12
Jurnal of Bionursing 196 Jurnal of Bionursing 2020, VOL. 2, NO. 3, 196-207 Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien Lansia di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga: Case Study Emilia Eka Putri 1 , Sidik Awaludin 2 , Dani Tri Santosa 3 1 Mahasiswa program studi Ners Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 2 Dosen Jurusan Keperawatan Fikes Unsoed 3 Pembimbing Klinik RSUD. dr. R. goeteng Taroenadibrata Purbalingga. KEYWORDS Elderly, Emergency department, Emergency Geriatric Assessment PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population), karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas yang selalu mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Statistik Penduduk Lansia tahun 2018, diketahui dalam waktu hampir 50 tahun (1971-2018), persentase lansia di Indonesia meningkat menjadi 9,27% atau sekitar 24,49 juta. Selain itu, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2018, terdapat lima provinsi yang memiliki struktur penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10%, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (12,37%), Jawa Tengah (12,34%), Jawa Timur (11,66%), Sulawesi Utara (10,26%), dan Bali (9,68%) (Silviliyana dkk., 2018). Jumlah ini diketahui akan terus meningkat, bahkan populasi lansia di Indonesia diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013) Lansia selalu dikaitkan dengan proses menua. Menua itu sendiri sebenarnya adalah sebuah proses yang dimulai sejak permulaan kehidupan, perlahan-lahan mengakibatkan perubahan yang kumulatif, serta penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Dewi, 2014). Kondisi fisik lansia yang lemah akibat proses menua tersebut juga rentan mengalami keluhan kesehatan dan berujung pada kondisi sakit (Maylasari dkk., 2018). Berdasarkan hasil Susenas tahun 2017, diketahui angka kesakitan lansia sebesar 26,72%, atau dari 100 lansia terdapat sekitar 27 lansia yang sakit, sedangkan ABSTRACT Background: The higher number of morbidity and emergency department visits for persons aged 75 years compared with the people under 65 years were the basic reason needed for a multidimensional and rapid assessment in the emergency department. The Emergency Geriatric Assessment may effective to be used to identify geriatric problems in the emergency department. Methods: This kind of implementation was a case study. This implementation was done on July 11st - 17th, 2019. The total respondent of this implementation was 11 elderly. The criteria of the respondent were all of the elderly aged ≥60 years who were waiting for admission or being observed, and didn’t have an acute stroke, an acute myocardial infarction, or was awaiting surgical intervention and admission. The instrument used a questionnaire named Emergency Geriatric Assessment, which consisted of twenty-two possible problems in the elderly. Results: The results of the Emergency Geriatric Assessment showed that the majority of the elderlies were 60-74 years, were male, had a medical decisions and had an ability to care for self by themselves. The majority of the identified problems were dementia, sleep, polypharmacy, pain, nutrition, use of medical resources, caregiver, family meeting, need for comfortable care, and long term bedridden. Conclusion: The Emergency Geriatric Assessment was effective to be used for identifying at least two geriatric problems in elderly, in order to help emergency department physicians to manage such patients.

Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

Jurnal of Bionursing

196

Jurnal of Bionursing 2020, VOL. 2, NO. 3, 196-207

Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien Lansia di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga: Case Study

Emilia Eka Putri 1, Sidik Awaludin2, Dani Tri Santosa 3

1Mahasiswa program studi Ners Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

2Dosen Jurusan Keperawatan Fikes Unsoed

3Pembimbing Klinik RSUD. dr. R. goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

KEYWORDS

Elderly, Emergency department, Emergency Geriatric Assessment

PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara yang memasuki era

penduduk berstruktur lanjut usia (aging

structured population), karena mempunyai

jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas

yang selalu mengalami peningkatan di setiap

tahunnya. Berdasarkan hasil Statistik Penduduk

Lansia tahun 2018, diketahui dalam waktu

hampir 50 tahun (1971-2018), persentase lansia

di Indonesia meningkat menjadi 9,27% atau

sekitar 24,49 juta. Selain itu, berdasarkan hasil

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret

2018, terdapat lima provinsi yang memiliki

struktur penduduk tua di mana penduduk

lansianya sudah mencapai 10%, yaitu Daerah

Istimewa Yogyakarta (12,37%), Jawa Tengah

(12,34%), Jawa Timur (11,66%), Sulawesi Utara

(10,26%), dan Bali (9,68%) (Silviliyana dkk.,

2018). Jumlah ini diketahui akan terus

meningkat, bahkan populasi lansia di Indonesia

diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan di

wilayah Asia dan global setelah tahun 2050

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2013)

Lansia selalu dikaitkan dengan proses menua.

Menua itu sendiri sebenarnya adalah sebuah

proses yang dimulai sejak permulaan kehidupan,

perlahan-lahan mengakibatkan perubahan yang

kumulatif, serta penurunan daya tahan tubuh

dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan

luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Dewi,

2014). Kondisi fisik lansia yang lemah akibat

proses menua tersebut juga rentan mengalami

keluhan kesehatan dan berujung pada kondisi

sakit (Maylasari dkk., 2018). Berdasarkan hasil

Susenas tahun 2017, diketahui angka kesakitan

lansia sebesar 26,72%, atau dari 100 lansia

terdapat sekitar 27 lansia yang sakit, sedangkan

ABSTRACT Background: The higher number of morbidity and emergency department visits for persons aged 75 years compared with the people under 65 years were the basic reason needed for a multidimensional and rapid assessment in the emergency department. The Emergency Geriatric Assessment may effective to be used to identify geriatric problems in the emergency department. Methods: This kind of implementation was a case study. This implementation was done on July 11st - 17th, 2019. The total respondent of this implementation was 11 elderly. The criteria of the respondent were all of the elderly aged ≥60 years who were waiting for admission or being observed, and didn’t have an acute stroke, an acute myocardial infarction, or was awaiting surgical intervention and admission. The instrument used a questionnaire named Emergency Geriatric Assessment, which consisted of twenty-two possible problems in the elderly. Results: The results of the Emergency Geriatric Assessment showed that the majority of the elderlies were 60-74 years, were male, had a medical decisions and had an ability to care for self by themselves. The majority of the identified problems were dementia, sleep, polypharmacy, pain, nutrition, use of medical resources, caregiver, family meeting, need for comfortable care, and long term bedridden. Conclusion: The Emergency Geriatric Assessment was effective to be used for identifying at least two geriatric problems in elderly, in order to help emergency department physicians to manage such

patients.

Page 2: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

197

pada tahun 2018 terjadi penurunan angka

kesakitan sebesar 25,99%, atau dari 100 lansia

terdapat 25-26 lansia yang sakit (Maylasari dkk.,

2018; Silviliyana dkk., 2018).

Tingginya angka kesakitan karena beberapa

penyakit kronis, seperti penyakit jantung,

diabetes mellitus, hipertensi, penyakit

cerebrovaskular, demensia, dan penyakit

Parkinson, berarti meningkatkan pula risiko

terhadap beberapa penyakit akut. Hal ini yang

membuat lansia tersebut berada pada populasi

risiko tinggi terhadap kembali dibawanya lansia

ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD),

kebutuhan akan rawat inap, penurunan

fungsional, dan juga kematian. Pernyataan

tersebut didukung oleh hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa rata-rata persentase lansia

≥75 tahun yang datang ke ruang IGD adalah 58

kunjungan/100 orang-tahun, bila dibandingkan

dengan usia ≤65 tahun, yaitu 38 kunjungan/100

orang-tahun (Graf et al., 2010; Ellis et al., 2014).

Berdasarkan hasil observasi di ruang IGD RSUD.

dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga,

didapatkan bahwa dalam satu hari terdapat

pasien lansia sebanyak ± 20 orang. Lansia yang

datang tersebut memiliki keluhan dan kondisi

yang bervariasi tiap orangnya. Oleh karena itu,

diperlukan sebuah instrumen penilaian untuk

lansia yang bersifat multidimensional, tetapi

dapat dilakukan dengan cepat di ruang IGD.

Beberapa ilmuwan bersama perawat ahli, dokter

jaga di ruang IGD, dan juga spesialis geriatri

berhasil merancang Emergency Geriatric

Assessment (EGA), yaitu instrumen penilaian

kegawatdaruratan pada geriatri. Instrumen ini

berisikan 22 komponen kemungkinan masalah

yang terjadi pada lansia.

METODOLOGI PENELITIAN Implementasi Emergency Geriatric Assessment

ini menggunakan jenis pendekatan case study.

Implementasi dilakukan di ruang IGD RSUD. dr.

R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada

tanggal 11-17 Juli 2019. Total responden, yaitu

11 orang lansia. Kriteria responden, yaitu semua

lansia berusia ≥60 tahun yang membutuhkan

pengobatan atau observasi, tidak sedang

mengalami dan tidak memiliki riwayat stroke

akut ataupun acute myocardial infarction, atau

adanya rencana pembedahan. Alur implementasi

yang dilakukan oleh penulis dijelaskan pada

Gambar 1. Algoritma implementasi Emergency

Geriatric Assessment (Lampiran gambar).

Format Emergency Geriatric Assessment yang

digunakan oleh penulis dapat dilihat pada Tabel

3. Penilaian Emergency Geriatric Assessment

(Lampiran tabel).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan

usia, jenis kelamin, keputusan untuk berobat, dan

kemampuan untuk merawat diri (n = 11).

(Lampiran tabel).

Berdasarkan tabel 1. diketahui bahwa sebesar

81,8% lansia berada pada usia dalam kategori

elderly (60-74 tahun), 72,7% berjenis kelamin

laki-laki, 54,5% datang ke IGD atas keputusan

diri sendiri, dan 81,8% masih mampu merawat

diri sendiri.

Gambaran responden berdasarkan penilaian

terhadap 22 kemungkinan masalah yang terjadi

pada lansia dengan menggunakan Emergency

Geriatric Assessment.

Tabel 2. Gambaran responden berdasarkan

penilaian terhadap 22 kemungkinan masalah

yang terjadi pada lansia dengan menggunakan

Emergency Geriatric Assessment (Lampiran

tabel).

Berdasarkan tabel 2. diketahui bahwa seluruh

lansia dalam penelitian ini (100%) memiliki

pengasuh atau pemberi perawatan di rumah,

membutuhkan adanya pertemuan di dalam

keluarga, serta membutuhkan adanya perawatan

yang nyaman sebagai alasannya datang ke rumah

sakit. Selain itu, terdapat beberapa masalah lain

yang teridentifikasi, yaitu adanya lansia yang

mengalami demensia (90,9%), gangguan tidur

(72,7%), nyeri (90,9%), masalah nutrisi (81,8%),

polifarmasi (54,5%) penggunaan fasilitas

kesehatan (72,7%), dan membutuhkan istirahat di

tempat tidur dalam jangka waktu lama (54,5%).

Pembahasan

Emergency Geriatric Assessment (EGA)

merupakan instrumen penilaian

kegawatdaruratan pada geriatri. Instrumen ini

merupakan modifikasi dari instrumen

sebelumnya, yaitu Comprehensive Geriatric

Page 3: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

198

Assessment (CGA) dan Hospice and Palliative

Care (HPC) yang membutuhkan 20-30 menit

untuk mengimplementasikannya, waktu yang

dinilai cukup lama jika dilakukan di ruang IGD.

Instrumen EGA terdiri dari 22 komponen

kemungkinan masalah yang terjadi pada lansia,

antara lain delirium, depresi, demensia, aktivitas

sehari-hari, penglihatan, pendengaran, tidur,

jatuh, polifarmasi, nyeri, luka tekan,

inkontinensia atau retensi, alat bantu, nutrisi,

penggunaan fasilitas kesehatan, perencanaan

perawatan lebih lanjut, pengasuh atau pemberi

perawatan, status ekonomi sosial, pertemuan

keluarga, masa hidup, kebutuhan akan perawatan

yang nyaman, dan istirahat di tempat tidur dalam

jangka waktu lama (Graf et al., 2010; Ellis et al.,

2014; Ke, Y.T et al., 2018).

Seluruh lansia (100%) mengatakan memiliki

pengasuh atau orang yang merawatnya, baik dari

pasangan ataupun anggota keluarga yang lain,

karena tidak ada lansia yang tinggal sendiri di

masa tua nya tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil

statistik penduduk lanjut usia tahun 2018 yang

menunjukkan bahwa persentase lansia yang

tinggal bersama tiga generasi (43,18), keluarga

(27,03), dan pasangan (19,93) lebih tinggi

dibandingkan dengan lansia yang tinggal sendiri

(9,28) (Silviliyana dkk., 2018). Adanya

dukungan dari pihak keluarga juga terlihat dari

pernyataan keluarga yang membawa lansia ke

rumah sakit, bahwa selalu dilakukannya diskusi

tentang kondisi maupun segala perawatan medis

yang akan diberikan kepada lansia tersebut.

Banyaknya lansia yang disarankan untuk

dilakukan rawat inap sangat membutuhkan

adanya dukungan dari pihak keluarga. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa keluarga berperan

sebagai jembatan antara pasien dengan

lingkungan rumah sakit yang asing. Selain itu,

adanya pihak keluarga yang menemani juga

berefek positif terhadap status kognitif, gejala

depresi, dan kepatuhan terhadap perawatan yang

diberikan, karena berkurangnya ketakutan dan

kekhawatiran yang dirasakan lansia tersebut

(Admi et al., 2015).

Tingginya persentase kejadian demensia yang

dialami oleh lansia sesuai dengan pernyataan

bahwa demensia menjadi salah satu masalah

terbesar pada lansia. Saat ini diperkirakan 23,4

juta orang menderita demensia, dengan kasus

baru 4,6 juta per tahun dan akan meningkat 2 kali

lipat setiap 20 tahun mencapai 81,1 juta pada

tahun 2040. Sebagian besar penderita demensia

tinggal di negara berkembang, seperti Indonesia

salah satunya (Irawan, 2014). Menteri Kesehatan

Republik Indonesia mengatakan bahwa

pertambahan usia dan peningkatan prevalensi

penyakit tidak menular merupakan faktor utama

penyebab penurunan fungsi kognitif yang akan

berlanjut pada meningkatnya penyakit Alzheimer

dan demensia lainnya pada kelompok lansia

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2016).

Delapan lansia (72,7%) yang mengalami

gangguan tidur rata-rata mengatakan sulit untuk

memulai tidur, sering terbangun di malam hari,

untuk buang air kecil ataupun karena merasakan

adanya nyeri pada tubuhnya, dan ketika sudah

terbangun terkadang merasa sulit untuk

melanjutkan tidur kembali. Proses penuaan

mempengaruhi berbagai irama fisiologis yang

dapat mempengaruhi tidur, seperti suhu tubuh,

sekresi melatonin, dan fluktuasi sistem

neuroendokrin (penurunan sekresi luteinizing

hormone, growth hormone, dan thyroid

stimulating hormone, serta rendahnya kadar

serotonin) (Sterniczuk & Rusak, 2017). Selain itu

adanya penyakit akut maupun kronis yang

menyertai, sehingga menyebabkan munculnya

ketidaknyamanan, seperti nyeri dan kelainan

miksi, dan pengaruh dari beberapa obat-obatan,

seperti antihipertensi, psikostimulan, dan

antidepresan juga dapat menyebabkan terjadinya

insomnia kronik pada orang lanjut usia (Suzuki et

al., 2016).

Sepuluh lansia (90,9%) yang mengalami nyeri,

sebagian merupakan nyeri akut dan sebagian lagi

nyeri kronik. Para lansia tersebut mengatakan

bahwa area yang terasa nyeri, antara lain perut,

kepala, pinggang, beberapa lansia mengatakan

merasa nyeri pada selangkangan, dan ketika

buang air kecil, dengan skala nyeri sedang-berat.

Rasa sakit atau nyeri terjadi sebagai peringatan

sensorik atau adanya kerusakan neurologis, tetapi

tingkat rasa sakit bervariasi dalam ingatan,

harapan, dan struktur emosi seseorang. Alasan ini

yang membuat beberapa lansia tidak cukup

peduli dengan gejala dari rasa sakit yang

Page 4: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

199

dialaminya, atau berbeda dalam menyatakannya,

karena kehilangan pasangan atau teman dekat,

kehilangan kemandirian fungsional, dan

tingginya morbiditas atau disabilitas yang

disebabkan oleh beberapa penyakit yang dialami

oleh lansia tersebut (Iliaz et al., 2013).

Sembilan lansia (81,8%) dalam penelitian

mengalami masalah nutrisi, seperti IMT ≤18,5,

beberapa di antaranya mengalami penurunan

nafsu makan dan penurunan berat badan ≥2 Kg

dalam beberapa bulan terakhir, serta mengalami

kesulitan dalam menelan makanan. Beberapa

faktor selain tingkat pendidikan dan status

ekonomi, yang memiliki hubungan terhadap

kejadian malnutrisi pada lansia, yaitu perilaku

merokok dan adanya penyakit akut ataupun

kronis. Nikotin dalam rokok dapat meningkatkan

metabolisme tubuh tanpa diikuti dengan

peningkatan nafsu makan, salah satunya yaitu

lipolisis yang dapat menyebabkan penurunan

berat badan. Selain itu, merokok juga

berhubungan erat dengan beberapa penyakit akut

maupun kronis.

Adanya hubungan antara penyakit akut maupun

kronis terhadap kejadian malnutrisi dapat

dijelaskan melalui efek katabolik terhadap

infeksi, inflamasi, atau trauma. Adanya

pengeluaran beberapa mediator inflamasi, seperti

cytokine (interleukin-1, interleukin-6 dan alpha-

tumor necrosis factor), glukokortikoid, dan

katekolamin yang dapat menyebabkan perubahan

dalam metabolisme, nafsu makan, dan absorpsi

serta asimilasi nutrien, sehingga mengakibatkan

penyakit dan malnutrisi. (Damiao et al., 2017).

Gangguan fungsi kognitif juga diketahui menjadi

salah satu penyebab dari malnutrisi pada lansia.

Gangguan kognitif tersebut akan mempengaruhi

aktivitas sehari-hari salah satunya perilaku

makan. Gangguan makan terjadi seperti

lambatnya mulut dalam mengunyah makanan dan

respon mengingat rasa terhadap makanan.

Penelitian menunjukkan 40% dari penderita

alzheimer terjadi penurunan berat badan setelah 8

tahun setelah didiagnosis. Pada usia lanjut yang

mengalami penurunan status fungsi kognitif

terjadi penurunan indra penciuman, sehingga

menurunkan selera makan (Theo & Wynne, 2001

dalam Munawirah dkk., 2017).

Delapan lansia (72,7%) mengatakan bahwa

dirinya sudah ≥2 kali datang ke IGD dan/atau

berobat ke rumah sakit, karena seringnya

mengalami kekambuhan, tidak kunjung membaik

pada kondisi penyakit yang diderita, ataupun

karena munculnya beberapa keluhan baru. Enam

lansia (54,5%) juga mengatakan bahwa dirinya

mengkonsumsi sedikitnya >3 obat-obatan yang

diresepkan pada saat berobat jalan atau pasca

rawat inap. Dua hal ini saling berkaitan, karena

proses penuaan menyebabkan terjadinya

penurunan fungsi organ dan memicu pada

munculnya berbagai penyakit, sehingga lansia

akan menerima begitu banyak obat. Pada lansia

pun terjadi perubahan farmakokinetik dan

farmakodinamik yang dapat mempengaruhi

metabolisme dan efek samping obat, sehingga

dosis, formulasi dan pemberian obat pada lansia

harus disesuaikan dengan usia dan kondisi untuk

menghindari masalah yang dapat ditimbulkan

setelahnya (Fauziyah dkk., 2017).

Enam lansia (54,5%) membutuhkan pemeriksaan

dan observasi lebih lanjut, sehingga disarankan

oleh dokter dan perawat ruangan untuk rawat

inap. Rawat inap dilakukan agar pasien dapat

meminimalkan mobilitas dan beristirahat di

tempat tidur dalam jangka waktu tertentu, demi

kesembuhan dari penyakitnya tersebut. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan yang

menunjukkan bahwa lansia menjadi populasi

utama yang membutuhkan rawat inap pada

pelayanan di rumah sakit, dan 73-83% diantara

lansia yang dilakukan rawat inap menghabiskan

waktunya dengan berbaring di tempat tidur

(Brown et al., 2009). Dampak yang harus

diperhatikan dari kurangnya mobilitas selama

rawat inap adalah terjadinya penurunan

fungsional, yang dapat berlanjut pada

peningkatan morbiditas, disabilitas, dan

mortalitas paska rawat inap (Admi et al., 2015).

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil implementasi, dapat

disimpulkan bahwa penilaian dengan

menggunakan Emergency Geriatric Assessment

efektif dalam mengidentifikasi minimal dua

masalah geriatri pada lansia. Emergency

Geriatric Assessment ini diharapkan dapat

diterapkan pada perawat IGD, sehingga dapat

memberikan informasi tambahan dari aspek

Page 5: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

200

masalah geriatri, baik kepada pasien dan

keluarga, dokter IGD, maupun perawat bangsal

jika pasien diharuskan dilakukan rawat inap.

DAFTAR PUSTAKA

Admi, H., Shadmi, E., Baruch, H., and Zisberg, A.,

2015, From Research to Reality:

Minimizing The Effects of Hospitalization

on Older Adults, Rambam Maimonides

Medical Journal, 6(2), 1-14.

Brown, C.J., Redden, D.T., Flood, K.L., and

Allman, R.M., 2009, The Underregonzed

Epidemic of Low Mobility during

Hospitalization of Older Adults, Journal of

American Geriatrics Society, 57(9), doi:

10.1111/j.1532-5415.2009.02393.x.

Damiao, R., Santos, A.S., Matijasevich, A., and

Menezes, P.R., 2017, Factors Associated

with Risk of Malnutrition In The Elderly In

South-Eastern Brazil, Rev Bras Epidemiol

Out- Diez, 20(4), 598-610, DOI:

10.1590/1980-5497201700040004.

Dening, T., and Sandilyan, M.B., 2015, Dementia:

Definitions and Types, Nursing Standard,

29(37), 38-42.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016,

Menkes: Lansia yang Sehat, Lansia yang

Jauh dari Demensia, Jakarta,

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Dewi, S.R., 2014, Buku Ajar Keperawatan

Gerontik, Ed.1, Yogyakarta, Deepublish.

Efendi, F., dan Makhfudli, 2009, Keperawatan

Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik

dalam Keperawatan, Jakarta, Salemba

Medika.

Ellis, G., Marshall, T., and Ritchie, C., 2014,

Comprehensive Geriatric Assessment In

The Emergency Departement, Clinical

Intervention In Aging, 9, 2033-2043,

http://dx.doi.org/10.2147/CIA.529662 .

Fauziyah, S., Radji, M., dan Andrajati, R., 2017,

Polypharmacy In Elderly Patients and

Their Problems, Asian Journal of

Pharmaceutical and Clinical Research,

10(7), 44-49.

Graf, C.E., et al., 2010, Efficiency and Applicability

of Comprehensive Geriatric Assessment In

The Emergency Departement: A Systematic

Review, Aging Clinical and Experimental

Research, 23(4), 244-254, DOI:

10.3275/7284.

Iliaz, R., et al., 2013, Approach to Pain Elderly,

Gerontology & Geriatric Research, 2(3),

1-10, http://dx.doi.org/10.4172/2167-

7182.1000125 .

Irawan, H., 2014, Terapi Rekreasi pada Penderita

Demensia, Medika, 2, 140-142.

Ke, Y.T., et al., 2018, Emergency Geriatric

Assessment: A Novel Comprehensive

Screen Tool for Geriatric Patients In The

Emergency Departement, The American

Journal of Emergency Medicine, 36(1),

143-146,

https://doi.org/10.1016/j.ajem.2017.07.00

8 .

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2013, Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan: Gambaran Kesehatan Lanjut

Usia di Indonesia, Jakarta, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawai, Jubaedi,

Page 6: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

201

A., dan Batubara, I., 2008, Mengenal

Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta,

Salemba Medika.

Maylasari, I., Sulistyowati, R., Ramadani, K.D.,

dan Annisa, L., 2018, Statistik Penduduk

Lanjut Usia 2017, Jakarta, Badan Pusat

Statistik.

Munawirah, Masul, dan Martini, R.D., 2017,

Hubungan Beberapa Faktor Risiko

dengan Malnutrisi Pada Lanjut Usia Di

Nagari Sijunjung Kecamatan Sijunjung,

Jurnal Kesehatan Andalas, 6(2), 324-330.

Silviliyana, M., dkk., 2018, Statistik Penduduk

Lanjut Usia 2018, Jakarta, Badan Pusat

Statistik.

Sterniczuk, R., and Rusak, B. 2016, Sleep in

Relation to Aging, Frailty, and Cognition:

Brocklehurst’s Textbook of Geriatric

Medicine and Gerontology, Eight Edition,

Philadelphia, Elsevier Science.

Suzuki, K., Miyamoto, M., and Hirata, K., 2016, Sleep Disorders In The Elderly: Diagnosis and Management, Journal of General and Family

Medicine, 1-11, DOI: 10.1002/jgf2.27 .dengan

infra red dan six minute walking test dapat

meningkatkan kualitas hidup pada kondisi

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Jurnal

Ilmiah Fisioterapi (JIF), 1 (2).

Sitorus, S., 2015, Penerapan praktek

keperawatan berbasis bukti pursed lip

breathing pada pasien dengan penyakit

paru obstruktif kronik di ruang RSU

Pusat Persahabatan Jakarta, Jurnal

Keperawatan Widya Gantari, 2 (2).

Soemantri, Irman., 2009, Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan, Salemba Medika, Jakarta

World Health Organization (WHO), 2016, Chronic

Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

Diakses dari

https://www.who.int/respiratory/copd/ en/

pada 25 mei 2019

Yatun, R.U., 2016, Hubungan nilai aliran puncak

ekspirasi (APE) dengan kualitas tidur pada

pasien PPOK di Poli Spesialis Paru

Rumah Sakit Paru Jember (Correlation

Between Peak Expiratory Flow Rate

(PEFR) and Sleep Quality of Patient with

COPD at B Lung Specialist Unit of Lung

Hospital Jember), e-Jurnal Pustaka

Kesehatan, 4 (1)

Page 7: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

202

Lampiran Tabel

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, keputusan untuk berobat, dan

kemampuan untuk merawat diri (n = 11).

Karakteristik Frekuensi

(n = 11)

%

Usia

60-74 tahun

75-90 tahun

>90 tahun

9

2

0

81,8

18,2

0

Jenis kelamin

Perempuan

Laki-laki

3

8

27,3

72,7

Keputusan untuk berobat

Diri sendiri

Bantuan dari orang lain

6

5

54,5

45,5

Kemampuan untuk merawat diri sendiri

Diri sendiri

Bantuan dari orang lain

9

2

81,8

18,2

Tabel 2. Gambaran responden berdasarkan penilaian terhadap 22 kemungkinan masalah yang terjadi

pada lansia dengan menggunakan Emergency Geriatric Assessment.

Kemungkinan Masalah

Frekuensi

(n = 11)

%

Delirium

Ya

Tidak

Tidak menjawab

0

11

0

0

100

0

Depresi

Ya

Tidak

Ttidak menjawab

4

7

0

36,4

63,6

0

Demensia

Ya

Tidak

Tidak menjawab

10

1

0

90,9

9,1

0

Bantuan pada aktivitas sehari-hari

Ya

Tidak

Tidak menjawab

0

11

0

0

100

0

Gangguan penglihatan

Ya

Tidak

Tidak menjawab

4

7

0

36,4

63,6

0

Gangguan pendengaran

Ya

Tidak

Tidak menjawab

0

11

0

0

100

0

Page 8: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

203

Gangguan tidur

Ya

Tidak

Tidak menjawab

8

3

0

72,7

27,3

0

Jatuh

Ya

Tidak

Tidak menjawab

3

8

0

27,3

72,7

0

Polifarmasi

Ya

Tidak

Tidak menjawab

6

5

0

54,5

45,5

0

Nyeri

Ya

Tidak

Tidak menjawab

10

1

0

90,9

9,1

0

Luka tekan

Ya

Tidak

Tidak menjawab

0

11

0

0

100

0

Inkontinensia atau retensi

Ya

Tidak

Tidak menjawab

4

7

0

36,4

63,6

0

Alat bantu (NGT, Foley Kateter,

Trakeostomi)

Ya

Tidak

Tidak menjawab

2

9

0

18,2

81,8

0

Masalah nutrisi

Ya

Tidak

Tidak menjawab

9

2

0

81,8

18.2

0

Penggunaan fasilitas kesehatan

Ya

Tidak

Tidak menjawab

8

3

0

72,7

27,3

0

Perencanaan perawatan lebih lanjut

Ya

Tidak

Tidak menjawab

0

11

0

0

100

0

Adanya pengasuh di dalam keluarga

Ya

Tidak

Tidak menjawab

11

0

0

100

0

0

Status sosial ekonomi

Ya

Tidak

0

11

0

100

Page 9: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

204

Tidak menjawab 0 0

Kebutuhan adanya pertemuan keluarga

Ya

Tidak

Tidak menjawab

9

2

0

81,8

18,2

0

Masa hidup < 6 bulan

Ya

Tidak

Tidak menjawab

0

11

0

0

100

0

Kebutuhan akan perawatan yang nyaman

Ya

Tidak

Tidak menjawab

11

0

0

100

0

0

Istirahat di tempat tidur dalam jangka

waktu lama

Ya

Tidak

Tidak menjawab

6

5

0

54,5

45,5

0

Tabel 3. Penilaian Emergency Geriatric Assessment

EMERGENCY GERIATRIC ASSESSMENT

(PENILAIAN KEGAWATDARURATAN GERIATRI)

Nama Pasien :

Usia :

Jenis kelamin :

Keputusan untuk berobat : Diri sendiri Bantuan dari orang lain

Kemampuan untuk merawat : Diri sendiri Bantuan dari orang lain

diri

Kemungkinan

Masalah

Evaluasi Hasil

1. Delirium Confussion Assessment Method (CAM): 1+2+ (3

atau 4)

1. Onset akut dan berfluktuasi

Kaji apakah terdapat perilaku abnormal dari

pasien (misalnya mengalami halusinasi, menarik

diri, tremor, gaduh, gelisah)

2. Rendahnya perhatian

Observasi apakah pasien mudah terdistraksi atau

tidak fokus?

3. Pola pikir yang tidak terorganisasi

Observasi gaya berbicara pasien, apakah terdapat

pembicaraan inkoheren?

4. Gangguan status mental

Kaji tingkat kesadaran pasien

Ya Tidak

Tidak

menjawab

Page 10: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

205

2. Depresi Apakah terdapat salah satu:

Apakah Anda merasa tidak senang dalam 2

minggu terakhir?

Apakah Anda lebih senang berada di dalam

rumah, daripada pergi keluar, dan mencoba

melakukan hal-hal baru dalam 2 minggu terakhir?

Apakah Anda merasa tidak berharga seperti

diri Anda sekarang, dalam 2 minggu terakhir?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

3. Demensia Apakah terdapat masalah dalam mengingat 3 kata:

pertama, beri kata “sepeda, merah, senang”, lalu

minta pasien untuk mengingat dan

menyebutkannya kembali 3 kata tersebut setelah

selesai mengkaji poin 4 sampai 6 “Pendengaran”

Ya Tidak

Tidak

menjawab

4. Aktivitas

sehari-hari

Apakah pasien membutuhkan bantuan dalam

aktivitas sehari-hari < 1 tahun?

Makan & minum higine berpindah

Berjalan Menggunakan toilet mandi

Jika iya, kapan pertama kali pasien membutuhkan

bantuan dalam aktivitas sehari-harinya tersebut?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

5. Penglihatan Apakah Anda mengalami gangguan penglihatan?

Jika iya, apakah hal tersebut mengganggu aktivitas

sehari-hari?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

menjawab

6.

Pendengaran

Apakah Anda mengalami gangguan pendengaran?

Jika iya, apakah hal tersebut mengganggu aktivitas

sehari-hari?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

7. Tidur Apakah Anda mengalami gangguan tidur? Jika

iya, apakah gangguan tersebut? Apakah

mengganggu aktivitas sehari-hari?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

8. Jatuh Apakah Anda pernah mengalami jatuh selama 1

tahun terakhir? Jika iya, berapa kali?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

9. Polifarmasi Apakah Anda mengkonsumsi ≥ 3 obat? Jika iya,

obat apa sajakah itu?

Ya Tidak

Tidak

menjawab

10. Nyeri Apakah Anda mengalami nyeri? Akut

Kronik (>3 bulan)

Area: Skala wajah:

Ya Tidak

Tidak

menjawab

Page 11: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

206

11. Luka

tekan

(dekubitus)

Apakah terdapat luka tekan? Ya Tidak

Tidak

menjawab

12.

Inkontinensia

atau retensi

Apakah terdapat:

Inkontinensia atau retensi urin

Inkontinensia atau retensi feses

Ya Tidak

Tidak

menjawab

13. Alat bantu Apakah terpasang:

NGT Foley kateter Trakeostomi

lainnya

Ya Tidak

Tidak

menjawab

14. Nutrisi TB: cm; BB: kg; IMT: kg/m2

Apakah terdapat:

IMT ≤18,5 IMT ≥27

Penurunan BB 5% < 1 bulan atau 10% <6

bulan

Disfagia atau penurunan nafsu makan dalam 2

minggu ini

Kesulitan mengunyah atau menelan

Ya Tidak

Tidak

menjawab

15.

Penggunaan

fasilitas

kesehatan

≥2 masuk IGD dalam 1 tahun

≥2 berobat dalam 1 tahun

Ya Tidak

Tidak

menjawab

16.

Perencanaan

Perawatan

lebih lanjut

Permintaan Do Not Resuscitate (DNR)?

Surat wasiat Surat persetujuan

Ya Tidak

Tidak

menjawab

17. Pemberi

perawatan

Pemberi perawatan

Pembuat keputusan

Ya Tidak

Tidak

menjawab

18. Status

sosial-

ekonomi

Apakah terdapat:

Tinggal sendiri Masalah ekonomi

Ya Tidak

Tidak

menjawab

19.

Pertemuan

keluarga

Perlu adanya pertemuan keluarga:

Diskusi terkait perawatan medis

Disposisi paska kunjungan ke IGD/rawat inap

Ya Tidak

Tidak

menjawab

Su

Su Su

Page 12: Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien

207

Konsultasikan pada geritriacian jika ditemukan hasil yang tidak normal pada poin

1,2,7,9-14

Sarankan untuk kontrol ke klinik geriatri jika ditemukan hasil yang tidak normal pada

poin 3,4,5,6,8,15

20. Masa

hidup

Perkiraan masa hidup <6 bulan Ya Tidak

Tidak

menjawab

21.

Kebutuhan

akan

perawatan

yang nyaman

Kebutuhan akan perawatan yang nyaman hanya

karena memburuknya kondisi penyakit

Pasien hanya memilih perawatan yang nyaman

Ya Tidak

Tidak

menjawab

22. Istirahat

di tempat

tidur dalam

jangka waktu

lama

Istirahat di tempat tidur dalam jangka waktu lama,

infeksi yang berulang, dan gangguan kognitif yang

signifikan

Ya Tidak

Tidak

menjawab

Konsultasikan pada perawatan paliatif jika ditemukan adanya hasil yang tidak normal

pada poin 20-22

Lampiran Gambar

Gambar 1. Algoritma implementasi Emergency Geriatric Assessment

Pasien lansia datang ke IGD

Triase pasien

Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Pemeriksaan

dokter Pemeriksaan

penunjang

Pemeriksaan terhadap 22 komponen kemungkinan masalah pada lansia dengan Emergency Geriatric Assessment

Penegakan diagnosa

Tindakan medis & keperawatan

Su Su