Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal of Bionursing
196
Jurnal of Bionursing 2020, VOL. 2, NO. 3, 196-207
Implementasi Emergency Geriatric Assessment pada Pasien Lansia di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga: Case Study
Emilia Eka Putri 1, Sidik Awaludin2, Dani Tri Santosa 3
1Mahasiswa program studi Ners Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
2Dosen Jurusan Keperawatan Fikes Unsoed
3Pembimbing Klinik RSUD. dr. R. goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
KEYWORDS
Elderly, Emergency department, Emergency Geriatric Assessment
PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara yang memasuki era
penduduk berstruktur lanjut usia (aging
structured population), karena mempunyai
jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas
yang selalu mengalami peningkatan di setiap
tahunnya. Berdasarkan hasil Statistik Penduduk
Lansia tahun 2018, diketahui dalam waktu
hampir 50 tahun (1971-2018), persentase lansia
di Indonesia meningkat menjadi 9,27% atau
sekitar 24,49 juta. Selain itu, berdasarkan hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret
2018, terdapat lima provinsi yang memiliki
struktur penduduk tua di mana penduduk
lansianya sudah mencapai 10%, yaitu Daerah
Istimewa Yogyakarta (12,37%), Jawa Tengah
(12,34%), Jawa Timur (11,66%), Sulawesi Utara
(10,26%), dan Bali (9,68%) (Silviliyana dkk.,
2018). Jumlah ini diketahui akan terus
meningkat, bahkan populasi lansia di Indonesia
diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan di
wilayah Asia dan global setelah tahun 2050
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2013)
Lansia selalu dikaitkan dengan proses menua.
Menua itu sendiri sebenarnya adalah sebuah
proses yang dimulai sejak permulaan kehidupan,
perlahan-lahan mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, serta penurunan daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Dewi,
2014). Kondisi fisik lansia yang lemah akibat
proses menua tersebut juga rentan mengalami
keluhan kesehatan dan berujung pada kondisi
sakit (Maylasari dkk., 2018). Berdasarkan hasil
Susenas tahun 2017, diketahui angka kesakitan
lansia sebesar 26,72%, atau dari 100 lansia
terdapat sekitar 27 lansia yang sakit, sedangkan
ABSTRACT Background: The higher number of morbidity and emergency department visits for persons aged 75 years compared with the people under 65 years were the basic reason needed for a multidimensional and rapid assessment in the emergency department. The Emergency Geriatric Assessment may effective to be used to identify geriatric problems in the emergency department. Methods: This kind of implementation was a case study. This implementation was done on July 11st - 17th, 2019. The total respondent of this implementation was 11 elderly. The criteria of the respondent were all of the elderly aged ≥60 years who were waiting for admission or being observed, and didn’t have an acute stroke, an acute myocardial infarction, or was awaiting surgical intervention and admission. The instrument used a questionnaire named Emergency Geriatric Assessment, which consisted of twenty-two possible problems in the elderly. Results: The results of the Emergency Geriatric Assessment showed that the majority of the elderlies were 60-74 years, were male, had a medical decisions and had an ability to care for self by themselves. The majority of the identified problems were dementia, sleep, polypharmacy, pain, nutrition, use of medical resources, caregiver, family meeting, need for comfortable care, and long term bedridden. Conclusion: The Emergency Geriatric Assessment was effective to be used for identifying at least two geriatric problems in elderly, in order to help emergency department physicians to manage such
patients.
197
pada tahun 2018 terjadi penurunan angka
kesakitan sebesar 25,99%, atau dari 100 lansia
terdapat 25-26 lansia yang sakit (Maylasari dkk.,
2018; Silviliyana dkk., 2018).
Tingginya angka kesakitan karena beberapa
penyakit kronis, seperti penyakit jantung,
diabetes mellitus, hipertensi, penyakit
cerebrovaskular, demensia, dan penyakit
Parkinson, berarti meningkatkan pula risiko
terhadap beberapa penyakit akut. Hal ini yang
membuat lansia tersebut berada pada populasi
risiko tinggi terhadap kembali dibawanya lansia
ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD),
kebutuhan akan rawat inap, penurunan
fungsional, dan juga kematian. Pernyataan
tersebut didukung oleh hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa rata-rata persentase lansia
≥75 tahun yang datang ke ruang IGD adalah 58
kunjungan/100 orang-tahun, bila dibandingkan
dengan usia ≤65 tahun, yaitu 38 kunjungan/100
orang-tahun (Graf et al., 2010; Ellis et al., 2014).
Berdasarkan hasil observasi di ruang IGD RSUD.
dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga,
didapatkan bahwa dalam satu hari terdapat
pasien lansia sebanyak ± 20 orang. Lansia yang
datang tersebut memiliki keluhan dan kondisi
yang bervariasi tiap orangnya. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah instrumen penilaian untuk
lansia yang bersifat multidimensional, tetapi
dapat dilakukan dengan cepat di ruang IGD.
Beberapa ilmuwan bersama perawat ahli, dokter
jaga di ruang IGD, dan juga spesialis geriatri
berhasil merancang Emergency Geriatric
Assessment (EGA), yaitu instrumen penilaian
kegawatdaruratan pada geriatri. Instrumen ini
berisikan 22 komponen kemungkinan masalah
yang terjadi pada lansia.
METODOLOGI PENELITIAN Implementasi Emergency Geriatric Assessment
ini menggunakan jenis pendekatan case study.
Implementasi dilakukan di ruang IGD RSUD. dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada
tanggal 11-17 Juli 2019. Total responden, yaitu
11 orang lansia. Kriteria responden, yaitu semua
lansia berusia ≥60 tahun yang membutuhkan
pengobatan atau observasi, tidak sedang
mengalami dan tidak memiliki riwayat stroke
akut ataupun acute myocardial infarction, atau
adanya rencana pembedahan. Alur implementasi
yang dilakukan oleh penulis dijelaskan pada
Gambar 1. Algoritma implementasi Emergency
Geriatric Assessment (Lampiran gambar).
Format Emergency Geriatric Assessment yang
digunakan oleh penulis dapat dilihat pada Tabel
3. Penilaian Emergency Geriatric Assessment
(Lampiran tabel).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan
usia, jenis kelamin, keputusan untuk berobat, dan
kemampuan untuk merawat diri (n = 11).
(Lampiran tabel).
Berdasarkan tabel 1. diketahui bahwa sebesar
81,8% lansia berada pada usia dalam kategori
elderly (60-74 tahun), 72,7% berjenis kelamin
laki-laki, 54,5% datang ke IGD atas keputusan
diri sendiri, dan 81,8% masih mampu merawat
diri sendiri.
Gambaran responden berdasarkan penilaian
terhadap 22 kemungkinan masalah yang terjadi
pada lansia dengan menggunakan Emergency
Geriatric Assessment.
Tabel 2. Gambaran responden berdasarkan
penilaian terhadap 22 kemungkinan masalah
yang terjadi pada lansia dengan menggunakan
Emergency Geriatric Assessment (Lampiran
tabel).
Berdasarkan tabel 2. diketahui bahwa seluruh
lansia dalam penelitian ini (100%) memiliki
pengasuh atau pemberi perawatan di rumah,
membutuhkan adanya pertemuan di dalam
keluarga, serta membutuhkan adanya perawatan
yang nyaman sebagai alasannya datang ke rumah
sakit. Selain itu, terdapat beberapa masalah lain
yang teridentifikasi, yaitu adanya lansia yang
mengalami demensia (90,9%), gangguan tidur
(72,7%), nyeri (90,9%), masalah nutrisi (81,8%),
polifarmasi (54,5%) penggunaan fasilitas
kesehatan (72,7%), dan membutuhkan istirahat di
tempat tidur dalam jangka waktu lama (54,5%).
Pembahasan
Emergency Geriatric Assessment (EGA)
merupakan instrumen penilaian
kegawatdaruratan pada geriatri. Instrumen ini
merupakan modifikasi dari instrumen
sebelumnya, yaitu Comprehensive Geriatric
198
Assessment (CGA) dan Hospice and Palliative
Care (HPC) yang membutuhkan 20-30 menit
untuk mengimplementasikannya, waktu yang
dinilai cukup lama jika dilakukan di ruang IGD.
Instrumen EGA terdiri dari 22 komponen
kemungkinan masalah yang terjadi pada lansia,
antara lain delirium, depresi, demensia, aktivitas
sehari-hari, penglihatan, pendengaran, tidur,
jatuh, polifarmasi, nyeri, luka tekan,
inkontinensia atau retensi, alat bantu, nutrisi,
penggunaan fasilitas kesehatan, perencanaan
perawatan lebih lanjut, pengasuh atau pemberi
perawatan, status ekonomi sosial, pertemuan
keluarga, masa hidup, kebutuhan akan perawatan
yang nyaman, dan istirahat di tempat tidur dalam
jangka waktu lama (Graf et al., 2010; Ellis et al.,
2014; Ke, Y.T et al., 2018).
Seluruh lansia (100%) mengatakan memiliki
pengasuh atau orang yang merawatnya, baik dari
pasangan ataupun anggota keluarga yang lain,
karena tidak ada lansia yang tinggal sendiri di
masa tua nya tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil
statistik penduduk lanjut usia tahun 2018 yang
menunjukkan bahwa persentase lansia yang
tinggal bersama tiga generasi (43,18), keluarga
(27,03), dan pasangan (19,93) lebih tinggi
dibandingkan dengan lansia yang tinggal sendiri
(9,28) (Silviliyana dkk., 2018). Adanya
dukungan dari pihak keluarga juga terlihat dari
pernyataan keluarga yang membawa lansia ke
rumah sakit, bahwa selalu dilakukannya diskusi
tentang kondisi maupun segala perawatan medis
yang akan diberikan kepada lansia tersebut.
Banyaknya lansia yang disarankan untuk
dilakukan rawat inap sangat membutuhkan
adanya dukungan dari pihak keluarga. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa keluarga berperan
sebagai jembatan antara pasien dengan
lingkungan rumah sakit yang asing. Selain itu,
adanya pihak keluarga yang menemani juga
berefek positif terhadap status kognitif, gejala
depresi, dan kepatuhan terhadap perawatan yang
diberikan, karena berkurangnya ketakutan dan
kekhawatiran yang dirasakan lansia tersebut
(Admi et al., 2015).
Tingginya persentase kejadian demensia yang
dialami oleh lansia sesuai dengan pernyataan
bahwa demensia menjadi salah satu masalah
terbesar pada lansia. Saat ini diperkirakan 23,4
juta orang menderita demensia, dengan kasus
baru 4,6 juta per tahun dan akan meningkat 2 kali
lipat setiap 20 tahun mencapai 81,1 juta pada
tahun 2040. Sebagian besar penderita demensia
tinggal di negara berkembang, seperti Indonesia
salah satunya (Irawan, 2014). Menteri Kesehatan
Republik Indonesia mengatakan bahwa
pertambahan usia dan peningkatan prevalensi
penyakit tidak menular merupakan faktor utama
penyebab penurunan fungsi kognitif yang akan
berlanjut pada meningkatnya penyakit Alzheimer
dan demensia lainnya pada kelompok lansia
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2016).
Delapan lansia (72,7%) yang mengalami
gangguan tidur rata-rata mengatakan sulit untuk
memulai tidur, sering terbangun di malam hari,
untuk buang air kecil ataupun karena merasakan
adanya nyeri pada tubuhnya, dan ketika sudah
terbangun terkadang merasa sulit untuk
melanjutkan tidur kembali. Proses penuaan
mempengaruhi berbagai irama fisiologis yang
dapat mempengaruhi tidur, seperti suhu tubuh,
sekresi melatonin, dan fluktuasi sistem
neuroendokrin (penurunan sekresi luteinizing
hormone, growth hormone, dan thyroid
stimulating hormone, serta rendahnya kadar
serotonin) (Sterniczuk & Rusak, 2017). Selain itu
adanya penyakit akut maupun kronis yang
menyertai, sehingga menyebabkan munculnya
ketidaknyamanan, seperti nyeri dan kelainan
miksi, dan pengaruh dari beberapa obat-obatan,
seperti antihipertensi, psikostimulan, dan
antidepresan juga dapat menyebabkan terjadinya
insomnia kronik pada orang lanjut usia (Suzuki et
al., 2016).
Sepuluh lansia (90,9%) yang mengalami nyeri,
sebagian merupakan nyeri akut dan sebagian lagi
nyeri kronik. Para lansia tersebut mengatakan
bahwa area yang terasa nyeri, antara lain perut,
kepala, pinggang, beberapa lansia mengatakan
merasa nyeri pada selangkangan, dan ketika
buang air kecil, dengan skala nyeri sedang-berat.
Rasa sakit atau nyeri terjadi sebagai peringatan
sensorik atau adanya kerusakan neurologis, tetapi
tingkat rasa sakit bervariasi dalam ingatan,
harapan, dan struktur emosi seseorang. Alasan ini
yang membuat beberapa lansia tidak cukup
peduli dengan gejala dari rasa sakit yang
199
dialaminya, atau berbeda dalam menyatakannya,
karena kehilangan pasangan atau teman dekat,
kehilangan kemandirian fungsional, dan
tingginya morbiditas atau disabilitas yang
disebabkan oleh beberapa penyakit yang dialami
oleh lansia tersebut (Iliaz et al., 2013).
Sembilan lansia (81,8%) dalam penelitian
mengalami masalah nutrisi, seperti IMT ≤18,5,
beberapa di antaranya mengalami penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan ≥2 Kg
dalam beberapa bulan terakhir, serta mengalami
kesulitan dalam menelan makanan. Beberapa
faktor selain tingkat pendidikan dan status
ekonomi, yang memiliki hubungan terhadap
kejadian malnutrisi pada lansia, yaitu perilaku
merokok dan adanya penyakit akut ataupun
kronis. Nikotin dalam rokok dapat meningkatkan
metabolisme tubuh tanpa diikuti dengan
peningkatan nafsu makan, salah satunya yaitu
lipolisis yang dapat menyebabkan penurunan
berat badan. Selain itu, merokok juga
berhubungan erat dengan beberapa penyakit akut
maupun kronis.
Adanya hubungan antara penyakit akut maupun
kronis terhadap kejadian malnutrisi dapat
dijelaskan melalui efek katabolik terhadap
infeksi, inflamasi, atau trauma. Adanya
pengeluaran beberapa mediator inflamasi, seperti
cytokine (interleukin-1, interleukin-6 dan alpha-
tumor necrosis factor), glukokortikoid, dan
katekolamin yang dapat menyebabkan perubahan
dalam metabolisme, nafsu makan, dan absorpsi
serta asimilasi nutrien, sehingga mengakibatkan
penyakit dan malnutrisi. (Damiao et al., 2017).
Gangguan fungsi kognitif juga diketahui menjadi
salah satu penyebab dari malnutrisi pada lansia.
Gangguan kognitif tersebut akan mempengaruhi
aktivitas sehari-hari salah satunya perilaku
makan. Gangguan makan terjadi seperti
lambatnya mulut dalam mengunyah makanan dan
respon mengingat rasa terhadap makanan.
Penelitian menunjukkan 40% dari penderita
alzheimer terjadi penurunan berat badan setelah 8
tahun setelah didiagnosis. Pada usia lanjut yang
mengalami penurunan status fungsi kognitif
terjadi penurunan indra penciuman, sehingga
menurunkan selera makan (Theo & Wynne, 2001
dalam Munawirah dkk., 2017).
Delapan lansia (72,7%) mengatakan bahwa
dirinya sudah ≥2 kali datang ke IGD dan/atau
berobat ke rumah sakit, karena seringnya
mengalami kekambuhan, tidak kunjung membaik
pada kondisi penyakit yang diderita, ataupun
karena munculnya beberapa keluhan baru. Enam
lansia (54,5%) juga mengatakan bahwa dirinya
mengkonsumsi sedikitnya >3 obat-obatan yang
diresepkan pada saat berobat jalan atau pasca
rawat inap. Dua hal ini saling berkaitan, karena
proses penuaan menyebabkan terjadinya
penurunan fungsi organ dan memicu pada
munculnya berbagai penyakit, sehingga lansia
akan menerima begitu banyak obat. Pada lansia
pun terjadi perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik yang dapat mempengaruhi
metabolisme dan efek samping obat, sehingga
dosis, formulasi dan pemberian obat pada lansia
harus disesuaikan dengan usia dan kondisi untuk
menghindari masalah yang dapat ditimbulkan
setelahnya (Fauziyah dkk., 2017).
Enam lansia (54,5%) membutuhkan pemeriksaan
dan observasi lebih lanjut, sehingga disarankan
oleh dokter dan perawat ruangan untuk rawat
inap. Rawat inap dilakukan agar pasien dapat
meminimalkan mobilitas dan beristirahat di
tempat tidur dalam jangka waktu tertentu, demi
kesembuhan dari penyakitnya tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan yang
menunjukkan bahwa lansia menjadi populasi
utama yang membutuhkan rawat inap pada
pelayanan di rumah sakit, dan 73-83% diantara
lansia yang dilakukan rawat inap menghabiskan
waktunya dengan berbaring di tempat tidur
(Brown et al., 2009). Dampak yang harus
diperhatikan dari kurangnya mobilitas selama
rawat inap adalah terjadinya penurunan
fungsional, yang dapat berlanjut pada
peningkatan morbiditas, disabilitas, dan
mortalitas paska rawat inap (Admi et al., 2015).
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil implementasi, dapat
disimpulkan bahwa penilaian dengan
menggunakan Emergency Geriatric Assessment
efektif dalam mengidentifikasi minimal dua
masalah geriatri pada lansia. Emergency
Geriatric Assessment ini diharapkan dapat
diterapkan pada perawat IGD, sehingga dapat
memberikan informasi tambahan dari aspek
200
masalah geriatri, baik kepada pasien dan
keluarga, dokter IGD, maupun perawat bangsal
jika pasien diharuskan dilakukan rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA
Admi, H., Shadmi, E., Baruch, H., and Zisberg, A.,
2015, From Research to Reality:
Minimizing The Effects of Hospitalization
on Older Adults, Rambam Maimonides
Medical Journal, 6(2), 1-14.
Brown, C.J., Redden, D.T., Flood, K.L., and
Allman, R.M., 2009, The Underregonzed
Epidemic of Low Mobility during
Hospitalization of Older Adults, Journal of
American Geriatrics Society, 57(9), doi:
10.1111/j.1532-5415.2009.02393.x.
Damiao, R., Santos, A.S., Matijasevich, A., and
Menezes, P.R., 2017, Factors Associated
with Risk of Malnutrition In The Elderly In
South-Eastern Brazil, Rev Bras Epidemiol
Out- Diez, 20(4), 598-610, DOI:
10.1590/1980-5497201700040004.
Dening, T., and Sandilyan, M.B., 2015, Dementia:
Definitions and Types, Nursing Standard,
29(37), 38-42.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016,
Menkes: Lansia yang Sehat, Lansia yang
Jauh dari Demensia, Jakarta,
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dewi, S.R., 2014, Buku Ajar Keperawatan
Gerontik, Ed.1, Yogyakarta, Deepublish.
Efendi, F., dan Makhfudli, 2009, Keperawatan
Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan, Jakarta, Salemba
Medika.
Ellis, G., Marshall, T., and Ritchie, C., 2014,
Comprehensive Geriatric Assessment In
The Emergency Departement, Clinical
Intervention In Aging, 9, 2033-2043,
http://dx.doi.org/10.2147/CIA.529662 .
Fauziyah, S., Radji, M., dan Andrajati, R., 2017,
Polypharmacy In Elderly Patients and
Their Problems, Asian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research,
10(7), 44-49.
Graf, C.E., et al., 2010, Efficiency and Applicability
of Comprehensive Geriatric Assessment In
The Emergency Departement: A Systematic
Review, Aging Clinical and Experimental
Research, 23(4), 244-254, DOI:
10.3275/7284.
Iliaz, R., et al., 2013, Approach to Pain Elderly,
Gerontology & Geriatric Research, 2(3),
1-10, http://dx.doi.org/10.4172/2167-
7182.1000125 .
Irawan, H., 2014, Terapi Rekreasi pada Penderita
Demensia, Medika, 2, 140-142.
Ke, Y.T., et al., 2018, Emergency Geriatric
Assessment: A Novel Comprehensive
Screen Tool for Geriatric Patients In The
Emergency Departement, The American
Journal of Emergency Medicine, 36(1),
143-146,
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2017.07.00
8 .
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2013, Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan: Gambaran Kesehatan Lanjut
Usia di Indonesia, Jakarta, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawai, Jubaedi,
201
A., dan Batubara, I., 2008, Mengenal
Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta,
Salemba Medika.
Maylasari, I., Sulistyowati, R., Ramadani, K.D.,
dan Annisa, L., 2018, Statistik Penduduk
Lanjut Usia 2017, Jakarta, Badan Pusat
Statistik.
Munawirah, Masul, dan Martini, R.D., 2017,
Hubungan Beberapa Faktor Risiko
dengan Malnutrisi Pada Lanjut Usia Di
Nagari Sijunjung Kecamatan Sijunjung,
Jurnal Kesehatan Andalas, 6(2), 324-330.
Silviliyana, M., dkk., 2018, Statistik Penduduk
Lanjut Usia 2018, Jakarta, Badan Pusat
Statistik.
Sterniczuk, R., and Rusak, B. 2016, Sleep in
Relation to Aging, Frailty, and Cognition:
Brocklehurst’s Textbook of Geriatric
Medicine and Gerontology, Eight Edition,
Philadelphia, Elsevier Science.
Suzuki, K., Miyamoto, M., and Hirata, K., 2016, Sleep Disorders In The Elderly: Diagnosis and Management, Journal of General and Family
Medicine, 1-11, DOI: 10.1002/jgf2.27 .dengan
infra red dan six minute walking test dapat
meningkatkan kualitas hidup pada kondisi
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Jurnal
Ilmiah Fisioterapi (JIF), 1 (2).
Sitorus, S., 2015, Penerapan praktek
keperawatan berbasis bukti pursed lip
breathing pada pasien dengan penyakit
paru obstruktif kronik di ruang RSU
Pusat Persahabatan Jakarta, Jurnal
Keperawatan Widya Gantari, 2 (2).
Soemantri, Irman., 2009, Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Salemba Medika, Jakarta
World Health Organization (WHO), 2016, Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Diakses dari
https://www.who.int/respiratory/copd/ en/
pada 25 mei 2019
Yatun, R.U., 2016, Hubungan nilai aliran puncak
ekspirasi (APE) dengan kualitas tidur pada
pasien PPOK di Poli Spesialis Paru
Rumah Sakit Paru Jember (Correlation
Between Peak Expiratory Flow Rate
(PEFR) and Sleep Quality of Patient with
COPD at B Lung Specialist Unit of Lung
Hospital Jember), e-Jurnal Pustaka
Kesehatan, 4 (1)
202
Lampiran Tabel
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, keputusan untuk berobat, dan
kemampuan untuk merawat diri (n = 11).
Karakteristik Frekuensi
(n = 11)
%
Usia
60-74 tahun
75-90 tahun
>90 tahun
9
2
0
81,8
18,2
0
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
3
8
27,3
72,7
Keputusan untuk berobat
Diri sendiri
Bantuan dari orang lain
6
5
54,5
45,5
Kemampuan untuk merawat diri sendiri
Diri sendiri
Bantuan dari orang lain
9
2
81,8
18,2
Tabel 2. Gambaran responden berdasarkan penilaian terhadap 22 kemungkinan masalah yang terjadi
pada lansia dengan menggunakan Emergency Geriatric Assessment.
Kemungkinan Masalah
Frekuensi
(n = 11)
%
Delirium
Ya
Tidak
Tidak menjawab
0
11
0
0
100
0
Depresi
Ya
Tidak
Ttidak menjawab
4
7
0
36,4
63,6
0
Demensia
Ya
Tidak
Tidak menjawab
10
1
0
90,9
9,1
0
Bantuan pada aktivitas sehari-hari
Ya
Tidak
Tidak menjawab
0
11
0
0
100
0
Gangguan penglihatan
Ya
Tidak
Tidak menjawab
4
7
0
36,4
63,6
0
Gangguan pendengaran
Ya
Tidak
Tidak menjawab
0
11
0
0
100
0
203
Gangguan tidur
Ya
Tidak
Tidak menjawab
8
3
0
72,7
27,3
0
Jatuh
Ya
Tidak
Tidak menjawab
3
8
0
27,3
72,7
0
Polifarmasi
Ya
Tidak
Tidak menjawab
6
5
0
54,5
45,5
0
Nyeri
Ya
Tidak
Tidak menjawab
10
1
0
90,9
9,1
0
Luka tekan
Ya
Tidak
Tidak menjawab
0
11
0
0
100
0
Inkontinensia atau retensi
Ya
Tidak
Tidak menjawab
4
7
0
36,4
63,6
0
Alat bantu (NGT, Foley Kateter,
Trakeostomi)
Ya
Tidak
Tidak menjawab
2
9
0
18,2
81,8
0
Masalah nutrisi
Ya
Tidak
Tidak menjawab
9
2
0
81,8
18.2
0
Penggunaan fasilitas kesehatan
Ya
Tidak
Tidak menjawab
8
3
0
72,7
27,3
0
Perencanaan perawatan lebih lanjut
Ya
Tidak
Tidak menjawab
0
11
0
0
100
0
Adanya pengasuh di dalam keluarga
Ya
Tidak
Tidak menjawab
11
0
0
100
0
0
Status sosial ekonomi
Ya
Tidak
0
11
0
100
204
Tidak menjawab 0 0
Kebutuhan adanya pertemuan keluarga
Ya
Tidak
Tidak menjawab
9
2
0
81,8
18,2
0
Masa hidup < 6 bulan
Ya
Tidak
Tidak menjawab
0
11
0
0
100
0
Kebutuhan akan perawatan yang nyaman
Ya
Tidak
Tidak menjawab
11
0
0
100
0
0
Istirahat di tempat tidur dalam jangka
waktu lama
Ya
Tidak
Tidak menjawab
6
5
0
54,5
45,5
0
Tabel 3. Penilaian Emergency Geriatric Assessment
EMERGENCY GERIATRIC ASSESSMENT
(PENILAIAN KEGAWATDARURATAN GERIATRI)
Nama Pasien :
Usia :
Jenis kelamin :
Keputusan untuk berobat : Diri sendiri Bantuan dari orang lain
Kemampuan untuk merawat : Diri sendiri Bantuan dari orang lain
diri
Kemungkinan
Masalah
Evaluasi Hasil
1. Delirium Confussion Assessment Method (CAM): 1+2+ (3
atau 4)
1. Onset akut dan berfluktuasi
Kaji apakah terdapat perilaku abnormal dari
pasien (misalnya mengalami halusinasi, menarik
diri, tremor, gaduh, gelisah)
2. Rendahnya perhatian
Observasi apakah pasien mudah terdistraksi atau
tidak fokus?
3. Pola pikir yang tidak terorganisasi
Observasi gaya berbicara pasien, apakah terdapat
pembicaraan inkoheren?
4. Gangguan status mental
Kaji tingkat kesadaran pasien
Ya Tidak
Tidak
menjawab
205
2. Depresi Apakah terdapat salah satu:
Apakah Anda merasa tidak senang dalam 2
minggu terakhir?
Apakah Anda lebih senang berada di dalam
rumah, daripada pergi keluar, dan mencoba
melakukan hal-hal baru dalam 2 minggu terakhir?
Apakah Anda merasa tidak berharga seperti
diri Anda sekarang, dalam 2 minggu terakhir?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
3. Demensia Apakah terdapat masalah dalam mengingat 3 kata:
pertama, beri kata “sepeda, merah, senang”, lalu
minta pasien untuk mengingat dan
menyebutkannya kembali 3 kata tersebut setelah
selesai mengkaji poin 4 sampai 6 “Pendengaran”
Ya Tidak
Tidak
menjawab
4. Aktivitas
sehari-hari
Apakah pasien membutuhkan bantuan dalam
aktivitas sehari-hari < 1 tahun?
Makan & minum higine berpindah
Berjalan Menggunakan toilet mandi
Jika iya, kapan pertama kali pasien membutuhkan
bantuan dalam aktivitas sehari-harinya tersebut?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
5. Penglihatan Apakah Anda mengalami gangguan penglihatan?
Jika iya, apakah hal tersebut mengganggu aktivitas
sehari-hari?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
menjawab
6.
Pendengaran
Apakah Anda mengalami gangguan pendengaran?
Jika iya, apakah hal tersebut mengganggu aktivitas
sehari-hari?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
7. Tidur Apakah Anda mengalami gangguan tidur? Jika
iya, apakah gangguan tersebut? Apakah
mengganggu aktivitas sehari-hari?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
8. Jatuh Apakah Anda pernah mengalami jatuh selama 1
tahun terakhir? Jika iya, berapa kali?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
9. Polifarmasi Apakah Anda mengkonsumsi ≥ 3 obat? Jika iya,
obat apa sajakah itu?
Ya Tidak
Tidak
menjawab
10. Nyeri Apakah Anda mengalami nyeri? Akut
Kronik (>3 bulan)
Area: Skala wajah:
Ya Tidak
Tidak
menjawab
206
11. Luka
tekan
(dekubitus)
Apakah terdapat luka tekan? Ya Tidak
Tidak
menjawab
12.
Inkontinensia
atau retensi
Apakah terdapat:
Inkontinensia atau retensi urin
Inkontinensia atau retensi feses
Ya Tidak
Tidak
menjawab
13. Alat bantu Apakah terpasang:
NGT Foley kateter Trakeostomi
lainnya
Ya Tidak
Tidak
menjawab
14. Nutrisi TB: cm; BB: kg; IMT: kg/m2
Apakah terdapat:
IMT ≤18,5 IMT ≥27
Penurunan BB 5% < 1 bulan atau 10% <6
bulan
Disfagia atau penurunan nafsu makan dalam 2
minggu ini
Kesulitan mengunyah atau menelan
Ya Tidak
Tidak
menjawab
15.
Penggunaan
fasilitas
kesehatan
≥2 masuk IGD dalam 1 tahun
≥2 berobat dalam 1 tahun
Ya Tidak
Tidak
menjawab
16.
Perencanaan
Perawatan
lebih lanjut
Permintaan Do Not Resuscitate (DNR)?
Surat wasiat Surat persetujuan
Ya Tidak
Tidak
menjawab
17. Pemberi
perawatan
Pemberi perawatan
Pembuat keputusan
Ya Tidak
Tidak
menjawab
18. Status
sosial-
ekonomi
Apakah terdapat:
Tinggal sendiri Masalah ekonomi
Ya Tidak
Tidak
menjawab
19.
Pertemuan
keluarga
Perlu adanya pertemuan keluarga:
Diskusi terkait perawatan medis
Disposisi paska kunjungan ke IGD/rawat inap
Ya Tidak
Tidak
menjawab
Su
Su Su
207
Konsultasikan pada geritriacian jika ditemukan hasil yang tidak normal pada poin
1,2,7,9-14
Sarankan untuk kontrol ke klinik geriatri jika ditemukan hasil yang tidak normal pada
poin 3,4,5,6,8,15
20. Masa
hidup
Perkiraan masa hidup <6 bulan Ya Tidak
Tidak
menjawab
21.
Kebutuhan
akan
perawatan
yang nyaman
Kebutuhan akan perawatan yang nyaman hanya
karena memburuknya kondisi penyakit
Pasien hanya memilih perawatan yang nyaman
Ya Tidak
Tidak
menjawab
22. Istirahat
di tempat
tidur dalam
jangka waktu
lama
Istirahat di tempat tidur dalam jangka waktu lama,
infeksi yang berulang, dan gangguan kognitif yang
signifikan
Ya Tidak
Tidak
menjawab
Konsultasikan pada perawatan paliatif jika ditemukan adanya hasil yang tidak normal
pada poin 20-22
Lampiran Gambar
Gambar 1. Algoritma implementasi Emergency Geriatric Assessment
Pasien lansia datang ke IGD
Triase pasien
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
dokter Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan terhadap 22 komponen kemungkinan masalah pada lansia dengan Emergency Geriatric Assessment
Penegakan diagnosa
Tindakan medis & keperawatan
Su Su