110
Cooperation Between : Service Provider By : KEMENTRIAN KEHUTANAN FOREST GOVERNANCE AND MULTISTAKEHOLDER FORESTRY PROGRAMME 2007 – 2011 MULTISTAKEHOLDER FORESTRY PROGRAMME LAPORAN TAHUNAN 2009/2010

Laporan Tahunan MFP 2009/2010

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Tahunan MFP 2009/2010

Citation preview

Page 1: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

Cooperation Between : Service Provider By :

KEMENTRIAN KEHUTANAN

FOREST GOVERNANCE AND MULTISTAKEHOLDER FORESTRY PROGRAMME 2007 – 2011

MULTISTAKEHOLDERFORESTRYPROGRAMME

LAPORAN TAHUNAN 2009/2010

Page 2: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

ii Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Page 3: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

iiiAnnual Report 2009

Daftar Isi

PENGANTAR ..................................................................................... v RINGKASAN .................................................................................... vii BAB I: PELAKSANAAN DAN CAPAIAN OUTPUT PROGRAM 1

1.1. Deviasi dan Pencapaian Output ....................................... 21.1.1. Capaian pada Proses Transisi ............................... 31.1.2. Capaian dari AWP 2009/2010 ............................. 6

1.2. Pelaksanaan Fasilitasi Program .......................................... 221.2.1. Revisi Perencanaan dan Pelaksanaan Program ....... 221.2.2. Pengembangan Jejaring ....................................... 23

BAB II: FINANCIAL MANAGEMENT .......................................... 291.1. Realisasi Anggaran dan Perencanaan 2010/2011 .............. 291.2. Laporan Audit Tahuanan ................................................. 34

BAB III: PENGELOLAAN PROGRAM .......................................... 351.1. Penaran Fasilitasi Program Management Unit (PMU) ....... 36

1.2. Mekanisme Prosedur Pelaksanaan Program dan Anggaran. 36

1.3. Diseminasi Infromasi dan Pengetahuan (wen design)......... 37

BAB IV: TANTANGAN PROGRAM ................................................ 391.1. Implikasi Perubahan Output ............................................ 391.2. Implikasi Terhadap Kemitraan .......................................... 461.3. Implikasi terhadap AWP 2009/2010 ............................... 471.4. Gap Analisis di Tingkat Implementasi Program ................. 48

1.5. Penanganan Kendala Program ......................................... 49

Page 4: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

iv Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

LAMPIRAN - REVIEW OF Program Management by Independent reviewer ........ 51- Program Logical Framework 2009 – 2011 ......................................... 55- MFP II Personnel ........................................................................... 88

Page 5: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

vAnnual Report 2009

PADA AKhIR Bulan Maret dan dalam Laporan Tahunan Forestry Governance and Multistakeholder Forestry Program (MFP II) 2008/2009, Tim MFP II telah menyusun Annual Workplan 2009/2010 (AWP 2009/2010) sebagai acuan pelaksanaan program dan kerjasama untuk tahun kedua program MFP II. AWP 2009/2010 telah disusun berdasarkan rekomendasi dari Tim evaluasi independen, yaitu CIDT – Wolferhamthon dan DFID sejak awal Bulan April 2009. Namun pelaksanaan AWP 2009/2010 tertunda-tunda karena pengesahan oleh Steering Committee (SC), serta menunggu hasil kesepakatan Departemen Kehutanan dan DFID untuk penajaman dan arah program yang hanya akan memprioritaskan pada output 1. Proses penundaan dan lambatnya keputusan ditingkat SC, menjadikan program terhambat untuk diimplementasikan.

Namun pelaksanaan program oleh mitra terus berjalan sesuai dengan kesepakatan dalam MoU tahun anggaran 2008/2009, sambil dilakukan upaya memfokuskan arah capaian (re-shapping) pada penguatan output 1 yang difasilitasi Tim MFP II kepada mitra-mitra. Revisi program para mitra telah dilakukan, namun amandemen dari MoU dilakukan setelah ada pengesahan Logical Framework Program (LF) dan final AWP 2009/2010 dari SC, pada tanggal 27 Oktober 2009..

Sebagai laporan kemajuan, akan terlihat ketidak laziman dari laporan tahunan ini karena proses penyusunannya memerlukan waktu lebih dari tujuh (7) bulan untuk pnyelesaian dan pengesahan dan program berjalan efektif hanya lima (5) bulan dengan menggunakan draft LFP dan AWP 2009/2010. Sehingga penyusunan LFP dan AWP menjadi bagian dari kegiatan yang dapat dimasukan sebagai “kemajuan” program MFP II dan indikator kemajuan program ini juga masih berupa “check list” dari kegiatan yang direncanakan, artinya tidak dapat dilihat dan dianalisis lebih lanjut untuk untuk menggabarkan dampak atas program ini.

Pengantar

Page 6: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

vi Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Catatan kemajuan ini juga tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai capaian besar dari program MFP II, karena adanya perubahan fokus program mengakibatkan dua program besar yang sudah disiapkan oleh MFP II tidak berlanjut, yaitu pengembangan Community Foundation untuk memfasilitasi akses masyarakat dalam mengambangkan Community Based Forest Management (CBFM) dan pembentukan Kesatuan Pengelolaan hutan (KPh); serta Program yang berkaitan dengan Climate Change dan Reduce Emision from Deforestration and Degradation (REDD).

Sebagai bahan pertanggung-jawaban Program Management Unit (PMU), maka laporan tahunan ini disusun untuk menjadi acuan refleksi pencapaian program dan penyusunan perencanaan program Tahun 2010/2011, serta disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan DFID-UK dan public secara umum melalui laman MFP II yang dapat dibuka dan diunduh oleh siapapun yang berkentingan. Semoga bermanfaat.

Diah Y. Raharjo

Page 7: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

viiAnnual Report 2009

Ringkasan

SECARA UMUM, laporan ini tidak memperlihatkan kemajuan dari analisis capaian yang didasarkan pada pemantauan dampak dari jalannya program. Disamping kegiatan memfasilitasi perubahan focus, pelaksanaan program memperlihatkan pelaksanaan MFP II hanya terbatas pada pengawalan implementasi SVLK dan persiapan penandatanganan VPA, sehingga pada periode pelaksanaan program di 5 bulan terakhir Bulan Nopember 2009 – Maret 2010, tidak ada kemajuan yang memperlihatkan dampak program, kecuali proses penyiapan implementasinya, berupa sosialisasi kebijakan di beberapa regional, persiapan kerangka kerja kebijakan SVLK melalui kerja working group, persiapan untuk peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusian (SDM) dan pertemuan-pertemuan dalam rangka menyiapkan semua protocol yang harus berjalan dalam system yang dibangun oleh Permenhut No. 38 Tahun 2009 tentang SVLK.

Ada dua hal penting dalam penjelasan efisiensi dan proses pencapaian jalannya program yang berjalan, yaitu Pertama, kegiatan-kegiatan dari AWP 2008-2009 yang masih berjalan hingga September 2009, terkendala oleh proses Inception Review yang menghasilkan rekomendasi untuk melakukan re-shaping kegiatan kepada out put 1 saja. Padahal komitmen kerjasama sudah berjalan dan tidak mungkin ditunda pada saat rekomendasi dikeluarkan DFID. Sedangkan beberapa kegiatan yang tidak terkait out put 1 masih harus menyelesaikan prosesnya, namun dengan penundaan waktu dan pendanaan, kegiatan ini tertunda-tunda sampai dengan Bulan Desember 2009. Kedua, dari AWP

Page 8: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

viii Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

2009/2010, kegiatan yang dilakukan hanya kegiatan yang berkaitan dengan output 1 saja, seperti beberapa kegiatan terkait sosialisasi SVLK secara nasional sudah dilaksanakan di 4 lokasi, Bali, Jogjakarta, Jakarta dan Surabaya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan melalui seminar, sesungguhnya hampir sulit dilihat capaiannya.

Catatan penting dari deviasi output 1 adalah, upaya penajaman output 2, 3, 4 dan 6 diarahkan sebagai supporting activities yang akan mendukung pencapaian target output 1, dilakukan tetapi dengan resiko, misalnya capaian strategis yang seharusnya dapat dicapai melalui pengorganisasian masing-masing output akan sangat terkonsentrasi pada percepatan proses legalisasi SVLK dan penandatanganan VPA, tetapi yang secara langsung mengakibatkan pencapaian kedalaman substansi dari output 2-6 akan berkurang. Salah satu dampaknya adalah sedikitnya 89 proposal yang telah masuk pada Januari-Maret 2009 dan beberapa proposal yang telah difasilitasi untuk tingkat nasional dan Kementrian Kehutanan tidak dapat dilanjutkan.

Catatan penting Output 2, yang dicapai dalam resolusi konflik lebih terbatas, baik dari segi tipe konflik kehutanan maupun wilayah. Dengan hanya mendukung KARSA maka output yang diperoleh sebatas pelembagaan model konflik PhBM, dan berlokasi di Jawa. hilang kesempatan untuk mengekspolorasi tipe konflik kehutanan yang lain, yang berada diluar Jawa. Oleh karena itu, fokus kegiatan Output 2 langsung diintegrasikan dengan mekanisme penyelesaian konflik yang terdapat dalam standard legalitas dan SVLK secara keseluruhan. hal itu memungkinkan karena standard legalitas yang telah dibangun melalui proses multipihak tidak banyak mengalami perubahan dan dilegalisasi oleh Departemen Kehutanan.

Deviasi dari Output 3 adalah bahwa pembentukan unit pengelolaan hutan yang berbasis KPh yang sudah berlangsung lebih dari sepuluh tahun tidak dapat dilanjutkan atau difasilitasi oleh MFP II. Kepentingan MFP II mendorong terlembagakannya KPh, untuk memastikan adanya reformasi birokrasi dan tumbuhnya organisasi pengelolaan kawasan hutan yang realistis di daerah, pada akhirnya tidak dapat difasilitasi.

Di tingkat peran civil society, beberapa aktifitas Community Foundation sebelumnya tidak pernah diarahkan untuk memantau proses produksi di suatu hutan produksi kayu. Proses belajar dalam kaitannya dengan aspek produksi yang lestari dalam manajemen hutan perlu dilakukan terlebih dahulu. Keterbatasan dana yang tersedia untuk mengimplementasikan aktifitas Output 4 menjadi salah satu kendala tidak teridentifikasinya dengan sempurna hubungan perdagangan/pasar antara pemasok dan pembeli antar region.

Pelaksanaan output 5 mempunyai implikasi signifikan bagi peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia CF sebagai pengelola

Page 9: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

ixAnnual Report 2009

program di regional maupun sebagai gerakan sosial bagi gerakan CSO dalam sektor kehutanan dan pengelolaan SDA. Beberapa studi penjajagan yang sudah direncanakan tidak mungkin dapat dilanjutkan di tahun kedua termasuk beberapa pelatihan dasar penting untuk peningkatan kapasitas juga tidak akan terjadi pada periode 2009-2010, kecuali diarahkan pada pelatihan-pelatihan terkait implementasi SVLK. Penting dicatat output 5 adalah kunci keberlanjutan program di masa depan di regional karena mengandalkan kemampuan professional lembaga dan pelaksana program dibandingkan pelaksanaan output lainnya yang bersifat project based.

Deviasi pada pencapaian output 6 mempelihatkan bahwa faktor kendala yang berimbas pada resiko terhambat jalannya program adalah pada dua hal, pertama, adanya perubahan arah fokus program, sehingga mempengaruhi capaian dan portfolio program yang telah dibangun oleh PMU. Kedua, adanya pengurangan alokasi dana dari DFID kepada program, sehingga target-target pencapaian program harus dirubah sesuai dengan alokasi anggaran.

Capaian Output pada 2009/2010

Dari penyelenggaraan pelatihan-pelatihan di atas, maka catatan refleksi dari pencapaian Output 1 ini adalah:1. Instrument SVLK bukan hanya disiapkan melalui protocol pelaksanaannya

saja, tetapi perlu pengemasan bahan/materi untuk pemahaman (melalui pelatihan, sosialisasi dan praktik) di semua level, baik untuk pada Auditors, Pelaku (managamen unit dan industri), Aparat hukum, pemerintah daerah, Pelaksana dan Pengambil Keputusan di sektoral terkait dan Lembaga Penegakan hukum, LSM dan Masyarakat.

2. Instrument lain yang harus segera dikembangkan adalah kelembagaan dari system monitoring pelaksanaan SVLK. Persoalan akses pada informasi dan data menjadi catatan penting yang perlu dikembangkan dalam system SVLK, mulai dari pembagian peran, sampai dengan akuntabilitas penyelenggaraan monitoring oleh masyarakat sipil. Jika ini dibiarkan saja, maka akan menjadi persoalan/konflik baru yang kontra-produktif dengan penyelenggaraan SVLK itu sendiri.

3. Pelaksanaan Ujicoba SVLK di Unit Menagement dan Industri memerlukan persiapan dan tindak lanjut untuk memastikan bahwa system ini dapat diimplementasikan. Persiapan di tingkat UM dan industry menjadi proses penting yang harus disiapkan secara benar oleh Dirjen. BPK dan MFP II, dan tindak lanjut dari hasilnya akan sangat bermanfaat bagi UM atau Industri tempat dilakukannya Ujicoba.

Catatan penting dalam pencapaian Output 2 memberikan landasan bagi perencanaan program selanjutnya, yaitu:

Page 10: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

x Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

1. Penyusunan indicator dan milestone Output yang jelas dan dipahami bersama oleh DFID, Kementrian Kehutanan, MFP II dan pelaksana kegiatan. Pembelajaran dari LFP saat ini adalah tidak pastinya ukuran untuk pencapaian program dan adanya pemahaman yang berbeda.

2. Diperlukan strategy yang tepat untuk persiapan pelaksanaan program dalam 18 bulan, terutama outreach strategy dalam melakukan kampanye dan promosi kayu legal dan system legalitas di Indonesia.

3. Diperlukan adanya update informasi dan pemetaan terhadap perkembangan pasar kayu dunia, untuk memastikan bahwa system yang dibangun (SVLK) memberikan pengaruh positif terhadap pemasaran kayu legal dari Indonesia.

Catatan penting pencapaian Output 3 adalah Secara umum sampai dengan Maret 2010, beberapa kegiatan tercapai, meski belum pada kualitas yang teruji, seperti modul pelatihan untuk IFM, dan jejaring CSO untuk pemantauan yang belum terfasilitasi serta keaktifan KPLK sebagai lembaga yang difasilitasi MFP IIdan WG monitoring. Namun begitu beberapa capaian diatas dapat dianggap sebagai bagian melakukan persiapan dalam melaksanakan program kedepan.

Pelaksanaan program dalam periode 2009/2010 adalah menyelesaikan revisi LFP dan AWP 2009/2010. Revisi dengan perubahan mendasar dari focus program MFP II, memperlihatkan adanya perubahan besar dari rancangan program dan kegiatan untuk mencapai keluaran MFP II. Enam output program yang terencana pada LFP MFP II 2008/2011, untuk mencapai tiga(3) tujuan program yang terdapat dalam Letter of Arrangement antara Departemen Kehutanan dengan DFID, telah menjadi satu (1) tujuan dengan tiga (tiga) output yang sangat detil untuk mencapai tujuan pertama dari MFP II.

Realisasi Anggaran dan Audit

Kegiatan MFP II selama 2 periode yaitu April 2008 - Maret 2009 dan April 2009 – Maret 2010 telah menyerap dana sebesar GBP 1.389.982 atau Rp.23.583.891.992,-. Jumlah ini berarti 90.32% dari anggaran yang direncanakan selama 2 periode tersebut yaitu GBP 1.538.928.

Total anggaran yang dikelola oleh service provider (Yayasan KEhATI) berdasarkan Agreement dalah GBP 1.700.000, sedangkan sampai dengan Maret 2010 dana yang telah diterima oleh Yayasan KEhATI adalah sebesar GBP 1.391.199, sehingga sisa dana kegiatan adalah sebesar GBP 308.801.

MFP II telah dilakukan audit oleh Auditor Independen, Paul hadiwinata, hidayat, Arsono, Ade Fatma and rekan, pada bulan Januari – Februari 2010 untuk tahun pembukuan Januari – Desember 2009. Audit MFP II ini merupakan audit proyek dari audit keuangan lembaga Yayasan KEhATI.

Page 11: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

xiAnnual Report 2009

Audit juga dilakukan terhadap mitra MFP II yang mengelola dana dari MFP II diatas Rp. 750 juta.

Pengelolaan Program

Sesuai dengan mandat dan tata hubungan kerja di MFP II, PMU merupakan pengelola program dan administrasi. Fungsi pengelolaan program secara keseluruhan dilakukan dibawah supervisi Direktur program, dan secara substansi fasilitator dalam kegiatannya didampingi oleh Secondee dan untuk cakupan lebih luas konsultan terlibat dalam perencanaan, diskusi dan penguatan substansi isu atau materi.

Dengan adanya perubahan orientasi program dari programmatic approach menjadi output oriented approach (seperti yang sudah disampaikan pada Bab sebelumnya), maka terjadi perubahan pada peran dari fasilitator, yang pada awalnya menangani program sesuai tema-tema kebijakan kehutanan nasional, tatakelola pemerintah dan peningkatan kapasitas CSO, menjadi penanggung-jawab output dan memastikan terpenuhinya target capaian kegiatan.

Peran fasilitasi PMU dalam periode 2009/2010 adalah menangani langsung berbagai kegiatan, memfasilitasi pertemuan teknis para pihak, workshop, pelatihan, penyusunan modul train ing dan mengkoordinasikan berbagai pihak yang terlibat kegiatan.

Tantangan dan Gap Analisis Implementasi Program

Berjalannya program periode 2009/2010 memiliki tantangan cukup besar, terutama dengan perubahan output yang “mendadak” dan juga tekanan pada berkurangnya anggaran. Dari perkembangan program dan analisis capaian yang dilakukan oleh Program Management Unit (PMU), pengurangan anggaran untuk Tahun Anggaran 2009/2010 berimplikasi pada terhentinya pelaksanaan program yang sudah mengalami kemajuan, termasuk komitmen yang sudah difasilitasi oleh PMU pada periode sebelumnya. Komitmen ini telah terbangun dari proses pembahasan proposal yang masuk ke MFP II dan proaktif PMU untuk mendorong pencapaian Output program dalam LF. Secara umum, implikasi yang akan dialami program akan berpengaruh langsung pada pencapaian output pada LF Program.

Selain terhadap output, pengurangan anggaran pada periode 2009/2010 juga berdampak serius pada prinsip kemitraan (partnership) pada pengelolaan program, terutama berkaitan dengan pengembangan model grant delivery. Paling tidak ada tiga implikasi penting yang muncul, Pertama, kepercayaan mitra terhadap MFP II dan PMU yang mengelola dana hibah menjadi berkurang. hal ini dilandasi oleh proses komunikasi yang sudah dibangun

Page 12: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

xii Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

lama dan calon mitra sudah masuk lebih dalam ke dalam tahap-tahap proses pemberian hibah. Sejauh ini, PMU telah memproses lebih dari seratus proposal dari para mitra (lihat tabel daftar proposal, terlampir). Akan tetapi nasib proposal dan inisiatifnya terhenti, bahkan karena tidak terdanainya inisiatif yang sudah dibahas. Tentu ini menimbulkan sedikit penurunan kepercayaan pada pengelola dana hibah.

Kedua, selain hilang kepercayaan pada lembaga donor (DFID). Komitment DFID dipertanyakan, dan cukup dipertanyakan jika alasannya adalah krisis global. Krisis ekonomi boleh saja terjadi tetapi mestinya, seharusnya perencanaan hibah DFID ke Pemerintah Indonesia untuk kerangka program yang telah ditanda-tangani antara dua Pemerintah. Ketiga, muncul pandangan dan pertanyaan tentang pengelolaan dana hibah MFP II melalui model Service Provider (SP) ini tidak feasible. hal ini berimplikasi dengan dipertanyakannya Yayasan Kehati sebagai SP.

Pencapaian kegiatan mulai Oktober 2009 hingga Maret 2010 merupakan pembangunan infrastruktur, sebagai landasan bagi implementasi kegiatan selanjutnya yang lebih luas. Ketidak-tercapaian target dalam implementasi AWP 2009/2010 dari masing-masing output telah teridentifikasi, dan merupakan catatan bagi PMU untuk mempriritaskan penuntasan pada periode 2010/2011. Gap yang terkait pemenuhan target kuantitas dan ketidak-tercapaian. Selain itu Gap terjadi karena proses persiapan SVLK yang belum sepenuhnya berjalan lancar, sehingga beberapa aktivitas harus menunggu proses dan dinamika yang ada.

Gap pada output 1: Jumlah peserta latih untuk training aturan dan kebijakan terkait implementasi SVLK belum terpenuhi. Pengembangan jejaring CSO untuk memantau implemtasi SVLK belum dilakukan hingga maret 2010 sehingga menjadi target penting pada kegiatan di periode 2010/2011 ini.

Gap pada output 2: Pada output 2 tidak terdapat gap, karena pelaksanaankegiatan melebihi dari perencanaan yang dirancang pada tahun anggaran 2009/2010

Gap pada output 3 : Pengembangan jejaring multipihak dan working group pemantauan implementasi SVLK juga belum dilaksanakan, sementara itu penyiapan modul pelatihan Independent Forest Monitoring untuk CSO belum juga selesai, dan akan menjadi target pada kegiatan periode 2010/2011.

Analisis gap atas capaian kerja sampai dengan Maret 2010 pada masing-masing output, khususnya rencana yang tidak terimplementasi dan direkomendasikan menjadi kegiatan utama yang harus dilaksanakan pada periode April2010-Maret 2011

Page 13: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

1Annual Report 2009

Bab I Pelaksanaan dan Capaian Output Program

SEPERTI sudah disampaikan pada Bab Pengantar, lambatnya proses pengesahan AWP 2009/2010 diantisipasi dengan pelaksanaan program oleh mitra terus berjalan sesuai dengan kesepakatan dalam MoU tahun anggaran 2008/2009, sambil dilakukan upaya memfokuskan arah capaian (re-shapping) pada penguatan output 1 yang difasilitasi Tim MFP II kepada mitra-mitra. Revisi program para mitra telah dilakukan, namun amandemen dari MoU dilakukan setelah pengesahan Logical Framework Program (LF) dan final AWP 2009/2010 oleh SC.

Secara umum, laporan ini tidak memperlihatkan kemajuan dari analisis capaian yang didasarkan pada pemantauan dampak dari jalannya program. Disamping kegiatan memfasilitasi perubahan focus, pelaksanaan program memperlihatkan pelaksanaan MFP II hanya terbatas pada pengawalan implementasi SVLK dan persiapan penandatanganan VPA, sehingga pada periode pelaksanaan program di 5 bulan terakhir Bulan Nopember 2009 – Maret 2010, tidak ada kemajuan yang memperlihatkan dampak program, kecuali proses penyiapan implementasinya, berupa sosialisa si kebijakan di beberapa regional, persiapan kerangka kerja kebijakan SVLK melalui kerja working group, persiapan untuk peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusian (SDM) dan pertemuan-pertemuan dalam rangka menyiapkan semua protocol yang harus berjalan dalam system yang dibangun oleh Permenhut No. 38 Tahun 2009 tentang SVLK.

Page 14: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

2 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

1.1. Deviasi dan Pencapaian Output

Ada dua hal penting dalam penjelasan efisiensi dan proses pencapaian jalannya program yang berjalan, yaitu Pertama, kegiatan-kegiatan dari AWP 2008-2009 yang masih berjalan hingga September 2009, terkendala oleh proses Inception Review yang menghasilkan rekomendasi untuk melakukan re-shaping kegiatan kepada out put 1 saja. Padahal komitmen kerjasama sudah berjalan dan tidak mungkin ditunda pada saat rekomendasi dikeluarkan DFID. Sedangkan beberapa kegiatan yang tidak terkait out put 1 masih harus menyelesaikan prosesnya, namun dengan penundaan waktu dan pendanaan, kegiatan ini tertunda-tunda sampai dengan Bulan Desember 2009. Kedua, dari AWP 2009/2010, kegiatan yang dilakukan hanya kegiatan yang berkaitan dengan output 1 saja, seperti beberapa kegiatan terkait sosialisasi SVLK secara nasional sudah dilaksanakan di 4 lokasi, Bali, Jogjakarta, Jakarta dan Surabaya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan melalui seminar, sesungguhnya hampir sulit dilihat capaiannya.

Kegiatan yang direnanakan pada AWP 2009-2010 (yang efektif mulai 27 Oktober 2009) diviasinya cukup signifikan dari rencana, karena dirancang dengan mengantisipasi adanya perubahan program sejak awal. Namun kegiatan yang telah direncanakan di AWP 2008/2009 dan masih berjalan di tingkat mitra, terdapat diviasi dari rencana awal. hal ini dikarenakan hambatan di lapangan dan juga pengucuran dana dari MFP II ke mitra.

Untuk melihat pencapaian program selama satu tahun, pergeseran yang dilakukan program dengan hati-hati adalah melakukan penggeseran atau redesign setiap output yang ada di AWP 2008/2009 kepada proses persiapan di AWP 2009/2010.

Tujuan dan Output pada LFP MFP II (2008/2011)

Tujuan dan OutputLFP MFP II (2009/2012)

Goal:

Significant roles of both countries to deliver and contribute to the global objectives in forestry

Goal:

All traded Indonesian timber demonstrated legal, as a precondition for effective forest governance, sustainable forest management.

Purpose

Enabling conditions for legal and institutional reform toward SFM in place by 2011, that support poverty reduction, and climate change adaptation and mitigation in the forestry sector

Purpose

A credible Timber Legality Assurance System (SVLK) that is recognised by the market.

Page 15: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

3Annual Report 2009

Tujuan dan Output pada LFP MFP II (2008/2011)

Tujuan dan OutputLFP MFP II (2009/2012)

Output

1. SVLK as instrument of good forestry governance, sustainable forest management, and trade agreement (as in VPA) is finalized.

2. Institutional mechanisms for dispute resolution and strengthening community roles in the forestry sector is significantly catalyzed.

3. Best practices on forest management and governance to promote growth equity, and accountability documented.

4. Standards and mechanisms for monitoring the improvement of corporate governance and investment performance is sufficiently facilitated.

5. Improve capacity of civil society organisations to mobilise resources, engage and hold to account government and other stakeholders.

6. Pro-poor investment regulatory and institutional instruments to link CBFM with carbon markets identified.

Output

1. Sufficient capacity to implement SVLK (Supply chain control, accreditation processing, auditing, independent monitoring, licensing and structuring implementation mechanism).

2. SVLK certified timber recognised in key international markets.

3. Representative mechanism in place to review and strengthen SVLK implementation.

Oleh karena itu, untuk melihat deviasi dan pencapaian output program, laporan ini menyajikan pencapaian dan proses pergeseran dari enam output sebelumnya (selama tujuh bulan) dan pencapaian dari tiga output yang berjalan selama lima bulan.

1.1.1. Capaian Pada Proses Transisi:

Output 1: dilakukan penajaman Output 1, mengikuti asas prioritasi dan urgensi, serta mempertimbangkan keterbatasan pendanaan. Di tingkat kelompok aktivitas, substansinya tidak akan banyak berubah yakni bermuara pada kontribusi terhadap penyelesaian legalisasi SVLK, implementasi SVLK, dan fasilitasi dalam proses penandatanganan VPA antara Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa.

Kegiatan capacity building dan diseminasi SVLK di regional secara terbatas dilakukan karena telah ada proponen terpilih untuk melakukannya. Penajaman kegiatan dari proponen terpilih itu tetap dilakukan untuk menjamin jangkauan dan diseminasi, serta efisiensi dari program dan pendanaan.

Satu komponen aktivitas penting yang terpaksa tidak dapat didanai adalah penyelenggaraan ujicoba SVLK secara “full package”, sebagaimana dimandatkan di dalam berbagai konsultasi publik dan telah dicantumkan di dalam kerangka

Page 16: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

4 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

logis Output 1. Diperkirakan ini akan cukup mengganggu pencapaian misi di tingkat output. Beberapa kegiatan lainnya seperti penelitian dampak SVLK dan Scaling Up lokasi pilot activities untuk implementasi SVLK juga mengalami penundaan.

Catatan penting dari deviasi output 1 ini adalah, upaya penajaman output 2, 3, 4 dan 6 diarahkan sebagai supporting activities yang akan mendukung pencapaian target output 1, dilakukan tetapi dengan resiko, misalnya capaian strategis yang seharusnya dapat dicapai melalui pengorganisasian masing-masing output akan sangat terkonsentrasi pada percepatan proses legalisasi SVLK dan penandatanganan VPA, tetapi yang secara langsung mengakibatkan pencapaian kedalaman substansi dari output 2-6 akan berkurang. Salah satu dampaknya adalah sedikitnya 89 proposal yang telah masuk pada Januari-Maret 2009 dan beberapa proposal yang telah difasilitasi untuk tingkat nasional dan Kementrian Kehutanan tidak dapat dilanjutkan.

Output 2: Pelembagaan peran CSO dan organisasi akar rumput, dalam proses peradilan penanganan illegal loging di empat daerah dipastikan tidak tercapai, karena lebih fokus diarahkan pada skema monitoring civil society dalam implementasi SVLK. Catatan penting dari deviasi yang terjadi pada output 2 ini adalah:

- hanya mengandalkan satu kegiatan besar di tingkat nasional yang berorientasi pada pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa di sektor kehutanan di Jawa. Padahal keberadaan output 2 merupakan prasyarat bagi pencapaian output lainnya terutama output 3, 4, dan 6 selain output 1.

- Mekanisme penyelesaian konflik yang dilakukan hanya masuk pada persoalan SVLK untuk menyokong capaian output 1, hal ini juga menjadi genting karena peran civil society menjadi lemah dan tidak memiliki alokasi dana khusus dalam grant mechanisme seperti melalui Commuity Foundation yang mewakili wilayah di regio-regio terpilih.

Output yang dicapai dalam resolusi konflik lebih terbatas, baik dari segi tipe konflik kehutanan maupun wilayah. Dengan hanya mendukung KARSA maka output yang diperoleh sebatas pelembagaan model konflik PhBM, dan berlokasi di Jawa. hilang kesempatan untuk mengekspolorasi tipe konflik kehutanan yang lain, yang berada diluar Jawa. Oleh karena itu, fokus kegiatan Output 2 langsung diintegrasikan dengan mekanisme penyelesaian konflik yang terdapat dalam standard legalitas dan SVLK secara keseluruhan. hal itu memungkinkan karena standard legalitas yang telah dibangun melalui proses multipihak tidak banyak mengalami perubahan dan dilegalisasi oleh Departemen Kehutanan.

Page 17: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

5Annual Report 2009

Output 3: Semula diarahkan untuk mendorong terciptanya pra-kondisi pengelolaan hutan di semua tipe pengelolaan kawasan/areal hutan ke arah pemanfaatan berkelanjutan dan berkeadilan. Namun dengan perubahan fokus dan alokasi anggaran dipastikan capaian untuk output ini terpangkas karena hanya diarahkan pada upaya-upaya pragmatis untuk membangun pra-kondisi terimplementasikannya SVLK saja.

Dengan demikian PMU mencoba mengantisipasi untuk mendorong pentahapan pada pengelolaan berkelanjutan yang sebelumnya telah diinvestasikan di kawasan hutan untuk kegiatan Non Timber Forest Product dapat terus berlanjut, mengingat fasilitasi dan dukungan MFP II pada CBFM yang tidak berbasis produksi kayu sangat dominan dalam program MFP II sebelumnya maupun dalam AWP 2008-2009.

Pembentukan unit pengelolaan hutan yang berbasis KPh yang sudah berlangsung lebih dari sepuluh tahun tidak dapat dilanjutkan atau difasilitasi oleh MFP II. Kepentingan MFP II mendorong terlembagakannya KPh, untuk memastikan adanya reformasi birokrasi dan tumbuhnya organisasi pengelolaan kawasan hutan yang realistis di daerah, pada akhirnya tidak dapat difasilitasi.

Output 4: Bila dilakukan sesuai rencana ideal atau normal, maka akan sangat tergantung pada keberhasilan program MFP II dalam memenuhi target capaian output 1. Tetapi sebaliknya, kegiatan Output 4 bisa diarahkan untuk menyediakan pra-kondisi dan governance private sector agar SVLK dapat diimplementasikan.

Output 4 tidak memiliki implikasi besar dari kondisi perubahan fokus kegiatan untuk penguatan output 1, sebaliknya justru diarahkan pada upaya perbaikan governance private sector untuk implementasi SVLK sekaligus perbaikan governance ini akan dipengaruhi oleh investasi dan bagaimana pelaku pasar mensikapi dan melaksanakan kebijakan ini.

Di tingkat peran civil society, beberapa aktifitas Community Foundation sebelumnya tidak pernah diarahkan untuk memantau proses produksi di suatu hutan produksi kayu. Proses belajar dalam kaitannya dengan aspek produksi yang lestari dalam manajemen hutan perlu dilakukan terlebih dahulu. Keterbatasan dana yang tersedia untuk mengimplementasikan aktifitas Output 4 menjadi salah satu kendala tidak teridentifikasinya dengan sempurna hubungan perdagangan/pasar antara pemasok dan pembeli antar region.

Output 5: Kegiatan program lebih banyak merupakan intervensi MFP II untuk mengkondisikan mitra-mitranya berdaya dalam mencapai target dan pengelolaan kelembagaan Community Foundation (CF). Pelaksanaan output

Page 18: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

6 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

5 mempunyai implikasi signifikan bagi peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia CF sebagai pengelola program di regional maupun sebagai gerakan sosial bagi gerakan CSO dalam sektor kehutanan dan pengelolaan SDA. Beberapa studi penjajagan yang sudah direncanakan tidak mungkin dapat dilanjutkan di tahun kedua termasuk beberapa pelatihan dasar penting untuk peningkatan kapasitas juga tidak akan terjadi pada periode 2009-2010, kecuali diarahkan pada pelatihan-pelatihan terkait implementasi SVLK. Penting dicatat output 5 adalah kunci keberlanjutan program di masa depan di regional karena mengandalkan kemampuan professional lembaga dan pelaksana program dibandingkan pelaksanaan output lainnya yang bersifat project based.

Output 6: Dari awal memang difokuskan pada kegiatan scoping dengan dana terbatas, sehingga tidak berpengaruh signifikan dengan adanya perubahan ini. Namun moment dan fenomena tentang carbon market justru terantisipasi dengan semakin banyaknya investor yang tertarik dengan skema voluntary dan proses penyiapannya. Program dan inisiatif CBFM yang memungkinkan difasilitasi dengan penyiapan kelembagaan dan terkait impelementasi SVLK, termasuk misalnya penguatan SME, bisa menjadi peluang dalam program ke depan. Namun untuk kegiatan pendampingan dan penyiapan infrastuktur program ini, PMU harus memobilisasi sumberdaya lain.

Dari catatan di atas terlihat bahwa faktor kendala yang berimbas pada resiko terhambat jalannya program adalah pada dua hal, pertama, adanya perubahan arah fokus program, sehingga mempengaruhi capaian dan portfolio program yang telah dibangun oleh PMU. Kedua, adanya pengurangan alokasi dana dari DFID kepada program, sehingga target-target pencapaian program harus dirubah sesuai dengan alokasi anggaran.

1.1.2. Capaian AWP 2009/2010:

Dari proses yang disampaikan di atas, maka capaian program mulai Bulan Nopember sampai dengan Bulan Maret 2010 adalah membangun kesepahaman dan kelembagaan pada system penyelesaian keberatan dalam SVLK. Untuk inisiasi ini, kerjasama MFP II dengan Lembaga Ekolabeling Indonesia (LEI) dan Perkumpulan KARSA adalah meletakan dasar-dasar prinsip dan mekanisme penyelesaian konflik dalam proses penyelesaian keberatan tersebut. Tiga putaran diskusi di Balikpapan, Jakarta dan Jogjakarta, memperlihatkan bahwa kelembagaan penyelesaian konflik adalah juga bagian dari proses pelembagaan pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat sipil dari hulu hingga hilir.

Pada dua bulan terakhir, MFP II secara aktif memfasilitasi proses kesepahaman di internal Direktorat Jederal BPK, Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Perdagangan. Dalam konteks Technical Working Group (TWG) Delegasi Uni

Page 19: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

7Annual Report 2009

Eropa dan Indonesia, kesepahaman di sisi Indonesia masih sangat minim, hal ini memerlukan pentahapan yang dibangun disemua tingkat pemegang kebijakan. Mulai dari tingkat teknis substansi, sampai dengan pengambil keputusan. Proses ini memerlukan pengawalan ketat oleh MFP II dari sisi substansi dan agenda pertemuan-pertemuan diantara mereka serta untuk memastikan keluaran dari setiap pertemuan tercapai.

Secara rinci, daftar pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 1, pada laporan ini.

Capaian Output 1 : Sufficient capacity to implement SVLK (Supply chain control, accreditation processing, auditing, independent monitoring, and licensing and structuring implementation mechanism)

Output ini memiliki 4 indikator yang harus dicapai, untuk tahun 2009/2010 ini dapat dipastikan untuk mencapai indikator pertama, sudah dilakukan beberapa intervensi program yaitu pelaksanaan kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dalam mengawal implementasi SVLK. Dari tujuh (7) rencana pelatihan yang akan dilakukan sampai dengan Maret 2010 sudah dilaksanakan 5 kegiatan dilakukan, yaitu refreshment atau penyegaran untuk 50 auditor, setidaknya berhasil mengundangan 50 orang auditor dan Pelatihan Training of Trainers (ToT) yang telah meluluskan peserta latih dengan pemahaman baru tentang SVLK sebanyak 38 orang. Rincian kegiatan yang berkaitan dengan Output 1 meliputi berbagai macam kegiatan :

1. Pelatihan Penyegaran Auditor :

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tambahan para auditor yang sudah mendapat lisensi sebagai auditor dengan pengetahuan baru tentang SVLK, Permenhut no 38 tahun 2009 dan Peraturan Dirjen BPK nomor 6 tahun 2009. Selain itu juga diberikan pengetahuan tentang ISO 17011 dan ISO Guide 65, berkaitan dengan akreditasi kepada lembaga Penilai Kinerja Pengelolaan hutan Lestari (ISO 17011) dan akreditasi kepada Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (ISO Guide 65).

Peserta dari pelatihan penyegaran ini berjumlah 50 orang dari 15 Lembaga Penilai Independen yang telah diakreditasi (sementara) oleh Komite Akreditasi Nasional dan 1 Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (BRIK), serta peserta peninjau dari Departemen Kehutanan.

Catatan dari penyelenggaraan pelatihan ini memperlihatkan bahwa materi kebijakan SVLK masih memerlukan pemahaman materi yang mendalam

Page 20: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

8 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

dari Fasilitator Pelatihan, karena beberapa materi adalah hal yang terbaru dan secara prinsip dan teknis memerlukan penyampaian yang jelas dalam perbekalan teknis dan metode penilaian. Bagian ini akan menjadi refleksi bersama antara penyelenggara pelatihan, Dirjen BPK dan KAN.

2. Pelatihan Untuk Para Trainers (Training of Trainers) :

Pelatihan ini bertujuan untuk melatih para Trainers, yang akan memfasilitasi/melatih Unit Manajemen mempersiapkan diri sebelum diaudit oleh para audit dari Lembaga Verifikasi. Fokus pelatihan lebih pada mempersiapkan unit manajemen pada pengetahuan SVLK dan mempersiapkan kegiatan dan dokumen yang dioperlukan dalam audit SVLK. Peserta dari ToT ini adalah para staf BPK Dephut dan Widyaiswara Pusdiklat, serta dari MFP IIdan FLEG-T, yang berjumlah 50 orang (dalam 2 kali pelatihan).

ToT berjalan sukses dan lancar. Namun secara metodologis, masih diperlukan perbaikan metode. Beberapa peserta, memberikan umpan balik dari penyelenggaraan pelatihan ini dan cacatan mereka adalah dalam pelaksanaannya ToT SVLK sangat monoton. Menjadi penting bahwa MFP II mengkaji ulang metode penyelenggaraan ToT bersama Pusan Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Kementrian Kehutanan, agar dapat dihasilkan sebuah pelatihan yang akan menghasilkan tujuan dari pelatihan itu sendiri.

3. Pelatihan tentang monitoring SVLK untuk Masyarakat yang dilakukan oleh Perkumpulan Telapak:

Perkumpulan Telapak dalam programnya melakukan pendampingan dan penguatan Masyarakat Sipil untuk mengawal SVLK melalui pelatihan kepada masyarakat adat, yaitu:

a. Pelatihan Monitoring SVLK untuk Masyarakat Adat di Sorong :

Pelatihan ini dilakukan di Sorong, diikuti oleh 17 orang yang berasal dari berbagai suku/kelompok masyarakat adat di Sorong dan Pelatihan Monitoring SVLK untuk Masyarakat Adat di Kepulauan Yapen, Serui-Papua, yang dilakukan di Kampung Ambaidiru, Pegunungan Yapen Tengah, Serui, yang diikuti oleh 20 peserta yang berasal dari 7 suku besar di Kepulauan Yapen..

Materi pelatihan yang diberikan adalah mengenai SVLK dan monitoring SVLK; teknik dokumentasi menggunakan kamera digital (still), kamera video dan GPS; dasar-dasar investigasi dan riset; serta advokasi . Output dari pelatihan ini adalah:

Page 21: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

9Annual Report 2009

- Peserta memahami bagaimana melakukan analisis kasus berdasarkan SVLK, aktor, kekuatan dan kelemahan serta menyusun rencana advokasi

- Peserta memahami prinsip-prinsip dan dasar-dasar riset dan investigasi.

- Peserta memahami dan mampu mempraktekkan prinsip dan teknik pemakaian alat alat monitoring.

b. Pelatihan Monitoring SVLK untuk Masyarakat Adat di Sorong :

Selain itu, sebagai tindak lanjut dari pelatihan serupa yang dilakukan kepada masyarakat adat Kalimantan Barat pada Quarter sebelumnya, Perkumpulan Telapak bersama dengan AMAN Kalbar, telah melakukan monitoring peredaran kayu di wilayah Kaliamantan Barat, khusunya di daerah Semunying, Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat .

c. Pelatihan Monitoring SVLK untuk Masyarakat Adat di Kalimantan Barat :

Pelatihan ini melibatkan sebagian besar Masyarakat Adat di Kalimantan Barat, terutama anggota dari AMAN. Catatan penting dari pertemuan ini adalah diperlukannya Free Prior Informed Concern (FPIC) dari semua proses dalam pengelolaan hutan. Isu ini menjadi penting untuk memperlihatkan keterbukaan dalam system yang dibangun oleh SVLK, terutama untuk data dasar dari system monitoring yang dibangun dalam system.

Perhatian pada isu monitoring menjadi catatan penting dalam proses ini, terutama instrument penting dari monitoring oleh masyarakat sipil, yaitu kelembagaannya (peran, protocol dan pihak yang dilibatkan) dan akses pada semua informasi dan data. Instrument ini bukan saja perlu dibangun, namun juga pada persiapan infrastuktur yang dibangun.

Berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan yang telah dilakukan tersebut, Telapak telah menyusun beberapa manual, yaitu :

- Manual Advokasi- Manual Dokumentasi- Manual Investigasi- Manual Sederhana Untuk Masyarakat.

Catatan penting dari hasil kerja Perkumpulan telapak adalah kelanjutan dari proses pemberdayaan masyarakat, melalui pelatihan, ke dalambertuk bagaimana Masyarakat Sipil dapat berkontribusi dalam mengawal

Page 22: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

10 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

pelaksanaan SVLK di daerah. Jika dilihat dari focus area dan jumlah capaian yang dilatih oleh Telapak, masih belum dapat dilihat bagaimana system pengawalan yang dapat dilakukan.

Pekerjaan rumah dari proses ini terlihat masih panjang karena 4 lokasi dampingan Telapak belum memperlihatkan bagaimana system monitoring ini dapat dibangun dengan beragamnya karakteristik wilayah dan masyarakat, serta bagaimana mereka dapat mengakses informasi dan data legalitas kayu di daerahnya.

4. Uji Coba Implementasi SVLK di Jambi:

Uji coba implementasi SVLK di Jambi dilakukan di areal perusahaan PT AraraAbadi dan Pabrik Bubur Kertas/Plymill Lontar Papyrus di Jambi. Kedua perusahaan ini merupakan anak perusahaan PT Sinar Mas Group. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk menguji apakah SVLK sebagai sebuah sistem untuk mengetahui legalitas produk kayu dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan. Apabila terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, apakah hal tersebut karena sistemnya atau perangkat lain dalam sistem tersebut yang perlu disempurnakan. Kesenjangan (gap) diharapkan akan segera didapatkan dari proses tersebut, sehingga masukan atau bahan untuk penyempurnaan sistem menjadi lengkap.

Catatan dari hasil ujicoba ini memperlihatkan bahwa kelengkapan ketersediaan data untuk SVLK masih memerlukan pendampingan di tingkat Management Unit. Pendampingan berupa asistensi penyiapan format dokumen (template) dan juga pemahaman pada system yang digunakan dalam SVLK. Ujicoba singkat ini cukup memperlihatkan beberapa kekuarangan dari system yang sedang dibangun, sehingga catatan dalam inisiasi ini akan membantu perbaikan system ke depan.

5. Sosialisasi SVLK dan Uji Coba Implementasi SVLK di Kalimantan Timur :

Sosialisasi dilakukan kepada seluruh stakeholders di Kalimantan Timur, terutama kepada unit manajemen yang akan mengimplementasikan SVLK. Tujuan dari sosialisasi ini adalah memberikan pemahaman awal tentang akan diimplementasikannya SVLK di seluruh unit manajemen, sebagai instrumen yang wajib diikuti untuk melegalisasi produksi dan peredaran hasil hutan kayu. Peserta sosialisasi yang dilaksanakan di Samarinda, diikuti oleh 70 orang peserta, termasuk dari Dinas Kehutanan dan Unit Pelaksanan Teknis Departemen Kehutanan di Kalimantan Timur.

Pelaksanaan uji Coba implementasi SVLK di Kalimantan Timur dilakukan di areal IPhhK/hPh hutan Alam PT Balikpapan Forest Industry (PT.

Page 23: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

11Annual Report 2009

BFI) di Kabupaten Paser dan industrinya, yaitu pabrik kayu lapis di Balikpapan dengan nama perusahaan yang sama yaitu .

Pelaksanaan uji coba ini dilakukan dengan proses simulasi, seperti melakukan audit/verifikasi sebenarnya. Proses verifikasi dilakukan oleh satu tim auditor untuk hutan alam dan satu tim untuk audit industry.

Dari pelaksanaan uji coba yang multi-fungsi ini, diharapkan akan memberikan manfaat kepada masing masing pihak yang terlibat :

- Auditor/verifikator dapat melihat kemungkinan apakah standar legalitas ini dapat diaplikasikan di unit manajemen hutan maupun unit manajemen industri.

- Bagi aparat pemerintah pusat dan daerah, untuk mengetahui apakah peraturan yang sudah dituangkan dalam bentuk standar tersebut masih terdapat kekurangan dan dapat disempurnakan dalam peraturan pelaksanaannya (pedoman).

- Bagi perusahaan, untuk mengetahui kesiapan apakah unit manajemennya sudah siap (complky) dengan standar legalitas yang ada, apa kekurangannya dan bagaimana menutupi kekurangan tersebut.

- Bagi pengamat, uji coba ini juga bermanfaat untuk mengetahui bagaimana system ini bisa dilaksanakan, peran apa yang akan dimainkan oleh pengamat, kemungkinan celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan dan bahan untuk menyusun pedoman dalam proses pemantauan.

Dari pelaksanaan uji coba ini dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa P 38 tahun 2009 dapat diimplementasikan di lapangan dan memungkinkan untuk diaplikasikan di unit manajemen hutan alam maupun unit industry plywood, meskipun terdapat beberapa catatan yang dapat dimasukkan dalam pedoman pedoman.

6. Sosialisasi SVLK dan Uji Coba Implementasi SVLK di Industri Kecil di Jawa Timur.

Setelah melakukan dua kali uji coba di unit manajemen dari perusahaan besar, uji coba juga perlu dilaksanakan di unit manajemen usaha kecil menengah (UKM), untuk mengetahui kesiapan dan kesenjangan, baik dari sisi standarnya maupun kesiapan perusahaan UKM dalam menghadapai implementasi SVLK.

Pelaksanaan uji coba dilakukan di PT Anugerah Jati Utama, Gempol, Pasuruan Jawa Timur. Perusahaan UKM ini memproduksi garden furniture untuk diekspor ke pasar Eropa, dengan bahan baku kayu

Page 24: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

12 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

utamanya adalah Jati. Perusahaan ini melakukan kerjasama dengan Perum Perhutani dalam bentuk KSO, sehingga dari hasil coba ini dapat dilakukan juga, pola-pola penelusuran bahan baku dariperusahaan sejenis.

Dari pelaksanaan uji coba didapatkan kesimpulan sementara bahwa P38 dapat diimplementasikan di perusahaan UKM, dengan beberapa catatan. Di lain sisi, untuk perusahaan UKM, banyak hal yang harus dibenahi dan dipersiapkan untuk menbgimplementasikan SVLK ini. Oleh karena itu itu, dimas yang akan dating, perusahaan UKM perlu diopersiapkan terlebih dahulu pengetahuan dan keahliannya dalam mengimplementasikan SVLK. Menurut data yang ada, perusahaan UKM ini merupakan mayoritas industry kayu yang ada di Indonesia.

Dari penyelenggaraan pelatihan-pelatihan di atas, maka catatan refleksi dari pencapaian Output 1 ini adalah:

4. Instrument SVLK bukan hanya disiapkan melalui protocol pelaksanaannya saja, tetapi perlu pengemasan bahan/materi untuk pemahaman (melalui pelatihan, sosialisasi dan praktik) di semua level, baik untuk pada Auditors, Pelaku (managamen unit dan industri), Aparat hukum, pemerintah daerah, Pelaksana dan Pengambil Keputusan di sektoral terkait dan Lembaga Penegakan hukum, LSM dan Masyarakat.

5. Instrument lain yang harus segera dikembangkan adalah kelembagaan dari system monitoring pelaksanaan SVLK. Persoalan akses pada informasi dan data menjadi catatan penting yang perlu dikembangkan dalam system SVLK, mulai dari pembagian peran, sampai dengan akuntabilitas penyelenggaraan monitoring oleh masyarakat sipil. Jika ini dibiarkan saja, maka akan menjadi persoalan/konflik baru yang kontra-produktif dengan penyelenggaraan SVLK itu sendiri.

6. Pelaksanaan Ujicoba SVLK di Unit Menagement dan Industri memerlukan persiapan dan tindak lanjut untuk memastikan bahwa system ini dapat diimplementasikan. Persiapan di tingkat UM dan industry menjadi proses penting yang harus disiapkan secara benar oleh Dirjen. BPK dan MFP II, dan tindak lanjut dari hasilnya akan sangat bermanfaat bagi UM atau Industri tempat dilakukannya Ujicoba.

Page 25: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

13Annual Report 2009

Capaian Output 2 :

SVLK certified timber recognised in key international markets

Perumusan Output 2 dalam kontek program MFP II, sampai laporan ini dituliskan masih merupakan output yang perumusannya memerlukan strategy implementasi, yang dapat memastikan pencapaian output bersadarkan indicator yang cukup rentan dengan perubahan politik pasar kayu dunia.

Implementasi program selama lima bulan, pada dasarnya masih pada tahap persiapan program, berupa fasilitasi kerja-kerja TWG dan kajian dari isu pasar kayu dunia. Kegiatan memfasilitasi persiapan dan substansi pembahasan TWG dilakukan sangat intensip dangen agenda yang cukup padat.

Pertama, fasilitasi 2nd Technical Working Group. Kegiatan ini berlangsung berjalan lancar dan sukses. Dalam pertemuan ini dibahas beberapa hal yaitu; pertukaran knowledge dan ide tentang konsepsi SVLK dibandingkan dengan konsepsi SVLK versi generik EU; up dating dari sisi EU tentang due gilligence legislation, proses VPA di negara lain, kerjasama dengan negera ketiga dalam hal ini china, kebijakan pengadaan barang (public procurement policy); pengenalan text VPA, potensi dukungan lanjutan untuk pengembangan SVLK dan isu-isu lain yang relevan. Yang paling penting dari pertemuan ini adalah disepakatinya beberapa hal yaitu, masih perlunya upaya memperjelas konsepsi SVLK sehingga makin kompatibel dengan SVLK generik EU. Pemberian bantuan teknis dengan menyediakan tenaga ahli dan rangkaian prtemuan teknis berikutnya dimaksudkan untuk menyelesaiakan dan mencapai kesepahaman yang disepakaati kedua pihak tentang SVLK/SVLK.

Pihak menyepekati beberapa kegiatan ke depan dan dilanjutkan dengan 3rd TWG di Jakarta. Proses ini membuat optimisme yang berkembang yakni VPA bisa ditandatangani kedua pihak pada pertengahan tahun 2010.

Kedua, berkaitan dengan timber market updating. Ada dua kegiatan yang dikembangkan MFP II dalam kaitan ini yaitu: 1) menghubungkan Website MFP IIdengan website website yang mempunyai laporan tentang kondisi pasar kayu. Dengan cara ini diharapkan pengguna atau pencari website MFP II bisa mendapatkan informasi terkini dan lengkap tentang kondisi pasar kayu. 2) menerjemahkan draft hasil-hasil riset yang dibahas dalam pertemuan ITTO.

hasil-hasil riset ini menyajikan informasi terbaru tentang kebijakan, dinamika pasar kayu dan isu terkini perkayuan. Ada tiga hasil riset yang diterjemahkan yaitu: a) (Draft) Report on the study of the technical and environmental standar of tropical timber products in internasional markets. Disiapkan untuk ITTO oleh

Page 26: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

14 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Mr. Jukka Tissari, FAO, PBB, b) (Draft) Report on development and progress in timber procurement policies as a tools to promote sustainabel management of tropical forests. Laporan ini diajukan kepada ITTO oleh Markku Simula bekerjasama dengan Baharuddin haji Ghazali, Richard Eba’s Atyi dan Oscar Perez Contreras dan c) Repot on the Review of United Kingdom Timber Market. Laporan ini diajukan kepada ITTO oleh Alhassan Attah dan Michael Adams. Informasi ini nantinya akan menjadi bagian penting dari informasi terkini tentang kondisi pasar kayu yang tersaji dalam laman MFP II. Ketiga, pertemuan MFP II-TNC untuk membahas inisiasi dan revitaliasi inisiasi kerjasama Indonesia-Cina dalam pengelolaan hutan.

Ketiga, MFP II telah memberikan bantuan teknis dan fasilitasi proses negosiasi VPA antara delegasi Pemerintah Indonesia dengan delegasi Uni Eropa. Sejumlah kegiatan bantuan teknis dan fasilitasi telah dilaksanakan diantaranya: pertemuan Technical Working Group (TWG) ke 2 dan 3, Joint Expert Meeting (JEM) 2 dan 3, berbagai diskusi workshop multistakeholder yang menindak lanjuti (TWG) dan JEM.

Out put yang dicapai dari kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah: 1) dikenalinya pandangan, keinginan dan posisi pihak Delegasi EU dan DELRI dalam pengembangan SVLK dalam konteks negosiasi VPA, 2) dikenalinya SVLK mempunyai kompatibilitas yang tinggi dengan SVLK generik EU, 3) terumuskannya aspek-aspek teknis yang perlu ada dan dikembangkan dalam mengembangkan SVLK dalam konteks negosiasi VPA, 4) makin menyempitnya perbedaan pandangan masing-masing pihak dalam memahami konsepsi SVLK versus SVLK generik EU, dan 5) terumuskannya dan disepakatinya agenda dan kegiatan yang akan dilakukan di masa datang dalam negosiasi VPA.

Keempat, fasilitasi special envoy untuk mempromosikan SVLK di key Non-EU markets (China). MFP IItelah secara aktif memfasilitasi dan bahkan berpartisipasi langsung dalam kerangka mempromosikan SVLK kepada pasar kayu kunci di luar EU, yakni di China. hal ini dilaksanakan melalui pertisipasi MFP II(bersama para pihak lainnya terutama Kementrian Kehutanan) dalam dua kesempatan workshop, yakni: (1) Promoting Sustainable Timber Trade Update Meeting, March 30, 2010 - Beijing, China, dan (2) Trade in Legally Verified Wood Products between Indonesia and China Informal Workshop, March 31, 2010 - Beijing, China. Kedua workshop di Beijing tersebut didanai oleh DFID Beijing dan diorganisasikan oleh Forest Trends, International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan the Nature Conservancy (TNC).

Workshop yang pertama membahas perubahan trend perdagangan kayu (legal) di dunia yang diwakili oleh kepentingan pasar Amerika Serikat dengan Amandemen Lacey Act dan pasar Uni Eropa dengan EU FLEGT-VPA dan Due Diligence Regulation (DDR), serta respon dunia kehutanan di kawasan

Page 27: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

15Annual Report 2009

yang diwakili kepentingan Pemerintah Indonesia, China dan Malaysia melalui pengembangan Timber Legality Assurance System (SVLK) dan negosiasi perdagangan kayu seperti Voluntary Partnership Agreement (VPA). Workshop juga membahas perspektif dunia usaha kehutanan dan masyarakat madani di kawasan terhadap perubahan trend perdagangan kayu dunia tersebut.

Workshop yang kedua merupakan workshop pendalaman isyu bilateral (Indonesia-China) sebagai kelanjutan dari workshop pertama. Dalam kesempatan ini, wakil Pemerintah Indonesia dan China memaparkan SVLK masing-masing dan harapan-harapan yang ingin dicapai dengan pengembangan masing-masing SVLK terutama dalam konteks memperoleh rekognisi dan keberterimaan pasar dunia. Pemaparan tentang Indo-SVLK tersebut secara bahu-membahu didukung lebih lanjut dengan pemaparan dari wakil lembaga penilai independen (Sucofindo) dan lembaga monitoring independen (OCSP, KPLK) serta pemaparan mengenai masa depan lembaga endorsemen (BRIK) sehingga secara kesisteman, Indo-SVLK dinilai menunjukkan kredibilitasnya yang memadai.

Dalam kerangka kerjasama (bilateral) perdagangan kayu (legal) antara Indonesia dan China, kedua workshop tersebut di atas menunjukkan indikasi bahwa kerja sama teknis (kehutanan) termasuk perdagangan kayu semata tidak akan cukup efektif tanpa dibarengi upaya kerjasama lainnya terutama dalam kerangka penegakan hukum (termasuk kepabeanan). hal tersebut nampak dari pemaparan dalam perspektif lembaga kepabeanan Indonesia dan China serta diskusi penegakan hukum sebagaimana disampaikan oleh wakil dari lembaga penegakan hukum (kepolisian). Dalam konteks bilateral dengan China, strategi kerjasama dimaksud sangatlah penting diperhatikan dalam rangka mensukseskan rencana kegiatan MFP II (2.2.1), dalam hal ini “2) fasilitasi potensi kerjasama perdagangan kayu legal dengan US, Japan and China”.

Dalam 18 bulan ke depan, MFP II akan melanjutkan pemberian bantuan teknis dan fasilitasi untuk mengejar out put lain yang berbeda dan lebih tinggi kedudukannya, yaitu kesepakatan kedua belah pihak tentang kompatibilitas antara SVLK dan EU generik. Tabel 1. di bawah ini menunjukkan masih adanya perbedaan konsepsi dan kepentingan diantara kedua belah pihak mengenai SVLK, terutama mengenai skema dan mekanisme lisensi.

Page 28: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

16 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Tabel 1. Kompatibilitas SVLK versus EU generic

No Sub system EU generik

SVLK Keduanya Keterangan

1 Definisi legalitas

V V X Baik EU generik maupun SVLK sudah punya konsepsi yang sudah cukup jelas tetang denifisi legalitas kayu. Ada kompatilibilitas yang tinggi antara keduanya. Sangat mungkin kedua pihak/delegasi bersepakat mengenai hal ini.

2 Rantai pasokan

V V X Baik EU generik maupun SVLK sudah punya konsepsi yang sudah cukup jelas tetang rantai pasokan. Meskipun masih ada perbedaan diantaranya kedua. Tapi sangat mungkin kedua pihak/delegasi bersepakat mengenai hal ini.

3 Verifikasi V V X Baik EU generik maupun SVLK sudah punya konsepsi yang sudah cukup jelas tentang sistem verifikai. Namun masih ada perbedaan diantaranya kedua. Tapi sangat mungkin kedua pihak/delegasi bersepakat mengenai hal ini.

4 M o n i to r i n g independen

V V X Baik EU generik maupun SVLK sudah punya konsepsi yang sudah cukup jelas tentang monitoring independen. Meskipun masih ada perbedaan diantaranya kedua. Tapi sangat mungkin kedua pihak/delegasi bersepakat mengenai hal ini.

5 Mekanisme lisensi

V - - EU generik sudah mempunyai konsepsi yang jelas FLEGT-licensing scheme. Indonesia belum merumuskan konsepsinya tentang mekanisme lisensi. Proses negosiasi antara kedua delegasi akan memasuki tahap paling sulit pada saat membicarakan hal ini.

Dari hasil pertemuan TWG 3 dan JEM 2 terungkap ada bebera konsepsi lain yang masih harus diperjelas yaitu: Joint Implementation Commitee (bagaimana struktur dan mekanismenya), Control Supply Chain (segregasi warna atas verified dan unverified timber dalam skema lisensi), Verification and Enforcement Responsibilities (tata cara penanganan bila ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan CSO atau pemerintah), Linkage between SFM and legality verification standars (audit PhPL harus mencakup audit VLK

Page 29: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

17Annual Report 2009

yang dituangkan dalam pedoman). Semua itu akan dicarikan titik temunya melalui serangkaian TWG, JEM dan Senior Official Meeting (SOM) antara kedua pihak. Selain memfasilitasi negosiasi kedua pihak dalam hal konsepsi SVLK versus EU generik. Dalam tahun fiskal 2010-2011 MFP II juga akan memfasilitasi dan memberikan bantuan teknis kepada Kementerian Kehutanan supaya konsepsi dan implementasi SVLK dikenal dan diakui bukan hanya di pasar Uni Eropa tapi juga di pasar-pasar non EU.

Catatan penting dalam pencapaian Output 2 memberikan landasan bagi perencanaan program selanjutnya, yaitu:

1. Penyusunan indicator dan milestone Output yang jelas dan dipahami bersama oleh DFID, Kementrian Kehutanan, MFP II dan pelaksana kegiatan. Pembelajaran dari LFP saat ini adalah tidak pastinya ukuran untuk pencapaian program dan adanya pemahaman yang berbeda.

2. Diperlukan strategy yang tepat untuk persiapan pelaksanaan program dalam 18 bulan, terutama outreach strategy dalam melakukan kampanye dan promosi kayu legal dan system legalitas di Indonesia.

3. Diperlukan adanya update informasi dan pemetaan terhadap perkembangan pasar kayu dunia, untuk memastikan bahwa system yang dibangun (SVLK) memberikan pengaruh positif terhadap pemasaran kayu legal dari Indonesia.

Capaian Output 3 : Representative mechanism in place to review and strengthen SVLK implementation.

Terdapat 3 indikator yang ditetapkan dalam output 3 ini yaitu, dimana masing-masing memiliki dinamika masing-masing dalam perjalanannya yaitu sebagai berikut:

1. Proportion of MoFor monitoring reports cross checked for validity by SVLK auditors.

Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kegiatan ini yang telah dilakukan adalah melakukan penyegaran bagi working group/kelompok kerja pemberdayaan (capacity building), sosialisasi dan pemantauan implementasi SVLK (monitoring) serta kelompok kerja penyusunan pedoman untuk menyusun rencana kerja secara terintegrasi.

Pada pertemuan tersebut dibahas rancangan aturan, penilaian dan prosedur atas turunan Permenhut 38/2009 khususnya untuk menyiapkan aturan pelaksanaan SVLK. MFP II memfasilitasi pertemuan tersebut bekerjasama dengan BPK dan kolega terkait, pada 15-17 Oktober 2009.

Page 30: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

18 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

MFP II berkepentingan untuk mendorong percepatan proses ini pada awal 2010 agar semua dokumen siap digunakan. Dukungan MFP II secara intensif terus dilakukan pada 6 pertemuan berikutnya (3-5 Desember 09, 5-6 januari dilanjutkan 15-18 Januari, diteruskan 21-24 Januari dan diakhiri 29 Januari 2010).

Sejauh ini masing-masing kelompok kerja dan terutama tim penyusuan pedoman dan aturan dari BPK berhasil menyelesaikan berbagai draft aturan dan pedoman untuk implementasi SVLK, dan. Telah diundangkan oleh Kemenhut sebagai aturan P02/II-BPPhh/2010 yang berisi 6 pedoman yaitu: 1. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja PhPL, 2. Pedoman Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi Legalitas Kayu pada

Pemegang IUPhhK-hA/hPh, IUPhhK-hT/hTI, IUPhhK-RE; Pemegang IUPhhK-hTR, IUPhhK-hKm; Pemegang ijin dari hutan hak, dan Pemegang IPK

3. Pedoman Pelaksanaan Verifikasi dan Sertifikasi LK pada IUIPhhK dan IUI Lanjutan.

4. Pedoman Pemantauan Independen dalam Pelaksanaan Penilaian Kinerja PhPL dan Verifikasi LK

5. Pedoman Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Dalam Pelaksanaan Penilaian Kinerja PhPL dan Verifikasi LK

6. Pedoman Kriteria dan Persyaratan Personil dan Auditor Dalam Pelaksanaan PhPL dan VLK

Fasilitasi MFP II untuk hal ini akan diintegrasikan dengan kerja-kerja PMU pada output 2 dengan melakukan konsinyasi penyelesaian protocol dan pedoman SVLK melalui pertemuan yang menghadirkan pakar untuk membahasnya pada 5-6 Januari 2010.

MFP II memfasilitasi berbagai pertemuan antara lain dengan WG monitoring, dan mengembangkan kelembagaan KPLK yang intesif pada Juli – Agustus 2009 salah satunya adalah untuk mengembangkan kerangka kerja CSO dalam pemantauan SVLK. Diantaranya MFP II juga bersama anggota KPLK melakukan diskusi dan temu teknis dengan KAN, dan BRIK pada periode November –Desember 2009. KPLK juga terlibat dalam pengembangan diskusi pengembangan modul Independent Forest Monitoring untuk CSO di Bogor akhir Januari 2010 dan diskusi pengembangan mekanisme pengajuan keberatan terkait implementasi SVLK pada workshop di Jogjakarta pada pertengahan Maret 2010. hingga Maret 2010 belum ada agenda KPLK untuk tahap berikutnya.

Catatan penting dalam capaian indicator ini adalah kegiatan yang direncanakan pada tahun anggran 2009/2010 tidak memperlihatkan

Page 31: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

19Annual Report 2009

arah capaiannya output ini, tetapi lebih merupakan upaya menyiapkan infrastruktur program untuk tindaklanjut kegiatan periode berikutnya. Kepastian ada atau tidaknya Monitoring Report oleh Kementrian Kehutanan masih belum terlihat, sehingga tidak dapat dianalisis bagaimana output ini tercapai.

Ke depan (dalam rancangan kegiatan tahun 2010/2011) diperlukan beberapa kegiatan yang dapat memastikan bahwa Monitoring Report dilakukan oleh pihak Pemerintah (Kementrian Kehutanan) dan adanya cek ulang sebagai bahan validasi pada saat dilakukan audit SLVK di lapangan. MFP II akan memfasilitasi proses terbangunnya Monoring Report, terutama yang berkaitan dengan mekanisme keberatan dan konflik dalam pengelolaan hutan (Unit Menagement dan Industri).

2. Percentage of complaints successfully resolved by Permenhut 38/2009 dispute resolution mechanism

Sejauh ini proses untuk memenuhi indikator ini sudah dilakukan dengan beberapa tahapan atau scenario. Pertama, MFP II menawarkan pendekatan pro aktif kepada Lembaga Ekoloable Indonesia (LEI) dan Perhimpunan KARSA untuk melakukan studi dan kajian. Kajian yang akan difasilitasi MFP II difokuskan pada dua hal, yaitu membangun dan mengidentikasikan mekanisme penyelesaian keberatan secara kelembagaan yang dapat mewakili seluruh kepentingan para pihak dan komponen implementasi SVLK. Identifikasi ini diharapkan didapat dari pengalaman stakeholder di lapangan, yang telah memulai dan melakukan skema PhL melalui sertifikasi hutan lestari. Kedua, membangun pilihan-pilihan mekanisme penyelesaian penyelesaian keberatan dari model-model kelembagaan yang sudah ada di Indonesia misalnya seperti Ombusman, Komnas hAM, KOMPOLNAS, KAN, PNPM Mandiri dan lainnya. Sangat penting untuk menelaah mekanisme yang telah dibangun oleh banyak pihak, terutama pada tahapan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan hak dan asset public.

LEI tengah melakukan kajian pada aspek pertama yang disebutkan diatas, pada jejaring kerja yang pernah dibangun LEI yaitu melalui Forum Komunikasi Daerah (FKD). Kegiatan telah dilakukan sejak November 2009, dan ditambah dengan workshop uji coba implementasi SVLK dan penyelesaian keberatan yang merupakan hasil kajian yang dilakukan LEI bersama mitra-mitra kerja di Kalimantan Timur. hasil kajian di presentasikan pada pada 10-16 Januari 2010 dihadiri BPK, FLEGT, IhSA Kaltim, para auditor yang tengah melakukan ujicoba, dan LSM Kaltim lainnya.

Page 32: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

20 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Sementara Perhimpunan KARSA akan mengambil bagian pada aspek kedua seperti disebutkan dan hingga saat ini masih dilakukan diskusi dan proses pematangan perencanaan. hasil kedua kajian dan studi tersebut akan dipanelkan melalui suatu persiapan sebelum kemudian “diworkshopkan” pada 18 Maret 2010 di Jogjakarta. Intisari hasil kajian KARSA dan LEI adalah sbb:

• Ditemukan 7 Undang-undang dan 1 Peraturan Pemerintah yangmemuat pasal/klausal tentang penyelesaian keberatan, sengketa, gugatan, keluhan dan sejenisnya. Dikaji 5 lembaga: Komnas hAM, Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Kompolnas, Divisi Penanganan Konflik & Sengketa BPN, dan Pengelola Pengaduan Masyarakat (PPM) PNPM Mandiri.

• Dari 5 lembaga dimaksud,ORImempunyai otoritas kelembagaanpaling tinggi karena bahkan memiliki kewenangan memanggil pihak-pihak terkait. Sedangkan Kompolnas merupakan lembaga yang kewenangannya paling terbatas yang bahkan tidak mempunyai kewenangan investigatif. KARSA juga mengkaji kapasitas mediasi dan conflict of interest dari ke lima lembaga tersebut.

• Lebih jauh, KARSAmengkaji mekanisme keberatan dalam SVLKsebagaimana termuat dalam P.38/2009, P.6/2009 dan P.02/2010. KARSA menengarai isyu-isyu terkait Prinsip Accessible & Transparent, Prinsip Predictable, dan Prinsip Equitable & Right-Compatible, dalam rangka menjamin kredibilitas SVLK.

• LEI me-reposisi hubungan antara instrumen SVLK (Mandatory) dengan inisiatif sukarela (voluntary), mendiskusikan nilai-nilai partisipatif dan merumuskan acuan pedoman pengajuan dan penyelesaian keberatan yang menjamin transparansi publik.

• LEImenyusun draft usulan pedoman pengajuan dan penyelesaiankeberatan SVLK yang kemudian dikonsultasikan dalam forum FKD-LEI Kaltim dan Konsultasi Publik & Diskusi di Samarinda, Balikpapan, Jakarta dan Bandung.

• Direkomendasikan agar P.02 dilaksanakan/dioperasionalkan dulusambil membina kapasitas dan kelembagaan di daerah sekaligus memaksimalkan kapasitas para pihak.

hasil lokakarya ini adalah sebuah rencana tindak-lanjut yang disampaikan oleh sekitar 20-an peserta untuk dapat didukung oleh program MFP II ke depan yaitu:• PerlunyasosialisasiimplementasiSVLKkedaerahdandiikutidengan

ujicoba verifikasi VLK untuk hutan rakyat dengan konteks lokal, termasuk membantu dan mendampingi komunitas hutan Rakyat.

• Perlunya pertemuan yang secara khusus membahas lembagapenyelesaian keberatan dan perlunya diskusi untuk menghubungkan

Page 33: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

21Annual Report 2009

relasi kerja antara Pemantauan Independen dan Penyelesaian Keberatan dalam kerangka SVLK

3. Independent performance review process to improve standards and implementation of Permenhut 38/2009 developed, implemented and results publicly accessible.

Kegiatan-kegiatan yang dikontribusikan pada output ini masih dalam bentuk persiapan, salah satunya adalah konsinyasi penyusunan kebutuhan pelatihan CSO untuk independent monitoring. Dalam kesempatan ini MFP II mengundang para pihak : Pusdilkat, BPK, KPhSU, Telapak, Javlec dan Sulawesi Community Foundation, FLEGT, KPLK menyusun modul Pelatihan Fasilitator untuk Pemantauan Verifikasi Legalitas Kayu dan Pengelolaan hutan Produksi Lestari. Pertemuan dilakukan dua kali pada awal dan akhir bulan Januari 2010. hingga kini draft I sudah dihasilkan dan masih dalam proses penyelesaian. Tim MFP IIselama bulan maret 2010 melengkapi materi bahan belajar tidak kurang dari 15 materi yang disumbangkan untuk modul pellatihan ini.

MFP II juga terlibat secara aktif dalam pengembangan jejaring CSO untuk pemantauan hutan independen, salah satunya dengan ikut serta sebagai nara sumber pada jaringan di Sumatera Utara yang merupakan kerjasama OCSP dengan Kelompok Pengamat hutan Sumatera Utara pada 30 November – 1 Desember 2009 Sedangkan pengembangan jaringan CSO untuk Independent Forest Monitoring di level nasional baru terbatas pada beberapa organisasi dalam pembuatan modulnya.

Berkaitan dengan fasilitasi pembentukan dan penguatan kelembagaan lembaga pemantau legalitas kayu, terdapat empat kegiatan yang dilakukan adalah, 1) Pertemuan reguler Kelompok Pemantau Legalitas Kayu (KPLK),

membahas agenda internal dan yang paling penting mempersiapkan draft konsep paper tentang lembaga monitoring independen siste veridikasi legalitas kayu;

2) Pertemuan KPLK dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada November 2009. Pertemuan ini merupakan bagian dari KPLK untuk mengembangkan pengetahuan tentang KAN dan kerja-kerja KAN dalam mengakreditasi lembaga verifikasi legalitas kayu. Peranan KAN dalam SVLK sangat penting oleh karena itu perlu dipahami proses dan hasil-hasil kerja KAN dalam legalitas kayu. Selain itu, pertemuan ini merupakan media bai KPLK untuk memperkenalkan diri kepada lembaga yang akan dipantaunya, dengan demikian KAN mulai aware dan alert bahwa kerja-kerja mereka mulai diawasi oleh KPLK.

Page 34: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

22 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

3) Pertemuan KPLK dengan BRIK, pada tanggal 15 Desember 2009. Pertemuan ini juga bagian dari upaya KPLK membangung badan pengetahuan tentang BRIK dan kerja-kerja BRIK. BRIK memeganhg peranan penting dalam sertifikasi legalitas kayu, saat ini BRIK menjadi lembaga satu-satunya yang memberikan sertfikasi legalitas kayu. Dalam pertemuan ini, KPLK mendapatkan informasi terkini tentang BRIK. Saat ini BRIK sedang mempersiapkan diri untuk menjadi lembaga sertifikasi legalitas kayu. Sedang berusaha menyesuaikan diri dan comply dengan ISO Guide 65 sebagai lembaga sertfikasi. KAN akan mengakreditasi BRIK dalam waktu dekat ini untuk dinilai kesesuaian dan kompetensinya sebagai lembaga sertifikasi.

4) Membangun kontak dan komunikasi dengan Global Witnes untuk menjajagi kerjsamasa dalam pengembangan kapasitas lembaga pemantau independen dan peningkaan kapasitas CSO dalam memantau legalitas kayu. Dari komunikasi ini didapat informasi tentang kerja-kerja Global Witnes dan terbukanya kemungkinakan kerjasama KPLK dengan Global witnes untuk kedua hal itu.

Secara umum sampai dengan Maret 2010, beberapa kegiatan tercapai, meski belum pada kualitas yang teruji, seperti modul pelatihan untuk IFM, dan jejaring CSO untuk pemantauan yang belum terfasilitasi serta keaktifan KPLK sebagai lembaga yang difasilitasi MFP IIdan WG monitoring. Namun begitu beberapa capaian diatas dapat dianggap sebagai bagian melakukan persiapan dalam melaksanakan program kedepan.

1.2. Pelaksanaan Fasilitasi Program

Pada periode tahun 2009/2010, Program Management Unit (PMU) melakukan banyak persiapan dokumen dan memfasilitasi jalannya program, terutama kegiatan-kegiatan yang sifatnya persiapan implementasi SVLK dan pengembangan jaringan. Pendampingan pada Community Foundatiaon masih diteruskan pada parus enam bulan pertama, untuk penyelesaian program-program mereka di AWP 2008/2009 dan pengembangan jaringan di daerah.

1.2.1. Revisi Perencanaan dan Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program dalam periode 2009/2010 adalah menyelesaikan revisi LFP dan AWP 2009/2010. Revisi dengan perubahan mendasar dari focus program MFP II, memperlihatkan adanya perubahan besar dari rancangan program dan kegiatan untuk mencapai keluaran MFP II. Enam output program yang terencana pada LFP MFP II 2008/2011, untuk mencapai tiga(3) tujuan program yang terdapat dalam Letter of Arrangement antara Departemen

Page 35: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

23Annual Report 2009

Kehutanan dengan DFID, telah menjadi satu (1) tujuan dengan tiga (tiga) output yang sangat detil untuk mencapai tujuan pertama dari MFP II.

Revisi dilakukan melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan aktor untama di Kementrian Kehutanan, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Kehutanan. Proses yang menarik adalah justru pada perumusan Logframe Program dengan menggunakan format yang baru dan pemahaman pada “keinginan” dari pihak DFID untuk menjabarkan implementasi perencanaan. Sehingga dihasilkan AWP 2009/2010 dengan banyak kekurangan pada penerjemahan dari format logframe yang sulit dipahami sepenuhnya oleh PMU.

Perubahan mendasar terlihat dari perbedaan LFP yang disetujui oleh SC Meeting ke 2 Tahun 2008 dengan SC Meeting ke 5 Tahun 2009. Dalam kurun waktu 1 tahun sudah terdapat perubahan program, mulai Goal sampai dengan Output program. Sehingga konsekwensi dari perubahan mendasar ini adalah program mitra yang tidak sesuai dengan focus program, dilakukan reshaping dan penyeselesaian program.

1.2.2. Pengembangan Jejaring

(1). Kelompok Pemantau Legalitas Kayu

PMU tetap melaksanakan fungsi pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak dan institusi. Dalam kwartal ini terdapat capaian penting dalam pengembangan jejaring kerja sebagai berikut:

Pengembangan Jejaring KPLK, dimana beberapa staf MFP berperan aktif mengelola jejaring ini khususnya agar terjadi hubungan antara kelompok CSO yang secara aktif berperan memantau implementasi SVLK. Sejauh ini KPLK telah beberapa kali mengadakan pertemuan baik secara internal untuk penguatan governance, mekanisme kerja kelembagaan KPLK, maupun secara pararel melakukan diskusi dengan institusi terkait dengan implementasi SVLK misalnya pertemuan dengan BRIK (pada 15 Desember 2009); dan dengan KAN (November 2009). Semua itu dalam rangka mempelajari dinamika birokrasi dan hubungan kerja dalam ystem pemantauan SVLK.

KPLK juga telah bertemu dengan delegasi EU pada 1-2 Desember 2009 dan menyampaikan konsep model pemantauan civil society pada kesempatan pertemuan The Technical Working Group Forum antara delegasi RI dan EU di Jakarta.

Dalam berbagai pertemuan KPLK sudah mengartikulasikan potensi terjadinya problem implementasi dari Permenhut No. P.38/2009. Ketidakpatuhan dan

Page 36: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

24 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

ketidak sesuaian pelaksanaan sistem ini pada berbagai tingkatan sangat mungkin terjadi. Paling tidak ada empat potensi distorsi atau penyimpangan dalam sistem sertifikasi hutan dan verifikasi legalitas kayu yang akan dikembangkan yaitu : 1) penyimpangan dalam proses akreditasi yang dilakukan oleh KAN, 2) penyimpangan pada proses sertifikasi dan verifikasi yang dilakukan oleh LP/VI, 3) penyimpangan yang dilakukan unit manajemen/pemegang hak dalam upaya memenuhi prasyarat dan kriteria yang telah ditetapkan baik untuk hutan produksi lestari maupun legalitas kayu, dan 4) adanya inkompatibilitas dengan sistem sertifikasi dan legalitas generik yang jadi pembanding, misalnya dengan Timber Legality Assurances Sistem-nya masyarakat Uni Eropa. Kalau penyimpangan dan inkompatibilitas itu terjadi maka sangat mungkin sistem sertifikasi dan legalitas yang kita kembangkan tidak akan kredibel sehingga sulit diterima pasar.

Supaya potensi penyimpangan tidak terjadi dan adanya kompatibilitas yang tinggi maka diperlukan sebuah kegiatan pemantauan yang sistematis dan kredibel. Tabel 2. menunjukkan kegiatan pemantauan yang akan dikembangkan oleh KPLK.

Page 37: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

25Annual Report 2009

Tabel 2.Obyek dan Ruang Lingkup Pemantauan Sistem Sertfikasi PHPL dan Legalitas Kayu

Tingkat Peman-tauan

Siapa yang Pemantau

Apa yang Dipantau

CaraMemantau

Out put yang

Dihasilkan

Kepada siapa

laporan Disam-paikan

Pemegang ijin/unit manaje- men

Lembaga Pemantau independen

Patuh dan sesuai pada Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan No. 6/2009

Survei/Studi kasus/Investigasi

Laporan Pengajuan keberatan/laporan yang terbit teratur

LP/VI, KAN

Sertifikasi PHPL/Verifikasi Legalitas Kayu

Lembaga Pemantau Independen

Patuh dan sesuai pada : • ISO 17021• ISO Guide

65 • Permenhut

No P.38/2009

• Peraturan Dirjen BPK No. 6/2009

• Daftar Penujang Lembaga Sertifikasi No 13

• Daftar Penunjang Lembaga Sertifikasi No. 14

Assesment/Review

Laporan pengajuan keberatan/laporan yang terbit secara teratur

LP/VI, KAN

Akreditasi Lembaga pemantau independen

Patuh dan taat pada:• PP No

102/2000• Kepres

No.78/2001• ISO 17011• Permenhut

P.38/2009

Review/Assesment

Dephut, Peer Group-nya KAN, publik

Sistem Lembaga pemantau independen

Kompatibilitas dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu generik dari Uni Eropa misalnya, atau yang lain

Review/Assesment/Evaluasi

Pengajuan usulan revisi/regular report

Dephut, mitra-nya , publik

Page 38: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

26 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Keberadaan lembaga pemantau independen yang kredibel bukan sebagai asesoris atau pelengkap saja, tetapi secara subtansial ia sangat penting dan merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem sertifikasi hutan dan legalitas kayu dikembangkan. Dalam konteks SVLK-nya Uni Eropa misalnya, adanya lembaga pemantau indepeden merupakan sebuah keharusan. Sama pentingnya dengan komponen lain: definis tentang legalitas, rantai pemasokan, kontrol atas rantai pemasokan dari hulu sampai hilir, dan lembaga yang memberikan lisensi. Ini menjadi tantangan dan peluang penting bagi organisasi masyarakat sipil, baik kalangan lembaga swadaya masyarakat maupun kelompok masyarakat akar rumput, bagaimana menghadirkan dan membangun lembaga pemantau independen yang kredibel.

Ada beberapa langkah dan agenda penting dan akan dikembangkan KPLK yaitu, Pertama, meningkatkan kemampuan dan kompetensi CSO dan masyarakat sipil lainnya dalam memantau sistem sertifikasi dan legalitas kayu. Itu mencakup peningkatan kemampaun teknis, manajerial, wawasan dan juga penggalangan sumber daya. Kedua, konsolidasasi, penguatan dan perluasaan jejaring kerja antara organisasi masyarakat sipil dari tingkat akar rumput, regional, nasional sampai ke jenjang internasional. Pada aspek ini membangun kerjasama dan kemitraan dengan media masa sangat penting dan strategis untuk menyebarluaskan dan mengagregasikan kerja-kerja pemantauan dan hasil-hasi pemantauan. Ketiga, peningkatan kesediaan dan kemampuan untuk terlibat (engagement) dalam proses pembangunan dan penguatan kerangka sistem sertifikasi hutan dan verifikasi legalitas kayu. Di sini pengembangan kerjasama dan kemitraan dengan para pembuatan kebijakan (pemerintah, legislatif ) dan juga dengan komunitas pebisnis menjadi sangat penting. Ini agak sulit, sebab harus memadukan antara kerja-kerja membangun kerjasama dan kemitraan pada satu sisi, dengan keharusan mengontrol perilaku mereka, di sisi yang lain.

Keempat, mengembangkan institutional memori yang handal tentang pemantauan sertifikasi hutan dan verifikasi legalitas kayu. Pada aspek ini seluruh pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari kegiatan pemantauan dikelola menjadi teori dan praksis pemantauan baru. Dengan cara ini secara aktif dan sadar kita melibatkan diri pada pertumbuhan dan dialektika teori-praksis tentang pemantauan.

Yang juga penting adalah memahani dan memaknai kegiatan pemantauan secara subtansial dan holistik. harus disadari bahwa memantau bukan hanya melakukan kerja-kerja manajerial, teknis dan administratif dalam proses sertfikasi dan verifikasi tetapi juga memainkan peranan politis. Peranan politisnya adalah memperkuat political bargaining position masyarakat sipil dalam proses pengelolaan hutan dan bisnis kayu, memantau perilaku negara sebagai regulator dalam pengelolan hutan dan bisnis kayu, dan mengontrol

Page 39: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

27Annual Report 2009

perilaku pengusaha/komunitas pengusaha dalam pengelolaan hutan dan bisnis kayu.

Dalam rangka networking dalam pemantauan independen, MFP II menginisiasi networking dengan CSOs kelompok pemantau Sumatera Utara (Kelompok Peduli hutan Sumatea Utara). Melalui Workshop Reshaping Independent Monitoring yang diadakan oleh Orang utan Conservation Support Program - USAID pada 30 November-1 Desember 2009 di Brastagi, MFP II turut serta sebagai nara sumber dan mempresentasikan: (a) gagasan-gagasan pemantauan legalitas kayu sebagaimana yang diakui oleh Peraturan Menhut No, P.38/2009 tentang SVLK, (b) program kerja Kelompok Pemantau Legalitas Kayu (KPLK). Disamping itu, berkontribusi merumuskan rencana pemantauan dari Kelompok Peduli hutan Sumatera Utara.

(2) Forest Governance Learning Group

MFP II menjalin dan memperluas jejaring dengan kelompok FGLG yang terdiri dari beberapa anggota Asia (India, Vietnam, Cambodia, Indonesia) dan Africa (Malawi, Kamerun, Zimbhawe, Uganda, Mozhambique, Tanzania dan Afrika Selatan) dengan terlibat secara aktif dalam proses pertukaran pengalaman terkait dengan kegiatan forest governance. Pada kesempatan pertemuan FGLG ke 8 di Indonesia, MFP II mempromosikan program Pro Poor Carbon Initiatives pada site projectnya di Desa Tenganan, Karangasem Bali, kepada peserta kegiatan pembelajaran tata kelola hutan tersebut. Pertemuan dilakukan pada 30 November – 2 Desember 2009 di Bali.

Page 40: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

28 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Page 41: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

29Annual Report 2009

Bab IIFinancial Management

2.1. Realisasi Anggaran dan Perencanaan 2010/2011

Kegiatan MFP II selama 2 periode yaitu April 2008 - Maret 2009 dan April 2009 – Maret 2010 telah menyerap dana sebesar GBP 1.389.982 atau Rp.23.583.891.992,-. Jumlah ini berarti 90.32% dari anggaran yang direncanakan selama 2 periode tersebut yaitu GBP 1.538.928.

Total anggaran yang dikelola oleh service provider (Yayasan KEHATI) berdasarkan Agreement dalah GBP 1.700.000, sedangkan sampai dengan Maret 2010 dana yang telah diterima oleh Yayasan KEHATI adalah sebesar GBP 1.391.199, sehingga sisa dana kegiatan adalah sebesar GBP 308.801. Adapun rincian pengeluaran selama 2 periode tersebut sebagai berikut:

Page 42: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

30 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Code Items Agreed

Budget in IDR

Prior Expen-diture

Actual Expen-

diture for January - March 2010

Total Expen-

diture to date

A PROGRAM COST

1. Grant-making

A.1.1 Grants for national policy work 70,000

65,615

29,587

95,202

A.1.2 Strategic Small Grant Window 141,891

130,297

16,543

146,840

A.1.3 MoFr and GoI 199,138

137,783

62,227

200,011

A.1.4 Regional Window (Grants for Community Foundation)

358,029

354,729

3,040

357,769

Sub Total A.1. 769,058

688,424

111,398

799,822

2. Program Facilitation

A.2.1 Strategic planning, meeting and conference

41,682

39,964

4,191

44,155

A.2.2 Provision of operational, thematic, and technical expertise

148,500

99,967

39,505

139,472

A.2.3 Monitoring and evaluation 24,000

14,051

7,246

21,297

A.2.4 Documentation and information dissemination

26,250

5,417

5,722

11,139

Sub Total A.2.

240,432

159,399

56,664

216,063

3. Personnel Program

A.3.1 Program Facilitators 144,003

70,970

13,346

84,317

A.3.2 Co-Director Dephut 3,863

3,863

-

3,863

A.3.3 MoF secondees 118,858

60,948

12,554

73,503

A.3.4 Local FLEGT - VPA consultant

66,938

13,340

3,897

17,237

Sub Total A.3. 333,662

149,122

29,798

178,919

Sub Total A. 1,343,152

996,945

197,860

1,194,805

Page 43: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

31Annual Report 2009

Code Items Agreed

Budget in IDR

Prior Expen-diture

Actual Expen-

diture for January - March 2010

Total Expen-

diture to date

B OPERATIONAL COST

1. Program Operation

B.1.1 Office space and facilities

21,298

18,473

2,150

20,624

B.1.2 Office equipment 21,475

16,893

-

16,893

B.1.3 Server and IT System 8,918

4,173

768

4,941

B.1.4 Office supplies 12,850

8,618

1,205

9,822

B.1.5 Communication 32,686

10,089

155

10,244

B.1.6 Local transportation 8,667

2,662

399

3,062

B.1.7 Audits 12,937

4,296

1,330

5,626

Sub Total B.1.

118,831

65,205

6,008

71,213

2 Personnel

B.3.1 Program Director 78,096

45,175

8,062

53,237

B.3.2 Senior Finance Manager (part time 30%)

23,428

12,106

2,058

14,164

B.3.3 Administration staff 70,285

45,425

6,040

51,465

B.3.4 Other support staff 16,735

4,689

410

5,099

Sub Total B.3. 188,544

107,395

16,570

123,965

3.B Institutional Fee (3%) 49,473

29,294

-

29,294

Sub Total B.

356,848

201,893

22,578

224,471

TOTAL 1,700,000

1,198,838

220,438

1,419,276

AUDIT ADJUSMENT 29,294

29,294

TOTAL 1,700,000

1,169,544

220,438

1,389,982

Page 44: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

32 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

hampir semua anggaran untuk kegiatan/program cost yang terdiri dari grant making dan facilitation sudah terserap habis selama 2 periode tersebut. hal ini terjadi karena adanya perubahan dan perkembangan perencanaan kegiatan setiap periode penyusunan anggaran tahunan, sehingga anggaran yang semula direncanakan untuk kegiatan selama 3 tahun menjadi 2 tahun. Sisa dana yang masih ada adalah untuk pembiayaan yang sifatnya fix cost yaitu operation cost dan renumerasi untuk personal program. Perencanaan kegiatan 2010/2011 akan berlangsung selama 18 bulan yaitu April 2010 – September 2011. Rencana anggaran untuk kegiatan selama 18 bulan tersebut terbagi dalam 3 periode yaitu April 2010 – Maret 2011, April – Juni 2011 dan Juli –September 2011, sebagai berikut :

No ComponentsPeriode

Total %Apr’10 -Jun ‘11

Apr- Jun’11

Jul - Sep ‘11

A. PROGRAM COST

1. Grant Making

1.1 Output 1. Sufficient capacity to implement SVLK (Supply chain control, accreditation processing, auditing, independent monitoring, licensing and structuring implementation mechanism)

605,769

254,038

33,462

893,269 27.3%

1.2 Output 2. SVLK certified timber recognised in key international markets

431,923

138,462

- 570,385 17.4%

1.3 Output 3. Representative mechanism in place to review and strengthen SVLK implementation

504,231

50,385

86,538

641,154 19.6%

Sub Total A.1. 1,541,923 442,885 120,000 2,104,808 64.4%

2 Facilitation 331,176 82,794 82,794 496,764 15.2%

2.1 Strategic planning, meeting and conference

99,353

20,698

20,698

140,750

4.3%

2.2 Provision of operatio-nal, thematic, and technical expertise

149,029

33,118

28,978

211,124

6.5%

2.3 Monitoring and evaluation (field visit, external evaluation)

49,676

16,559

24,838

91,073

2.8%

Page 45: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

33Annual Report 2009

No ComponentsPeriode

Total %Apr’10 -Jun ‘11

Apr- Jun’11

Jul - Sep ‘11

2.4 Documentation and information dissemination

33,118

12,419

8,279

53,816

1.6%

Sub Total A.2. 331,176 82,794 82,794 496,764 15.2%

TOTAL A. PROGRAM

COST 1,873,099

525,679

202,794

2,601,571 79.6%

B. MANAGEMENT COST

1. Program Operation

1.1.Office space and facilities

27,692

6,923

6,923

41,538 1.3%

1.2. Office equipment 16,559

2,484

2,484

21,526 0.7%

1.3. Server and IT System 10,769

1,615

1,615

14,000 0.4%

1.4. Office supplies 6,154

1,538

1,538

9,231 0.3%

1.5. Communication 13,846

3,462

3,462

20,769 0.6%

1.6. Local transportation 4,615

1,154

1,154

6,923 0.2%

1.7. Audits 7,692

-

7,692

15,385 0.5%

Sub Total B.1. 87,328

17,176

24,868

129,373 4.0%

2. Personnel Program

2.1. Program Facilitators 63,800

14,723

19,631

98,154 3.0%

2.2.Co-Director Dephut (full time)

41,709

9,625

12,833

64,167 2.0%

2.3.MoF secondees (2 persons)

60,500

13,962

18,615

93,077 2.8%

2.4.Local FLEGT - VPA consultant

25,000

5,769

5,769

36,538 1.1%

Personnel Development

12,430

2,868

3,825

19,123 0.6%

Sub Total B.2. 203,439

46,947

60,673

311,060 9.5%

3. Personnel Management

3.1. Program Director 36,300

8,377

11,169

55,846 1.7%

3.2.

Senior Finance Manager (part time 30%)

12,100

2,792

3,723

18,615 0.6%

Page 46: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

34 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

2.2. Laporan Audit Tahunan

MFP II telah dilakukan audit oleh Auditor Independen, Paul hadiwinata, hidayat, Arsono, Ade Fatma and rekan, pada bulan Januari – Februari 2010 untuk tahun pembukuan Januari – Desember 2009. Audit MFP II ini merupakan audit proyek dari audit keuangan lembaga Yayasan KEhATI. Audit juga dilakukan terhadap mitra MFP II yang mengelola dana dari MFP II diatas Rp. 750 juta. Catatan hasil audit tersebut seperti dalam Box di bawah dan selengkapnya ada pada lampiran 1.

No ComponentsPeriode

Total %Apr’10 -Jun ‘11

Apr- Jun’11

Jul - Sep ‘11

3.3. Administration staff 30,250

6,981

9,308

46,538 1.4%

3.4. Other support staff 2,662

614

819

4,095 0.1%

Staff Develompment 4,937

760

1,013

6,709 0.2%

Sub Total B.3. 86,249

19,524

26,032

131,804 4.0%

4. Institutional Fee 67,503

18,280

9,431

95,214 2.9%

Yayasan KEHATI is a Non-Governmental Organization (NGO) established on Janu-ary 12, 1994 based on notarial deed no. 18 of public notary B.R.A.Y Mahyastoeti Notonagoro, SH. The Articles of Association have been amended by notarial deed No. 01 dated February 4, 2004 of the same public notary.

Yayasan KEHATI has defined three major objectives as follows : - Promoting policies relevant to biodiversity conservation and use;- Networking among NGOs, research and educational institutions, governmental

agencies and the business community to exchange information related to the sustainable use of biodiversity;

- Foresting and improving the capabilities of society to conserve and use biodi-versity in a fair, equitable and sustainable manner.

Department for International Development (DFID) through Accountable Grant Ar-rangement No. AG5060 : 729 634 045 CA 019 had awarded Yayasan KEHATI a total of GBP 1,700,000 (wquivalent to Rp. 31,070,900,000) to provide support for “Forest Governance and Multistakeholder Forestry Programme”, The Grant took effect on February 21, 2008 and will expire on February 20, 2011.

Total receipts from DFID for the period from January 1, 2009 to December 31, 2009 was Rp 8,161,909,035 (equivalent to GBP 492,631) and total expenditures reported to DFID was Rp. 10,734,814,675 (equivalent to GBP 634,089)

Page 47: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

35Annual Report 2009

Bab IIIPengelolaan Program

Sejak dimulainya periode April 2009, pengelolaan program dilakukan sesuai dengan Standar Operational Procedur (SOP), yaitu mengelola penyaluran dana hibah/ grantmaking sesuai dengan Grant Delivery Mechanism. Walaupun dalam perjalanan program ini, telah terjadi perubahan orientasi program yang menuntut berbagai penyesuaian program, dan berakibat pada fungsi-fungsi pengelolaan program. Peran dan fungdi PMU beralih menjadi kegiatan fasilitasi langsung, khususnya untuk reshaping pada kegiatan mitra MFP yang tengah berjalan dan penyiapan penyusunan logframe baru dan annual workplan 2009/2010.

Setelah mendapat persetujuan dari Komite Pengarah, PMU lebih banyak memfasilitasi secara langsung berbagai pertemuan teknis multipihak, workshop dan pelatihan-pelatihan. Sementara itu pengembangan gagasan dan call proposal tidak dilakukan, sebagai konsekuensi dari disetujuinya logframe baru oleh Komite Pengarah.

Page 48: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

36 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

3.1. Peran Fasilitasi Program Management Unit (PMU)

Sesuai dengan mandat dan tata hubungan kerja di MFP II, PMU merupakan pengelola program dan administrasi. Fungsi pengelolaan program secara keseluruhan dilakukan dibawah supervisi Direktur program, dan secara substansi fasilitator dalam kegiatannya didampingi oleh Secondee dan untuk cakupan lebih luas konsultan terlibat dalam perencanaan, diskusi dan penguatan substansi isu atau materi.

Dengan adanya perubahan orientasi program dari programmatic approach menjadi output oriented approach (seperti yang sudah disampaikan pada Bab sebelumnya), maka terjadi perubahan pada peran dari fasilitator, yang pada awalnya menangani program sesuai tema-tema kebijakan kehutanan nasional, tatakelola pemerintah dan peningkatan kapasitas CSO, menjadi penanggung-jawab output dan memastikan terpenuhinya target capaian kegiatan.

Peran fasilitasi PMU dalam periode 2009/2010 adalah menangani langsung berbagai kegiatan, memfasilitasi pertemuan teknis para pihak, workshop, pelatihan, penyusunan modul training dan mengkoordinasikan berbagai pihak yang terlibat kegiatan.

3.2. Mekanisme Prosedur Pelaksanaan Program dan

Anggaran

Adanya perubahan orientasi dan fokus program yang cukup mendadak, berdampak pada berubahnya pengelolaan program. hal tersebut tidak mungkin diantisipasi segera dengan penyiapan SOP dan mekanisme kerja. Sehingga dalam masa transisi tersebut, penyelenggaraan program lebih banyak menggunakan mekanisme program fasilitasi/ strategic small grant dari pada melalui jendela lainnya (dephut, dan CSO).

Dampak lain dari sisi anggaran adalah meningkatkan pembiayaan pada mata anggaran program fasilitasi dan menurunnya disbursement grant. Fasilitasi berbagai kegiatan dengan jadwal padat dari ke tiga output menyebabkan tingginya pencairan dana untuk membiayai perbagai pertemuan dan dukungan kegiatan dan pelaporan cepat setelah berbagai kegiatan selesai, yang umumnya merupakan aktivitas singkat/activity based. hal tersebut tidak diimbangi dengan lancar proses transfer dana dari DFID, sehingga hal tersebut secara significant mengganggu cash flow keuangan Yayasan KEhATI sebagai service provider.

Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan kesalahan prosedur sebagai konsekuensi perubahan pengelolaan program ini, misalnya menjadi temuan auditor, PMU pada Desember 2009 menyusun draft perubahan/ penyesuaian

Page 49: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

37Annual Report 2009

atas SOP dan mekanisme grant delivery system untuk diajukan kepada executing agency dan komite pengarah pada April 2010. Draft SOP yang telah disiapkan adalah:

1. Kebijakan, Prosedur dan Panduan Pengelolaan Dana hibah Jan-March;

2. Kebijakan dan Prosedur Internal; 3. Standar Baku Biaya Maksimum Internal ;4. Standar Baku Biaya Maksimum Mitra Kerja

Namun sebelum draft SOP dan mekanisme pengelolaan program di bahas pada Rapat Komite Pengarah, review atas pengelolaan program dilakukan atas kebijakan DFID dan telah dilaksanakan pada 8 -18 Maret 2009, merekomendasi pengelolaan program yang relatif berbeda dengan draft SOP dan mekanisme pengelolaan program yang telah disiapkan. Rekomendasi dari review itu menjadi masukan penting bagi DFID UK untuk memastikan keberlangsungan program selama 18 bulan berikut komitmen pendanaan GPB 3 juta.

Adapun hasil rekomendasi terkait dengan mekanisme pengelolaan program yang ditawarkan Reviewer (Dr. Alex heinrinch) kepada PMU, dua diantaranya adalah sbb:

(1) Merevisi SOP untuk dapat digunakan sebagai pedoman implementasi program yang tidak lagi mengejar target pemberian hibah tetapi mengupayakan agar milestones yang telah ditentukan dalam Logical Framework yang baru dapat tercapai sepenuhnya; dan

(2) Penyaluran hibah tidak lagi dilakukan dengan “call for proposals”, tetapi implementasi mengacu pada Rencana Kerja Tahunan yang telah ditetapkan.

Atas rekomendasi tersebut PMU menyiapkan formulasi SOP dan mekanisme grant deliveri system (sekarang disebut Partnership Mecahnism) yang pada dasarnya mengandalkan bidding dari TOR yang dipersiapkan PMU. Semua perbaikan dan penyesuaian itu dimasukan dalam Annual Workplan 2010/2011 sebagai pedoman dalam pelaksanaan projeck 18 bulan ke depan.

3.3. Diseminasi Infromasi dan Pengetahuan

(web site development)

Selama periode 2009 – 2010 diseminasi informasi dan pengetahuan tetap menjadi bagian penting dari fungsi fasilitasi PMU. Diseminasi informasi dan pengetahuan hasil dari berbagai kegiatan yang difasilitasi PMU baik berupa bahan cetak dari hasil kegiatan MFP, maupun pembiayaan pengadaan buku

Page 50: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

38 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

adalah :

Buku dan leaflet:- Buku Standard Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan hutan

Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu: 4 kali cetak dan diseminasi (dalam dua bahasa), termasuk leaflet tentang SVLK;

- Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu P02/II-BPPhh/2010 (dalam dua bahasa);

- Peluang pemanfaatan potensi Carbon hutan dalam isu perubahan iklim 2 kali cetak dan diseminasi;

- Kepedulian yang terganjal : Menguak Belantara Permasalahan Kehutanan Indonesia ;

- Community Foundation: a MFP’s perspective

Selain itu untuk pengelolaan laman (web site) selain secara berkala melakukan pemuktahiran data, misalnya dokumen kerja, laporan bulanan, dan capaian-capaian mitra, PMU juga meng up load materi-materi lain terkait kerja-kerja yang dilakukan kerja-kerja MFP sebagai berikut:

• eBook:SertifikasiHutandanPeranLembagaNonPemerintah• eBook:SosialisasiSistemVerifikasiLegalitasKayu• eBook:PembelajaranPeningkatanPemahamandanKapasitas

ORNOP Daerah Dalam Menganggapi SVLK• LamankhususPetaLokasiCommunityBasedForestManagement

di Indonesia yang didukung program MFP I (www.map.mfp.or.id)• Lamankhususuntukinformasipasarkayuinternasionalyang

didalamnya memuat link organisasi-organisasi yang terkait pasar kayu.

• LamankhususuntukinformasiSVLK

Page 51: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

39Annual Report 2009

Bab IVTantangan Program

Berjalannya program periode 2009/2010 memiliki tantangan cukup besar, terutama dengan perubahan output yang “mendadak” dan juga tekanan pada berkurangnya anggaran. Dari perkembangan program dan analisis capaian yang dilakukan oleh Program Management Unit (PMU), pengurangan anggaran untuk Tahun Anggaran 2009/2010 berimplikasi pada terhentinya pelaksanaan program yang sudah mengalami kemajuan, termasuk komitmen yang sudah difasilitasi oleh PMU pada periode sebelumnya. Komitmen ini telah terbangun dari proses pembahasan proposal yang masuk ke MFP II dan proaktif PMU untuk mendorong pencapaian Output program dalam LF. Secara umum, implikasi yang akan dialami program akan berpengaruh langsung pada pencapaian output pada LF Program.

4.1. Implikasi Perubahan Ouput

Output 1:

Pada tingkat nasional ada dua konsekuensi penting. Pertama, pencapaian program terhenti hanya pada proses pemahaman dan sosialisasi SVLK, pada lokasi terbatas dan tidak sesuai dengan OVI (ditargetkan di 5 region), serta pengembangan mekanisme monitoring masyarakat sipil terhadap implementasi SVLK. Pengembangan inipun tidak akan maksimal mengingat program tidak dapat mendanai pilot implementasi SVLC. Kedua, kegiatan

Page 52: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

40 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

yang sudah disepakati dalam MoU disarankan untuk dirubah dan lebih focus langsung pada proses percepatan penyiapan standar legalitas.

Dampaknya adalah mitra kesulitan untuk merubah focus kegiatan yang berbeda, karena hal tersebut merubah strategi dan core competency organisasi tersebut. hal ini tetap dipaksakan yang pada akhirnya kehilangan focus substansi kegiatan.

Implikasi lain adalah MFP II tidak dapat mengawal piloting dari implementasi standard dan kelembagaan verifikasi legalitas kayu, yang saat sudah menjadi Peraturan Meteri Kehutanannya No. 38 Tahun 2009. Dana yang ada tidak tersedia dan tidak dapat digunakan untuk menyalurkan hibah bagi implementasi kebijakan legalitas di daerah. Konsekwensinya ada pada kesepakatan Government to Government untuk memastikan bahwa Pemerintah Indonesia serius dalam melakukan Good Forestry Governance tidak dapat diwujudkan.

Pada tingkat regional, mitra di daerah tidak terlibat langsung dalam proses percepatan ditanda-tanganinya Standar Legalitas. Kalau semua proses difokuskan pada proses percepatan disahkannya standar legalitas, maka tidak ada mitra di regional yang berkaitan dengan proses ini, sehingga Output I tidak dapat dilaksanakan.

Output 1

Terselesaikannya Sistem Verifikasi Kayu Legal (SVLK) menjadi instrument tata kelola kebijakan kehutanan, pengelolaan hutan lestari dan perjanjian perdagangan seperti dalam Perjanjian Kemitraan Sukarela (VPA)

OVIS:

1. Stakeholders memahani dan mendukung pengembangan SVLK dan VPA melalui disseminasi, sosialisasi dan dialog multipihak di 5 region

2. Elemen aturan hukum dan kelembagaan terkait SVLK diuji dan siap diimplementasikan

3. Tersedianya strategi untuk mempromosikan perdagangan kayu legal ke pasar Eropa termasuk promosi produk kayu dan kunjungan misi dagang

4. Keterlibatan Jaringan Civil-society dan organisasi akar rumput dalam pemantauan pelaksanaan SVLK dan penegakan hukum di sektor kehutanan

Page 53: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

41Annual Report 2009

Out put 2:

Implikasi yang besar berdampak pada pencapaian Output 2, karena alokasi anggaran difokuskan pada pelaksanaan kegiatan untuk pencapaian Output 1, sehingga fasilitasi program untuk mencapai terbangunnya mekanisme kelembagaan penyelesaian konflik dan penguatan peran masyarakat di sector kehutanan menjadi terhenti.

PMU telah membangun dan memfasilitasi adanya diskusi dan pengembangan program secara aktif dengan beberapa lembaga yang berkompeten, serta membangun komunikasi dan fasilitasi aktif dengan Departemen Kehutanan, BAPPENAS, DKN dan Perum Perhutani, untuk memastikan bahwa pelembagaan penyelesaian konflik merupakan proses yang dilalui oleh semua pihak.

Dari segi out put kesenjangan yang terjadi adalah sebagai berikut. Pertama, Pelembagaan CSO dan grassroot organization dalam proses peradilan dan penanganan illegal logging, di empat daerah tidak tercapai. PMU telah memfasilitasi lembaga advokasi anti korupsi, yang akan bekerjasama dengan Community Foundation di 4 wilayah, untuk memantau judicial process of illegal loging, peningkatan kinerja penegakan hukum dalam penganganan kasus ilegal loging lebih baik, serta meningkatkan kapasitas CSOs/CFs dalam memonitor peradilan kasus ilegal loging. Tapi kegiatan ini tidak terlaksana.

Kedua, tidak adanya alokasi dana hibah bagi mitra prospektif, untuk membiayai program pengembangkan kapasitas lembaga pemerintah dan masyarakat

Output 2

Mekanisme kelembagaan untuk penyelesaian konflik dan memperkuat peran komunitas dalam sektor kehutanan secara nyata mengalami kemajuan

OVIS:

1. Pelatihan dan pendampingan pada pemerintah dan kelompok civil-society untuk melakukan telaah, ujicoba dan memperkuat kerangka kebijakan dan mekanisme untuk penanganan konflik di sektor kehutanan di 5 region

2. Pelatihan dan pendampingan pada pemerintah dan kelompok civil-society untuk melakukan telaah legislative drafting di 5 region

3. Terfasilitasnya pembentukan pusat penanganan konflik dan pelayanan tata pemerintahan yang transparan

4. Terfasilitasinya pembangunan “meja pelayanan” untuk membantu komunitas pemanfaat sumberdaya hutan untuk mendapatkan ijin usaha sector kehutanan (HKM, HTR, Hutan Adat)

Page 54: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

42 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

sipil. Dengan demikian kepentingan program untuk memperkuat kapasitas masyarakat sipil dan aparat pemerintah di daerah dalam upaya memastikan hak tenurial masyarakat (hKM, hTR,) tidak tercapai.

Ketiga, pencapaian output lebih terbatas, baik dari segi tipe konflik kehutanan maupun keberagaman wilayah konflik. Dengan hanya mendukung satu program yang berjalan saat ini (Perkumpulan KARSA), maka output yang diperoleh sebatas pelembagaan model konflik PhBM di Jawa. Kesempatan untuk mengekspolorasi tipe konflik kehutanan yang lain yang berada diluar Jawa menjadi hilang.

Keempat, karena tidak ada alokasi hibah baru untuk mitra prospektif, maka hasil fasilitasi dalam membangun service desk perijinan kehutanan (hKM, hTR dan hutan Desa) tidak terlaksana. Tindak lanjut dari hasil-hasil pada periode 2008/2009, terhenti pada perumusan konsep aturan tentang layanan periijinan kehutanan.

Output 3:

Implikasi dari pengurangan anggaran bagi pencapaian output ini adalah tidak terdanainya kegiatan atau program yang ada dan sudah diinisiasi. Pada tingkat nasional ada 2 konsekuensi.

Output 3

Terdokumentasinya praktik terbaik dalam pengelolaan hutan dan penadbiran yang baik untuk mempromosikan pertumbuhan yang setara dan akuntabel

OVIS:1. Adanya dukungan bagi jaringan kerja dalam Pengelolaan Hutan

Berkelanjutan (SFM) pada sedikitnya di 5 region, terdokumentasi dan memberikan kepastian hukum.

2. Transparansi , akuntabilitas dan secara teknis perencanaan tataruang memuaskan dan meningkat melalui pengembangan KPH.

3. Pengelolaan hutan dan praktik bisnis dari KPH menguat (termasuk kapasitas pemantauan, pengkaijian dan dapat upaya penyesuain) sedikitnya di 2 region.

4. Lokasi-lokasi KPH and CBFM dapat melembagakan metodologi REDD dan terlibat dalam pasar pada sedikitnya di 5 region.

5. Bantuan Layanan Pengembangan Usaha (Business Development Service Providers ) untuk Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ( CBFM di sekurangnya di 2 region.

6. Pengelolaan Pengetahuan dan pembelajaran bersama tentang keberadaan praktik terbaik dari CBFM melalui pengembangan dan replikasi antarregion.

7. Terselesaikannya document atas inisiatif dan perkembangan praktik terbaik di 5 region

Page 55: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

43Annual Report 2009

Pertama, merubah kesepakatan dengan mitra yang sedang melaksanakan Output 3, untuk lebih focus ke Output 1, sangat tidak mudah, karena core competencies organisasi yang melaksanakan Output 3 tidak terkait dengan Output 1. Output 3 berkaitan dengan penyiapan pra-kondisi, sementara Output 1 sudah pada tataran implementasi pengelolaan hutan. Maka, dengan dipaksakan untuk dirubah menjadi Output 1, maka focus kegiatan dari organisasi/mitra tersebut justru menjadi sulit diukur keberhasilannya dengan OVIs yang ada. Investasi untuk membangun pra-kondisi yang mantap justru melenceng jauh.

Kedua, untuk inisiasi banyak pihak yang merepon call for proposal, tidak dapat diproses lebih lanjut. Implikasi yang dalam adalah tidak ada kegiatan yang berkaitan dengan pemecahan masalah governance, yang menjadi isu utama kehutanan Indonesia. Kontribusi DFID dipertanyakan, mengingat banyak rekomendasi yang mengusulkan pemecahan persoalan ini tetapi kemudian malah tidak diatasi dalam program MFP II.

Pada tingkat regional, konsekuensi yang paling penting adalah, pertama: kegiatan yang sudah dilaksanakan berdasarkan MoU tidak berlanjut. Kondisi ini menimbulkan adanya pemutusan hubungan dengan mitra yang tidak menjalankan program Output 1. Implikasinya, CFs dan mitra di region kehilangan focus dan kepercayaan dari para pihak lainnya, karena beberapa kegiatan sudah berjalan. Kedua, proposal yang masuk tidak bisa diproses lebih lanjut. Implikasinya, kepercayaan kepada CFs sebagai subgrant making yang dibangun pada MFP I dipertanyakan oleh mantra di daerah.

Out put 4:

Implikasi berakibat pada pencapaian Output 4, secara umum ada dua. Pertama, beberapa proposal yang berkaitan dengan corporate governance, yang sudah

Output 4

Terfasilitasinya penyusunan standar dan mekanisme untuk pemantauan atas kemajuan tata kelola kebijakan dari korporasi dan kinerja investasi

OVIS:

1. Terfasilitasikannya perbaikan proses restruturiksasi peta jalan sector industri kehutanan

2. Terdokumentasinya proses pengkajian dan idntifikasi standart dan mekanisme pemantauan kemitraan masyarakat – Korporasi di sektor kehutanan

3. Terbangunnya mekanisme pasar yang memiliki info berharga dan metodologi atas rantai pasokan dan pengawasan atas rantai nilai manfaat dan advokasi untuk distribusi manfaat yang adil di sector kehutanan di 5 region.

Page 56: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

44 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

masuk, dengan sendirinya tidak direspon dan ditindaklanjuti. Implikasinya MFP II kehilangan focus untuk memperbaiki governance di wilayah privat, yang menjadi salah satu kendala utama persoalan kehutanan di Indonesia. Pencapaian Output 4 sulit dicapai diakhir tahun program, karena tidak bisa membangun fondasi yang baik dan tuntas hanya dalam waktu satu tahun anggaran.

Kedua, MFP II tidak berkontribusi pada proses restrukturisasi industri. hal ini sangat disayangkan mengingat investasi MFP I untuk isu ini cukup besar. Sementara ini tidak ada lembaga donor lain yang focus pada road map revitalisasi industry, karena sumberdaya untuk mengawal ini sangat lemah, termasuk untuk melibatkan masyarakat sipil dalam proses pengawasan dan advokasi distribusi manfaat yang adil untuk orang miskin.

Di tingkat regional, implikasi terhentinya pelaksanaan Output 4 ini lebih meluas karena hasil dari Output 1 juga tidak terlaksana dan terpantau oleh program. MFP II tidak dapat melihat lebih jauh pada dampak program proses revitalisasi yang terjadi dilapangan. Sumberdaya dana/hibah maupun fasilitasi tidak mungkin dilakukan oleh program untuk pencapaian output ini.

Output 5:

Implikasi pada tingkat nasional, adalah kebutuhan untuk peningkatan kapasitas CFs dengan fasilitasi dari level nasional tidak dapat dilaksanakan. Implikasinya, isu-isu global dan nasional tidak dapat ditransfer kepada CFs dan mitra regional. Komunikasi pusat-daerah menjadi terhambat. Demikian pula beberapa mitra yang telah melakukan need assessment, maupun komitmen penguatan CFs tidak akan terealisasi.

Pada tingkat regional, ada dua konsekuensi penting. Pertama, perubahan focus peningkatan kapasitas dan perubahan mitra. Implikasinya, CFs tidak dapat memprioritaskan kebutuhan knowledge dan keahlian pada isu tertentu. Kedua, need assessment yang sudah dilakukan untuk agenda peningkatan kapasitas CF dua tahun ke depan tidak berlanjut. Implikasinya adalah target peningkatan kapasitas kelembagaan CFs tidak tercapai dan mentoring dari mitra nasional untuk pelatihan/training tidak terjalin serta perluasan networks CF dengan mitra nasional untuk technical support tidak terjadi.

Page 57: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

45Annual Report 2009

Output 6:

Implikasi terhadap pengurangan anggaran ada tiga konsekuensi. Pertama, MFP II tidak dapat memproses semua proposal yang masuk berkaitan dengan Output 6. Akibatnya MFP II kehilangan momentum terhadap isu global yang sudah dibicarakan oleh organisasi lain.

Kedua, beberapa proposal yang berkaitan dengan REDD dan Carbon Trade yang sudah masuk tidak diteruskan pembahasannya.

Pencapaian Output 6 akan jauh dari harapan, karena sulit membangun fondasi tentang isu hanya dalam kurun waktu satu tahun. Banyak knowledge yang harus digali dan diuji di lapangan, tidak terlaksana.

Ketiga, secara umum berfokus pada pada Output 1 akan menghilangkan kesempatan meraih Output 2 – 6. Akibatnya, goal dan target MFP secara keseluruhan tidak tercapai. MFP kehilangan orientasi dan image sebagai program yang mengedepankan poverty reduction dan community empowerment, seperti MFP I.

Output 5

Meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil untuk memobilisasi sumberdaya, terlibat dan sangat bergantung pada pemerintah dan para pihak lainnya.

OVIS:

1. Kajian dan penilaian atas kapasitas Community foundation dalam menyalurkant dana hibah da mengidentigikasi program sekurangnya di 5 region.

2. Pengelolaan kepemimpinan dan akuntabilitas Community foundation meningkat .

3. Community foundation dapat mencapai keberlanjutan lembaga untuk melanjutkan layanan dan mobiliasasi jangka panjang untuk gerakan social dan keterlibatan dalam kebijakan .

4. Kapasitas Community foundation meningkat dalam menyalurkan hibah dan mengembangkan program regional untuk multiipihak termasuk upaya pengarusutamaan gender dalam hokum, kebijakan dan pemberian layanan

5. Ketrampilan Community foundation dalam analisis kebijakan, dokumentasi , MONEV, komunikasi, pembelajaran bersama meningkat .

Page 58: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

46 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

4.2. Implikasi terhadap Kemitraan

Selain terhadap output, pengurangan anggaran pada periode 2009/2010 juga berdampak serius pada prinsip kemitraan (partnership) pada pengelolaan program, terutama berkaitan dengan pengembangan model grant delivery. Paling tidak ada tiga implikasi penting yang muncul, Pertama, kepercayaan mitra terhadap MFP II dan PMU yang mengelola dana hibah menjadi berkurang. hal ini dilandasi oleh proses komunikasi yang sudah dibangun lama dan calon mitra sudah masuk lebih dalam ke dalam tahap-tahap proses pemberian hibah. Sejauh ini, PMU telah memproses lebih dari seratus proposal dari para mitra (lihat tabel daftar proposal, terlampir). Akan tetapi nasib proposal dan inisiatifnya terhenti, bahkan karena tidak terdanainya inisiatif yang sudah dibahas. Tentu ini menimbulkan sedikit penurunan kepercayaan pada pengelola dana hibah. Kedua, selain hilang kepercayaan pada lembaga donor (DFID). Komitment DFID dipertanyakan, dan cukup dipertanyakan jika alasannya adalah krisis global. Krisis ekonomi boleh saja terjadi tetapi mestinya, seharusnya perencanaan hibah DFID ke Pemerintah Indonesia untuk kerangka program yang telah ditanda-tangani antara dua Pemerintah. Ketiga, muncul pandangan dan pertanyaan tentang pengelolaan dana hibah MFP II melalui model Service Provider (SP) ini tidak feasible. hal ini berimplikasi dengan dipertanyakannya Yayasan Kehati sebagai SP.

Implikasi terhadap kemitraan ini juga berpengaruh terhadap investasi dari program MFP I, dimana MFP I telah memiliki jaringan dan inisiatif mendorong proses multipihak lebih di 300 tempat di Indonesia. Padahal PMU pada tahun pertama sedang memfasilitasi keberlanjutan hasil MFP I dan mempromosikan hasil-hasil yang baik dari MFP I yang sangat layak ditindak-lanjuti oleh MFP II. Inisiatif ini merupakan kesuksesan MFP I dalam membangun kemitraan yang baik di nasional dan daerah.

Dengan perubahan di atas, maka tidak dilakukan pengelolaan investasi dan pengetahuan dari MFP I ke dalam MFP II. Antara MFP I dan MFP II merupakan dua program yang berbeda.

Output 6

Teridentifikasinya peraturan Investasi yang berpihak pada kemisninan dan instrumen kelembagaan yang berhubungan dengan inisiatif PBHM dengan Pasar Karbon OVIS:

Terkaji dan terbangunnya mekanisme hukum dan kelembagaan untuk membantu ter-bukanya kesempatan pada kelompok miskin, masyarakat yang bergantung pada sumberdaya hutan untuk pasar Karbon baik sukarela maupun mandatory.

Page 59: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

47Annual Report 2009

4.3. Implikasi terhadap Annual Workplan Program (AWP) 2009/2010

Perkembangan pasca Inception Review juga telah terjadi. Karena dampak krisis global, Forest Governance and Trade di London menetapkan mengurangi alokasi pendanaan program dan meminta memberikan penekanan terhadap pelaksanaan dan capaian Output 1 untuk mendukung proses penandatangan Voluntary Partnership Agreement antara Pemerintah Indonesia dan Komisi Eropa sebagaimana melandasi kerjasama Government to Government ini. Dengan demikian Output 2-6 tidak memungkinkan mendapatkan sumberdaya baru pada periode tahun ke dua ini, sehingga upaya yang dilakukan adalah mengarahkan seluruh program yang merupakan komitmen berjalan kepada beberapa lembaga untuk diarahkan dan memperkuat capaian Output 1, dengan catatan proses yang ditawarkan MFP dapat disetujui oleh mitra kerja yang telah memiliki MOU.

Analisa Kesenjangan sesuai dengan output dan indikator masing-masing output secara keseluruhan akan membawa dampak pada perencanaan awal. Konstelasi perubahan perencanaan pada tahun ke dua ini berdampak pada keterkaitan dan sinergi masing-masing output untuk berkontribusi pada percepatan tercapainya tujuan program yaitu memberikan dukungan penuh dan multipihak bagi terciptanya kondisi pemungkin bagi perbaikan tata kelola sektor kehutanan.

Khusus bagi gerakan masyarakat sipil, perubahan ini mempengaruhi proses komunikasi multipihak di regional yang telah dibangun dengan sektor-sektor terkait. Potensi melemahnya keterlibatan masyarakat sipil merupakan kendala terberat yang dihadapi program, mengingat keterbatasan sumberdana. Disamping itu upaya peningkatan kapasitas pada masyarakat sipil dan departemen teknis khususnya Departemen Kehutanan tidak diwujudkan sesuai target, mengingat kegiatan capacity building merupakan komponen yang diatur khusus perencanaannya dalam Output 5, dan keberhasilan pelaksanaannya merupakan bagian dan elemen penting dalam keberlanjutan program di masa depan. Khusus bagi peningkatan kapasitas Community Foundation untuk penguatan civil society di regional menjadi tantangan berat tahun 2009 ini.

Pada akhirnya implikasinya adalah pada penyusunan AWP yang tidak realistis dan dipaksakan. Scenario fasilitasi program dalam AWP sudah diprediksi keberhasilannya dengan indikator program yang ada. hal ini juga terkait dengan bagaimana PMU merumuskan milestones sebagai benchmarking untuk melaksanakan program bersama mitra-mitra di tingkat nasional dan regional. Sebagai program Government to Government, Yayasan Kehati sebagai Service Provider tidak dapat memastikan dan melaporkan bagaimana pencapaian program keseluruhan secara efektif dengan dilandasi sebuah perencanaan yang realistis dalam AWP 2009/2010.

Page 60: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

48 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

4.4. Gap Analisis di Tingkat Implementasi Program

Analisis atas gap menemukan kesenjangan di tataran kebijakan makro, dimana kesenjangan terjadi diakibatkan adanya perubahan atau penyesuaian Logframe lama ke Logframe baru. Pembahasan gap dikukan hanya pada pencapaian target dengan Logframe dan Output yang sama. Selanjutnya yang dibahas adalah berkaitan dengan pencapaian masing masing kegiatan dalam Output, menurut Logframe yang baru, yatitu 3 (tiga) Output tersebut di atas, yang berkaitan dengan SVLK.

Pencapaian kegiatan mulai Oktober 2009 hingga Maret 2010 merupakan pembangunan infrastruktur, sebagai landasan bagi implementasi kegiatan selanjutnya yang lebih luas. Ketidak-tercapaian target dalam implementasi AWP 2009/2010 dari masing-masing output telah teridentifikasi, dan merupakan catatan bagi PMU untuk mempriritaskan penuntasan pada periode 2010/2011. Gap yang terkait pemenuhan target kuantitas dan ketidak-tercapaian. Selain itu Gap terjadi karena proses persiapan SVLK yang belum sepenuhnya berjalan lancar, sehingga beberapa aktivitas harus menunggu proses dan dinamika yang ada.

1. Gap pada output 1: Jumlah peserta latih untuk training aturan dan kebijakan terkait implementasi SVLK belum terpenuhi. Pengembangan jejaring CSO untuk memantau implemtasi SVLK belum dilakukan hingga maret 2010 sehingga menjadi target penting pada kegiatan di periode 2010/2011 ini.

2. Gap pada output 2:Pada output 2 tidak terdapat gap, karena pelaksanaankegiatan melebihi dari perencanaan yang dirancang pada tahun anggaran 2009/2010

3. Gap pada output 3 :Pengembangan jejaring multipihak dan working group pemantauan implementasi SVLK juga belum dilaksanakan, sementara itu penyiapan modul pelatihan Independent Forest Monitoring untuk CSO belum juga selesai, dan akan menjadi target pada kegiatan periode 2010/2011.

Analisis gap atas capaian kerja sampai dengan Maret 2010 pada masing-masing output, khususnya rencana yang tidak terimplementasi dan direkomendasikan menjadi kegiatan utama yang harus dilaksanakan pada periode April2010-Maret 2011 yaitu sbb:

Output 1: • PengembanganjaringanCSOuntukmenyosialisasikanimplementasikan

SVLK, dan menyusun strategi keterlibatan CSO dalam pemantauan dan adopsi strategi implementasi SVLK di regional. Dalam pelaksanaanya, kegiatan di bawah indicator output 1.4 di pindahkan ke output 3.

Page 61: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

49Annual Report 2009

Output 2:• Meneruskan upaya promosi SVLK sebagai instrument perdagangan

kayu legal kepada pasar EU dan non EU serta upaya-upaya mencapai kesepakatan dalam proses kerjasama VPA dengan EU

Output 3:• Pengembanganjaringanmultipihakuntukmengembangkanmekanisme

yang dapat melakukan telaah atas pengembangan sistem dan implementasi SVLK

4.5. Penanganan Kendala Program

Penanganan kendala dan upaya untuk mengurasi resiko gagalnya program dilakukan dengan beberapa, yaitu:1. Memfasilitasi revisi LF dan perubahan pada arah program, yang tela di

sepakati oleh Departemen Kehutanan dan DFID secara menyeluruh. PMU terus berkomunikasi dengan pihak Departemen Kehutanan dan DFID, agar proses perumusan LF berjalan sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan SC.

2. Komunikasi dengan mitra utama, agar mereka juga paham terhadap kondisi yang ada, sehingga tidak ada gejolak yang menambah resiko program yang lebih parah.

3. Memfinalkan semua dokumen hasil monitoring kepada mitra, terutama Community Foundation sebagai mitra di regional.

4. Terus melengkapi “kehendak” administrasi DFID agar dana untuk tahuan anggaran 2009/2010 dapat dikeluarkan sesuai dengan kesepakatan.

5. Dari sisi keuangan, kendala yang ada adalah penyesuaian-penyesuaian kembali cash flow berdasarkan pelaksanaan program dan fasilitasi. Selain itu posting anggaran (peng-kode-an anggaran) menjadi kurang efektif apabila penyaluran dana melalui mekanisme window. hal itu terjadi karena sebagian besar anggaran tahun 2009/2010 akan digunakan untuk memenuhi komitmen yang sudah disepakati pada periode tahun 2008/2009.

6. Menyediakan ruang bagi keterlibatan CF dan civil society untuk pengelolaan program yang dimungkinkan dalam mendorong terjadi pengawasan atas implementasi SVLK berbasis regional. hal ini menjadi penting agar MPF II masih memiliki “arah” sebagai program penguatan CSOs, dan bukan proyek semata.

Page 62: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

50 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Page 63: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

51Annual Report 2009

Bab V Penutup

SEBAGAI dokumen pertanggung-jawaban pelaksanaan program, Laporan Tahunan MFP II periode 2009/2010 dapat dipergunakan sebagai bahan refleksi dari semua proses dan pengelolaan program. Catatan kritis dari ketidak-tercapaian output dan analisis gap yang dilakukan diakhir periode 2009/2010, maka program melakukan perbaikan dalam penyusunan perencanaan 2010/2011.

Berdasarkan analisa GAP dan evaluasi program MFP II yang dilakukan PMU beserta perwakilan lembaga yang duduk dalam SC yaitu BAPPENAS, Dirjen. BPK, dan ditambah KEhATI sebagai service provider, mengusulkan agenda kegiatan untuk 18 bulan ke depan dengan penggolongan sebagai berikut:

Awereness dan Peningkatan Kapasitas• Upayaawerenessdansosialisasiterusakandilakukandenganmeluaskan

cakupan wilayah dan keterwakilan para pihak dan jaringan kerja (output1)• Capacity building dalam berbagai bentuk melalui training maupun

fasilitasi MFP kepada pihak lain termasuk menyiapkan Unit Management untuk dilakukan audit / implementasi SVLK(output 1)

• Ujicoba implementasi SVLKdi hutan rakyat untuk penguatanCBFM(output1)

Page 64: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

52 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

• Penguatan kapasitas pelaku /penggiat kelompok community forest (hkm, htr dll) sebagai tindaklanjut telaah dampak implementasi SVLK (output 3)

• Capacity building bagi CSO dan jejaring CSO untuk peningkatankapasitas dan awereness atas implementasi SVLK (Output3)

Pengembangan Jaringan Kerja dan Fasilitasi Jaringan Kerja• Pengembangan jaringanparapihakuntukWGmonitoringpelaksanaan

SVLK terkait manaemen data, transparansi dan validasi data monitoring review atas semua sistem maupun (output 3)

• Pengembangan jaringan kerja CSO untuk menyiapkan kerangka kerjaketerlibatan para pihak baik untuk kepentingan sosialiassi, pengembagan strategi (output 3 pindahan dari output 1)

• Mengembangkanmekanismekelembagaanpenyampaiandanpenyelesaiankeberatan dalam rangka implementasi SVLK, termasuk menelaah penyelesaian keberatan sesuai Permenhut 38/2009 (output 3)

• Melakukan ujicoba dan asessment untuk menarik pembelajaran dariproses audit yang akan di lakukan BPK kepada 80 unit manajement. (output 3)

• Memfasilitasi sinergitas dan koordinasi antardepartemen terkait dalampengawalan implementasi SVLK (output3)

Pengembangan Aturan, Sistem Kelembagaan• MemfasilitasiKANmengembangkanaturankelembagaanpenyampaian

keberatan (output 3)• Memfasilitasi BPK memformulasikan aturan dan kebijakan terkait

mekanisme dan kelembagaan penyampaian keberatan (output3)• Memfasilitasi WG monitoring untuk mengembangkan protokolvdata

manajemen untuk mereview sistem serta melakukan validasi data

Dukungan Negosiasi FLEGT VPA dan Promosi SVLK• Meneruskan fasilitasi dalam bentuk penyediaan TA untuk proses

pelaksanan kegiatan secara substansi dan dukungan fasilitasi pada TWG untuk meneruskan proses negosisasi VPA dengan EU

• MempromosikaninstrumenSVLKkepadapasarnonEUsepertidiChina,Amerika dan Jepang

Penelaah, Publikasi dan Diseminasi Lessons Learned• Menerbitkanhasilpembelajaranpengembanganjejaringkerjamultipihak

dan CSO dalam memantau implementasi SVLK dan mereview keseluruhan sistem dan aturan yang dikembangkan (output3)

• Menerbitkan hasil pembelajaran dalam pelaksanaan training danpenyiapan Unit Management dalam menghadapi audit SVLK. (output1)

• Menerbitkan hasil telaah atas laporan keberatan dan mekanismepenyelesaian keberatan berdasarkan Permenhut 38/2009

Page 65: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

53Annual Report 2009

• Penelaahanatastahapa-tahapimplementasipermenhut38/2009ketikaresmi berjalan (September 2010) hingga produksi laporan akhir atas proses ini (output 3)

• PenelaahandampakpelaksanaanSVLKpadakelompokcommunityforest termasuk identifikasi kekuatan dan hambatannya (output 3)

• Penelaahanpelaksanaankegiatanauditterhadapunitmanajemenyangdilakukan oleh BPK dan memproduksi dokumen pembelajarannya (output3)

• PenelaahanP02/2010khususnyayangberhubungandenganmekanismepenyampaian keberatan (output 3)

Demikian Laporan Tahunan ini disusun sebagai salah satu dokumen pertanggung-jawaban dari pelaksanaan program 2009/2010. Semoga bermanfaat.

Page 66: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

54 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Page 67: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

55Annual Report 2009

Lampiran 1

UK Cooperation with the Republic of Indonesia

Forest Governance and Multi-Stakeholder Forestry Programme II (MFP2)

Management Review 2010

By : Dr. Alexander HinrichsMarch 2010

Acknowledgement

The reporter likes to thank the staff of the Indonesian MoFr, DFID/DFID-I, KEhATI, the entire MFP2 Team, the Community Foundations and an array of NGOs and rural community members for their time, interest and openness in contributing to this review.

Executive Summary

1. Between March 9 and 19, 2010, a management review of the second phase of the Forest Governance and Multi-stakeholder Forestry Programme (MFP2) in Indonesia took place. Interviews were conducted with the Programme’s team, the Indonesian Ministry of Forestry (MoFr), DFID, and relevant national and regional partners. Field visits to Southeast Sulawesi and Jogjakarta completed the mission.

2. The MoFr has recently published the Indonesian Timber Legality Assurance System (SVLK), which constitutes a major step to address illegal logging and associated trade in Indonesia. The SVLK is a key element of the ongoing negotiations on a Voluntary Partnership Agreement between Indonesia and the EU.

3. MFP2 went through a difficult phase of adjusting its vision throughout 2009 and of dealing with unexpected budgetary restrictions. A new Log Frame was developed and agreed by the Programme’s Steering Committee in October 2009, which solemnly focuses on support to the implementation of the SVLK.

Page 68: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

56 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

4. KEhATI, the Programme’s Service provider, operates a Programme Management Unit (PMU) in the MoFr, and closely cooperates with the Directorate General responsible for the SVLK, national NGO partners and regional Community Foundations.

5. MFP2’s re-defined focus is fully appropriate, given the funding source of the Programme (DFID’s Forest Governance and Trade Programme), its remaining duration (18 months), the progress made by Indonesia in developing the SVLK and its inherent governance reform elements.

6. The MoFr is highly committed to the new direction of the Programme and is closely working with MFP2 on all levels.

7. The new Log Frame is clearly formulated and sets measurable but in a number of cases rather ambitious targets. A general lack of implementing strategy was identified, impeding a more effective execution of the Programme.

8. The key task of the Service Provider has evolved from a grant making and managing entity to a body in charge for the implementation of all elements specified in the Programme’s planning. This constitutes a significant role change for the Service Provider.

9. KEhATI reacted so far by (1) developing new job descriptions for the PMU staff, (2) proposing a revised partnership mechanism, and (3) adjusting ongoing national and regional grants, where appropriate. All grants pledged in the Financial Years 2008/09 and 2009/10 ended on 31 March 2010.

10. The current Standard Operating Procedures (SOP) of MFP2 are in most parts well elaborated, but written for a Programme which focuses on grant delivery. The new direction of the Programme still needs better reflection in the SOP, exceeding the proposed changes to the partnership mechanism.

11. MFP2 on national level operates under a complex organisational set-up resulting in frequent communication challenges. Structure and capacities do not yet optimally reflect the new direction of the Programme.

12. MFP2’s regional structure through the Community Foundations and local NGOs constitutes an asset for the future, in particular for work related to social safeguards of the SVLK, local capacity development and governance.

13. Financial management and accounting are annually independently audited. No problems were identified. Reporting still follows the “old“ programme design and lacks sufficient information on output/indicator/main activity level.

Page 69: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

57Annual Report 2009

14. Envisaged expenditure for the next two financial years significantly exceeds the current level, which constitute a major challenge for the Programme’s management and administration.

15. DFID and the Government of Indonesia should as soon as possible agree on KEhATI as the Service Provider for the second tranche of programme funding.

16. The MFP2 Team and the MoFr should immediately draft a set of realistic implementing strategies, describing how each output indicator specified in the new Log Frame will be addressed. In addition, the achievability of milestones and targets should be elaborated and the possible contribution of the Programme identified.

17. A detailed Work Plan covering the period April 2010 until September 2011 should be developed, presenting under each output indicator precisely defined activities, inputs, responsibilities and timelines. Suitable actors/partners should be identified and related budgeting assumptions and modes of delivery on activity level outlined.

18. Planning should not be budget driven, but strategy based. If the draft version of the Work Plan indicates that the envisaged budget of approximately GBP 3.0 million cannot be spent within the next 18 months, the MFP2 Team should then discuss with DFID other options, including an extension of the Programme.

19. Planning should apply a ”product approach” to the completion of activities in order to increase the Programme’s visibility and to raise support to and acceptance of the SVLK in Indonesia and outside of the country.

20. Reporting, monitoring and evaluation procedures specified in the SOP should be adjusted, aiming at elaborating achievements and spending on output indicator and main activity level. Monthly financial reports reflecting this adjusted lay-out should be produced by the Service Provider.

21. An impact monitoring system should be developed and applied from late 2010 onwards.

22. The modes of delivery of programme activities should be enlarged, allowing for invited tenders from pre-selected partners, service contracts (national and international consultants), and jointly financed activities with

Page 70: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

58 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Partners. The Service Provider should develop the relevant contracting rules when revising the SOP.

23. The organisational set-up of the Programme should be adjusted and simplified by merging of the two offices, putting a less hieratical and more output delivery oriented implementation structure into place, expanding the tasks of the Co-Directors and reviewing the role and composition of the higher committees.

24. Internal and external communication should be strengthened and the website updated.

25. Since the management review did not evaluate KEhATI’s bookkeeping, a separate financial review should be initiated, if deemed necessary by DFID and/or MoFr.

A. Background

The UK Department for International Development (DFID) has approved funding of GBP 5.0 million to Indonesia for implementation of the second phase of the Forest Governance and Multi-stakeholder Forestry Programme (known as “MFP2”). A Letter of Arrangement dated 11 October 20071 between the Ministry of Forestry of the Republic of Indonesia (MoFr) and DFID forms the foundation of MFP2 and commits the parties to three overarching objectives:

1. Support governance reforms to reduce and eventually eliminate illegal logging and its associated timber trade, with a particular focus on support to negotiation and implementation of the EU-GoI FLEGT VPA and other international arrangements;

2. Through a multi-stakeholder approach, help build capacity of central and local government and civil society, support partnerships between government and civil society, promote policy analysis and development, and support poverty reduction through more equitable and sustainable management of natural resources, with a particular focus on the rights and opportunities through community forestry for disadvantaged and women’s groups;

1 In most publications by MFP2 the date of this letter is wrongly quoted as 11 October 2008.

Page 71: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

59Annual Report 2009

3. Explore the opportunities for governance reforms that are necessary for Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD).

In early 2008 DFID, together with the MoFr, selected the Non-Governmental Organisation Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesian Biodiversity Foundation/KEhATI) as Service Provider to administer the funds based on an open bidding process. An Accountable Grant Arrangement comprising an initial tranche of GBP 1.7 million was signed between DFID and KEhATI on 21 February 2008 for three years.

KEhATI established a Programme Management Unit (PMU) in the MoFr and developed through repeated consultations with MoFr, DFID and other stakeholders the Logical Framework, the Implementation Framework and related Standard Operating Procedures (SOP) of the Programme until mid 2008.

The MoFr seconded two staff as advisors to the Programme and positioned an Indonesian Co-Director. DFID and MoFr initially hoped that other donors would join MFP2 and in particular help support elements linked to Objective 2 and 3 of the Letter of Arrangement. Until today this has not happened.

MFP2 is funded through the Forest Governance and Trade Programme (FGT), a five-year GBP 24.0 million programme run out of DFID London’s policy division.2

MFP2’s implementation is overseen by a Steering Committee (SC) consisting of DFID-I, MoFr and the Indonesian National Development and Planning Agency (BAPPENAS). The SC is the highest decision making body of the Programme and meets twice a year. In its second meeting dated 18 July 2008, the Logical Framework (hereafter called Log Frame) of MFP2 was agreed, based on the assumption that GBP 5.0 million will be made available by DFID until late 2011. The meeting also agreed to a joint MoFr-DFID evaluation of the Programme, aiming at assessing the capacity of the Service Provider to manage and effectively deploy funds.3

Between 26 January and 13 February 2009, a three person team conducted this review (known as “Inception review”). The team provided a number of suggestions related to the Programme’s implementation framework and vision. Following this review and unexpected budgetary restrictions in 2009, DFID

2 The FGT addresses illegal logging in developing countries and the associated international trade in illegally logged timber. 3 See Minutes of Meeting of the 2nd SC, 18 July and 1 August 2008.

Page 72: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

60 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

and MoFr agreed to narrow the focus of the Programme, concentrating on work related to the Indonesian Timber Legality Assurance System and the Voluntary Partnership Agreement under negotiation between the GoI and the EU.

In March 2009, the Programme’s PMU submitted a broad Annual Work Plan 2009/10 for approval to the SC. Following the suggestions given in the inception review and subsequent communication between DFID and MoFr, the SC Meeting on 22 June 2009 decided to focus the Programme on Objective 1 (Output 1 of the initial Log Frame). The PMU was asked to revise the Work Plan accordingly, based on a yet to be developed narrower Log Frame.

Between June and September of that year, the new and more focused Log Frame was developed, involving DFID and MoFr. It constitutes a considerable re-focus of MFP2, including a change on goal and purpose level. The MFP2 Team also developed a related List of Activities, and the new planning framework was finally endorsed by the 5th Meeting of the SC on 27 October 2009.

DFID is about to approve a second tranche of funding for MFP2, likely to be again administered by KEhATI. Prior to issuing this tranche, a management review and a financial audit of activities to date were deemed necessary. The following report constitutes the results of the management review, geared to match the following objective:

The consultant will, in conjunction with financial auditors, undertake a review of the MFP2 to determine the effectiveness with which DFID funds have been used in the achieving the programme’s objectives. He or she will make recommendations to improve the management of the programme over the next 18 months, including planning and transparency of decision-making process, financial reporting and control.4

B. Methodology

The review took place in country between March 9 and 19, 2010. During this time interviews were conducted with the Programme’s Co-Directors, the two seconded MoFr advisors, the technical VPA consultants, and all staff of the Programme Management Unit. Additionally, the Programme’s Service Provider, the Executing Agency in MoFr (Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan/BPK), key National Civil Society Partners (LEI, Telapak,

4 See Terms of Reference attached under Annex 1.

Page 73: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

61Annual Report 2009

Transparency International), the four partnering Community Foundations,5 grass root level NGOs and farmers in Sulawesi, the EU-Delegation, the EU FLEGT Support Project in Indonesia, GTZ Indonesia, DFID UK and DFID Indonesia were interviewed.

Talks followed an open design and were conducted as group interviews or as individual “closed door” discussions. The schedule of the mission and a list of all persons met is attached as Annex 2.

Furthermore, the Programme’s planning and reporting documents, its standard operation procedures, its grant database and its website were reviewed. Annex 3 provides an overview of the documents examined.

Initial review results were discussed in separate meetings with DFID-I and the MFP2 Team on 17/18 March 2010. Both parties were also invited to provide comments to the draft version of the report.

C. General Observations

C.1 Relevance of the Programme

MFP2 is instrumental in supporting governance reform in the forestry sector of Indonesia. Its re-defined focus on providing support to the implementation of the Indonesian Timber Legality Assurance System (in Indonesia known as Sistem Verifikasi Legalitas Kayu/SVLK) is appropriate, given the funding source of the Programme (the FGT), its remaining Programme duration (18 months), the progress made by Indonesia in developing the SVLK and its inherent and significant governance reform elements.

Even though the recently narrowed programme focus limits the ability of the MFP2 Team and its regional implementation structure from performing a more general and truly valuable approach to promote community based forestry and REDD implementation in Indonesia, the given programme realities fully justify its narrowed direction.

This is in particular true since the MoFr will not be able to implement the SVLK reform in a timely manner without significant support. The MoFr has allocated IDR 4.387 billion (equalling GBP 320,000) for this year’s implementation of the SVLK, of which 85% will be spent on the verification 5 MFP1 initiated the establishment of Community Foundations (CFs) at the end of its Programme in 2006. 5 CFs were set up in 5 selected provinces: Java Learning Center (JavLec), Sulawesi CF (SCF), Sumatera Sustainable Support (SSS), Yayasan Samanta in Nusa Tenggara (YS), and CF Papua., All CFs currently cooperate with MFP2, except for the CF in Papua.

Page 74: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

62 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

work by accredited organizations. MoFr’s shortage of funds makes in particular contributions to awareness raising, capacity development and to the envisaged multi-stakeholder engagement urgently needed.

MFP2 targets at providing such support and is strategically placed in MoFr under the Directorate General responsible for the SVLK (Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan/BPK).6 Its EU partner contributing to the SVLK, the EU FLEGT Support Project, co-financed a number of workshops and training events throughout 2009/10. The Project, however, is coming to an end and new related EU support still needs to be initiated.7 MFP2’s contribution to the implementation of the SVLK is therefore crucial for the success of the reform, and for preparations related to the VPA between the GoI and the EU.

MFP2’s working arrangement involves a number of national partners and regional foundations. This arrangement is an asset for outreach and feedback related to the implementation of the SVLK. Maintaining a direct access to the implementation level seems key for creating a solid basis and a good understanding of the arrangements foreseen under the SVLK and the currently negotiated VPA. This is in particular important for elements dealing with social safeguards, e.g. effects on socially and economically vulnerable groups such as smallholders and small community enterprises, and for creating envisaged governance of the SVLK.

KEhATI as the Service Provider of this bi-lateral Government to Government Programme is accepted by the MoFr and by civil society organisations. The continuation of KEhATI’s role was not questioned by anyone from the Indonesian side in the interviews conducted for this review.

C.2 Repercussions due to the history of the Programme

MFP2 is the successor of the MFP 1, a GBP 25.0 million programme by the GoI and the UK which ran from 2000 until 2006. MFP1 was mainly aiming at strengthening of government and civil society partnerships and community empowerment.

MFP2’s history still affects today’s perception of the Programme. In particular at the beginning of the Programme the approach was understood by many as a

6 BPK became the responsible Executing Agency for the MFP2, following a decision of the 5th Meeting of the Programme’s Steering Committee.

7 The EU currently discusses two options for further FLEGT related funding to Indo nesia: (1) Economic Cooperation Facility, which will start in 2011 and touches on trade cooperation between Indonesia and the EU and civil society engagement, and (2) A new FLEGT project. The formulation of the latter still remains to be explored.

Page 75: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

63Annual Report 2009

mere continuation of MFP1.8 In fact, the transition from MFP1 to the current direction of MFP2 has been quite cumbersome, creating room for misunder-standings and “rumours”.

KEhATI and some members of the MFP2 Team highlighted in the interviews conducted for this review that last year’s re-focusing of the Programme’s Log Frame was perceived by many as if DFID had “moved the goal post”. The revision of the Log Frame, accompanied by budget cuts during the financial year 2009/10, was somehow “unexpected” and led to frictions between the MFP2 Team and its multi-stakeholder oriented implementation structure. Communication issues have caused unnecessary complications and it seems important for the upcoming 18 months that a clear understanding of the tasks and the working arrangements can be achieved and communicated in a timely fashion.

C.3 Role of the Service Provider

As laid out in the Letter of Arrangement between the MoFr and DFID, the Service Provider administers grants, facilitates partnerships between central and local governments and civil society, and supports policy analysis and development. It is responsible for the day-to-day operational management of the Programme and accountable for its effective and efficient implementation.

It is important to point out that KEhATI’s initial interest in MFP2 was the Programme’s multi-stakeholder approach and the regional grant making and managing task (the grant making role of the Community Foundations). The changes agreed by the 5th Meeting of the Programme’s Steering Committee constitute a significant role change for KEhATI. The key task of the Service Provider has now evolved from a grant making and managing entity (mainly demand driven) to a body in charge for the implementation/facilitation of all elements specified in the Log Frame. This has prompted serious discussions within KEhATI.

8 MFP2’s Programme Management Document e.g. highlights: “The MFP2, resuming the MFP1, continues to promote the decentralization of forest management through multistakeholder forum…” (p. 29). Similar on MFP2’s website: “The program objec-tives are to strengthen government and civil society partnerships at local and national levels to build capacity, empower community forest managers and develop and imple-ment policy. In particular, the program will work to nurture and strengthen its network of Community Foundations in the regions, established with previous program sup-port (see http://www.mfp.or.id/dev/ on 16.3.2010). This contradicts DFID’s current perception of the Programme, e.g. outlined in the ToR of this mission (“a programme in support of forest governance reform with specific focus on activities relevant to concluding and implementing a Voluntary Partnership Agreement with the EU under the Forest Law Enforcement, Governance and Trade Action Plan”).

Page 76: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

64 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

The PMU reacted to this change by (1) developing new job descriptions for its members, (2) proposing a revised partnership mechanism, and (3) adjusting ongoing national and regional grants where appropriate. Also adjustments to the Programme’s governance and partnership structure and to its resource planning and allocation process were drafted or are currently in preparation (see below). The significant consequences for the regional implementation structure (the Community Foundations) were only informally communicated by the PMU and a related written request to the Programme’s Indonesian Co-Director was not yet officially answered.9 This has caused unnecessary frictions.

D. Observations On The Implementation Framework

D1. Programme Planning

The new Log Frame as agreed by the 5th Meeting of the Programme’s Steering Committee on 27th October 2009 forms the basis for the Programme’s planning. The Log Frame is precisely formulated and sets measurable targets through annual milestones on output indicator level. It is structured into the following three outputs, which build upon the former Output 1 of the initial Log Frame of the MFP210:

1. Sufficient capacity to implement SVLK (Supply chain control, accreditation processing, auditing, independent auditing, independent monitoring, licensing and structuring implementation mechanism)

2. SVLK certified timber recognized in key international markets3. Representative mechanism in place to review and strengthen SVLK

implementation

All indicators and milestones are auditable. Some milestones, however, seem rather ambitious given the remaining duration of the Programme and its possible scope of work. In addition, a number of targets are formulated in a way exceeding the direct influence of the Programme, in particular both milestones under Output 2. The Log Frame also indicates that activities could be implemented until the end of the financial year 2011/12 (31 March 2012), which would contradict DFID’s current position that activities have to come to an end on 30 September 2011.

An Overall Work Plan 2009/12 (named “List of Activities 2009/10 to

9 Letter by four Community Foundations to the Indonesian Co-Director of the MFP2 on the Programme’s future focus, dated 30 April 2009.

10 Output 1 of the initial Log Frame was formulated: „TLAS as instrument of good forestry governance, sustainable forest management, and trade agreement (as in VPA) is finalized.”

Page 77: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

65Annual Report 2009

2011/2012”) was endorsed in the same meeting of the Steering Committee. The plan recalls the revised Log Frame and adds 25 activities to its 9 output indicators and their corresponding milestones. For each activity basic budget estimation is provided. The plan remains on a general level, and lacks detailed description of the programme actors and their envisaged partners. In a number of cases, the connection between the planned activities and the output indicator appears somehow unclear (e.g. Activity 1.2.4, 3.1.1; 3.3.4).

Also a table outlining the period of implementation for each activity during the financial year 2009/10 was developed as part of the Annual Work Plan 2009/2010. Based on this table, each output facilitator developed a more detailed Annual Plan on output level for the financial year 2009/10. These plans are drafted in a practical format and well structured. They do, however, in some cases not reflect all actions needed to address the Log Frame.

During the interviews conducted for this review, a lack of strategy was identified in the way a number of indicators and activities are being or will be addressed, in particular related to Output 2 and 3. Some staff appeared unacquainted with details of the new Log Frame, and an interest in reverting back to activities dropped from the old Log Frame was sometimes articulated.

D2. Grant DeliveryProgramme implementation was initially designed to take place through two channels, namely (1) grant delivery by the Service Provider and/or its regional structure, and (2) direct facilitation by the PMU.

The grant delivery mechanism operates four defined grant making windows described as Policy Window, Regional Window, MoFr Window and Small Grant Window. Grant delivery is either done directly by KEhATI, or by its regional partners, the Community Foundations. KEhATI or its regional partners informed future grantees through a “call for proposals”, or they invited pre-selected partners to submit specific notions, often reacting to demands put forward.

Summary

(1) The new Log Frame is clearly formulated and sets measurable but in a number of cases rather ambitious targets for the Programme.

(2) The annual output level planning is helpful and provides a structure for further planning.

(3) A number of issues for further consideration and a general lack of strategy were identified, impeding a more effective implementation of the Programme.

Page 78: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

66 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

A Jakarta based Partnership Approval Committee/PAC (earlier, and still in a number of documents, named Project Approval Committee) was tasked to oversee the relevance of the received proposals, ensure quality control, and safeguard the overall orientation of the Programme.11 The Community Foundations operated regional versions of these PACs.

The document “Standard Operational Procedure 2008/2011”describes in Section 3 the grant making procedure. The design is transparent and multi-stakeholder oriented, and includes a clear decision making mechanism.

All grants are managed by KEhATI in a well organized grant database. The Service Provider recently drafted a new version of the grant delivery mechanism, reducing the windows for grant approval to two (PMU Window and MoFr/GoI capacity building window).12 Calls for proposals are not suggested anymore, but the function of the PAC will be maintained. The design remains transparent and multi-stakeholder oriented. The draft SOP for grant making, however, still features wording related to the old orientation of the Programme and needs adjustment.13

KEhATI expects that grant making will remain the key mode of delivery of the Programme during the financial years 2010/11 and 2011/12. This is at least questionable.

In mid 2009, following the drafting of the new Log Frame, KEhATI approached the current grant holders (including the Community Foundations) and arranged with them a number of significant adjustments to the ongoing commitments. The aim was to achieve a stronger programme focus on the SVLK. Adjustments are documented and in particular were arranged with partners’ implementing activities under Output 2, 3, 5 and 6 of the old Log Frame.14 Overall, nine grants were considered for re-focusing, representing a value of GBP 201,904. All activities under these nine grants are now concluded, with some grants still in the final stage of administration.

MFP2 agreed to three new grants after the endorsement of the new Log Frame (see Table 1). All are clearly focused on the new Log Frame and close to conclusion.

11 The PAC on Jakarta level comprises PMU staff, the Co-Directors, the Executing Agency, Bappenas and external reviewers.

12 Kebijakan, Procedur dan Panduan Pengelolaan dan Hibah MFP2, January 2010 – March 2012.

13 Page 4 e.g. describes that activities conducted under the facilitation window include climate change mitigation.

14 The adjustments are outlined in the Chapter 2 of the AWP 2009/2010 and in the inter-nal memo “Analysis Implikasi Terhadap Pengurangan Anggaran FY 1009/10“dated May 2009. More in Chapter D2.

Page 79: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

67Annual Report 2009

Table 1: Grants approved by MFP2 after October 2009 (Source: MFP2 grant database)

Grant No

Starting date

Title Grantee Amount(1000 IDR)

Finishing date

Related indicator in new

LF

28 01.12.2009 Penyusunan Pedoman Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Penilaian/Verifikasi Legalitas Kayu

Lembaga Ekolabel Indonesia

199,500 31.3.2010(not yet finished,all disburse-ments taken)

Output 3

29 01.01.2010 Proses Penyusunan Draft Protokol/Pedoman Mekanisme Penyelesaian Keberatan (Dispute Resolution Mechanism)

KARSA (Yogya-karta)

173,350 31.3.2010(not yet finished,all disburse-ments taken)

3.2

30 07.01.2010 Pelatihan dan Penyusunan Modul Kurikulum Untuk Pelatihan Independen Monitoring Personel bagi CSO (Training and Curriculum development Independent Monitoring)

Studio Drya Media (West Java)

45,525 10.2.2010(Finished)

3.3

Summary

(1) Grant delivery is based on well described and transparent procedures.

(2) All current grants end in March 2010. The phasing out of the “old” grants is com-pleted and the focus of the “new” grants fully reflects the new direction of the Pro-gramme.

(3) KEHATI proposes to simplify the grant delivery procedures in the future, but ex-pects grant making still to be the main mode of delivery for the Programme.

Page 80: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

68 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

D3. Programme Facilitation

Under the budget line Programme Facilitation costs for strategic planning, meetings, conferences, short-term consultancies, monitoring and evaluation, and documentation are placed.

Procedures for the use of this budget are barely elaborated. Some activities funded under Programme Facilitation are directly linked to activities specified in the Work Plan; others are typical programme management activities and therefore belong to the Programme’s overheads (operational costs). The overlap reduces envisaged transparency of the Programme.

D4. Standard Operating Procedures

The existing Standard Operating Procedures (SOP) of MFP2 are very extensive. They are outlined in the following documents:15

• Prosedur Standar Operasional Internal Program MFP2• Standar Operation Procedur 2008 – 2011

The main document, the Standar Operation Procedur 2008 – 2011, consists of 5 Chapters:

• Chapter 1: Kontrak pelaksana program dan pengagaab barang• Chapter 2: Keuangan dan akuntansi• Chapter 3: Dana hibah dan kemitraan• Chapter 4: Dokumentasi• Chapter 5: Monitoring dan Evaluasi

As described above, in particular the procedures for grant delivery (Chapter 3) are well elaborated. Requirements for accounting (Chapter 2) are specified in good detail, though minor adjustments are needed according to KEhATI’s own judgement. The description of the organisational set-up of the Programme

15 The inception review judged the SOP as “somewhat inaccessible” and found no “time to appraise the quality of the SOP in detail” (Inception review, p. 17). The documents appear, however, well formulated and clearly written.

Summary

(1) The budget line Programme Facilitation comprises a mix of programme imple-mentation and programme management activities. Procedures for the use of this budget line are far less elaborated than for the grant delivery line.

Page 81: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

69Annual Report 2009

(Chapter 1, and similar in the document Prosedur Standar Operasional Internal Program MFP2) is clear but outdated given the recent adjustments made by the Programme’s Steering Committee.

Requirements for information use, library rules and shared learning (Chapter 4) are detailed, but lack specifications for public relations and corporate identity, in particular corporate design (e.g. logo use). Procedures on monitoring and evaluation (Chapter 5) focus on grant management and the four different grant windows. The proposed approach is rather general and now outdated, lacking a description on how progress with regard to output and milestone achievement will be measured. Impact monitoring is mentioned, but no system described.

Procedures outlining communications are almost non-existent; decribed only on one page in the document Prosedur Standar Operasional Internal Program MFP2. Given the complex structure of the Programme (see below) this is clearly insufficient. MFP2 recently developed revised versions of the SOP for approval by the next Steering Committee, based on experience gathered through programme implementation and the agreed upon changes to the Programme’s direction.16 The new versions of the SOP only partly reflect the new role of the Service Provider and do not yet cover monitoring and evaluation.

16 The new draft documents are named: (1) Kebijakan, Prosedur dan Panduan Pengelolaan Dana Hibah Januari 2010 -March 2010, and (2) Kebijakan dan Prosedur Internal June 2008-March 2009. The proposed period of validity for both documents seems to be wrong and should be adjusted.

Summary

(1) The current Standard Operating Procedures of MFP2 are in most parts well elaborated, but written for a Programme which focuses on grant delivery.

(2) Procedures outlining communications are insufficient. A few other topics, i.e. monitoring & evaluation and corporate identity, were identified as too briefly de-scribed or missing.

(3) The new direction of the Programme is not yet fully reflected in the revised SOP versions proposed for approval by the next Steering Committee.

Page 82: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

70 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

D5. Standard Costs

Standard Costs for e.g. meetings, travel, accommodation and inputs by resource persons are outlined in a sub-set of the SOPs in:

• Chapter III of the Prosedur Standar Operasional Internal Program MFP2

• Standar Baku Biaya Maksimum Mitra Kerja 2008-2011

Costs are based on related regulations of the MoFr and KEhATI’s internal procedures. Overall, standard costs are well elaborated and follow the proportions set by MoFr/other donors. The Standar Baku Biaya Maksimum Mitra Kerja 2008-2011 documents is countersigned by DFID-I.

By applying MoFs internal regulation, KEhATI is granting a “sitting fee” to government officials attending meetings.17 This practice is usually not applied by other donors/international organisations operating in Indonesia.

Another minor deviation to “good donor practice” occurs in cases where meals are provided by MFP2 to per diem recipients. Since no deduction of the per diem is foreseen in such cases, the allowances paid are too high.

The PMU recently developed revised versions of the Standard Costs for approval by the two Co-Directors, based on experience gathered through programme implementation and changes in the related MoFr documents.18

17 Based on Pedoman Harga Satuan Pokok Kegiatan Lingkung Departemen Kehautanan. p 20, year 2009.

18 MFP2’s documents are named: (1) Standar Baku Biaya Maksimum Internal MFP2, Janu-ari 2010-Maret 2011 (draft) and (2) Standar Baku Biaya Maksimum Mitra Kerja Januari 2010-Maret 2011 (draft).

Summary

(1) Standard Costs are well defined in MFP2 and in general follow MoFr/other donor levels. The PMU has recently prepared revised versions for approval by the two Co-Directors.

(2) Two minor deviations from other donor’s good practices were identified, related to sitting fees and per diems in cases where meals are provided by MFP2. Minor ad-justments to the revised versions are therefore deemed necessary.

Page 83: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

71Annual Report 2009

D6. Organisational Set-up

MFP2 operates a relatively large team on national level. The team consists of:

• Two Co-Directors (UK and INA/MoFr)• Two MoFr Secondee’s acting as advisors• Two part time technical consultants (the international consultant

holds since October 2009 also the position of the UK Co-Director) • One Programme Management Unit, comprising a Programme

Director, three Output Facilitators and a number of Administrative staff

The PMU manages the day-to-day operations of the Programme. The MoFr secondee’s and technical consultants directly report to the Co-Directors and maintain a “coordinative line” to the PMU. The Programme is overseen by the two Co-Directors, on a higher level by the Executing Agency (BPK), and on highest level by its Steering Committee (SC). Since October 2009, the SC has been co-chaired by the Director General of the Executing Agency and the Deputy head of DFID-I19 Civil society or private sector representatives have not yet been invited to the meetings of the SC, though their participation is in principle possible.

The Executing Agency is highly committed to the Programme and willing to collaborate closely. Good cooperation was witnessed on working and on management level.

On regional level, MFP2 collaborates with four Community Foundations (CF) through a regional partnership mechanism. CF’s have received “block grants” from MFP2 and have funded a broad range of community and forestry

related small scale projects. In the interviews conducted during this review, the CF articulated their interest in further collaboration with MFP2, but also outlined their programmatic independence, available funding sources and own directions.

19 Roles and authorities of the mentioned actors were agreed in the 5th Meeting of the SC. The current members of the SC are: Secretary General MoFr (Dr. Boen Purnama), Direc-tor General BPK (Dr. hadi Daryanto), Director General RLPS (Ir. Sutrisno), Director General R&D (Dr. T. Fathoni), Director KLN (Dr. Agus Sarsito), Bappenas (Umiatun hayati Triastuti) and DFID-I (Gerald howe).

Page 84: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

72 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

The CF have made some progress in achieving financial independence from MFP2, which can be judged a success in institutional development, effectively supported by MFP2 and others.20

The new direction of the Programme has not led to any changes to the staff employed, even though required capacities now need to focus on SVLK promotion.

While the PMU is located in Block 4 of the MoFr headquarters, the Programme’s Co-Directors and all advisors are working in Block 7. Monthly management meetings of the entire team, and weekly update meetings by the Co-Directors and the Programme Director are scheduled. Interviews however indicated a significant lack of formal and informal communication within the Programme.

20 The CFs, which comprise CSO and local governments, also receive funding through the Norwegian supported Partnership and Governance Reform Fund (Kemitraan). Some of them have tapped into local government and private sector initiatives, or even run their own small scale businesses. MFP2 recently conducted an interesting evaluation of the CFs addressing seven indicators (see results in MFP2, Quarterly Report Sep-Dec 2009, p.13ff).

Summary

(1) MFP2 operates under a complex organisational set-up. Even though the struc-ture of the Programme was recently adjusted and new ToR for all members drafted, the structure and capacities do not yet optimally reflect the new direction of the Programme.

(2) The Executing Agency is highly committed to the Programme and closely work-ing with it on all levels. (3) The regional structure through the Community Foundations has played a key role in providing programme results in the past. The structure constitutes an asset for the future, in particular for work related to social safeguards of the SVLK, local capacity development and system governance.

(4) The Multi-Stakeholder approach of the Progamme is not reflected on highest de-cision taking level, i.e. the Steering Committee did so far not allow for non-governmental representation.

(5) MFP2 operates two separate offices in MoFr, resulting in frequent communica-tion challenges for the team.

Page 85: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

73Annual Report 2009

D7. Financing and Budgeting

Financial management and accounting are done in the PMU, supported by KEhATI’s administrative unit in KEhATI’s head office. Bookkeeping is annually audited by an independent public accountant company. No problems were identified so far. The current reporting structure follows the “old” programme design and attributes the financial reporting to grant windows, programme facilitation and operational costs. This makes it difficult to judge as to whether progress towards output achievements is yielding “value for money”, a point already raised by the inception review (p.16). The financial format is, however, acceptable to DFID-I as basis for periodical disbursements.

According to the document “Statement of Receipts and Expenditure” by KEhATI’s independent accountants dated 21 February 2010, KEhATI has spent GBP 1,272,580 under its Accountable Grant Arrangement for MFP2 within the period 21 February 2008 to 31 December 2009 (22 months). GBP 788,781 were spent on grant making (62%), while GBP 484,068 were spent on operational costs, personal, programme facilitation and KEhATI’s institutional fee.

Out of the amount spent on grant making, 40% were spent on small grants, 24% on grants to the Community Foundations, 22% on grants under the window “national policy work” and 14% on grants directly given to the MoFr and GoI.

Out of the operational costs, only GBP 8,207 were so far used on M&E, indicating a lack of activities in this field.

Delays in reporting by KEhATI to DFID (issuance of the “cash advance and actual expenditure report”) have occurred in the past, as well as relatively long periods between budget requests and subsequent payments by DFID.21 Both resulted in a need for KEhATI to pre-finance some activities. Furthermore, KEhATI’s management raised concern about increasing currency exchange risks.

Table 2 shows the planned expenditure by MFP2 in each of the three financial years. It becomes obvious that during in the financial year 2010/2011, MFP2 will have to manage almost three times the amount of funding for programme activities (presented as “grant making”), twice the amount of

21 On average it took 56 days between a budget request prepared by KEhATI and sent to DFID was fulfilled by the subsequent payment from DFID (average of all 5 instalments by DFID to KEhATI).

Page 86: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

74 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

money for programme facilitation, while programme personal costs are almost maintained.

For the financial year 2011/2012 amounts remain nearly on previous year’s level, but the period eligible for spending will most likely be reduced to six months, since the Programme is supposed to stop all activities at the end of September 2011. This poses an enormous challenge to the Programme’s management and administration, and raises the question whether funds can be spent effectively.

Sufficient management capacities, clear and adjusted SOPs and a Log Frame oriented planning, monitoring & evaluation system should be in place to ensure smooth and effective implementation of the Programme as soon as possible. Implementation strategies need to be developed and budgeted to see whether the available funds can effectively be spent during the next 18 months. Table 2: Planned expenditure by MFP2 (as of 9.9.2009)

No Period

2009/2010 2010/2011 2011/2012

A. Programme Cost

1 Grant MakingCommitment 247.288 Plan 125.294 1.070.588 1.000.000 Sub Total (1) 372.582 1.070.588 1.000.000

2 Facilitation 119.300 261.508 251.607 3 Programme Personnel 131.933 145.126 159.639

Sub Total (2) 251.233 411.246 B. Operational Cost 108.888 119.777 131.754

TOTAL BUDGET 732.703 1.597.000 1.543.000

Summary

(1) Financial management and accounting are annually independently audited. Reporting still follows the “old“ programme design and lacks sufficient information on output/indicator/main activity level. It provides, however, an accepted basis for disbursements by DFID. (2) Planned expenditures for the next two financial years significantly exceed the current level, which constitute a major challenge for the Programme’s manage-ment and administration.

Page 87: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

75Annual Report 2009

E. Suggestions

Based on these observations, the following suggestions for remedial measures were formulated and initially discussed with DFID-I on 17 March in Jakarta and again with the MFP2 Team on 18 March 2010 in Jogjakarta:

(1) DFID and GoI to agree on KEHATI as the Service Provider for the second tranche of programme funding

Acknowledging the sufficient quality of the services observed, and considering the strategic position and remaining duration of the Programme, it is proposed that the second tranche of MFP2 funding should be channelled through KEhATI.

When drafting the required amendment to the Accountable Grant Arrangement, DFID and KEhATI should use the opportunity to formally adopt the new Log Frame, describe in more detail the role of the Service Provider and indicate required human capacity needs to ensure the smooth and efficient implementation of the Programme throughout the next 18 months. Both parties should also address identified problems of pre-financing, reporting delays and currency exchange risks. Co-financing for the Programme by other donors should no longer be expected nor expressed in the Programme’s documents.

(2) Develop realistic implementing strategies for each output indicator

The MFP2 Team and BPK in its function as the Programme’s Executing Agency should draft as soon as possible a set of realistic implementing strategies, describing how each output indicator specified in the new Log Frame will be addressed. The new Log Frame should constitute the agreed upon basis for all further actions and should only be amended on activity level, if needed.

Strategies should illustrate the Programme’s implementation approach for the next 18 months. It can not be expected that all targets set in the Log Frame will be achieved within this period. It is therefore proposed to review the achievability of each milestone formulated and realistically describe the possible contribution of the Programme until 30 September 2011. The Programme should indicate the degree of control it has on milestone and target achievability, in particular related to the milestones formulated under Output 2.

Page 88: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

76 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

MFP2 could e.g. develop a strategy paper, outlining the proposed implementing strategies and the interpretation of milestones and targets, for approval by the next Steering Committee. It is recommended to involve the entire MFP2 Team in this exercise, and, possibly at a later stage, the relevant (implementing) partners. In this way cohesion within the team and between the team and key partners can be strengthened, and the multi-stakeholder orientation of the Programme at least partly maintained.

(3) Develop a detailed Work Plan covering the period April 2010 until September 2011

The Programme’s Work Plan should follow the Results-based Project Planning Method. The Plan should present under each output indicator precisely defined activities and describe inputs, responsibilities and timelines. Suitable actors/partners should be identified and related budgeting assumptions and modes of delivery on activity level outlined.

Even though maintaining flexibility in programme planning was raised as an issue by the MFP2 Team and by the Executing Agency, the Plan should try to define as much as possible all needed actions within the next 18 months, based on the above mentioned implementing strategies. In this way the Programme can be focused, avoiding distraction from ad-hoc interests. The development of the Plan should consider available co-funding from other sources on activity level, e.g. from BPK DIPA, EU FLEGT Indonesia, EFI FLEGT ASIA Programme, FGT London. MFP2 should maintain and even broaden its role as the primary EU source for SVLK related funding in Indonesia, and target at coordinating all SVLK related donor support to Indonesia.

Planning should not be budget driven, but strategy based. If the draft version of the Work Plan indicates that the envisaged budget of approximately GBP 3.0 million cannot be spent within the next 18 months, the MFP2 Team should then discuss with DFID as soon as possible other options, including an extension of the Programme.

It may be beneficial if the Plan is developed in the form of a team exercise (“teambuilding event”). Considering the significant time pressure of the Programme, the Work Plan should be ready for approval by the next Steering Committee.

Page 89: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

77Annual Report 2009

(4) Revise the Standard Operating Procedures (SOP)

The future overall target of the Service Provider should not be that grants are well managed but that the milestones specified in the new Log Frame are fully achieved. To be able to monitor such progress on programme implementation, reporting and monitoring & evaluation procedures need to be adjusted, aiming at elaborating planning, achievements and spending on output indicator and main activity level.

Monthly financial reports should be produced by the Service Provider to allow for monitoring of overall progress (including monitoring of spending targets), and rapid reactions when certain activities or even outputs are falling behind expectations.

The separation of programme costs into grant making, programme facilitation and programme personnel budget lines should not be continued. Costs should only be assigned to outputs and main activities, and to programme management/operational costs (overheads).

Other identified shortcomings in the (revised) SOPs and in the Standard Costs should be eliminated (see above). (5) Widen the mode of delivery

MFP2 or its regional structure should no longer announce open calls for proposals. One of the key tasks of the team will be to develop concise and well defined ToRs for activities to be implemented. Appropriate partners and most effective modes of delivery should be discussed for each activity. The future modes may include small grants, invited tenders from pre-selected partners, service contracts (national and international consultants), joint activities with MoFr and other Partners (in-kind contributions as well as co-funding), etc.

KEhATI should develop relevant contracting rules, in particular for non-grantee actors, when revising the related SOPs.

The Community Foundations (CFs) should remain an important part of the Programme’s implementation structure. In particular for activities under Output 3 and Output Indicator 1.4, their involvement is deemed necessary. The Programme should only commit to collaboration based on its Log Frame – overall capacity development for the CFs is no longer deemed necessary.

The Programme should intensify its regional contacts to Kalimantan (e.g. via the Kaval Borneo Foundation in Samarinda) and to NGOs operating in Papua, as these are the most relevant regions for timber utilization in Indonesia and consequently important for the introduction of the SVLK.

Page 90: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

78 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

(6) Adjust and simplify the organisational set-up

MFP2 currently operates two offices, resulting in unnecessary hurdles with regard to office organisation and internal/outside communication. It is recommended to move the entire team into one office within the MoFr as soon as possible, best by asking the Executing Agency for support.

The Programme’s organisational set-up is further bogged down by its complicated hierarchical structure, partly resulting from the original design and focus of the Programme. Recognizing the new roles of the Service Provider and the entire team, the organisational set-up should be simplified and more focused on milestone delivery.

Recalling the three outputs of the Programme and the already initiated output orientation in the revised ToR of the PMU staff, it is recommended to formally establish three Technical Working Teams comprising the PMU facilitators, the advisors (MoFr secondees, VPA consultants), and future technical consultants contracted for specified tasks.

By introducing a clear separation of tasks between the teams, teams can stay focused on milestone delivery, avoiding unnecessary duplications and ineffective working arrangements, e.g. when too many staff participate in the same meetings. A straight forward way of separating the MFP2 Team into Technical Working Teams might be:

• Capacity Development Team (Team 1)o Responsible for Output 1, except Output Indicator 1.4o Focusing on awareness raising and capacity development at all levels of

governments, private sector, LP&VIs, individual auditors, and KANo Involved in all technical field trails o Work is mainly done with the MoFr and through training institutions/

providers• Market Recognition/VPA Negotiation Support Team (Team 2)

o Responsible for Output 2o Focusing on support to the VPA negotiations, development of

engagement strategies for international markets and processing and consumer countries, institutional and policy aspects of the SVLK/VPA

o Work takes place partly outside of the MoFr• Civil Society Team (Team 3)

o Responsible for Output 3, and Output Indicator 1.4o Focusing on independent monitoring, awareness raising at Civil

Society Organisations, and social safeguards of the SVLK/VPAo Work takes place partly outside of the MoFr

Page 91: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

79Annual Report 2009

Teams should be made responsible for the planning, implementation and monitoring of their relevant part of the Work Plan. Some delegated flexibility to manage the tasks should be allowed under the direct control of the Programme Manager. Whether such teams can work on “equal footing” or need to have a designated team leader may need further internal discussions.

Furthermore, the administrative support team should be adjusted to the new role of the Service Provider, based on the new Work Plan and envisaged modes of delivery.

(7) Expand the task of the Co-Directors and review the role of the higher committees

According to a decision taken at the 5th Meeting of the Steering Committee, the Co-Directors shall provide strategic oversight of the Programme to ensure the delivery of programme results on purpose level. It is suggested to engage the Co-Directors more in programme implementation and to expand their task by giving them, in collaboration with the Programme Manager, an oversight role on milestone achievements, and on creation of synergies within the team and with other initiatives.

Since the Co-Directors are representing the Programme and are tasked with its wider dissemination, the Co-Directors should be aware of all main activities. This can e.g. be achieved by requiring the co-signature of the Co-Directors on each ToR and major grant/service provider agreement, and participation in regular team meetings.

The future role of Partnership Approval Committee should be discussed in the Steering Committee (SC), since grant approval is unlikely to play a major role in future.

It is further recommended to invite non-governmental participants to the next SC meetings. Such participants could e.g. receive an observer status.

(8) Improve the attribution problem

The Programme has the opportunity to significantly contribute to governance reform and to increase the transparency and accountability in the forestry sector in Indonesia. It should apply a ”product approach” to the completion of its activities in order to increase its own visibility and to raise support to and acceptance of the SVLK/VPA in Indonesia and outside of the country.

During the planning of activities, the MFP2 Team should clearly identify the tangible “result” of each activity and how this can be presented to the public

Page 92: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

80 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

and identified as a programme outcome.

An impact monitoring system should be developed and applied from late 2010 onwards.

(9) Streamline and intensify outside and internal communication Communication was identified as a weak spot of the Programme. The team should develop a communication strategy on the SVLK, and also on the MFP2 programme itself. This could involve media work, presentations, and “selling” of the above suggested programme “products”. The Programme’s website is outdated and should be revised as soon as possible. A clear separation between MFP1 and the current direction of the MFP2 should be introduced. The site could also be used to inform about the progress of the VPA negotiations between the GoI and the EU.

Programme reporting should be more concise and log frame based. Repetitions should be avoided in all documents, including the SOPs.

Internal communication should be strengthened by making best use of the formal team meetings. Pending management issues should be discussed in the weekly up-date meetings between the Programme Director and the Co-Directors, avoiding spontaneous email exchanges as much as possible. Results of the team and up-date meetings should be briefly documented.

(10) Review KEHATI’s bookkeeping if deemed necessary This management review did not analyse the quality of the bookkeeping presented by KEhATI. DFID may want to employ a special expert to conduct such a financial audit and to follow up on related suggestions outlined (1) in Chapter 3.3 of the inception review, and (2) in this report.

Page 93: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

81Annual Report 2009

ANNEX 1

Terms of Reference

Background

DFID has approved funding of GBP 5.0 million to Indonesia for implementation of the Forest Governance and Multistakeholder Programme (known as “MFP2”), a programme in support of forest governance reform with specific focus on activities relevant to concluding and implementing a Voluntary Partnership Agreement (VPA) with the EU under the Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Action Plan.

A Letter of Arrangement dated 11/10/07 between the Ministry of Forestry and DFID forms the foundation of MFP2 and commits the parties to three overarching objectives:

4. Support governance reforms to reduce and eventually eliminate illegal logging and its associated timber trade, with a particular focus on support to negotiation and implementation of the EU-GoI FLEGT VPA and other international arrangements;

5. Through a multistakeholder approach, help build capacity of central and local government and civil society, support partnerships between government and civil society, promote policy analysis and development, and support poverty reduction through more equitable and sustainable management of natural resources, with a particular focus on the rights and opportunities through community forestry for disadvantaged and women’s groups;

6. Explore the opportunities for governance reforms that are necessary for Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD).

In 2008 DFID, together with the Ministry of Forestry, selected the NGO Kehati as Service Provider to administer the funds. An initial tranche of funding of GBP 1.7 million was agreed, with the balance to be subject to a review of Kehati’s performance.

A review of progress was carried out in January 2009 and as a result it was recommended that the focus of the Programme be narrowed, with concentration on work related to implementation on the VPA. This revised approach was agreed and has been in effect since October 2009.

Page 94: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

82 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

DFID is about to approve a second tranche of funding to be administered by Kehati. Prior to issuing this tranche, a management review and financial audit of activities to date is necessary.

These Terms of Reference describe the activities to be undertaken by an external consultant in performing the management review.

Objective

The consultant will, in conjunction with financial auditors, undertake a review of the MFP2 to determine the effectiveness with which DFID funds have been used in the achieving the programme’s objectives. he or she will make recommendations to improve the management of the programme over the next 18 months, including planning and transparency of decision-making process, financial reporting and control.

Tasks

The consultant will: 1. Interview key technical and financial staff and review documentation

to determine how the management system currently operates;2. Review financial and technical reports, including operational files

to work out how decisions have been taken in relation to specific actions/contracts/grants and whether approved activities constitute the effective use of DFID funds;

3. Review the 2009 Inception Review; 4. Interview a sample of participants in programme activities to gain an

understanding of their views on the aim and scope of the programme and the achievements of the programme to date;

5. Determine the extent to which current activities are justified under the prevailing logical framework;

6. Where programme activities are being discontinued, evaluate the exit process;

7. Determine what activities from the original logical framework are still ongoing and whether MFP2 has successfully exited from activities that no longer meet current logical framework objectives;

8. Review proposed changes to the Standard Operating Procedures and offer advice on how to improve them; and

9. Review the existing management arrangements, including Executing Agency and Steering Committee, and advise whether the current arrangements best fit the objectives of the programme.

Page 95: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

83Annual Report 2009

Reporting

The consultant will submit a report of his/her findings and recommendations to DFID. The report should not exceed 20 pages excluding annexes.

Timing

The consultant will visit Indonesia from 10-19 March 2010 and is expected to interview programme management and participants both in Jakarta and a sample of field locations where activities have been carried out. he/she will debrief participants before leaving Jakarta on completion of field work and submit a draft report not later than 29 March 2009. he/she will be prepared to answer questions on the report and make modifications where justified.

Page 96: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

84 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

ANNEX 2

Schedule of the Review and Persons Interviewed

Day Time Activity

3.3.2010 8-10 Briefing DFID-I in Jakarta with Kenny Dick (Head of Indonesian Programme), Gerard Howe (Deputy Head), Mey Lan Wong (Deputy Programme Manager), Hugh Speechly (FGT Advisor London), and Andy Roby (Co-Director MFP2)

8.3 Arrival in Jakarta: Start of mission, document review

9.3 8-12 Document review

9.3 12-14 Meeting with Michael Jaeger (EU FLEGT Programme), Thibaut (EU-Delegation), Felise Nguyen (EFI Asia) and Andrew Roby (Co-Director MFP2)

14-17 Meeting with Andy Roby

10.3 10-12 Briefing with MFP2 Team (Agus Justianto, Diah Raharjo, Nurcahyo Adi, Dedi Haryadi, Agus Setyarso, A. Edi Nugroho, Endang Setiawan, Dwi Pujiyanto, Rio R. Bunet, Andy Roby), & KEHATI (Gustaaf A. Lumiu, Zulkarnaen)

12-18 Discussion and document review with Rio R. Bunet

11.3 9 – 14 Financial review with Finance Dept of KEHATI: Gustaaf A. Lumiu and colleagues and Rio R. Bunet

15 Meeting with BPK (Bambang Sukmananto), DFID-I (Gerard Howe) and MFP2 (Andy Roby, Agus Justianto)

12.3 6 Travel to Kendari with MFP2 Team and BPK (Bambang Sukmananto)

13-17 Site visit to Konawe meet with KHJL and JAUH: Warma (Ketua KHJL), Abdul Maal (Wakil Ketua KHJL), Rahman L (Bendahara), Haris SP (Manajer SP KHJL), Rasit (Manajer Kayu Sertifikasi), Lina (Staf KHJL), Abdul Haris (Ketua Badan Pengawas KHJL), Abdul Rahman (Pengawas KHJL), Sultan, Azis Hamid, Suardi, Amrin (all JAUH), Arlan, Sugeng (all TFT)

20-21 Meeting with Sulawesi Community Foundation: Rustanto (Manajer Program SCF), M. Rivai (Director SCF)

13.3 8-13 Site Visit to TAHURA NIPA-NIPA and FGD with SCF’s partner (SWAMI, KOMDA SF, LEPMIL, SCF, JAMASDA, LAPAK, UPT Tahura Nipa-nipa, Green Institute and Dinas Kehutanan Muna, Buton, Kendari, Kelompok Tani Sumbur Makmur, JAUH)

19 Arrival in Jakarta

14.3 9-18 Travel to BogorMeeting with LEI (Ferdinandus Agung), Telapak (…), TI (Augustinus), and Rio R. Bunet

Page 97: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

85Annual Report 2009

15.3 9-16 Output based meetings with MFP2 Team: Diah Raharjo, Agus Setyarso, Edi Nugroho, Dedi Haryadi, Endang Setiawan, Rio Rovihandono, Agus Justianto, Andy Roby

16-18 Meeting with Diah Raharjo

16.3 8-18 Document review and preparation of de-briefing material

17.3 13-15 Meeting with BPK (Jansen T.)Meeting with BPK (Bambang Sukmananto)

16-18 De-briefing meeting with DFID-I: Gerard Howe, Mey Lan Wong and Andy Roby

18.3 9 Travel to Jogjakarta

13 – 15 Meeting with Community Foundation :1. Muhammad Rivai, Director Sulawesi Community Foundation2. Dwi Sudarsono, Director Yayasan SAMANTA3. Mahendra Taher, Director Sumatera Sustainable Support-PUNDI4. Agus Affianto, Director Java Learning Center5. Rio Rovihandono Bunet

15-19 De-Briefing with MFP2 Team : 1. Agus Justianto, Co-Dir Indonesia2. Diah Raharjo, Program Director3. Agus Setyarso, VPA Consultant4. Nurcahyo Adi, Facilitator5. Dedi Haryadi, Facilitator6. Rio Rovihandono Bunet, Facilitator7. Ade Junainah, Officer Manager8. Endang Setiawan, Secondee9. Achmad Edi Nugroho, Secondee

21 De-briefing with BPK: Bambang Sukmananto, Diah Raharjo, Agus Justianto

19.3 8 Meeting with Marius Gunawan (TI)

9 Return to Jakarta

12 Meeting with Rolf Krezdorn (GTZ)

14 Final De-briefing with Andy Roby

Page 98: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

86 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

ANNEX 3

List of Major Documents Reviewed

Code : Title

A : Annual Work Plan 2009 – 2010

B1 : Six Month Report (April – September 2009)B2 : Progress Report (quarterly report) October – December 2009

C1 : Inception Review Report of KEhATI performance DFIDC2 : The PMU’s Response to CIDT’s Report – March 2009C3 : Community Foundation Midterm ReviewC4 : Analisis Implikasi Terhadap Pengurangan Anggaran 2009/2010

D1 : Minutues of 2nd SC Meeting (July, 18 & Aug 1, 2008)D2 : Summary Discussion 5th SC Meeting (October 29, 2009)

E1(old) : Prosedur Standar Operasional Internal Program MFPII (chap III F2)E2 (new) : Kebijakan, Prosedur dan Panduan Pengelolaan Dana hibah Jan- March (draft)E3(new) : Kebijakan dan Prosedur Internal June 2008-2009, draftE4 (old) : Standar Operation Procedur 2008 – 2011

F2(new) : Standar Baku Biaya Maksimum Internal, draftF3 (new) : Standar Baku Biaya Maksimum Mitra Kerja (Jan 2010-Maret 2011) draftF3 (old) : Standar Baku Biaya Maksimum Mitra Kerja 2008-2011

G1 (old) : Program Management

h1 : Audit Result h2 : Kehati Financial Report 2008/2009h3 : Kehati Financial Report 2009/2010

Page 99: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

87Annual Report 2009

GOA

LIn

dica

tor

Base

line

2009

Mile

ston

e 1

Revi

sed

Mile

ston

e 2

Revi

sed

M

ilest

one

3Ta

rget

(dat

e)Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

All t

rade

d In

done

sian

tim

ber

dem

onst

rate

d le

gal,

as a

pre

cond

ition

fo

r effe

ctiv

e fo

rest

go

vern

ance

, su

stai

nabl

e fo

rest

m

anag

emen

t

Perc

enta

ge o

f le

gally

pro

duce

d tim

ber a

s pr

opor

tion

of

tota

l pro

duct

ion

Only

50%

of

repo

rted

tim

ber

prod

uctio

n (x

xx

m3)

can

be

acco

unte

d fo

r as

lega

l

[1

00%

] of r

epor

ted

timbe

r pro

duct

ion

acco

unte

d fo

r as

lega

lly p

rodu

ced

Sour

ce

Min

istr

y of

For

estr

y da

ta

Indi

cato

rBa

selin

e 20

09M

ilest

one

1

Revi

sed

Mile

ston

e 2

Revi

sed

M

ilest

one

3Ta

rget

(dat

e)Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

Avai

labi

lity

of

SVLK

cer

tified

tim

ber

Volu

me

of S

VLK-

cert

ified

tim

ber

prod

uced

: 0 m

3

Vo

lum

e of

SVL

K -c

ertifi

ed ti

mbe

r pr

oduc

ed:

m3

Sour

ce

Min

istr

y of

For

estr

y da

ta

Logi

cal F

ram

ewor

k 20

09/2

012

: For

est G

over

nanc

e an

d M

ulti-

stak

ehol

der F

ores

tryP

rogr

amm

e

Lam

pira

n 2

Page 100: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

88 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

GOA

LIn

dica

tor

Base

line

2009

Mile

ston

e 1

Revi

sed

Mile

ston

e 2

Revi

sed

M

ilest

one

3Ta

rget

(dat

e)Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

Avai

labi

lity

of

info

rmat

ion

on lo

catio

n,

oper

atio

n an

d pr

oduc

tion

of

timbe

r har

vest

rig

hts

and

proc

essi

ng

faci

litie

s.

Avai

labl

e in

form

atio

n on

tim

ber

prod

uctio

n no

t co

mpl

ete,

tim

ely

or c

onsi

sten

t.

In

form

atio

n on

tim

ber p

rodu

ctio

n in

pub

lic d

omai

n co

mpl

ete,

co

nsis

tent

and

re

adily

ava

ilabl

e

Sour

ce

Min

istr

y of

For

estr

y da

ta

PURP

OSE

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

e 2

Revi

sed

M

ilest

one

3Ta

rget

[3

1 M

arch

201

1]Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

A cr

edib

le T

imbe

r Le

galit

y As

sura

nce

Syst

em (T

LAS)

that

is

reco

gniz

ed b

y th

e m

arke

t

Prop

ortio

n of

obj

ectio

ns

conc

erni

ng S

VLK

oper

atio

n by

in

dust

ry a

nd c

ivil

soci

ety

grou

ps

reso

lved

.

6 m

ajor

co

ncer

ns ra

ised

by

nat

iona

l CSO

s co

ncer

ning

SVL

K de

sign

Broa

d ag

reem

ent

by n

atio

nal C

SOs

and

indu

stry

th

at S

VLK

syst

em, i

nclu

ding

co

mpl

aint

re

solu

tion

proc

ess,

is

wor

king

Sour

ce

Lette

rs fr

om C

SOs

and

indu

stry

gro

ups;

wor

ksho

p pr

ocee

ding

s, p

ress

sta

tem

ents

Page 101: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

89Annual Report 2009

GOA

LIn

dica

tor

Base

line

Mile

ston

e 20

09/2

010

Revi

sed

Mile

ston

e 2

Revi

sed

M

ilest

one

3Ta

rget

(3

1 M

arch

201

2)Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

Reco

gniti

on o

f SV

LK c

ertifi

ed

timbe

r in

key

expo

rt m

arke

ts

No

SVLK

tim

ber -

no

reco

gniti

on

EU

reco

g ni

tion

of S

VLK-

cert

ified

pr

oduc

ts, i

ndic

a-te

d by

initi

atio

n of

fo

rmal

cus

-tom

s co

ntro

l of t

rade

SVLK

-cer

tified

tim

ber p

rodu

cts

reco

gniz

ed a

s le

gal i

n ke

y tim

ber

mar

kets

(EU,

US,

AU

, JP)

Sour

ce

Inde

pend

ent a

sses

smen

ts,

VPA

and

othe

r im

port

lice

nses

, min

utes

of m

eetin

gs, m

arke

t rep

orts

INPU

TS (£

)D

FID

(£)

Gov

t (£)

Othe

r (£)

Tota

l (£)

D

FID

SH

ARE

(%)

2,50

0,00

0

INPU

TS (H

R)D

FID

(FTE

s)

OUTP

UT 1

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et

(31

Mar

ch 2

012)

April

201

0 - M

aret

20

11)

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

ffici

ent c

apac

ity t

o im

plem

ent S

VLK

(Sup

ply

chai

n co

ntro

l, ac

cred

itatio

n pr

oces

sing

, aud

iting

, in

depe

nden

t m

onito

ring,

lice

nsin

g an

d st

ruct

urin

g im

plem

enta

tion

mec

hani

sm)

1.1

Num

ber o

f LP

&VI

aud

itors

tra

ined

and

ce

rtifi

ed;

Num

ber o

f LP&

VI

accr

edite

d by

KA

N.

150

audi

tors

LE

I reg

iste

red

15 L

PIs

MoF

ac

cred

ited

(inte

rim 1

-yea

r ac

cred

itatio

n by

KA

N +

BRI

K fo

r Co

C ve

rifica

tion)

200

SVLK

au

dito

rs c

ertifi

ed

15 L

P&VI

s KA

N

accr

edite

d

267

audi

tor (

10

angk

atan

)Fa

silit

asi 5

0 au

dito

r unt

uk

mem

pero

leh

pela

tihan

da

ri le

mba

ga

dikl

at d

enga

n pe

ndan

aan

man

diri

Revi

ew s

iste

m

peni

ngka

tan

kapa

sita

s ba

gi

audi

tor

500

SVLK

au

dito

rs c

ertifi

ed

50 L

P&VI

s KA

N

accr

edite

d

Sour

ce

Regu

latio

n, G

over

nmen

t gaz

ette

s, M

oFor

web

site

, Min

utes

of m

eetin

s

Page 102: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

90 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

OUTP

UT 1

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

e 2

Revi

sed

M

ilest

one

3

Targ

et(3

1 M

arch

201

2)Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

)Ap

ril 2

011

- Jun

e 20

11Ju

ly 2

011

- Sep

t 20

11

1.2.

Per

cent

age

of ti

mbe

r pr

oduc

tion

and

proc

essi

ng

units

, inc

ludi

ng

smal

l for

est

ente

rpris

es,

train

ed to

im

plem

ent S

VLK;

pe

rcen

tage

of

trai

ned

ente

rpris

es

cert

ified

.

Som

e ca

paci

ty

with

in la

rger

en

terp

rises

ba

sed

on p

rivat

e ce

rtifi

catio

n an

d LP

Is. L

imite

d ca

paci

ty in

sm

all

ente

rpris

es

Det

aile

d pr

ogra

mm

es

deve

lope

d to

add

ress

en

terp

rises

’ ca

pabi

lity

to

impl

emen

t SVL

K.

80 m

ediu

m

timbe

r pr

oduc

tions

an

d in

dust

ries

are

read

y to

im

plem

ent S

VLK

50 m

ediu

m

timbe

r pr

oduc

tions

an

d in

dust

ries

are

read

y to

im

plem

ent S

VLK

MFP

pub

lish

docu

men

t of

train

ing

for 4

ty

pes

of fo

rest

m

aneg

emnt

uni

ts

Nat

iona

l tar

get:

60%

of s

mal

l tim

ber p

rodu

ctio

n an

d pr

oces

sing

un

its a

nd 1

00%

m

ediu

m a

nd

larg

e en

terp

rises

ca

pabl

e of

im

plem

entin

g SV

LK.

Nat

iona

l tar

get:

90%

of t

rain

ed

ente

rpris

es

SVLK

cer

tified

.

30%

of n

atio

nal

targ

et fa

cilit

ated

by

MFP

Sour

ce

Inde

pend

ent a

sses

smen

t and

SVL

K ce

rtifi

cate

s fro

m a

ccre

dite

d LP

&VI

s

Page 103: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

91Annual Report 2009

OUTP

UT 1

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et(3

1 M

arch

201

2)Ap

ril 2

010

- Mar

et

2011

April

201

1 - J

une

2011

July

201

1 - S

ept

2011

1.3.

Cap

acity

of

othe

r key

act

ors

to fu

lfill

thei

r sp

ecifi

ed ro

les

in im

plem

entin

g SV

LK.

SVLK

regu

latio

n (P

erm

enhu

t 38

/09)

has

ju

st b

een

issu

ed in

June

20

09. R

oles

of

som

e ag

enci

es

spec

ified

Role

s of

all

rele

vant

bod

ies

in P

erm

enhu

t 38

/200

9 (S

VLK)

op

erat

ion

clea

rly

spec

ified

. Pe

rson

nel i

n ce

ntra

l and

5

loca

l/re

gion

al

bodi

es (f

ores

try,

cust

om,

inde

pend

ent

mon

itors

, etc

) un

ders

tand

, re

sour

ced

and

are

fulfi

lling

thei

r ro

les.

Pers

onne

l in

cent

ral a

nd 1

5 lo

cal/

regi

onal

bo

dies

(for

estr

y,

cust

oms,

trad

e,

indu

stry

, per

s et

c), a

nd re

p. o

f Re

p. o

f Ind

ones

ia

(Indo

em

bass

y)

unde

rsta

nd,

reso

urce

d an

d ar

e fu

lfilli

ng th

eir

role

s in

SVL

K op

erat

ion.

Pers

onne

l in

cent

ral a

nd 5

lo

cal/

regi

onal

bo

dies

(for

estr

y,

cust

oms,

trad

e,

indu

stry

, per

s et

c), a

nd re

p. o

f Re

p. o

f Ind

esia

(In

do e

mba

ssy)

un

ders

tand

, re

sour

ced

and

are

fulfi

lling

thei

r ro

les

in S

VLK

oper

atio

n.

MFP

pub

lish

docu

men

t of

sosi

aliz

atio

n,

diss

emin

atio

n to

inte

rnal

Ke

men

teria

n H

ut a

nd o

ther

st

akeh

olde

rs/l

aw

enfo

rcer

s.

Pers

onne

l in

cent

ral a

nd 2

7 lo

cal/

regi

onal

bo

dies

(for

estr

y, cu

stom

s,

inde

pend

ent

mon

itors

etc

) un

ders

tand

, re

sour

ced

and

are

fulfi

lling

thei

r rol

es

in S

VLK

oper

atio

n.

Sour

ce

Trai

ning

pro

gram

me

repo

rts,

mon

itorin

g of

SVL

K im

plem

enta

tion,

com

plai

nts

abou

t SVL

K im

plem

enta

tion

IMPA

CT W

EIG

HTI

NG

INPU

TS (£

)D

FID

(£)

Gov

t (£)

Othe

r (£)

Tota

l (£)

D

FID

SH

ARE

(%)

1,75

0,00

0

INPU

TS (H

R)D

FID

(FTE

s)

Page 104: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

92 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

OUTP

UT 2

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et (3

1 M

arch

20

12)

April

201

0 - M

aret

20

11(A

pril

2011

- Ju

ne

2011

)(J

uly

2011

- Se

pt

2011

)

SVLK

cer

tified

tim

ber

reco

gnis

ed in

key

m

arke

ts

2.1

Avai

labi

lity

and

acce

ptab

ility

of

FLE

GT-

licen

sed

timbe

r in

EU

mar

ket

Join

t exp

ert

mee

ting

iden

tifies

gap

s be

twee

n SV

LK

and

EU s

tand

ar

Join

t EU-

Indo

nesi

a w

orki

ng g

roup

s ag

ree

actio

n pl

an to

add

ress

ga

ps th

roug

h D

FID

& M

FP

faci

litat

ion

Thro

ugh

DFI

D &

M

FP fa

cilit

atio

n,

VPA

nego

tiatio

ns

conc

lude

d w

ith

SVLK

as

Anne

x.

Ac

tive

prom

otio

n of

SVL

K tim

ber

in E

U m

arke

t co

mm

unic

atio

ns

initi

ated

Thro

ugh

DFI

D &

M

FP fa

cilit

atio

n,

Indo

nesi

an

Gov

ernm

ent

awar

e of

the

need

to s

ign

VPA

Thro

ugh

DFI

D &

M

FP fa

cilit

atio

n,

FLEG

T lic

ensi

ng

syst

em in

op

erat

iona

l. FL

EGT-

licen

sed

timbe

r acc

epte

d by

Due

Dili

genc

e Re

gula

tion,

Pub

lic

Proc

urem

ent

Polic

ies

of 4

EU

mem

ber s

tate

and

4

natio

nal t

imbe

r tra

de a

ssoc

iatio

ns

Sour

ce

Min

utes

of n

egot

iatio

ns, n

egot

iatin

g te

xt, a

ctio

n pl

an, q

uart

erly

pro

gres

s re

port

s, E

U gr

een

proc

urem

ent

polic

ies

Page 105: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

93Annual Report 2009

OUTP

UT 2

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et (3

1 M

arch

20

12)

April

201

0 -

Mar

et 2

011

(Apr

il 20

11 -

June

20

11)

(Jul

y 20

11 -

Sept

20

11)

2.2

Acce

ptab

ility

of

SVL

K-ce

rtifi

ed

timbe

r in

key

non-

EU a

nd

dom

estic

m

arke

ts

No

SVLK

ce

rtifi

ed ti

mbe

r pr

oduc

ed.

Rele

vant

bi

late

ral

arra

ngem

ents

in

pla

ce w

ith

US, J

P, C

N,

AU. N

o ex

plic

it re

cogn

ition

of

SVLK

.

TORs

on

curr

ent m

arke

t de

man

ds fo

r le

gal t

imbe

r by

prod

uct s

egm

ent

anal

yses

in k

ey

mar

kets

(US,

AU,

JP

, CN

, KR,

TW

) an

d pr

omot

ion

stra

tegy

pr

epar

ed.

Curr

ent m

arke

t de

man

ds fo

r le

gal t

imbe

r by

prod

uct s

egm

ent

anal

y-se

d in

key

m

ar-k

ets

(US,

AU,

JP

, CN

, KR,

TW

) an

d pr

omot

ion

stra

tegy

de

velo

ped.

St

rate

gies

to g

ain

reco

gniti

on a

s ev

iden

ce o

f US

impo

rts

and

othe

r tra

de p

artn

ers

deve

lope

d th

roug

h M

FP

faci

litat

ion

SVLK

cer

tifica

tes

reco

gnis

ed

as s

uffic

ient

ev

iden

ce o

f le

galit

y fo

r US

, Jap

an

and

Chin

ese

buye

rs; T

rade

as

soci

atio

ns in

US

, Jap

an a

nd

Chin

a pr

omot

e SV

LK

SVLK

cer

tifica

tes

are

reco

gniz

ed a

s ev

iden

ce o

f leg

ality

fo

r US

impo

rts

with

3

othe

r key

trad

e pa

rtne

rs. M

ajor

co

rpor

atio

ns in

3

key

trade

par

tner

s sp

ecify

SVL

K in

pr

ocur

emen

t po

licie

s Tr

ade

asso

ciat

ions

in

3 k

ey tr

ade

part

ners

pro

mot

e SV

LK

Sour

ce

Min

utes

of n

egot

iatio

ns w

ith o

ther

buy

ers,

mar

ket r

epor

ts, q

uart

erly

pro

gres

s re

port

s

IMPA

CT W

EIG

HTI

NG

INPU

TS (£

)D

FID

(£)

Gov

t (£)

Othe

r (£)

Tota

l (£)

D

FID

SH

ARE

(%)

INPU

TS (H

R)D

FID

(FTE

s)

Page 106: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

94 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

OUTP

UT 3

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et

(31

Mar

ch 2

012)

(Apr

il 20

10 -

Mar

et 2

011)

(Apr

il 20

11 -

June

201

1)(J

uly

2011

- Se

pt 2

011)

rese

ntat

ive

mec

hani

sm in

pl

ace

to re

view

and

st

reng

then

SVL

K im

plem

enta

tion

3.1.

Pro

port

ion

of

MoF

or m

onito

ring

repo

rts

cros

s ch

ecke

d fo

r va

lidity

by

SVLK

au

dito

rs.

.

Prot

ocol

s to

cr

oss-

chec

k M

oFr t

imbe

r-ad

min

istra

tion

data

not

yet

in

plac

e

Prot

ocol

s fo

r cr

oss-

chec

king

of

MoF

r tim

ber

adm

inis

tratio

n da

ta b

y SV

LK

audi

tors

in p

lace

.

MoF

r dat

a on

tim

ber

adm

inis

tratio

n cr

oss-

chec

ked

for

valid

ity in

50%

of

case

s

MoF

r dat

a on

tim

ber

adm

inis

tratio

n cr

oss-

chec

ked

for

valid

ity in

50%

of

case

s is

ana

lyse

d

MoF

r dat

a on

tim

-be

r adm

inis

tratio

n cr

oss-

chec

ked

for

valid

ity in

50%

of

case

s is

ana

lyse

d an

d di

ssem

inat

ed

MoF

r dat

a on

tim

ber

adm

inis

tratio

n cr

oss-

chec

ked

for

valid

ity in

100

% o

f ca

ses

Sour

ce

Gov

ernm

ent r

egul

atio

n, M

&E

surv

eys

min

utes

, qua

rter

ly re

port

s, m

inut

es p

ublic

con

sulta

tions

and

m

inut

es o

f mee

tings

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et(3

1 M

arch

201

2)(A

pril

2010

- M

aret

201

1)(A

pril

2011

- Ju

ne 2

011)

(Jul

y 20

11 -

Sept

201

1)3.

2.Pe

rcen

tage

of

com

plai

nts

succ

essf

ully

re

solv

ed b

y Pe

rmen

hut

38/2

009

di

sput

e re

solu

tion

mec

hani

sm

Perm

enhu

t 38

/200

9 n

ot

in o

pera

tion

- no

com

plai

nts

rece

ived

.

Perm

enhu

t 38

/200

9 di

sput

e re

solu

tion

mec

hani

sm

draf

ted

and

test

ed.

20%

of c

ompl

aint

s re

ceiv

ed a

re

anal

yzed

an

d re

solv

ed

and

resu

lts

com

mun

icat

ed to

co

mpl

aina

nts

Perm

enhu

t 38

/200

9 di

s-pu

te re

solu

tion

mec

hani

sm p

ro-

pose

d fo

r refi

ne-

men

t. 10

0%

of c

ompl

aint

s id

entifi

ed, a

naly

-ze

d, a

nd re

sults

co

mm

unic

ated

to

com

plai

-na

nts.

Revi

ew o

f co

mpl

aint

s m

echa

nism

fa

cilit

ated

an

d pu

blic

ly

dise

min

ated

Perm

enhu

t 38

/200

9 di

sput

e re

solu

tion

mec

ha-

nism

refin

ed.

All c

ompl

aint

s re

ceiv

ed id

enti-

fied,

ana

lyze

d,

reso

lved

an

d re

sults

co

mm

unic

ated

to

com

plai

nant

s an

d pu

blic

ly a

vaila

ble

Sour

ce

LPVI

, IF

M, &

KAN

repo

rts

Page 107: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

95Annual Report 2009

OUTP

UT 3

Indi

cato

rBa

selin

eM

ilest

one

2009

/201

0

Revi

sed

Mile

ston

es 2

Revi

sed

Mile

ston

e 3

Targ

et (3

1 M

arch

20

12)

(Apr

il 20

10 -

Mar

et 2

011)

(Apr

il 20

11 -

June

20

11)

(Jul

y 20

11 -

Sept

20

11)

3.3

Inde

pend

ent

perfo

rman

ce

revi

ew p

roce

ss

to im

prov

e

stan

dard

s an

d im

plem

enta

tion

of P

erm

enhu

t 38

/200

9

deve

lope

d,

impl

emen

ted

and

resu

lts p

ublic

ly

acce

ssib

le.

Perfo

rman

ce

revi

ew o

f SVL

K no

t spe

cifie

d.

Mul

ti-st

akeh

olde

r pe

rform

ance

re

view

and

sy

stem

ad

apta

tion

mec

hani

sm

esta

blis

hed.

Firs

t co

mpr

ehen

sive

re

view

of

Perm

enhu

t 38

/200

9

perfo

rmed

an

d ne

ed fo

r ad

apta

tion

to im

prov

e st

anda

rds

and

impl

emen

tatio

n id

entifi

ed.

Pu

blic

sum

mar

y re

port

rele

ased

.

Actio

ns ta

ken

on fi

rst r

evie

w

reco

mm

en-

datio

ns..

Seco

nd re

view

of

Per

men

hut

38/2

009

perfo

rmed

an

d ne

ed fo

r ad

apta

tion

to im

prov

e st

anda

rds

and

impl

emen

tatio

n id

entifi

ed. P

ublic

su

mm

ary

repo

rt

rele

ased

.

Fina

l rep

ort

of th

e re

view

of

Per

men

hut

38/2

009

perfo

rmed

and

di

sem

inat

ed

Actio

ns ta

ken

on fi

rst r

evie

w

reco

mm

enda

tions

. Se

cond

revi

ew

of P

erm

enhu

t 38

/200

9 pe

rform

ed

and

need

for

adap

tatio

n to

impr

ove

stan

dard

s an

d im

plem

enta

tion

iden

tified

. Pub

lic

sum

mar

y re

port

re

leas

ed.

Sour

ce

Prog

ram

me

M&

E su

rvey

s; in

depe

nden

t mon

itorin

g re

port

s; m

inut

es o

f LPV

I and

KAN

dis

pute

reso

lutio

n se

ssio

ns; p

ress

IMPA

CT W

EIG

HTI

NG

INPU

TS (£

)D

FID

(£)

Gov

t (£)

Othe

r (£)

Tota

l (£)

D

FID

SH

ARE

(%)

INPU

TS (H

R)D

FID

(FTE

s)

Page 108: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

96 Forest Governance And Multistakeholder Forestry Programme

Agus Justianto MFP Co-Director (Ministry of Forestry) [email protected]

Andy Roby MFP Co-Director (DFID) [email protected]

Diah Raharjo MFP Program Director [email protected]

Endang Setiawan MFP Secondee [email protected]

Achmad Edi Nugroho MFP [email protected]

Agus Setyarso VPA Consultant [email protected]

Nurcahyo Adi National Forest Policy Facilitator [email protected]

Dedi haryadi Local Governance Facilitator [email protected]

Rio R Bunet Institutional Development Facilitator [email protected]

MFP II Personnel

MFP MANAGEMENT

MFP SECONDEES

MFP CONSULTANTS

MFP FACILITATORS

Page 109: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

97Annual Report 2009

Gustaaf A Lumiu Senior Finance Manager [email protected]

Dwi Pujiyanto Grant Administration Manager [email protected]

Ade Djunainah Office Manager [email protected]

Ade Lusia Secretary [email protected]

M.Abd.Syukur Dokumentation and Information [email protected]

Meilana Budi N Grant Administrator [email protected]

Saman Driver

MFP ADMINISTRATION

Page 110: Laporan Tahunan MFP 2009/2010

Yayayan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI)The Indonesian Biodiversity Foundation - IBFJL. Bangka VIII. No 3 B, Pela Mampang Jakarta 12720, INDONESIATlp. (62-21) 718 3185; 718 3185. Fax (62-21) 719 6131Website : www.kehati.or.id

INDONESIAN BIODIVERSITYFOUNDATION