Laporan Tutorial 1 Kel 6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan tutorial

Citation preview

Skenario A

Case history:

A 9 years old girl came to the Moh. Hoesin Hospital with complain of pale and abdominal distention. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalized two times before (2009 and 2010) in Kayu Agung General Hospital and always got blood transfusion. Her younger brother, 7 years old, looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due to the similar disease like her.

Physical Examination:

Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus, prominent upper-jaw

HR 94x/mnt, RR 27x/mnt, TD 100/70 mmHg, Temp. 36,70C

Heart and lung: within normal limit

Abdomen: hepatic enlargement x , spleen: schoeffner III

Extremities: pallor palm of hand. Others: normal

Laboratory Results:

Hb: 7,6 gr/dl, Ret: 1,8%, WBC: 10.2x109/lt, thrombocyte: 267x109/lt

Diff count: 0/2/0/70/22/6

Blood film: anisocytosis, poikylocytosis, hypochrome, target cell (+)

MCV: 64 (fl), MCH: 21 (pg), MCHC: 33 (gr/dl), SI within normal limit, TIBC within normal limit, Serum Ferritin: within normal limit

I. Klarifikasi Istilah1. Abdominal distention

: Perut Kembung

2. Pale

: Keadaan pucat

3. Blood transfusion

: Memasukan darah lengkap/komponen darah secara langsung ke aliran darah

4. Anemis

: Keadaan anemia akibat kekurangan hb/darah

5. Wide epicanthus

: Lipatan kulit vertical pada sisi nasal yang

melebar

6. Prominent upper-jaw

: Penonjolan dari rahang atas

7. Anisocytosis

: Eritrosit yang memiliki berbagai variasi

ukuran di dalam darah

8. Poikylocytosis

: Eritrosit yang memiliki berbagai variasi bentuk di dalam darah

9. Hypochrome

: Warna eritrosit pucat

10. Target cell

: Eritrosit yang ketebalannya abnormal sehingga menunjukan pusat yang gelap

11. MCV

: Ukuran rata-rata RBC

12. MCH

: Perhitungan jumlah rata-rata Hb yang membawa Oksigen dalam RBC

13. MCHC

: Perhitungan jumlah rata-rata Hb dalam RBC

14. SI (Serum Iron)

: Pemeriksaan pengukuran jumlah besi yang dapat berikatan dengan transferrin dalam

darah

15. TIBC

: Total iron binding capacity. Pengukuran secara tidak langsung transferrin Transferin

(mg/dl) = 0,7 x TIBC ug/dl)16. Serum ferritin

: Protein yang dapat menyimpan besi dalam bentuk non toxic dan mengeluarkannya

saat dibutuhkanII. Identifikasi Masalah1.A, perempuan, 9 tahun yang tinggal di Kayu Agung dibawah ke RSMH dengan keluhan pucat dan abdominal distensi

2.A pernah dirawat 2x sebelumnya (2009 & 2010) di RSU Kayu Agung dan selalu mendapat transfuse darah

3.Riwayat keluarga :a. Saudara laki-laki, 7th, lebih tinggi dari pada Ab. Pamannya meninggal pada usia 21 tahun karena penyakit yang serupa

4. Pemeriksaan Fisik

5. Pemeriksaan Lab

III. Analisis Masalah

1.Apa hubungan tempat tinggal Kayu Agung dengan penyakit yang diderita A?

Di propinsi Sumatera Selatan, frekuensi pembawa sifat thalassemia- dan Hb 3 didaatkan sebesar 9% dan 6%. Bila dibandingkan dengan daerah lainnya, frekuensi ini merupakan frekuensi pembawa thalassemia- tertinggi di Indonesia (Sofro, 1995). Dengan jumlah penduduk sebesar 7.207.500 jiwa (BPS, 1995), yang sebagian besar merupakan etnik Melayu, diperkirakan setiap tahunnya akan lahir 405 kasus baru thalassemia- di propinsi Sumatera Selatan. Dan Kayu Agung termasuk ke dalam propinsi ini.2.Apa penyebab pucat dan distensi abdomen beserta mekanismenya?

PucatWarna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh antai globin alpha dan rantai globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk berkurang. Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia atau kadar Hbnya rendah.

Distensi Abdomen

Limpa berfungsi membersihkan sel darah merah yang sudah rusak. Selain itu limpa juga erfungsi membentuk sel darah pada masa janin. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu, tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

3. Apa saja indikasi dari transfuse darah?

Indikasi umum

Anemia - defisiensi eritrosit-Hb

1) pasca perdarahan

2) aplasia bone marrow

3) defisiensi besi

4) thalassemia

Thrombocytopenia - defisiensi trombosit

1) ITP

2) Dengue Hemorrhagic Fever

Gangguan koagulasi darah

1) defisiensi faktor koagulasi

4.Apa komplikasi dari transfuse darah?

1. Reaksi Hemolitik Kekerapan terjadinya 1:6000 akibat destruksi eritrosit donor oleh antibodi resipien atau sebaliknya. Jika transfusi < 5% volume darah, reaksi tak begitu gawat.

Pada pasien sadar ditandai oleh demam, menggigil,nyeri dada-panggul dan mual. Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak jelas asalnya, hipotensi, perdarahan merembes di daerah operasi, syok, spasme bronkus, dan selanjutnya Hb-uria, dan ikterus.

2. Infeksi 1. Virus (hepatitis, HIV, sitomegalovirus, HTLV) 2. Bakteri (stafilokokus, Yesteria, citrobacter) 3. Parasit (malaria)

3. Lain-lain Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non kardial, purpura, intoksikasi sitrat, hiperkalemia, dan asidosis.

5. Apa hubungan pertumbuhan dengan penyakit thalassemia?

Hubungan penyakit dengan hambatan pertumbuhan pasien (mengapa adik A lebih tinggidari A). Hambatan pertumbuhan terjadi akibat:

a. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulangpipih seperti os maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-tulang tersebut mengalami penonjolan danpelebaran. Namun, destruksi dini sel darah merah terus berlanjutsehingga sumsum tulang putih yang normalnya berfungsi untukmembangun bentuk tubuh dan pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang menghasilkan eritrosit. Sumsum tulangputih terdapat pada tulang-tulang panjang seperti os tibia, os fibula, osfemur, os radius, dan os ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini daripembangun tubuh menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan b. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektifbisa menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasipertumbuhan (Patologi Robbins-Kumar volume 2 hal. 454)c. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusakorgan endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguanpubertas.6. Bagaimana hubungan riwayat keluarga A dengan penyakit yang diderita A sekarang?

Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan, yaitu merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan delesi di kromosom 11 (Thalassemia ) atau 16 (Thalassemia ) sehingga kemungkinan paman A juga menderita thalasemia.

Gejala pada A cocok dengan gejala thalasemia B mayor yang dapat mematikan bila tidak ditangani dengan benar (diberikan transfusi darah secara rutin, atau dilakukan transplantasi sumsum tulang). Dalam kasus thalasemia mayor, kematian terjadi pada dekade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung kongestif atau aritmia jantung.

Berikut adalah asumsi pedigree pada kasus pasien A ini:

Keterangan pedigree: ThalassemiaAutosomal Resesif Bila, ayah normal-ibu carrier

Persentase F1: 50% normal

50% carrier

Bila, ayah carrier-ibu carrier

Persentase F1:

25% normal

50% carrier

25% thalassemia

Keterangan:

Laki-laki normal

Wanita normal

Laki-laki carier

Wanita Carier

Laki-laki thalasemia

7.Bagaimana intepretasi dan mekanisme dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Kasus Nilai normalInterpretasi

Keadaan umumKesadaran

Anemis

morfologi Compos mentis

+

1. Wide epichantus

2. Prominent upper-jawCompos mentis

-

Normal tidak ada perubahan pada morfologi wajahnormal

Anemia (kekurangan darah) pucat

Ekspansi massif sum-sum tulang wajah

Vital sign

Heart rate

Respiratory rate

Tekanan darah

Temperature

Heart and lung94x/menit

27x/menit

100/70 mmHg

36,7 C

Within normal limit65-110x/menit

20-25x/menit

95-110/65-75mmHg

36,5-37,5Cnormal

Sedikit meningkat

Normal

Normal

Abdomen

Hepatic Spleenenlargement x Schoeffner III--Hepatomegaly spleenomegaly

Ekstremities

Telapak tangan Pallor -Anemia

Keadaan umum anemis:

defek gen ( produksi globin terganggu ( hemoglobin ( eritropoiesisberjalan tidak efektif ( eritrosit lebih rapuh-usia memendek( hemolitikdari eritosit ( jumlah eritrosit ( suplai ke perifer menurun ( anemia

Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebar

Prominent upper jaw, penonjolan rahang atas

Mekanismenya:

Anemia hemolitik( produksi eritrosit ditingkatkan ( tulang wajah,tulang panjang kembali memproduksi sel darah merah ( hiperplasiasumsum tulang ( bentuk tulang berubah

Hepatic enlargement x dan spleen schoeffner II

Mekanismenya:Eritrosit abnormal ( membran eritrosit lebih rapuh ( hemolisismeningkat ( hemoglobin bebas yang meningkat diambil oleh hati danlimpa ( hepatosplenomegali ( distensi abdomen

8.Apa kesimpulan pemeriksaan laboratorium dan mekanismenya?

PemeriksaanNilai NormalHasil PemeriksaanIntepretasi

Hemoglobin11-14 gr/dl7,6 gr/dlAnemia

Retikulosit0,5-1,5%1,8%Retikulositosis

Leukosit5-15 x109 /lt10,2 x 109 /ltNormal

Trombosit150-450 x109 /lt267 x 109 /ltNormal

Diff CountBasofil

Eosinofil

Neutrofil batang

Neutrofil segmen

Limfosit

Monosit0-1 %1-3 %2-6 %50-70 %20-40 %

2-8 %0 %

2 %

0 %

70 %

22 %

6 %NormalNormal

Rendah

Normal

Normal

Normal

MCV82-92 fl64 flRendah

MCH27-31 fl21 flRendah

MCHC32-37 %33 %Normal

Anisositosis ( AbnormalPoikilositosis ( AbnormalHipokrom ( AbnormalTarget sel ( AbnormalSI

( Normal

TIBC

( NormalSerum ferritin ( Normal

Mekanisme

Anemia ( gangguan pembentukan rantai globin ( terjadi peningkatan salah satu rantai globin yang tidak mengalami gangguan ( pembentukan salah rantai globin yang berlebihan ( gangguan pada pembentukan membrane sel darah merah ( RBC mudah pecah ( anemiaAnemia & Shift to the right ( gangguan pembentukan rantai globin ( terjadi peningkatan salah satu rantai globin yang tidak mengalami gangguan ( pembentukan salah rantai globin yang berlebihan ( rantai globin yang tak seimbang mengendap ( sehingga RBC yang memiliki endapan rantai globin dideteksi sebagai sel abnormal ( dihancurkan oleh sel kupfer ( Anemia + aktivasi imunitas kronik

Retikulosis ( akibat anemia ( penurunan jumlah suplai oksigen ( menstimulasi ginjal meningkatkan produksi eritropoetin ( produksi sel darah merah meningkat dengan cepat ( retikulositosisMCV ( gangguan pembentukan rantai globin ( RBC tak terbentuk sempurna ( RBC menjadi kecilAnisositosis & Poikilositosis ( gangguan pembentukan rantai globin ( pembentukan RBC yang abnormal ( anisositosis dan poikilositosisTarget cell ( thalassemia ( penurunan jumlah dari hemoglobin intrasel pada RBC ( target sel9. Apa diagnosis banding kasus ini?

10.Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah

a. DarahPemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah1. Darah rutinKadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.2. Hitung retikulositHitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.3. Gambaran darah tepiAnemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.4. Serum Iron & Total Iron Binding CapacityKedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.5. LFTKadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

b. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

c. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

d. Pemeriksaan roentgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

11.Apa diagnosis dari kasus ini?

Thalassemia Intermedia

12.Apa epidemiologi dari kasus ini?

Indonesia termasuk wilayah yang memiliki kasus thalassemia cukup tinggi. Diperkirakan jumlah pembawa sifat gen thalassemia- sebanyak 773 ribu jiwa dan thalassemia- sebanyak 4,6 juta jiwa (Wong, 1986). Dengan jumlah penduduk Indonesia berkisar antara 147.490.298 jiwa (BPS, 1980) hingga 197.378.946 jiwa (BPS, 1990), berarti frekensi gen thalassemia- pada saat itu sebesar 0,43-0,52% dan thalassemia- sebesar 2, 56-3,12%. Namun data dari sejumlah rumah sakit besar dan pusat pendidikan menunjukkan frekuensi gen thalassemia di Indonesia sebenarnya berkisar antara 3-10%. Artinya sekitar 3-10 dari 100 orang penduduk Indonesia mempunyai gen thalassemia (Sofro, 1995, Wahudayat I, 1979). Besarnya frekuensi thalassemia ini tergantung pada asal etnik dari populasi (Winichagoon dan Fucharoen, 1986). Indonesia memiliki lebih dari 13.000 etnik.

Di propinsi Sumatera Selatan, frekuensi pembawa sifat thalassemia- dan Hb 3 didaatkan sebesar 9% dan 6%. Bila dibandingkan dengan daerah lainnya, frekuensi ini merupakan frekuensi pembawa thalassemia- tertinggi di Indonesia (Sofro, 1995). Dengan jumlah penduduk sebesar 7.207.500 jiwa (BPS, 1995), yang sebagian besar merupakan etnik Melayu, diperkirakan setiap tahunnya akan lahir 405 kasus baru thalassemia- di propinsi Sumatera Selatan.

Apabila rata-rata pasien thalassemia- sekarang mampu bertahan hidup selama 15 tahun, diperkirakan pasien thalassemia- di propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2010 akan berjumlah sekitar 6.075.

13.Apa faktor risiko dari kasus ini?a. Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemiaAnak dengan salah satu/kedua orang tua thalasemia minorAnak dengan salah satu orang tua thalasemiab. Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena samac. Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia,Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.d. Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau orangPhilipina.14.Apa pathogenesis pada kasus ini?

Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis Hb akibat mutasi gen globin pada gen alfa atau beta, berupa bentuk delesi atau non delesi, sehingga terjadi perubahan rantai globin alfa atau beta, berupa perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu. Akibatnya menurunnya atau tidak diproduksinya rantai globin tersebut.

15. Apa patofisiologi dari kasus ini?

17. Apa tatalaksana yang perlu diberikan kepada Nona A?

1. Transfusi Darah2. Terapi Kelasi Besi

3. Splenektomi4. Transplantasi sumsum tulang Metode yang bersifat kuratif Donor dari keluarga dekat seperti orang tua, saudara kandung Angka keberhasilan berkisar 45%

5. Terapi GenPrinsip terapi gen adalah jaringan yang akan dikoreksi (misal sumsum tulang) dapat dipindahkan, diobati dan dikembalikan lagi ke penderita. Terapi ini bertujuan memasukkan kopi normal gen globin yang sehat bersamaan dengan kunci regulator untuk hematopoesis17.Apa manifestasi klinik dari kasus ini?

Manifestasi klinisSebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besarmenunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurusbahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khasmongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan. Pembesaran limpa dan hati terjadi karena destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoesisekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang besar meningkatkankebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dancadangan eritrosit.Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum tulang yang hebat yangmenyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan korteks di banyak tulang dengan suatukecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran rambutberdiri (hair-on-end) pada foto roentgen. Penumpukan besi akibat transfuse darah menyebabkan kerusakan organ endokrin (dengankegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat atau tidak terjadi), miokardium.Infeksi dapat terjadi. Anak yang melakukan transfusi darah rentan terhadap infeksi bakteri.

18.Apa komplikasi dari kasus ini?

KomplikasiAkibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yangberulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehinggaditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal inidapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibattrauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme sepertileukopenia dan trombopenia.Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)

Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure and arrhythmias.

Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.

Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.

Komplikasi hematologic, contoh VTE.

Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.

Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.

Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan

gangguan kehamilan.

Komplikasi

1) Gagal jantung

2) Hemakromatosis

3) Delayed puberty

4) Gagal tumbuh

5) Sirosis hati

6) Hipersplenisme

19.Apa preventif untuk kasus ini?

1. Pencegahan Primer

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counseling)

2. Pencegahan Sekunder

Inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dari thalasemia Pemeriksaan DNA cairan amnion Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) pada korion villi mulai minggu ke-8 Pemeriksaan prenatal dapat dilakukan setelah minggu ke-8 kehamilan menggunakan CVS (Chorionic Villi Sampling) dengan 2 cara : 1. Mengambil potongan kecil plasenta 2. Amniosintesis setelah 8 minggu usia kehamilan 20. Apa prognosis dari kasus ini?

Vitam

= duabia at malam

Fungsionam= dubia at malam

21. Apa KDU untuk kasus ini?

Kompetensi dokter umum untuk kasus thalasemia adalah tingkat 4.

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan ketrampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.

IV. Hipotesis

Nona A, 9 tahun, mengalami pucat dan distensi abdomen karena anemia hemolitik et causa thalassemia intermediaV. Kerangka Konsep

VI. SintesisAnemia hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya ( sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence) yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah (ekstravaskuler) yang membawa konsekuensi patofisiologik yang berbeda.

Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada darah tepi akan direspons oleh tubuh dengan peningkatan eritropoesis dalam sumsum tulang. Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak teralu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi. Akan tetapi, jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi anemia yang kita kenal sebagai anemia hemolitik.

Klasifikasi

Klasifikasi anemia hemolitik berdasarkan penyebabnya dapat dilihat pada table 5-1. Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat herediter familier misal thalasemia, G6PD

2. Anemia hemoiitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat di dapat

Patofisiologi

Proses hemolisis akan menimbulkan sebagai berikut :

1. Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin. Tergantung derajat hemolisis, apabila derajat hemolisis ringan sampai sedang maka sumsum tulang masih dapat melakukan kompensasi 6 sampai 8 kali normal sehingga terjadi anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolitik terkompensasi.akan tetapi, apabila derajat hemolisis berat maka mekanisme kompensasi tidak dapat mengatasi hal tersebut sehingga terjadi anemia hemolitik. Derajat penurunan hemoglobin dapat bervariasi dari ringan sampai sedang. Penurunan hemoglobin dapat terjadi perlahan-lahan, tetapi sering sekali sangat cepat.

2. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis berdasarkan tempatnya dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Hemolisis ekstravaskuler

Lebih sering dijumpai dibandingkan dengan hemolisis intravaskuler. Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari system retikuloendotelial (RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membrane (misalnya akibat reaksi antigen- antibody), presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yan relative kecil dan suasana relative hipoksisk akan memberi kesempatan destruksi sel eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi.

Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke protein pool, serta besi yang dikembalikan ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan dipakai kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek, mangalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urine.

Sebagian hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar haptoglobin juga menurun, tetapi tdak serendah pada hemolisis intravaskuler.

b. Hemolisis intravaskuler

Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globin alfa) sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun.kompleks haptoglobin hemoglobin akan dibersihkan oleh hati dan RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai haemoglobinemia. Hemoglobin akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi methemoglobinemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin (suatu glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar melalui urine sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urine (hemosiderinuria) yang merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronik.

Pemecahan eritrosit intravaskuler akan melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit sehingga serum LDH akan meningkat.

c. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis. Destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme biofeedback ( melalui eritropoetin) sehingga sumsum tulang meningkatkan eritropoesis. Sumsum tulang normal dapat meningkatkan kemampuan eritropoesisnya 6-8 kali lipat. Peningkatan ini ditandai oleh peningkatan jumlah eritroblast (normoblast) dalam sumsum tulang sehingga terjadi hyperplasia normoblastik. Peningkatan normoblast terjadi pada smeua tingkatan, baik normoblast basofilik, normoblast polikromatofilik, ataupun normoblast basofilik, normoblast polikromatofilik, ataupun normoblast asidofilik atau ortokromatik. Normoblast sering dilepaskan ke darah tepi sehingga terjadi normoblastemia. Sel eritrosit muda yang masih mengandung sisa inti (RNA) disebut sebagai retikulosit dalam darah tepi. Sel-sel eritrosit warnanya tidak merata (ada sel yang lebih gelap) disebut sebagai polikromasia. Produksi system lain dalam sumsum tulang sering ikut terpacu sehingga terjadi leukositosis dan trombositosis ringan.

Gejala klinik

Gejala klinik anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Gejala umum anemia

Timbul jika hemoglobin 1 g/dl dalam waktu satu minggu khas pada hemolitik akut didapat

b. Tanda-tanda hemolisis

Penurunan masa hidup eritrosit

Peningkatan katabolisme heme

Peningkatan aktivitas dehidrogenase laktat serum

Penurunan haptoglobin serum

Penurunan hemoglobin terglikolisasi

Tanda-tanda hemolisis intravaskuler :

Hemoglobinemia

Hemoglobinuria

Hemosiderinuria

Methemalbuminemia

Penurunan kadar hemopeksin serum

Kompensasi sumsum tulang

Retikulositosis

Poliktomasia pada darah tepi

Hyperplasia normoblastik pada sumsum tulang

Kelainan lab akibat penyakit dasar

Tes comb positif

Tes fragilitas osmotic

Kelainan morfologik eritrosit

Diagnosis banding

Kelainan-kelainan yang sering dikelirukan dengan anemia hemolitik adalah :

1. Anemia pascaperdarahan akut dan fase pemulihan anemia defisiensi yang sedang mendapat terapi. Disini dapat dibedakan karena tidak adanya ikterus dan kadar hemoglobin meningkat pada pemeriksaan berikutnya.

2. Anemia karena eritropoesis inefektif sering disertai ikterus akholurik dan hyperplasia normoblastik sumsum tulang.

3. Anemia yang disertai dengan perdarahan ke rongga retropenial atau ke jaringan lain sering kali sulit dibedakan dengan anemia hemolitik. Disini hemoglobin turun dengan cepat disertai retikulositosis dan ikterus akholurik. Kasus ini hanya dapat dibedakan kalau dapat dilakukan pemeriksaan yang membuktikan adanya perdarahan ini.

4. Kasus dengan ikterus tanpa anemia seperti pada sindrom Gilbert atau kelainan katabolisme yang lain perlu dibedakan dengan keadaan hemolitik terkompensasi.

5. Adanya mioglobinuria seperti pada kerusakan otot yang luas atau crush syndrome perlu dibedakan dengan hemoglobinuria. Hal ini dapat dibedakan dengan elektroforesis.

Pengobatan

Terapi gawat darurat

Pada hemolisis akut terutama hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangkan transfuse darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun dilakukan cross matching,hemolisis tetap dapat terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut.

Terapi suportif-simtomatik

Splenektomi dapat menimbulkan remisi atau mengurangi gejala pada beberapa bentuk anemia hemolitik kronik. Steroid memberikan respons pada kasus imunohemolitik tertentu, terutama yang disertai antibody panas. Penderita yang tidak memberikan respons terhadap steroid dapat dicoba dengan obat imunosupresif lain, seperti azathioprin. Pada anemia hemilitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

Terapi kausal

Transplantasi sumsum tulang memberikan harapan penyembuhan pada kasus anemia hemolitik herediter familier terutama thalasemia.

Thalasemia

Thalassemia merupakan suatu kelompok kelainan genetika yang diturunkan secara autosomal resesif sesuai dengan hukum Mendel. Karena itulah jika dalam suatu keluarga ditemukan riwayat thalassemia, maka dapat diduga bahwa pada generasi seterusnya juga akan ditemukan riwayat yang sama, pembawa traits, atau juga thalassemia.

Indonesia termasuk wilayah yang memiliki kasus thalassemia cukup tinggi. Diperkirakan jumlah pembawa sifat gen thalassemia- sebanyak 773 ribu jiwa dan thalassemia- sebanyak 4,6 juta jiwa (Wong, 1986). Dengan jumlah penduduk Indonesia berkisar antara 147.490.298 jiwa (BPS, 1980) hingga 197.378.946 jiwa (BPS, 1990), berarti frekensi gen thalassemia- pada saat itu sebesar 0,43-0,52% dan thalassemia- sebesar 2, 56-3,12%. Namun data dari sejumlah rumah sakit besar dan pusat pendidikan menunjukkan frekuensi gen thalassemia di Indonesia sebenarnya berkisar antara 3-10%. Artinya sekitar 3-10 dari 100 orang penduduk Indonesia mempunyai gen thalassemia (Sofro, 1995, Wahudayat I, 1979). Besarnya frekuensi thalassemia ini tergantung pada asal etnik dari populasi (Winichagoon dan Fucharoen, 1986). Indonesia memiliki lebih dari 13.000 etnik.

Di propinsi Sumatera Selatan, frekuensi pembawa sifat thalassemia- dan Hb 3 didaatkan sebesar 9% dan 6%. Bila dibandingkan dengan daerah lainnya, frekuensi ini merupakan frekuensi pembawa thalassemia- tertinggi di Indonesia (Sofro, 1995). Dengan jumlah penduduk sebesar 7.207.500 jiwa (BPS, 1995), yang sebagian besar merupakan etnik Melayu, diperkirakan setiap tahunnya akan lahir 405 kasus baru thalassemia- di propinsi Sumatera Selatan.

Apabila rata-rata pasien thalassemia- sekarang mampu bertahan hidup selama 15 tahun, diperkirakan pasien thalassemia- di propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2010 akan berjumlah sekitar 6.075.

(Safyudin. Thesis: Nilai Hematologi dan analisis hemoglobin: suatu prediksi jenis mutasi thalassemia- pada populasi melayu di Sumatera Selatan. Universitas Indonesia 2003)

Kayu Agung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), Kayuagung yang berjarak 65 KM dari pusat kota Palembang. Karena itulah, Kayu Agung juga salah satu wilayah dengan tingkat kasus Thalassemia yang tinggi.

Patofisiologi

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila kelainan pada gen globin alpha maka penyaktinya disebut thalassemia alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit thalassemia beta.

Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Selain itu berkurangnya produksi rantai globin beta mengakibatkan rantai globin alfa relatif berlebihan dan akan saling mengikat membentu suatu benda yang menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia.

Tidak hanya itu, pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limfa sangat berat. Akibatnya limfa menjadi membengkak. Selain itu tugas limfa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

Pada thalassemia sebagai bentuk kompensasi akan kekurangan darah, maka sumsum tulang pipih juga akan berusaha memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya. Karena pekerjaannya yang meningkat maka sumsum tulang ini akan membesar, pada tulang muka pembesaran ini dapat dilihat dengan jelas dengan adanya penonjolan dahi, jarak antara kedua mata menjadi jauh, dan tulang pipi menonjol.

ERITROPOIESIS

Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin, yang dihasilkan 90% di sel interstisial peritubular ginjal dan 10%-nya di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan yang dibentuk sebelumnya, dan stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah tekanan oksigen (O2) dalam jaringan ginjal. Karena itu produksi eritropoietin meningkat pada anemia, jika karena sebab metabolik atau struktural, hemoglobin tidak dapat melepaskan O2 secara normal, juka O2 atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung atau paru atau kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O2 ke ginjal. Eritropoietin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan CFUE lanjut yang mempunyai reseptor eritropoietin terangsang untuk berproliferasi , berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglobin. Proporsi sel eritroid dalam sumsum tulang meningkat dan dalam keadaan kronik, terdapat ekspansi eritropoiesis secara anatomik ke dalam sumsum berlemak dan kadang-kadang ke lokasi ekstramedular.

Sebaliknya, peningkatan pasokan O2 ke jaringan (akibat peningkatran massa sel darah merah atau karena hemoglobin dapat lebih mudah melepaskan O2 dibandingkan normalnya) menurunkan dorongan eritropoietin.

Sintesis Hemoglobin

Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2 ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit mengandung protein khusus yaitu hemoglobin.

Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam -aminolevulinat (ALA) sintase. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang oleh eritropoietin. Akhirnya, protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing dengan gugus hemenya sendiri dalam suatu kantung kemudian dibentuk untuk menyusun satu molekul hemoglobin.

Destruksi Eritrosit Normal

Destruksi eritrosit biasanya terjadi setelah massa hidup rata-rata 120 hari, yaitu pada saat sel dikeluarkan ke ekstravaskular oleh makrofag sistem retikuloendotelial (RE) yang terutama terdapat dalam sumsum tulang, tetapi juga di hati dan limpa. Eritrosit tidak berinti sehingga metabolisme eritrosit memburuk secara perlahan karena enzim didegradasi dan tidak diganti, sehingga sel menjadi tidak viable. Pemecahan heme dari eritrosit membebaskan besi ke resirkulasi melalui transferin plasma ke eritroblas sumsum tulang, dan protoporfirin yang dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin bersirkulasi ke hati dan mengalami konjugasi menjadi glukouronida yang diekskresikan ke dalam usus melalui empedu dan diubah menjadi sterkobilinogen dan sterkobilin. Strkobilinogen dan sterkobilin direabsorbsi sebagian dan diekskresikan dalam urine sabagai urobilinogen dan urobilin. Rantai globin dipecah menjadi asam amino yang digunakan kembali untuk sintesis protein protein umum dalam tubuh. Haptoglobin adalah protein yang terdapat dalam plasma normal yang mampu mengikat hemoglobin. Kompleks hemoglobin- haptoglobin dikeluarkan dari plasma oleh sistem RE. hemolisis intravaskular (pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah) sedikit atau tidak berperan dalam destruksi eritrosit normal.

Daftar pustaka

Bakta, I Made. 2006. Hematologi klinik ringkas. EGC : Jakarta

Buklet Yayasan Thalassaemia Indonesia. 1987. Thalassaemia: Apakah itu? Mengapa terjadi? Bagaimana mencegahnya? Buklet Yayasan Thalassaemia Indonesia. 27 Mei 1987

Safyudin. Thesis: Nilai Hematologi dan analisis hemoglobin: suatu prediksi jenis mutasi thalassemia- pada populasi melayu di Sumatera Selatan. Universitas Indonesia 2003 alfa

gamma

beta

Akses rantai dan Hb A

Deformitas tulang

Prominent upeer jaw

Wide epichantus

Hb 7,6

Pucat, ekstremitas pucat

hemolisis

ANEMIA

Hipoksia jaringan

Produksi eritropoetin

Hematopoesis ekstrameduler

Ekspansi tulang

Afinitas O2

Splenomegali

hepatomegali

Presipitasi rantai intrameduler

Kompensasi

2 QUOTE 2

HbF

Riwayat keluarga

A,9th, thalassemia

Kayu Agung

Anemia Hemolitik

Kerja sum sum tulang meningkat

Kerja hati & limpa meningkat

Pucat

Epichantus melebar & rahang atas menonjol

Hepatosplenomegali