suatu

fisator luar dan kawat kirschner.untuk robekan yang terlambat ditangani , kemungkinannya

adalah perbaikan dengan serat karbon

Trauma Saraf Perifer

Saraf perifer adalah kumpulan akson yang menghantarkan impul-impul motorik (eferen)

dari sel-sel kornu anterior medulla spinalis dan impuls semsoris (aferen) reseptorperifer melalui

sel-sel gangalion kornu posterior ke dalam sumsum medulla spinalis.

Page 40: Resume Skenario 3

Akson motoris dan sensoris yang besar memberikan sensasi rasa raba, nyeri dan

propioseptif. Akson motoris dan sensoris dilapisi oleh myelin yang merupakn satu membrane

lipoprotein disertai sel schwann. Diluar membrane sel schwann akson ditutupi oleh jaringan ikat

yang disebut endoneurium. Diantara akson yang diliputi endoneurium terdapat jaringan ikat

membrane yang disebut perineum. Trunkus saraf diliputi oleh jaringan yang lebih kuat yang

disebut epineurium.

Saraf sangat kaya akan pembuluh darah dan beberapa trunkus saraf, menembus kedalam

lapisan menjadi kapiler-kapiler endoneurium.

Trauma pada saraf perifer dapat terjadi akibat ;

1. trauma langsung oleh karena laserasi, luka tembak, luka tusuk

2. trauma tidak langsung akibat fraktur dan terjadi tarikan pada saraf

3. jepitan yang mendadak atau menahun

Patologi kelainan saraf :

iskemi terjadi akibat penekanan saraf yang mendadak, yang menyebabkan rasa tebal

dan kesemutan dalam 15 menit, hilangnya sensibilitas nyeri setelah 30 menit dan

kelemahan otot setelah 45 menit.

Klasifikasi menurut saddan :

1. neuropraksi ; suatu keadaan dimana terjadi blok sementara penghantaran saraf

dan secara fisiologis yang dapat bersifat reversible. kehilangan sensasi dan

motorik dapat sembuh setelah beberapa hari atau beberapa minggu. keadaan

ini terjadi karena demielinisasi segmental akibat tekanan mekanik.contoh :

crutch palsy

2. aksonotmesis : terjadi interupsi akson. saraf dan saluran endoneurial tetap

utuh, hanya terjadi gangguan konduksi pada saraf.proliferasi yang meningkat

dari sel schiwan dan fibroblas yang meliputi saluran endoneurial. regenerasi

pertumbuhan akson 13 mm per hari.

3. neurotmesis : pemisahan trunkus saraf misalnya pada luka

terbuka.neurotmesis dapat pula terjadi akibat trauma traksi, trauma remuk dan

Page 41: Resume Skenario 3

kerusakan saraf oleh karena injeksi intraneural yang menyebabkan

terputusnya saraf.

Gambaran klinis :

rasa tebal, perubahan rasa atau kelemahan otot.lesi yang bersifat parsial akan

menyebabkan rasa nyeri atau parastesis. pada tingkat lanjut akan didapat kekakuan sendi,

deformitas atau atrofi otot. ditemukan jaringan parut pada suatu luka, kehilanngan

sensibilitas, kulit menjadi haalus, mengkilat, dingin dan kering serta kelainan pada kuku,

dapat pula ditemukan ulkus trofik pada kaki

Diagnosis : menghadapi trauma saraf, maka beberapa hal harus diperhatikan

1. apakah benar terdapat lesi saraf?

2. setinggi apa kelainan saraf?

3. jenis kelainan yang terdapat?

4. apakah lesi saraf ini dapat pulih kembali?

Pemeriksaan khusus:

1. blok saraf : disuntikan anastesi lokal sekitar tempat trauma.

2. uji elektrik : digunakan secara tepat untuk mengetahui keadaan, tingkat, dan

ekstensi pemulihan saraf dan dilakukan dengan caara penilaian kekuatan/

kurva waktu, aksi potensial volunter dari pemeriksaan elektromiografi,

mengukur kecepatan hantaran sistem motoris dan sensoris dalam beberapa

tingkat.

Pengobatan :

1. eksplorasi saraf : pada trauma tertutup, biasanya lesi saraf dapat mengalami

pemulihan secara spontan.

2. penjahitan saraf

a. penjahitan primer : dilakukan pada saat pembersihan luka dan

didapatkan luka yang bersih. penjahitan primer ditunda apabilla

ditemukan tarikan sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan pada

kedua ujung. bila terdapat fraktur, maka diperlukan stabilisasi fraktur

Page 42: Resume Skenario 3

serta penjahitan jaringan lunak. penjahitan saraf dilakukan dengan

benang 10/0 pada daerah epineurium dengan teknik tersendiri. setelah

penjahitan, anggota gerak diistirahatkan dengan bidai.

b. penjahitan yang ditunda :

indikasi :

trauma tertutup tanpa pemulihan saraf setelah waktu yang

diharapkan.

terdapat kekeliruan diagnosis dan ditemukan gejala trauma

saraf beberapa minggu kemudian.

terdapat kegagalan pada penjahitan primer.

apabila terdapat pemisahan pada saraf, maka kekosongan ini

dapat disambung dengan mempergunakan jembatan saraf yang

diambil pada saraf kutaneus.

Prognosis : kelainan neuropraksi dapat pulih kembali, aksonotmesis pada umumnya

juga dapat pulih. kelainan neurotmesis tidak mungkin mengalami pemulihan dan pada

trauma dengan tarikan pada saraf prognosisnya jelek.

Trauma Pleksus Saraf

Trauma Kelahiran Pada Pleksus Brakialis

Trauma pada pleksus brakialis sering ditemukan pada bayi baru lahir terutama

pada bayi besar, lahir dengan forceps, atau bayi yang lahir sungsang.

Gambaran klinis

Kerusakan yang terjadi disebabkan karena adanya tarikan / tekanan yang

hebat pada pleksus brakialis, yang dapat bersifat ringan atau sampai terjadi

robekan pada satu atau lebih dari trunkus saraf. Pada keadaan yang buruk

terjadi avulsi akar saraf pada sumsum tulang belakang. Terdapat gejala

kombinasi antara motorik dan sensoris.

Tiga tipe trauma kelahiran pada pleksus brakialis :

Page 43: Resume Skenario 3

1. Tipe lengan atas ( paralisis erb )

Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan dalam kelumpuhan

obstetrik yaitu terjadi tarikan pada trunkus sebelah atas ( C5 dan C6 ) dan

ditemukan paralisis bahu dan lengan atas.

2. Tipe lengan bawah ( klumpke )

Kelainan ini lebih jarang ditemukan dan terjadi kerusakan pada pleksus

brakialis C8 dan T1.

3. Tipe lengan bawah dan lengan atas

Jenis ini mengenai seluruh pleksus brakialis dan biasanya terjadi avulsi yang

total pada sumsum tulang belakang.

Trauma Pleksus Brakialis Karena Kecelakaan

Apabila terjadi kecelakaan yang hebat misalnya jatuh atau benturan yang

keras pada kepala dengan tekanan yang bersamaan pada bahu, akan

menimbulkan tarikan pada pleksus brakialis. Kelainan biasanya disertai

fraktur klavikula atau fraktur daerah vertebra servikalis. Tarikan yang

hebat biasanya menyebabkan avulsi pleksus brakialis sumsum tulang

belakang. Pemeriksaan mielografi membantu dalam menegakkan

diagnosis.

Lesi Saraf Torasik Panjang

Saraf torasik panjang disebut juga saraf dari Bell ( C5,6,7) . Saraf ini dapat

mengalami kerusakan apabila ada trauma pada bahu dan leher atau pada

waktu tindakan operasi. Lesi biasanya bersifat aksonotmesis.

Gambaran klinik

Ditemukan paralisis otot seratus anterior yang menyebabkan gangguan

pada scapula.

Pengobatan

Lesi ini bersifat aksonotmesis, maka penyembuhan diharapkan setelah

beberapa waktu.

Page 44: Resume Skenario 3

Lesi Saraf Spinal Asesoris

Saraf spinal asesoris ( C3,4 ) memberikan persarafan pada otot

sternokleidomastoideus yang berjalan sangat superficial sehingga mudah

mengalami trauma terutama luka tajam. Apabila ditemukan tanda-tanda

lesi pada saraf ini disertai luka tajam, maka harus segera dilakukan

eksplorasi.

Lesi Saraf Supraskapula

Saraf supraskapula berasal dari pleksus brakialis bagian atas ( C5,6 ) . Lesi

dapat terjadi pada fraktur scapula dengan tekanan langsung / traksi.

Gambaran klinis

Mungkin ditemukan riwayat trauma sebelumnya serta gejala nyeri pada

daerah supraskapula dan kelemahan abduksi bahu.

Pemeriksaan elektromiografi dapat membantu diagnosis.

Pengobatan

Lesi biasanya bersifat aksonotmesis dan dapat pulih setelah 2-3 bulan

Lesi Saraf Aksila

Saraf aksila ( C5-6 ) berasal dari bagian belakang pleksus brakialis.

Biasanya saraf ini mengalami kerusakan pada dislokasi sendi bahu /

fraktur leher humerus dan lesi bersifat aksonotmesis. Pada umumnya lesi

saraf aksila dapat pulih secara spontan.

3. TRAUMA TRUNKUS SARAF

1. Saraf Medianus

Saraf medianus biasanya mengalami trauma pada daerah pergelangan tangan atau

lebih tinggi yaitu pada lengan bawah. Lesi letak rendah dapat disebabkan oleh

trauma tajam pada pergelangan tangan atau dislkasi karpal. Lesi letak tinggi

biasanya terjadi oleh karena fraktur pada daerah antebraki atau dislokasi sendi

siku.

Page 45: Resume Skenario 3

Gambaran Klinis

Penderita tidak dapat melakukan abduksi ibu jari, hilangnya ensasi 3,5 daerah

radial jari-jari. Pada tingkat lanjut terjadi atrofi otot-otot tenar.

Pengobatan

Apabila terjadi pemindahan saraf karena trauma, maka dapar segera dilakukan

penjahitan dengan menyambung kedua ujungnya. Biasanya diperlukan mobilisasi

saraf dan bila tidak berhasil, dapat dilakukan penyambungan saraf dengan

mempergunakan grafting saraf.

2. Saraf Ulnaris

Dapat terjadi di dekat pergelangan tangan atau dekat sendi siku.

Gambaran Klinis

- Lesi letak rendah

Terjadi karena luka tajam. Terdapat rasa tebal pada daerah ulnar 1,5 jari-jari,

kelainan berupa claw hand. Ditemukan pula adanya atrofi otot hipotenar dan

otot interoseus serta hilangnya sensasi jari kelingking.

- Lesi letak tinggi

Terjadi setelah suatu fraktur atau dislokasi pada sendi siku

Pengobatan

Eksplorasi dan penjahitan saraf

3. Saraf Radialis

Terjadi karena trauma pada daerah sendi siku, lengan atas, atau aksila.

Gambaran Klinis

- Lesi letak rendah

Biasanya akibat fraktur atau dislokasi daerah siku atau trauma lokal. Lesi

iatrogenik pada saraf interoseus posterior dapat menyebabkan gangguan pada

Page 46: Resume Skenario 3

otot supinator. Keluhan berupa rasa kesemutan dan tidak dapat melakukan

gerakan ekstensi pada sendi metakarpofalangeal jari tangan, juga kelemahan

abduksi ibu jari dan ekstensi interfalangeal.

- Lesi letak tinggi

Terjadi akibat fraktur humerus atau pemakaian turniket yang lama. Gejala

berupa wrist drop, kelemahan ekstensor radialis, serta ketidak mampuan

mengekstensikan sendi metakarpofalangeal. Terjadi kehilangan sensasi yang

terbatas pada satu titik tertentu di daerah dorsal tangn sekitar anatomical

snuffbox.

- Lesi letak yang lebih tinggi

Terjadi akibat trauma atau operasi pada sendi bahu, kebanyakan disebabkan

oleh komprei kronik daerah aksila pada penderita yang adiksi terhadap

minuman keras dan obat-obatan. Keluhan berupa lemah pergelangan tangan

dan jari-jari, yang dapat disertai paralisis muskulus trisep dan hilangnya reflek

trisep.

Pengobatan

Pada trauma terbuka sebaiknya dilakukan eksplorasi dan penjahitan saraf, bila

perku grafting secepatnya. Pada lesi tertutup biasanya bersifat aksonotmesis dan

fungsi dapat pulih kembali.

4. LIGAMEN

Trauma pada sendi juga dapat menyebabkan kerusakan atau robekan ligament yang

bersifat total atau parsial. Robekan pada ligament yang bersifat parsial disebut sebagai sprain

atau strain. Robekan pada ligament sering ditemukan pada daerah sendi lutut dan pergelangan

kaki.

Diagnosis

Page 47: Resume Skenario 3

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anmnesis yang baik, gambaran klinis serta

pemeriksaan rontgen secara stress dengan anesthesia umum.

Pengobatan

Robekan yang parsial biasanya memerlukan pengobatan yang sederhana. Pada stadium

akut ditemukan rasa nyeri yang hebat dan dilakukan imobilisasi dengan verban elastic serta

analgetik. Bila rasa nyeri yang timbul lebih hebat, dapat dilakukan pemasangan gips. Dalam 24

jam pertama diatasi dengan pemberian kompres es/air dingin secara berulang-ulang.

Penyembuhan biasanya setelah 2-3 minggu.

Robekan yang total perlu dilakukan aposisi pada kedua ujung ligament dengan cara

operasi diikuti imobilisasi daerah yang terkena dengan pemasangan gips. Waktu pemasangan

gips 3-4 minggu dan kemudian dilakukan rehabilitasi.

Ruptur Ligament

Ligament robek sama sekali dan sendi tak stabil. Pada keadaan tertentu, ligament dapat bertahan

namun tulang mengalami avulse. Ini adalah lesi yang lebih mudah ditangani karena fragmen

tulang dapat direkatkan kembali. Sendi yang sangat mungkin terkena adalah sendi lutut,

pergelangan kaki dan sendi-sendi jari. Gambaran klinis yang didapat berupa nyeri hebat dan

perdarahan di bawah kulit. Kalau sendinya bengkak, ada kemungkinan terjadi hemartrosis.

Dengan foto rontgen, dapat dilihat serpihan tulang yang lepas.

Terapi : Dapat sembuh secara spontan asalkan sendi dibiarkan tanpa tegangan selama 4 – 6

minggu. Cara tersebut dapat digunakan bila: (1) operasi sulit/hasil operasi diduga tidak

memuaskan; (2) ketidakstabilan sendi tidak begitu serius; (3) pasien usia lanjut. Setelah

pengistirahatan sendi, dianjurkan melakukan gerakan dan latihan untuk melatih otot. Apabila

rupture ligament terjadi pada pasien muda, maka pembedahan merupakan pilihan utama terapi.

Setelah itu, dilakikan imobilisasi sendi selama 3 – 4 minggu. Kemudian, dapat dimulai gerakan,

tetapi sendi dilindungi selama 4 – 6 minggu berikutnya.

TRAUMA VASKULAR

Page 48: Resume Skenario 3

Terjadinya trauma pembuluh darah patut dicurigai bila insufisiensi vaskuler yang menyerai

trauma tumpul, crush, puntiran, dislace fracture, termasuk luka tusuk pada ekstremitas. Selain

itu, gejala lain meliputi akral dingin, pucat, nadi tak teraba.

Jenis trauma dan lesi vaskuler yang menyertai :

Patah tulang costae I A. / V. subclavian

Dislokasi sendi bahu A. / V. Axillary

Fraktur humerus supracondiler A. / V. Brachial

Dislokasi sendi siku A. / V. Brachial

Fraktur pelvic A. / V. presacral dan A. / V. Iliaka interna

Fraktur femur supracondilar A. / V. Femoralis

Dislokasi sendi lutut A. / V. Popliteal

Fraktur tibia proksimal A. / V. Popliteal

Pengelolaan :

Lebih dari 6 jam otot nekrosis karena terjadi iskemi jaringan

Bila ada fraktur, bidai terlebh dahulu

Segera lakukan revaskularisasi dan replantasi

Lakukan Arteriografi bila memugkinkan

Lakukan amputasi jika :

- Bila tindakan di atas gagal

- Kerusakan hebat

- Multitrauma degan hemodinamika tidak stabil

Trauma pada pembuluh darah dapat dibagi dalam tiga kategori :

1. vasospasme

2. robekan tidak total

3. robekan total

Page 49: Resume Skenario 3

Akibat yang terjadi dari komplikasi pada pembuluh darah :

1. Ganggguan sirkulasi sementara

2. Ganggguan sirkulasi permanen dikarenakan rusaknya pembuluh darah akibat

trombosis

3. Aneurisma Traumatik

Lokalisasi daerah trauma pembuluh darah :

1. Arteri brakialis

Trauma arteri ini biasanya terjadi pada fraktur humerus dan fraktur suprakondiler humerus

2. Arteri radialis

Trauma arteri ini biasanya terjadi pada fraktur radius distal dengan pemindahan fragmen

ke depan dari fragmen distal

3. Pembuluh darah pelvik

Trauma pada pembuluh darah pelvik terjadi pada trauma tekanan atau trauma lain pada

panggul

4. Arteri femoralis

Trauma arteri femoralis biasanya terjadi apabila terjadi fraktur batang femur dimana

fraktur yang hancur atau pecah2

5. Arteri poplitea

Trauma arteri poplitea terjadi apabila dislokasi pada sendi lutut , fraktur 1/3 proksimal

tibia atau proksimal

Gambaran klinis :

Perlu dibandingkan perabaan dan denyutan arteri antara bagian yang sakit dan

sehat , bagian distal mengalami iskemi dingin serta membengkak , perlu diraba arteri

radialis , arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior . juga diperiksa ritme kapiler

pada jari2

Pengelolaan :

Page 50: Resume Skenario 3

o Lebih dari 6 jam otot nekrosis karena terjadi iskemi jaringan

o Bila ada fraktur, bidai terlebih dahulu

o Segera lakukan revaskularisasi dan replantasi

o Lakukan Arteriografi bila memugkinkan

o Lakukan amputasi jika :

Bila tindakan di atas gagal

Kerusakan hebat

Multitrauma degan hemodinamika tidak stabil

6. Gangren iskemik

Merupakan kelainan dimana terjadi kematian jaringan karena kerusakan pembuluh

darah . dapat disebabkan oleh :

Pemasangan verban yang ketat

Pemasangan turniket yang salah

Kerusakan pembuluh darah bersamaan dengan fraktur

Fraktur terbuka disertai infeksi dan kerusakan pembuluh darah.

Pengobatan yang tidak adekuat atau reposisi fraktur yang jelek (iatrogenik)

Gambaran Klinik

Warna kulit hitam kecoklatan , dingin dan membengkak

Dapat terjadi pelepuhan kulit dan kulit terkelupas

Hiperpireksia

Penderita terlihat toksik dan mengalami dehidrasi sampai syok

Infeksi dan pembusukan pada jaringan

Ditemukan krepitasi apabila ada gas gangren

Takikardia dan penurunan tekanan darah

Pernapasan yang cepat

Pengobatan

Resusitasi penderita sesegera mungkin

Page 51: Resume Skenario 3

Nekrotomi yang luas atau bila perlu dilakukan amputasi

Pemberian antibiotik yang adekuat

7. Trauma pada vena

Trauma pada vena terutama pada ena besar dapat bersifat total maupun parsial yang dapat

disebabkan oleh tusukan fragmen tulang pada fraktur yang bergeser . trauma dapat pula

terjadi karena luka tembak yang menembus jaringan lunak .

Pengobatan

Trauma pada vena besar harus diperbaiki oleh karena akan menimbulkan komplikasi di

kemudian hari berupa kongesti vena bagian distal

8. Sindroma kompartmen

Setelah terjadi trauma terutama pada tungkai bawah khususnya pada fraktur tertutup m terjadi

hambatan dalam vena dan kompartemen fasia yang akan memberikan efek balik sehingga

terjadi penekanan pada pembuluh darah arteri

Gambaran klinis

Pada tingkat awal terjadi nyeri hebat pada tungkai , tidak dapat melakukan dorsofleksi pada

jari jari kaki , dan rasa nyeri pasif , kemudian tungkai menjadi pucat dan membengkak .

tingkat lebih lanjut terjadi perubahan pada saraf dan otot yang akan menyebabkan nekrosis

pada otot yang ireversibel

Pengelolaan

- Buka semua balutan, bidai, gips

- Elevasi 30 derajat

- Observasi 30 – 60 menit

Page 52: Resume Skenario 3

Komplikasi

- Kontraktur (Volkmann)

- Gagal ginjal / myoglobinuria karena otot yang nekrosis mengeluarkan banyak

myoglobin

- Infeksi post fasciotomy

Yang memperburuk adalah fraktur sehingga menyebabkan hipotensi, perdarahan, oklusi

pembuluh darah, dan elevasi tungkai berlebihan