Upload
lia-dewi-mustika
View
85
Download
7
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
KRITISI JURNAL
Nurse and paramedics in partnership: Perceptions of a new response to low-priority ambulance calls
Reguler 2/K3LN Oleh:
Lia Dewi Mustika Sari 125070200111010
Lia Amalia Rizka 125070200111012
Ilya Nur Rachmawati 125070200111018
Slamet Eko Raharjo 125070201131019
Iskadarsih 12507020113120
Vivi Wulan Aguspriyanti 125070201131021
Fepti Yulita 125070201131022
Farikhah Mahdalena 125070201131023
Istafa Alanisa 125070207131011
Indah Angelica 125070207131012
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas kritisi jurnal ini yang
berjudul “Nurse and paramedics in partnership: Perceptions of a new response to low-
priority ambulance calls.”
Tidak lupa kami ucapkan kepada dosen fasilitator dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Pembuatan tugas kritisi jurnal ini merupakan salah satu tugas mahasiswa ilmu
keperawatan yang dibuat untuk menyelesaikan tugas dalam blok fundamental
pathophisiology and nursing care of emergensy system.
Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. hal
ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki,
namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan
dokumen atau sumber informasi, memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah ini di waktu
yang akan datang. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan
pembaca pada umumnya.
Malang, 5 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1.2Tujuan
1.3Identifikasi jurnal
BAB II : IDENTIFIKASI TOPIK
2.1 Identifikasi topic
2.2 Analisa Topik
2.3 Kelebihan dan Kekurangan
BAB III : PEMBAHASAN
3.1 Aplikasi di Indonesia
BAB IV: PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan dari layanan ambulan emergensi baik nasional maupun
internasional telah meningkat dalam akhir-kahir ini. Sekarang ini di UK, tuntutan
pelayanan ambulan meningkat 6-7% tiap tahunnya (sekitar 250.000 panggilan dalam
setahun). Bagaimanapun, penelitian telah menunjukan perbendingan yang signifikan
dari panggilan yang tidak darurat. Di UK, departemen kesehatan telah melaporkan
bahwa hanya 10% pasien yang memanggil 999 dengan kondisi yang mengancam
nyawa dan sekitar 50% dari pasien yang diantar ke rumah sakit yang seharusnya
bisa ditangani di tempat.
Biasanya, ambulan emergensi fokus melayani pada kasus yang
membutuhkan resusitasi, trauma, dan pelayanan akut lainnya, yang sejalan dengan
kebijakan. Intervensi untuk memberikan respon yang tepat terhadap panggilan
prioritas rendah telah di teliti. Diantaranya prioritas panggilan 999, memberikan
anjuran melalui telepon, menggunakan kendaraan alternativ, mempertimbangkan
alternatif di tempat, dan implementasi peran baru antara profesi petugas
kesehatanseperti praktisi pelayanan emerjensi.
Secara keseluruhan , sedikit data tersedia pada potensi efek merugikan
dalam memberikan respon alternatifpada panggilan ambulan prioritas rendah atau
pada persefsi pasien dan staf terhadap kualitas pelayanan dan ketika alternatif
pelayanan di implementasikan.
Tujuan dari intervensi, termasuk para pekerja profesional antara perawat
dengan petugas medis, dalam mengobati pasien di rumah yang ketika tepat akan
meningkatkan hasil untuk pasien dengan menurunkan kebutuhan mereka untuk di
bawa ke departemen emergensi (Eds). Hal ini dipecayai bahwa kemampuan
perawatan akut petugas mediskombinasi dengan kemampuan perawatan komunitas
dari staf perawat akan memungkinkan lebih banyak pasien, dengan kondisi tidak
mendesak, menjadi lebih bisa di kaji sepenuhnya dan ditangani di tempat. Dalam
persiapan untuk peran mereka di pelayanan ambulans, perawat menerima pelatihan
dalam bantuan hidup lebih lanjut dan menjahit luka. Demonstarsi pendekatan
kolaborasi yang sejalan dengan kebijakan pemerintahan UK adalah untuk
meningkatkan pekerja yang profesional dalam usaha meningkatkan tujuan
pelayanan dan memaksimalkan hasil bagi pasien.
1.2 Tujuan dalam Jurnal
Jurnal yang berjudul Nurses and paramedics in partnership: Perceptions of a
new response to low-priority ambulance calls ini bertujuan untuk mengeskplor
pengalaman dari para staf dan pasien, dan untuk mengkaji kerugian pada keefktipan
dari pilot. Penelitian dalam jurnal ini berfokus pada pengalaman dari para staf dan
pasien.
1.3 Identitas jurnal
1. Title : Nurses and paramedics in partnership: Perceptions of a new
response to low-priority ambulance calls
2. Author : Ina Machen MA, Angela Dickinson, Julia Williams, Dono Widiatmoko.
3. Years : 2007
4. Language : English
5. Journal : Accident and Emergency Nursing,
6. Volume : 151
7. Page : 185-192
BAB II
ISI JURNAL
2. 1 Identifikasi jurnal
Kebutuhan akan layanan ambulans darurat meningkat terus menurus setiap
tahun, di Inggris peningkatan terjadi 6-7 % (rata-rata 250.000 panggilan per tahun).
Penelitian menunjukkan bahwa proporsi panggilan yang signifikan tersebut tidak
menjamin respon yang darurat. Departemen Kesehatan UK melaporkan hanya 10%
dari penelpon 999 yang benar benar dalam keadaan darurat.
Pelayanan ambulans darurat meliputi resusitasi, perawatan trauma dan
penyakit akut sesuai dengan kebijakan. Baru-baru ini intervensi untuk memberikan
tanggapan yang lebih tepat terhadap panggilan ambulans dengan kondisi gawat
darurat yang rendah sedang dikembangkan, seperti: prioritas dalam panggilan 999,
pemberian nasihat lewat telfon, menggunakan kendaraan alternatif, dan
pertimbangan perawatan di TKP serta implementasi peran baru pada pekerja
kesehatan seperti pratisi kegawatdaruratan. Secara umum, hanya sedikit data yang
ada bisa mencapai cost effectiveness dalam penyediaan layanan alternatif untuk
panggilan ambulans dengan kondisi gawat darurat yang rendah atau persepsi pasien
dan staff terhadap kualitas pelayanan ketika pelayanan alternatif diimplementasikan.
Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang peneliti dari Bedfordshire and
Hertfordshire Ambulance and Paramedic Service and Bedfordshire Heartlands
Primary Care Trust untuk melakukan penelitian dalam mengevaluasi layanan
percobaan dimana perawat dan paramedis dikirim bersamaan untuk memenuhi
panggilan ambulans dengan kondisi gawat darurat rendah pada wilayah yang sudah
ditentukan.
Tujuan intervensi oleh perawat dan paramedis untuk merawat pasien di
rumah dalam mengurangi kebutuhan akan transfer pasien ke unit emergensi. Untuk
mengantisipasi peningkatan biaya karena penambahan satu perawat pada tim
ambulans bisa digantikan oleh penurunan jumlah pasien yang diantar ke ruang unit
emergensi dan selanjutnya mengurangi pengeluaran Rumah Sakit.
Sebagaimana diketahui kombinasi paramedis ahli penyakit akut dan perawat
komunitas akan memungkinkan lebih banyak pasien dengan kondisi tidak mendesak
bisa dikaji dan ditreat di TKP. Untuk persiapan maka perawat mendapat pelatihan
tentang advanced life support dan menjahit luka.
Penelitian ini dilakukan karena UK tidak menempatkan perawat pada
pelayaan pre-hospital, berbeda dari negara lain seperti Australia, Amerika, dan
Swedia. Berdasarkan penelitian Melby & Ryan (2005) perawat sangat berkontribusi
untuk perawatan pasien pra-hospital.
Pendekatan kolaboratif ditunjukkan dalam proyek percontohan ini sejalan
dengan kebijakan pemerintah Inggris yang mencerminkan kebijakan internasional
dalam mempromosikan kerja interprofesional dalam upaya memenuhi peningkatan
tuntutan kesehatan.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman staff
dan pasien serta menyelidiki efektivitas dari segi biaya untuk intervensi percobaan
ini.
2. 2 Analisa jurnal
Metode penelitian
Panggilan yang tepat untuk emergensi pada studi percontohan diidentifikasi
menggunakan sistem Computer Aided Dispatch (CAD), atau ketika ada
pelayanan standar yang kemudian diserahkan pada pelayanan percontohan jika
kru ambulan mengkaji bahwa pelayanan percontohan dapat memberikan respon
yang lebih tepat.
Kedua metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengevaluasi inovasi
ini. Kuisioner sejumlah 256 dibagikan pada pasien yang pernah mendapat
pelayanan ambulan emergency call prioritas rendah; dengan 128 pasien yang
mendapat pelayanan percontohan dan 128 pasien yang mendapat pelayanan
standar. Kuisioner berisi dua pertanyaan yang mengenai pandangan klien
tentang pelayanan tersebut.
Kuisioner yang telah diisi dan dikembalikan pada tim penelitian berarti
partisipan bersedia untuk diwawancarai. Wawancara semi-terstruktur dibuat
untuk mengeksplorasi pengalaman dan persepsi saat mendapat pelayanan.
Kedua grup fokus grup dibuat dengan staff; satu di awal proyek dan satu di
akhir. Ini digabungkan menjadi satu untuk mendapat informasi yang mendalam
tentang pelayanan intervensi. Partisipan terdiri dari lima perawat dan enam
paramedis yang masuk dalam pelayanan percontohan.
Pemerintah dan Etik Manajemen Penelitian telah menyetujui dan telah
menulis persetujuan partisipan.
Hasil
Tingkat respon terhadap kuesioner rendah, yakni:
- Kelompok Percontohan: 27 dari 128 kuesioner dikembalikan.
- Kelompok layanan standar: 37 dari 128 kuesioner dikembalikan.
Tingkat respons keseluruhan adalah 25% meskipun telah digunakan
metode berbeda untuk meningkatkan respon ini dengan bergerak dari
Pendekatan ‘opt-in’, di mana pasien dikirim informasi tentang penelitian dan
diundang untuk berpartisipasi dengan mengembalikan formulir, menjadi
pendekatan 'opt-out', di mana pasien dikirim kuesioner langsung. Perubahan ini
disetujui oleh Komite Etika Penelitian Lokal.
Sembilan belas orang yang telah selesai mengisi kuesioner, mereka
bersedia diwawancarai tapi delapan orang kemudian menarik diri, terutama
karena kelemahan atau ingatan yang buruk. Wawancara dilakukan dengan lima
peserta dalam pelayanan percontohan dan enam di layanan standar.
Wawancara berlangsung sekitar 30 dan 50 menit dan berlangsung rumah
pasien.
Dari 11 orang yang diwawancarai (sembilan wanita, dua laki-laki)
sembilan lebih dari 65 tahun (kisaran 39-84 tahun). Semua orang pernah
mendapat layanan percontohan (n = 5) juga menerima pelayanan standar
bahkan dibawa sampai ke ED (N = 6). Lima orang mengaku pernah sampai
dirawat inap, satu orang pernah mengalami episode hipoglikemia, dirawat di ED
dan harus meninggalkan rumah. (Gambar. 1)
Gambar 1. Pertanyaan yang diajukan saat wawancara dan panduan topik
Gambar 2. Alasan memanggil ambulan
Penemuan Kualitatif dan Diskusi: Data pasien
- Pandangan tentang perawatan emergency
Pasien di kedua kelompok baik kelompok percontohan maupun
kelompok pelayanan standar berbicara sangat antusias tentang perawatan
yang mereka terima:
“Yah saya pikir mereka sangat menghargai saya, mereka begitu
peduli, mereka berdua.” (S13)
“Ya, mereka sangat, sangat baik, sangat baik dan membantu, sangat
baik, orang-orang yang sangat bagus. Mereka tampaknya seolah-olah
mereka akan melakukan apa pun untuk Anda .... Ya mereka sangat, sangat
bagus.” (P36)
(S = peserta dalam kelompok layanan standar).
(P = peserta dalam kelompok layanan percontohan).
Tanggapan dalam kuesioner juga ditemukan banyak komentar positif
tentang pelayanan percontohan dan standar pelayanan. Meskipun penelitian
investigasi tentang kepuasan pasien dengan ambulans sangat terbatas,
tingkat kepuasan yang tinggi telah ditemukan dalam penelitian, oleh Melby
dan Ryan (2005) dan O'Cathain et al. (1999). Dalam penelitian ini pasien
dihargai karena mendapat perhatian penuh dari staf dan membuat pasien
merasa nyaman dengan kehadiran mereka:
“Nah ketika Anda sendirian, itu sangat sulit ketika Anda sakit dan saat
ini mereka datang di ... itu rasanya manusia lain saya kira, meminta Anda
apa yang salah dan meyakinkan Anda.” (S26)
- Perawatan di rumah
Semua peserta yang mendapat layanan percontohan sangat senang
untuk tetap di rumah. Satu orang, pengasuh, itu terutama lega karena ia
khawatir tentang apa yang akan terjadi untuk istrinya yang telah dibawa ke
rumah sakit. Peserta lain merasa lega untuk menghindari kemungkinan lama
menunggu di ED dan potensi masuk rumah sakit:
“Yah aku tidak benar-benar ingin pergi karena saya pikir baik saya
akan berada di troli selama lima jam atau kadang Hal ... Maksudku, aku tidak
akan menolak jika mereka akan mengatakan Anda harus pergi, tapi mereka
senang bahwa saya tidak pergi.” (P30)
Peserta berbicara bahwa perawat memiliki perspektif berbeda:
“Yah, mereka memiliki sudut pandang yang berbeda untuk hal-hal
yang Anda tahu”. (P11)
Dan skill yang berbeda:
“Akhirnya mereka membuat saya keluar (dari tempat tidur), tapi aku
harus mengatakan perawat yang luar biasa. Aku tidak bisa berbuat apa-apa
terhadap anak-anak itu (kru ambulans pertama menghampiri!) karena
mereka melakukan semua yang mereka bisa, tapi mereka tidak punya cara
persuasif bahwa mereka bisa. (P 30)
Melby dan Ryan (2005) juga menemukan bahwa keterampilan
perawat membuat kontribusi berharga untuk pasien dalam penanganan pre-
hospital. Salah satu peserta menyatakan keprihatinan bahwa masalah
mungkin akan menjadi lebih serius dari apa yang dia pikirkan:
“Iya Nih. Saya sangat senang saya tidak harus pergi tapi selalu khawatir di
belakang tidak harus pergi, bahwa hanya mungkin ada sesuatu yang salah
yang anda tahu.” (P11)
Peserta ini ingin menjelaskan bahwa perawat seharusnya
meninggalkan nomor kontak yang dia butuhkan untuk bantuan lebih lanjut.
Hanya satu orang di kelompok layanan percontohan (responden kuisioner)
yang melaporkan masalah tentang perawatan mereka. Peserta ini telah jatuh
tapi awalnya 'merasa-baik'. Namun, enam hari kemudian ia mengaku harus
pergi ke ED dengan tulang paha patah. Responden ini merasa bahwa fraktur
mungkin memiliki didiagnosa oleh penilaian yang lebih mendalam oleh
perawat dan paramedis, saat ia menjelaskan:
“Seharusnya ada upaya yang dilakukan untuk melihat apakah saya
bisa bergerak, seperti sebelumnya, tanpa rasa sakit. Jika Saya menyadari
betapa menyakitkan kaki kanan berada ketika digerakkan, saya akan setuju
untuk pergi ke A & E departemen. (P22)
Hal ini memiliki implikasi untuk pendidikan dan pelatihan staf dalam
penilaian pasien, masalah Staf yang juga diidentifikasi dalam kelompok
fokus. Pasien dalam kelompok layanan standar juga berbicara positif tentang
upaya untuk mencoba dan mempertahankan pasien di rumah:
“Oh ya saya suka itu, saya akan benar-benar suka. Pergi ke rumah
sakit, bukan tempat favorit saya.” (S30)
Penemuan kualitatif dan Diskusi: Data Staf
Tiga tema utama muncul dari kelompok fokus staf (n = 11)
Ringkasan temuan :kelompok fokus staf
Tema Kategori
Penyediaan layanan
Pandangan staf terhadap standar layanan
ambulan dan juga layanan uji coba
Bekerja sama
Persepsi staf tentang kerja tim seperti
bekerja interprofesional
Keterampilan, edukasi dan pelatihan
Staf menyoroti bahwa ada pertentangan
keterampilan antara perawat dan paramedis
dan keterampilan mereka saling melengkapi
- layanan saat ini : masalah dan tantangan
- moving forward (melihat proyek uji coba)
- persepsi bekerja bersama
- kerja tim dalam bertindak
- keterampilan untuk prioritas rendah
panggilan ambulan
- kebutuhan edukasi dan pelatihan
Diskusi ini akan berfokus pada tiga kategori yaitu :
1. Bergerak kedepan (moving forward)
Staf membahas tentang jenis panggilan untuk hadir selama intervensi
uji coba. Perawatan dalam intervensi tersebut yang diberikan di rumah
sebagian besar adalah luka dressing, penjahitan dan perawatan kateter.
Secara keseluruhan, staf merasa percaya diri dalam mengelola
panggilan tersebut. kombinasi keterampilan dan pengetahuan memungkinkan
mereka untuk mengatasi berbagai kebutuhan kesehatan pasien yang
mengarah ke pandangan yang sangat positif dari layanan uji coba, tidak
hanya dalam hal menjaga orang di rumah dan kepuasan pasien, tetapi juga
mengenai tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Mereka berbicara dari
pengalaman yang 'menyenangkan dan bermanfaat' serta 'berbeda dan
memuaskan' seperti yang diilustrasikan di sini:
. . kepuasan kerja bukan? Anda sudah bisa mengatasi situasi itu. (Perawat,
Focus Group 1)
dan:
. . . pasien yang benar-benar telah mendapat sesuatu yang terbaik dari yang
Anda berikan daripada hanya mengetahui bahwa mereka harus menunggu
lama dan mengalami kesulitan di A & E. (Paramedis, Focus Group 1)
Awalnya beberapa perawat memiliki kekhawatiran tentang apa yang
mungkin mereka hadapi dalam situasi darurat:
Jadi dengan keraguan itu, pertama saya datang untuk mencoba
melakukannya dan ternyata saya menyukainya. (Perawat, Focus Group 2)
Peningkatan kepuasan kerja terkait dengan kerja interprofessional
yang ditemukan di tempat lain (Refferty et al, 2001;. Dieleman et al, 2004;.
Mickan dan Rodger, 2005).
2. Persepsi bekerja bersama (working together)
Kerja sama tim yang efektif antara paramedis dan perawat dianggap
sebagai fasilitas proyek. Secara historis, pelayanan ambulans sudah sangat
banyak di pelayanan kesehatan perifer (Paramedis, Focus Group 1).
Tanggapan dari kru ambulans tradisional sendiri yaitu lebih baik membawa
orang ke rumah sakit daripada mengobati atau merujuk pasien ke pelayanan
masyarakat lainnya. Paramedis ini menggunakan perumpamaan berikut
untuk menjelaskan kurangnya kerja antar instansi ini :
Menurut saya hal itu seperti analogi bekerja di jalan bukan? Jika
seseorang datang dan menggali lubang, dan melakukan sesuatu dengan gas
bumi tersebut , kemudian menutup lubang kembali. Dan tidak sedikit ahli
listrik yang datang dan menggali lubang atas, kemudian menutup lubangnya
kembali, Anda tahu apa yang saya maksud? Dan itulah dasarnya bagaimana
kita bekerja. (Paramedis, Focus Group 1)
Paramedis dan perawat percaya bahwa kerja interprofessional telah
meningkatkan kualitas perawatan dan mencegah pengalihan yang tidak perlu
ke rumah sakit. Kerja tim telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan
pada outcome pasien dalam berbagai pengaturan (Borrill et al, 2000;. Firth-
Cozens, 2001; McPherson et al., 2001).
Ketika membahas bagaimana tim bekerja yang dikelola oleh salah
satu paramedis yang menggunakan istilah “gentlemen” dalam
kesepakatannya :
Menurut saya setelah Anda mendapatkan panggilan keluar. . .
tergantung pada situasi, orang dengan keterampilan terbaik akan memilih
menjadi pemimpin dari sebuah situasi. . . itu kesepakatan seorang gentlemen
bukan? (Paramedis, Focus Group 1)
Perbedaan pendapat diselesaikan melalui diskusi dan tampaknya
tidak menyebabkan kesulitan yang besar, meskipun satu perawat distrik
berbicara dengan tetap berpegang teguh tentang pendapatnya. Penelitian ini
tidak melibatkan pengamatan pengambilan keputusan dan negosiasi antar
profesional, sehingga identifikasi proses ini berada di luar ruang lingkup
penelitian ini.
Staf dalam proyek ini menemukan bahwa salah satu manfaat dari
kerja interprofessional yaitu belajar dari satu sama lain:
. . .karena menurut saya, kita telah belajar banyak dari mereka, tetapi mereka
juga telah belajar banyak dari kita. . . Jadi saya pikir itu semacam menjadi
dua arah hal yang penting, bahwa kita belajar dari satu sama lain. (Perawat,
Focus Group 2)
Mendapatkan keterampilan dan pengetahuan baru itu menarik dan
memotivasi staf dan paramedis, menunjukkan bahwa ini akan mempengaruhi
praktek masa depan mereka.
Sekarang saya menyadari dari lembaga lain yang tersedia. Semuanya
saya butuhkan dan yang saya lakukan saat ini adalah melakukan kontak
dengan perawat distrik. . . dengan niat yang pasti, tanpa diragukan lagi.
(Paramedis, Focus Group 2)
Staf menunjukkan rasa hormat yang sangat besar dari setiap
pendapat yang mereka terima :
Saya pikir pasti sebagai paramedis. . . kami menyadari apa dan
seberapa kuat perawat distrik berada di masyarakat dan apa yang mereka
dapat bawa untuk pasien. (Paramedis, Focus Group 2)
dan:
Saya harus mengatakan saya merasa benar-benar yakin bekerja
dengan paramedis. . ., Dan saya punya rasa hormat yang besar untuk
pekerjaan yang mereka lakukan. (Perawat, Focus Group 2)
Perasaan staf yang disimpulkan oleh salah satu paramedis:
. . Nilai pekerjaan dengan profesional kesehatan lainnya itu luar biasa
besar, hal itu yang benar-benar dimiliki. Anda tidak bisa melakukannya tanpa
itu; karena hal itu sangat menakjubkan. (Paramedis, Focus Group 2)
3. Keterampilan, pendidikan dan pelatihan (skills, education, and training)
Kedua profesi diakui dengan pendidikan dan pelatihan kebutuhan
yang diperlukan untuk menangani panggilan ambulans dengan prioritas
rendah. Perawat difokuskan pada keterampilan seperti perawatan luka,
perekatan dan penjahitan, ALS (advanced life-support) serta penilaian dari
masalah akut. Identifikasi paramedis dengan penilaian yang mendalam,
komunikasi dan keterampilan membuat keputusan. Kedua kelompok
menginginkan untuk memperpanjang teknik keterampilan. Salah satu
paramedis disorot secara paradoks (situasi yang timbul dari sejumlah premis)
mampu menangani trauma besar tetapi tugas itu tidak relatif mudah :
Keterampilan dasar harus dipandang, sebagai paramedis dapat
membuka dada tapi tidak menjahit luka. Membutuhkan pelatihan
keterampilan inti untuk semua profesional kesehatan. (Paramedis, Focus
Group 2)
Kekhawatiran tentang kurikulum untuk paramedis tidak sepenuhnya
mencerminkan keterampilan yang dibutuhkan dalam praktek yang sudah
dilaporkan di tempat lain (Cooper, 2005; Kilner, 2004).
Peserta berkomentar bahwa pelatihan sendiri tidak cukup dan
menekankan pentingnya pengalaman.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, penelitian ini menemukan bahwa pasien dari kelompok
uji coba dan kelompok standar pelayanan memiliki tingkat kepuasan yang tinggi
dengan layanan ambulans. Pasien yang menerima layanan uji coba lebih suka
dirawat di rumah, terutama menghindari lama menunggu di ED dan
kemungkinan masuk rumah sakit. Potensi penghematan biaya untuk NHS, yaitu
dengan sedikit mengobati pasien di EDS dan pengurangan berikutnya biaya
rawat inap menjadi suatu pertimbangan penting.
Ditemukan keterlibatan Staf dalam pelayanan uji coba yang menantang dan
bermanfaat. Paramedis dan perawat belajar keterampilan baru yang mereka
rasakan dalam peningkatan kualitas pelayanan. Staf percaya bahwa kerja tim
memiliki dampak positif pada perawatan pasien.
Namun, perlu hati-hati dalam menafsirkan beberapa temuan karena
panggilan tidak acak pada kelompok uji coba atau kelompok standar pelayanan
serta sampel pasien yang kecil, karena tingkat respon yang rendah pada
kuesioner, jumlah wawancara yang terbatas. Juga, waktu antara panggilan
darurat dan melakukan wawancara pasien mungkin telah mempengaruhi recall
peristiwa untuk beberapa peserta. Selain itu, pasien kelompok layanan uji coba
tidak ditindaklanjuti dalam menilai apakah pengobatan mereka sudah tepat. Oleh
karena itu, tidak diketahui apakah / berapa banyak pasien yang dipertahankan di
rumah yang kemudian dirawat di rumah sakit. Data kuesioner menunjukkan
bahwa satu pasien yang tidak dibawa ke rumah sakit telah menderita patah
tulang paha.
Secara keseluruhan, layanan uji coba menghasilkan pengalaman positif bagi
semua yang terlibat dan menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi pada pasien
dan staf. Staf percaya dengan adanya kerja interprofessional, memungkinkan
pengembangan profesional mereka dan memperluas keterampilan mereka,
meningkatkan kualitas hasil perawatan pasien.
Rekomendasi untuk praktek dan penelitian
Praktek
Penyuluhan dan pengembangan inisiatif layanan serupa untuk
memungkinkan pasien untuk dipertahankan di rumah.
Pendidikan dan pengembangan keterampilan untuk mengatasi
kebutuhan pelatihan yang diidentifikasi oleh staf.
Pengembangan peluang lebih lanjut untuk bekerja interprofessional
termasuk link ke inisiatif lain seperti proses penilaian tunggal.
Penelitian
Penelitian kualitatif lebih lanjut untuk memahami perspektif layanan
pengguna dari perkembangan layanan baru
Studi untuk memahami proses pengambilan keputusan dan perilaku
pengambilan risiko dari staf perawatan darurat di rumah sakit.
Penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi jangka panjang tindak lanjut
dari pasien yang diobati dengan skema yang sama atau pil kontrasepsi
darurat untuk menetapkan bahwa pasien menerima perawatan yang
tepat.
2. 3 Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan
Intervensi ini adalahuntuk mengobati pasien di rumah dimana hasilnya
mempengaruhi pengurangankebutuhan untuk transfer pasien ke
Departemen Darurat(Eds) dan juga menguntungkan dalam benefit costs.
Kolaborasi perawat dan paramedis sangat menguntungkan disaat ada
panggilan Ambulan Low priority.
Dalam persiapan untuk peran merekadalam layanan ambulans, perawat
menerimapelatihan dalam mendukung kehidupan maju dan luka menjahit
atau perekatan.
Penelitian mengungkapkan bahwa 97% dari pasien yang kembali
kuesioner kepuasan pasien (43% responrate) merasa puas dengan
layanan ketika merekamemanggil ambulans darurat.
Secara keseluruhan, perawat dan paramedis merasa percaya diri dalam
mengelolapanggilan ambulans. Keterampilan dan pengetahuan gabungan
diaktifkanuntuk mengatasi berbagai kebutuhan kesehatan pasiendan
mengarah pada pandangan yang sangat positif dari pilotlayanan, tidak
hanya dalam hal menjaga orangdi rumah dan kepuasan pasien, tetapi
juga mengenai tingkat tinggi kepuasan kerja.
Persepsi bekerja sama, kerja sama tim yang efektif antara paramedis dan
perawat dianggap sangat memfasilitasi proyek.
Paramedis dan perawat percaya bahwa interprofessional kerja telah
meningkatkan kualitas pelayanandan mencegah pengalihan pasien yang
tidak perlu dirujuk ke rumah sakit.Teamwork telah terbukti memiliki efek
yang menguntungkanpada penanganan pasien. Perawat difokuskan pada
keterampilan sepertiperawatan luka, perekatan dan penjahitan,
pendukung kehidupan canggihserta penilaian dari masalah
akut.Paramedis diidentifikasi mendalam penilaian, komunikasidan
keterampilan membuat keputusan.
Kekurangan
Panggilan yang tepat untuk layanan percontohan diidentifikasi melalui
Computer Aided Dispatch (CAD) sistem, atau dengan rujukan dari
layanan standar kru ambulans darurat jika mereka menilai layanan
percontohan yang dapat memberikan respon yang lebih tepat.
Sayangnya tidak semua staff mendapatkan training CAD ini.
BAB III
APLIKASI DI INDONESIA
Pelayanan emergensi pra-hospital di Kota Yogyakarta dilakukan oleh Yogyakarta
Emergency Services 118 (YES 118) dengan mengadopsi dua model layanan emergensi
tersentralisasi (oleh ambulan PMI) dan layanan emergensi terdistribusi (oleh ambulan rumah
sakit). Di Indonesia, pelayanan emergensi pra-hospital yang terintegrasi dirintis pada awal
tahun 1990-an dengan mengembangkan 118 Emergency Ambulance Service oleh Ikatan
Dokter Bedah Indonesia. Pada awalnya, di lima kota besar yaitu, Jakarta, Palembang,
Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar kemudian dikembangkan di Malang, Denpasar, dan
Medan. Namun layanan emergensi pra-hospital ini belum memperolah alokasi anggaran
dana yang tetap dari pemerintah hingga biaya dibebankan pada pengguna layanan.
Alur komunikasi menunjukkan rantai komunikasi cukup panjang antara pelapor sampai pada
ambulan. Ketika ada kasus emergensi pelapor akan menghubungi pusat informasi YES 118
melalui nomor telepon 118 atau (0274)420118. Bila korban menghubungi pihak kepolisian
terlebih dahulu, atau kejadian tersebut ditangani oleh pihak kepolisian atau pemadam
kebakaran, maka polisi atau petugas pemadan kebakaran tersebut yang akan menghubungi
YES 118. Operator akan menanyakan nama, nomor telepon yang dapat dihubungi, alamat
atau lokasi kejadian, dan kondisi korban/pasien. Operator akan menutup telepon, kemudian
operator akan menghubungi nomor telepon yang telah disebutkan pelapor. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk meyakinkan bahwa laporan yang diberikan adalah benar-benar kasus
emergensi, bukan hanya telepon iseng. Operator akan memandu pelapor untuk memberikan
pertolongan pertama yang sederhana sambil menunggu ambulan tiba di lokasi. Selain itu
operator juga akan menghubungi salah satu dari sepuluh rumah sakit yang terdekat dengan
lokasi kejadian. Jika telah ada kepastian ambulan mana yang akan ke lokasi kejadian,
operator akan menghubungi pelapor. Selama ambulan menuju ke lokasi kejadian, operator
akan menjaga komunikasi dengan tim ambulan yang menangani korban/pasien. Tim
ambulan ini memberikan pertolongan pertama di lokasi kejadian sebelum korban/pasien
dirujuk ke rumah sakit jika korban/pasien tersebut perlu dirujuk ke rumah sakit.Alat
komunikasi yang tersedia di pusat informasi adalah radio panggil dan pesawat telepon. Alur
komunikasi antara pelapor, operator dan ambulan memberi andil dalam durasi response
time. Semakin efektif komunikasi yang dilakukan, maka semakin cepat ambulan dikirim.
Namun, upaya untuk memastikan bahwa informasi yang diterima oleh operator di pusat
informasi YES 118 benar-benar kasus emergensi memberikan tambahan waktu dalam
durasi response time. Selain itu, operator juga harus memberikan penilaian dan
menghubungi ambulan yang dianggap terdekat dengan lokasi kejadian. Rangkaian
komunikasi yang menyebabkan penundaan dalam pengiriman ambulan, penundaan yang
memperpanjang response time meliputi waktu yang dihabiskan di telepon untuk
memperoleh alamat dan menentukan keseriusan panggilan, waktu yang dihabiskan
ambulan mana yang dikirim, waktu yang digunakan untuk menghubungi kru paramedis
ambulan tersebut, dan waktu yang digunakan oleh paramedis menuju ambulan hingga
kemudian berangkat. Saat menerima panggilan yang menginformasikan kasus emergensi,
operator selalu mengupayakan untuk
mengirimkan ambulan yang terdekat dengan lokasi kejadian emergensi. Namun, tidak
semua ambulan yang terdekat dengan lokasi kejadian bersedia merespon panggilan
emergensi. Hal ini terjadi karena ketersediaan ambulan sangat dipengaruhi oleh kondisi di
rumah sakit tempat ambulan tersebut berada
Kasus emergensi yang dilayani lebih banyak kasus trauma dibandingkan non
trauma. Dimana kejadian panggilan dengan lokasi di jalan raya lebih dominan dibandingkan
panggilan di daerah pemukiman. Alur komunikasi yang kompleks pada penanganan yang
dialihkan ke ambulan rumah sakit menambah durasi response time.Durasi response time
kasus emergensi yang ditangani oleh PMI Cabang Kota Yogyakarta lebih cepat
dibandingkan dengan durasi response time kasus yang dialihkan oleh rumah sakit. Respon
terhadap panggilan gawat darurat, penentuan respon ambulan dan pengiriman ambulan
hanya berdasarkan penilaian operator. Dan response time dari RS lebih lama dibanding
ditangani PMI langsung.
Hasil Penelitian peran paramedis di indonesia
Peran paramedis sebagai pelaksana
peran paramedis sebagai pelaksana dalam penanganan pelayanan KB dan asuhan
kebidanan yang dilakukan oleh Bidan dan di bantu oleh Mantri melalui kegiatan konsultasi,
suntik, Pil dan sebaginya sudah cukup baik dilaksanakan, Bidan mempunyai peran aktif
dalam memberikan pelayanan karena sifat kerjannya tidak terpaku di Puskesmas Pembantu
saja, namun ada beberapa permasalahan dimana sebagian warga tidak melakukan KB dan
kurang memahami akan pentingnya KB, dalam hal ini seharusnya pihak Puskesmas
Pembantu maupun Puskesmas Pusat melakukan penyuluhan secara merata kepada
masyarakat tentang KB, melalui penyuluha/seminar dan lain sebagainya.
Peran sebagai pengelola
Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa peran paramedic sebagai pengelola
dalam mengawasi serta membimbing para kader dan dukun sudah baik serta pelayanan KIA
di Puskesmas Pembantu ini telah berjalan dengan baik, dan selalu di kontrol oleh Pihak
Puskesmas dalam proses kelahian dan sebagainya, dan juga dimiliki 4 dukun bayi yang
professional yang mana ini memperlihatkan kepada warga betapa siapnya pihak Puskesmas
dalam pelayanan ini, dan memang sangat penting kesehatan Ibu dan anak demi masa
depan yang lebih baik.
Peran sebagai pendidik
Dari hasil yang di dapat penulis di lapangan dapat di simpulkan bahwa peran
paramedis sebagi pendidik yaitu memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada
individu, keluarga serta masyarakat dalam hal kesehatan belum berjalan dengan baik serta
Program pengobatan yang dilakukan oleh paramedic dipuskesmas tersebut sudah cukup
baik hanya saja prosesnya cukup lambat dan hal ini dikarenakan kurangnya tenaga kerja
yang ada di puskesmas tersebut serta kurangnya sarana dan prasarana, namun masih
terdapat masalah di bidang pengadaan dan jumlah obat dari Puskesmas Pusat ke
Puskesmas Pembantu Desa Krayan Bahagia yang selalu kekurangan pada saat ada warga
yang ingin berobat.
BAB IV
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Secara keseluruhan, dalam penelitian di jurnal ini menemukan bahwa pasien
di kedua pilot dan grup standar pelayanan memiliki tingkat kepuasan yang tinggi
dengan pelayanan ambulans. Pasien yang menerima pelayanan lebih menyukai
untuk di rawat di rumah, terutama menghindari menunggu yang lama di
departemen emergensi dan surat izin rumah sakit. Perawat dan petugas medis
belajar kemampuan baru yang mereka merasakan peningkatan kualitas
pelayanan. Kerja sama tim sangat dievaluasi oleh staf yang percaya bahwa hal ini
memiliki dampak pada pelayanan ke pasien.
3. 2 Saran
Semoga penelitian ini dapat diterapkan di Indonesia dengan melakukan
penelitian yang serupa dan dapat diterapkan dengn melakukan pelatihan CAD
(Computer Aided Dispatch)
DAFTAR PUSTAKA
1. eJournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (1): 385-399ISSN 0000-0000,
ejournal.ip.fisip-unmul.org