Upload
others
View
20
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MUTU GIZI, INDEKS GLIKEMIK DAN SIFAT SENSORI
BROWNIES SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)
PANGGANG DENGAN PENAMBAHAN SEKAM
PSYLLIUM DAN VARIASI LEMAK
SKRIPSI
VICKY ROSITA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
MUTU GIZI, INDEKS GLIKEMIK DAN SIFAT SENSORI
BROWNIES SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)
PANGGANG DENGAN PENAMBAHAN SEKAM
PSYLLIUM DAN VARIASI LEMAK
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
VICKY ROSITA
11140960000089
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, April 2017
Vicky Rosita
11140960000089
ABSTRAK
Vicky Rosita. “Mutu Gizi, Indeks Glikemik Dan Sifat Sensori Brownies Sorgum
(Sorghum bicolor L. Moench) Panggang Dengan Penambahan Sekam Psyllium
Dan Variasi Lemak”. Dibimbing oleh Anna Muawanah dan Juniawati.
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis biji-bijian
(serealia) yang kaya akan kandungan komponen bioaktif berupa jenis karbohidrat
kompleks yang lebih lambat dicerna sehingga berpotensi menurunkan respon
glikemik. Perkembangan produk olahan panggang berbasis snack berbahan baku
tepung sorgum, yaitu brownies yang diketahui sangat digemari oleh masyarakat.
Penelitian ini mempelajari berbagai formulasi brownies sorgum panggang
diantaranya terdapat penambahan konsentrasi sekam psyllium (0, 0,5, 1,5 dan
2,5%) dan variasi lemak (margarin dan butter). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai mutu gizi dan indeks glikemik serta sifat sensori (organoleptik)
berbagai formulasi brownies sorgum panggang. Mutu gizi ditinjau dari proksimat
yang dibandingkan dengan syarat Mutu SNI 01.3840-1995 dan Indeks glikemik
dianalisa secara in vitro menggunakan alat Glycemic Index Analyzer (GIA) serta
sifat sensori diuji oleh 30 panelis tidak terlatih. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mutu gizi brownies sorgum seperti kadar air, protein, dan karbohidrat telah
memenuhi standar mutu SNI 01.3840-1995 kecuali kadar abu dan lemak. Indeks
glikemik brownies sorgum panggang berbagai formulasi diperoleh sebesar 27,48
hingga 42,94 dengan kategori rendah (<55). Formulasi 4 dengan penambahan
sekam psyllium 2,5% dan penggunaan margarin memiliki indeks glikemik
terendah dan secara uji organoleptik lebih disukai oleh panelis.
Kata kunci: Brownies, gizi, indeks glikemik, sensori.
ABSTRACT
Vicky Rosita. The Quality of Nutrition, Glycemic Index And Properties Sensory
of Brownies Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) Baked With Addition of
Psyllium Husk And Variations of fat. Advisor by Anna Muawanah and
Juniawati.
Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) is one type of grains (cereals)
which is rich in bioactive components such as complex carbohydrates that more
slowly to digest so that potentially decrease the glycemic response. The
development of processed products baked based snack made from sorghum flour,
is brownies that known to be favored by the people. The research studied the
various formulations of sorghum brownies baked of which there addition of
psyllium husk concentrations (0, 0,5, 1,5 and 2,5%) and variations of fat
(margarine and butter). The research is aimed to determine the nutrition quality
value and glycemic index as well as the nature of sensory (organoleptic) various
formulations brownies sorghum baked. The nutrition quality is reviewed from the
proximate that compared with the quality standards of SNI and glycemic index is
analyzed in vitro using Glycemic Index Analyzer tool (GIA) and the sensory
properties tested by 30 untrained panelists. The results showed that the nutritional
quality such as moisture, protein, and carbohydrates comply with quality
standards of SNI 01.3840-1995 except ash and fat. The glycemic index on
sorghum brownies baked various formulations obtained for 27.48 to 42.94 with a
low category (<55). Formulation 4 with the addition of 2.5% psyllium husks and
use of margarine have the lowest glycemic index as well as organoleptic test
preferred by the panelists.
Keywords: Brownies, glycemic index, nutrition and sensory.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk
tegaknya syi’ar Islam serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, yang
pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa dan dinikmati oleh seluruh
manusia di dunia.
Skripsi yang berjudul “Mutu Gizi, Indeks Glikemik Dan Sifat Sensori
Brownies Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Panggang Dengan
Penambahan Sekam Psyllium Dan Variasi Lemak” disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk meraih gelar Strata 1 (S1) Kimia, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya pihak-pihak yang
telah memberikan bimbingan serta dukungannya kepada penulis, oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Anna Muawanah, M.Si selaku pembimbing I yang telah membimbing dan
memberikan arahan kepada penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi.
2. Juniawati, STP, M.Si selaku pembimbing II yang telah membimbing dan
memberikan arahan dalam penulisan skripsi.
3. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si dan Nurhasni, M.Si selaku penguji yang telah
membimbing dan memberikan arahan dalam penulisan skripsi.
ix
4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orangtua (Suyoko dan Enih Suryanih), Umi dan Putri Nadia yang
selalu mendoakan, memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
7. Bapak Tri, Ibu Dini, Mas Adit, Teh Irna, dan Teh Ika yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian di
laboratorium Kimia dan Laboratotium Pengolahan Pangan, BB-Pascapanen.
8. Seluruh dosen Kimia FST yang memberikan ilmu pengetahuan dan analis
Laboratorium Kimia Balai Pascapanen yang telah memberikan arahan
selama proses penelitian serta ilmu pengetahuan kepada penulis.
9. Teman-teman seperjuangan ekstensi (Latifah, Nurani, Mansyurah dan
Galih) serta teman-teman seperjuangan di Program Studi Kimia 2012 yang
telah memberikan semangat, doa, dan dukungan.
10. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak
langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kimia pangan.
Jakarta, April 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6
2.1 Botani Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) ....................................... 6
2.1.1 Biji Sorgum ............................................................................................. 7
2.1.2 Tepung Sorgum ....................................................................................... 9
2.1.3 Komponen Pangan Fungsional Sorgum ................................................ 13
2.2 Brownies ................................................................................................ 15
2.2.1 Bahan-bahan Penyusun Brownies ......................................................... 16
2.2.2 Pemanggangan ...................................................................................... 17
2.3 Sekam Psyllium (Psyllium Husk) .......................................................... 18
2.4 Indeks Glikemik .................................................................................... 20
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan .............. 22
2.5.1 Cara Pengolahan .................................................................................... 23
2.5.2 Lemak dan Protein ................................................................................ 23
2.5.3 Amilosa dan Amilopektin ..................................................................... 24
2.5.4 Serat Pangan .......................................................................................... 25
2.5.5 Pati Resisten (Resistant Starch atau RS) ............................................... 26
2.6 Glycemic Index Analyzer (GIA) ............................................................ 26
xi
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 28
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 28
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 28
3.2.1 Alat ........................................................................................................ 28
3.2.2 Bahan ..................................................................................................... 29
3.3 Pelaksanaan penelitian .......................................................................... 29
3.3.1 Pembuatan Formulasi Brownies Sorgum Panggang ............................. 30
3.3.2 Uji Kekerasan (Texture Analyzer XT-21) (Faridah et al, 2006) ........... 31
3.3.3 Analisis Proksimat (SNI, 1992) ............................................................ 32
3.3.4 Analisis Kadar Pati Metode Luff-Schoorl (AOAC, 1995) .................... 34
3.3.5 Analisis Kadar Amilosa Metode Iodin (Apriyantono et al, 1989) ........ 35
3.3.6 Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik (AOAC, 1995) ......... 36
3.3.7 Analisis Indeks Glikemik dan Pati Resiten dengan GI20 Glycemic Index
Analyzer (GIA) ...................................................................................... 37
3.3.8 Uji Organoleptik (Soekarto, 1990) ........................................................ 39
3.4 Analisis Data ......................................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 41
4.1 Karakteristik Brownies Sorgum Panggang ........................................... 41
4.2 Tingkat Kekerasan ................................................................................. 43
4.3 Hasil Proksimat ..................................................................................... 44
4.3.1 Kadar Air ............................................................................................... 45
4.3.2 Kadar Abu ............................................................................................. 48
4.3.3 Kadar Protein ......................................................................................... 50
4.3.4 Kadar Lemak ......................................................................................... 52
4.3.5 Kadar Karbohidrat by difference ........................................................... 53
4.4 Kadar Pati .............................................................................................. 55
4.5 Kadar Amilosa ....................................................................................... 57
4.6 Kadar Serat Pangan ............................................................................... 59
4.7 Kadar Pati Resisten ............................................................................... 61
4.8 Indeks Glikemik .................................................................................... 63
4.9 Tingkat Kesukaan (Organoleptik) ......................................................... 68
4.9.1 Warna .................................................................................................... 70
4.9.2 Aroma .................................................................................................... 71
xii
4.9.3 Rasa ....................................................................................................... 72
4.9.4 Tekstur ................................................................................................... 74
4.9.5 Penerimaan Umum ................................................................................ 75
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 77
5.1. Simpulan ................................................................................................ 77
5.2. Saran ...................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 78
LAMPIRAN ..................................................................................................... 85
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi nutrisi biji sorgum ................................................................... 8
Tabel 2. Komposisi nutrisi sorgum dan serelia lain (per 100 g) ............................. 9
Tabel 3. Kandungan nutrisi beberapa tepung serealia .......................................... 12
Tabel 4. Kelemahan dan kelebihan sorgum sebagai bahan pangan ...................... 13
Tabel 5. Syarat mutu produk semi basah .............................................................. 15
Tabel 6. Komposisi kimia proksimat psyllium ..................................................... 19
Tabel 7. Klasifikasi pati resisten ........................................................................... 26
Tabel 8. Formulasi Brownies Sorgum ................................................................... 30
Tabel 9. Pengkondisian Texture Analyzer XT-21 .................................................. 31
Tabel 10. Pengkondisian operasional GI20 Glycemic Index Analyzer ................. 38
Tabel 11. Hasil proksimat brownies sorgum berbagai formulasi ......................... 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Sorghum bicolor L. Moench (Sumarno et al, 2013) ............. 6
Gambar 2. Struktur biji sorgum dan bagiannya (Sumarno et al, 2013) .................. 8
Gambar 3. Proses penepungan metode basah (Sumarno et al, 2013) ................... 10
Gambar 4. Kompleks tanin-protein (Santos et al, 2009) ...................................... 11
Gambar 5. Tanin terhidrolisis (Hegerman, 2002) ................................................. 12
Gambar 6. Psyllium Husk (A) dan Tanaman Plantago ovata (B) ........................ 18
Gambar 7. Skema penyerapan glukosa dari pangan IG rendah (A) ...................... 21
Gambar 8. Struktur (a) Amilosa dan (b) Amilopektin (Winarno, 1992) .............. 24
Gambar 9. Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer ........................................... 27
Gambar 10. Struktur rancangan data statistik ....................................................... 40
Gambar 11. Penampakan adonan brownies sorgum berbagai formulasi .............. 42
Gambar 12. Brownies sorgum berbagai formulasi ................................................ 42
Gambar 13. Tingkat kekerasan brownies sorgum berbagai formulasi .................. 43
Gambar 14. Kadar air brownies sorgum berbagai formulasi ................................ 46
Gambar 15. Struktur Arabinoxylan (Yeyen, 2012) ............................................... 47
Gambar 16. Kadar abu brownies sorgum berbagai formulasi............................... 49
Gambar 17. Kadar protein brownies sorgum berbagai formulasi ......................... 50
Gambar 18. Kadar lemak brownies sorgum berbagai formulasi........................... 53
Gambar 19. Kadar karbohidrat by difference brownies sorgum ........................... 54
Gambar 20. Kadar pati brownies sorgum berbagai formulasi .............................. 55
Gambar 21. Mekanisme gelatinisasi pati .............................................................. 56
Gambar 22. Kadar amilosa brownies sorgum berbagai formulasi ........................ 58
Gambar 23. Struktur heliks dari pati (A), Ikatan α- 1,4-glikosida (B), ................. 59
Gambar 24. Kadar serat pangan brownies sorgum berbagai formulasi ................ 60
Gambar 25. Kadar pati resisten brownies sorgum berbagai formulasi ................. 61
Gambar 26. Proses retrogradasi pati setelah proses pemanasan ........................... 63
Gambar 27. Indeks glikemik berbagai formulasi brownies sorgum ..................... 64
Gambar 28. Perombakan karbohidrat menjadi glukosa ........................................ 66
Gambar 29. Reaksi hidrolisis pati oleh enzim termamyl (Naz, 2002) .................. 67
xv
Gambar 30. Reaksi pemecahan ikatan peptida oleh enzim pepsin (Naz, 2002) ... 67
Gambar 31. Brownies sorgum yang terpilih untuk uji organoleptik ..................... 68
Gambar 32. Tingkat kesukaan (organoleptik) brownies sorgum terpilih ............. 69
Gambar 33. Reaksi Maillard (Daniel, 2013) ......................................................... 71
Gambar 34. Reaksi karamelisasi (Winarno, 2004) ............................................... 74
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian .................................................................... 86
Lampiran 2. Dokumentasi Cara Membuat Brownies Sorgum .............................. 87
Lampiran 3. Rangkuman karakteristik berbagai formulasi brownies sorgum
panggang .......................................................................................... 88
Lampiran 4. Tekstur (Kekerasan) Brownies Sorgum ............................................ 89
Lampiran 5. Kadar Air Brownies Sorgum ............................................................ 90
Lampiran 6. Kadar Abu Brownies Sorgum ........................................................... 91
Lampiran 7. Kadar Protein Brownies Sorgum ...................................................... 92
Lampiran 8. Kadar Lemak Brownies Sorgum ...................................................... 93
Lampiran 9. Kadar Karbohidrat by difference ...................................................... 94
Lampiran 10. Kadar Pati Brownies Sorgum ......................................................... 95
Lampiran 11. Kadar Amilosa Brownies Sorgum .................................................. 97
Lampiran 12. Kadar Serat Pangan Brownies Sorgum ........................................... 99
Lampiran 13. Kadar Pati Resisten Brownies Sorgum ......................................... 100
Lampiran 14. Indeks Glikemik Brownies Sorgum .............................................. 101
Lampiran 15. Penilaian Organoleptik Brownies Sorgum ................................... 103
Lampiran 16. Analisis Ragam Kekerasan Brownies Sorgum ............................. 104
Lampiran 17. Analisis Ragam Kadar Proksimat ................................................. 105
Lampiran 18. Analisis Ragam Total Pati Brownies Sorgum .............................. 108
Lampiran 19. Analisis Ragam Amilosa Brownies Sorgum ................................ 109
Lampiran 20. Analisis Ragam Kadar Serat Pangan Brownies Sorgum .............. 110
Lampiran 21. Analisis Ragam Organoleptik Brownies Sorgum ......................... 111
Lampiran 22. Lembar Penilaian Uji Organoleptik .............................................. 113
Lampiran 23. Informasi Kandungan Gizi Bahan Penyusun Brownies ............... 114
Lampiran 24. Rangkuman Analisis Berbagai Formulasi Brownies Sorgum ...... 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis biji-bijian
(serealia) sumber karbohidrat. Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan di
Indonesia masih terbatas peranannya dalam diversifikasi pangan sumber
karbohidrat. Sorgum potensial dikembangkan sebagai pangan fungsional karena
mengandung jenis karbohidrat kompleks yang lebih lambat dicerna sehingga
berpotensi menurunkan respon glikemik (Suarni, 2012). Hal ini sesuai dengan
ayat yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Q.S Abasa ayat 24-32:
Artinya :
“Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami
benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi
dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan
sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-
buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenangan kamu dan untuk binatang
ternakmu” [Q.S Abasa : 24-32].
Sorgum memiliki daya cerna pati yang lebih lambat dicerna dibandingkan
jagung (Siller, 2006). Proporsi pati yang terkandung dalam sorgum yakni amilosa
21,18-35% dan amilopektin 65-78,8% (Budijanto, 2012). Pati resisten pada
2
sorgum sebesar 10,97% lebih tinggi dibandingkan dengan gandum sebesar 3,69%
(Bimo et al, 2015).
Indeks glikemik (IG) merupakan suatu ukuran untuk mengklasifikasikan
pangan berdasarkan pengaruh fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah.
Pengontrolan glukosa darah dapat dilakukan dengan konsep indeks glikemik
untuk menentukan pemilihan secara tepat jumlah dan jenis karbohidrat yang
diasup. Konsumsi pangan yang dianjurkan adalah memiliki nilai IG rendah (<55)
untuk membantu meningkatkan pengendalian glukosa darah atau pengontrolan
pada tingkat yang aman (Rimbawan dan Siagiaan, 2004).
Terkait adanya informasi bahwa sorgum berpotensi dikembangkan sebagai
pangan fungsional dan memiliki IG lebih rendah pada olahan muffin sorgum
sebesar 32 dibandingkan muffin gandum sebesar 43 (Pruett, 2012), maka
penelitian ini mempelajari IG snack brownies sorgum panggang. Perkembangan
teknologi, alternatif pengolahan pangan yang dapat meningkatkan nilai tambah
sorgum dapat digunakan sebagai bahan baku produk kue seperti brownies.
Menurut Suarni (2012), khusus untuk brownies, tepung sorgum dapat mengganti
terigu hingga 80-95% dengan tingkat penerimaan panelis lebih baik daripada
olahan dari terigu 100%.
Kandungan serat pangan yang tinggi berkontribusi pada nilai IG yang
rendah (Trinidad, 2010). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan negatif antara kadar serat dengan nilai IG pangan (Arif et al, 2013).
Sekam psyllium (Psyllium Husk atau Psyl) berasal dari tanaman Plantago ovata
dikenal sebagai sumber serat alami yang kaya manfaat. Serat psyllium telah
dilaporkan sebagai suplemen yang digunakan untuk perawatan berbagai penyakit
3
degeneratif salah satunya penyakit diabetes. Menurut Zhong et al (2000) bahwa
pemberian psyllium pada pasien diabetes tipe II mampu mengendalikan respon
glikemik. Menurut Raymundo et al (2014), penggabungan psyllium pada produk
pangan berkontribusi untuk meningkatkan kandungan serat musilase dengan
substansi utama arabinoksilan 85%. Terkait informasi tersebut, maka dalam
penelitian ini dilakukan penambahan sekam psyllium pada formulasi brownies
sorgum, sehingga diharapkan dengan adanya serat dari sekam psyllium pada
produk brownies sorgum dapat berkontribusi pada nilai IG yang lebih rendah.
Kriteria pangan fungsional tidak hanya sebatas pada nutrisi dan bioaktifnya
tetapi sifat sensori juga perlu diperhatikan supaya diterima oleh konsumen
(Muchtadi, 2004). Parameter sifat sensori yang kritis pada penampakan, flavour
dan penerimaan keseluruhan adalah tekstur (Setser, 1995). Tekstur dipengaruhi
oleh lemak penyusunnya, oleh karenanya penelitian ini dilakukan penambahan
variasi lemak margarin dan butter pada formulasi brownies sorgum yang
diharapkan akan menghasilkan brownies yang disukai oleh panelis. Menurut
Fatma dan Tim NCC (2006), butter memiliki khas aroma susu, tekstur lebih
lembut, warna lebih pucat sedangkan margarin aromanya tidak seenak butter,
tekstur lebih kaku, dan warna lebih kuning tegas.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mutu gizi (proksimat) brownies sorgum panggang dengan
penambahan sekam psyllium dan variasi lemak menurut syarat mutu SNI
01.3840-1995?
2. Bagaimana nilai indeks glikemik brownies sorgum panggang dengan
penambahan sekam psyllium?
3. Bagaimana tingkat penerimaan panelis terhadap brownies sorgum panggang
pada masing-masing variasi lemak (margarin dan butter)?
1.3 Hipotesis Penelitian
1. Mutu gizi (proksimat) brownies sorgum panggang dengan penambahan
sekam psyllium dan variasi lemak memenuhi syarat mutu SNI 01.3840-
1995.
2. Brownies sorgum panggang dengan penambahan sekam psyllium memiliki
nilai indeks glikemik yang lebih rendah.
3. Tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terdapat pada formula brownies
sorgum yang memiliki nilai indeks glikemik terendah dengan penggunaan
lemak tertentu.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui nilai gizi dan kelayakan brownies sorgum panggang dengan
penambahan sekam psyllium dan variasi lemak berdasarkan syarat mutu
SNI 01.3840-1995.
5
2. Mengetahui nilai indeks glikemik brownies sorgum panggang dengan
penambahan sekam psyllium dan variasi lemak.
3. Mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap brownies
sorgum panggang yang terpilih.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang mutu gizi,
indeks glikemik dan sifat sensori (organoleptik) brownies sorgum panggang
dengan penambahan sekam psyllium dan variasi lemak. Memberikan solusi
alternatif dalam penanganan pasca bencana dengan memberikan snack brownies
sorgum panggang formula tertentu sebagai pangan darurat yang praktis dan
memenuhi nilai gizi untuk dikonsumsi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) pada Gambar 1 merupakan tanaman
jenis biji-bijian (serealia) dari Afrika Timur. Keunggulan sorgum terletak pada
daya adaptasinya yang luas, produktivitas tinggi, toleran terhadap kondisi lahan
marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan asam), dan lebih tahan terhadap hama
dan penyakit. Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007)
bahwa luas lahan kering yang tersedia untuk perluasan areal pertanian di
Indonesia adalah 22,393,917 Ha sedangkan luas panen sorgum secara nasional
sebesar 18,000 Ha. Adaptasi sorgum yang luas membuat sorgum berpeluang besar
untuk dikembangkan di Indonesia. Pemanfaatan sorgum, antara lain untuk pakan,
pangan, dan industri (Sumarno et al, 2013).
Gambar 1. Tanaman Sorghum bicolor L. Moench (Sumarno et al, 2013)
Genus sorgum terdiri atas 20 atau 32 spesies berasal dari Afrika Timur, satu
spesies diantaranya berasal dari Meksiko. Spesies sorgum yang paling banyak
dibudidayakan adalah spesies Sorghum bicolor. Sorgum ditanam dan dikenal
dengan Cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di Jawa Barat, dan
batara tojeng di Sulawesi Selatan. Teknik budidaya, penelitian dan pengembangan
7
sorgum masih sangat terbatas bahkan cenderung terabaikan. Hierarki taksonomi
tanaman sorgum menurut Sumarno et al (2013) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae
Genus : Andropogon
Spesies : Sorghum bicolor L. Moench
Sorgum dapat dipanen pada umur 3-4 bulan tergantung varietasnya.
Penentuan saat panen sorgum dapat dilakukan dengan berpedoman pada umur
setelah daun berwarna kuning, mengering dari bawah ke atas dan biji yang keras
(Balitsereal, 2012). Biji yang sudah tua tapi tidak segera dipanen akan turun
mutunya, hal ini karena biji mudah tumbuh bila kelembaban udara di kebun cukup
tinggi. Kadar air panen rata-rata 20%, namun di daerah yang kering bisa mencapai
16%. Perontokan dilakukan dengan memotong tangkai malainya yang cukup
panjang dengan kisaran 20-30 cm (Susila, 2005).
2.1.1 Biji Sorgum
Morfologi tanaman sorgum mencakup akar, batang, daun, tunas, bunga, dan
biji. Biji sorgum memiliki ciri fisik berbentuk butiran bulat (flattened spherical)
dengan berat 8-35 mg dan ukuran 4,0 x 2,5 x 3,5 mm. Biji sorgum tertutup sekam
dengan warna beragam antara lain cokelat muda, putih, dan merah bergantung
pada varietas (Suarni dan Firmansyah, 2012).
Biji sorgum terdiri atas tiga bagian utama (Gambar 2) yaitu lapisan luar
(epicarp) mengandung zat pigmen sebagai penentu warna biji terdiri atas hilum
8
dan perikarp, embrio (germ), dan pericarp terdekat dengan endosperm terdiri atas
peripheral, Corneous endosperm (Sumarno et al, 2013). Komposisi nutrisi biji
sorgum dapat menjadi petunjuk pemanfaatannya sehubungan dengan teknologi
pengolahan yang akan digunakan (Tabel 1).
Gambar 2. Struktur biji sorgum dan bagiannya (Sumarno et al, 2013)
Tabel 1. Komposisi nutrisi biji sorgum
Bagian Biji Komposisi Nutrisi (%)
pati Protein Lemak Abu serat kasar
Biji utuh 73,8 12,3 3,60 1,65 2,2
Endosperma 82,5 12,3 0,63 0,37 1,3
Kulit biji 34,6 6,7 4,90 2,02 8,6
Lembaga 9,8 13,4 18,90 10,36 2,6
Sumber : (Hubbard et al, 1968; Suarni, 2012)
Sorgum sebagai sumber bahan pangan global untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat berada di peringkat ke-5 setelah padi, jagung, gandum, dan barley
sedangkan di Indonesia berada di perangkat ke-3 setelah padi dan jagung.
Komoditas ini mempunyai kandungan nutrisi dasar yang tidak kalah penting
dibandingkan dengan serealia lainnya (Tabel 2).
Pati merupakan bentuk simpanan karbohidrat utama di dalam sorgum.
Kandungan karbohidrat sorgum sedikit lebih rendah (70,7%) dan energi yang
dihasilkan pun lebih rendah sebesar 329 kcal dibandingkan serealia lainnya.
Kandungan protein dalam sorgum cukup tinggi terutama asam amino leusin (1,31-
9
1,29%) yang lebih tinggi dibandingkan terigu (0,88%) dan asam glutamat sorgum
(1,39-1,58%) yang jauh lebih rendah dibandingkan terigu (3,83%). Kandungan
lemak sorgum sangat tinggi tetapi lebih rendah dari lemak jagung. Lemak sorgum
terdiri atas tiga fraksi, yatu 86,2% fraksi netral, 3,1% glikolipid dan 0,7%
fosfolipid (Susila, 2005).
Tabel 2. Komposisi nutrisi sorgum dan serelia lain (per 100 g)
Komoditas
(gram) energi
(kcal)
abu lemak protein karbohidrat serat
kasar
Sorgum 1,6 3,1 10,4 70,7 2,0 329
Beras pecah kulit 1,3 2,7 7,9 76,0 1,0 362
Jagung 1,2 4,6 9,2 73,0 2,8 358
Gandum 1,6 2,0 11,6 71,0 2,0 342
Jewawut 2,6 1,5 7,7 72,6 3,6 336
Sumber : Depkes (1992) dan Susila (2005)
Sorgum memiliki zat anti gizi, yaitu tanin yang menyebabkan rasa sepat
terutama pada sorgum yang mempunyai kulit biji berwarna tua, sehingga kurang
disukai. Varietas lokal Kawali dan Numbu yang khusus untuk pangan adalah
varietas unggul produk Badan Litbang Pertanian. Kadar tanin varietas lokal relatif
tinggi dibandingkan varietas lainnya dengan kisaran 3,67-10,60% sedangkan
varietas Kawali dan Numbu masing-masing hanya 1,08% dan 0,95% sehingga
memudahkan dalam pemanfaatan untuk olahan pangan (Suarni dan Firmansyah,
2012).
2.1.2 Tepung Sorgum
Tepung sorgum adalah tepung yang berasal dari biji sorgum. Proses
pembuatan tepung dari bahan serealia sorgum mirip dengan proses pembuatan
tepung beras. Ukuran pengayakan tepung sorgum juga perlu diperhatikan pada
10
pembuatan setiap produk diantarnya ukuran 70 mesh untuk kue tradisional, 80
mesh untuk cookies dan sejenisnya, 90 dan 100 mesh untuk cake, mie, roti, dan
sejenisnya (Suarni, 2004). Proses penepungan dapat dilakukan dengan metode
basah, dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses penepungan metode basah (Sumarno et al, 2013)
Penepungan sorgum dengan metode basah dilakukan tahap perendaman
dengan air selama semalam sedangkan metode kering dilakukan penepungan
secara langsung tanpa mengalami perendaman terlebih dahulu. Kelebihan metode
basah diantaranya rendemen tepung lebih tinggi, tekstur lebih halus, dan kadar
tanin menjadi sangat rendah. Kelemahan metode basah, komponen nutrisinya
lebih rendah dibanding metode langsung (kering), salah satunya protein. Protein
dapat larut dalam air rendaman dan terbuang pada saat pencucian sorgum sosoh
sebelum ditepungkan. Berbagai teknologi pengolahan biji sorgum menjadi bahan
setengah jadi (sorgum sosoh, tepung, dan pati) bertujuan untuk menurunkan kadar
tanin (antinutrisi) sebesar 60% dan tersisa hanya sekitar 0,6-0,1% (Suarni dan
Firmansyah, 2012).
11
Senyawa yang menonjol dari sorgum adalah tanin dari golongan polifenol.
Sifat kontroversi tanin pada sorgum antara bernilai negatif dan bernilai positif
bagi kesehatan. Tanin berkonsentrasi tinggi bernilai negatif sebagai antinutrisi
yang merugikan sistem pencernaan manusia karena kemampuannya dapat
mengikat dan menghambat proses daya cerna protein dan karbohidrat dalam
tubuh. Keberadaan senyawa tanin yang masih tersisa dalam konsentrasi rendah
bermanfaat sebagai antioksidan. Tanin pada produk pangan akan menurunkan
nilai gizi makanan, memberikan rasa sepat dan menurunkan mutu warna (kusam)
produk akhir (Suarni dan Firmansyah, 2012).
Tanin yang terkandung pada tepung sorgum memiliki kemampuan
mengendapkan protein melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik dengan
fraksi protein, yaitu prolamin, sehingga dapat menghasilkan ikatan silang yang
besar dan kompleks yaitu protein tanin (Gambar 4). Tanin juga dapat berikatan
dengan karbohidrat membentuk jembatan oksigen yaitu tanin terhidrolisis
(Gambar 5). Tanin terhidrolisis (Gallotanin) terbentuk dari senyawa berupa
gabungan dari karbohidrat dan asam galat (Suarni dan Firmansyah, 2012).
Gambar 4. Kompleks tanin-protein (Santos et al, 2009)
13
tepung terigu cukup beragam, yaitu untuk Cookies (50-75%), cake (30-50%), mi
(15-20%), dan roti (20-25%).
2.1.3 Komponen Pangan Fungsional Sorgum
Sorgum mengandung serat pangan (dietary fiber) yang memberikan manfaat
terhadap kesehatan tubuh sehingga dinilai potensial diberikan kepada penderita
diabetes, jantung dan obesitas (Dicko et al, 2006). Serat pangan berfungsi dalam
mengikat asam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol darah. Senyawa
fenolik sorgum memliki aktivitas antioksidan, antitumor dan dapat menghambat
perkembangan virus sehingga bermanfaat bagi penderita kanker, jantung, dan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Dicko et al, 2006).
Menurut hasil penelitian Siller (2006) menginformasikan bahwa sorgum
memiliki kandungan gluten dan indeks glikemik (IG) yang lebih rendah sehingga
sesuai untuk diet gizi khusus. Kelemahan dan kelebihan sorgum serta interaksi
dengan komponen lain sebagai bahan pangan fungsional disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kelemahan dan kelebihan sorgum sebagai bahan pangan
Kelemahan (anti nutrisi) Keunggulan (pangan fungsional)
- Tanin (Konsentrasi tinggi)
Sebagai Anti nutrisi Komponen fenolik dapat berinteraksi
dengan protein, terbentuk kompleks
yang tidak larut dan dapat menurunkan
daya cerna, menghambat aktivitas
enzim pencernaan, rasa sepat, warna
kusam pada produk akhir olahan
- Asam fitat (Antinutrisi)
Mengikat mineral dalam bentuk ion
sehingga absorbsi mineral rendah
- Senyawa sianogenik HCN
Hidrolisis terbentuk HCN, dapat larut
selama perendaman/perkecambahan
- Tanin (Konsentrasi rendah)
Sebagai Antioksidan lebih tinggi dari vitamin C dan A
- Antosianin
Antosianin lebih stabil dibandingkan
pada buah, sayuran
- Asam pitat (Konsentrasi rendah)
Pencegahan penyakit degeneratif
seperti kanker.
-Serat pangan
Selulosa, hemiselulosa, β-glukan
merupakan komponen karbohidrat non-
starch polisakarida (NSP)
Sumber : Suarni (2012)
14
Penelitian Suarni dan Ubbe (2005) menunjukkan bahwa protein dan pati
sorgum lebih lambat dicerna dari pada serealia lain, sehingga komoditas ini dinilai
potensial diberikan untuk penderita diabetes melitus. Senyawa tanin dalam tepung
sorgum juga dapat menghambat aktivitas enzim α-amilase. Karbohidrat dalam biji
sorgum yaitu pati, gula terlarut, dan serat. Kandungan gula terlarut pada sorgum
terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa, dan maltosa.
Kandungan protein sorgum cukup tinggi sebesar 10,11% dan pati sorgum
sebesar 80,42% (BPTP, 2013). Pati merupakan bentuk simpanan utama dalam
sorgum, terdiri atas amilosa (20-30%) yaitu polimer glukosa rantai lurus (tanpa
cabang) dan amilopektin (70-80%) yaitu polimer glukosa bercabang. Kadar asam
glutamat tepung sorgum (1,58%) jauh lebih rendah dibandingkan dengan terigu
(3,83%). Asam glutamat bukan termasuk asam amino esensial namun sangat
berpengaruh terhadap sifat sensori produk olahan terutama rasanya. Sorgum juga
kaya akan zat besi (Fe) sebesar 5,4 mg/100 g paling tinggi dibandingkan dengan
serealia lain, hal ini sangat membantu dalam pembentukan sel darah merah sesuai
untuk mengatasi anemia gizi besi (Susila, 2005).
Tepung sorgum tidak memiliki gluten seperti pada terigu sehingga dapat
digunakan untuk membuat olahan produk bagi penderita alergi gluten (Schober et
al, 2007). Penderita autisme, gluten dan kasein dianggap sebagai racun karena
tubuh tidak menghasilkan enzim untuk mencerna gluten, akibatnya protein yang
tidak tercerna akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opiod. Opiod
bersifat seperti opium dan heroin yang bekerja sebagai racun yang dapat
mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas, sehingga menimbulkan gangguan
perilaku (Hediger, 2008).
15
2.2 Brownies
Produk-produk bakery dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu bread,
cookies, dan cake. Cake merupakan produk bakery yang biasanya terbuat dari
terigu, gula, lemak dan telur. Brownies merupakan produk bakery yang termasuk
dalam variasi antara cake dan cookies sehingga sering disebut chewy type cookies.
Ciri khas brownies antara lain flavor yang baik, tekstur dalam yang moist
(lembab), dan bagian atas bertekstur kering, berwarna cokelat kehitaman, dan
memiliki rasa manis khas cokelat. Syarat mutu brownies dapat mengacu pada
standar produk cake semi basah yang diatur dalam SNI 01.3840-1995 (Tabel 5).
Tabel 5. Syarat mutu produk semi basah
No Kriteria Uji Persyaratan
1. Keadaan :
1.1
1.2
1.3
Kenampakan
Bau
Rasa
Normal tidak berjamur
Normal
Normal
2. Air Maks. 40 % b/b
3. Abu Maks. 1 % b/b
4. Protein Maks. 9 % b/b
5. Lemak Maks. 25 % b/b
6. Karbohidrat Min. 40 % b/b
Sumber : Badan Standar Nasional, 1995
Tepung, telur, margarin, gula, cokelat batang, cokelat bubuk dan tepung
merupakan komponen pembentuk struktur utama brownies sedangkan untuk
memperbaiki tekstur, biasanya ditambahkan bahan pengemulsi dan bahan
pengembang. Tekstur sedikit lebih keras dari pada cake karena brownies tidak
membutuhkan pengembang atau gluten (Astawan, 2009). Produk ini termasuk
sebagai intermediate-moisture foods dengan total kadar air lebih rendah 10-20%
dari roti. Berdasarkan cara pengolahan, brownies terdapat dua macam yaitu
brownies kukus dan brownies panggang. Brownies kukus memiliki kadar air yang
lebih tinggi dibanding brownies panggang sehingga memiliki daya simpan yang
16
lebih rendah. Keawetan Brownies tahan selama 9 bulan pada suhu dingin dan
tempat yang kering (McCurdy et al, 2009).
2.2.1 Bahan-bahan Penyusun Brownies
Bahan-bahan untuk membuat brownies dibagi menjadi dua. Pertama adalah
bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk brownies seperti
tepung, air, garam, susu tanpa lemak, dan putih telur. Kedua adalah bahan-bahan
yang berfungsi sebagai pelembut tekstur seperti shortening dan emulsifier, gula
(sampai batas tertentu), bahan-bahan pengembang, serta kuning telur. Kedua jenis
bahan dasar ini harus seimbang agar mendapatkan produk brownies secara
umumnya. Bahan utama kue adalah tepung yang berfungsi sebagai pembentuk
tekstur, pengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata, serta
berperan dalam membentuk cita rasa (Ambarini, 2005).
Gula ditambahkan pada produk untuk memberikan rasa manis, memberikan
tekstur dan keempukan, memperpanjang kesegaran dengan cara mengikat air,
merangsang pembentukan warna yang baik dan berfungsi sebagai pengawet. Gula
dapat mengurangi kadar air bahan pangan, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Dark chocolate (cokelat batang) dalam pembuatan
brownies memberi rasa manis, memperbaiki tekstur, memberi warna, dan
mempengaruhi pengembangan brownies (Astawan, 2004).
Lemak salah satu komponen penting dalam pembuatan brownies. Lemak
yang biasanya digunakan adalah mentega dan margarin. Margarin dan mentega
berfungsi untuk memberikan efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik
seperti volume pengembangan, tekstur, kelembutan dan keempukan, memberi
rasa gurih, serta tidak cepat keras (Fatma dan Tim NCC, 2006). Margarin adalah
17
emulsi air dalam minyak dengan fase kontinu berupa lemak yang terdispersi
dalam cairan. Margarin mengandung lemak kurang lebih 80% dan kadar air 16-
18% dengan bahan-bahan lain seperti garam, perasa, emulsifier, pewarna
makanan, dan vitamin. Butter adalah lemak yang terbuat dari susu dengan
kandungan lemak susu 80,47%, kadar air 16%, garam 2,34%, kasein dari protein
susu, laktosa (Depkes, 2005).
Proses pencampuran adonan, lemak memutuskan jaringan gluten sehingga
karakteristik setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek, dan lebih
cepat meleleh di mulut. Lemak nabati (margarin) lebih banyak digunakan karena
memberikan rasa lembut dan dapat menghasilkan penampakan yang baik. Lemak
hewani (butter) akan memberikan aroma wangi dan lebih lembut (Fatma dan Tim
NCC, 2006).
Telur berfungsi untuk membentuk suatu kerangka kue. Fungsi lainnya untuk
aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara
menyebar merata pada adonan. Telur mempengaruhi warna, rasa, meningkatkan
nilai gizi dan melembutkan tekstur produk bakery dengan daya emulsi dari lesitin
serta dapat memberikan warna produk dari lutein (pigmen) pada kuning telur.
Sumbangan gizi dari telur sebesar 13,3% protein dan 11,5% lemak (Lean, 2013).
2.2.2 Pemanggangan
Pemanggangan didefinisikan sebagai pengoperasian panas pada produk
olahan dalam oven. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan sifat sensori dan
memperbaiki palatabilitas dari bahan pangan. Pemanggangan juga dapat
menghancurkan enzim dan mikroorganisme serta menurunkan aktivitas air
sehingga dapat mengawetkan produk makanan (Sunaryo, 1985; Rakhmah, 2012).
18
Suhu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat kematangan produk
yang dihasilkan. Suhu pemanggangan untuk setiap jenis cake berbeda-beda
tergantung formula, ukuran dan jumlah cake, ukuran loyang dan kadar air adonan.
Formula cake yang banyak mengandung gula, lemak dan telur, suhu yang
digunakan untuk pemanggangan semakin rendah (<177°C), hal ini bertujuan
untuk tidak menghambat perambatan panas ke dalam kue sehingga kue matang
secara menyeluruh (Sunaryo, 1985; Rakhmah, 2012).
2.3 Sekam Psyllium (Psyllium Husk)
Psyllium berasal dari tanaman Plantago ovata, sekam dan biji Plantago
ovate (Plantagonaceae) umumnya disebut sebagai psyllium yang biasa digunakan
sebagai pengobatan kuno di India. Biji psyllium berwarna cokelat, bertekstur
lembut dan cekung di bagian tengahnya yang mengandung 19% serat (34% serat
tidak larut dan 66% serat larut), 18,8% protein, 18-20% trigliserida. Biji psyllium
dilapisi dengan musilase (zat lendir) yang akan membentuk lapisan licin pada
dinding usus dan memicu kontraksi serta mengatasi konstipasi (Yeyen, 2012).
A B
Gambar 6. Psyllium Husk (A) dan Tanaman Plantago ovata (B)
Kulit sekam Psyllium (Gambar 6A) dan tanaman Plantago Ovata (Gambar
6B) adalah produk utama yang dipisahkan dari biji dan sisanya biasanya
digunakan sebagai pakan ternak. Sekam psyllium merupakan material berserabut
19
atau berserat putih yang hidrofilik pada bagian luar lapisan biji dan pembentukan
gel musilase yang tidak berwarna sehingga membentuk kenaikan volume sepuluh
kali lipat atau lebih (Yeyen, 2012).
Sekam psyllium mengandung hidrokoloid musilase 10-30% (konstituen
aktif utama). Musilase (polimer heterosakarida) ini terdiri dari fraksi polisakarida
larut terutama mengandung arabinoxylans (85%). Rata-rata komposisinya adalah
23% arabinosa, 75% xilosa, dan gula lainnya seperti galakturonat-sidorhamnosa.
Zat ini tidak diserap atau dicerna dalam sistem usus (Raymundo et al, 2014).
Sekam psyllium dianggap sebagai sumber serat alami larut yang telah lama
digunakan sebagai nutrisi atau suplemen serat makanan. Serat psyllium telah
dilaporkan sebagai pengobatan kolesterol tinggi, diabetes, obesitas pada anak-
anak, sembelit, diare, dan kanker usus (Singh, 2007). Kandungan kimia sekam
psyllium disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi kimia proksimat psyllium
Parameter Psyllium (%b/b)
Protein 1,38
Lemak 0,95
Air 12,55
Abu 2,25
Karbohidrat 82,87
Serat 71,42
Larut
Tidak Larut
67,20
4,21
Sumber: Raymundo et al, 2014
Serat larut akan menyerap air dan membentuk gel lembut karena banyak
mengandung gugus hidroksil dan kapasitas pengikat airnya besar. Gel yang
terbentuk akan mengikat makanan, gula, kolesterol, dan lemak dalam usus halus
kemudian mengangkutnya menuju kolon (usus besar) dan dikeluarkan bersama
feses. Gel ini juga di dalam usus dapat membantu banyak masalah kesehatan
20
seperti diabetes. Mekanisme serat larut tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah
yaitu berhubungan dengan kecepatan penyerapan karbohidrat masuk ke dalam
aliran darah yang dikenal dengan Indeks glikemik (IG), selain itu dapat
memperlambat pencernaan dalam usus, memberikan rasa kenyang lebih lama, dan
memperlambat laju peningkatan glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan
untuk mentransfer glukosa ke dalam sel tubuh semakin sedikit (Santoso, 2011).
Pengaruh sekam psyllium terhadap 34 pria pengidap diabetes tipe II dan
hiperkolesterolemia menunjukkan bahwa psyllium terbukti dapat menurunkan
total kolesterol dan konsentrasi glukosa setelah mengkosumsi 5,1 gram psyllium
dua kali sehari selama 8 minggu (Throne, 2002). Psyllium dapat ditambahkan ke
dalam makanan sereal, roti, biskuit dan bakery lainnya untuk meningkatkan kadar
seratnya. Penambahan psyllium sebanyak 15 gram dapat menurukan IG makanan
karbohidrat seperti roti putih sebesar 59 yang diberikan pada pasien diabetes dan
psyllium akan cenderung menurunkan respon glikemik ketika dicampurkan ke
dalam makanan sereal. Penambahan psyllium ke dalam suatu makanan harus
memperhatikan konsentrasi penggunaanya karena psyllium memiliki viskositas
tinggi yang mampu menyerap air dan pembentukan gel yang sangat kuat sehingga
akan mempengaruhi produk olahan yang dihasilkan (Warnberg et al, 2009).
2.4 Indeks Glikemik
Para ilmuwan awalnya berpendapat bahwa makanan yang mengandung
karbohidrat kompleks lebih lambat dicerna dan diserap tubuh sehingga memiliki
efek glikemik rendah, namun makanan yang tergolong mengandung karbohidrat
kompleks seperti kentang rebus dan roti juga ternyata memiliki kecepatan untuk
21
dicerna dan diserap tubuh. Pendapat ilmuwan tersebut, konsep indeks glikemik
mulai diperkenalkan untuk melihat gambaran tentang hubungan karbohidrat
dalam makanan dengan kadar gula darah (Brand-Miller, 2000).
Menurut Cummings dan Stephen (2007), indeks glikemik adalah klasifikasi
fisiologis makanan yang mengandung karbohidrat didasarkan pada sejauh mana
makanan tersebut dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah setelah makan
dibandingkan dengan karbohidrat acuan dalam jumlah yang setara. Penelitiannya
menyatakan bahwa mekanisme serat tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah
sehubung dengan kecepatan penyerapan makanan (karbohidrat) masuk ke dalam
aliran darah. Nilai indeks glikemik dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu
pangan IG rendah dengan nilai <55, pangan IG sedang (intermediate) dengan
rentang nilai 55-70, dan pangan IG tinggi dengan rentang nilai >70 (Pruett, 2012).
Gambar 7. Skema penyerapan glukosa dari pangan IG rendah (A)
dan pangan IG tinggi (B)
Menurut Hoerudin (2012), Pangan yang memiliki IG rendah dan tinggi
dibedakan berdasarkan kecepatan pencernaan dan penyerapan glukosa serta
fluktuasi kadarnya dalam darah. IG pangan rendah (Gambar 7A) mengalami
proses pencernaan yang lambat sehingga laju pengosongan perut berlangsung
lambat, hal ini menyebabkan suspensi pangan (chyme) lebih lambat mencapai
Sistem
pencernaan
Kurva respon
glikemik
22
usus kecil sehingga penyerapan glukosa pada usus kecil menjadi lambat. Fluktuasi
kadar glukosa darah akhirnya relatif kecil yang ditunjukkan dengan kurva respons
glikemik yang landai. Sebaliknya, IG pangan tinggi (Gambar 7B) mencirikan laju
pengosongan perut, pencernaan karbohidrat, dan penyerapan glukosa yang
berlangsung cepat, sehingga fluktuasi kadar glukosa darah juga relatif tinggi.
Makanan yang memiliki IG rendah membantu untuk mengendalikan rasa
lapar, selera makan dan kadar gula darah. Konsep indeks glikemik disusun untuk
orang yang sehat, penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet. Pengenalan
karbohidrat berdasarkan efek terhadap kadar gula darah dan respon insulin
(berdasarkan indeks glikemik) berguna sebagai acuan dalam menentukan jumlah
dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan dan menjaga
kesehatan (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Pengetahuan IG pangan akan membantu penderita Diabetes Mellitus dalam
memilih makanan yang tidak menaikkan kadar gula darah secara drastis, sehingga
kadar gula darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman. Indeks glikemik juga
membantu atlet dalam memilih makanan. Makanan dengan indeks glikemik
rendah akan dicerna dengan lambat dan akan menyimpan glikogen otot secara
perlahan sehingga glukosa ekstra akan tersedia sampai akhir pertandingan.
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan
Jenis pangan yang sama dapat memiliki IG yang berbeda, hal ini dapat
disebabkan oleh karakter fisik dan kimia dari makanan, perbedaan jenis varietas
biji dan tepung yang digunakan, formulasi, perlakuan proses penepungan, dan
23
perbedaan metode pengujian yang dilakukan (Foster-Powell et al, 2002). Menurut
Rimbawan dan Siagian (2004), faktor yang mempengaruhi IG pangan adalah cara
pengolahan, rasio amilosa dan amilopektin, daya cerna pati, kadar lemak dan
protein, dan kadar serat pangan.
2.5.1 Cara Pengolahan
Cara pengolahan produk pangan seperti pemanasan (pemanggangan,
pengukusan, perebusan, penggorengan) dan penggilingan (penepungan) dapat
mengubah sifat kimia suatu bahan pangan seperti kadar karbohidrat, lemak,
protein, daya cerna, serta ukuran pati maupun zat gizi lainnya (Arif et al, 2013).
Menurut Farikha (2012), pemanggangan dapat menyebabkan susutnya zat
gizi. Kerusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang umumnya terkait
dengan suhu dan lamanya pemanggangan. Pengaruh pemanggangan terhadap
karbohidrat umumnya terkait terjadinya hidrolisis. Ketika terjadi hidrolisis, selain
terbentuk glukosa dan fruktosa sebagai hasil pemecahan pati, terbentuk pula
dekstrin dan maltosa yang terhitung sebagai gula total sehingga terjadi penurunan
kadar glukosa. Pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang dapat
meningkatkan nilai cernanya.
2.5.2 Lemak dan Protein
Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang lebih efektif daripada
karbohidrat dan protein. Satu gram lemak menghasilkan 9 kkal energi sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan energi 4 kkal. Pangan dengan
kandungan lemak tinggi cenderung memiliki IG lebih rendah karena dapat
memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan
24
pada usus halus cenderung lambat. Kadar protein yang tinggi diduga merangsang
sekresi insulin (Jenkins et al, 1981; Arif, et al 2013) sehingga glukosa dalam
darah tidak berlebih dan terkendali. Pangan yang memiliki lemak tinggi harus
dikonsumsi secara bijaksana. Total konsumsi lemak tidak boleh melebihi 30% dan
total konsumsi lemak jenuh tidak melebihi 10% dari total energi (Nisviaty, 2006).
2.5.3 Amilosa dan Amilopektin
Granula pati dalam pangan terdiri dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa (Gambar 8a) disebut sebagai fraksi larut yang merupakan polimer gula
sederhana tidak bercabang terdiri atas 250-350 unit glukosa dengan ikatan alfa-1,4
glikosidik. Amilopektin (Gambar 8b) merupakan polimer gula sederhana yang
bercabang, dan struktur terbuka dengan ikatan alfa-1,6-glikosidik pada titik
percabangannya. Amilopektin bersifat lebih rapuh (amorphous) dibanding
amilosa yang struktur kristalnya cukup dominan (Winarno, 1992).
a. Amilosa
b. Amilopektin
Gambar 8. Struktur (a) Amilosa dan (b) Amilopektin (Winarno, 1992)
Kandungan amilosa yang lebih tinggi menyebabkan pencernaan menjadi
lebih lambat karena amilosa merupakan polimer glukosa yang memiliki struktur
tidak bercabang (struktur lebih kristal dengan ikatan hidrogen yang lebih
ekstensif). Amilosa memiliki ikatan hidrogen yang lebih kuat sehingga lebih sukar
25
dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan (Behall dan Hallfrisch, 2002). Struktur
yang tidak bercabang ini membuat terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi
dan akibatnya sulit dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004). Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa pangan yang memiliki proporsi amilosa lebih
tinggi dibanding amilopektin cenderung memiliki indeks glikemik yang lebih
rendah karena memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan
kekuatan ikatan hidrogen (Arif et al, 2013).
2.5.4 Serat Pangan
Keberadaan serat pangan yang tinggi berkontribusi pada nilai IG yang
rendah (Trinidad et al, 2010). Serat pangan adalah komponen bahan makanan
nabati penting yang tahan (resisten) terhadap proses hidrolisis oleh enzim
pencernaan (amilase) dan mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di
usus besar. Serat dibagi berdasarkan kelarutannya diantaranya serat larut antara
lain pektin, musilase, ß-glucan, galaktomanan, gum dan hemisellulosa. Serat tidak
larut antara lain selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Jenis karbohidrat yang biasanya sampai ke kolon tanpa terhidrolisis yaitu
polisakarida non pati (non-starch polysaccharides =NSP), pati resisten (resistant
starch = RS). Serat pangan yang larut sangat mudah difermentasikan dan
mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan lemak dalam memperlambat laju
makanan pada saluran pencernaan, menghambat pergerakan enzim, dan
memberikan rasa kenyang lebih lama (Rimbawan dan Siagian, 2004).
26
2.5.5 Pati Resisten (Resistant Starch atau RS)
Pati resisten merupakan bagian pati yang tidak dapat dicerna dalam usus
halus, sehingga pati ini memiliki sifat yang mirip seperti serat makanan yang
langsung masuk ke usus besar dan sedikit terfermentasi oleh mikroflora di dalam
usus besar dan memberikan pengaruh positif terhadap koloni di dalam usus
meningkatkan jumlah produksi bakteri baik (Sajilata et al, 2006). Klasifikasi pati
resisten pada Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi pati resisten
Pati Resisten Definisi Contoh
RS-1 Pati yang secara fisik sulit
dicerna (karena ukuran besar)
Serealia utuh/digiling tidak
halus
RS-2 Granula pati Kentang dan pisang mentah
RS-3 Pati teretrogadasi
(proses pengolahan)
Corn flakes, roti tawar
RS-4 Pati termodifikasi Kerupuk
Sumber : Sajilata et al, 2006
Pati resisten memiliki efek fisologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti
pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula
darah setelah makan), efek hipokolesterolemik, sebagai prebiotik, menghambat
akumulasi lemak dan meningkatkan absorbsi mineral (Sajilata et al, 2006). Pati
resisten menjadi salah satu ingredient yang mulai banyak digunakan oleh industri
pangan untuk mendukung klaim kadar serat di dalam produk.
2.6 Glycemic Index Analyzer (GIA)
Dasar metodologi instrumentasi otomatis Glycemic Index Analyzer yang
dikembangkan oleh CSIRO Division of Human And Animal Nutrition adalah
sistem pengujian kuantitatif yang pada dasarnya mensimulasikan pencernan
makanan seperti yang terjadi pada pencernaan manusia. Nutriscan GI20 Glycemic
27
Index Analyzer (Gambar 9) merupakan instrumen otomatis untuk mengetahui
prediksi IG dan RS suatu makanan. Sistem reaksi melibatkan serangkaian
inkubasi pada pH fisiologis dan suhu yang pada dasarnya meniru bukal, lambung
dan fase pankreas pada pencernaan. Pati, protein, dan lemak secara berurutan
dicerna menggunakan campuran enzim hidrolitik. Pembacaan jumlah glukosa
yang dilepaskan dari sampel makanan dilakukan pada menit ke 30, 60, 120, 180,
240 dan 300. Siklus reaksi dan kondisi pencernaan diprogram oleh teknisi dan
seluruh operasi dari instrument yang sepenuhnya dikendalikan oleh komputer.
Gambar 9. Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer
Prinsip Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer, Elektroda oksigen
ditempatkan di sel reaksi, mengukur konsumsi O2 yang sebanding dengan jumlah
glukosa yang dioksidasi oleh reagen glukosa oksidase. Konsentrasi glukosa diplot
lebih dari 5 jam. Total glukosa yang dilepaskan kemudian diukur dan akan
dihasilkan nilai prediksi IG dari sampel makanan (Clancy, 2016). Glukosa diukur
dengan menggunakan Detector Glucose Analyzer berdasarkan reaksi:
β-D-glukosa+O2+H2O glukosa oksidase D-glukono-1,5-lakton+H2O2
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dimulai bulan Maret - Oktober 2016 di
Laboratorium pengolahan makanan, Laboratorium Kimia, Laboratorium
instrumen Glycemic Index Analyzer (GIA), dan Laboratorium Organoleptik Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB-Pascapanen),
Jalan Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu Bogor, Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan brownies, yaitu handmixer,
oven, loyang, timbangan, dan wadah penampung lainnya. Alat-alat yang
digunakan untuk analisis, yaitu Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer (GIA)
(Next Instruments Pty Ltd, Australia), Spektrofotometer UV-VIS (Agilent Tech.
Cary 60), Texture analyzer XT-21, perangkat Soxhlet (Soxtec system HT),
perangkat Kjeldahl (Automatic Nitrogen Determinator KDN-103F), perangkat
hidrolisis, neraca analitik (Precisa XT 220A), oven (Memmert), tanur (Automatic
Muffle Furnance MFP-300N dan Lenton), pH meter (Hanna HI 2211), waterbath
(GFL), corong Buchner, desikator, stopwatch, plat tipis persegi, cawan porselen,
labu kjeldahl, labu lemak, buret, statif, gegep, kertas saring, kapas bebas lemak,
termometer, pH indikator, dan alat gelas lainnya. Alat-alat yang digunakan untuk
uji organoleptik, yaitu 30 panelis tidak terlatih, piring penyaji, kertas skor
penilaian, dan alat tulis (bolpoin).
29
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pembuatan brownies, yaitu tepung sorgum
varietas KD4 lokal Lamongan, sekam psyllium (psyllium husk) yang dibeli secara
online dan brownies sorgum komersial sebagai kontrol yang dibeli di Toko Unis
Gluten Free. Bahan penyusun brownies lainnya dibeli di Toko Bahan Kue Sumber
Berkah Pasar Anyar Bogor seperti margarin (Blueband) dan butter (Golden), telur,
gula palm (Pigo), dan cokelat batang (Colatta Dark Compound). Bahan-bahan
untuk analisis yaitu heksana (Merck), etanol (Merck), campuran katalis selen
(Merck), H3BO3 (Univar), HCl (Merk), NaOH (Merk), Iodin (Merk), KI (Merck),
H2SO4 (RCI Labscan), Na2CO3 anhidrat (Merk), asam sitrat monohidrat (Merk),
CuSO4 (Merk), indikator bromkresol hijau dan metil merah, amilosa murni
(Sigma A-7043), amilum, CH3COOH (Merk), aluminium foil, enzim α-amilase
dari Bacillus amyloliquefaciens (Sigma), enzim pepsin (Sigma), enzim pankreatin
(Sigma), dan aquades. Bahan untuk analisis IG dan Pati resisten yaitu, Glukosa
murni (PT. Brataco), buffer natrium asetat, buffer natrium karbonat, KOH, enzim
A (enzim α-amilase) 250 U/ml, enzim B (enzim pepsin) 1 mg/ml, dan enzim C
(enzim pankreatin dan amiloglukosidase) 1 mg/ml pH 6, enzim D (enzim
pankreatin dan amiloglukosidase) 1 mg/ml pH 4,5.
3.3 Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, tahap awal yaitu (1)
Pembuatan brownies dari tepung sorgum (Resep brownies mengacu dari lab
pengolahan pangan Balai Pascapanen yang dimodifikasi), (2) Uji kekerasan
dengan alat Texture Analyzer XT-21 (Faridah et al, 2006), (3) Analisis kimia
30
mencakup analisis proksimat meliputi kadar air, abu, protein, lemak (SNI, 1992),
kadar karbohidrat by difference (AOAC, 1995), kadar pati (AOAC, 1995), kadar
amilosa (Apriyantono et al, 1989), kadar serat pangan (AOAC, 1995), dan (4)
Analisis Indeks Glikemik (IG) dan Pati Resisten (Starch Resistant) menggunakan
alat Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer (GIA) (Konsep CSIRO), serta (5)
Uji organoleptik mencakup warna, tekstur, aroma, rasa dan penerimaan umum
melalui tingkat kesukaan dari 30 panelis (Soekarto, 1990). Diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.1 Pembuatan Formulasi Brownies Sorgum Panggang
Pembuatan brownies pada penelitian ini menggunakan bahan baku tepung
sorgum, telur, gula palm, cokelat, lemak (margarin dan butter). Bahan lain yang
ditambahkan pada formulasi yaitu sekam psyllium (0, 0,5, 1,5, dan 2,5%).
Formulasi yang dibuat terdiri dari 8 variasi formula (Tabel 8) sebagai berikut:
Tabel 8. Formulasi Brownies Sorgum
Bahan Komposisi (g)
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Tepung sorgum (g) 120 120 120 120 120 120 120 120
Telur (g) 150 150 150 150 150 150 150 150
Gula palm (g) 100 100 100 100 100 100 100 100
Coklat(g) 150 150 150 150 150 150 150 150
Margarin (g) 120 120 120 120 - - - -
Butter (g) - - - - 120 120 120 120
Sekam psyllium (g)
*(%)
0 0,6 1,8 3 0 0,6 1,8 3
0 0,5 1,5 2,5 0 0,5 1,5 2,5
Keterangan : * % berdasarkan berat tepung sorgum
Keterangan perbedaan setiap formulasi sebagai berikut:
Formulasi 1 (F1) : Brownies sorgum dengan margarin + tanpa psyllium 0%
Formulasi 2 (F2) : Brownies sorgum dengan margarin + psyllium 0,5%
Formulasi 3 (F3) : Brownies sorgum dengan margarin + psyllium 1,5%
Formulasi 4 (F4) : Brownies sorgum dengan margarin + psyllium 2,5%
31
Formulasi 5 (F5) : Brownies sorgum dengan butter + tanpa psyllium 0%
Formulasi 6 (F6) : Brownies sorgum dengan butter + psyllium 0,5%
Formulasi 7 (F7) : Brownies sorgum dengan butter + psyllium 1,5%
Formulasi 8 (F8) : Brownies sorgum dengan butter + psyllium 2,5%
Tahap awal pembuatan brownies sorgum berbagai formulasi yaitu gula dan
telur dikocok ± 10 menit hingga adonan berwarna cokelat muda, kemudian ke
dalam adonan ditambahkan campuran tepung sorgum-sekam psyllium dan lelehan
margarin/butter-cokelat, diaduk merata hingga adonan berwarna hitam. Adonan
dituangkan ke dalam loyang persegi yang sudah diolesi margarin dan ditaburi
tepung secara perlahan, lalu adonan yang sudah dicetak dipanggang pada suhu
170˚C selama 45 menit. Dokumentasi tahapan cara membuat brownies sorgum
dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.2 Uji Kekerasan (Texture Analyzer XT-21) (Faridah et al, 2006)
Pengukuran tekstur brownies dilakukan dengan menggunakan Texture
Analyzer XT-21. Pengkondisian alat Texture Analyzer disajikan Tabel 9.
Tabel 9. Pengkondisian Texture Analyzer XT-21
Pengkondisian Produk Brownies
Pre test speed (mm/s) 2
Test speed (mm/s) 0,1
Return speed (mm/s) 0,1
Trigger load (g) 4,5
Load cell (g) 4500
Temperature (˚C) 25,7
Probe TA4/1000
Fixture TA-BT-KI
Probe yang digunakan berbentuk bulat dan berbahan acrylic. Jarak probe
dikalibrasi sesuai dengan tinggi brownies (4,00 mm). Pengukuran tekstur
dilakukan dengan cara brownies sorgum dipotong persegi dengan ukuran 2 x 2
cm, diletakkan di bawah probe yang sudah diatur ketinggiannya, lalu diklik
32
”Quick Run Test“ untuk memulai analisis teksturnya. Setelah pengukuran selesai,
nilai kekerasan dapat dilihat pada layar komputer dengan software TVI.2 Build 9.
3.3.3 Analisis Proksimat (SNI, 1992)
3.3.3.1 Kadar Air Metode Gravimetri
Cawan kosong dikeringkan dalam oven 70˚C, didinginkan di dalam
desikator, ditimbang. Brownies yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 2 g dalam
cawan kosong yang telah diketahui bobotnya, kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 105˚C selama 5 jam, didinginkan dalam deksikator, dan ditimbang
hingga bobot konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
[(
)]
Keterangan:
W1 : Bobot air (g)
W : Bobot sampel (g)
3.3.3.2 Kadar Abu Metode Gravimetri
Brownies yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 2 g ke dalam cawan
porselen yang telah diketahui bobotnya, kemudian diabukan ke dalam tanur pada
suhu 550 ˚C selama 8 jam hingga pengabuan sempurna (berwarna putih atau
kelabu). Cawan didinginkan dalam deksikator dan ditimbang hingga bobotnya
konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:
(
)
Keterangan:
W : Bobot sampel (g) dan W1 : Bobot abu (g)
3.3.3.3 Kadar Lemak Metode Hidrolisis Weilbull-Soxhlet
Brownies yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 2 g, dihidrolisis selama
15 menit dengan 30 ml HCl dan 20 ml Aquades, kemudian disaring dan dioven
33
lemak yang tertampung dalam kertas saring pada suhu 70˚C selama 3 jam. Setelah
kering, kertas saring berisi lemak tersebut dimasukkan ke dalam selongsong
kertas yang dialasi dengan kapas dan bagian atas selongsong disumbat dengan
kapas kembali. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet
yang dihubungkan dengan labu lemak (telah dikeringkan dan diketahui bobotnya).
Selongsong brownies yang sudah dihidrolisis, diekstrak dengan heksana selama 3
jam. Hasil ekstraksi lemak dalam labu dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C,
didinginkan dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan:
W : Bobot contoh (g)
W1 : Bobot labu lemak sebelum diekstraksi (g)
W2 : Bobot labu + residu setelah diekstraksi (g)
3.3.3.4 Kadar Protein Metode Kjeldhal
Brownies yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 0,5 g, dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 2 sudip campuran katalis selen dan 12,5 ml
H2SO4 pekat, kemudian didestruksi selama 3 jam serta didinginkan, lalu ke dalam
labu Kjeldahl yang telah dipasangkan ke alat penyulingan ditambahkan sebanyak
60 ml NaOH 30 % secara perlahan dan didestilasi selama 10 menit, sebagai
penampungnya erlenmeyer destilat berisi 20 ml H3BO3 4% dan indikator
Bromkresol hijau (BCG) + Metil merah (MM). Proses selanjutnya, larutan
campuran destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N. Titrasi dilakukan hingga
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah muda seulas. Perlakuan
dilakukan ulang tanpa sampel brownies untuk blanko. Perhitungan kadar protein
dapat dihitung dengan rumus :
34
*
+
Kadar protein (%) = 6,25 x kadar N
Keterangan :
V1 : Volume HCl untuk titrasi sampel (mL)
V2 : Volume HCl untuk titrasi blanko (mL)
N : Normalitas larutan HCl
W : Bobot sampel (g)
0.014 : BM Nitrogen per 1000
6.25 : Faktor konversi untuk sampel makanan
3.3.3.5 Kadar Karbohidrat Metode by difference (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference
dilakukan dengan cara mengurangkan 100 % dengan nilai total dari kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak dalam satuan %b/b. Kadar karbohidrat
ditentukan dengan rumus berikut:
Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar air+kadar abu+kadar protein+kadar lemak)
3.3.4 Analisis Kadar Pati Metode Luff-Schoorl (AOAC, 1995)
Brownies yang sudah dicacah dan bebas lemak ditimbang sebanyak 0,4 g
dimasukan ke dalam erlenmeyer asah, ditambahkan sebanyak 40 ml HCl 3% dan
dihidrolisis selama 3 jam. Larutan kemudian didinginkan, dinetralkan dengan
NaOH 25%. Larutan yang sudah dinetralkan dimasukan ke dalam labu ukur 100
ml, ditepatkan hingga tanda tera dengan air suling, dan disaring.
Larutan stok sampel tersebut diambil sebanyak 5 ml ke dalam erlenmeyer
asah, ditambahkan larutan Luff Schrool 12,5 ml serta 7,5 ml air suling. Campuran
dipanaskan (diusahakan mendidih dalam 3 menit), dididihkan terus hingga 10
menit (dihitung setelah mendidih), didinginkan dalam bak berisi air, kemudian
ditambahkan larutan KI 20% sebanyak 5 ml dan 12,5 ml H2SO4 25%, lalu dititrasi
dengan titran Na2S2O3 0,1 N hingga larutan berwarna kuning dan ditambahkan
35
larutan amilum 1 % hingga berwarna biru, dititrasi kembali hingga berwarna putih
susu. Blanko dibuat tanpa larutan sampel brownies. Kadar pati dapat dihitung
dengan rumus berikut:
Keterangan:
G : Glukosa setara dengan ml Na2S2O3 yang dipergunakan untuk titrasi (mg),
setelah gula diperhitungkan.
P : faktor pengenceran
g : berat sampel (mg)
0.9 : faktor pembanding BM satu unit gula dalam molekul pati
3.3.5 Analisis Kadar Amilosa Metode Iodin (Apriyantono et al, 1989)
Pembuatan kurva standar amilosa dilakukan dengan cara amilosa murni
ditimbang sebanyak 40 mg, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1
ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N, lalu dipanaskan dalam air mendidih kurang
lebih selama 10 menit hingga membentuk gel, didinginkan, dan ditera ke dalam
labu takar 100 ml (larutan stok standar).
Larutan stok dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam
labu takar 100 ml, kemudian masing-masing ditambahkan 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, dan
1,0 ml larutan asetat 1 N dan 2 ml larutan iod (0,2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan
dalam 100 ml air suling), lalu ditera dengan air suling. Larutan dibiarkan selama
20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 625 nm.
Penentuan kadar amilosa dilakukan dengan cara brownies yang sudah
dicacah dan bebas lemak ditimbang sebanyak 0,06 g dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan etanol 95% sebanyak 1 ml dan 9 ml larutan NaOH 1
N, kemudian dipanaskan dalam air mendidih kurang lebih selama 10 menit hingga
terbentuk gel, didinginkan, ditera ke dalam labu takar 100 ml dan dihomogenkan.
36
Larutan gel dipipet sebanyak 2,5 ml ke dalam labu takar 50 ml,
ditambahkan 0,5 ml larutan asam asetat 1 N dan 1 ml larutan iod, ditera dengan
air suling, dikocok. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Blanko (tanpa sampel
brownies) dilakukan dengan cara yang sama. Kadar amilosa dalam sampel dapat
ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh.
3.3.6 Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik (AOAC, 1995)
Brownies yang sudah dicacah dan bebas lemak (w) ditimbang sebanyak 1 g
dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6
dan dibuat suspensi, lalu ditambahkan 0,1 ml termamyl, ditutup dengan alufo dan
diinkubasi pada suhu 100˚C selama 15 menit, diangkat dan didinginkan,
kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 1,5 dengan
menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya, ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan
diinkubasi pada suhu 40˚C dan diagitasi selama 60 menit, kemudian ditambahkan
20 ml akuades dan pH diatur menjadi 6,8, ditambahkan 100 mg pankreatin,
ditutup dan diinkubasi pada suhu 40˚C selama 60 menit sambil diagitasi, dan
terakhir pH diatur dengan HCl menjadi 4,5.
Tahapan selanjutnya, disaring dengan kertas saring Whatman No.42 yang
sebelumnya telah diketahui bobot keringnya, lalu dicuci dengan 2 x 10 ml
aquades, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton, dikeringkan pada suhu 105
˚C hingga berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam
desikator (D1/B1), kemudian diabukan dalam tanur 500˚C selama minimal 5 jam
dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1/B2). Blanko diperoleh
37
dengan cara yang sama tanpa sampel brownies. Kadar serat (Total Dietary
Fibre/TDF) dapat ditentukan dengan rumus berikut:
( (
))
Keterangan:
D1 : Berat sampel setelah dioven (g)
I1 : Berat sampel setelah ditanur (g)
B1 : Berat blanko setelah dioven (g)
B2 : Berat blanko setelah ditanur (g)
3.3.7 Analisis Indeks Glikemik dan Pati Resiten dengan GI20 Glycemic Index
Analyzer (GIA)
Penentuan Indeks Glikemik dan Pati Resisten brownies sorgum dilakukan
secara in vitro menggunakan alat Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer. Uji
indeks glikemik dan pati resisten dengan alat Nutriscan dilakukan berdasarkan
konsep CSIRO Division of Human and Animal Nutrition.
Tahap awal preparasi sampel brownies sorgum dalam pengujian indeks
glikemik dilakukan dengan cara mencacah brownies menggunakan alat chopper.
Sampel brownies ditimbang setara dengan 50 mg karbohidrat. Berikut penentuan
jumlah porsi setara dengan 50 mg karbohidrat:
Tahap kedua, preparasi pelarutan enzim dilakukan dengan cara enzim A
dilarutkan dengan buffer 1 berisi natrium karbonat pH 7, enzim B dilarutkan
dengan buffer 2 berisi HCl 0,02 M pH 2, enzim C dilarutkan dengan buffer 3
berisi natrium asetat 0,2 M pH 6, masing-masing enzim dimasukan sesuai dengan
botol yang tersedia pada rangkaian alat GIA. Buffer yang digunakan untuk uji IG
yaitu buffer 4 berisi NaOH 0,02 M ditempatkan dibotol 3, Buffer 5 berisi natrium
asetat 0,2 M pH 6 ditempatkan di botol 4 pada rangkaian alat GIA.
38
Tahap proses pengujian diawali dengan mengecek semua buffer, enzim dan
selang pembawanya sesuai dengan urutan. Tahap awal, sampel brownies yang
diuji dan telah ditimbang setara 50 mg karbohidrat ditempatkan ke dalam sample
cups yang berisi stirrer, lalu sample cups ditempatkan pada blok pemanas dengan
kondisi suhu 37˚C, sambil di stirrer. Proses analisa IG dimulai dengan menekan
tombol start pada software Nutriscan di layar komputer. Enzim dan buffer yang
telah dikondisikan secara bertahap dimasukkan pada masing-masing sample cup
secara otomatis. Pengukuran dilakukan selama 5 jam dengan pembacaan glukosa
pada menit ke 30, 60, 120, 180, 240, dan 300. Hasil estimasi atau prediksi indeks
glikemik brownies sorgum berbagai formulasi ditampilkan di layar komputer.
Pengkondisian operasional instrument Nutriscan GI20 Glycemic Index Analyzer
(GIA) disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengkondisian operasional GI20 Glycemic Index Analyzer
Pengkondisian Pengukuran Indeks glikemik
Enzim A
Enzim B
Enzim C
Buffer 4
Buffer 5
Kecepatan stirrer
Suhu pemanas blok
2 ml/sampel
5 ml/sampel
5 ml/sampel
5 ml/sampel
25 ml/sampel
150 rpm
37˚C
Tahap awal preparasi sampel brownies sorgum dalam pengujian pati
resisten dilakukan dengan cara mencacah brownies menggunakan alat chopper.
Sampel brownies ditimbang setara dengan 500 mg karbohidrat. Berikut penentuan
jumlah porsi setara dengan 500 mg karbohidrat:
39
Tahap kedua, preparasi pelarutan enzim dilakukan dengan cara enzim B
dilarutkan dengan 0,02 M HCl pH 2, enzim C dilarutkan dengan buffer natrium
asetat 0,2 M pH 6, enzim D dilarutkan dengan buffer natrium asetat 0,2 M pH 4,5,
masing-masing enzim dimasukan sesuai dengan botol yang tersedia pada
rangkaian alat GIA. Larutan yang digunakan untuk uji RS yaitu buffer 4 berisi
natrium asetat 0,2 M ditempatkan dibotol 3, Buffer 5 berisi KOH 4,0 M
ditempatkan di botol 6, buffer 6 berisi aquades ditempatkan dibotol 5, buffer 7
berisi 30% asam asetat ditempatkan dibotol 4 pada rangkaian alat GIA.
Tahap proses pengujian diawali dengan mengecek semua buffer, enzim dan
selang pembawanya sesuai dengan urutan. Tahap awal, sampel brownies yang
diuji dan telah ditimbang setara 500 mg karbohidrat ditempatkan ke dalam sample
cups yang berisi stirrer, lalu sample cups ditempatkan pada blok pemanas dengan
kondisi suhu 37˚C, sambil di stirrer. Proses analisa RS dimulai dengan menekan
tombol start pada software Nutriscan di layar komputer. Enzim dan buffer yang
telah dikondisikan secara bertahap dimasukkan pada masing-masing sample cup
secara otomatis. Pengujian dilakukan selama 12 jam dan hasil estimasi atau
prediksi pati resisten brownies sorgum berbagai formulasi ditampilkan di layar
komputer.
3.3.8 Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)
Pengujian organoleptik yang dilakukan berupa pengujian kesukaan indrawi
terhadap produk olahan panggang yaitu brownies sorgum panggang yang terpilih
berdasarkan indeks glikemik rendah dari kedua kelompok variasi lemak margarin
dan butter. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dengan skala
hedonik sebagai berikut 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: biasa, 4: suka, 5:
40
sangat suka. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis. Nilai tingkat kesukaan
panelis dijumlahkan serta direrata masing-masing parameter, kemudian dilakukan
analisis statistik terhadap data hasil uji organoleptik.
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah secara statistik
menggunakan analisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2
faktorial, pola 4 x 2 dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% (α = 0,05). Faktor I
adalah penambahan sekam psyllium yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0, 0,5,1,5, 2,5%
berdasarkan berat tepung sorgum. Faktor 2 adalah penggunaan variasi lemak
terdiri dari 2 taraf yaitu margarin dan butter. Jika hasil analisis ANOVA
menunjukkan pengaruh yang nyata, maka untuk mengetahui perbedaan antar
perlakuan dilakukan uji Duncan. Analisis data menggunakan IBM SPSS Statistic
21.0. Struktur rancangan data statistik dapat dilihat Gambar 10.
Gambar 10. Struktur rancangan data statistik
Var
iasi
lem
ak
(2 t
araf
)
Margarin
Butter
sekam
psy
lliu
m
(4 t
araf
)
0%
0,5
% 1,5
% 2,5
% 0%
0,5
% 1,5
% 2,5
%
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Brownies Sorgum Panggang
Pemilihan bahan baku berupa tepung sorgum memiliki sifat yang sangat
berbeda dengan tepung terigu yang merupakan bahan baku brownies. Menurut
hasil penelitian Suarni dan Zakir (2000), kadar asam glutamat dan gluten pada
tepung sorgum lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Asam glutamat sangat
berpengaruh terhadap sifat sensori (terutama segi rasa) produk olahan sedangkan
gluten berpengaruh pada sifat elastisitas dan pengembangan suatu produk cake.
Pengaruh bahan baku dievaluasi dengan melakukan modifikasi formulasi
agar dapat diketahui karakterisasi produk brownies yang paling baik, selain
tepung pada penelitian ini juga dipilih gula palm sebagai pengganti gula pasir.
Pemilihan gula palm didasari pada penelitian The Philippine Food and Nutrition
Research Institute (2014) mengenai indeks glikemik gula palm sebesar 35
sedangkan gula pasir sebesar 64. Penggunaan gula palm diharapkan dapat
membantu menghasilkan indeks glikemik rendah pada brownies yang dihasilkan.
Peran gula palm tidak hanya sebagai pemanis tetapi pewarna dalam produk
brownies seperti cokelat bubuk karena memiliki warna cokelat yang khas.
Pemilihan variasi konsentrasi sekam psyllium (psyl) dalam penelitian ini
didasari pada penelitian Mironeasa et al (2013), penambahan 2% psyl tidak
signifikan mempengaruhi nilai tekstur dan volume cake sedangkan dengan 4%
psyl akan menurunkan volume cake dan meningkatkan nilai tekstur, sehingga
cenderung akan menghasilkan kualitas produk yang rendah. Rendahnya kualitas
fisik produk disebabkan karena sifat serat yang dapat mengikat air dan kapasitas
42
pengikat airnya besar, sehingga perlu diketahui batas penambahan serat pada
produk pangan. Penggunaan margarin dan butter sebagai variasi lemak dalam
formulasi brownies dilakukan untuk mendapatkan tekstur brownies yang baik dan
diterima konsumen. Hasil adonan dan produk olahan brownies sorgum berbagai
formulasi disajikan masing-masing pada Gambar 11 dan 12.
Gambar 11. Penampakan adonan brownies sorgum berbagai formulasi
Gambar 12. Brownies sorgum berbagai formulasi
Penambahan psyl pada adonan menghasilkan adonan yang lebih kental dan
sulit untuk dituangkan ke dalam loyang. Menurut penelitian Mironeasa et al
(2013), bahwa sifat serat dari sekam psyllium mampu mengikat dan menahan air
serta membentuk gel lembut dalam adonan, sehingga viskositas adonan yang
dihasilkan cenderung meningkat dan mengental. Brownies sorgum dengan
Kontrol Komersial
43
penambahan 2,5% psyl cenderung lebih mengembang, hal ini disebabkan karena
adanya zat hidrokoloid (berupa psyl) yang mampu berinteraksi dengan pati
membentuk suatu lapisan film tipis (lapisan penahan gas). Lapisan film tipis yang
terbentuk dapat menggantikan fungsi gluten dalam pemerangkapan gas CO2
selama pengadukan adonan, sehingga pada saat proses pemanggangan brownies
mengalami pengembangan adonan (Miftah, 2015). Rangkuman karakteristik
brownies sorgum berbagai formulasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.2 Tingkat Kekerasan
Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan
penerimaan keseluruhan dari produk bakery. Kriteria tekstur dapat dinilai dari
kekerasannya. Kekerasan adalah daya tahan akibat daya tekan yang diberikan,
semakin besar gaya yang dibutuhkan maka menandakan kekerasan tinggi. Hasil
tingkat kekerasan brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh berkisar 358-535
gram force (gf) sedangkan brownies sorgum kontrol komersial diperoleh sebesar
239 gf (Gambar 13).
Gambar 13. Tingkat kekerasan brownies sorgum berbagai formulasi
F1
F5
K
F2 F6 F3
F7
F4 F8
0
100
200
300
400
500
600
Kontrol komersial Margarin Butter
Kek
erasa
n (
gf)
Brownies sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
44
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa adanya penambahan psyl
dan variasi lemak (margarin dan butter) pada brownies sorgum tidak berpengaruh
nyata (>0,05) terhadap hasil kekerasan. Tingkat kekerasan brownies sorgum
cenderung menurun seiring adanya penambahan konsentrasi psyl, hal ini
disebabkan karena psyl memiliki kemampuan untuk mengikat air dan membentuk
gel halus sehingga keberadaan air pada brownies sorgum semakin banyak dan
kekerasan cenderung berkurang (rendah). Menurut penelitian Riyanto (2014),
semakin banyak kandungan air dalam suatu bahan pangan akan menghasilkan
tekstur yang lunak sehingga nilai kekerasan yang dihasilkan akan semakin rendah.
Brownies kontrol memiliki nilai kekerasan lebih rendah karena secara fisik
penampakan bagian dalam brownies lebih basah, lembek dan rapuh.
Nilai kekerasan brownies sorgum penggunaan lemak butter lebih rendah
(Lampiran 16), hal ini karena butter memiliki titik leleh lebih rendah sebesar 33-
35˚C dari pada margarin sebesar 37-42˚C (Asriani, 2012) sehingga akan
menghasilkan produk brownies yang tetap lebih lembut pada suhu ruang.
Keberadaan asam lemak trans pada lemak margarin akibat dari proses hidrogenasi
menyebabkan titik lelehnya lebih tinggi serta lebih padat teksturnya dibandingkan
dengan butter (Lean, 2013).
4.3 Hasil Proksimat
Proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi, acuan untuk
menghitung nilai energi, dan menghitung jumlah porsi dalam pengujian indeks
glikemik (IG) yang terkandung pada brownies sorgum berbagai formulasi.
Brownies sorgum komersial (kontrol) digunakan sebagai pembanding kandungan
45
nutrisi brownies sorgum yang telah dibuat dalam penelitian ini. Hasil analisis
proksimat brownies sorgum berbagai formulasi dapat dilihat Tabel 11.
Tabel 11. Hasil proksimat brownies sorgum berbagai formulasi
Perlakuan
Formulasi ID
Parameter proksimat (%bb)
Air Abu Protein Lemak *Karbohidrat Jenis
lemak
Psyl
(%)
M
0 F1 18,08±0,12 1,09±0,04 5,50±0,08 29,27±0,49 46,06±0,55
0,5 F2 14,02±0,10 1,09±0,02 5,52±0,12 29,19±0,10 50,17±0,15
1,5 F3 14,67±0,09 1,09±0,06 5,56±0,10 29,17±0,14 49,51±0,14
2,5 F4 16,70±0,07 1,06±0,09 5,56±0,17 29,12±0,07 47,56±0,29
B
0 F5 15,11±0,04 0,98±0,02 5,70±0,06 29,61±0,27 48,60±0,30
0,5 F6 13,26±0,14 1,00±0,01 5,63±0,14 29,47±0,21 50,64±0,21
1,5 F7 14,27±0,06 1,01±0,05 5,43±0,06 29,25±0,24 50,05±0,24
2,5 F8 17,61±0,22 1,01±0,05 5,28±0,06 29,04±0,70 47,06±0,85
K 45,55±0,02 1,25±0,03 5,94±0,06 15,57±0,01 31,69±0,12
SNI 01.3840-1995 Maks. 40 Maks. 1 Maks. 9 Maks. 25 Min. 40
Keterangan:
K : Kontrol brownies komersial
Psyl : Sekam psyllium
Jenis lemak : Margarin (M) dan Butter (B)
ID : Kode formulasi brownies
* : Karbohidrat by difference
4.3.1 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk brownies karena
dapat mempengaruhi kualitasnya selama penyimpanan serta kesan moist yang
dikehendaki konsumen. Kadar air rendah biasanya memiliki daya simpan lebih
lama karena air yang dibutuhkan untuk aktivitas mikroba tidak cukup, begitupun
sebaliknya. Proses pemanggangan pada pembuatan brownies sorgum bertujuan
untuk mematangkan produk, mengurangi kadar air, dan memiliki waktu simpan
yang lebih lama (Winarno, 2002). Kadar air brownies sorgum berbagai formulasi
diperoleh kisaran sebesar 13,26-18,08% b/b (Tabel 11 dan Gambar 14).
46
Gambar 14. Kadar air brownies sorgum berbagai formulasi
Analisis statistik menunjukkan bahwa adanya perbedaan formulasi pada
brownies sorgum berpengaruh nyata (<0,05) terhadap kadar air (Lampiran 17).
Keseragaman statistik menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi psyl 0,5-
2,5% mampu meningkatkan kadar air brownies sorgum, formulasi dengan
penambahan 2,5% psyl memiliki kadar air tertinggi. Menurut penelitian
Beikzadeh et al (2016) bahwa penyerapan air meningkat seiring meningkatnya
penambahan psyl dengan kisaran konsentrasi 0-7,5%. Psyl memiliki sifat
hidrokoloid musilase yang mampu menyerap, mengikat dan membentuk gel
ketika bergabung dengan air. Kemampuan tersebut disebabkan karena di dalam
substansi utama psyl yaitu arabinoxylan terdapat banyak gugus hidroksil bersifat
polar serta struktur matriks yang berlipat-lipat, sehingga akan terjadi interaksi
antara kelompok hidroksil dari makromolekul polisakarida pada psyl dan air
melalui ikatan hidrogen, dapat dilihat Gambar 15 (Raymundo et al, 2014).
Psyl memiliki kapasitas menahan dan mengikat air (Water holding capacity)
yang cukup tinggi sebesar 17,7g/g (Raymundo et al, 2014). Apabila psyl yang
ditambahkan semakin banyak maka semakin banyak air yang terserap, sehingga
semakin tinggi pula kadar air yang terukur. Peristiwa tersebut akan berdampak
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6 F3 F7 F4 F8
Ka
da
r A
ir (
%b
b)
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
47
pada produk akhir brownies dimana akan meningkatkan kesan moist pada saat
brownies dikonsumsi.
Gambar 15. Struktur Arabinoxylan (Yeyen, 2012)
Bahan baku psyl memiliki kadar air sebesar 12,55% (Raymundo et al, 2014)
akan berkontribusi pada peningkatan kadar air suatu produk yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitian Raymundo et al (2014) menyatakan meskipun adanya
peningkatan kadar air seiring dengan penambahan psyl 15% tetapi tidak diikuti
dengan peningkatan aktivitas air. Aktivitas air menggambarkan jumlah air bebas
yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi (Winarno, 2002), hal ini
kemungkinan karena serangan mikroba akan cepat pada air bebas yang melimpah
(tanpa psyl) dibandingkan pada air yang terikat (psyl). Jumlah air bebas dalam
bahan pangan merupakan air yang digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan
yang dinyatakan dalam besaran aktivitas air.
Kadar air brownies dengan margarin cenderung lebih tinggi dibandingkan
penggunaan butter, hal ini karena kandungan air di dalam margarin lebih banyak
sebesar 18% dibandingkan kandungan air di dalam butter sebesar 16% (Depkes,
1992). Brownies kontrol memiliki kadar air yang sangat tinggi sebesar 45,55%,
48
terlihat pada penampakan bagian dalam yang lebih basah dan ketika dikonsumsi
rasanya lebih legit, lebih lembek dan sangat rapuh (tidak kompak).
Berdasarkan SNI 01.3840-1995, kadar air yang diperbolehkan untuk produk
semi basah maksimal 40% b/b. Brownies sorgum berbagai formulasi telah
memenuhi syarat dengan kisaran kadar air dibawah standar sedangkan kontrol
brownies tidak memenuhi standar acuan dengan kadar air yang melebihi standar.
Suatu bahan pangan yang tinggi kadar airnya akan semakin cepat busuk dan
mengalami perubahan flavor lebih cepat daripada bahan pangan dengan kadar air
rendah. Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh kadar air tinggi pada bahan
pangan adalah pertumbuhan mikroba dan hidrolisis lemak (Winarno, 2002).
4.3.2 Kadar Abu
Sebagian besar makanan sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat
anorganik yang terdapat abu pada proses pembakaran. Suatu bahan organik
terbakar namun zat anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Lutfika, 2006).
Kadar abu brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh kisaran sebesar 0,98-
1,09% (b/b), dapat dilihat Tabel 11 dan Gambar 16. Penambahan konsentrasi psyl
tidak berpengaruh nyata (>0,05) sedangkan adanya penggunaan variasi lemak
margarin dan butter pada formulasi berpengaruh nyata (<0,05) terhadap kadar abu
(Lampiran 17).
Penambahan psyl hingga 2,5% pada brownies sorgum tidak berpengaruh
terhadap kadar abunya. Sesuai dengan penelitian Raymundo et al (2014), adanya
penambahan psyl pada konsentrasi rendah 3% tidak memberikan pengaruh secara
signifikan pada kadar abu biskuit, namun peningkatan kadar abu terjadi ketika
49
ditambahkan psyl 6-15%. Brownies sorgum tanpa penambahan psyl (0%)
cenderung memiliki kadar abu lebih rendah, hal ini karena kontribusi mineral
hanya diperoleh dari bahan penyusunnya saja tanpa ada kontribusi tambahan dari
psyl sebesar 2,25%. Kadar abu tepung sorgum sebagai bahan penyusun brownies
sorgum sebesar 0,38% (Andiga, 2015).
Gambar 16. Kadar abu brownies sorgum berbagai formulasi
Penggunaan variasi lemak (margarin dan butter) pada formulasi brownies
sorgum berpengaruh terhadap kadar abu. Kadar abu pada brownies dengan lemak
margarin sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan butter, hal ini
karena mineral yang terkandung dalam margarin jumlahnya relatif lebih banyak
sebesar 36 mg (0,036%) terdiri dari kalsium dan fosfor dibandingkan butter
sebesar 32 mg (0,032%) terdiri dari kalsium, fosfor, besi (Astawan, 2004).
Kadar abu brownies kontrol diperoleh lebih tinggi sebesar 1,25% (b/b), hal
ini kemungkinan disebabkan oleh adanya bahan penyusun tambahan yang kaya
akan mineral sehingga sumbangan mineralnya lebih banyak atau kadar abunya
lebih tinggi. Berdasarkan SNI 01.3840-1995 mengenai standar acuan produk semi
basah, kadar abu yang diperbolehkan maksimal 1% (b/b). Hasil penelitian ini
yang memenuhi persyaratan standar hanya formulasi 5 dan formulasi 6 selebihnya
0.00
0.50
1.00
1.50
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6
F3 F7 F4 F8
Kad
ar
Ab
u (
%b
b)
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
50
memiliki nilai lebih dari standar begitupun pada brownies kontrol. Kandungan
abu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan daya tahan adonan
terhadap pengembangan karena mineral umumnya bersifat melemahkan jaringan
gluten yang terbentuk pada adonan (Intan et al, 2014).
4.3.3 Kadar Protein
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia karena
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga sebagai bahan pembangun dan
pengatur. Umumnya, kadar protein dalam bahan pangan menentukan mutu bahan
pangan tersebut. Kadar protein berperan dalam pembentukan adonan yang baik
dan pembentukan crust pada proses pembakaran adonan (Lutfika, 2006).
Kadar protein brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh kisaran
sebesar 5,28-5,70% (b/b), dapat dilihat Tabel 11 dan Gambar 17. Penambahan
konsentrasi psyl berpengaruh nyata (<0,05) terhadap kadar protein sedangkan
penggunaan variasi lemak (margarin dan butter) pada formulasi tidak berpengaruh
nyata (>0,05) terhadap kadar protein (Lampiran 17).
Gambar 17. Kadar protein brownies sorgum berbagai formulasi
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5 K F2 F6 F3 F7 F4
F8
Kad
ar
Pro
tein
(%
bb
)
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
51
Penambahan konsentrasi psyl hingga 2,5% cenderung menurunkan kadar
protein brownies sorgum, hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh kestabilan
air, yang mana semakin tinggi kadar air maka akan menyebabkan menurunnya
kadar protein (Novia et al, 2011). Selain psyl, protein juga memiliki kemampuan
mengikat air karena adanya gugus karboksil dan amina melalui ikatan hidrogen.
Berkurangnya kandungan air maka jarak antar ikatan protein semakin pendek
yang memungkinkan naiknya formasi ikatan sehingga memperketat jaringan
protein. Jarak antar protein yang semakin pendek dan ketat akan lebih kuat
ikatannya sehingga saat denaturasi pada proses pemanggangan suhu 170˚C tingkat
kerusakan struktur protein lebih sedikit sehingga ketersediaan protein yang
terukur dengan metode kjeldahl lebih banyak (Praseptiangga et al, 2016).
Daya ikat air akan mengalami perubahan besar dengan pemanasan pada
suhu 60˚C, hal ini disebabkan karena protein pada bahan pangan mengalami
denaturasi sempurna yang mengakibatkan perubahan dan perusakan struktur
protein sehingga karakteristik struktural dan jumlah protein dalam bahan pangan
menurun atau hilang. Daya ikat air yang teradsorpsi pada permukaan protein
bersifat lemah (Hintono et al, 2012).
Kadar protein brownies sorgum dengan lemak margarin lebih tinggi
dibandingkan dengan lemak butter meskipun tidak signifikan, hal ini karena kadar
protein margarin lebih tinggi sebesar 0,6% dibandingkan butter sebesar 0,5%
(Depkes, 1992). Kadar protein brownies kontrol diperoleh sebesar 5,94% (b/b).
Berdasarkan SNI 01.3840-1995 mengenai standar acuan produk semi basah, kadar
protein yang diperbolehkan maksimal 9% (b/b). Brownies sorgum yang dibuat
telah memenuhi persyaratan begitupun pada kontrol brownies. Kandungan protein
52
dalam brownies sorgum berbagai formulasi yang dibuat kemungkinan banyak
kontribusi dari telur utuh dan tepung sorgum sebesar 7,82% (Andiga, 2015).
Pemanasan yang berlebihan akan merusak struktur protein. Protein dalam
bahan pangan akan mengalami perubahan dan membentuk persenyawaan lain
misalnya asam amino bebas akan bereaksi dengan gula pereduksi yang
membentuk warna, rasa dan aroma saat pemanggangan (Rifai, 2015). Kestabilan
oven pada saat pemanggangan juga akan mempengaruhi hasil protein akhir suatu
produk, sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab kadar protein yang
dihasilkan berbeda-beda.
4.3.4 Kadar Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber cita rasa dan memberikan tekstur yang
lembut pada produk. Lemak merupakan sumber energi yang dapat memberikan
nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram
(Lutfika, 2006). Kadar lemak brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh
kisaran sebesar 29,04-29,61% b/b (Tabel 11 dan Gambar 18). Berdasarkan
analisis statistik menunjukkan bahwa adanya perbedaan formulasi pada brownies
sorgum tidak berpengaruh nyata (>0,05) terhadap kadar lemak (Lampiran 17).
Penambahan konsentrasi psyl pada brownies sorgum cenderung terjadi
penurunan kadar lemak namun tidak signifikan. Sesuai dengan penelitian
Raymundo et al (2014) bahwa penambahan psyl pada biskuit hingga 15% tidak
ada perbedaan yang signifikan. Brownies dengan lemak margarin cenderung
memiliki kadar lemak lebih rendah dibandingkan penggunaan lemak butter, hal
ini karena kandungan lemak di dalam margarin lebih sedikit sebesar 81%
dibandingkan butter sebesar 81,6% (Depkes, 1992).
53
Gambar 18. Kadar lemak brownies sorgum berbagai formulasi
Kadar lemak brownies kontrol diperoleh sebesar 15,57% (b/b). Berdasarkan
SNI 01.3840-1995 mengenai standar acuan produk semi basah, kadar lemak yang
diperbolehkan maksimal 25% (b/b). Keseluruhan formulasi brownies sorgum
yang dibuat tidak memenuhi persyaratan SNI 01.3840-1995, lain halnya dengan
brownies kontrol. Beberapa bahan baku brownies yang menyumbangkan kadar
lemak diantaranya cokelat batang, kuning telur, margarin dan butter yang kaya
akan lemak, tepung sorgum sebesar 4,55% serta psyllium sebesar 0,95%.
4.3.5 Kadar Karbohidrat by difference
Kandungan karbohidrat by difference sangat dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi lainnya. Kadar karbohidrat brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh
kisaran sebesar 46,06-50,64% (b/b), dapat dilihat Tabel 11 dan Gambar 19.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan formulasi
brownies sorgum berpengaruh nyata (<0,05) terhadap kadar karbohidrat
(Lampiran 17). Tinggi dan rendahnya kadar karbohidrat by difference brownies
sorgum dipengaruhi oleh kadar proksimat lainnya seperti kadar air, abu, protein
dan lemak yang dihasilkan oleh setiap formulasi.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6 F3 F7 F4 F8 K
ad
ar
Lem
ak
(%
bb
)
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
54
Gambar 19. Kadar karbohidrat by difference brownies sorgum
Kontribusi karbohidrat dari psyl sebesar 82,87% (Raymundo et al, 2014)
tetapi hal tersebut tidak menunjukkan adanya peningkatan kadar karbohidrat pada
brownies sorgum seiring penambahan konsentrasi psyl. Kadar karbohidrat
brownies sorgum yang dihasilkan pada penelitian ini justru cenderung menurun
seiring penambahan konsentrasi psyl, hal ini terlebih dipengaruhi oleh kadar air.
Sesuai dengan pernyataan Intan et al (2014) bahwa pengurangan kandungan air
dapat berpengaruh terhadap hasil pengukuran nilai karbohidrat by difference.
Kadar karbohidrat formulasi brownies dengan lemak margarin cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan lemak butter, hal ini karena kandungan karbohidrat
di dalam margarin lebih sedikit sebesar 0,4% dibandingkan butter sebesar 1,4%
(Depkes, 1992).
Kadar karbohidrat brownies kontrol sebesar 31,69% (b/b). Berdasarkan SNI
01.3840-1995 mengenai standar acuan produk semi basah, kadar karbohidrat yang
diperbolehkan minimal 40% (b/b). Brownies sorgum yang dibuat telah memenuhi
persyaratan, kecuali brownies kontrol. Menurut Lutfika (2006), kadar karbohidrat
juga dipengaruhi oleh bahan penyusun brownies terutama dari gula dan cokelat
batang, dimana komposisi utama dari cokelat batang ialah gula. Gula dan cokelat
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6 F3 F7 F4 F8 %
Ka
da
r K
arb
oh
idra
t
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
55
yang ditambahkan dalam penelitian ini tidak berpengaruh pada tinggi rendahnya
karbohidrat antar formulasi karena jumlah yang ditambahkan tetap. Ketersediaan
kadar karbohidrat dalam tepung sorgum sebagai bahan baku utamanya lebih besar
sebesar 81,86% (Andiga, 2015) dibandingkan bahan penyusun lainnya pada
produk brownies.
4.4 Kadar Pati
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati adalah
bentuk polisakarida yang tersimpan pada jaringan tanaman, berupa granula dalam
kloroplas daun dan dalam amiloplas pada biji dan umbi (Sajilata et al, 2006).
Kadar pati brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh kisaran sebesar 33,27-
36,37% (b/b) sedangkan brownies kontrol diperoleh sebesar 22,12% (Gambar 20).
Gambar 20. Kadar pati brownies sorgum berbagai formulasi
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa adanya penambahan
konsentrasi psyl tidak berpengaruh nyata (>0,05) terhadap kadar pati sedangkan
adanya variasi lemak (margarin dan butter) pada formulasi berpengaruh nyata
(<0,05) terhadap kadar pati (Lampiran 18). Kadar pati brownies sorgum berbagai
formulasi cenderung menghasilkan nilai yang saling berdekatan dan penambahan
0.00
15.00
30.00
45.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6 F3 F7 F4
F8
% K
ad
ar
Tota
l P
ati
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
56
psyl pun tidak memberikan pengaruh, hal ini kemungkinan pengaruh dari tepung
sorgum yang digunakan dalam jumlah sama atau tetap setiap formulasi brownies
sorgum. Tepung sorgum memegang peran substitusi kandungan pati terbanyak
sebesar 77,86% (Andiga, 2015) dibandingkan bahan penyusun lainnya pada
brownies sorgum. Tinggi dan rendahnya kadar pati brownies kemungkinan karena
ketidakstabilan suhu pemanasan saat hidrolisis pati, lama dan suhu penyimpanan
serta saat proses pemanggangan brownies.
Suhu tinggi dan lamanya waktu proses pemanggangan (170˚C, 45 menit)
kemungkinan akan menghilangkan sebagian pati amilosa sehingga terjadi
penurunan kadar pati akibat terjadinya gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi pati
terjadi ketika pati menyerap air sehingga mengalami pembengkakan granula pati.
Proses pemanasan akan menyebabkan granula pati semakin membengkak karena
penyerapan air semakin banyak dan terperangkap pada molekul penyusun (fraksi)
pati. Fraksi pati jenis amilopektin terlepas saat ikatan hidrogen terputus sedangkan
fraksi amilosa yang bersifat larut air terlepas ke fase air menyelimuti granula dan
ikut terlarut bersama uap saat proses pemanasan (Hapsari dan Rukmi, 2015),
dapat dilihat Gambar 21. Pati dapat terlarut sempurna pada pemanasan dengan
tekanan pada suhu 120˚-150˚C, (Pomeranz, 1991).
Gambar 21. Mekanisme gelatinisasi pati
Penurunan kadar pati juga disebabkan oleh penyimpanan brownies pada
suhu rendah yang kemungkinan terjadi retrogradasi pada pati. Retrogradasi pati
57
adalah pembentukan ikatan-ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus hidroksil
pada molekul-molekul amilosa dan amilopektin sehingga membentuk tekstur yang
rigid (keras). Ikatan hidrogen ini akan semakin menguat bila suhu diturunkan,
sehingga struktur pati akan semakin padat. Retrogradasi pati akan menyebabkan
sineresis, perubahan tekstur, dan penurunan pati (Kusnandar, 2010).
Kadar pati brownies sorgum dengan lemak butter lebih rendah. Lemak yang
tersisa pada sampel brownies akan menghambat pelepasan amilosa dari granula
pati saat hidrolisis akibat adanya pembentukan kompleks amilosa-lemak (Suarni,
2013). Lemak yang masih tersisa pada brownies tersebut disebabkan karena saat
pemanggangan sebagian amilosa yang keluar dari granula pati akan membentuk
matriks gel (akibat proses gelatinisasi selama pemanggangan). Matriks gel
(amilosa-lemak) yang terbentuk ini akan mempersulit atau tidak sempurna dalam
pelarutan dan pembebasan lemak pada brownies oleh heksana (Riyanto et al,
2014).
4.5 Kadar Amilosa
Pati merupakan homopolimer glukosa dalam ikatan α-glikosidik. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur
lurus dengan ikatan α (1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang
yang mengandung 94-96% ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan 4-6% ikatan α(1,6)-D-
glukosa (Winarno, 1992).
Kadar amilosa brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh kisaran
sebesar 15,18-16,82% (b/b) sedangkan brownies kontrol diperoleh sebesar 8,51%
58
(Gambar 22). Berdasarkan klasifikasi IRRI (International Rice Research Institute)
kadar amilosa brownies sorgum tergolong rendah (<20%).
Gambar 22. Kadar amilosa brownies sorgum berbagai formulasi
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan formulasi brownies
sorgum berpengaruh nyata (<0,05) terhadap kadar amilosa (Lampiran 19).
Penambahan psyl hingga 2,5% cenderung berbeda nyata dengan formulasi tanpa
psyl 0%, hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya proses gelatinisasi saat
pemanggangan. Kadar amilosa brownies dengan butter lebih rendah dibandingkan
margarin, hal ini sama seperti pembahasan sebelumnya bahwa kemungkinan
masih tersisa lemak dalam sampel brownies.
Lemak yang tersisa pada sampel brownies akan berinteraksi dengan amilosa
membentuk kompleks amilosa-lemak. Kompleks lemak-amilosa mengakibatkan
terhambatnya reaksi amilosa dengan iod sehingga menurunkan intensitas warna
biru yang terbentuk dan akhirnya akan menurunkan kadar amilosa brownies
(Gaonkar, 1995). Intensitas biru pada prinsip iodine binding terjadi karena
molekul amilosa berikatan dengan molekul iodin (Gambar 23).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6 F3 F7 F4 F8
% K
ad
ar
Am
ilo
sa
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
59
Gambar 23. Struktur heliks dari pati (a), Ikatan α- 1,4-glikosida (b),
dan Kompleks Pati-Iodin (c)
Faktor lainnya, sebagian pati pada brownies sorgum mungkin telah
mengalami retrogadasi pati. Menurut Taggart (2004), amilosa memiliki
kemampuan membentuk kristal selama retrogadasi pati, begitupun pada
amilopektin namun tidak sereaktif amilosa. Pembentukan daerah kristalin tersebut
tidak dapat bereaksi dengan iod, sehingga akan menurunkan kadar amilosa suatu
produk. Peran amilopektin dalam sifat fungsional pati sulit untuk ditentukan
karena amilopektin memiliki kecenderungan untuk membentuk kumpulan tidak
larut air (Zhong et al, 2006).
4.6 Kadar Serat Pangan
Serat merupakan senyawa inert secara gizi karena tidak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan serta hasil-hasil fermentasinya (oleh mikroba usus) tidak dapat
digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 2001). Kadar serat pangan brownies sorgum
berbagai formulasi diperoleh kisaran sebesar 3,01-5,24% (b/b) sedangkan
brownies kontrol diperoleh sebesar 4,45% (Gambar 24).
Sumber : The Central Science, 2000
60
Gambar 24. Kadar serat pangan brownies sorgum berbagai formulasi
Penambahan konsentrasi psyl berpengaruh nyata (<0,05) terhadap kadar
serat pangan brownies sorgum sedangkan penggunaan variasi lemak margarin dan
butter tidak berpengaruh nyata (>0,05) terhadap kadar serat pangan brownies
sorgum (Lampiran 20). Penambahan konsentrasi psyl 0,5-2,5% meningkatkan
kadar serat pangan brownies sorgum, hal ini disebabkan karena didalam sekam
psyl mengandung sumber serat (musilase) sebesar 71,42% yang terdiri dari
67,20% serat larut dan 4,21% serat tidak larut (Raymundo et al, 2014). Sesuai
dengan penelitian Beikzadeh et al (2016), semakin banyak sekam psyl yang
ditambahkan pada sponge cake maka kadar seratnya akan meningkat.
Serat larut didalam sekam psyllium mengandung polimer arabinosa,
galaktosa, asam galakturonat dan rhamnosa (Nelson, 2001). Formulasi dengan
penambahan psyl 0-0,5% terlihat tidak berbeda nyata, hal ini mungkin karena
rentang konsentrasinya terlalu dekat sehingga tidak memberikan peningkatan hasil
secara signifikan. Selain kontribusi dari psyl, kadar serat brownies sorgum yang
dihasilkan juga sebagian besar dari bahan bakunya yaitu tepung sorgum sebesar
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2 F6
F3 F7 F4
F8 %
Ka
da
r se
rat
pa
ng
an
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5% psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
61
2,74% (Andiga, 2015). Kandungan serat pada tepung sorgum diantaranya seluosa,
β-glukan, hemiselulosa (Suarni, 2012).
4.7 Kadar Pati Resisten
Pati resisten (Resistant Starch) memiliki sifat fungsional sebagaimana serat
pangan. Pati resisten memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran partikel
serat pangan, sehingga tidak mempengaruhi tekstur produk karena adanya sifat
pengikatan air (Sajilata, 2006). Kadar pati resisten brownies sorgum berbagai
formulasi diperoleh kisaran sebesar 1,39-10,07% (b/b) sedangkan brownies
kontrol diperoleh sebesar 1,04%, dapat dilihat Gambar 25.
Gambar 25. Kadar pati resisten brownies sorgum berbagai formulasi
Kadar pati resisten brownies sorgum formulasi 1 hingga formulasi 4 dengan
penambahan psyl 0,5%-2,5% cenderung meningkat, hal ini disebabkan karena
semakin tingginya konsentrasi psyl yang ditambahkan sehingga pati resisten
cenderung semakin tinggi. Menurut Yue (1998) dalam Titi (2012) bahwa pati
resisten merupakan komponen yang dihitung sebagai total serat dan memiliki
hubungan yang lurus dengan kadar serat karena keduanya tahan terhadap enzim
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Kontrol komersial Margarin Butter
F1
F5
K F2
F6
F3
F7
F4 F8
% K
ad
ar
Pati
Res
iste
n
Brownies Sorgum
0% psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
62
pencernaan. Kadar pati resisten pada F5-F6 justru terjadi penurunan, hal ini
disebabkan karena kadar amilosa F5 lebih tinggi dibandingkan F6, mengingat
bahwa pati resisten III pada produk olahan terbentuk akibat amilosa yang
teretrogradasi atau terkristalisasi.
Kadar pati resisten brownies dengan lemak butter cenderung lebih tinggi
dibandingkan margarin, hal ini karena adanya pembentukan pati resisten tipe V
(RS5). Pati berinteraksi dengan lemak sehingga amilosa membentuk kompleks
heliks tunggal dengan lemak. Pembentukan kompleks amilosa-lemak akan sulit
dihidrolisis oleh enzim amilase, semakin banyak ketersedian lemak pada brownies
penggunaan butter maka akan semakin banyak pula pembentukan kompleksnya
sehingga kadar pati resisten yang terukur semakin tinggi (Bimo et al, 2015).
Pati resisten didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati
yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat karena masih
diperoleh setelah melewati degradasi enzim secara sempurna (Shin et al, 2004).
Pati resisten awalnya dikemukakan oleh Englyst et al (1982) di dalam Sajilata et
al (2006) untuk menjelaskan sejumlah kecil fraksi yang bersifat resisten terhadap
perlakuan hidrolisis oleh enzim α-amylase lengkap. Pati resisten pada bahan
pangan olahan brownies sorgum adalah jenis pati resisten tipe 3 (RS III).
Pokok utama keberadaan RS III diakibatkan adanya retrogradasi pati,
dimana terjadi kristalisasi (kembali) pati setelah gelatinisasi dan dipercepat
melalui pendinginan setelah pemanggangan. Pembentukan jaring mikrokristal
terjadi pada amilosa yang berikatan kembali pada cabang amilopektin dipinggir
luar granula. Amilopektin memiliki percabangan yang besar maka sifat
retrogradasinya lambat dibandingkan amilosa, hal ini amilosa tersusun kompak
63
pada daerah kristalin (Laga, 2006). Proses retrogradasi terjadi setelah proses
pemanggangan (Gambar 26). Menurut Mutungi et al (2009), proses pembentukan
RS III diakibatkan adanya fraksi amilosa yang berikatan dengan fraksi amilosa
lainnya melalui ikatan hidrogen membentuk struktur double helix. Struktur double
helix berikatan dengan struktur double helix lainnya membentuk kristalit sehingga
terjadi rekristalisasi fraksi amilosa atau pati resisten (RS III).
Gambar 26. Proses retrogradasi pati setelah proses pemanasan (Bornet, 1993)
4.8 Indeks Glikemik
Pengukuran indeks glikemik (IG) brownies sorgum berbagai formulasi
dilakukan secara in vitro dengan menggunakan alat Glycemic Index Analyzer
(GIA). GIA merupakan alat estimasi atau prediksi IG pangan yang sistemnya
meniru seperti kondisi pencernaan didalam tubuh manusia. Efek glikemik suatu
bahan pangan adalah ukuran yang diindeks glikemikan untuk menggambarkan
seberapa cepat fluktuasi gula darah setelah mengkonsumsi bahan pangan tertentu.
Berdasarkan respon glikemik, pangan dikelompokan menjadi 3, yaitu pangan IG
tinggi sebesar 70-100, menengah sebesar 55-69, dan rendah sebesar <55 (Pruett,
2012).
64
Indeks glikemik brownies sorgum berbagai formulasi diperoleh kisaran
sebesar 27,48–42,94 sedangkan brownies kontrol diperoleh sebesar 41,07
(Gambar 27). Hasil IG brownies sorgum berbagai formulasi tergolong rendah
(<55). Indeks glikemik brownies sorgum formulasi 1 hingga formulasi 4 dengan
penambahan psyl 0,5-2,5% cenderung menurun. Makanan yang mengandung
serat tinggi dapat memperlambat laju pencernaan makanan dan menghambat
aktivitas enzim pada saluran pencernaan, sehingga proses pencernaan khususnya
pati menjadi lambat dan respon glukosa darah pun akan lebih rendah (Arif et al,
2013), dengan demikian indeks glikemiknya cenderung lebih rendah.
Gambar 27. Indeks glikemik berbagai formulasi brownies sorgum
Selain serat, kemungkinan dipengaruhi oleh kadar pati resisten yang
semakin meningkat seiring adanya penambahan konsentrasi psyl pada brownies.
Pati resisten memiliki karakteristik fungsional sepeti halnya serat sehingga tinggi
keberadaannya akan memperlambat laju makanan dan memperlambat respon
glukosa darah. Kedua komponen tersebut tahan terhadap enzim pencernaan,
namun dapat difermentasikan oleh bakteri prebiotik dalam usus besar untuk
menekan pertumbuhan bakteri patogen (Bimo et al, 2015).
0
10
20
30
40
50
Kontrol komersial Margarin Butter
F1 F5
K
F2
F6
F3
F7
F4
F8
Ind
eks
Gli
kem
ik
Brownies Sorgum
0 % psyl
0,5 % psyl
1,5 % psyl
2,5 % psyl
65
Indeks glikemik pada formulasi brownies dengan lemak butter terutama
pada F5 cenderung rendah dan tidak ada penurunan secara signifikan seiring
adanya penambahan konsentrasi psyl, hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
selain serat yaitu kadar lemak, protein, pati resisten dan kadar amilosa yang cukup
tinggi. Kandungan amilosa yang cukup tinggi pada formulasi F5 akan
menyebabkan pencernaan menjadi lebih lambat karena amilosa memiliki ikatan
hidrogen yang lebih kuat dan lebih ekstensif sehingga lebih sukar dihidrolisis oleh
enzim pencernaan, diduga pada saat proses pengolahan brownies sorgum terjadi
pembentukan kompleks antara amilosa dengan lemak sehingga menurunkan
kerentanan terhadap hidrolisis enzimatik (Yusof, 2005).
Kadar lemak tinggi juga cenderung akan memperlambat laju pengosongan
lambung, sehingga laju pencernaan makanan pada usus halus menjadi lambat
namun harus dikonsumsi secara bijaksana tidak melebihi 30% dari total energi.
Sementara itu, kadar protein yang tinggi juga diduga merangsang sekresi insulin
sehingga glukosa dalam darah tidak berlebih dan terkendalikan (Jenkins et al,
1981; Arif et al, 2013).
Berdasarkan perbedaan lemak (margarin dan butter), penggunaan lemak
butter cenderung memiliki rerata indeks glikemik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan margarin, hal ini kemungkinan pengaruh kadar karbohidrat
yang lebih tinggi. Ketersediaan glukosanya banyak sehingga glukosa yang terukur
juga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok formulasi margarin. Pengaruh
faktor-faktor indeks glikemik tidak berdiri sendiri, tetapi saling berinteraksi
sehingga sulit untuk menentukan faktor yang paling dominan mempengaruhi nilai
IG akhir (Arif et al, 2013).
66
Hampir keseluruhan indeks glikemik brownies sorgum berbagai formulasi
bernilai rendah (IG rendah). Komponen fungsional dari tepung sorgum sebagai
bahan baku utama brownies yang dapat mempengaruhi nilai IG diantaranya pati,
serat, oligosakarida dan β-glukan termasuk nonstarch polysakarida atau NSP
(Suarni, 2012). Keberadaan jenis karbohidrat kompleks salah satunya pati sangat
terkait dengan indeks glikemik karena dalam perombakan menjadi glukosanya
lebih lambat dan membutuhkan pemecahan secara bertahap dibandingkan dengan
gula sederhana yang langsung terserap sebagai gula darah (Gambar 28),
begitupula dengan serat pangan yang terkandung didalamnya dapat membantu
memperlambat proses pencernaan khususnya pati sehingga respon glukosa darah
akan lebih rendah (Arif et al, 2013).
Gambar 28. Perombakan karbohidrat menjadi glukosa
Mekanisnme reaksi enzim termamyl (amilase) dapat dilihat Gambar 29.
Enzim termamyl memiliki gugus karboksil dan gugus nitrogen (imidazol) pada
sisi aktifnya. Substrat (pati) membentuk kompleks dengan enzim termamyl.
Karboksil anion kemudian menyerang substrat pada posisi C nomor 1. Produk
antara yang terbentuk ialah glukosil-enzim yang selanjutnya dipisahkan melalui
reaksi deglukosilasi. Gugus imidazol berperan dalam reaksi deglukosilasi dengan
67
mengikat proton pada air sehingga molekul air menjadi OH- yang menyerang C1
pada kompleks glukosil-enzim. Hasil reaksi berupa glukosa, maltosa dan
oligosakarida yang memiliki C1 dengan konfigurasi α (Naz, 2002).
Gambar 29. Reaksi hidrolisis pati oleh enzim termamyl (Naz, 2002)
Mekanisme kerja enzim pepsin yaitu memecah ikatan peptida pada protein
menjadi asam amino (Gambar 30). Enzim pepsin terdiri atas dua gugus karboksil,
yaitu gugus yang terprotonisasi dan gugus yang terionisasi.
Gambar 30. Reaksi pemecahan ikatan peptida oleh enzim pepsin (Naz, 2002)
Tahap pertama dari pemecahan ikatan peptida ialah terbentuknya kompleks
enzim-substrat. Tahap selanjutnya ialah penyerapan pada gugus karboksilat pada
68
ikatan peptida. Oksigen karbonil pada gugus terprotonasi kemudian mengikat
proton dari gugus hidroksil yang mengakibatkan terbentuknya produk antara
berupa kompleks amino-asil enzim. Kompleks tersebut kemudian bereaksi dengan
air sehingga menghasilkan asam amino (Naz, 2002).
Enzim pankreatin dalam pengujian indeks glikemik digunakan untuk
menghidrolisis lemak. Enzim pankreatin merupakan campuran enzim lipase,
protease, dan amilase, oleh karena itu selain mampu menghidrolisis lemak, enzim
ini juga mampu menghidrolisis protein dan pati (Johnson dan Hiller, 2008).
4.9 Tingkat Kesukaan (Organoleptik)
Uji organoleptik pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan satu
formula terbaik yang dapat diterima dan disukai oleh panelis. Sampel uji
organoleptik diantaranya 1 brownies F7 dari kelompok penggunaan lemak butter
dengan penambahan 1.5% psyl dan 1 brownies F4 dari kelompok penggunaan
lemak margarin dengan penambahan 2.5% psyl serta 1 brownies sorgum
komersial (K) sebagai pembanding tingkat kesukaan dan kelayakan terhadap
brownies sorgum yang dibuat (Gambar 31).
F7 F4 K
Gambar 31. Brownies sorgum yang terpilih untuk uji organoleptik
69
Cara penyajian sampel brownies sorgum adalah dengan menyusun brownies
secara melingkar yang telah diberi kode tertentu. Lembar penilaian yang
digunakan pada uji organoleptik dapat dilihat Lampiran 22. Penilaian tingkat
kesukaan berdasarkan uji hedonik dilakukan dengan cara uji rating dimana skor
penilaian ada 5 tingkat, yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = biasa, 4 =
suka, dan 5 = sangat suka. Daya terima produk dalam uji organoleptik hedonik
biasanya dinilai dari beberapa atribut atau parameter seperti warna, aroma, rasa,
tekstur, dan penerimaan umum yang hasilnya nanti akan dibandingkan dengan
tingkat kesukaan kontrol brownies komersial. Panelis yang digunakan adalah
panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang diantaranya mahasiswa/i penelitian dan
karyawan Balai Besar Pascapanen Pertanian Bogor.
Hasil rerata penilaian karakteristik organoleptik produk brownies sorgum
panggang dapat dilihat Gambar 32 dan Lampiran 15 sedangkan analisis ragam
(statistik) dapat dilihat Lampiran 21.
Gambar 32. Tingkat kesukaan (organoleptik) brownies sorgum terpilih
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Rer
ata
sk
or
Parameter Uji
Kontrol komersial
Formulasi 4 (psyl
2,5%+margarin)
Formulasi 7 (psyl
1,5%+Butter)
70
4.9.1 Warna
Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari suatu
produk pangan. Menurut Meilgaard et al (2007), warna merupakan salah satu
atribut penampilan yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen
terhadap produk secara keseluruhan. Berdasarkan hasil statistik atribut warna
menunjukkan bahwa F7 berbeda nyata dengan F4 dan kontrol. Hasil rerata tingkat
kesukaan brownies F7 diperoleh sebesar 3,83 (suka) dan kontrol sebesar 4,17
(suka) sedangkan brownies F4 lebih unggul sebesar 4,23 (suka). Unggulnya
brownies F4 dengan penggunaan lemak margarin pada atribut warna disebabkan
karena warna brownies yang dihasilkan lebih tegas. Sesuai dengan literatur bahwa
warna dari margarin lebih kuning tegas dibandingkan butter yang lebih pucat
sehingga akan berpengaruh pada ketegasan warna produk yang dihasilkan
(Fatmah dan Tim NCC, 2006). Warna kuning tegas yang dimiliki margarin
dikarenakan adanya tambahan zat pewarna alami seperti karotenoid. Tambahan
zat pewarna alami tersebut karena pada saat proses hidrogenasi akan memudarkan
warna kuning aslinya sehingga perlu adanya penambahan pewarna karotenoid
agar margarin tetap memiliki warna seperti aslinya (Asriani, 2012).
Pembentukan warna coklat pekat pada brownies kemungkinan disebabkan
karena terjadinya reaksi maillard browning non enzimatik (Gambar 33). Reaksi
terjadi antara gugus amina primer (protein) dengan gugus aldosa (gula pereduksi)
membentuk senyawa berwarna cokelat yaitu mellanoidin (Lean, 2013).
Kontribusi warna cokelat pada brownies sorgum terlebih dipengaruhi oleh
bahan penyusunnya yaitu dark chocolate (coklat batang) dan gula palm.
Penggunaan gula palm pada penelitian ini selain berfungsi sebagai pemberi manis
71
tetapi juga pemberi warna adonan karena warna asal gula palm berwarna cokelat
khas sehingga tidak memerlukan cokelat bubuk yang biasa ditambahkan untuk
mempertegas warna dan aroma pada brownies.
Gambar 33. Reaksi Maillard (Daniel, 2013)
Penambahan psyl tidak mempengaruhi warna brownies sorgum, padahal
pada penelitian Beikzadeh et al (2016) menyatakan bahwa penggunaan psyl akan
menghitamkan warna produk sponge cake tetapi tidak berpengaruh pada rasanya.
Penelitian ini, penggunaan psyl pada produk brownies tidak akan mempengaruhi
warnanya karena warna brownies sendiri cenderung cokelat kehitaman sehingga
kekurangan penambahan psyl terhadap warna dapat tertutupi pada produk
brownies atau produk pangan yang berwarna hitam lainnya.
4.9.2 Aroma
Aroma merupakan bau yang dicium karena sifatnya yang volatil (mudah
menguap) dan menentukan kelezatan cita rasa dari suatu produk pangan. Aroma
mempunyai peranan penting dalam penilaian kualitas bahan pangan. Aroma pada
brownies sorgum terlebih dipengaruhi oleh bahan penyusunnya seperti margarin,
butter, telur, dan dark chocolate.
72
Berdasarkan hasil statistik atribut aroma menunjukkan bahwa F7 berbeda
nyata dengan F4 dan Kontrol. Hasil rerata tingkat kesukaan brownies F7 diperoleh
sebesar 3,17 (biasa) dan F4 sebesar 4,00 (suka) sedangkan kontrol lebih unggul
sebesar 4,03 (suka). Aroma brownies F4 (penggunaan lemak margarin) lebih
disukai dibandingkan F7 (penggunaan lemak butter), padahal aroma butter lebih
unggul dan lebih harum (wangi susu) karena terdapat senyawa kimia diasetil,
lakton, butirat dan laktat (Lean, 2013). Hasil penilaian panelis terhadap aroma F7
kurang disukai, hal ini kemungkinan panelis menilai bahwa brownies sorgum
dengan penggunaan lemak butter terlalu kuat aroma susunya sehingga
menghilangkan sifat khas brownies yaitu aroma cokelat.
Aroma brownies yang sedikit berbau dedak disebabkan dari tepung sorgum.
Menurut Brannan (2001) ada 3 karakteristik bau dari tepung sorgum diantaranya
dusty aroma sebagai aroma berdebu atau apek, woody aroma sebagai bau kayu
yang lembab, dan green aroma sebagai bau karung makanan. Khas bau yang
dimiliki sorgum tidak menjadi suatu kendala daya terima kesukaan panelis pada
brownies yang dibuat, hal ini kemungkinan penambahan dark chocolate dapat
menutupi sedikit bau yang dihasilkan pada produk akhir. Aroma tambahan
lainnya untuk menghilangkan kekurangan dari sorgum perlu ditambahkan vanili.
4.9.3 Rasa
Rasa merupakan faktor penentu tingkat kesukaan konsumen pada produk
pangan. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangat rendah
karena rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut. Rasa
dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh lidah (Fellows, 2000).
73
Rasa brownies sorgum terlebih dipengaruhi oleh bahan penyusunnya seperti
lemak, gula dan tepung yang digunakan dalam formulasi.
Berdasarkan hasil statistik atribut rasa menunjukkan bahwa F7 berbeda
nyata dengan F4 dan Kontrol. Hasil rerata tingkat kesukaan brownies F7 diperoleh
sebesar 3,20 (biasa) dan F4 sebesar 3.80 (suka) sedangkan kontrol lebih unggul
sebesar 4,33 (suka). Unggulnya brownies F4 (lemak margarin) dibandingkan F7
(lemak butter) kemungkinan disebabkan adanya penambahan psyl 2,5% (lebih
banyak). Sesuai dengan pernyataan Bernstein et al (2013) bahwa penggunaan
psyllium dapat memberikan rasa enak dimulut (mouthfeel) dan lebih lembut
karena cenderung adanya pembentukan gel halus, begitupula dengan perbedaan
jenis lemak, panelis lebih menyukai penggunaan margarin dibandingkan butter
untuk brownies sorgum. Rasa brownies dengan lemak butter kurang disukai,
kemungkinan panelis menilai bahwa brownies sorgum dengan penggunaan lemak
butter terlalu kuat aroma dan rasa susunya sehingga menghilangkan sifat khas
brownies yaitu dominan rasa cokelat original.
Rasa brownies sorgum yang dihasilkan dominan dari khas tepung sorgum,
hal ini kemungkinan masih tersisanya senyawa tanin dengan konsentrasi yang
sangat rendah dalam tepung sorgum sehingga brownies sorgum terasa sedikit agak
sepat (Suarni, 2012). Proses pemanggangan produk cake, terjadi perubahan baik
pada kulit maupun pada remah kue yaitu terjadi reaksi pencokelatan akibat
peristiwa karamelisasi atau reaksi dekomposisi (Gambar 34) dan terbentuknya
ikatan antara gula dan protein, selain itu juga terjadi dekomposisi pati oleh panas
dan pembentukan dekstrin. Reaksi-reaksi itu menghasilkan komponen flavor dan
rasa (Rakhmah, 2012).
74
Gambar 34. Reaksi karamelisasi (Winarno, 2004)
4.9.4 Tekstur
Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan
penerimaan keseluruhan dari produk bakery (Setser, 1995). Fellows (2000)
menjelaskan bahwa tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air,
kandungan lemak, jumlah dan jenis karbohidrat serta protein yang menyusunnya.
Tekstur brownies sorgum terlebih dipengaruhi oleh bahan penyusunnya yaitu
tepung sorgum, gula, margarin atau butter, dan telur.
Berdasarkan hasil statistik atribut tekstur menunjukkan bahwa brownies
sorgum F7, F4 maupun kontrol tidak berbeda nyata. Hasil rerata tingkat kesukaan
brownies F7 diperoleh sebesar 3,70 (suka), F4 sebesar 3,93 (suka), dan kontrol
sebesar 4,07 (suka). Unggulnya brownies F4 dibandingkan F7 disebabkan karena
adanya penambahan psyl lebih banyak sebesar 2,5%, dimana psyl dapat
memberikan mouthfeel dan tekstur lebih lembut sehingga tekstur brownies
sorgum cenderung lunak dan moist (Bernstein et al, 2013). Khas sekam psyl yang
mampu memberikan moutfeel dan kelembutan pada produk cake disebabkan
adanya kandungan arabinoksilans yang mampu mengikat air dan membentuk gel
halus pada adonan (Raymundo et al, 2014).
75
Selain pengaruh penambahan psyl, tekstur juga dipengaruhi oleh adanya
variasi lemak. Unggulnya tingkat kesukaan atribut tekstur brownies F4 dengan
penggunaan lemak margarin disebabkan karena brownies yang dihasilkan
cenderung memiliki tekstur yang kokoh dan lembut. Sesuai dengan pernyataan
Fatma dan Tim NCC (2006), meskipun aroma butter lebih enak, tetapi daya
emulsi margarin lebih baik sehingga mampu menghasilkan tekstur kue yang
bagus. Pernyataan lain, bahwa mentega atau butter kurang cocok digunakan
sebagai pembuatan kue atau cake karena teksturnya yang lembek maka hasil akhir
kue cenderung basah dan tidak akan terbentuk secara sempurna terlebih
kekokohannya. Biasanya butter didampingi dengan campuran margarin untuk
pembuatan kue atau biasanya lebih cocok digunakan untuk bahan pembuatan kue
kering.
4.9.5 Penerimaan Umum
Penerimaan umum atau parameter keseluruhan digunakan dalam uji hedonik
untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut yang ada
pada brownies sorgum, hal ini dilakukan karena hasil pengujian terhadap atribut
warna, aroma, rasa, dan tekstur menunjukkan nilai yang berbeda-beda (antar
atribut). Pengujian atribut penerimaan umum ini diharapkan dapat diketahui
tingkat kesukaan secara kesuluruhan pada brownies sorgum.
Berdasarkan hasil statistik atribut penerimaan umum menunjukkan bahwa
F7 berbeda nyata dengan F4 dan kontrol. Hasil rerata tingkat kesukaan brownies
F7 diperoleh sebesar 3,47 (biasa) dan F4 sebesar 4,07 (suka) sedangkan kontrol
lebih unggul sebesar 4,30 (suka). Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa daya
terima brownies sorgum yang dibuat (F4 dan F7) masih dapat diterima terlebih
76
pada brownies F4 (2,5% psyl dan lemak margarin) yang lebih disukai
dibandingkan F7 (1,5% psyl dan lemak butter). Brownies kontrol secara
keseluruhan atribut cenderung disukai tetapi hasilnya selalu diikuti oleh formulasi
4, dengan hal ini formulasi 4 dapat dinyatakan sebagai formula terbaik dan
tersukai oleh panelis.
77
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kandungan gizi brownies sorgum panggang dengan penambahan sekam
psyllium 0-2.5% pada penggunaan lemak margarin dan butter meliputi
kadar air, protein dan karbohidrat telah memenuhi persyaratan SNI 01.3840-
1995 kecuali kadar lemak dan abu.
2. Nilai indeks glikemik brownies sorgum panggang berbagai formulasi secara
keseluruhan tergolong rendah (<55) dengan kisaran sebesar 27,48-42,94.
Indeks glikemik terendah diperoleh sebesar 27,48 pada brownies dengan
2,5% sekam psyllium dan lemak margarin.
3. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma, tekstur, dan
penerimaan umum brownies sorgum panggang yang menggunakan margarin
lebih disukai panelis dengan penilaian “suka" daripada brownies dengan
butter yang bernilai “biasa”.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan untuk
melakukan pengujian indeks glikemik secara klinis, optimasi formulasi untuk
menghasilkan lemak brownies lebih rendah, dan uji cemaran mikrobiologi dan
logam.
78
DAFTAR PUSTAKA
Ambarini. 2005. Brownies. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Andiga, H.P. 2015. Optimasi Formulasi Flakes Berbasis Sorgum (Sorghum
bicolor L.) dan Sagu (Metroxylan). [Skripsi]. Bogor: IPB.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical
Chemist.Inc., Washington D.C.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari N.L, Sedarwati dan Budiyantono S. 1989.
Analisis Pangan (Petunjuk Laboratorium). Bogor: IPB Press.
Arif B.A, Budiyanto A, dan Hoerudin. 2013. Nilai indeks glikemik produk pangan
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. J. Litbang Pert 32 (3): 91-99.
Asriani, A. 2012. Pengolahan by Product Lemak Asal Hewan. Makassar: Fakultas
Peternakan UNHAS.
Astawan, M. 2004. Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan. Jakarta: Gramedia.
Astawan, M. 2009. Panduan Karbohidrat Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Edisi II.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
[BALITSEREAL] Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2012. Varietas numbu
(sorgum). Jakarta: Departemen Pertanian Indonesia.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/index.php (16 Maret 2017).
Behall K.M. dan Hallfrisch J. 2002. Plasma glucose and insulin reduction after
consumption of bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):
913-920.
Beikzadeh S, Hadi P.S, Beikzadeh M, Javar M.A dan Homayouni A.R. 2016.
Effect of Psyllium Husk on Physical, Nutritional, Sensory, and Staling
Properties of Dietary Prebiotic Sponge Cake. Cjezh J. Food Sci 34 (6):534-
540.
Bernstein A.M, Titgemeier B, Kirkpatrick K, Golubic M, dan Roizen M.F. 2013.
Major Cereal Grain Fibers and Psyllium in Relation to Cardiovascular
Health. Journal Nutrients 5, page 1471-1487.
Bimo R.H, Laksmi B, Nur F.D, dan Saskiawan I. 2015. Kajian peningkatan pati
resisten yang terkandung dalam bahan pangan sebagai sumber prebiotik.
Jurnal Ilmu Pertanian 1 (3): 191-200.
79
Bornet, F. 1993. Carbohydrate Polymer. www.eurostarch.org. hal. 195-203.
[BPTP]. Balai Pelatihan dan Teknologi Pertanian. 2013. Sorgum Komunitas
Serealia Bergizi yang Toleran Kekeringan. Sulawesi Selatan: Balai Serealia
Maros.
Brand-Miller, J. 2000. Carbohydrates: Essentials of Human Nutrition 2nd Ed.
Oxford: Oxford University Press, hal. 231-255.
Brannan G.L, Setser C.S, Kemp K.E, Seib P.A, dan Roozeboom K. 2001.
Sensory Characteristics of Grain Sorghum Hybrids with Potential for Use in
Human Food. Di dalam Lufiria, P.Y. 2012. Kadar Protein, Zat Besi,
dan Mutu Organoleptik Kue Kering Berbahan Dasar Tepung Terigu dan
Tepung Beras dengan Substitusi Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench). Artikel Penelitian. Universitas Diponegoro. Semarang.
Brown, Lemay, dan Bursten. 2000. Chemistry The Central Science. New Jersey :
Prentice Hall International.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman
(SNI 01-2891-1992). Jakarta: Badan Standar Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01.3840-1995. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Budijanto dan Yulianto. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (sorghum bicolor
L. Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal
Pertanian. 13 (3): 177-86.
Clancy, P. 2016. The Design and Development of an Automated Glycemic Index
Analyser. Australia: Next Instruments Pty Ltd.
Cummings J.H dan Stephen A.M. 2007. Carbohydrate terminology dan
classification. European Journal of Clinical Nutrition 61(1): S5-S18.
Daniel, J. 2013. Amino Acids, Proteins, and Maillard Browning. Indiana: Purdue
University.
Departemen Kesehatan R.I. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta:
Bhratara.
Dicko, Gruppen, Traore, Voragen dan Voragen. 2006. Phenolic compounds and
related enzyme as determinants of sorghum for food use. Biotechnology and
Molecular Biology Review 1 (1): 21-38.
Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, Voragen A.G.J, and Berkel W.J.H. Van.
2006. Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of
80
starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5(5):384-
395.
Faridah D, Nur, Kusumaningrum, Wulandari dan Indrasti. 2006. Analisa
Laboratorium. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
Farikha, Dwi Astuti. 2012. Makalah Ilmu Teknologi Pangan Pengaruh
Pemanggangan Terhadap Kandungan Gizi Pada Tepung (online).
http://www.scribd.com/doc/98649380/effect-of-baking-process-on-wheat-
flour-ryeflour-and-cassava-flour (diakses pada tanggal 8 November 2016).
Fatma dan Tim NCC. 2006. 18 Cake & Cookies Favorit. Jakarta: Dian Rakyat.
Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice 2nd Ed.
England: CRC Press.
Foster P.K.F, Holt S.H.A, dan Miller J.C.B. 2002. International table of glycemic
index and glycemic load values. Am. J. Clin. Nutr. 76 (1): 45-56.
Gaonkar A G. 1995. Ingredient Interactions Effects on Food Quality. New York:
Marcel Dekker.
Hapsari A.P dan Rukmi P.D. 2015. Pengaruh penambahan tepung bengkuang dan
lama pengukusan terhadap karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik Flake
talas. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (3): 1071-1082.
Hediger M.L, L.J England, C.A Molloy, K.F.Yu, P Manning-Courtney, and J.L
Mills. 2008. Reduced bone cortical thickness in boys with autism or
autismspectrum disorder. J. Autism Dev. Disord. 38(5):848-856.
Hegerman, A.E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Oxford:
Department of Chemistry and Biochemistry Miami University
Hintono A, Bintoro P, dan Setiani B.E. 2012. Fortifikasi Serat Pangan (Dietary
fiber) pada Olahan Daging. Semarang: Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro.
Hoerudin. 2012. Indeks glikemik buah dan implikasinya dalam pengendalian
kadar glukosa darah. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 8(2): 80-98.
Intan R.S, Rostini I, dan Liviawaty E. 2014. Karakteristik biskuit dengan
penambahan tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus Sp.). Jurnal Akuatika
V (1): 30-39.
Johnson, M dan Hillier, K. 2008. Pancreatin. The Comprehensive Pharmacology
Reference, page 1-3.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
81
Laga, A. 2006. Pengembangan pati termodifikasi dari substrat tapioka dengan
optimalisasi pemotongan rantai cabang menggunakan enzim pullulanase.
Prosiding Seminar Nasional PATPI. Yogyakarta.
Lean, M. 2013. Ilmu Pangan Gizi & Kesehatan edisi ke-7. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Ludwig, D.S. 2000. Dietary glycemic index and obesity. Journal of Nutrition 130
(2): 280S-283.
Lutfika, E. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Produk Olahan
Panggang Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar. Food Science and Technology.
McCurdy S, Peutz J, dan Wittman G. 2009. Storing Food For Safety and Quality.
Moscow: University of Idaho.
Meilgaard MC, Civille GV dan BT Carr. 2007. Sensory Evaluation Techniques,
4th edition. USA: CRC Press, Boca Raton, FL.
Miftah H.F dan Saymsir E. 2015. Pengaruh Jumlah Air dan Jenis Hidrokoloid
Terhadap Formula Roti Tawar Mini Bebas Gluten Berbasis Tepung Beras,
Pati Jagung, dan Pati Singkong. Bogor: Teknologi Pertanian IPB.
Mironeasa S, Codina G.G, dan Popa C. 2013. Effect of the addition of psyllium
fiber on wheat flour dough rheological properties. Recent Researches in
Medicine, Biology, and Bioscience 13: 49-51.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah
timbulnya penyakit degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12:
61-71.
Muctadi, D. 2004. Komponen Bioaktif dalam Pangan Fungsional. Majalah
Gizi Medik Indonesia Vol. 3 (7).
Mutungi C, Rost F, Onyango C, Jaros D, Rohm H, 2009. Crystallinity, thermal
and morphological characteristics of resistant starch type III Produced by
hydrothermal treatment of debranched cassava starch. Journal Starch/Starke
61(11): 634-645.
Naz, S. 2002. Enzyme and Food. New York : Oxford University Press.
Nelson, A.L. 2001. High Fiber Ingredients. St.Paul: Egan Press.
Novia D, Melia S, dan Ayuza N.Z. 2011. Kajian suhu pengovenan terhadap kadar
protein dan nilai organoleptik telur asin. Jurnal peternakan 8 (2): 70-76.
82
Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York:
Academic Press.
Praseptiangga D, Pramita T.A, Riyadi N.H. 2016. Pengaruh penambahan gum
arab terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris fruit leather nangka.
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian IX (1): 1-13.
Pruett, A. 2012. A comparison of the glycemic index of sorghum and other
commonly consumed grains. [Tesis]. Manhattan: Kansas State University.
Rakhmah Y, Tawali B.A, dan Bastia F. 2012. Studi Pembuatan Bolu Gulung dari
Tepung Ubi Jalar. Makassar: Fakultas Pertanian UNHAS.
Raymundo A, Fradinho P, dan Nunes MC. 2014. Effect of psyllium fibre content
on the textural and rheogical characteristics of biscuit and biscuit dough.
Journal Bioactive Carbohydrate And Dietary Fibre 3, page 96-105.
Rifai M.Z, Harvelly, dan Widjaja P.W. 2015. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi
Tepung Sorgum Termodifikasi Dengan Tepung Terigu Dan Suhu
Pemanggangan Terhadap Sifat Fisiko Kimia Flakes Patin. Artikel penelitian.
Bandung: Universitas Pasundan.
Rimbawan dan Siagiaan A. 2004. Indeks Glikemik Pangan: Cara Mudah Memilih
Pangan yang Menyehatkan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Riyanto C, Maria, E.L, dan Pranata S. 2014. Kualitas Mi Basah Dengan
Kombinasi Edame Dan Bekatul Beras Merah. Yogyakarta: Fakultas
Teknologi Atma Jaya Yogyakarta.
Sajilata M.G, Singhal R.S, dan Kulkarni P.R, 2006. Comprehensive reviews in
food science and food safety. Journal Institute of Food Technologists5,
page 1-17.
Santos B, Celestino dan de Freotas. 2009. Influence of Phenolics on Wine
Organoleptic Properties: In Wine Chemistry and Biochemistry. New York:
Springer.
Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fibre) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
Jurnal Magistra 23(78): 38-44.
Setser, C.S. 1995. Sensory Evaluation. Didalam: Kramel BS dan CE Stauffer
(Eds). Advances in Baking Technology. Glasgow: Blakie Academic and
Proffesional.
Shin S, Byun J, Park K.W, dan Moon T.W. 2004. Effect of partial acid and heat
moisture treatment of formation of resistant tuber starch. J Cereal Chemistry
81(2):194-198.
83
Siller, A.C.P. 2006. In vitro starch digestibility and estimated glycemic index of
sorghum products. [Tesis]. Texas A&M University, Food Science and
Technology.
Singh, B. (2007). Psyllium as therapeutic and drug delivery agent. International
Journal of Pharmaceutics, 334(1-2), 1–14.
Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Penerbit Bharata Karya Aksara.
Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorgum untuk produk olahan. Jurnal Litbang
Pertanian 23(4): 145-151.
Suarni. 2012. Potensi sorgum sebagai bahan pangan fungsional. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan 7 (1): 58-66.
Suarni dan Firmansyah I.U. 2012. Struktur, komposisi nutrisi dan teknologi
pengolahan sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia, hal 1-21.
Suarni, Firmansyah, I.U, dan Aqil, M. 2013. Keragaman mutu pati beberapa
varietas jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 32(1): 50-
56.
Suarni dan U. Ubbe. 2005. Perbaikan kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia
tepung sorgum dengan enzimatis (á-amilase). Prosiding Seminar Nasional
Kimia Universitas Tadulako dengan Forum Kerja sama Kimia KTI. p. 92-
95.
Suarni dan Zakir, M. 2000. Studi sifat fisikokimia tepung sorgum sebagai bahan
substitusi terigu. Jurnal Penelitian Pertanian 20(2): 58-62.
Sumarno, Damardjati D.S, Syam M, dan Hermanto. 2013. Sorgum: Inovasi
Teknologi dan Pengembangan. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Susila, B.A. 2005. Keunggulan mutu gizi dan sifat fungsional sorgum (Sorghum
vulgare). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk
Pengembangan Industri Berbasis Pertanian Bogor, hal 527-534.
Taggart, P. 2004. Starch as an ingredients: manufacture and applications Di
dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function,
and Application. Florida: CRC Press.
Throne, 2002. Plantago ovata (Psyllium). Journal Alternative Medicine Research
7 (2): 155-159.
Titi, H.P. 2012. Karakteristik pati resisten dari pati jagung termodifikasi asetat.
Jurnal Teknologi Pangan 3 (1): 13-28.
84
Trinidad P.T, Mallillin C.A, Sagum R.S, dan Encabo R.R. 2010. Glycemic index
of commonly consumed carbohydrate foods in the philippines. Journal of
Functional Food 2: 271-274.
Trinidad P.T, Aida C.M, Rosario S, Sagum, Rosario R.E, dan Zoilo B.V. 2014.
Glycemic Index of Coco sugar. Republic of Philippines: Food and Nutrition
Research Institute
Warnberg J, Marcos A, Bueno G, dan Moreno L.A. 2009. Functional benefit of
psyllium fiber supplementation. Current Topics In Nutraceutical Research
7(2): 1-10.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Yeyen, A. 2012. Laksansia dari Beberapa Tanaman Obat. Depok: Universitas
Indonesia.
Yusof, B.N.M, Talib R.A, dan N.A. Karim. 2005. Glycemic index of eigth types
of commercial rice. Mal. J. Nutr. 11(2):151-163.
Zhong F, Yokoyama W, Wang Q, dan Shoemaker C. 2006. Rice starch,
amylopectin, and amylose: molecular and solubility in dimethyl sulfoxide-
solvent. Journal Agri Food Chems 54: 2320-2326.
Zhong X.L, Karen Z.W, Jane G.M, Tom M, dan Kerin O. 2000. Arabynoxylan
fiber, a by product of wheat flour processing, reduces the potprandial
glucose response in normoglycemic subject. Am Journal Clinic Nutrition 7:
1123-1128.
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
Tepung sorgum
Pencampuran (Mixing)
selama ± 10 menit
Pencampuran (Mixing)
Gula dan Telur
Lelehan
Margarin-Butter
dan cokelat masak
Pencetakan
Pemanggangan
(170˚C, 45 menit)
8 Formulasi
Brownies Sorgum panggang
(F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8)
Variasi
Psyllium Husk
0;0,5;1,5;2,5%
Analisis Proksimat
Kadar Air, Abu, Protein, Lemak,
dan Karbohidrat by difference
Kadar Serat Pangan
Prediksi Indeks Glikemik dan Pati Resisten
(Uji dengan Glycemic Index Analyzer)
Uji Organoleptik 2 Formulasi Brownies Sorgum
berdasarkan Indeks Glikemik terendah dari
lemak margarin dan butter
Uji Tekstur (Texture Analyzer)
Kadar Total Pati
Kadar Amilosa
Brownies Sorgum
Panggang Terbaik
87
Lampiran 2. Dokumentasi Cara Membuat Brownies Sorgum
Pencampuran (Mixing) selama ± 10 menit
Gula Palm dan Telur
Campuran Tepung
Sorgum dan
Psyllium Husk
Pencampuran Semua Bahan
Lelehan
Margarin-Butter
dan Cokelat
Psyllium Husk
Pencetakan
Oven 170˚C, 45 menit
Brownies Sorgum
88
Lampiran 3. Rangkuman karakteristik berbagai formulasi brownies sorgum panggang
Karakteristik Formulasi Brownies
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Adonan Kental Lebih kental Lebih kental Lebih kental+ Kental Lebih kental Lebih kental Lebih kental
+
Tekstur Kasar Agak lembut Lembut Lebih lembut
lebih basah Kasar Agak lembut Lembut
Lebih lembut
Lebih basah
Aroma Sedikit apek Sedikit apek Sedikit apek Sedikit apek Sedikit apek-
aroma susu
Sedikit apek-
aroma susu
Sedikit apek-
aroma susu
Sedikit apek-
aroma susu
Warna Cokelat tua Cokelat tua Cokelat tua Cokelat tua Cokelat tua
Agak pucat
Cokelat tua
Agak pucat
Cokelat tua
Agak pucat
Cokelat tua
Agak pucat
Rasa
Legit, tepung
sorgum lebih
berasa
Legit, tepung
sorgum agak
berasa
Legit,tepung
sorgum
agak berasa
Legit, tepung
sorgum agak
berasa
Sedikit rasa
susu, tepung
sorgum lebih
berasa
Sedikit rasa
susu, tepung
sorgum agak
berasa
Sedikit rasa
susu, tepung
sorgum agak
berasa
Sedikit rasa
susu, tepung
sorgum agak
berasa
Keterangan:
F1 : Margarin + tanpa psyl 0%
F2 : Margarin + psyl 0,5%
F3 : Margarin + psyl 1,5%
F4 : Margarin + psyl 2,5%
F5 : Butter + tanpa psyl 0%
F6 : Butter + psyl 0,5%
F7 : Butter + psyl 1,5%
F8 : Butter + psyl 2,5%
89
Lampiran 4. Tekstur (Kekerasan) Brownies Sorgum
Sampel Brownies Sorgum
Nilai Kekerasan (gf)
Rerata 1 2 3
Kontrol 191 256 269 239
F1 558 546 367 490
F2 588 625 394 535
F3 348 622 527 499
F4 416 437 408 420
F5 348 378 349 358
F6 474 570 553 532
F7 529 461 445 478
F8 355 423 356 378
90
Lampiran 5. Kadar Air Brownies Sorgum
Brownies
Bobot (gram) % b/b
Cawan
Kosong
Cawan+sampel
(Sebelum oven)
Cawan+sampel
(Sesudah oven) Sampel Kadar Air Rerata
Kontrol - - - - 45,56
45,55 - - - - 45,53
F1 23,0708 25,0818 24,7176 2,0110 18,1104
18,08 24,9391 26,9701 26,6008 2,0310 18,1832
21,2077 23,2082 22,8491 2,0005 17,9505
F2 22,7148 24,7197 24,4363 2,0049 14,1354
14,02 23,0638 25,0642 24,7843 2,0004 13,9922
27,7902 29,7986 29,5186 2,0084 13,9414
F3 24,1779 26,1934 25,8958 2,0155 14,7656
14,67 23,1599 25,1842 24,8879 2,0243 14,6372
22,5910 24,6058 24,3117 2,0148 14,5970
F4 22,1772 24,1782 23,8439 2,0010 16,7066
16,70 28,8766 30,8820 30,5458 2,0054 16,7647
21,4776 23,6069 23,2530 2,1293 16,6205
F5 20,4356 22,4367 22,1333 2,0011 15,1617
15,11 22,5001 24,5147 24,2108 2,0146 15,0849
27,1722 29,1768 28,8744 2,0046 15,0853
F6 23,0720 25,0761 24,8135 2,0041 13,1031
13,26 20,4174 22,4174 22,1506 2,0000 13,3400
22,1349 24,1395 23,8722 2,0046 13,3343
F7 22,5198 24,5126 24,2281 1,9928 14,2764 14,27
28,6301 30,6330 30,3462 2,0029 14,3192
21,1048 23,1065 22,8221 2,0017 14,2079
F8 22,3945 24,4052 24,0465 2,0107 17,8396
17,61 21,8314 23,8998 23,5362 2,0684 17,5788
22,8557 24,8657 24,5158 2,0100 17,4080
Contoh perhitungan Kadar Air
= *Ket:
bobot air = (cawan + sampel sebelum oven) - (cawan + sampel sesudah oven)
bobot sampel = (cawan + sampel sebelum oven) - (cawan kosong)
91
Lampiran 6. Kadar Abu Brownies Sorgum
Brownies
Bobot (gram) % b/b
Cawan
Kosong
Cawan + sampel
(Sebelum Tanur)
Cawan + sampel
(Sesudah Tanur) Sampel Kadar Abu Rerata
Kontrol - - - - 1,27
1,25 - - - - 1,23
F1 23,0708 25,0818 23,0935 2,0110 1,1288
1,09 24,9391 26,9701 24,9611 2,0310 1,0832
21,2077 23,2082 21,2287 2,0005 1,0497
F2 27,7680 29,7743 27,7894 2,0063 1,0666
1,09 22,2726 24,3100 22,2951 2,0374 1,1043
22,8989 24,9014 22,9208 2,0025 1,0936
F3 24,1779 26,1934 24,2009 2,0155 1,1412
1,09 23,1599 25,1842 23,1805 2,0243 1,0176
22,5910 24,6058 22,6132 2,0148 1,1018
F4 22,1772 24,1782 22,1996 2,0010 1,1194
1,06 28,8766 30,8820 28,8959 2,0054 0,9624
21,4776 23,6069 21,5012 2,1293 1,1083
F5 20,4287 22,4289 20,4487 2,0002 0,9999
0,98 22,5001 24,5147 22,5195 2,0146 0,9630
27,1722 29,1768 27,1917 2,0046 0,9728
F6 25,4316 27,4477 25,4518 2,0161 1,0019
1,00 23,2799 25,2937 23,3003 2,0138 1,0130
27,5096 29,5362 27,5297 2,0266 0,9918
F7 22,9869 24,9954 23,0076 2,0085 1,0306
1,01 21,3259 23,4315 21,3478 2,1056 1,0401
24,3027 26,3238 24,3219 2,0211 0,9500
F8 22,3945 24,4052 22,4152 2,0107 1,0295
1,01 21,8314 23,8998 21,8513 2,0684 0,9621
22,8557 24,8657 22,8768 2,0100 1,0498
Contoh perhitungan Kadar Abu:
*Ket:
bobot abu = (cawan + sampel sesudah tanur) - (cawan kosong)
bobot sampel = (cawan + sampel sebelum tanur) - (cawan kosong)
92
Lampiran 7. Kadar Protein Brownies Sorgum
Brownies
Volume (ml)
Sampel (g)
% b/b
V.
Awal
V.
Akhir V. Terpakai Kadar Protein Rerata
Kontrol - - - - 5,98
5,94 - - - - 5,90
F1 0,00 3,15 3,15 0,5060 5,45
5,50 3,15 6,30 3,15 0,5045 5,46
6,30 9,52 3,22 0,5040 5,59
F2 3,95 7,10 3,15 0,5047 5,46
5,52 7,10 10,25 3,15 0,5063 5,44
0,00 3,25 3,25 0,5029 5,65
F3 0,00 3,20 3,20 0,5120 5,47
5,56 3,20 6,40 3,20 0,5053 5,54
6,40 9,65 3,25 0,5017 5,67
F4 5,00 8,30 3,30 0,5031 5,74
5,56 9,50 12,60 3,10 0,5019 5,40
11,00 14,20 3,20 0,5063 5,53
F5 0,00 3,25 3,25 0,5022 5,66
5,70 3,25 6,50 3,25 0,5022 5,66
7,00 10,30 3,30 0,5003 5,77
F6 0,00 3,25 3,25 0,5046 5,64
5,63 3,25 6,55 3,30 0,5012 5,76
6,55 9,70 3,15 0,5023 5,49
F7 6,00 9,10 3,10 0,5020 5,40
5,43 9,10 12,25 3,15 0,5008 5,50
13,00 16,10 3,10 0,5038 5,38
F8 0,00 3,05 3,05 0,5010 5,33
5,28 3,05 4,00 3,05 0,5033 5,30
4,00 7,00 3,00 0,5029 5,22
Contoh perhitungan Kadar Protein:
*Keterangan :
Volume Blanko 0,00 ml Faktor Konversi N 6,25
N HCl 0,10 N BM N/1000 0,014
93
Lampiran 8. Kadar Lemak Brownies Sorgum
Brownies
Bobot (gram) % b/b
Labu lemak
(Sebelum ekstrak)
Labu lemak
(Sesudah ekstrak) Sampel Kadar Lemak Rerata
Kontrol - - - 15,58
15,57 - - - 15,56
F1 30,1636 30,7445 2,0011 29,0290
29,27 32,7073 33,3087 2,0155 29,8387
30,1677 30,7541 2,0252 28,9552
F2 25,3805 25,9691 2,0085 29,3055
29,19 25,9190 26,4942 1,9749 29,1255
25,3562 25,9434 2,0142 29,1530
F3 25,3999 25,9864 2,0214 29,0145
29,17 25,2750 25,8616 2,0071 29,2262
25,4032 25,9983 2,0324 29,2807
F4 25,4680 26,0547 2,0094 29,1978
29,12 25,5424 26,1668 2,1454 29,1041
25,9165 26,4978 2,0009 29,0519
F5 25,8673 26,4729 2,0243 29,9165
29,61 32,6296 33,2216 2,0087 29,4718
25,2792 25,8715 2,0120 29,4384
F6 32,8773 33,4739 2,0080 29,7112
29,47 25,3553 25,9534 2,0343 29,4008
25,4032 25,9983 2,0309 29,3023
F7 25,3465 25,9266 2,0016 28,9818
29,25 32,9677 33,5544 2,0027 29,2955
25,8679 26,4576 2,0014 29,4644
F8 25,4657 26,0580 2,0011 29,5987
29,04 31,8081 32,3857 2,0447 28,2486
25,8882 26,4756 2,0070 29,2676
Contoh perhitungan Kadar Lemak
*Ket:
bobot lemak = (labu lemak setelah ekstrak) - (labu lemak sebelum ekstrak)
bobot sampel= sampel yang ditimbang
94
Lampiran 9. Kadar Karbohidrat by difference
Brownies
Kadar (%bb) Rerata
(%bb) Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
Kontrol
45,56 1,27 5,98 15,58 31,61 31,70
45,53 1,23 5,90 15,56 31,78
F1 18,11 1,13 5,45 29,03 46,28
46,06
18,18 1,08 5,46 29,84 45,43
17,95 1,05 5,59 28,96 46,45
F2 17,65 1,07 5,46 29,31 46,51
50,17
17,67 1,10 5,44 29,13 46,65
17,85 1,09 5,65 29,15 46,25
F3 14,77 1,14 5,47 29,01 49,61
49,51
14,64 1,02 5,54 29,23 49,58
14,60 1,10 5,67 29,28 49,35
F4 16,71 1,12 5,74 29,20 47,24
47,56
16,76 0,96 5,40 29,10 47,76
16,62 1,11 5,53 29,05 47,69
F5 15,16 1,00 5,66 29,92 48,26
48,60
15,08 0,96 5,66 29,47 48,82
15,09 0,97 5,77 29,44 48,73
F6 13,10 1,00 5,64 29,71 50,55
50,64
13,34 1,01 5,76 29,40 50,49
13,33 0,99 5,49 29,30 50,88
F7 14,28 1,03 5,40 28,98 50,31
50,05
14,32 1,04 5,50 29,30 49,84
14,21 0,95 5,38 29,46 49,99
F8 17,84 1,03 5,33 29,60 46,21
47,06
17,58 0,96 5,30 28,25 47,91
17,41 1,05 5,22 29,27 47,05
Contoh perhitungan Kadar Karbohidrat
95
Lampiran 10. Kadar Pati Brownies Sorgum
Brownies
Volume (ml) Bobot (mg) %
Vol.
Terpakai
Vol
(AT)
Sampel
(bb) Glukosa Kadar Pati Rerata
Kontrol 16,45 2,05 400,3 4,9200 22,12
22,12 16,45 2,05 400,4 4,9200 22,12
F1 15,30 3,18 400,4 7,6500 34,39
33,82 15,40 3,08 400,5 7,4000 33,26
F2 15,15 3,33 400,8 8,0250 36,04
35,76 15,20 3,28 400,7 7,9000 35,49
F3 15,25 3,23 400,4 7,7750 34,95
34,96 15,25 3,23 400,3 7,7750 34,96
F4 15,15 3,33 400,3 8,0250 36,09
36,37 15,10 3,38 400,2 8,1500 36,66
F5 15,25 3,23 400,6 7,7750 34,94
34,10 15,40 3,08 400,5 7,4000 33,26
F6 15,20 3,28 400,0 7,9000 35,55
34,05 15,35 3,13 399,9 7,2325 32,55
F7 15,30 3,18 400,6 7,6500 34,37
33,82 15,40 3,08 400,5 7,4000 33,26
F8 15,40 3,08 400,4 7,4000 33,27
33,27 15,40 3,08 400,3 7,4000 33,28
Contoh perhitungan kadar pati
Volume terpakai Blanko sampel
Ulangan 1 18,55 ml
Ulangan 2 18,50 ml
rerata Vol. Blanko 18,53 ml
[Titran Na2S2O3] 0,1000 N
[Titran standarisasi] 0,0985 N
F7 (1) (angka tabel antara 3 dan 4)
96
Angka Tabel Penetapan Kadar Glukosa Menurut Luff - Schoorl
ml Na2S2O3 Glukosa (mg)
2 4,8
3 7,2
4 9,7
*Ket :
G : Glukosa dari angka tabel
FP : Faktor pengenceran
97
Lampiran 11. Kadar Amilosa Brownies Sorgum
y (Abs) = 18,1193 x (con) – 0,0014
Brownies Bobot (mg) Abs
Sampel Konsentrasi amilosa (mg/ml)
%
Sampel Kadar amilosa Rerata
Kontrol 65,8 0,0496 0,0028 8,5553 8,51
65,7 0,0490 0,0028 8,4675
F1 65,7 0,0989 0,0055 16,8509
16,82 65,5 0,0983 0,0055 16,8013
65,5 0,0983 0,0055 16,8013
F2 67,5 0,0978 0,0055 16,2217
16,43 67,7 0,0984 0,0055 16,2716
67,7 0,1016 0,0057 16,7933
F3 67,7 0,0938 0,0053 15,5216
15,82 62,6 0,0871 0,0049 15,6048
66,9 0,0976 0,0055 16,3342
F4 63,5 0,0888 0,0050 15,6791
15,64 63,2 0,0872 0,0049 15,4741
67,2 0,0945 0,0053 15,7521
F5 64,2 0,0924 0,0052 16,1271
15,85 65,8 0,0917 0,0051 15,6175
63,4 0,0893 0,0050 15,7909
F6 64,6 0,0860 0,0048 14,9337
15,18 65,7 0,0906 0,0051 15,4565
62,7 0,0846 0,0047 15,1398
F7 63,9 0,0839 0,0047 14,7345
15,24 67,6 0,0931 0,0052 15,4303
65,9 0,0915 0,0051 15,5603
y = 18.1193x - 0.0014 R² = 0.9999
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.000 0.004 0.008 0.012 0.016 0.020 0.024
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (mg/ml)
Kurva Standar Amilosa Konsentrasi
(mg/ml) Absorbansi
0,0000 0,0000
0,0040 0,0696
0,0080 0,1428
0,0120 0,2165
0,0160 0,2891
0,0200 0,3609
98
F8 67,7 0,0904 0,0051 14,9673
15,52
68,6 0,0963 0,0054 15,7202
65,0 0,0920 0,0052 15,8607
Contoh Perhitungan Kadar Amilosa :
99
Lampiran 12. Kadar Serat Pangan Brownies Sorgum
Brownies
Bobot (gram) %
Cawan
Kosong
(CK)
C+spl
(Oven)
C+spl
(Tanur)
Setelah Spl
Serat
Pangan Rerata
Oven Abu
Kontrol - - - - - - 4,06
4,45 - - - - - - 4,84
F1
36,6882 36,7285 36,6911 0,0403 0,0029 1,0004 3,37
3,38 36,6879 36,7270 36,6894 0,0391 0,0015 1,0003 3,39
F2
46,4333 46,4730 46,4346 0,0397 0,0013 1,0006 3,47
3,45 46,4345 46,4734 46,4353 0,0389 0,0008 1,0004 3,44
F3
36,7475 36,7970 36,7478 0,0495 0,0003 1,0005 4,55
4,58 36,7474 36,7988 36,7489 0,0514 0,0015 1,0006 4,62
F4
36,6394 36,6936 36,6406 0,0542 0,0012 1,0002 4,93
4,92 36,6416 36,6948 36,6420 0,0532 0,0004 1,0003 4,91
F5
37,2477 37,2821 37,2479 0,0344 0,0002 1,0004 3,05
3,41 37,2468 37,2883 37,2469 0,0415 0,0001 1,0001 3,77
F6
36,6888 36,7221 36,6807 0,0333 -0,0081 1,0004 3,77
3,78 36,6788 36,7212 36,6796 0,0424 0,0008 1,0008 3,79
F7
46,4345 46,4768 46,4289 0,0423 -0,0056 1,0003 4,42
4,60 46,4335 46,4852 46,4337 0,0517 0,0002 1,0006 4,78
F8
37,2477 37,3031 37,2473 0,0554 -0,0004 1,0004 5,21
5,24 37,2468 37,3040 37,2476 0,0572 0,0008 1,0007 5,27
Contoh Perhitungan Kadar Serat Pangan (TDF)
Bobot blanko setelah oven : 0,0044 g
Bobot blanko setelah tanur : 0,0007 g
( (
))
(
)
(1)
*Ket:
D1 : Berat sampel setelah dioven
Ii : Berat sampel setelah ditanur
B1 : Berat blanko setelah dioven
B2 : Berat blanko setelah ditanur
100
Lampiran 13. Kadar Pati Resisten Brownies Sorgum
Sampel
Brownies
Berat
sampel AV KH AV
Glucose
menit Prediksi
RS Mg 180 300
Kontrol 1785,2 486,46 540,51 2,83 1,69 1,04
F1 1078,6 460,30 527,78 - 17,5 1,39
F2 1056,5 493,60 521,11 - 25,8 2,08
F3 1044,6 469,30 523,20 8,95 71,08 8,75
F4 1128,0 481,20 539,30 10,04 74,60 9,37
F5 1096,2 495,40 543,40 5,30 67,20 4,49
F6 1030,3 482,80 533,70 4,97 8,39 3,51
F7 1066,3 484,60 538,70 7,56 1,80 7,46
F8 1158,2 484,20 540,20 2,83 1,69 10,07
101
Lampiran 14. Indeks Glikemik Brownies Sorgum
Respon Glukosa Sampel Brownies Sorgum
ID
Sampel
Berat
sampel AV.
Karbohidrat
AV.
Glukosa
Volume
(ml)
Waktu (menit)
(mg) 30 60 120 180 240 300
Kontrol 177,2 48,28 53,64 34 15,0 4,9 25,7 25,4 10,3 64,8
F1 111,4 47,54 54,54 32 14,7 23,7 40,8 51,3 57,6 61,2
F2 101,9 47,61 52,54 32 15,0 24,9 39,6 48,0 52,5 51,0
F3 105,3 47,31 52,73 34 14,4 21,3 36,0 42,0 47,1 44,4
F4 111,8 47,70 53,46 34,5 4,0 3,4 45,2 50,4 60,8 42,7
F5 108,3 48,94 53,69 31 3,4 22,6 42,8 59,9 66,3 61,4
F6 103,0 48,28 53,64 31 14,1 32,1 50,4 65,1 67,2 74,3
F7 107,1 48,68 54,11 31 12,8 23,5 48,0 59,9 68,5 73,0
F8 115,8 48,43 53,86 31 4,0 25,1 51,0 57,5 61,4 74,3
102
Respon Glukosa Sampel Brownies Sorgum
Sampel
Brownies
Waktu (menit) Prediksi IG Kategori
30 60 120 180 240 300
Kontrol 11,74 3,75 19,16 18,45 7,3 44,7 41,07 Rendah
F1 11,32 17,82 29,92 36,68 40,13 41,52 35,91 Rendah
F2 11,99 19,43 30,15 35,63 37,97 35,92 31,06 Rendah
F3 11,47 16,56 27,31 31,06 33,94 31,15 28,63 Rendah
F4 3,14 2,61 33,82 36,77 43,22 29,48 27,48 Rendah
F5 2,66 17,26 31,89 43,51 46,92 42,31 35,45 Rendah
F6 11,04 24,54 37,58 47,33 47,61 51,25 42,94 Rendah
F7 9,94 17,81 35,48 43,17 48,11 49,92 41,82 Rendah
F8 3,12 19,11 37,88 41,64 43,32 51,04 42,76 Rendah
Contoh Perhitungan :
103
Lampiran 15. Penilaian Organoleptik Brownies Sorgum
Keterangan:
- W = warna; A = Aroma; R = Rasa; T = Tekstur; PU = penerimaan Umum
- Brownies Kontrol Komersial dari Uni’s
- Brownies Formulasi 7 = Formulasi dengan penambahan 1,5 % psyl dan lemak butter
- Brownies Formulasi 4 = Formulasi dengan penambahan 2,5 % psyl dan lemak margarin
5 = Sangat Suka, 4 = Suka, 3 = Biasa, 2 = Tidak Suka, 1 = Sangat Tidak Suka
Panelis
Brownies
Kontrol Formulasi 7 Formulasi 4
W A R T PU W A R T PU W A R T PU
1 4 5 4 5 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4
2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4
3 4 5 5 4 5 4 2 2 3 2 4 3 2 4 3
4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4
5 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4
6 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 3 4 4 4
7 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 5 5 4 4 5
8 4 5 5 4 5 4 4 2 4 4 4 5 5 4 5
9 3 4 4 4 4 2 2 3 3 3 3 4 2 3 3
10 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4
11 5 4 5 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 4
12 4 2 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4
13 4 2 4 5 3 3 2 4 3 4 5 4 4 5 5
14 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4
15 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 3 4
16 4 4 4 3 4 4 2 4 4 4 5 4 5 4 5
17 5 4 4 4 5 2 2 2 2 1 5 3 3 4 4
18 4 4 2 2 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
19 4 5 5 5 5 4 5 3 5 3 4 5 4 5 5
20 4 3 3 3 4 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3
21 4 4 5 4 5 4 3 3 3 4 4 3 2 3 3
22 4 5 5 5 5 4 3 2 4 3 4 4 3 3 4
23 5 4 5 4 4 5 3 3 5 3 5 4 4 5 4
24 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5
25 3 5 5 4 5 4 3 4 5 4 3 3 3 3 3
26 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4
27 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 3 3 4 4
28 5 4 5 5 5 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4
29 5 3 5 5 5 3 3 4 4 4 5 5 5 5 5
30 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4
Rerata 4,17 4,03 4,33 4,07 4,30 3,83 3,17 3,20 3,70 3,47 4,23 4,00 3,80 3,93 4,07
4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4
104
Lampiran 16. Analisis Ragam Kekerasan Brownies Sorgum
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KEKERASAN
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 97047.958a 7 13863.994 2.099 .104
Intercept 5112497.042 1 5112497.042 773.990 .000 Konsentrasi_psyllium 43887.792 3 14629.264 2.215 .126 Penggunaan_Lemak 14751.042 1 14751.042 2.233 .155 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
38409.125 3 12803.042 1.938 .164
Error 105686.000 16 6605.375
Total 5315231.000 24
Corrected Total 202733.958 23
KEKERASAN
Konsentrasi_psyllium N Subset
1 2
Duncana,b
0% 6 424.3333
2.5% 6 438.5000 438.5000
1.5% 6 449.3333 449.3333
0.5% 6 534.0000
Sig. .621 .070
Dependent Variable: KEKERASAN
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 486.333 23.462 436.597 536.070 Butter 436.750 23.462 387.014 486.486
105
Lampiran 17. Analisis Ragam Kadar Proksimat
Analisis Ragam Kadar Air Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar_Air
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 66.304a 7 9.472 702.086 .000
Intercept 5739.491 1 5739.491 425427.482 .000 Konsentrasi_psyllium 50.706 3 16.902 1252.813 .000 Penggunaan_Lemak 3.893 1 3.893 288.529 .000 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
11.705 3 3.902 289.213 .000
Error .216 16 .013
Total 5806.011 24
Corrected Total 66.519 23
Kadar_Air
Konsentrasi_psyllium N Subset
1 2 3 4
Duncana,b
0.5% 6 13.6411
1.5% 6 14.4672
0% 6 16.5960
2.5% 6 17.1530
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Dependent Variable: Kadar_Air
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 15.867 .034 15.796 15.938 Butter 15.062 .034 14.991 15.133
Analisis Ragam Kadar Abu Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar_Abu
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .043a 7 .006 2.623 .052
Intercept 26.003 1 26.003 11152.213 .000 Konsentrasi_psyllium .001 3 .000 .106 .955 Penggunaan_Lemak .039 1 .039 16.897 .001 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
.003 3 .001 .381 .768
Error .037 16 .002
Total 26.083 24
Corrected Total .080 23
Kadar_Abu
Konsentrasi_psyllium N Subset
1
Duncana,b
0% 6 1.0329
2.5% 6 1.0386
0.5% 6 1.0452
1.5% 6 1.0469
Sig. .651
Between-Subjects Factors
Value Label N
Konsentrasi_psyllium
1.00 0% 6
2.00 0.5% 6
3.00 1.5% 6
4.00 2.5% 6
Penggunaan_Lemak 1.00 Margarin 12
2.00 Butter 12
106
Dependent Variable: Kadar_Abu Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 1.081 .014 1.052 1.111 Butter 1.000 .014 .971 1.030
Analisis Ragam Kadar Protein Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar_Protein
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .334a 7 .048 4.292 .008
Intercept 731.621 1 731.621 65788.311 .000 Konsentrasi_psyllium .118 3 .039 3.540 .039 Penggunaan_Lemak .004 1 .004 .315 .582 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
.213 3 .071 6.370 .005
Error .178 16 .011
Total 732.133 24
Corrected Total .512 23
Kadar_Protein
Konsentrasi_psyllium N Subset
1 2
Duncana,b
2.5% 6 5.4200
1.5% 6 5.4933 5.4933
0.5% 6 5.5733
0% 6 5.5983
Sig. .246 .121
Dependent Variable: Kadar_Protein
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 5.533 .030 5.469 5.598 Butter 5.509 .030 5.445 5.574
Analisis Ragam Kadar Lemak Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar_Lemak
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .743a 7 .106 .896 .532
Intercept 20555.718 1 20555.718 173686.294 .000 Konsentrasi_psyllium .442 3 .147 1.246 .326 Penggunaan_Lemak .137 1 .137 1.160 .297 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
.163 3 .054 .459 .714
Error 1.894 16 .118
Total 20558.355 24
Corrected Total 2.636 23
Kadar_Lemak
Konsentrasi_psyllium N Subset
1
Duncana,b
2.5% 6 29.0781
1.5% 6 29.2105
0.5% 6 29.3331
0% 6 29.4416
Sig. .110
Dependent Variable: Kadar_Lemak
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 29.190 .099 28.980 29.401 Butter 29.341 .099 29.131 29.552
107
Analisis Ragam Karbohidrat by difference
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar_Karbohidrat
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 58.247a 7 8.321 49.833 .000
Intercept 56935.171 1 56935.171 340971.704 .000
Konsentrasi_psyllium 47.355 3 15.785 94.533 .000
Penggunaan_Lemak 3.473 1 3.473 20.800 .000
Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
7.419 3 2.473 14.810 .000
Error 2.672 16 .167
Total 56996.090 24
Corrected Total 60.919 23
Kadar_Karbohidrat
Konsentrasi_psyllium N Subset
1 2 3
Duncana,b
2.5% 6 47.3100
0% 6 47.3283
1.5% 6 49.7800
0.5% 6 50.4067
Sig. .939 1.000 1.000
Dependent Variable: Kadar_Karbohidrat
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 48.326 .118 48.076 48.576 Butter 49.087 .118 48.837 49.337
108
Lampiran 18. Analisis Ragam Total Pati Brownies Sorgum
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar_Pati
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 16.215a 7 2.316 2.478 .114
Intercept 19066.086 1 19066.08
6 20392.899 .000
Konsentrasi_psyllium 2.289 3 .763 .816 .520
Penggunaan_Lemak 8.066 1 8.066 8.627 .019
Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
5.861 3 1.954 2.090 .180
Error 7.480 8 .935
Total 19089.781 16
Corrected Total 23.695 15
Kadar_Pati
Konsentrasi_psyllium N Subset
1
Duncana,b
0% 4 33.9625
1.5% 4 34.3850
2.5% 4 34.8250
0.5% 4 34.9075
Sig. .229
Dependent Variable: Kadar_Pati
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 35.230 .342 34.442 36.018 Butter 33.810 .342 33.022 34.598
109
Lampiran 19. Analisis Ragam Amilosa Brownies Sorgum
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar_Amilosa
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6.723a 7 .960 8.671 .000
Intercept 5999.098 1 5999.098 54159.344 .000 Konsentrasi_psyllium 2.429 3 .810 7.310 .003 Penggunaan_Lemak 3.203 1 3.203 28.913 .000 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
1.092 3 .364 3.285 .048
Error 1.772 16 .111
Total 6007.594 24
Corrected Total 8.496 23
Kadar_Amilosa
Konsentrasi_psyllium N Subset
1 2
Duncana,b
1.5% 6 15.5310
2.5% 6 15.5756
0.5% 6 15.8028
0% 6 16.3315
Sig. .198 1.000
Dependent Variable: Kadar_Amilosa
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 16.176 .096 15.972 16.379 Butter 15.445 .096 15.241 15.649
110
Lampiran 20. Analisis Ragam Kadar Serat Pangan Brownies Sorgum
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_Serat
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 7.859a 7 1.123 27.275 .000
Intercept 278.389 1 278.389 6763.176 .000 Konsentrasi_psyllium 7.650 3 2.550 61.949 .000 Penggunaan_Lemak .119 1 .119 2.892 .127 Konsentrasi_psyllium * Penggunaan_Lemak
.090 3 .030 .730 .563
Error .329 8 .041
Total 286.578 16
Corrected Total 8.188 15
Total_Serat
Konsentrasi_psyllium N Subset
1 2 3
Duncana,b
0% 4 3.3950
0.5% 4 3.6175
1.5% 4 4.5925
2.5% 4 5.0800
Sig. .160 1.000 1.000
Dependent Variable: Total_Serat
Penggunaan_Lemak Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Margarin 4.085 .072 3.920 4.250 Butter 4.258 .072 4.092 4.423
111
Lampiran 21. Analisis Ragam Organoleptik Brownies Sorgum
WARNA Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Orlep_Warna
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 26.544a 31 .856 3.121 .000
Intercept 1496.544 1 1496.544 5455.281 .000 Sampel 2.756 2 1.378 5.022 .010 Panelis 23.789 29 .820 2.990 .000 Error 15.911 58 .274
Total 1539.000 90
Corrected Total 42.456 89
Orlep_Warna
Sampel N Subset
1 2
Duncana,b
F7 30 3.8333
Kontrol 30 4.1667
F4 30 4.2333
Sig. 1.000 .624
AROMA Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Orlep_Aroma
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 51.400a 31 1.658 3.974 .000
Intercept 1254.400 1 1254.400 3006.413 .000 Panelis 36.933 29 1.274 3.052 .000 Sampel 14.467 2 7.233 17.336 .000 Error 24.200 58 .417
Total 1330.000 90
Corrected Total 75.600 89
Orlep_Aroma
Sampel N Subset
1 2
Duncana,b
F7 30 3.1667
F4 30 4.0000
Kontrol 30 4.0333
Sig. 1.000 .842
RASA Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Orlep_Rasa
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 47.511a 31 1.533 2.774 .000
Intercept 1284.444 1 1284.444 2324.827 .000 Panelis 28.222 29 .973 1.761 .034 Sampel 19.289 2 9.644 17.456 .000 Error 32.044 58 .552
Total 1364.000 90
Corrected Total 79.556 89
Orlep_Rasa
Sampel N Subset
1 2 3
Duncana,b
F7 30 3.2000
F4 30 3.8000
Kontrol 30 4.3333
Sig. 1.000 1.000 1.000
112
TEKSTUR Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Orlep_Tekstur
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 22.167a 31 .715 1.485 .096
Intercept 1368.900 1 1368.900 2842.346 .000 Panelis 20.100 29 .693 1.439 .119 Sampel 2.067 2 1.033 2.146 .126 Error 27.933 58 .482
Total 1419.000 90
Corrected Total 50.100 89
Orlep_Tekstur
Sampel N Subset
1
Duncana,b
F7 30 3.7000
F4 30 3.9333
Kontrol 30 4.0667
Sig. .057
PENERIMAAN UMUM
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Orlep_PenerimaanUmum
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 27.144a 31 .876 1.512 .087
Intercept 1400.278 1 1400.278 2418.746 .000 Panelis 16.056 29 .554 .956 .541 Sampel 11.089 2 5.544 9.577 .000 Error 33.578 58 .579
Total 1461.000 90
Corrected Total 60.722 89
Orlep_PenerimaanUmum
Sampel N Subset
1 2
Duncana,b
F7 30 3.4667
F4 30 4.0667
Kontrol 30 4.3000
Sig. 1.000 .240
113
Lampiran 22. Lembar Penilaian Uji Organoleptik
Nama Panelis :………………………… 11 Oktober 2016
FORM UJI HEDONIK
Sampel : Brownies Sorgum
Kriteria : Warna, Aroma, Rasa, Tekstur, Penerimaan Umum
Di hadapan anda terdapat 3 sampel Brownies Sorgum. Anda diminta untuk
memberikan penilaian pada tabel di bawah ini berdasarkan kriteria penilaian sebagai
berikut :
Kriteria Nilai
Sangat tidak suka 1
Tidak suka 2
Biasa 3
Suka 4
Sangat suka 5
No Kode
Sampel
Warna Aroma Rasa Tekstur Penerimaan
Umum
1 794
2 154
3 379
114
Lampiran 23. Informasi Kandungan Gizi Bahan Penyusun Brownies
Parameter
1Tepung Sorgum
Varietas KD4
2Psyllium Husk
3Margarin
4Butter
Air (%) 5,39 12,55 15,5-18 14,63
Abu (%) 0,38 2,25 - -
Protein (%) 7,82 1,38 0,6 0,5
Lemak (%) 4,55 0,95 81 81,6
Karbohidrat (%) 81,86 82,87 0,4 1,4
Pati (%) 77,86 - - -
Total Serat (%)
Larut
Tidak Larut
2,74 71,41
67,20
4,21
- -
Keterangan Sumber Informasi :
1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor dan Andiga
2Raymundo et al- Bioactive Carbohydrates and Dietary Fibre journal
3Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Persatuan Gizi Indonesia
4Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
115
Lampiran 24. Rangkuman Analisis Berbagai Formulasi Brownies Sorgum
Parameter
Formulasi
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Air (%) 18,08 14,02 14,67 16,70 15,11 13,26 14,27 17,61
Abu (%) 1,09 1,09 1,09 1,06 0,98 1,00 1,01 1,01
Protein (%) 5,50 5,52 5,56 5,56 5,70 5,63 5,42 5,28
Lemak (%) 29,27 29,19 29,17 29,12 29,61 29,47 29,25 29,04
Karbohidrat (%) 46,06 50,17 49,51 47,56 48,60 50,64 50,05 47,06
Pati (%) 33,82 35,76 34,96 36,37 34,10 34,05 33,82 33,27
Amilosa (%) 16,82 16,43 15,82 15,64 15,85 15,18 15,24 15,52
Serat Total (%) 3,38 3,45 4,58 4,92 3,41 3,78 4,60 5,42
Pati Resisten (%) 1,39 2,08 8,75 9,37 4,49 3,51 7,46 10,07
Kekerasan (g) 4,90 535 420 499 358 532 478 378
Indeks Glikemik 35,91 31,06 28,63 27,48 35,45 42,94 41,82 42,76