KONSISTENSI NIAT DAN PERILAKU BERHENTI MEROKOK PADA
KARYAWAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN / KOTAMADYA
DI JAWA TENGAH
Oleh :
Y. Bagus Wismanto*
Y. Budi Sarwo**
*Fakultas Psikologi; **Fakultas Hukum,
Unika Soegijapranata, Semarang.
Anima: Indonesian Psychological Journal. Vol. 25, No. 2, January 2010
Abstract. This research was aimed to explore the consistency of intention to stop
smoking in related to Smoking Attitude, Social Support and Self Efficacy of civil
servants at 6 Central Java’s regency.Regression analysis revealed that there was
37,1% common variance between Smoking Attitude, Social Support and Self
Efficacy toward Smoking Cessation. From 266 subyek penelitiants there were 192
reported their intention to stop smoking, 41 intended to come to the smoking
cessation training, however only 34 (12,79%) really participated in the smoking
cessation training program.
Key words : Intention; Stop Smoking Behavior; Government Workers
Abstrak. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
konsistensi niat untuk berhenti merokok dikaitkan dengan seberapa besar pengaruh
Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial, Kemampuan yang Dirasakan
berpengaruh terhadap Niat untuk Berhenti Merokok, pada karyawan Sekretariat
Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Melalui uji Analisis Regresi diperoleh
hasil yang menunjukkan bahwa Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial dan
Kemampuan yang Dirasakan berpengaruh secara sangat signifikan terhadap Niat
untuk Berhenti Merokok dengan sumbangan bersama ke tiga variabel sebesar
37,1%. Hasil lanjutan menunjukkan bahwa dari 266 subyek terdapat 192 yang
berniat untuk berhenti merokok, dan dari 192 terdapat 41 yang tertarik untuk
mengikuti pelatihan berhenti merokok, dan secara keseluruhan hanya 34 subyek
(12,79%) yang hadir dalam pelatihan yang dilaksanakan di masing-masing
Kabupaten/Kota.
Kata Kunci : Niat, Perilaku Berhenti Merokok, Karyawan Pemerintah
Merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada diri si
perokok sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada di sekitarnya. Perilaku
merokok menunjukan adanya keberagaman inter-intra individu (Gilbert, 1996;
Loeksono & Wismanto, 1999). Asap rokok yang mengandung berbagai racun
membuat merokok merugikan banyak orang, oleh karena itu Pemda DKI
menerbitkan Peraturan Daerah DKI tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Nomor 75 Tahun 2005 yang telah disahkan oleh DPRD pada tanggal 5 Februari
2
2005 (Kompas, 2005). Peraturan Daerah tersebut diperbaharui dengan larangan
untuk merokok di semua gedung yang ada DKI Jaya, dan perokok hanya
diperbolehkan merokok di luar gedung (Peraturan Gubernur, Nomor 88 Tahun
2010). Peraturan tersebut semakin mempersempit keleluasaan perilaku merokok,
dan patut dicontoh oleh pemerintah daerah yang lain.
Sebagian besar anggota masyarakat telah mengetahui bahaya yang
ditimbulkan oleh perilaku merokok. Sudah semestinya mereka yang mempunyai
pengetahuan tentang bahaya merokok, mereka yang berpendidikan tinggi, mereka
yang bekerja di bidang kesehatan, akan menghindarkan diri dari perilaku merokok.
Pada kenyataannya mereka yang memiliki pengetahuan tentang bahaya merokok,
mereka yang berpendidikan tinggi bahkan sebagian dari mereka yang bekerja di
bidang kesehatanpun (seperti perawat dan dokter) belum tentu menolak perilaku
merokok bahkan menikmati rokok. Terlebih lagi sebenarnya peringatan akan
bahaya merokok telah tertulis secara jelas dan besar di setiap bungkus rokok yang
diproduksi, namun kenyataannya perilaku merokok tidak berkurang.
Perilaku merokok menjadi salah satu penyebab inefisiensi kerja, karena
seseorang yang bekerja sambil merokok pasti membutuhkan waktu untuk
memegang rokok serta menikmati rokoknya. Berdasarkan observasi di Sekretariat
Kota Semarang, tampaklah bahwa karyawan sekretariat daerah yang memiliki
kebiasaan merokok seringkali melayani masyarakat sambil merokok, hal ini berarti
pula menempatkan orang lain/masyarakat yang dilayani pada posisi sebagai
perokok pasif. Pada karyawan beberapa Sekretariat Daerah Kabupaten / kota
yang memiliki kebiasaan merokok, kadangkala mereka meninggalkan tempat kerja
beberapa waktu untuk memenuhi kebutuhan merokok atau melayani sambil
merokok, sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanannya terganggu oleh
asap rokok. Terbitnya Perda DKI Jaya tentang pengendalian pencemaran udara,
Nomor 88 Tahun 2010 merokok dilarang dilakukan di dalam gedung atau
mewajibkan orang merokok di luar gedung.
Seseorang merokok dan menjadi perokok, memiliki alasan yang berbeda-
beda. Kecenderungan merokok juga sangat bervariasi di berbagai belahan dunia.
Di Eropa, USA dan Canada ada kecenderungan merokok yang menurun. Di
negara-negara Asia, Afrika Utara dan Amerika Latin kecenderungan merokok
masih terus meningkat dan disertai penurunan usia awal merokok ke arah yang
lebih muda (WHO, 2003). Hanafiah (Kompas, 2010) Ketua Komisi Nasional
Pengendalian Tembakau menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat
ketiga untuk jumlah perokok di dunia yakni sekitar 65 juta orang, dengan usia
perokok lebih banyak pada kisaran 15 = 19 tahun dan 70 % berasal dari golongan
ekonomi menengah bawah.
Perilaku merokok adalah perilaku yang kompleks, diawali dan berlanjut
yang disebabkan oleh beberapa variabel yang berbeda. Awal perilaku merokok
pada umumnya diawali pada saat usia yang masih muda (Smet, 1994), dan
disebabkan adanya model yang ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan
sosial misalnya ditolak sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak merokok;
atau di cap sebagai “banci” / tidak jantan jika tidak merokok (Loeksono dan
Wismanto, 1999). Ketagihan terhadap rokok pada umumnya disebabkan oleh
3
interpretasi terhadap efek yang segera dirasakan ketika individu merokok (Vinck,
1993).
Perilaku manusia dapat dilihat dari motifnya yang memiliki tiga komponen
yang berurutan yaitu (1) motivating state yaitu perilaku yang terjadi karena
terrangsang stimulasi atau sekresi hormonal; (2) motivating behavior yaitu
perilaku yang terjadi karena memenuhi kebutuhan dan bersifat instrumental serta
(3) satisfied condition yaitu perilaku yang ditujukan untuk menjaga homeostasis
atau keseimbangan (Spielberger, 2002). Atas dasar hal-hal tersebut maka hampir
setiap perilaku senantiasa memiliki tendensi tertentu.
Pada saat kebiasaan merokok sudah terbentuk, faktor sosial memegang
peran penting untuk menjaga perilaku merokok menjadi berlanjut. Di samping hal
tersebut di atas, adanya biphasic efek dari nikotin yaitu pada satu sisi merokok
sebagai pengatur stress dimana pada situasi stress, nikotin dapat mengurangi stress
dan di sisi lain dalam kedaan kurang gairah, nikotin dapat meningkatkan
kegairahan (Aston & Stephey, 1982; Warburton & Wesnes dalam De Vries, 1989).
Teori belajar sosial (social learning theory) memandang bahwa perilaku
manusia terkait dengan lingkungan dan situasional. Teori ini menyatakan bahwa
perilaku merupakan hasil interaksi terus menerus antara variabel individu dan
lingkungannya, manusia dan lingkungan berada dalam dimensi saling pengaruh-
mempengaruhi secara timbal balik (Hewstone, Scut, De Wit, Bos & Stroebe,
2007).
Secara umum perilaku merokok dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
adalah :
1. Perilaku di dahului oleh adanya niat untuk berperilaku. Niat untuk
berperilaku tertentu salah satunya dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku
tersebut (Kazarian & Evans, 2001). Sikap yang spesifik terhadap perilaku
tertentu dapat memprediksi perilaku, semakin positif sikap dapat diduga
semakin kuat usaha untuk mewujudkan niat tersebut menjadi sebuah
perilaku. Sikap dimaknai sebagai status kognitif dan afektif yang positif
atau negatif terhadap terhadap sesuatu obyek tertentu.
2. Lingkungan sosial yaitu seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena
lingkungannya adalah perokok. Evans et al (dalam De Vries, 1989;
Sarafino, 1990) menyatakan bahwa faktor sosial berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung kepada individu. Pengaruh langsung berupa
menawarkan rokok, membujuk untuk merokok, menantang dan menggoda.
Pengaruh tidak langsung yaitu adanya model yang kuat di lingkungannya,
misalkan pimpinan kelompok atau guru atau orang paling cantik/paling
cakep dalam kelompok merokok, maka anggota lain juga ikut merokok.
Faktor sosial di sisi lain dapat berperan sebaliknya yaitu sebagai faktor
kontrol terhadap perilaku individu. Lingkungan sosial yang tidak
menyenangi rokok akan menolak terhadap perilaku merokok, dan
lingkungan sosial memberikan dukungan terhadap mereka yang berniat
berhenti merokok (Cohen, Underwood & Gotlieb, 2000). Dorongan dari
lingkungan sosial untuk tetap berperilaku yang dikehendaki oleh
lingkungan sosial biasa disebut sebagai dukungan sosial.
4
3. Levy et al (1993) serta Sitepoe (1997) menyatakan bahwa faktor psikologis
juga berperan pada perokok yaitu individu merokok untuk mendapatkan
kesenangan, nyaman, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk
mendapatkan rasa percaya diri. Faktor psikologis merupakan hal penting
bagi mereka yang berniat berhenti merokok. Faktor psikologis dalam hal
ini berujud kepercayaan diri atau merasa mampu untuk berhenti merokok.
Mereka yang lebih besar perasaan kemampuannya untuk berhenti merokok
akan lebih mudah untuk menghentikan perilaku merokoknya.
4. Faktor biologis yang ditunjukkan hasil-hasil penelitian yang menyatakan
bahwa semakin tinggi kadar nikotin dalam darah semakin besar pula
ketergantungan terhadap rokok (Aston & Stephey, 1982; Warbuton &
Wesnes dalam De Vries, 1989; Aditama, 1992; Sitepoe, 1997). Perilaku
merokok sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan kadar nikotin di dalam
darah.
5. Faktor sosio kultural juga berpengaruh sehingga seseorang menjadi
perokok. Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan
juga berpengaruh terhadap perilaku merokok (Lantz, Jacobson, Warner,
Wasserman, Pollack & Berson, 2000; WHO, 2003).
Dari berbagai referensi tersebut di atas, maka tampaklah bahwa ada
beberapa faktor yang berpengaruh pada perilaku merokok, baik dari faktor yang
kuat maupun faktor yang kurang atau tidak begitu kuat. Faktor niat, sikap
terhadap rokok, kemampuan yang dirasakan adalah adalah faktor internal yang
diduga sebagai faktor-faktor kuat berpengaruh terhadap perilaku merokok
sedangkan dukungan sosial (dukungan dari orang disekitar seperti orang tua
maupun pasangan hidup), faktor kebiasaan masyarakat sekitar, tingkat ekonomi,
jenis pekerjaan adalah faktor-faktor eksternal yang kurang kuat pengaruhnya
terhadap perilaku merokok. Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah hipotesis
yang akan diuji kebenarannya yaitu “Sikap terhadap Rokok, Dukungan Sosial,
Kemampuan yang Dirasakan berpengaruh terhadap Niat untuk Berhenti
Merokok”.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian survey, dengan 4 (empat) variabel utama
dan beberapa variabel tambahan. Variabel utama penelitian ini adalah : Sikap
terhadap perilaku merokok; Dukungan Sosial; Kemampuan yang Dirasakan
(Kemampuan yang Dirasakan untuk berhenti merokok); Niat untuk berhenti
merokok.
Definisi operasional variabel penelitiannya adalah : (1) Sikap terhadap
perilaku merokok adalah tingkat mendukung (menerima) atau tidak mendukung
(menolak) subyek penelitian terhadap perilaku merokok dengan tiga indikator
yaitu kognitif, afektif dan konatif. Semakin besar skor menunjukkan semakin
menerima terhadap perilaku merokok. (2) Dukungan sosial adalah kekuatan
dukungan untuk berhenti merokok yang diperoleh subyek penelitian dari orang-
orang yang ada disekitarnya. Semakin besar skor berarti semakin besar dukungan
yang diperoleh yang berujud dukungan informasional maupun dukungan
5
emosional. (3) Kemampuan yang dirasakan adalah perasaan mampu yang
dirasakan oleh subyek penelitian untuk menghentikan perilaku merokok. Semakin
besar skor kemampuan yang dirasakan berarti subyek penelitian semakin besar
perasaan mampu yang dimiliki untuk menghentikan perilaku merokoknya. (4) Niat
untuk berhenti merokok adalah kuat lemahnya niat yang dimiliki subyek penelitian
untuk menghentikan perilaku merokoknya, semakin besar skor niat berarti
semakin kuat niat untuk menuwujudkan perlilaku menghentikan merokok.
Variabel tambahan antara lain adalah status orang tua sebagai perokok atau
tidak merokok, demikian pula ada tidaknya saudara sebagai perokok; dan lama
berlangsungnya perilaku merokok.
Subyek Penelitian.
Populasi penelitian adalah karyawan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah yang memiliki kebiasaan merokok, dan bersedia memberikan data
yang dibutuhkan dalam penelitian. Sampel penelitian berjumlah 266 karyawan
perokok diambil secara accidental yang berasal dari 6 Kabupaten/Kota, yang
ditentukan secara random dari 33 Kabupaten / Kota yang ada di Jawa Tengah.
Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data untuk empat variabel utama diambil dengan angket
model Likert. Pengumpulan data tambahan dilakukan dengan kuesioner terbuka.
Validitas angket berdasarkan validitas isi dan secara empiris dihitung sumbangan
item terhadap totalnya (corrected item-total correlations). Reliabilitas diestimasi
berdasarkan Cronbach Alpha reliability.
Angket sikap terhadap perilaku merokok memiliki 12 item terbagi ke
dalam tiga indikator yaitu kognitif, afektif dan konatif masing-masing memiliki 4
item. Angket dukungan sosial memiliki dua indikator yaitu dukungan emosional
dengan 4 item dan dukungan informasional dengan 3 item, sedangkan angket
kemampuan yang dirasakan memiliki 4 item serta angket niat untuk berhenti
merokok memiliki 5 item.
Analisis Data.
Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis deskriptif, chi square,
analisis korelasi bivariat maupun analisis regresi sesuai dengan karakteristik data
masing-masing. Analisis data mempergunakan alat bantu program SPSS 13.00.
HASIL
Karakteristik Subyek.
Secara deskriptif dapat disampaikan jumlah subyek penelitian sebesar 266
orang yang berasal dari Kabupaten Sukoharjo (48 orang); Kabupaten Banjarnegara
(48 orang) dan Kabupaten Grobogan (49 orang), sedangkan subyek penelitian
Kabupaten pesisiran adalah Kabupaten Jepara (41 orang), Batang (51 orang) dan
Tegal 29 orang).
Karakteristik subyek penelitian secara detail dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
6
Tabel 1.
Karakteristik subyek penelitian
Karateristik Rentang Rata-
rata
Deviasi
Standard
Usia (dalam tahun)
Pendidikan akhir/Pendidikan tertinggi
Golongan Kepegawaian
Lama Kebiasaan merokok
Jumlah Mencoba Berhenti (merokok)
21 - 56
1 - 18
1 - 4
1 - 39
0 - 35
41,02
13,70
2,71
19,15
3,04
8,307
2,832
0,584
8,976
3,554
Tabel tersebut menunjukkan bahwa usia termuda dari subyek penelitian adalah 21
tahun sedang usia tertua adalah 56 tahun. Pendidikan terrendah adalah klas 1 SD
dan yang tertinggi adalah 18 (S2 atau pascasarjana), Lama kebiasaan merokok
yang tertinggi adalah 39, yang berarti subyek penelitian telah melakukan kebiasaan
merokok selama 39 tahun, dan usaha untuk berhenti merokok yang paling banyak
adalah 35 kali, yang mungkin merupakan ekspresi bahwa dirinya telah berulang
kali mencoba untuk berhenti merokok.
Perokok pada umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua yang
memiliki kebiasaan merokok (Utami & Winarno, 1999; Manoppo, 2006), hal
tersebut juga terjadi pada subyek penelitian ini.
Tabel 2.
Status perilaku merokok pada orang tua dan saudara serumah
Saudara serumah ada yang merokok
Jumlah Tidak ada ada
Status
orang tua
Tidak merokok 24 45 69
Ya / merokok 36 140 176
Jumlah 60 185 245
Dari data tersebut di atas tampaklah bahwa terdapat 21 subyek penelitian
tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Lebih lanjut lagi dapat
dilaporkan bahwa subyek penelitian yang memiliki orang tua merokok dan
memiliki saudara serumah yang juga merokok adalah jumlah terbanyak, yaitu 140
orang. Subyek penelitian yang berasal dari orang tua bukan perokok dan tidak ada
saudara yang merokok hanya 24 orang saja, atau merupakan jumlah terkecil
daripada kategori yang lainnya. Analisis Chi Square terhadap data tersebut di atas,
maka diperoleh koefisien 4993,52
o dengan p = 0,03. Dengan demikian semakin
terbukti bahwa kebanyakan perokok berasal dari keluarga perokok juga, baik
orang tua maupun saudara.
7
Analisis Korelasi Bivariat
Sebelum analisis korelasi bivariat dilakukan, terlebih dahulu dianalisis
corrected item-total correlations dan Cronbach Alpha reliability terhadap skala
yang digunakan dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.
Analisis corrected item-total correlations dan Cronbach Alpha reliability
Skala Corrected item-total
correlations (signifikan)
Cronbach Alpha
Sikap terhadap perilaku merokok
Dukungan sosial
Kemampuan yang dirasakan
Niat untuk berhenti merokok
0,207 – 0,606
0,380 – 0,631
0,475 – 0,597
0,521 – 0,578
0,808
0,714
0,771
0,773
Berdasarkan pengumpulan data mempergunakan empat skala yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya tersebut, maka dilakukan analisis interkorelasi
dan hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.
Hasil analisis korelasi bivariat
Niat Berhenti
Merokok
Keterangan
Lama Mulai Merokok r = 0,031 p = 0,183 (Tidak Signifikan)
Pendidikan terakhir r = 0,086 p = 0,165 (Tidak Signifikan)
Pengetahuan Bahaya Rokok r = 0,250 p = 0,000 (Sangat Signifikan)
Sikap terhadap Rokok r = – 0,357 p = 0,000 (Sangat Signifikan)
Dukungan Sosial r = 0,240 p = 0,000 (Sangat Signifikan)
Kemampuan yang Dirasakan r = 0,559 p = 0,000 (Sangat Signifikan)
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa variabel Lamamya Merokok
dan Pendidikan Terakhir tidak berkorelasi dengan niat untuk berhenti merokok.
Variabel Pengetahuan terhadap Bahaya Rokok, Dukungan Sosial maupun
Kemampuan yang Dirasakan semuanya berkorelasi positif dan sangat signifikan
terhadap Niat untuk Berhenti Merokok. Variabel Sikap terhadap Rokok
berkorelasi negatif dengan Niat untuk Berhenti Merokok berarti bahwa semakin
positif (semakin menerima) sikap subyek penelitian terhadap rokok semakin
rendah niat untuk berhenti merokok, demikian pula sebaliknya.
8
Analisis Regresi.
Analisis Regresi terhadap variabel variabel penelitian dan diperoleh hasil
sebagai berkut :
–0,289**
0,154**
0,360**
Keterangan : ** = Standardized Beta Koefisien dengan p≤ 0,01.
Gambar 1.
Hasil analisis regresi sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan kemampuan yang
dirasakan dengan niat untuk berhenti merokok.
Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa niat untuk berhenti merokok
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan
kemampuan yang dirasakan untuk merealisasikan berhenti merokok. Hasil analisis
menunjukkan bahwa apabila sikapnya negatif terhadap rokok (tidak senang atau
menolak terhadap rokok), dukungan sosial untuk berhenti merokok dari
lingkungan adalah tinggi serta individu yang bersangkutan merasa mampu untuk
merealisasikan untuk berhenti merokok adalah tinggi maka niat untuk berhenti
merokokpun semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Secara bersama-sama ke
tiga variabel tersebut memberikan sumbangan efektif sebesar 37,1% terhadap niat
untuk berhenti merokok, dengan demikian sisanya sebesar 62,9% merupakan
sumbangan di luar ke tiga variabel tersebut.
Penelitian ini juga mendapatkan hasil besaran niat untuk berhenti merokok.
Dari data diperoleh hasil bahwa dari 266 subyek penelitian terdapat 192 yang
berniat untuk berhenti merokok, atau sebesar 72,18%. Kepada 192 subyek
penelitian yang berniat untuk berhenti merokok ditawarkan sebuah penelitian
strategi penghentian perilaku merokok yang hendak dilaksanakan di masing-
masing Kantor Sekretariat Daerah. Dari 192 subyek terdapat 41 subyek (21,35%)
yang menjawab bersedia mengikuti pelatihan strategi penghentian perilaku
merokok, dan dalam kenyataannya terdapat 34 subyek (12,78%) yang menghadiri
pelatihan. Tidak diperoleh data tentang alasan ketidak hadiran mereka dalam
pelatihan. Tawaran pelatihan strategi penghentian perilaku merokok
dipublikasikan melalui poster yang di setiap bagian/unit kerja maupun melalui
surat pemberitahuan.
Sikap terhadap Rokok
Dukungan Sosial
Kemampuan yang
Dirasakan
Niat untuk
berhenti
Merokok
9
BAHASAN
Hasil analisis terhadap status perilaku merokok pada orang tua dan saudara
serumah menunjukkan hasil bahwa lingkungan sosial rumah berhubungan
signifikan terhadap perilaku merokok pada subyek. Seorang perokok berasal dari
keluarga perokok baik orang tua maupun saudara-saudaranya. Hasil ini searah
dengan Jackson (2002) yang menyatakan ada bukti empiris yang menunjukkan
bahwa orang tua secara tidak langsung mempengaruhi anak-anaknya merokok
melalui pengasuhan selama masa kanak-kanak dan remaja. Hasil penelitian
Jackson tersebut di atas selaras terhadap pernyataan Henriksen dan Jackson (1998)
bahwa remaja dengan orang tua yang merokok biasanya berani memulai merokok
atau jika telah merokok akan tetap merokok. Orang tua perokok mungkin merasa
diri mereka sendiri sebagai sumber yang buruk terhadap usaha-usaha anti merokok
karena mereka tidak konsisten antara sikap dan perilakunya, oleh karena itu remaja
yang orang tuanya merokok biasanya merokok pula daripada remaja yang orang
tuanya tidak merokok. Orang tua yang merokok secara tidak langsung memberi
contoh perilaku merokok kepada anak-anaknya, dan ketika anak mulai merokok
orang tua tidak memiliki kekuatan untuk melarang karena dirinya sendiri merokok.
Hasil penelitian Henriksen dan Jackson (1998) maupun Jackson (2002) tersebut di
atas menunjukkan bahwa perilaku orang tua yang merokok berpengaruh terhadap
anak-anaknya, dan ketika anak-anak mulai merokok maka perilaku tersebut
terbawa hingga mereka dewasa. Hasil tersebut selaras dengan hasil penelitian ini
yang menunjukkan bahwa subyek yang perokok berasal dari keluarga yang
merokok pula.
Ilmu Psikologi menyatakan bahwa suatu fenomena selalu dipengaruhi oleh
banyak faktor. Demikian pula niat untuk berhenti merokok dalam penelitian ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Penelitian ini terdapat dua faktor internal yaitu sikap terhadap rokok dan
kemampuan yang dirasakan, sedangkan faktor eksternalnya adalah dukungan
sosial.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Kazarian dan
Evans (2001) bahwa niat untuk berperilaku ditentukan oleh sikap spesifik terhadap
perilaku tersebut. Sikap spesifik dalam penelitian ini adalah sikap terhadap rokok,
dan berpengaruh terhadap niat untuk berhenti merokok. Dari analisis korelasi
bivariat tampak bahwa sikap terhadap rokok berkorelasi negatif dan sangat
signifikan terhadap niat untuk berhenti merokok (Lihat Tabel 3). Hal ini berarti
terdapat hubungan berbanding terbalik antara kedua variabel yaitu semakin negatif
sikap seseorang terhadap rokok akan semakin besar niat untuk berhenti merokok,
demikian pula sebaliknya. Semakin negatif sikap terhadap rokok berarti semakin
berpikir bahwa rokok adalah merusak kesehatan, semakin merasa bahwa rokok
tidak berguna dan semakin menjauh dari perilaku merokok, maka semakin besar
niat untuk berhenti merokok. Hasil tersebut di atas senada dengan penelitian Kim
(2005) yang mempergunakan 259 subyek penelitian dan mendapatkan hasil
koefisien korelasi signifikan sebesar 0,127 antara sikap terhadap rokok dan niat
untuk berhenti merokok. Sikap terhadap rokok menunjukkan gejala yang sama
10
pada analisis selanjutnya pada saat dilakukan analisis bersama dengan variabel
dukungan sosial dan kemampuan yang dirasakan dipergunakan sebagai prediktor.
Faktor internal yang ke dua yaitu kemampuan yang dirasakan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda, dan menunjukkan hubungan yang sangat
signfikan. Kemampuan yang dirasakan baik secara mandiri maupun bersama
variabel yang lain dalam analisis regresi, menunjukkan hubungan yang kuat
terhadap niat untuk berhenti merokok. Hasil tersebut senada dengan penelitian
Sterling, Diamond, Mullen, Pallonen, Ford & Mc Alister (2007) yang menguji
model keterkaitan antara kemampuan yang dirasakan untuk menghindari rokok
dan keyakinan-keyakinan yang terkait dengan merokok dengan niat untuk tetap
merokok, pada 19.966 pelajar di Texas, yang hasilnya menunjukkan bahwa
kemampuan yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan niat untuk tetap merokok. Hasil tersebut juga sejalan dengan
Sitepoe (1997) yang menyatakan bahwa faktor internal psikologis berpengaruh
terhadap niat untuk melakukan sesuatu. Niat untuk melakukan sesuatu tersebut
dalam hal ini adalah niat untuk berhenti merokok, dan besarnya niat untuk berhenti
merokok berhubungan dengan besarnya kemampuan yang dirasakan. Seseorang
yang merasa bahwa dirinya mampu untuk tidak merokok maka niat untuk berhenti
merokoknya besar sedangkan seseorang yang merasa dirinya tidak mampu untuk
berhenti merokok maka niat untuk berhenti merokoknya juga akan rendah.
Perolehan ini tidak berbeda dengan pernyataan Engels & Willemsen (2004) bahwa
perasaan mampu untuk berhenti merokok yang rendah berakibat pada perilaku
merokok yang terus berlangsung.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Evans (dalam De Vries,1989) yang
menyatakan bahwa faktor sosial seperti adanya perilaku orang tua yang memberi
contoh dapat menjadi pendorong bagi individu untuk berperilaku tertentu. Pada
sisi sebaliknya Cohen, Underwood serta Gotlieb (2000) menyatakan bahwa faktor
sosial dapat menjadi kontrol terhadap perilaku individu. Dukungan sosial baik
secara mandiri maupun bersama dengan faktor lain berhubungan dengan niat
untuk berhenti merokok secara sangat signifikan. Dukungan sosial dapat dalam
bentuk memberikan dukungan emosional seperti memberikan pujian pada saat
subyek tidak merokok, mengingatkan subyek pada saat hendak merokok lagi
maupun dukungan informasional seperti memberikan berita tentang mereka yang
sakit karena terlalu banyak merokok atau informasi tentang keuntungan-
keuntungan apabila tidak merokok, berhubungan dengan niat untuk berhenti
merokok. Dukungan emosional maupun dukungan informasional dapat datang dari
lingkungan keluarga seperti pasangan hidup atau saudara, maupun datang dari
lingkungan di luar rumah seperti teman pergaulan atau rekan kerja. Dukungan
sosial menjadi faktor pendorong untuk berhenti merokok sekaligus dukungan
sosial juga menjadi kontrol sosial bagi perokok. Lingkungan sosial (keluarga,
saudara maupun teman) yang tidak menyukai rokok akan menjadi kontrol bagi
individu.
Telah disebutkan di atas bahwa dukungan sosial bukan hanya berasal dari
keluarga, tetapi juga lingkungan sosial yang lebih luas seperti teman pergaulan
maupun teman kerja. Avenevoli & Merikangas (2003) menyatakan ada bukti kuat
dan konsisten yang menunjukkan dari berbagai penelitian bahwa teman-teman
11
yang merokok adalah faktor utama penyebab seseorang menjadi perokok.
Pergaulan dengan teman-teman menjadikan seseorang untuk tetap menjadi
perokok dengan alasan : (1) ada peningkatan ketersediaan rokok yaitu jika
individu tidak membawa rokokpun masih dapat merokok dengan meminta teman;
(2) ada kemungkinan mereka merasa bahwa merokok adalah norma kelompok dan
(3) mereka mungkin berasumsi bahwa dengan merokok mereka merasa lebih
diterima oleh kelompok.
Penelitian ini berusaha untuk melihat konsistensi perilaku perokok pada
karyawan Sekretariat Daerah. Konsistensi perilaku dalam penelitian ini dilihat dari
kesamaan jumlah subyek yang menyatakan keinginannya untuk berhenti merokok
yang diperoleh dari angket dengan jumlah subyek yang mengikuti pelatihan
strategi menghentikan perilaku merokok beberapa waktu kemudian. Konsistensi
perilaku dapat diperoleh apabila diperoleh jumlah yang sama antara subyek yang
menyatakan keinginannya untuk berhenti merokok dalam angket dengan jumlah
subyek yang mengikuti pelatihan. Hasil menunjukkan bahwa dari 266 subyek
penelitian/subyek, terdapat 192 subyek penelitian yang menyatakan niatnya untuk
menghentikan perilaku merokok. Pada saat ditawarkan pelatihan tentang strategi
menghentikan perilaku merokok secara cuma-cuma yang hendak dilaksanakan di
kantor Sekretariat Daerah ternyata hanya 41 orang saja yang mendaftarkan diri
mengikuti pelatihan tersebut. Pelatihan yang ditawarkan secara formal ini telah
disetujui oleh pimpinan tingkat Kepala Bagian pada setiap Sekretariat Daerah.
Sedikitnya peserta yang mendaftar (21,35%), hal ini menunjukkan beberapa
kemungkinan : (1) adanya inkonsistensi subyek penelitian terhadap pernyataan diri
sendiri; (2) subyek penelitian menjawab angket/skala tidak dipikirkan dengan
sungguh-sungguh; (3) jawaban terhadap niat untuk berhenti merokok hanyalah lips
service semata atau menjawab secara normatif, menjawab seperti apa yang
dikehendaki oleh masyarakat; serta (4) tidak adanya tekad yang besar dari dalam
diri subyek penelitian.
Dari 41 orang yang mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan, ternyata
34 orang saja yang menghadiri pelatihan. Berdasar wawancara kecil terhadap
empat peserta yang mengikuti pelatihan diperoleh alasan ketidak-hadiran mereka
yang telah mendaftar antara lain adalah adanya tugas mendadak dari atasan dan
tidak masuk kerja yang berarti pula ada keperluan pribadi atau sakit, atau memang
tidak ingin mengikuti pelatihan.
Hasil yang menunjukkan rendahnya subyek yang mengikuti pelatihan
secara implisit menunjukkan bahwa perubahan niat menjadi perilaku ditentukan
oleh kekuatan niat dari dalam diri pelaku, niat yang sungguh, yang keluar dari hati
yang dalam dan bukan “lips service” semata yang hanya untuk menyenangkan
orang lain saja. Lips service dalam hal ini diartikan sebagai social desirability
yaitu menjawab sesuai dengan apa yang secara normatif diinginkan oleh
masyarakat umum. Seseorang yang hendak merubah perilaku harus dimulai
dengan niat dari dalam diri sendiri yang sungguh kuat.
SIMPULAN
Penelitian menemukan bahwa sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan
kemampuan yang dirasakan secara bersama berpengaruh terhadap niat untuk
12
berhenti merokok dengan koefisien determinasi sebesar 37,1%. Penelitian
menunjukkan bahwa dari 266 subyek penelitian yang semuanya adalah perokok
terdapat 72,18% subyek yang berniat untuk berhenti merokok, namun hanya 12,78
% yang sungguh-sungguh berniat untuk berhenti merokok yang ditunjukkan
dengan mengikuti training menghentikan perilaku merokok.
Niat berhenti merokok untuk berubah menjadi sungguh-sungguh tidak
merokok lebih ditentukan oleh kemampuan diri daripada ditentukan oleh
lingkungan. Faktor kemampuan yang dirasakan adalah pengaruh terbesar terhadap
niat untuk berhenti merokok, oleh karena itu apabila diri pribadi merasa mampu
untuk menghentikan perilaku merokoknya, maka niatnya akan sangat kuat, dan
konsekuensi selanjutnya adalah usaha yang sangat besar untuk mewujudkan niat
tersebut.
Penelitian ini memberikan hasil bahwa niat yang dinyatakan oleh perokok
sebagian adalah lips service saja, oleh karena itu disarankan bagi mereka yang
memiliki kebiasaan merokok dan hendak berhenti merokok, cara yang terbaik
adalah menyadari sepenuhnya bahwa berhenti merokok adalah kebutuhan pribadi
dan bukan hanya meng”iya”kan apa yang dinginkan oleh orang lain, agar sesuai
dengan norma sosial. Harus disadari sepenuhnya dan sungguh-sungguh bahwa
kesehatan adalah sangat tinggi nilainya, segala sesuatu tidak ada harganya tanpa
kesehatan dalam badan. Bukan pihak lain yang dapat merubah perilaku, namun
faktor yang terbesar adalah diri sendiri.
Pustaka Acuan
Aditama, T.Y. (1992). Kanker Paru. Jakarta : Arcan.
Ashton, H. & Stepney, R., (1982). Smoking : Psychology and Pharmacology.
London : Cambridge University Press.
Avenevoli, S & Merikangas, K.R. (2003). Familial influences on adolescent
smoking. Addiction, 98, 1 – 20
Cohen, S. Underwood, L.G.; & Gottlieb, B.H. (2000). Social support
measurement and intervention : a Guide for health and social scientists.
New York : Oxford University Press.
De Vries, H. (1989). Smoking prevention in Dutch adolescents. Den Haag : Cip
Data Koninklijks Bibliotheek.
Engels, R.C.M.E. & Willemsen, M. (2004). Communication about smoking in
Dutch families : Associations between anti-smoking socialization and
adolesecent smoking-related cognitions. Health Education Research, 19, 227
– 238.
13
Gilbert, D.G., (1996). Smoking : Individual difference, Psychopathology and
Emotin. Washington : Taylor & Francis, Ltd.
Hanafiah, L., (2010). Kompas.com. http://nasional.kompas.com/read/2010/10/02/
19280569/perokok.Indonesia.Terbesar.Ketiga.Dunia.
Henriksen, L & Jackson, C. (1998). Anti-smoking socialization : Relationship to
parent and child smoking status. Health Research Communication, 10, 87 –
101.
Hewstone, M.; Schut, H.A.W; De Wit, B.P.; Bos, K.V. & Stroebe, M.S. (2007).
The scope of social psychology theory and applications. New York :
Psychology Press.
Jackson, C. (2002). Perceived legitimacy of parental authority and tobacco and
alcohol use during early adolescence. Journal of Adolsecent Health, 31, 425
– 432.
Kazarian, S.S & Evans, D.R. (2001), Handbook of cultural health psychology.
Florida : Academic Press.
Kim, MS (2005). A study on health-related on quality of life, smoking knowledge,
smoking attitude and smoking cessation intention in male smokers. Taehan
Kanho Hakoe Chi, 35 (2), 344 – 352.
Kompas, 6 Februari 2005. DPRD DKI Mensahkan Perda Nomor 75/2005.
Lantz, P.M., Jacobson,P.D., Warner,K.P., Wasserman, J., Pollack, H.A., &
Berson,J. (2002). Investing in youth tobacco control : a review of smoking
prevention and control strategies. Tobacco Control, 9, 47 – 63.
Levy,MR.; Dignan,M.; & Shirrefs, J.A. (1993). Life and health. New York :
Random House.
Loeksono, E. & Wismanto, Y.B., (1999). Perilaku merokok ditinjau dari emotion
focus coping dan type kepribadian. Laporan Penelitian. Semarang : Fakultas
Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.
Manoppo,P.G., (2006). Konsumsi rokok yang menggelisahkan.
http://www.himpsijaya.org/2006/30/konsumsi-rokok-yang-menggelisahkan/
Peraturan Gubernur DKI, Nomor 88 Tahun (2010).
Http://www.linkpdf.com/download/dl/peraturan-gubernur-dki-2010-nomor-
88-pdf.
Sitepoe, M., (1997). Usaha mencegah bahaya merokok. Jakarta : PT Gramedia.
14
Spielberger, C (Ed), (2002). Encyclopedia of applied psychology. Floridan :
Elsevier Academic Press.
Utami, S.S. & Winarno, R.D. (1999). Promosi anti merokok pada remaja awal.
Laporan Penelitian. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik
Soegijapranata.
Wismanto Y.B., (1994). Sikap perokok terhadap kesehatan. Makalah Seminar.
Seminar Ilmiah Dosen Kopertis Wilayah VI. Jawa Tengah.
Sarafino, E.P., (1994). Health psychology, biopsychosicial interaction. The
Second edition. New York : John Wiley & Sons.Inc.
Smeth, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta : PT Grasindho.
Sterling, K.L., Diamond, P.M., Mullen, P.D., Pallonen, U., Ford, K.H., & Mc
Alister, A.L. (2007). Smoking-related self efficacy,beliefs and intention :
assessing factorial validity and structural relationship in 9th
– 12th
grade
current smokers in Texas. Addictive Behaviors, 32 (9) 1863 – 1876.
Vinck, J. (1993). Self management in smoking cessation, In Sibilia, L. and Borgo,
S. 1993, Health Psychology in Cardiovascular Health and Desease. Roma :
The Center for Research in Psychotherapy.
WHO (2003). Tobacco control country profiles.
http://www.who.int/tobacco/global_data/country_profiles/en/index.html