12
1 PERANCANGAN SEKOLAH ANAK JALANAN DENGAN PENDEKATAN FLEKSIBILITAS ARSITEKTUR Atika Mega Ayuningtyas Program Magister Perancangan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya [email protected] ABSTRACT Street children is a reality that can be found also in Indonesia, and it could be considered as a new ‘magnet’ of urban issues especially in education sector. The aim of this study to integrate an architecture world, to a new solution of social world. In addition, this study also conducted a social problem solving in a great number of street children escapees from formal school due to an incompatibility between formal school and street children characteristics. Architecture and social world like magnetic poles differently which had present environmental behavior issues, and the combination of both will provide a flexibility solution. The main question is how the concept of flexibility architecture can work optimal in the presence of street children school design with three aspect of time, function, and places. Street children school is expected for optimal function. It must has a connection with space, place and time indeed. The using of design method is pragmatic design in order to exploration street children school model which can be used for the user profile for the building itself, and for the urban context in the coverage area. Key words: Street children, Type Of Education Building, Flexibility of Architecture ABSTRAK Anak jalanan sebagai realitas yang ada di setiap kota menjadi sebuah “magnet” dari masalah perkotaan khususnya di bidang pendidikan. Pentingnya dilakukan penelitian ini sebagai sebuah reaksi dari dunia arsitektur dalam menghadirkan sebuah solusi baru dalam dunia sosial. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah sosial, bagaimana fenomena dunia pendidikan formal yang selalu dilihat dengan ukuran formalitas maupun nilai terukur lain justru seharusnya dilihat dari sisi lain yang menghadirkan reaksi pada dunia arsitektur sebagai wadah. Pertanyaan utama adalah bagaimana konsep fleksibilitas arsitektur dapat bekerja optimal dalam keberadaan perancangan sekolah anak jalanan ini sehingga sesuai dengan waktu, fungsi maupun tempat. Fleksibilitas arsitektur sebagai konsep yang ditawarkan dirasa sesuai dengan kondisi sosial dan lingkungan saat ini. Sehingga sebuah desain dalam hal ini sekolah anak jalanan dapat berkesesuaian dengan ruang tempat mapun waktu sesuai dengan penerapan konsep fleksibilitas arsitektur dalam perancangannya. Metode perancangan yang dilakukan nantinya bersifat pragmatis dimana menghadirkan eksplorasi-eksplorasi model sekolah anak jalanan yang dapat berfungsi optimal untuk anak jalanan sebagai profil pengguna bangunan itu sendiri, maupun untuk konteks urban dalam cakupan luasnya. Kata kunci : anak jalanan, fleksibilitas arsitektur, tipe bangunan pendidikan

perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

1

PERANCANGAN SEKOLAH ANAK JALANAN DENGAN PENDEKATAN

FLEKSIBILITAS ARSITEKTUR

Atika Mega Ayuningtyas Program Magister Perancangan Arsitektur

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya [email protected]

ABSTRACT Street children is a reality that can be found also in Indonesia, and it could be considered as a new ‘magnet’ of urban issues especially in education sector. The aim of this study to integrate an architecture world, to a new solution of social world. In addition, this study also conducted a social problem solving in a great number of street children escapees from formal school due to an incompatibility between formal school and street children characteristics. Architecture and social world like magnetic poles differently which had present environmental behavior issues, and the combination of both will provide a flexibility solution. The main question is how the concept of flexibility architecture can work optimal in the presence of street children school design with three aspect of time, function, and places. Street children school is expected for optimal function. It must has a connection with space, place and time indeed. The using of design method is pragmatic design in order to exploration street children school model which can be used for the user profile for the building itself, and for the urban context in the coverage area. Key words: Street children, Type Of Education Building, Flexibility of Architecture

ABSTRAK

Anak jalanan sebagai realitas yang ada di setiap kota menjadi sebuah “magnet” dari masalah perkotaan khususnya di bidang pendidikan. Pentingnya dilakukan penelitian ini sebagai sebuah reaksi dari dunia arsitektur dalam menghadirkan sebuah solusi baru dalam dunia sosial. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah sosial, bagaimana fenomena dunia pendidikan formal yang selalu dilihat dengan ukuran formalitas maupun nilai terukur lain justru seharusnya dilihat dari sisi lain yang menghadirkan reaksi pada dunia arsitektur sebagai wadah. Pertanyaan utama adalah bagaimana konsep fleksibilitas arsitektur dapat bekerja optimal dalam keberadaan perancangan sekolah anak jalanan ini sehingga sesuai dengan waktu, fungsi maupun tempat. Fleksibilitas arsitektur sebagai konsep yang ditawarkan dirasa sesuai dengan kondisi sosial dan lingkungan saat ini. Sehingga sebuah desain dalam hal ini sekolah anak jalanan dapat berkesesuaian dengan ruang tempat mapun waktu sesuai dengan penerapan konsep fleksibilitas arsitektur dalam perancangannya. Metode perancangan yang dilakukan nantinya bersifat pragmatis dimana menghadirkan eksplorasi-eksplorasi model sekolah anak jalanan yang dapat berfungsi optimal untuk anak jalanan sebagai profil pengguna bangunan itu sendiri, maupun untuk konteks urban dalam cakupan luasnya. Kata kunci : anak jalanan, fleksibilitas arsitektur, tipe bangunan pendidikan

Page 2: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

2

PENDAHULUAN Perubahan bentuk dan gaya dalam dunia arsitektur, sering didahului dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakatnya.1 Pernyataan ini merupakan ide mendasar bagaimana seharusnya sebuah wujud arsitektur yang berbicara tentang jaman atau melampaui jamannya. Anak jalanan sebagai salah satu masalah sosial seharusnya dapat didekati melalui salah satu solusi arsitektur.Banyaknya anak jalanan yang memiliki keinginan dalam pemenuhan kebutuhan dalam pendidikan menjadi sebuah magnet yang besar bagaimana menghadirkan sebuah bangunan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik anak jalanan itu sendiri. Ini terbaca pada penelitian yang dilakukan Brink (1997)2

. Anak jalanan yang selalu berpindah tempat dalam menjalani aktivitasnya (tidak terikat tempat), memiliki waktu yang tidak dapat diprediksi dalam kegiatannya, juga masalah sosial lainnya terkait dengan identitas maupun strata sosial di komunitas urban. Solusi arsitektur untuk permasalahan anak jalanan saat ini adalah rumah singgah, dan pada akhirnya dirasa kurang sesuai dengan komunitas mereka.

tentang indikator terbesar kedua yang dibutuhkan anak jalanan adalah pendidikan.

Fleksibilitas Arsitektur yang telah lama dikenalkan sebagai anti modernis merupakan sebuah konsep lama yang dapat dikembangkan kembali dalam perancangan sekolah anak jalanan. Seperti yang dikatakan Kronenburg (2007) bahwa fleksibel dalam bangunan ini dimaksudkan untuk menanggapi perubahan dan bereaksi pada bentukan bangunan itu sendiri, beradaptasi dengan perubahan yang baru,sehingga bangunan nantinya tidak bersifat stagnan. Fleksibilitas yang ditawarkan sebagai konsep baru untuk dunia pendidikan anak jalanan akan banyak melibatkan faktor. Dalam penelitian kali ini akan dilakukan analisa lebih lanjut terhadap konsep fleksibilitas yang terkait dengan waktu, ruang maupun tempat. Adaptasi dengan lingkungan sangat diperlukan. Bentuk-bentuk khusus yang dirancang atau spesifik pada suatu tempat saja sangat tidak dianjurkan karena dianggap tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Bentuk yang khusus atau spesifik ini diartikan bagainana sebuah desain dikondisikan pada tapak yang spesifik, padahal tapak dan lokasi tersebut bersifat unstagnan atau memiliki potensi dapat berubah. Pertimbangan pada tapak memang diperlukan, tetapi kesadaran bahwa sebuah tapak juga bersifat dinamis perlu diperhitungkan, sehingga bangunan yang dirancang nantinya tidak akan ”mati” dalam lingkungannya sendiri. Fleksbilitas arsitektur ini dengan menggunakan berbagai macam solusi dalam mengatasi perubahan-perubahan aspek terbangun di sekitar tapak membuatnya dapat dianalisa pada kajian temporer yaitu dimana fleksibilitas arsitektur ini dapat berubah sesuai dengan yang pengguna butuhkan. Sifat temporer ini dapat dianalisa pada tiga aspek temporal dimension yang diungkapkan oleh Carmona, et al (2003) :

1. Time Cycle and Time management ”Activity are fluid in space and time,environments are used differently at different times”. Dari pernyataan ini dapat disarikan bagaimana aktivitas selalu berubah sesuai dengan ruang maupun sesuai dengan waktu seperti sebuah zat cair yang nantinya akan memerlukan sebuah wadah untuk memberikan kekuatan aktivitas tersebut. Disinilah arsitek sebagai pencipta ruang harus selalu kritis melihat celah-celah terbentuknya ruang yang berubah sesuai dengan perubahan waktu yang juga memberikan reaksi pada penggunaan lingkungan sekitarnya. 2. Continuity and Stability ”Although environments relentlessy change over time,a high value is often placed on some degree of continuity and stability”

1 Gideon Sigfried (1971), Architecture And The Phenomena Of Transition, Havard, University Press, Camridge, Massachusttes. 2 Brink, Barbara, (1997), Guidelines For The Design Of Centres For Street Children, Architecture for Education Section, UNESCO Paris, Paris.

Page 3: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

3

Walaupun lingkungan selalu berubah dari waktu ke waktu sebuah keberadaan desain seharusnya mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan tersebut, sehingga keberlanjutan desain yang diharapkan dari sebuah karya arsitektur memiliki fungsi optimal yang stabil dalam bereaksi dengan lingkungan terbangun. 3. Implemented Over Time Sebagai seorang Arsitek,perencana ruang, hal ini merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Bagaimana desain nantinya bukan bekerja di jamannya saja tetapi juga justru bisa melampaui jamnnya. Sehingga pemikiran-pemikiran yang inovatif harus terus dihadirkan untuk menghadirkan strategi yang dapat mengatasi segala perubahan akan lingkungan.

Fleksibilitas memiliki 3 konsep yang berbeda dalam tiap-tiap penafsirannya. Yaitu flexibility by technical means, flexibility by open plan dan flexibility by spatial redundancy juga (Hill,2003 : 30-41).

1. Flexibility By Technical Means Flexibility by technical means diartikan bagaimana konsep fleksibilitas dalam sebuah bangunan merupakan sebuah perlakuan teknis yang berbeda, dengan cara perlakuan-perlakuan pada elemen-elemen arsitektur dengan fungsi ruangan yang tetap tetapi elemen-elemen dinding,atap maupun lantai dapat dibongkar pasang sesuai dengan penambahan ataupun pengurangan yang diinginkan. Struktur bangunan yang ringan, sehingga dapat dilakukan bongkar pasang pada desain. Berbeda dengan Hill, DeGory (1998) mengatakan bahwa fleksbilitas dalam artian teknikal merupakan sebuah kondisi ruangan dimana desain yang diperlakukan untuk sebuah ruangan adalah sama (tanpa dituntut adanya elemen-elemen arsitektur yang bersifat fleksibel). Hanya saja fungsi ruangan tersebut yang dapat dilakukan secara fleksibel, sebuah ruangan yang tidak ditetapkan fungsi khusus dalam menciptakan sebuah desain, sehingga ruangan tersebut memiliki fungsi yang berbeda sesuai dengan penggunaannya. Fleksibilitas yang diartikan disini tidak dengan penerjemahan dalam elemen-elemen desainnya, bagaimana dapat memberikan kebebasan dalam menciptakan pandangan aural maupun visual. 3

2. Flexibility By Spatial Redundancy & Open Plan

DeGory (1998) menulis bahwa sebuah karya arsitektur dapat dikatakan fleksibel jika dapat memiliki nilai yang berbeda mengikuti perbedaan tingkat lingkungan sekitarnya. Fleksibilitas yang dikemukakan Hill dalam Actions of Architecture ini adalah Fleksibilitas yang dicapai dengan penciptaan ruang yang besar, flexibility by spatial redundancy. Spatial redundancy ini pernah diajukan oleh Rem Koolhas untuk perancangan the Arnhem Koepel Prison pada tahun 1979. Penghadiran luasan ruang yang besar seperti yang dilakukan Koolhas pada penjara Arnhern merupakan sebuah contoh bangunan arsitektur yang menginginkan sebuah fleksibilitas arsitektur. Ini didasarkan bagaimana dalam tiap kurun waktu ruangan dapat berubah sesuai dengan tuntutan fungsi yang diinginkan. Flexibility by open plan pengaplikasiannya lebih condong persamaannya ke arah flexibility by spatial redundancy. Seperti yang dikatakan Evan dalam Hill (1998) bahwa salah satu desain dari Andrea Palladio di tahun 1556 yaitu Palazzo Antonini, Udine ini, bersifat fleksibel dengan pengorganisasian ruang yang saling berhubungan. Sehingga jika dibutuhkan sebuah tuntutan penggantian fungsi ruang dapat berubah suatu waktu dengan meminimalkan transformasi ruang.

Day (2002) menyatakan bahwa tempat merupakan sesutau yang dinamis bukan statis. Baik dalam rupa seimbang maupun ketidak seimbangan karena pengaruh maslaah sosial yang ikut mempengaruhi definisi ebuah tempat.4

3 DeGory, Ellinor, (1998), A Potential for Flexibility. MSc in History of Modern

Portable Architecture merupakan salah satu konsep

Architecture Report, University College, London. 4 Day, Christopher, (2002), Spirit & Place, Architectural Press, Oxford.

Page 4: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

4

berarsitektur yang berada pada satu tempat terkait dengan waktu yang terbatas. Fleksibilitas arsitektur pada sekolah anak jalanan juga dituntut penghadirannya sesuai dengan salah satu konsep portable architecture ini. Sehingga objek rancangan nantinya dapat berpindah atau dipindahkan serta dapat beradaptasi dengan lahan terbangunnya. tempat yang berbeda atau pada tempat yang sama dan dalam waktu yang berbeda. Ada banyak alasan yang dilakukan pada portable architecture ketika berpindah, secara garis besar Kroneburg (1996) mengklasifikasikannya dalam tiga besar, yaitu :

1. Bangunan dapat berpindah dalam keadaan utuh Bangunan tipe ini dapat berpindah tanpa merubah keadaannya. Ia berpindah dalam kondisi utuh. Alasan utama akan tipe ini adalah lahan terbangun yang akan ditempati oleh bangunan ini memiliki keterbatasan. Sehingga kendala utama pada tipe ini adalah seringkali bangunan ini hanya dapat berpindah tempat dengan menggunakan helicopter atau mobile crane. 2. Bangunan yang tergabung dengan sistem transportasinya Bangunan ini terintegrasi dengan sistem alat transportasinya. Contoh tipe dari bangunan ini adalah caravan. Visualisasi pertama yang didapatkan dari caravan adalah alat transportasi, tetapi di dalamnya memiliki kelengkapan-kelengkapan lain. Seperti meja, atau bahkan alat-alat dapur. 3. Bangunan yang dapat dirakit (bongkar-pasang) Untuk tipe ini bangunan di dalam perpindahnnya dibagi menjadi beberapa bagian. Sehingga ketika akan didirikan, dirakit kembali, menjadi satu bagian yang utuh. Kendala transportasi dalam tipe ini telah direduksi, dengan pemecahan tipe bongkar pasang. Bangunan yang terbagi-bagi menjadi beberapa bagian tentu memudahkan dalam hal pengangkutan bangunan ini. Dalam melihat ruang yang dibutuhkan tipe inicukup fleksibel. karena sistem rakit yang dilakukan dapat menghadirkan solusi-solusi arsitektural lainnya, untuk mengatasi kendala ruang yang ada.

Pertanyaan yang ditimbulkan adalah bagaimana penerjemahan konsep fleksibilitas arsitektur terhadap keberadaan perancangan sekolah anak jalanan, sehingga sesuai dengan waktu, ruang maupun tempat?

METODE PERANCANGAN Tapak terpilih nantinya juga akan memberikan sebuah ide-ide baru dalam pemodelan sekolah anak jalanan ini. Sehingga konsep fleksibilitas arsitektur yang dibajukan menjadi sebuah faktor penentu lain dari pemodelan sekolah anak jalanan. Seperti yang diungkapkan bahwa terbentuknya sebuah bentuk (form) merupakan resultan dari kehadiran banyak force yang berada di dalam atau di sekitarnya. Bentuk akan terus ber-evolve dengan beradaptasi dengan force yang ada.5

Sekolah Anak Jalanan yang dihadirkan dengan pendekatan sebuah fleksibilitas dalam desain sistem rancang bangunnya merupakan sebuah pendekatan desain yang seharusnya berkesesuian dengan waktu, ruang maupun tempat dalam desainyang nantinya dihadirkan. Fleksibilitas yang ditawarkan dalam pemodelan sekolah anak jalanan menghadirkan reaksi-reaksi bagaimana seorang arsitek dituntut dalam menghadirkan kejelian peancangan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada akibat penerapan sistem ini. Sehingga metode rancang yang terpilih adalah pragmatic design. Bagaimana natinya desain sekolah ini akan dieksplorasi bentukannya baik dari dua dimensi maupun tiga dimensi sehingga bukan hanya sistem boxes yang hadir. Dan eksplorasi desain ini pasti akan menghadirkan beberapa solusi desain yang sesuai. Sehingga trial and error yang diusung oleh pragmatis desain ini dirasa sesuai dengan eksplorasi desain yang dilakukan.

5 Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.

Page 5: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

5

Gambar1. Model desain perancangan terpilih

Lokasi Terpilih Fleksibilitas arsitektur sebagai konsep arsitektur terpilih, menuntut sebuah penghadiran bentukan-bentukan yang dapat langsung beradaptasi dengan bentukan apapun dari lahan terbangun. Banyak karakter lahan yang nantinya akan dijumpai dalam penerapan desain ini. Sesuai dengan konsep awal arsitektur yang akan dihadirkan, bagaimana nantinya sebuah karya arsitektur dapat berkesesuaian dengan perubahan, maka karya ini nantinya juga menghadirkan antisipasi awal dalam menghadapi segala kondisi pada lahan terbangun. Untuk memberikan pengerucutan karakter lahan, maka lokasi terbangun nantinya, dipilih berdasarkan beberapa tolak ukur sesuai dengan analisa Brink (2007). Yaitu aksesibilitas, batasan lahan dan tempat yang strategis. Berikut ini merupakan daerah yang akan menjadi lokasi terbangunnya sekolah anak jalanan :

1. Terminal Joyoboyo Wilayah Wonokromo merupakan salah satu kantong anak jalanan di Surabaya. Ini ditandainya dengan hadirnya salah satu rumah singgah yang ada di sekitar Terminal Wonokromo, sanggar alang-alang. Lahan terpilih berada di Terminal Joyoboyo, dengan pertimbangan menumpuknya anak jalanan (kantong anak jalanan)

2. Stasiun Wonokromo Lahan terpilih yang lain yang juga berada di kawasan Wonokromo adalah, stasiun wonokromo. Seperti yang diungkapkan sebelumnya pertimbangan utama yang ikut mendasari pemilihan lahan adalah bayak tidaknya anak jalanan di lokasi tersebut. Ini didukung dnegan adanya Darmo Trade Centre (sebagai tempat perbelanjaan) maupun perumahan masyarakat kelas menengah ke bawah di lahan ini.

Page 6: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

6

3. Jembatan Merah Plasa Banyaknya jumlah bangunan yang berfungsi sebagai perdagangan dan jasa, menjadikan daerah ini juga memiliki anak jalanan yang banyak. Sekolah anjal pada lahan ini akan lebih bereksplorasi dengan menghadirkan desain yang lebih “beradaptasi” pada air, ini sebagai antisipasi awal jika sekolah ini nantinya akan berada di sungai kalmias.

4. Terminal Bungurasih Terminal Bungurasih merupakan kawasan dengan intensitas bangunan yang renggang tetapi memiliki tingkat kesibukan yang paling tinggi. Sehingga lahan terbangun yang dimiliki dalam lahan ini memiliki luasan yang kecil. Dan sebagai antisipasi awal kawasan ini dikategorikan menjadi kawasan yang memiliki intensitas padat.

HASIL RANCANGAN Desain yang terpilih disesuaikan terhadap fleksibilitas arsitektur yang sebelumnya dikaji dalam teori arsitektur yang berkaitan. Desain Sekolah Anak Jalanan terkait Dengan Fleksibilitas Waktu Fungsi ruang yang diwadahi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu pendidikan dasar, pendidikan ketrampilan serta ruang yang nantinya akan melibatkan interaksi sosial. Pembagian fungsi ruang ini pasti akan berpengaruh pada desain sekolah. Bagaimana modul sekolah anak jalanan dapat cepat beradaptasi dengan perubahan sewaktu-waktu Ini dilakukan dengan membuat zona kritis (zona kegiatan belajar mengajar) tidak dikelilingi oleh zona kegiatan yang bersifat publik (seperti ruang pendataan anak jalanan).

Gambar2. Konsep dan aplikasi desain sekolah anak jalanan

Page 7: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

7

Modul ruangan sekolah anak jalanan ini dikategorikan kembali ke dalam tiga jenis fungsi ruang sesuai dengan konsep awal. Modul bangunan untuk pendidikan dasar, untuk ketrampilan dan modul yang lebih membutuhkan keterhubungan dengan dunia luar. Modul sekolah untuk pendidikan dasar lebih menerapkan pada konsep flexibility by open plan, karena tidak ada batas elemen-elemen arsitektural yang membatasi perubahan fungsi ruang ataupun konfigurasi perabot ruang.

Gambar3. Rencana tata ruang modul sekolah anak jalanan dengan fungsi pendidikan dasar

Fleksibilitas sekolah anak jalann yang terkait dengan waktu ini berdasarkan atas kriteria rancang yaitu, fungsi ruang dan adaptable layout sebagai reaksi dari satu wadah yang dapat menampung banyak fungsi. Sehingga selain untuk kegiatan belajar mengajar sekolah ini juga dapat menampung kegiatan yang bersifat ketrampilan,

Gambar4. Rencana tana ruang untuk fungsi workshop

Page 8: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

8

Gambar di atas merupakan fungsi lain dalam penggunaan sekolah anak jalanan ini. Yaitu untuk ketrampilan melukis, maupun untuk ketrampilan menjahit. Kegiatan ini terpilih sesuai dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.

Desain Sekolah Anak Jalanan terkait Dengan Fleksibilitas Ruang. Flexibility by open plan yang menerapkan konsep fleksibel sangat berbeda dengan flexibility by technical means. Dalam konsep ini yang patut diperhatikan adalah organisasi ruang, keterkaitan antara satu ruang dengan ruang lain secara garis besar patut diperhatikan, sehingga jika ada perubahan fungsi ruang sewaktu-waktu tidak memerlukan perubahan yang signifikan pada fisik bangunan. Kelebihan dalam penerapan objek rancangan adalah melalui penghematan biaya dalam menerapkan infill atau batasan ruangan yang semi permanen. Gambar5. Konsep program ruang pada sekolah anak jalanan

Page 9: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

9

Melalui metode fleksibilitas by open plan, perluasan atau justru pengubahan fungsi ruangan pada aplikasinya nanti juga merupakan kekurangan dari metode fleksibilitas ini. Dalam penerapan awal desain, perancang selain memberikan perhatian pada karakteristik ruangan secara umum, juga harus memperhatikan keterkaitan atau keterhubungan (dekat,sangat dekat, atau jauh) antara masing-masing fungsi ruangan. Ruang yang hadir dari fleksibilitas arsitektur melalui sekolah anak jalanan ini pada akhirnya bukan merupakan ruang-ruang yang definitif. Hadirnya ruang disini merupakan sebuah ruang yang fluktuatif sesuai dengan kebutuhan fungsi ruang yang dibutuhkan saat itu. Modul ruangan sengaja dibuat sama dengan penyesuaian terhadap kebutuhan masing-masing jenis modul yang akan ditawarkan. Penggunaan geometri segi enam didasarkan pada keterkaitan modul ruangan yang lebih fleksibel dan efisien dalam menerapkan fleksibilitas arsitektur, sesuai dengan eksplorasi geometri yang dilakukan pada tahapan sebelumnya.

Gambar6. Ilustrasi desain sekolahanak jalanan

Desain Sekolah Anak Jalanan terkait Dengan Fleksibilitas Tempat Anak Jalanan yang jumlahnya tidak dapat diprediksi dalam suatu kawasan , juga membutuhkan sebuah bangunan yang dapat merubah luasan ruangnya sewaktu-waktu sehingga dapat menampung semua jumlah pengguna dari sekolah ini. Perubahan sewaktu-waktu pada dimensi bangunan menyebabkan reaksi pada lahan terbangun sehingga membutuhkan sebuah lahan yang cukup luas dalam penempatan sekolah ini nantinya. Pengupayaan dalam mencari lahan yang kondusif untuk perubahan bangunan dalam luasan ruang sangat diperlukan, sehingga memberikan keleluasan sang perancang dalam merancang sekolah anak jalanan. Apakah dinding dapat berfungsi juga sebagai latai dengan teknik tertentu, dan sebaliknya. Eksplorasi desain disini sangat diperhatikan, sehingga aksi dan reaksi yang timbul nantinya tidak memberi dampak negatif untuk bangunan itu sendiri atau untuk lahan terbangun, atau justru untuk bangunan-bangunan lain yang berbatasan dengan lahan. Sekolah ini yang nantinya akan terkait dengan struktur, teknis maupun tempat. Ini dilakukan untuk memberikan kemampuan beradaptasi yang lebih cepat pada bangunan dalam menmghadapi semua situasi lokasi terbangun. Pada struktur bangunan, sekolah ini memilih untuk menerapkan struktur bongkar pasang. Ini dilakukan untuk mendukung konsep fleksibilitas itu sendiri.

Page 10: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

10

Gambar7. Konsep struktur desain sekolah anak jalanan

Pertimbangan lain dari konsep fleksibilitas arsitektur terpilih adalah dengan memiliki double structure.Yang dimaksudkan disini adalah nantinyaakan ada struktur utama, dan modul bangunan nantinya merupakan struktur kedua. Ini dimaksudkan untuk memberikan kekokohan pada bangunan. selain untuk mempermudah perubahan sewaktu-waktu pada elemen bangunan.

Page 11: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

11

Gambar8. Konsep struktur ganda untuk desain sekolah anak jalanan

Material terpilih nantinya, memiliki sifat ringan dan mudah dalam pemasangannya di lokasi. Panel dinding adalah salah satu komponen bangunan yang biasanya digunakan dalam proses industrialisasi. Panel dapat diartikan sebagai komponen struktural atau non struktural dalam bentuk lembaran besar atau lembaran kecil. Panel dibuat ke dalam beragam bentuk dan menggunakan beragam material, dan dibangun di lokasi untuk membentuk bangunan. Sesuai dengan keperluan dari sekolah anak jalanan maka penggunaan material untuk desain ini adalah sistem panel ringan. Untuk rangka maupun material penutup bangunan selain ringan harus memiliki sifat yang tahan lama. Sifat bahan ini juga akan dikaitkan dengan ketersediaan bahan di lapangan. Material terpilih untuk sistem rangka bangunan adalah baja dengan aluminium komposit panel sebagai material penutup bangunan. Fleksibilitas terhadap material dalam sekolah anak jalanan juga terkait dengan teknis dalam pendistribusian material ke lapangan. Sehingga dalam pemilihan material juga harus memperhitungkan alat angkut. Ini dikarenakan menyangkut keefektifan ruang volume angkut. Sesuai dengan kapasitas pengangkutan truk dua poros sebagai alat angkut yang dipilih. Modul ini dirasa telah sesuai dengan bak angkut truk yang berukuran 6470x2400x2500mm. Menggunakan modul penutup dinding maupun lantai 1220x2440 memberikan sebuah efisiensi ruang kembali pada proses pengangkutan. Sehingga menjadikan bangunan ini fleksibel dalam segi teknis. Keberhasilan fleksibilitas arsitektur menurut tempat ini juga didasarkan pada pemilihan material. Dipilihnya material ringan dengan pertimbangan beban diam yang sedikit. Selain itu memiliki kemudahan dalam sistem pengangkutannya.

Gambar9. Pemilihan material untuk sekolah anak jalanan

Page 12: perancangan sekolah anak jalanan dengan pendekatan fleksibilitas

12

SIMPULAN Fleksibilitas arsitektur sebagai salah satu solusi arsitektur dalam dunia sosial memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pengaplikasiannya. Kelebihan dalam penerapan konsep fleksibilitas arsitektur ini adalah sifat bangunan yang temporary. Sehingga desain wadah arsitektur dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan tuntutan perubahan dari profil pengguna. Ruang fluktuatif yang hadir juga memberikan sebuah ketidakterbatasan fungsi ruang untuk sebuah wadah arsitektur. Sedangkan kelemahan penerapan konsep fleksibilitas arsitektur terdapat pada lokasi terbangun nantinya. Jika lahan yang dihadapi nantinya akan berada di luar asumsi perancang, maka desain ini justru tidak dapat berfungsi optimal.

DAFTAR PUSTAKA Gideon Sigfried (1971), Architecture And The Phenomena Of Transition, Havard, University Press, Camridge, Massachusttes. Brink, Barbara, (1997), Guidelines For The Design Of Centres For Street Children, Architecture for Education Section, UNESCO Paris, Paris. DeGory, Ellinor, (1998), A Potential for Flexibility. MSc in History of Modern Architecture Report, University College, London. Day, Christopher, (2002), Spirit & Place, Architectural Press, Oxford. Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.