Jurnal 1.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Tugas Seminar Ilmu Faal 1Gangguan Indra Pengecap Akibat Paparan Herpes Simplex Virus pada Penyakit Bells Palsy

Oleh:

KELOMPOK 1:Elita Wijayanti020810002Saka Winias020810003Urdona Proteksia N020810004Yuni Dita020810005Meircurius Dwi C.S020810007Belinda P020810008Ayunda Kharizka I.H020810009Jessica Santoso020810010Christian V B020810011Apriyanti Khairina020810014

ILMU FAAL 1 DEPARTEMEN BIOLOGI ORALFakultas Kedokteran Gigi UNAIRSemester Genap 2008/2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta kemudahan yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Dalam memenuhi tugas Seminar Ilmu Faal 1, makalah ini kami beri judul Gangguan Indra Pengecap Akibat Paparan Virus Herpes Simplex pada Penyakit Bells Palsy. Makalah ini akan dijelaskan secara rinci tentang pengaruh Herpes Simplex Virus (HSV) terhadap indra pengecap, serta menjelaskan mekanisme hubungan keduanya.Kami berharap, dengan ditulisnya makalah ini, kami bisa membantu teman-teman mahasiswa kedokteran gigi untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang penyakit- penyakit yang menyerang sistem saraf, khususnya bells palsy. Selama proses pengerjaan makalah ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:1. Dr. Jenny Sunariani, drg., MS, yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.2. Dosen-dosen Ilmu Faal yang telah memberikan kami pengetahuan lebih tentang sistem saraf.3. Anggota kelompok 1 yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan makalah ini.4. Teman-teman angkatan 2008 yang telah setia berjuang bersama.Kritik dan saran yang membangun akan membantu kami agar makalah ini lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami maupun para pembaca.Surabaya, 28 Mei 2009

Penulis

ABSTRACT

Bells palsy is the paralysis of cranial nerve especially for facial nerve (N.VII) resulting in inability to control facial muscles on the affected side. The main cause of bells palsy is Herpes Simplex Virus (HVS), that activated by bad condition in human, like stress and decreasing of immunity. Bells palsy is connected with gustatory system, as the sensory system for the sense of taste. Gustatory system is the one of sense that can catch the stimulation of chemistry substance. Gustatory system, ,controlled by facial nerve (N.VII), glossopharyngeal nerve (N.IX) and vagus nerve (N.X), has shown some effect that caused by bells palsy, especially, decreasing of sensivity in taste, even taste loss in gustatory system. Knowing the appropriate causes, symptomps, and right handling will be very required to prevent and heal this disease.

Keyword : bells palsy, Herpes Simplex Virus (HSV), gustatory system

DAFTAR ISI

Halaman JudulKata PengantariAbstractiiDaftar IsiiiiDaftar GambarvBab 1Pendahuluan11.1. Latar Belakang11.2. Tujuan Penulisan21.3. Manfaat Penulisan2Bab 2Tinjauan Pustaka32.1.Syndrome Bells Palsy32.1.1.Penyakit Bells Palsy32.1.2.Facial Nerve32.1.3.Epidemiologi Bells Palsy42.1.4.Etiologi dan Patologi Bells Palsy52.1.5.Gejala Bells Palcy62.1.6.Penanganan Bells Palcy82.2.Indra Pengecap102.2.1.Anatomi dan Fisiologi Indra Pengecap112.2.2.Mekanisme Gustatory System15Bab 3Conceptual Mapping17Bab 4Pembahasan19Bab 5Penutup205.1.Kesimpulan205.2.Saran20Daftar Putaka21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Wajah Penderita Syndrome Bells Palsy8Gambar 2.2.Anatomi Lidah11Gambar 2.3.Letak Papilla pada Lidah13Gambar 2.4.Struktur Taste Buds14Gambar 2.5.Lokasi Pengecapan Rasa pada Lidah14Gambar 3.1.Taste Pathway15Gambar 3.3.Mekanisme Pengaruh Penyakit Bells Palsy Terhadap Indra Pengecap17

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMakalah Gangguan pada Indra Pengecap Akibat Paparan Herpes Simplex Virus pada Penyakit Bells Palsy ini dikembangkan dari 2 topik berbeda yang kemudian dihubungkan oleh beberapa sebab akibat. Topik pertama adalah bells palsy. Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan facialis tipe lower motor neuron akibat paralisis nervous facial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya akibat paparan herpes simplex virus (HSV). Lokasi cedera facial nerve pada bells palsy adalah di bagian perifer nukleus facial nerve (N.VII). Cedera tersebut terjadi di dekat geniculate ganglion. Salah satu gejala bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan.Topik kedua adalah gangguan indra pengecap. Indra pengecap adalah salah satu indra yang mampu menangkap rangsangan berupa zat kimia. Pengecapan adalah fungsi utama dari taste buds di dalam rongga mulut tepatnya pada lidah. Pada indra pengecap dikendalikan oleh 3 cabang cranial nerve, yaitu facial nerve (N.VII), glossopharyngeal (N.IX), dan vagus nerve (N.X). Facial nerve (N.VII )tersebut tentu akan ikut terpengaruh bila penderita mengalami bells palsy, yang artinya salah satu keluhan yang diakibatkan adalah berkurangnya atau hilangnya daya pengecapan. Pada penderita bells palsy, facial nerve (N.VII) diserang oleh herpes simplex virus (HSV) sehingga mengalami gangguan pada indra pengecap. Mekanisme lebih lanjut akan dijelaskan pada bab pembahasan.Setelah mempelajari fakta-fakta yang disajikan, dapat disimpulkan beberapa poin penting berupa penyebab, gejala, serta cara penanganan bells palsy, dan ide tentang hal-hal yang dapat ditempuh untuk upaya pencegahan.

1.2. Tujuan PenulisanMengetahui gangguan atau kelainan pada indra pengecap sebagai akibat dari paparan herpes simplex virus (HSV) pada penderita bells palsy.

1.3. Manfaat PenulisanMakalah ini disusun untuk menambah wawasan pembaca tentang ganguan atau kelainan indra pengecap akibat herpes simplex virus (HSV) pada penderita bells palsy serta upaya pencegahannya.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Syndrome Bells Palsy2.1.1 Penyakit Bells PalsyBells palsy adalah nama penyakit yang menyerang facial nerve (N.VII), sehingga menyebabkan kelumpuhan pada otot wajah disalah satu sisi. Ditandai dengan susahnya menggerakkan otot wajah dibagian yang terserang, seperti mata tidak bisa menutup. Penyebab kelumpuhan ini masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli menyatakan penyebabnya adalah karena terpapar angin dingin disalah satu sisi wajah secara terus menerus, ada juga yang menyatakan hal itu disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) yang menetap ditubuh dan aktif kembali karena trauma, faktor lingkungan, dan stress. Sebagian penderita bisa sembuh tanpa pengobatan, tapi disarankan untuk menjalani terapi dan pengobatan agar bisa segera sembuh.12.1.2 Facial Nerve (N.VII)Facial nerve (N.VII) memiliki fungsi sensorik dan motorik terhadap wajah. Sensorik facialis nerve (N.VII) terletak di dalam geniculate ganglion. Sensorik facialis nerve (N.VII) untuk reseptor indera pengecap terdapat pada dua pertiga lidah bagian anterior, dan motorik facialis nerve (N.VII) berasal dari nuclei motor pada pons, serta berfungsi untuk menggerakkan otot-otot mimik wajah. Facialis nerve (N.VII) melewati canalis acustic internal hingga ke canalis facialis dan berakhir pada foramen stilomastoideus. Facialis nerve (N.VII) bercabang membentuk cabang temporal, zygomatic, buccal, mandibular, dan cervical.2Sensorik facialis nerve (N.VII) mengatur proprioceptor pada otot-otot mimik, menimbulkan sensasi tekanan yang dalam pada wajah dan menerima informasi pengecapan dari reseptor di sepanjang dua pertiga lidah bagian anterior. Serabut motorik somatic dari facialis nerve (N.VII)

mengontrol otot-otot superficial dari scalp (kulit kepala), wajah, dan otot-otot profundus di dekat telinga. Facial nerve (N.VII) membawa serabut preganglionc autonomic ke sphenopalatine dan submandibular ganglia. Serabut postganglionic dari sphenopalatine menginervasi glandula lacrimalis dan glandula kecil dari cavity nasalis dan pharyng. Submandibular ganglia menginervasi glandula submandibular dan sublingualis.3Bells palsy adalah kelainan cranial nerve yang disebabkan karena peradangan pada facial nerve (N.VII). Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi virus. Beberapa gejalanya adalah paralisis pada otot facial di sisi yang terinfeksi dan kehilangan kemampuan untuk mengecap pada dua pertiga bagian anterior dari lidah. Kondisi ini biasanya tidak menimbulkan nyeri dan pada kebanyakan kasus menghilang setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.4

2.1.3Epidemiologi Bells PalsyPeluang terjadinya bells palsy setiap tahunnya adalah 20 dari 100.000 populasi, dan meningkatnya kejadian seiring dengan umur. Bells palsy diderita oleh sekitar 40.000 orang di AS setiap tahun. Ditemukan juga penyakit turunan pada sekitar 4 sampai 14% kasus. Bells palsy lebih rentan 3 kali menyerang wanita yang tak hamil, serta 4 kali lebih sering diderita orang dengan penyakit diabetes dibandingkan pada kondisi normal.5Bells palsy adalah penyebab umum dari kelainan facial unilateral. Kejadian rata-rata adalah 10 sampai dengan 30 kasus untuk setiap 100.000 orang dalam satu populasi. Tak ada batasan umur bagi seseorang untuk beresiko terkena penyakit ini, namun penyakit ini umumnya menyerang antara usia 15-45, baik pria maupun wanita memiliki peluang yang sama, begitu juga sisi wajah kiri maupun kanan berpeluang sama untuk terkena bells palsy. Sekitar 7-10% kasus menyerang bagian wajah secara ipsilateral maupun kontralateral. Ada 8- 10% pasien yang positif menderita bells palsy karena keturunan.6

2.1.4Etiologi dan Patologi Bells PalsyMenurut perkiraan para ahli penyebab bells palsy adalah virus. Akan tetapi, baru beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena pada umumnya kasus bells palsy sekian lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasi gen Herpes Simplex Virus (HSV) dalam geniculate ganglion penderita bells palsy. Dahulu yang kita ketahui sebagai pemicu bells palsy adalah terpapar angin atau suhu yang ekstrem misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela terbuka dianggap sebagai pemicu bells palsy. Selain itu penyebab yang lain adalah perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba seperti menyelam dan terbang, serta otitis media akut atau inflamasi di telinga tengah. Akan tetapi, sekarang banyak yang meyakini Herpes Simplex Virus (HSV) sebagai penyebab bells palsy.7Tahun 1972, McCormick pertama kali mengusulkan Herpes Simplex Virus (HSV) sebagai penyebab paralisis fasial idiopatik. Dengan analaogi bahwa Herpes Simplex Virus (HSV) ditemukan pada keadaan masuk angin (panas dalam/cold sore), dan beliau memberikan hipotesis bahwa Herpes Simplex Virus (HSV) bisa tetap dorman dalam geniculate ganglion. Sejak saat itu, penelitian memperlihatkan adanya Herpes Simplex Virus (HSV) dalam geniculate ganglion pasien bells palsy. Dengan melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural facial nerve (N.VII), penderita bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan Herpes Simplex Virus (HSV) dalam cairan endoneural. Apabila Herpes Simplex Virus (HSV) diinokulasi pada telinga dan lidah tikus, maka akan ditemukan antigen virus dalam facial nerve (N.VII) dan geniculate ganglion.8 Herpes Simplex Virus (HVS), Cytomegalo yang banyak ditularkan lewat ciuman. Virus Herpes Simplex (HVS) ditularkan antara lain lewat berciuman (juga pada anak-anak oleh orang tua), handuk, saputangan, dan sariawan, lalu membawanya sebagai pembawa (carrier). Dalam tubuh pembawa, virus dalam keadaan tenang tanpa mengganggu. Baru jika tubuh yang ditumpangi sedang menurun kondisinya, virus berubah jadi ganas, dan menyerang tubuh yang ditumpanginya. Selain virus dan bakteri, infeksi telinga tengah bisa juga menjadi penyebab penyakit bells palsy, termasuk kondisi autoimun. Kemunculan faktor penentu virus ini menyerang adalah seperti sedang sakit menahun dan ada trauma fisik maupun mental. Facial nerve (N.VII) mengalami peradangan, lalu membengkak, dan terjepit di liang tulang bawah telinga yang dilaluinya. Jepitan pada saraf yang sedang membengkak ini yang menimbulkan gejala bells palsy yang khas itu.9

2.1.5 Gejala Bells PalsyKarena saraf pada bagian wajah memiliki banyak fungsi dan kompleks, kerusakan atau gangguan fungsi pada saraf tersebut dapat mengakibatkan banyak masalah. Penyakit ini seringkali menimbulkan gejala-gejala klinis yang beragam akan tetapi gejala-gejala yang sering terjadi yaitu wajah yang tidak simetris, kelopak mata tidak bisa menutup dengan sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati rasa pada salah satu bagian wajah. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai dengan adanya hiperakusis (sensasi pendengaran yang berlebihan), telinga berdenging, nyeri kepala dan perasaan melayang. Hal tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam dua hari. Keluhan yang terjadi diawali dengan nyeri pada bagian telinga yang seringkali dianggap sebagai infeksi. Selain itu juga terjadi kelemahan atau paralisis otot, Kerutan dahi menghilang, Tampak seperti orang letih, Hidung terasa kaku terus - menerus, sulit berbicara, sulit makan dan minum, sensitive terhadap suara (hiperakusis), salivasi yang berlebih atau berkurang, pembengkakan wajah, berkurang atau hilangnya rasa kecap, air liur sering keluar, air mata berkurang, alis mata jatuh, kelopak mata bawah jatuh, sensitif terhadap cahaya.1Selain itu masih ada gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu, pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong terlebih saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita menutup kelopak matanya maka bola mata akan tampak berputar ke atas. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur maka air akan keluar ke sisi melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi..10,11

a. Lesi di luar foramen stylomastoideusMulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang, lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka aur mata akan keluar terus menerus.10

b. Lesi di canalis facialis (melibatkan chorda tympani)Gejala dan tanda klinik seperti pada lesi di luar foramen stylomastoideus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya intermedius nerve, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana chorda tympani bergabung dengan facial nerve (N.VII) di canalis facialis.8

c. Lesi di canalis facialis lebih tinggi lagi (melibatkan musculus stapedius)Gejala dan tanda klinik seperti pada lesi di luar foramen stylomastoideus, lesi di canalis facialis, ditambah dengan adanya hiperakusis.

d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)Gejala dan tanda klinik seperti lesi di luar foramen stylomastoideus. Lesi di canalis facialis, lebih tinggi lagi disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di tympani membrane dan conchae. 11

e.Lesi di daerah meatus acusticus internaGejala dan tanda klinik seperti lesi di luar foramen stylomastoideus, lesi di canalis facialis, lesi di canalis facialis lebih tinggi lagi, lesi di tempat yang lebih tinggi lagi, ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya vagus nerve (N.X).8

f. Lesi di tempat keluarnya facial nerve (N.VII) dari pons.Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya trigeminus nerve (N.V), vagus nerve (N.X), dan kadang-kadang juga abducens nerve (N.VI), accessory nerve (N.XI), dan hypoglossal nerve (N.XII).10

Gambar 2.1 : wajah penderita sindrom bells palsy11

2.1.6 Penanganan Bell,s Palsy

1. Istirahat terutama pada keadaan akut.2. Medikamentosa Selain itu, dari tinjauan terbaru menyimpulkan bahwa pemberian kortikosteroid dalam tujuh hari pertama efektif untuk menangani bells palsy. Pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus bells palsy yang secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi udem dan mempercepat reinervasi.12 Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu.

1. Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. a. Penanganan mataBagian mata juga harus mendapatkan perhatian khusus dan harus dijaga agar tetap lembab, hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pelumas mata setiap jam sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap malam.13b. Latihan wajahKomponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam optimalisasi terapi adalah latihan wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan tetapi kualitas latihan lebih utama daripada kuantitasnya.14 Sehingga latihan wajan ini harus dilakukan sebaik mungkin. Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah, hal ini berguna mengingkatkan aliran darah pada otot-otot wajah. Kemudian latihan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan wajah tertentu yang dapat merangsang otak untuk tetap memberi sinyal untuk menggerakkan otot-otot wajah. Sebaiknya latihan ini dilakukan di depan cermin. Gerakan yang dapat dilakukan berupa:a. Tersenyumb. Tertawac. Mencucurkan mulut, kemudian bersiuld. Mengatupkan bibire. Menutup dan membuka mulutf. Mengerutkan hidungg. Mengerutkan dahih. Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara manuali. Mengangkat alis secara manual dengan keempat jari

2. Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.3. Terapi penyinaran atau pemanasan ditujukan pada daerah bawah telinga yang mengalami penyumbatan atau pembengkakan dimana aliran darah menjadi tidak lancar.4. Denyut setrum yang tujuannya agar syaraf muka yang tidak aktif dapat aktif lagi.12,13,14

2.2.Indra PengecapIndra pengecap merupakan indra yang penangkap rangsangan berupa zat kimia. Rangsangan yang diterima oleh indra pengecapan tersebut diatur oleh gustatory system. Gustatory system adalah sistem sensoris bagi indera pengecapan. Pengecapan adalah fungsi utama dari taste buds di dalam rongga mulut, lebih tepatnya pada lidah. Reseptor pengecapan terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel epitel yang telah termodifikasi, dan membentuk kelompok di dalam taste buds. Beberapa diantaranya disebut sebagai sel sustentakular dan lainnya disebut sebagai sel pengecap. Sel-sel pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari sel-sel epitel disekitarnya, sehingga beberapa diantaranya adalah sel muda dan dan lainnya sel matang yang terletak ke arah bagian tengah inderadan akan segera terurai dan larut. Ujung-ujung luar dari sel pengecap tersusun disekitar pori-pori pengecap (taste pore) yang sangat kecil. Pada setiap sel-sel pengecap terdapat rambut pengecap (gustatory hair) atau microvilli, yang menonjol ke luar menuju ke pori-pori pengecap (taste pore), yang mengarah ke rongga mulut. Rambut-rambut pengecap (gustatory hair) dapat membangkitkan aksi potensial ketika mendapat stimulus kimia yang larut dalam saliva. Oleh karena itu, reseptor ini dikategorikan sebagai kemoreseptor. 15,16,17

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Indra Pengecap1. Struktur dari organ rasa (taste buds) atau organ gustasi terletak di permukaan dari lidah di dalam papillae, terdiri dari sel reseptor (gustatory cell) dikelilingi oleh sel penyangga epitel, ujung yang bebas memiliki microvilli yag disebut dengan rambut perasa yang diteruskan melalui pembukaan di dalam taste bud yang dinamakan taste pore.2. Dapat merasakan lima rasa utama : manis, asam, pahit, asin dan umami.3. Pathway gustatory meleburnya bahan kimia menyebabkan aksi potensial dalam neuron sensorik yang terletak di basis dari sel gustatorim turun ke cranial nerve menuju medulla oblongata, dan diterima oleh thalamus, disalurkan ke korteks cerebri.18

Gambar 2.2 : Anatomi lidah18

Taste buds adalah struktur kecil yang terletak pada permukaan atas dari lidah, palatum lunak, permukaan atas esophagus dan epiglotis yang menyediakan informasi tentang rasa dari makanan yang masuk ke dalam tubuh. Struktur ini terlibat dalam pendeteksian lima elemen dari persepsi rasa: asin, asam, pahit, manis , dan umami (savory). Melalui celah kecil di dalam epitelium lidah, yang disebut taste pore, bagian dari makanan yang larut dalam saliva mengalami kontak dengan reseptor rasa. Hal itu terletak pada puncak dari sel reseptor rasa yang mengkonstitusi taste buds. Sel reseotir rasa mengirim informasi yang dideteksi oleh cluster dari berbagai reseptor dan kanal ion ke gustatory area di otak melalui facial nerve (N.VII), glossopharyngeal nerve (N.IX), dan vagus nerve (N.X). 19Lidah manusia mempunyai kira kira 10000 taste buds (papilla pengecap) yang berbentuk seperti benjolan kecil berwarna merah pada sebagian besar bagian lidah. Pada mamalia, taste buds terletak pada pangkal rongga mulut, pada faring, epiglottis laring, dan pintu masuk pada esofagus. Taste buds pada epitel dorsum lingual merupakan bagian yang paling banyak. Taste buds tersebut dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:a. Papilla fungiformis, terletak pada bagian lidah paling anterior. Papilla ini dihubungkan oleh chorda tymphani yang merupakan cabang dari facial nerve (N.VII). Papilla ini terlihat seperti titik titik merah pada lidah (berwarna merah karena papilla ini kaya akan pembuluh darah). Terdapat kira kira 1120 taste buds pada papilla ini. b. Papilla foliata, terletak pada ujung lidah agak anterior pada garis circumvallate. Papilla papilla ini sensitive pada rasa asam. Papilla papilla ini juga dihubungkan oleh glossopharyngeal nerve (N.IX). Kira - kira terdapat 1280 taste buds pada papilla ini. c. Papilla circumvalata, merupakan papilla yang terlihat seperti tenggelam, dan mempunyai semacam kotak yang memisahkannya dari dinding dinding sekelilingnya. Taste buds terletak didalam papilla. Papilla ini juga terletak pada garis circumvalata dan berperan pada sensitivitas asam dan pada 2/3 bagian posterior lidah. Papilla ini dihubungkan dengan glossopharyngeal nerve (N.IX). Pada papilla ini, terdapat kira kira 2200 taste buds. d. Papila filiformis hanya bersifat mekanik dan tidak berfungsi sebagai pengecap karena tidak mengandung taste bud. 20

Gambar 2.3 : Letak papilla pada lidah20

Setiap taste bud berbentuk flask-like, berbasis lebar, bertumpu pada corium, dan lehernya terbuka, pori gustatori, di antara sel-sel epithelium. Bud ini terbentuk dari dua macam sel yaitu sel penyangga dan gustatory cells. Sel penyangga (sustentacular) kebanyakan diatur seperti staves of cask, dan membentuk amplop luar untuk bud. Sebagian, ditemukan di bagian interior dari bud di antara gustatory cells. Gustatory cells, merupakan chemoreseptor, yang mengisi bagian tengah dari bud, berbentuk spindle, dan masing-masing memiliki nucleus spherical di dekat bagian tengah dari sel.19Akhir periferal dari sel berterminasi di gustatory pore dalam filamen yang berupa rambut, merupakan gustatory hair. Proses sentral melewati bud dengan ekstrimitas yang dalam, dan di sana diakhiri dalam single atau bifurcated varicosities. Fibril saraf setelah kehilangan medullary sheath memasuki taste bud, dan diakhiri di antara gustatory cells, saraf fibril lain menjalar di antara sel penyangga dan berterminasi di fine extremities; Hal ini, dianggap sebagai sensasi biasa dari saraf dan bukan gustatori. 18

Gambar 2.4 : Struktur Taste Buds.18

Pada gustatory system terdapat lima sensasi rasa yaitu, rasa manis, pahit, dan umami ( savory), yang bekerja dengan signal melalui reseptor dengan aktivasi G-protein serta rasa asam dan asin, yang berkerja dengan kanal ion. 19

Gambar 2.5 : Lokasi pengecapan rasa pada lidah19

Keterangan :1. Rasa pahit2. Rasa asam3. Rasa asin4. Rasa manis19

2.2.2 Mekanisme Gustatory System

Gambar 3.1 : Taste Pathways20Gyrus Post CentralisInsulaNucleus Postero Medial Ventral ThalamusAkson Nucleus SoliteriusAkson Tractus SoliteriusFacialis Nerve Glossopharyngeus & VagusTaste Buds pada Lidah

Serabut saraf sensorik dari taste buds di dua pertigaan anterior lidah berjalan di dalam cabang chorda tymphani facialis nerve (N.VII) dan serabut dari dua pertiga posterior lidah mencapai batang otak melalui glossopharyngeal nerve (N.IX). Serabut dari daerah lain selai lidah mencapai batang otak melalui vagus nerve (N.X). Disetiap sisi, serabut pengecap yang mengandung myelin tetapi mengantarkan impuls relative lambat di ketiga saraf tersebut menyatu di bagian gustatorik nucleus traktus solitarius di medulla oblongata. Dari sini, akson dari neuron tingkat kedua naik di lemniscus medialis ipsilateral dan pada primate berjalan langsung ke nucleus postero medial ventral thalamus. Dari thalamus, akson dari neuron tingkat ketiga berjalan dalam radiasi thalamus ke face area korteks somato sensorik di gyrus post centralis ipsilaterral. Aksonakson tersebut juga berjalan ke bagian anterior insula yang terkait terletak di sebelah anterior dari face area gyrus post centralis dan mungkin merupakan area yang memperantarai persepsi sadar pengecapan dan pembagian pengecapan.20

BAB 3CONCEPTUAL MAPPING

Gambar 3.2 : Mekanisme bells palsy terhadap indra pengecap.AktifKeradangan padaFacial Nerve di salah satu sisi tubuhPembengkakanPasokan darah berkurangFungsi Sel tergangguTransmisi impuls ke otak tergangguNucleus tractusAkson nucleus soliteriusNucleus Postero Medial Ventral ThalamusPost GyrusInsula Taste Loss UnilateralStressHandukSapu tanganSariawanHerpes Simplex Virus (HSV)InaktifImunitas menurunMasuk dalam tubuh

BAB 4PEMBAHASAN

Penyakit bells palsy disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) yang masuk ke dalam tubuh melalui handuk, sapu tangan, sariawan, dan ciuman (baik dari orang tua). Herpes simplex virus (HSV) dalam tubuh umumnya dalam keadaan tidak aktif. Tetapi pada saat tubuh dalam kondisi imunitas yang menurun dan mengalami stres baik fisik maupun psikologi, herpes simplex virus (HSV) menjadi aktif dan menyerang tubuh. Herpes simplex virus (HSV) ditemukan di geniculate ganglion postmoterm yang ada di endoneural fluid dari facial nerve (N.VII).Pada penyakit bells palsy terjadi peradangan pada facial nerve (N.VII) sehingga terjadi pembengkakan dan facialis nerve (N.VII) terjepit di foramen stilomastoideus. Jepitan pada saraf ini menimbulkan gejala penyakit bells palsy diantaranya adalah lesi di luar foramen stilomastoideus, lesi di canalis facialis (melibatkan chorda tympani), lesi di canalis facialis lebih tinggi lagi (melibatkan musculus stapedius), lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum), lesi di daerah meatus acusticus interna.Virus yang aktif ini dapat menyerang facial nerve (N.VII) dan terjadi peradangan facial nerve (N.VII) pada salah satu sisi tubuh. Peradangan pada facial nerve (N.VII) dapat mengakibatkan pembengkakan, sehingga pasokan darah berkurang. Pada pembengkakan facial nerve (N.VII) terjadi pembesaran ukuran neuron dan tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan darah. Sehingga nutrisi dan O2 untuk aktivitas neuron facial nerve (N.VII) berkurang yang mengakibatkan fungsi facial nerve (N.VII) menurun. Akibatnya transmisi impuls yang berasal dari makanan yang merangsang reseptor pada taste buds di lidah terganggu. Sehingga impuls tidak diteruskan ke traktus solitarius yang mengakibatkan gyrus post centralis tidak dapat mempersepsikan rasa makanan. Maka penderita bells palsy akan kehilangan daya pengecapan pada salah satu sisi tubuhnya.

BAB 5PENUTUP

4.1KesimpulanPenyakit bells palsy yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) dapat menyebabkan gangguan pada indera pengecapan , karena menyerang facialis nerve (N.VII) pada dua per tiga anterior lidah.

4.2 SaranInformasi mengenai syndrom bells palsy masih kurang, dan pembaca diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyakit ini sehingga dapat diketahui penyebab-penyebab lain dan penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Bells Palsy. Available from : en.wikipedia.org. Accessed on May 25th 2009.2. Martini. 2001. Fundamemntal of Anatomy and Physiology. 5th. New Jersey: Prentice Hall, Inc. p.469.3. Tortora, GJ and Grabowski, SR. 1993. Principle of Anatomy and Physiology. 7th ed. New York: Biological Science Textbook, Inc. p. 434.4. Shier, D, Butler, J, Lewis, R .2002. Human Anatomy and Physiology. New York. McGrawhill. pp. 429-4335. Lindsay, DT. 1996. Functional Human Anatomy. USA: Mosby-year book Inc. pp. 591-5946. Lee E. Herman, MD. Bells Palsy. Available from : intmedweb.wfubmc.edu. Accessed on May 25th 2009.7. Monnell K. Bells Palsy. 2006. Available from: www.eMedicine.com. Accesed on May 25th 2009.8. Swartz, MH. 1995. Buku Ajar Diagnostic Fisik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Pp. 346-349.9. Banati R. Neuropathological imaging: in vivo detection of glial activation as a measure of disease and adaptive change in the brain. 2003. Vol:65:121-131. Available from: http://bmb.oxfordjournals.org/cgi/content/full/65/1/121. Accesed on May 25th 2009.10. Turana, Yuda. 2009. Kelumpuhan wajah sebelah ,kemungkinan Anda menderita Bell`s Palsy. Available from www. Medikaholistik.com. Accesed on June 2nd 2009.11. Anonymous. Bells Palsy. Available from: http://medicastore.com/penyakit/333/Bell%27s_Palsy.html. Accesed on June 2nd 2009.12. Akbar Soltanzadeh, Maryam Sharifi, Yashar Ilkhchoui, Hajir Sikaroodi. 2008. Isolated facial palsy in Iranian multiple sclerosis patients. Neurology Asia; 13. pp:73-7513. Hideto Miwa, Tomoyoshi Kondo, Yoshikuni Mizuno. 2002. Bells Palsy-induced blepharospasm. J.Neurol; 249. pp:452-45414. Martina Minnerop et all. 2008. Bells Palsy Combined treatment of famciclovir and prednisone is superior to prednisone alone. J.Neurol; 255 pp:1726173015. Wiley Publishing, Inc. Taste. Available from : www. Cliffnotes.com. Accessed on May 20th 2009.16. Anonymous. Gustatory Sense. Available from : www.medical-look.com/human_anatomy. Accesed on May 25th 2009.17. Guyton AC and Hall JE .2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadehelpia : Elsevier Saunders. pp. 841-842.18. Tortora, G. J. 1990. Principles of anatomy and physiology. 6th ed. New York, Harper and Row Publisher. P.43219. Jacob,Tim. Taste (Gustation). Available from : www.cf.ac.uk. Accesed on May 26th 2009.20. Ganong, W.F. 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. San Francisco, McGraw-Hill Conpanies. pp. 198-200.