14
KONSISTENSI NIAT DAN PERILAKU BERHENTI MEROKOK PADA KARYAWAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN / KOTAMADYA DI JAWA TENGAH Oleh : Y. Bagus Wismanto* Y. Budi Sarwo** *Fakultas Psikologi; **Fakultas Hukum, Unika Soegijapranata, Semarang. Anima: Indonesian Psychological Journal. Vol. 25, No. 2, January 2010 Abstract. This research was aimed to explore the consistency of intention to stop smoking in related to Smoking Attitude, Social Support and Self Efficacy of civil servants at 6 Central Java’s regency.Regression analysis revealed that there was 37,1% common variance between Smoking Attitude, Social Support and Self Efficacy toward Smoking Cessation. From 266 subyek penelitiants there were 192 reported their intention to stop smoking, 41 intended to come to the smoking cessation training, however only 34 (12,79%) really participated in the smoking cessation training program. Key words : Intention; Stop Smoking Behavior; Government Workers Abstrak. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana konsistensi niat untuk berhenti merokok dikaitkan dengan seberapa besar pengaruh Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial, Kemampuan yang Dirasakan berpengaruh terhadap Niat untuk Berhenti Merokok, pada karyawan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Melalui uji Analisis Regresi diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial dan Kemampuan yang Dirasakan berpengaruh secara sangat signifikan terhadap Niat untuk Berhenti Merokok dengan sumbangan bersama ke tiga variabel sebesar 37,1%. Hasil lanjutan menunjukkan bahwa dari 266 subyek terdapat 192 yang berniat untuk berhenti merokok, dan dari 192 terdapat 41 yang tertarik untuk mengikuti pelatihan berhenti merokok, dan secara keseluruhan hanya 34 subyek (12,79%) yang hadir dalam pelatihan yang dilaksanakan di masing-masing Kabupaten/Kota. Kata Kunci : Niat, Perilaku Berhenti Merokok, Karyawan Pemerintah Merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada diri si perokok sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada di sekitarnya. Perilaku merokok menunjukan adanya keberagaman inter-intra individu (Gilbert, 1996; Loeksono & Wismanto, 1999). Asap rokok yang mengandung berbagai racun membuat merokok merugikan banyak orang, oleh karena itu Pemda DKI menerbitkan Peraturan Daerah DKI tentang Pengendalian Pencemaran Udara Nomor 75 Tahun 2005 yang telah disahkan oleh DPRD pada tanggal 5 Februari

Jurnal Rokok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Rokok

Citation preview

Page 1: Jurnal Rokok

KONSISTENSI NIAT DAN PERILAKU BERHENTI MEROKOK PADA

KARYAWAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN / KOTAMADYA

DI JAWA TENGAH

Oleh :

Y. Bagus Wismanto*

Y. Budi Sarwo**

*Fakultas Psikologi; **Fakultas Hukum,

Unika Soegijapranata, Semarang.

Anima: Indonesian Psychological Journal. Vol. 25, No. 2, January 2010

Abstract. This research was aimed to explore the consistency of intention to stop

smoking in related to Smoking Attitude, Social Support and Self Efficacy of civil

servants at 6 Central Java’s regency.Regression analysis revealed that there was

37,1% common variance between Smoking Attitude, Social Support and Self

Efficacy toward Smoking Cessation. From 266 subyek penelitiants there were 192

reported their intention to stop smoking, 41 intended to come to the smoking

cessation training, however only 34 (12,79%) really participated in the smoking

cessation training program.

Key words : Intention; Stop Smoking Behavior; Government Workers

Abstrak. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

konsistensi niat untuk berhenti merokok dikaitkan dengan seberapa besar pengaruh

Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial, Kemampuan yang Dirasakan

berpengaruh terhadap Niat untuk Berhenti Merokok, pada karyawan Sekretariat

Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Melalui uji Analisis Regresi diperoleh

hasil yang menunjukkan bahwa Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial dan

Kemampuan yang Dirasakan berpengaruh secara sangat signifikan terhadap Niat

untuk Berhenti Merokok dengan sumbangan bersama ke tiga variabel sebesar

37,1%. Hasil lanjutan menunjukkan bahwa dari 266 subyek terdapat 192 yang

berniat untuk berhenti merokok, dan dari 192 terdapat 41 yang tertarik untuk

mengikuti pelatihan berhenti merokok, dan secara keseluruhan hanya 34 subyek

(12,79%) yang hadir dalam pelatihan yang dilaksanakan di masing-masing

Kabupaten/Kota.

Kata Kunci : Niat, Perilaku Berhenti Merokok, Karyawan Pemerintah

Merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada diri si

perokok sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada di sekitarnya. Perilaku

merokok menunjukan adanya keberagaman inter-intra individu (Gilbert, 1996;

Loeksono & Wismanto, 1999). Asap rokok yang mengandung berbagai racun

membuat merokok merugikan banyak orang, oleh karena itu Pemda DKI

menerbitkan Peraturan Daerah DKI tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Nomor 75 Tahun 2005 yang telah disahkan oleh DPRD pada tanggal 5 Februari

Page 2: Jurnal Rokok

2

2005 (Kompas, 2005). Peraturan Daerah tersebut diperbaharui dengan larangan

untuk merokok di semua gedung yang ada DKI Jaya, dan perokok hanya

diperbolehkan merokok di luar gedung (Peraturan Gubernur, Nomor 88 Tahun

2010). Peraturan tersebut semakin mempersempit keleluasaan perilaku merokok,

dan patut dicontoh oleh pemerintah daerah yang lain.

Sebagian besar anggota masyarakat telah mengetahui bahaya yang

ditimbulkan oleh perilaku merokok. Sudah semestinya mereka yang mempunyai

pengetahuan tentang bahaya merokok, mereka yang berpendidikan tinggi, mereka

yang bekerja di bidang kesehatan, akan menghindarkan diri dari perilaku merokok.

Pada kenyataannya mereka yang memiliki pengetahuan tentang bahaya merokok,

mereka yang berpendidikan tinggi bahkan sebagian dari mereka yang bekerja di

bidang kesehatanpun (seperti perawat dan dokter) belum tentu menolak perilaku

merokok bahkan menikmati rokok. Terlebih lagi sebenarnya peringatan akan

bahaya merokok telah tertulis secara jelas dan besar di setiap bungkus rokok yang

diproduksi, namun kenyataannya perilaku merokok tidak berkurang.

Perilaku merokok menjadi salah satu penyebab inefisiensi kerja, karena

seseorang yang bekerja sambil merokok pasti membutuhkan waktu untuk

memegang rokok serta menikmati rokoknya. Berdasarkan observasi di Sekretariat

Kota Semarang, tampaklah bahwa karyawan sekretariat daerah yang memiliki

kebiasaan merokok seringkali melayani masyarakat sambil merokok, hal ini berarti

pula menempatkan orang lain/masyarakat yang dilayani pada posisi sebagai

perokok pasif. Pada karyawan beberapa Sekretariat Daerah Kabupaten / kota

yang memiliki kebiasaan merokok, kadangkala mereka meninggalkan tempat kerja

beberapa waktu untuk memenuhi kebutuhan merokok atau melayani sambil

merokok, sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanannya terganggu oleh

asap rokok. Terbitnya Perda DKI Jaya tentang pengendalian pencemaran udara,

Nomor 88 Tahun 2010 merokok dilarang dilakukan di dalam gedung atau

mewajibkan orang merokok di luar gedung.

Seseorang merokok dan menjadi perokok, memiliki alasan yang berbeda-

beda. Kecenderungan merokok juga sangat bervariasi di berbagai belahan dunia.

Di Eropa, USA dan Canada ada kecenderungan merokok yang menurun. Di

negara-negara Asia, Afrika Utara dan Amerika Latin kecenderungan merokok

masih terus meningkat dan disertai penurunan usia awal merokok ke arah yang

lebih muda (WHO, 2003). Hanafiah (Kompas, 2010) Ketua Komisi Nasional

Pengendalian Tembakau menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat

ketiga untuk jumlah perokok di dunia yakni sekitar 65 juta orang, dengan usia

perokok lebih banyak pada kisaran 15 = 19 tahun dan 70 % berasal dari golongan

ekonomi menengah bawah.

Perilaku merokok adalah perilaku yang kompleks, diawali dan berlanjut

yang disebabkan oleh beberapa variabel yang berbeda. Awal perilaku merokok

pada umumnya diawali pada saat usia yang masih muda (Smet, 1994), dan

disebabkan adanya model yang ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan

sosial misalnya ditolak sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak merokok;

atau di cap sebagai “banci” / tidak jantan jika tidak merokok (Loeksono dan

Wismanto, 1999). Ketagihan terhadap rokok pada umumnya disebabkan oleh

Page 3: Jurnal Rokok

3

interpretasi terhadap efek yang segera dirasakan ketika individu merokok (Vinck,

1993).

Perilaku manusia dapat dilihat dari motifnya yang memiliki tiga komponen

yang berurutan yaitu (1) motivating state yaitu perilaku yang terjadi karena

terrangsang stimulasi atau sekresi hormonal; (2) motivating behavior yaitu

perilaku yang terjadi karena memenuhi kebutuhan dan bersifat instrumental serta

(3) satisfied condition yaitu perilaku yang ditujukan untuk menjaga homeostasis

atau keseimbangan (Spielberger, 2002). Atas dasar hal-hal tersebut maka hampir

setiap perilaku senantiasa memiliki tendensi tertentu.

Pada saat kebiasaan merokok sudah terbentuk, faktor sosial memegang

peran penting untuk menjaga perilaku merokok menjadi berlanjut. Di samping hal

tersebut di atas, adanya biphasic efek dari nikotin yaitu pada satu sisi merokok

sebagai pengatur stress dimana pada situasi stress, nikotin dapat mengurangi stress

dan di sisi lain dalam kedaan kurang gairah, nikotin dapat meningkatkan

kegairahan (Aston & Stephey, 1982; Warburton & Wesnes dalam De Vries, 1989).

Teori belajar sosial (social learning theory) memandang bahwa perilaku

manusia terkait dengan lingkungan dan situasional. Teori ini menyatakan bahwa

perilaku merupakan hasil interaksi terus menerus antara variabel individu dan

lingkungannya, manusia dan lingkungan berada dalam dimensi saling pengaruh-

mempengaruhi secara timbal balik (Hewstone, Scut, De Wit, Bos & Stroebe,

2007).

Secara umum perilaku merokok dipengaruhi beberapa faktor, antara lain

adalah :

1. Perilaku di dahului oleh adanya niat untuk berperilaku. Niat untuk

berperilaku tertentu salah satunya dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku

tersebut (Kazarian & Evans, 2001). Sikap yang spesifik terhadap perilaku

tertentu dapat memprediksi perilaku, semakin positif sikap dapat diduga

semakin kuat usaha untuk mewujudkan niat tersebut menjadi sebuah

perilaku. Sikap dimaknai sebagai status kognitif dan afektif yang positif

atau negatif terhadap terhadap sesuatu obyek tertentu.

2. Lingkungan sosial yaitu seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena

lingkungannya adalah perokok. Evans et al (dalam De Vries, 1989;

Sarafino, 1990) menyatakan bahwa faktor sosial berpengaruh secara

langsung dan tidak langsung kepada individu. Pengaruh langsung berupa

menawarkan rokok, membujuk untuk merokok, menantang dan menggoda.

Pengaruh tidak langsung yaitu adanya model yang kuat di lingkungannya,

misalkan pimpinan kelompok atau guru atau orang paling cantik/paling

cakep dalam kelompok merokok, maka anggota lain juga ikut merokok.

Faktor sosial di sisi lain dapat berperan sebaliknya yaitu sebagai faktor

kontrol terhadap perilaku individu. Lingkungan sosial yang tidak

menyenangi rokok akan menolak terhadap perilaku merokok, dan

lingkungan sosial memberikan dukungan terhadap mereka yang berniat

berhenti merokok (Cohen, Underwood & Gotlieb, 2000). Dorongan dari

lingkungan sosial untuk tetap berperilaku yang dikehendaki oleh

lingkungan sosial biasa disebut sebagai dukungan sosial.

Page 4: Jurnal Rokok

4

3. Levy et al (1993) serta Sitepoe (1997) menyatakan bahwa faktor psikologis

juga berperan pada perokok yaitu individu merokok untuk mendapatkan

kesenangan, nyaman, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk

mendapatkan rasa percaya diri. Faktor psikologis merupakan hal penting

bagi mereka yang berniat berhenti merokok. Faktor psikologis dalam hal

ini berujud kepercayaan diri atau merasa mampu untuk berhenti merokok.

Mereka yang lebih besar perasaan kemampuannya untuk berhenti merokok

akan lebih mudah untuk menghentikan perilaku merokoknya.

4. Faktor biologis yang ditunjukkan hasil-hasil penelitian yang menyatakan

bahwa semakin tinggi kadar nikotin dalam darah semakin besar pula

ketergantungan terhadap rokok (Aston & Stephey, 1982; Warbuton &

Wesnes dalam De Vries, 1989; Aditama, 1992; Sitepoe, 1997). Perilaku

merokok sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan kadar nikotin di dalam

darah.

5. Faktor sosio kultural juga berpengaruh sehingga seseorang menjadi

perokok. Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan

juga berpengaruh terhadap perilaku merokok (Lantz, Jacobson, Warner,

Wasserman, Pollack & Berson, 2000; WHO, 2003).

Dari berbagai referensi tersebut di atas, maka tampaklah bahwa ada

beberapa faktor yang berpengaruh pada perilaku merokok, baik dari faktor yang

kuat maupun faktor yang kurang atau tidak begitu kuat. Faktor niat, sikap

terhadap rokok, kemampuan yang dirasakan adalah adalah faktor internal yang

diduga sebagai faktor-faktor kuat berpengaruh terhadap perilaku merokok

sedangkan dukungan sosial (dukungan dari orang disekitar seperti orang tua

maupun pasangan hidup), faktor kebiasaan masyarakat sekitar, tingkat ekonomi,

jenis pekerjaan adalah faktor-faktor eksternal yang kurang kuat pengaruhnya

terhadap perilaku merokok. Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah hipotesis

yang akan diuji kebenarannya yaitu “Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial,

Kemampuan yang Dirasakan berpengaruh terhadap Niat untuk Berhenti

Merokok”.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian survey, dengan 4 (empat) variabel utama

dan beberapa variabel tambahan. Variabel utama penelitian ini adalah : Sikap

terhadap perilaku merokok; Dukungan Sosial; Kemampuan yang Dirasakan

(Kemampuan yang Dirasakan untuk berhenti merokok); Niat untuk berhenti

merokok.

Definisi operasional variabel penelitiannya adalah : (1) Sikap terhadap

perilaku merokok adalah tingkat mendukung (menerima) atau tidak mendukung

(menolak) subyek penelitian terhadap perilaku merokok dengan tiga indikator

yaitu kognitif, afektif dan konatif. Semakin besar skor menunjukkan semakin

menerima terhadap perilaku merokok. (2) Dukungan sosial adalah kekuatan

dukungan untuk berhenti merokok yang diperoleh subyek penelitian dari orang-

orang yang ada disekitarnya. Semakin besar skor berarti semakin besar dukungan

yang diperoleh yang berujud dukungan informasional maupun dukungan

Page 5: Jurnal Rokok

5

emosional. (3) Kemampuan yang dirasakan adalah perasaan mampu yang

dirasakan oleh subyek penelitian untuk menghentikan perilaku merokok. Semakin

besar skor kemampuan yang dirasakan berarti subyek penelitian semakin besar

perasaan mampu yang dimiliki untuk menghentikan perilaku merokoknya. (4) Niat

untuk berhenti merokok adalah kuat lemahnya niat yang dimiliki subyek penelitian

untuk menghentikan perilaku merokoknya, semakin besar skor niat berarti

semakin kuat niat untuk menuwujudkan perlilaku menghentikan merokok.

Variabel tambahan antara lain adalah status orang tua sebagai perokok atau

tidak merokok, demikian pula ada tidaknya saudara sebagai perokok; dan lama

berlangsungnya perilaku merokok.

Subyek Penelitian.

Populasi penelitian adalah karyawan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota di

Jawa Tengah yang memiliki kebiasaan merokok, dan bersedia memberikan data

yang dibutuhkan dalam penelitian. Sampel penelitian berjumlah 266 karyawan

perokok diambil secara accidental yang berasal dari 6 Kabupaten/Kota, yang

ditentukan secara random dari 33 Kabupaten / Kota yang ada di Jawa Tengah.

Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data untuk empat variabel utama diambil dengan angket

model Likert. Pengumpulan data tambahan dilakukan dengan kuesioner terbuka.

Validitas angket berdasarkan validitas isi dan secara empiris dihitung sumbangan

item terhadap totalnya (corrected item-total correlations). Reliabilitas diestimasi

berdasarkan Cronbach Alpha reliability.

Angket sikap terhadap perilaku merokok memiliki 12 item terbagi ke

dalam tiga indikator yaitu kognitif, afektif dan konatif masing-masing memiliki 4

item. Angket dukungan sosial memiliki dua indikator yaitu dukungan emosional

dengan 4 item dan dukungan informasional dengan 3 item, sedangkan angket

kemampuan yang dirasakan memiliki 4 item serta angket niat untuk berhenti

merokok memiliki 5 item.

Analisis Data.

Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis deskriptif, chi square,

analisis korelasi bivariat maupun analisis regresi sesuai dengan karakteristik data

masing-masing. Analisis data mempergunakan alat bantu program SPSS 13.00.

HASIL

Karakteristik Subyek.

Secara deskriptif dapat disampaikan jumlah subyek penelitian sebesar 266

orang yang berasal dari Kabupaten Sukoharjo (48 orang); Kabupaten Banjarnegara

(48 orang) dan Kabupaten Grobogan (49 orang), sedangkan subyek penelitian

Kabupaten pesisiran adalah Kabupaten Jepara (41 orang), Batang (51 orang) dan

Tegal 29 orang).

Karakteristik subyek penelitian secara detail dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Page 6: Jurnal Rokok

6

Tabel 1.

Karakteristik subyek penelitian

Karateristik Rentang Rata-

rata

Deviasi

Standard

Usia (dalam tahun)

Pendidikan akhir/Pendidikan tertinggi

Golongan Kepegawaian

Lama Kebiasaan merokok

Jumlah Mencoba Berhenti (merokok)

21 - 56

1 - 18

1 - 4

1 - 39

0 - 35

41,02

13,70

2,71

19,15

3,04

8,307

2,832

0,584

8,976

3,554

Tabel tersebut menunjukkan bahwa usia termuda dari subyek penelitian adalah 21

tahun sedang usia tertua adalah 56 tahun. Pendidikan terrendah adalah klas 1 SD

dan yang tertinggi adalah 18 (S2 atau pascasarjana), Lama kebiasaan merokok

yang tertinggi adalah 39, yang berarti subyek penelitian telah melakukan kebiasaan

merokok selama 39 tahun, dan usaha untuk berhenti merokok yang paling banyak

adalah 35 kali, yang mungkin merupakan ekspresi bahwa dirinya telah berulang

kali mencoba untuk berhenti merokok.

Perokok pada umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua yang

memiliki kebiasaan merokok (Utami & Winarno, 1999; Manoppo, 2006), hal

tersebut juga terjadi pada subyek penelitian ini.

Tabel 2.

Status perilaku merokok pada orang tua dan saudara serumah

Saudara serumah ada yang merokok

Jumlah Tidak ada ada

Status

orang tua

Tidak merokok 24 45 69

Ya / merokok 36 140 176

Jumlah 60 185 245

Dari data tersebut di atas tampaklah bahwa terdapat 21 subyek penelitian

tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Lebih lanjut lagi dapat

dilaporkan bahwa subyek penelitian yang memiliki orang tua merokok dan

memiliki saudara serumah yang juga merokok adalah jumlah terbanyak, yaitu 140

orang. Subyek penelitian yang berasal dari orang tua bukan perokok dan tidak ada

saudara yang merokok hanya 24 orang saja, atau merupakan jumlah terkecil

daripada kategori yang lainnya. Analisis Chi Square terhadap data tersebut di atas,

maka diperoleh koefisien 4993,52

o dengan p = 0,03. Dengan demikian semakin

terbukti bahwa kebanyakan perokok berasal dari keluarga perokok juga, baik

orang tua maupun saudara.

Page 7: Jurnal Rokok

7

Analisis Korelasi Bivariat

Sebelum analisis korelasi bivariat dilakukan, terlebih dahulu dianalisis

corrected item-total correlations dan Cronbach Alpha reliability terhadap skala

yang digunakan dan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3.

Analisis corrected item-total correlations dan Cronbach Alpha reliability

Skala Corrected item-total

correlations (signifikan)

Cronbach Alpha

Sikap terhadap perilaku merokok

Dukungan sosial

Kemampuan yang dirasakan

Niat untuk berhenti merokok

0,207 – 0,606

0,380 – 0,631

0,475 – 0,597

0,521 – 0,578

0,808

0,714

0,771

0,773

Berdasarkan pengumpulan data mempergunakan empat skala yang telah

diuji validitas dan reliabilitasnya tersebut, maka dilakukan analisis interkorelasi

dan hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.

Hasil analisis korelasi bivariat

Niat Berhenti

Merokok

Keterangan

Lama Mulai Merokok r = 0,031 p = 0,183 (Tidak Signifikan)

Pendidikan terakhir r = 0,086 p = 0,165 (Tidak Signifikan)

Pengetahuan Bahaya Rokok r = 0,250 p = 0,000 (Sangat Signifikan)

Sikap terhadap Rokok r = – 0,357 p = 0,000 (Sangat Signifikan)

Dukungan Sosial r = 0,240 p = 0,000 (Sangat Signifikan)

Kemampuan yang Dirasakan r = 0,559 p = 0,000 (Sangat Signifikan)

Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa variabel Lamamya Merokok

dan Pendidikan Terakhir tidak berkorelasi dengan niat untuk berhenti merokok.

Variabel Pengetahuan terhadap Bahaya Rokok, Dukungan Sosial maupun

Kemampuan yang Dirasakan semuanya berkorelasi positif dan sangat signifikan

terhadap Niat untuk Berhenti Merokok. Variabel Sikap terhadap Rokok

berkorelasi negatif dengan Niat untuk Berhenti Merokok berarti bahwa semakin

positif (semakin menerima) sikap subyek penelitian terhadap rokok semakin

rendah niat untuk berhenti merokok, demikian pula sebaliknya.

Page 8: Jurnal Rokok

8

Analisis Regresi.

Analisis Regresi terhadap variabel variabel penelitian dan diperoleh hasil

sebagai berkut :

–0,289**

0,154**

0,360**

Keterangan : ** = Standardized Beta Koefisien dengan p≤ 0,01.

Gambar 1.

Hasil analisis regresi sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan kemampuan yang

dirasakan dengan niat untuk berhenti merokok.

Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa niat untuk berhenti merokok

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan

kemampuan yang dirasakan untuk merealisasikan berhenti merokok. Hasil analisis

menunjukkan bahwa apabila sikapnya negatif terhadap rokok (tidak senang atau

menolak terhadap rokok), dukungan sosial untuk berhenti merokok dari

lingkungan adalah tinggi serta individu yang bersangkutan merasa mampu untuk

merealisasikan untuk berhenti merokok adalah tinggi maka niat untuk berhenti

merokokpun semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Secara bersama-sama ke

tiga variabel tersebut memberikan sumbangan efektif sebesar 37,1% terhadap niat

untuk berhenti merokok, dengan demikian sisanya sebesar 62,9% merupakan

sumbangan di luar ke tiga variabel tersebut.

Penelitian ini juga mendapatkan hasil besaran niat untuk berhenti merokok.

Dari data diperoleh hasil bahwa dari 266 subyek penelitian terdapat 192 yang

berniat untuk berhenti merokok, atau sebesar 72,18%. Kepada 192 subyek

penelitian yang berniat untuk berhenti merokok ditawarkan sebuah penelitian

strategi penghentian perilaku merokok yang hendak dilaksanakan di masing-

masing Kantor Sekretariat Daerah. Dari 192 subyek terdapat 41 subyek (21,35%)

yang menjawab bersedia mengikuti pelatihan strategi penghentian perilaku

merokok, dan dalam kenyataannya terdapat 34 subyek (12,78%) yang menghadiri

pelatihan. Tidak diperoleh data tentang alasan ketidak hadiran mereka dalam

pelatihan. Tawaran pelatihan strategi penghentian perilaku merokok

dipublikasikan melalui poster yang di setiap bagian/unit kerja maupun melalui

surat pemberitahuan.

Sikap terhadap Rokok

Dukungan Sosial

Kemampuan yang

Dirasakan

Niat untuk

berhenti

Merokok

Page 9: Jurnal Rokok

9

BAHASAN

Hasil analisis terhadap status perilaku merokok pada orang tua dan saudara

serumah menunjukkan hasil bahwa lingkungan sosial rumah berhubungan

signifikan terhadap perilaku merokok pada subyek. Seorang perokok berasal dari

keluarga perokok baik orang tua maupun saudara-saudaranya. Hasil ini searah

dengan Jackson (2002) yang menyatakan ada bukti empiris yang menunjukkan

bahwa orang tua secara tidak langsung mempengaruhi anak-anaknya merokok

melalui pengasuhan selama masa kanak-kanak dan remaja. Hasil penelitian

Jackson tersebut di atas selaras terhadap pernyataan Henriksen dan Jackson (1998)

bahwa remaja dengan orang tua yang merokok biasanya berani memulai merokok

atau jika telah merokok akan tetap merokok. Orang tua perokok mungkin merasa

diri mereka sendiri sebagai sumber yang buruk terhadap usaha-usaha anti merokok

karena mereka tidak konsisten antara sikap dan perilakunya, oleh karena itu remaja

yang orang tuanya merokok biasanya merokok pula daripada remaja yang orang

tuanya tidak merokok. Orang tua yang merokok secara tidak langsung memberi

contoh perilaku merokok kepada anak-anaknya, dan ketika anak mulai merokok

orang tua tidak memiliki kekuatan untuk melarang karena dirinya sendiri merokok.

Hasil penelitian Henriksen dan Jackson (1998) maupun Jackson (2002) tersebut di

atas menunjukkan bahwa perilaku orang tua yang merokok berpengaruh terhadap

anak-anaknya, dan ketika anak-anak mulai merokok maka perilaku tersebut

terbawa hingga mereka dewasa. Hasil tersebut selaras dengan hasil penelitian ini

yang menunjukkan bahwa subyek yang perokok berasal dari keluarga yang

merokok pula.

Ilmu Psikologi menyatakan bahwa suatu fenomena selalu dipengaruhi oleh

banyak faktor. Demikian pula niat untuk berhenti merokok dalam penelitian ini

dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Penelitian ini terdapat dua faktor internal yaitu sikap terhadap rokok dan

kemampuan yang dirasakan, sedangkan faktor eksternalnya adalah dukungan

sosial.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Kazarian dan

Evans (2001) bahwa niat untuk berperilaku ditentukan oleh sikap spesifik terhadap

perilaku tersebut. Sikap spesifik dalam penelitian ini adalah sikap terhadap rokok,

dan berpengaruh terhadap niat untuk berhenti merokok. Dari analisis korelasi

bivariat tampak bahwa sikap terhadap rokok berkorelasi negatif dan sangat

signifikan terhadap niat untuk berhenti merokok (Lihat Tabel 3). Hal ini berarti

terdapat hubungan berbanding terbalik antara kedua variabel yaitu semakin negatif

sikap seseorang terhadap rokok akan semakin besar niat untuk berhenti merokok,

demikian pula sebaliknya. Semakin negatif sikap terhadap rokok berarti semakin

berpikir bahwa rokok adalah merusak kesehatan, semakin merasa bahwa rokok

tidak berguna dan semakin menjauh dari perilaku merokok, maka semakin besar

niat untuk berhenti merokok. Hasil tersebut di atas senada dengan penelitian Kim

(2005) yang mempergunakan 259 subyek penelitian dan mendapatkan hasil

koefisien korelasi signifikan sebesar 0,127 antara sikap terhadap rokok dan niat

untuk berhenti merokok. Sikap terhadap rokok menunjukkan gejala yang sama

Page 10: Jurnal Rokok

10

pada analisis selanjutnya pada saat dilakukan analisis bersama dengan variabel

dukungan sosial dan kemampuan yang dirasakan dipergunakan sebagai prediktor.

Faktor internal yang ke dua yaitu kemampuan yang dirasakan

menunjukkan hasil yang tidak berbeda, dan menunjukkan hubungan yang sangat

signfikan. Kemampuan yang dirasakan baik secara mandiri maupun bersama

variabel yang lain dalam analisis regresi, menunjukkan hubungan yang kuat

terhadap niat untuk berhenti merokok. Hasil tersebut senada dengan penelitian

Sterling, Diamond, Mullen, Pallonen, Ford & Mc Alister (2007) yang menguji

model keterkaitan antara kemampuan yang dirasakan untuk menghindari rokok

dan keyakinan-keyakinan yang terkait dengan merokok dengan niat untuk tetap

merokok, pada 19.966 pelajar di Texas, yang hasilnya menunjukkan bahwa

kemampuan yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung

berhubungan dengan niat untuk tetap merokok. Hasil tersebut juga sejalan dengan

Sitepoe (1997) yang menyatakan bahwa faktor internal psikologis berpengaruh

terhadap niat untuk melakukan sesuatu. Niat untuk melakukan sesuatu tersebut

dalam hal ini adalah niat untuk berhenti merokok, dan besarnya niat untuk berhenti

merokok berhubungan dengan besarnya kemampuan yang dirasakan. Seseorang

yang merasa bahwa dirinya mampu untuk tidak merokok maka niat untuk berhenti

merokoknya besar sedangkan seseorang yang merasa dirinya tidak mampu untuk

berhenti merokok maka niat untuk berhenti merokoknya juga akan rendah.

Perolehan ini tidak berbeda dengan pernyataan Engels & Willemsen (2004) bahwa

perasaan mampu untuk berhenti merokok yang rendah berakibat pada perilaku

merokok yang terus berlangsung.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Evans (dalam De Vries,1989) yang

menyatakan bahwa faktor sosial seperti adanya perilaku orang tua yang memberi

contoh dapat menjadi pendorong bagi individu untuk berperilaku tertentu. Pada

sisi sebaliknya Cohen, Underwood serta Gotlieb (2000) menyatakan bahwa faktor

sosial dapat menjadi kontrol terhadap perilaku individu. Dukungan sosial baik

secara mandiri maupun bersama dengan faktor lain berhubungan dengan niat

untuk berhenti merokok secara sangat signifikan. Dukungan sosial dapat dalam

bentuk memberikan dukungan emosional seperti memberikan pujian pada saat

subyek tidak merokok, mengingatkan subyek pada saat hendak merokok lagi

maupun dukungan informasional seperti memberikan berita tentang mereka yang

sakit karena terlalu banyak merokok atau informasi tentang keuntungan-

keuntungan apabila tidak merokok, berhubungan dengan niat untuk berhenti

merokok. Dukungan emosional maupun dukungan informasional dapat datang dari

lingkungan keluarga seperti pasangan hidup atau saudara, maupun datang dari

lingkungan di luar rumah seperti teman pergaulan atau rekan kerja. Dukungan

sosial menjadi faktor pendorong untuk berhenti merokok sekaligus dukungan

sosial juga menjadi kontrol sosial bagi perokok. Lingkungan sosial (keluarga,

saudara maupun teman) yang tidak menyukai rokok akan menjadi kontrol bagi

individu.

Telah disebutkan di atas bahwa dukungan sosial bukan hanya berasal dari

keluarga, tetapi juga lingkungan sosial yang lebih luas seperti teman pergaulan

maupun teman kerja. Avenevoli & Merikangas (2003) menyatakan ada bukti kuat

dan konsisten yang menunjukkan dari berbagai penelitian bahwa teman-teman

Page 11: Jurnal Rokok

11

yang merokok adalah faktor utama penyebab seseorang menjadi perokok.

Pergaulan dengan teman-teman menjadikan seseorang untuk tetap menjadi

perokok dengan alasan : (1) ada peningkatan ketersediaan rokok yaitu jika

individu tidak membawa rokokpun masih dapat merokok dengan meminta teman;

(2) ada kemungkinan mereka merasa bahwa merokok adalah norma kelompok dan

(3) mereka mungkin berasumsi bahwa dengan merokok mereka merasa lebih

diterima oleh kelompok.

Penelitian ini berusaha untuk melihat konsistensi perilaku perokok pada

karyawan Sekretariat Daerah. Konsistensi perilaku dalam penelitian ini dilihat dari

kesamaan jumlah subyek yang menyatakan keinginannya untuk berhenti merokok

yang diperoleh dari angket dengan jumlah subyek yang mengikuti pelatihan

strategi menghentikan perilaku merokok beberapa waktu kemudian. Konsistensi

perilaku dapat diperoleh apabila diperoleh jumlah yang sama antara subyek yang

menyatakan keinginannya untuk berhenti merokok dalam angket dengan jumlah

subyek yang mengikuti pelatihan. Hasil menunjukkan bahwa dari 266 subyek

penelitian/subyek, terdapat 192 subyek penelitian yang menyatakan niatnya untuk

menghentikan perilaku merokok. Pada saat ditawarkan pelatihan tentang strategi

menghentikan perilaku merokok secara cuma-cuma yang hendak dilaksanakan di

kantor Sekretariat Daerah ternyata hanya 41 orang saja yang mendaftarkan diri

mengikuti pelatihan tersebut. Pelatihan yang ditawarkan secara formal ini telah

disetujui oleh pimpinan tingkat Kepala Bagian pada setiap Sekretariat Daerah.

Sedikitnya peserta yang mendaftar (21,35%), hal ini menunjukkan beberapa

kemungkinan : (1) adanya inkonsistensi subyek penelitian terhadap pernyataan diri

sendiri; (2) subyek penelitian menjawab angket/skala tidak dipikirkan dengan

sungguh-sungguh; (3) jawaban terhadap niat untuk berhenti merokok hanyalah lips

service semata atau menjawab secara normatif, menjawab seperti apa yang

dikehendaki oleh masyarakat; serta (4) tidak adanya tekad yang besar dari dalam

diri subyek penelitian.

Dari 41 orang yang mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan, ternyata

34 orang saja yang menghadiri pelatihan. Berdasar wawancara kecil terhadap

empat peserta yang mengikuti pelatihan diperoleh alasan ketidak-hadiran mereka

yang telah mendaftar antara lain adalah adanya tugas mendadak dari atasan dan

tidak masuk kerja yang berarti pula ada keperluan pribadi atau sakit, atau memang

tidak ingin mengikuti pelatihan.

Hasil yang menunjukkan rendahnya subyek yang mengikuti pelatihan

secara implisit menunjukkan bahwa perubahan niat menjadi perilaku ditentukan

oleh kekuatan niat dari dalam diri pelaku, niat yang sungguh, yang keluar dari hati

yang dalam dan bukan “lips service” semata yang hanya untuk menyenangkan

orang lain saja. Lips service dalam hal ini diartikan sebagai social desirability

yaitu menjawab sesuai dengan apa yang secara normatif diinginkan oleh

masyarakat umum. Seseorang yang hendak merubah perilaku harus dimulai

dengan niat dari dalam diri sendiri yang sungguh kuat.

SIMPULAN

Penelitian menemukan bahwa sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan

kemampuan yang dirasakan secara bersama berpengaruh terhadap niat untuk

Page 12: Jurnal Rokok

12

berhenti merokok dengan koefisien determinasi sebesar 37,1%. Penelitian

menunjukkan bahwa dari 266 subyek penelitian yang semuanya adalah perokok

terdapat 72,18% subyek yang berniat untuk berhenti merokok, namun hanya 12,78

% yang sungguh-sungguh berniat untuk berhenti merokok yang ditunjukkan

dengan mengikuti training menghentikan perilaku merokok.

Niat berhenti merokok untuk berubah menjadi sungguh-sungguh tidak

merokok lebih ditentukan oleh kemampuan diri daripada ditentukan oleh

lingkungan. Faktor kemampuan yang dirasakan adalah pengaruh terbesar terhadap

niat untuk berhenti merokok, oleh karena itu apabila diri pribadi merasa mampu

untuk menghentikan perilaku merokoknya, maka niatnya akan sangat kuat, dan

konsekuensi selanjutnya adalah usaha yang sangat besar untuk mewujudkan niat

tersebut.

Penelitian ini memberikan hasil bahwa niat yang dinyatakan oleh perokok

sebagian adalah lips service saja, oleh karena itu disarankan bagi mereka yang

memiliki kebiasaan merokok dan hendak berhenti merokok, cara yang terbaik

adalah menyadari sepenuhnya bahwa berhenti merokok adalah kebutuhan pribadi

dan bukan hanya meng”iya”kan apa yang dinginkan oleh orang lain, agar sesuai

dengan norma sosial. Harus disadari sepenuhnya dan sungguh-sungguh bahwa

kesehatan adalah sangat tinggi nilainya, segala sesuatu tidak ada harganya tanpa

kesehatan dalam badan. Bukan pihak lain yang dapat merubah perilaku, namun

faktor yang terbesar adalah diri sendiri.

Pustaka Acuan

Aditama, T.Y. (1992). Kanker Paru. Jakarta : Arcan.

Ashton, H. & Stepney, R., (1982). Smoking : Psychology and Pharmacology.

London : Cambridge University Press.

Avenevoli, S & Merikangas, K.R. (2003). Familial influences on adolescent

smoking. Addiction, 98, 1 – 20

Cohen, S. Underwood, L.G.; & Gottlieb, B.H. (2000). Social support

measurement and intervention : a Guide for health and social scientists.

New York : Oxford University Press.

De Vries, H. (1989). Smoking prevention in Dutch adolescents. Den Haag : Cip

Data Koninklijks Bibliotheek.

Engels, R.C.M.E. & Willemsen, M. (2004). Communication about smoking in

Dutch families : Associations between anti-smoking socialization and

adolesecent smoking-related cognitions. Health Education Research, 19, 227

– 238.

Page 13: Jurnal Rokok

13

Gilbert, D.G., (1996). Smoking : Individual difference, Psychopathology and

Emotin. Washington : Taylor & Francis, Ltd.

Hanafiah, L., (2010). Kompas.com. http://nasional.kompas.com/read/2010/10/02/

19280569/perokok.Indonesia.Terbesar.Ketiga.Dunia.

Henriksen, L & Jackson, C. (1998). Anti-smoking socialization : Relationship to

parent and child smoking status. Health Research Communication, 10, 87 –

101.

Hewstone, M.; Schut, H.A.W; De Wit, B.P.; Bos, K.V. & Stroebe, M.S. (2007).

The scope of social psychology theory and applications. New York :

Psychology Press.

Jackson, C. (2002). Perceived legitimacy of parental authority and tobacco and

alcohol use during early adolescence. Journal of Adolsecent Health, 31, 425

– 432.

Kazarian, S.S & Evans, D.R. (2001), Handbook of cultural health psychology.

Florida : Academic Press.

Kim, MS (2005). A study on health-related on quality of life, smoking knowledge,

smoking attitude and smoking cessation intention in male smokers. Taehan

Kanho Hakoe Chi, 35 (2), 344 – 352.

Kompas, 6 Februari 2005. DPRD DKI Mensahkan Perda Nomor 75/2005.

Lantz, P.M., Jacobson,P.D., Warner,K.P., Wasserman, J., Pollack, H.A., &

Berson,J. (2002). Investing in youth tobacco control : a review of smoking

prevention and control strategies. Tobacco Control, 9, 47 – 63.

Levy,MR.; Dignan,M.; & Shirrefs, J.A. (1993). Life and health. New York :

Random House.

Loeksono, E. & Wismanto, Y.B., (1999). Perilaku merokok ditinjau dari emotion

focus coping dan type kepribadian. Laporan Penelitian. Semarang : Fakultas

Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Manoppo,P.G., (2006). Konsumsi rokok yang menggelisahkan.

http://www.himpsijaya.org/2006/30/konsumsi-rokok-yang-menggelisahkan/

Peraturan Gubernur DKI, Nomor 88 Tahun (2010).

Http://www.linkpdf.com/download/dl/peraturan-gubernur-dki-2010-nomor-

88-pdf.

Sitepoe, M., (1997). Usaha mencegah bahaya merokok. Jakarta : PT Gramedia.

Page 14: Jurnal Rokok

14

Spielberger, C (Ed), (2002). Encyclopedia of applied psychology. Floridan :

Elsevier Academic Press.

Utami, S.S. & Winarno, R.D. (1999). Promosi anti merokok pada remaja awal.

Laporan Penelitian. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik

Soegijapranata.

Wismanto Y.B., (1994). Sikap perokok terhadap kesehatan. Makalah Seminar.

Seminar Ilmiah Dosen Kopertis Wilayah VI. Jawa Tengah.

Sarafino, E.P., (1994). Health psychology, biopsychosicial interaction. The

Second edition. New York : John Wiley & Sons.Inc.

Smeth, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta : PT Grasindho.

Sterling, K.L., Diamond, P.M., Mullen, P.D., Pallonen, U., Ford, K.H., & Mc

Alister, A.L. (2007). Smoking-related self efficacy,beliefs and intention :

assessing factorial validity and structural relationship in 9th

– 12th

grade

current smokers in Texas. Addictive Behaviors, 32 (9) 1863 – 1876.

Vinck, J. (1993). Self management in smoking cessation, In Sibilia, L. and Borgo,

S. 1993, Health Psychology in Cardiovascular Health and Desease. Roma :

The Center for Research in Psychotherapy.

WHO (2003). Tobacco control country profiles.

http://www.who.int/tobacco/global_data/country_profiles/en/index.html