12
Siswanto Masruri There are at least threeparadigms of education in the era ofglobalization: conserva tive, liberal, and critic. The paradigms mentioned could be attained through somepro cesses implemented bytheperformers of global education. The liberal'paradigm isof coursebrought about with theprocess of liberalization. Liberalism is therefore a para digm and liberalization is a process. Ifthe liberalization means as the application and cultivation-ofsomestrategic initiatives inthe educational field, the writerbelieves that the majority of educational experts will agree with thepurpose ofthe liberal paradigm. But, if it is intended as a free trade, and the cultural commodity of education is the same as the economic one, some of them will refuse it. In the fieldof education, there are still some centralistic and ceremonialpractices, so thatthere wouldn't be any cre ativity. Consequently, the quality of Indonesian education isfarfrom anyother countries like Malaysia. In order to catch up the backwardness in education, the experts are expected to bring about the process ofautonomy, decentralization, to considerculture of excellence and social welfare as the mostimportant by developing 4 intelligences. Finally, the social prosperitycouldbe obtained under the frame ofglobaleducation. Kata Kunci: liberalisasi, otonomi, desentralisasi dan pendidikan global Dewasa ini, banyak terminologi ilmu- iimu sostai dan agama yang berkembang pesat, tetapi membingungkan masyarakat. Substansi dan konteksnya kadang-kadang sama, tetapi ekspresi dan te/csnya' berbeda. Dalam pendekatan ilmiab (keagamaan) misalnya Istilah-istllah tekstual, skriptural, doktrinal, tradisional, naqliah, jabariah, dan normatif berada pada satu kelompok pendekatan; sedangkan Istilah- istllah dan pembaharuan, modernlsasi, liberalisasi, kemerdekaan, kebebasan, dan pembebasan pada kategorl yang lain. Sebagian besar istilah tersebut memiliki UNISIA NO. 60/XXlX/ri/2006 kesamaan arti, tetapi, olehpara pakarsering dibedakan dengan tujuan agar tidak sama dengan yang lain. Kedua istilah terakhir - kemerdekaan dan kebebasan - sering dikaitkan dengan kondisi Indonesia pada tahun 1945 yang telah mencapai kemerdekaannya. Tetapi, paling tidakhingga akhir Orde Baru, bangsa ini - sekali pun telah merdeka - justru belum bebas dan mendapatkan kebebasannya. ' Tentang substansi dan ekspresi atau maieridan manifestasi, lihat antara lain, Isma'il Raji Al-Faruqi and Lois Lamya Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang (Bandung: Mizan, 1998,2003), 35-7. 147

Dewasa ini, banyak terminologi ilmu-

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Siswanto Masruri

There are at least threeparadigms ofeducation in theera ofglobalization: conservative, liberal, andcritic. The paradigms mentioned couldbeattained through someprocesses implemented bytheperformers ofglobal education. The liberal'paradigm isofcoursebrought about with theprocess ofliberalization. Liberalism is therefore a paradigm and liberalization is a process. Ifthe liberalization means as theapplication andcultivation-ofsomestrategic initiatives in the educational field, the writerbelieves thatthemajority ofeducationalexperts will agree with thepurpose oftheliberalparadigm.But, if it is intended as a free trade, and the cultural commodity of education is thesame as the economic one, some of them will refuse it. In the fieldofeducation, thereare still some centralistic and ceremonialpractices, so thatthere wouldn't be any creativity. Consequently, thequalityofIndonesian education isfarfrom anyothercountrieslike Malaysia. In order to catch up the backwardness in education, the expertsareexpected to bring about the process ofautonomy, decentralization, to considercultureofexcellence and socialwelfare as themostimportant bydeveloping 4 intelligences.Finally, the socialprosperitycouldbe obtainedunderthe frame ofglobaleducation.

Kata Kunci: liberalisasi, otonomi,desentralisasi dan pendidikan global

Dewasa ini, banyak terminologi ilmu-iimu sostai dan agama yang

berkembang pesat, tetapi membingungkanmasyarakat. Substansi dan konteksnyakadang-kadang sama, tetapi ekspresi dante/csnya' berbeda. Dalam pendekatan ilmiab(keagamaan) misalnya Istilah-istllah tekstual,skriptural, doktrinal, tradisional, naqliah,jabariah, dan normatif berada pada satukelompok pendekatan; sedangkan Istilah-istllah dan pembaharuan, modernlsasi,liberalisasi, kemerdekaan, kebebasan, danpembebasan pada kategorl yang lain.Sebagian besar istilah tersebut memiliki

UNISIA NO. 60/XXlX/ri/2006

kesamaan arti, tetapi, olehpara pakarseringdibedakan dengan tujuan agar tidak samadengan yang lain. Kedua istilah terakhir -kemerdekaan dan kebebasan - seringdikaitkan dengan kondisi Indonesia padatahun 1945 yang telah mencapaikemerdekaannya.Tetapi, paling tidakhinggaakhir Orde Baru, bangsa ini - sekali puntelah merdeka - justru belum bebas danmendapatkan kebebasannya.

' Tentang substansi dan ekspresi ataumaieridan manifestasi, lihat antara lain, Isma'ilRaji Al-Faruqi and Lois Lamya Al-Faruqi, TheCultural Atlas of Islam, diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia, Atlas Budaya Islam,Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang(Bandung: Mizan, 1998,2003), 35-7.

147

Topik: Globalisasidan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

Ketika periode Mekkah MuhammadSAW diangkat menjadi Rasul, ajaran utamayang disampaikan kepada umatnya adalahpembebasan dari budaya kemusyrlkanmenuju ketauhidan. La llaha Ilia Allahadalahdoktrin pembebasan dan liberalisasi yangsesungguhnya. Syahadat Ini terdiri dari duakata kunci: nafyun a\au negasi {la llaha) danitsbata{au konfirrnasi (///aA/Za/?). Ajaran inisesungguhnya memiliki arti pembebasanyang sebenarnya. Metode empiris daninduktifyang menurut sebagian pengamatdirintis oleh Roger Bacon (1214-1294 M)danFrancis Bacon (1561-1627 M) yangkemudian menjadi cikal bakal kemajuanBarat Abad XVII bahkan merupakankongkretisasi dari semangatTauhid dalamIslam tersebut.^

Kalau sekarang banyak pengamat yangmengintrodusir Istilah liberalisasi dalamkonteks pendidikan, maka muncul banyakpertanyaan. Apakah yang dimaksud denganliberalisasi itu hanya dikaitkan denganwacana 'pasar bebas' sehingga pendidikanharus disetarakan dengan komoditiperdagangan dan ekonomi? Atau, apakahliberalisasi itu hanya dapat dimaknaidengan pembebasan dari penindasan parakapitalis pendidikan?^ Atau, liberalisasi \ladimaksudkan sebagai pembaharuansehingga praktek-praktek pendidikan yangsudah outofdate harus diganti dengan yangbaru? Atau, liberalisasi itu mengandungpengertian desentralisasi atau otonomipendidikan sehingga praktek-praktekpendidikan tidak harus mengacu pada satumodel atau pola tertentu? Atau, apakahliberalisasi itu sudah merupakan mindsetumat yang sejak dahulu telah mem-bebaskan diri mereka dari budayakemusyrlkan menuju ketauhidan sehinggaempirisme lebih mudah dilakukan? Untukmembahas dan menjawab semuanya itu,khususnya yang terkait dengan liberalisasi

148

dan liberalisasipendidikan, artlkel iniakanmengkritisi sebuah proses liberalisasidalampengertian yang luas dan sedikit berbeda.

Liberalisasi: Forum ivrodan

GATTS

Mark Olssen, John Codd dan Anne-Marie O'Neill pernah menyatakan bahwa,

"Educationpolicy in the twenty-firstcentury is the key to global security,sustainability, and survival. The era ofglobalization brings urgency to the need for anew world order in which nation-states can

develop policies that willcontribute to andsustain forms of international governance.INeargue that education policies are central to such a global mision".*

2 Roger Bacon dan Franscis Baconsebenarmya hanya merupakan kurir-kurir ilmupengetahuan dari Dunia Barat ke Ounia Islam,bukan perintis dan penemu metode empiris atauinduktif sebagaimana diakui oleh sebagianpengamat Barat. Lihat, S.I. Poeradisastra,Sumbangan Islam kepada Ilmu dan PeradabanWodem (Jakarta: P3M, 1981,1986), vii; Lihat,J.W. Drapper, History of the Conflict BetweenReligion and Science (London: 1966) dan Robert Brifault, The Making of Humanity (London:1919), 202; Lihat juga, Muhammad Iqbal, TheReconstmction of Religious Thought in IslamdanAll Sami al-Nashar, Manahij al-Bahts 'IndaMufakkir al-lslam wa Naqd al-Muslimin li al-Manthiqal-Aristhatalisi(Iskandariyah: Dar al-Rkrai-'Arabi, 1947), 25.

^ FrancisWahono, Kapitaiisme Pendidikan,Antara Kompetisi dan Keadilan (Yogyakarta: Insist Press, Cindelaras Bekerjasama denganPustaka Pelajar, 2001), 105.

*Mark Olssen, John Codd and Anne-MarieO'Neill, Education Policy: Globalization, Citizenship and Democracy ( London: Sage Publications, 2004), 1.

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

Paradigma Liberal daiam Pendidikan Global; Siswanto Masruri

Pemyataan ketiga ahit pendidikan dari NewZealand di atas menegaskan bahwakebijakan bidang pendidikan pada abad in!merupakan kunci dari keamanan,keberlanjutan, dan kehidupan global. Padaera gioballsasi di mana jarak antara negarayang satu dengan yang lainnya semakindekat, maka kebijakan apa pun (termasukmisainya liberalisasi, desentralisasi dandeseremonlallsasi pendidikan)akan menjadisangat sentral. Karena itu, persaingan global bidang pendidikan tidak dapat dihindarldan akan dapat diantisipasi.

Dalam dunia yang semakin sempit danpadat, yang ditandai oleh semakin mudahditerobosnya batas-batas nasional olehkekuatan destruktif yang mengerlkan,meluasnya kemampuan teknologi dankomunikasi yang begitu pesat, umatmanusia hidup dalam intimitas yangmendekati sempurna. Banyak peristlwahukum,sosial, politik, ekonoml„dan budayayang teijadi di bagian dunia yang satu, dapatsegera diketahuloleh bagian dunia yang lain.Tetapi, kemampuan untuk saling mempe-ngaruhi kehidupan satu sama lain ke arahyang leblh baik atau lebih buruk belumpernah mencapal iingkup dan kondisisebagaimana saat ini.

Pada akhirDesember2005, Hongkongmendadak kebanjiran belasan ribupendatang dari berbagai negara. Magnetyang menarik para pejabat perdagangandari 149 negara, kelompok aktivis, dan tentupencari berita ke bekas koloni Inggrls ituapalagi kalau bukan Konperensi TingkatMenteri Organisasi Perdagangan Dunia(WTO). Menurut Pascal Lamy, DirekturJenderal WTO, konperensi iniharus mampumenuju penyelesaian Putaran Doha.Pemyataan ini menyiratkan kekhawatirantidak tuntasnya Putaran Doha yangditargetkan usai dalam dua tahun.®

UNISIA NO. 59/XXIX/1/2006

Sejak edisi Doha, tawar-menawardaiam sidang WTO memang lebih ketat.Dohamerupakan sen pertamaketika negaramaju berjanji membuka telinga lebih lebarterhadap kepentingan mitra mereka yangperekonomiannya masih berkembang.Kebijakan ini merupakan buntut daripanasnya perdebatan antara kelompoknegara maju dengan negara berkerhbang"dalam pertemuan di Seattle, AmerikaSerikat. Kelompok negara berkembangketika itu memberi label kepada WTOsebagai klubnegara kaya. Tidak hanya itu,kelompok negara berkembang jugamengancam memboikot tlap* ageTldaperundingan WTO apablla kepentinganmereka tidak diacuhkan.

Pertarungan kepentingan diWTO tidakhanya berlangsug antara kelompoknegaramaju dan negara berkembang. Kelompoknegara sejahtera (maju) pun terpecah kedalam dua kubu. Yang pertama adalahkelompok lobi perusahaan multlnasional disektor manufaktur dan jasa. Mereka inllahyang mengusung tinggi-tlnggi oborperdagangan bebas. Untuk negara majuseperti Amerika Serikat, kelompok inipenting karena menyumbang produkdomestik bruto terbesar. DiAmerika Serikat,sektor Industri menyumbang hampir 20persen. Kontribusi terbesar masih dipegangsektor jasa yaltu 79 persen. Kedua,kedudukan para petani berada pada sisiyanglain. Kubu ini yang paling anti agenda WTO.Bagi petarii negara maju sekalipun,pemangkasan proteksi merupakan loncengkematian.

Di Uni Eropa, kontribusi sektorpertanian terhadap produk domestik brutotidak pemah diatas 10 persen. Pekan silam,delegasi Uni Eropa dan Amerika bahkan

®Tempo, Edisi 19-25 Desember 2005,20-21.

149

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam BidangPendidikan

sempat bersilegang. Amerika bersikerasmeminta Unl Eropa memotong tarif imporproduk pertanlan. Sebaliknya, Uni Eropamenuduh pemerintah Amerika memanjakanpetanlnya melalul paket bantuan pangan kenegara-negara miskin. Lalu di mana posisiIndonesia? Dalam pertemuan denganmasyarakat Indonesia di Hong Kong, MenteriPerdagangan Marl Elka Pangestumenyatakan,

"Indonesia tidak akan membiarkan

industri pertanian dalam negeri bertarungbebas. Jalan yang akan ditempuh adalahmengegolkari krWena special product danmerumuskanspecial safeguardmechanismuntuk produk pertanian seperti beras. Tigakriteria special product yang diusulkan Indonesia adalah produk yang terkalt denganketahanan pangan, kemiskinan, danpembangunan daerah.Selain mengusulkankriteria, Indonesia juga masih harusmenegosiasikan periods pemberiakuan status special product itu dan' besaran

-tarifnya."®' "

WTO yang bersidang sampai hariMingguDesember2005juga membicarakanrencana liberalisasi pendidikan. Seba-gaimana diketahui, klasifikasi penyediaanjasa bidang pendidikan tinggi dalam llngkupGeneral Agreement on Trade, Tarrifs, andSen/ices (GATTSjdiWTO meliputi:(1) crossborder supply, jarak jauh, internet, on line,degree program; (2) consumption abroad.belajar di luar negeri; (3) commercialpresence: partnership, subsidiary, twinning arrangement 6er\gar\ perguruan tinggi lokal;(4) presence of natural: tenaga-tenagapengajar asing di perguruan tinggi lokal.Penandatanganan perjanjian dan klasifikasipenyediaan jasa (pendidikan) memilikikonsekuensi bahwa mulai tahun 2006,berbagai lembaga pendidikan asIng akandiperbolehkan masuk ke negara-negaraberkembang tehmasuk Indonesia. Perjanjian

]50

itu meliputi 4 (empat) sektor jasa: (1)profesional; (2) energi; (3) kesehatan; dan(4) pendidikan.'

Merespon isu liberalisasi pendidikan,para pakar berbeda pendapat dalammenanggapi rencana tersebut. Fomm Rektormisalnya secara tegas menolak rencanaliberalisasi. Ketua Forum, Wibisono Hardjo-pranoto, mengatakanbahwaliberalisasi akanmenyebabkanpendidikan menjadi komodltasperdagangan dan ekonomi. Padahal,pendidikan mestinyamenjadikegiatanbudayauntukmencerdaskan bangsa. Namun, RektorUniversiatas Negeri Surabaya ini tidakkeberatan bila lembaga pendidikan asingyangmasukke Indonesia adalah pendidikanyang bersifatteknis seperti kursus komputer.

Rektor UGM Sofian Effendi memiliki

pendapat yang-sama ketika menyatakanbahwa Indonesia belum saatnya meng-hadapi liberalisasi pendidikan. MendlknasBambang Sudibyojuga berpendapat sama.Menurut dia, tidak ada konsep liberalisasidalam pendidikan. Sebaliknya, MenkoKesra Aburizal Bakrie berseberangan sikap.Menurut dia, Indonesia harus belajar darikemunduran pendidikandi Inggris yang tidakmelakukan reformasi. Dia percaya, denganliberalisasi dan kompetisi yang kuat,kualitas pendidikan dapat meningkat.

Dengan semangat globalisasi danliberalisasi seperti yang dilnginkan GATTS,Indonesia, balk menerima maupun menolakperjanjiantersebut, pasti akan terpengaruhmeski tidak harus dirugikan. Instltusipendidikan asing yang nantinya bolehmasuk ke Indonesia hanyalah perguruantinggi yang mau bermltradengan lembaga-lembaga pendidikan lokal. Oleh karena Itu,lembaga-lembaga pendidikan Indonesia

6 Ibid.

' SKH Jawa Pas, Kamis, 5 Mei 2005, 7.

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

Paradigma Liberal dalam Pendidikan Global; Siswanto Masruri

mulal sekarang harus bekerja leblh kerasdengan melakukan reorientasi pendidikan,reformasi epistemologi kellmuan dankelembagaan, dekonstruksl dan rekon-struksi kurikulum {knowledge based oneconomy, HAM, multikulturallsme, demo-kratlsasl, dan lain sebagainya), sertapeningkatan kuaiitas manajemen. Terkaltdengan perkembangan global tersebul,lembaga-lembaga pendidikan Indonesiadiharapkan mampu melakukan antlslpasidan memberikan solusi secara akademissesual kebutuhan masyarakat, permasa-lahan, dantantangan globalmasa depan.

Hampir semua negara yang pernahdijajah seperti Indonesia memang meng-aiami keterpurukan dalam bidang soslalpolltik, ekonomi, dan pendidikan. Setelahterbebas dari penjajahan dan memperolehkemerdekaanpadatahun 1945. PemerintahIndonesia mencoba memahami sebab-

sebab keterpurukan tersebut, melakukanrenungan dan evaluasi serta berusahamencarijalan keluamya. Secara Intelektual,para foundingfathers dan pelaku pendidikantelah mencurahkan tenaga dan piklranmereka untuk mengatasi berbagal masalah,khususnya bidang pendidikan. Secarakelembagaan, mula-mula mereka men-dirlkan pesantren sebagal lembagapendidikan yang indigenous Islam Indonesia dan lembaga pendidikan model sekolah(Barat). Tidak puas dengan kedua lembagatersebut, mereka mendirlkan lembagapendidikan model madrasah.

Keblngungan dan dilemakelembagaanakademik para pelaku pendidikan danmasyarakat Indonesia tersebut akhlrnyamenlmbulkan dikotomi ilmu antara umum(baca: Iptek) dan agama yang hingga kinibelumdapat diatasl. Negara Inl seberiarnyajuga telah mernlllkl seklan banyak pemiklr,ulama, klai, dan ahll bergelar Sarjana, Ma-

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

glster, Doktor, Guru Besardalam berbagalbidang(soslalpolltik, ekonomi, dan pendidikan). Kekayaan Intelektual Indonesiaseperti itu seharusnya mampu meresponberbagal keterpurukan dan memberikansolusi alternatif terhadap persoalan-persoalan pendidikan dan kemanuslaanuniversal yang hingga saat inl masihdlrasakan bersama.

Persoalan-persoalan tersebut antaralain kebodohan massal, kemiskinanstruktural, ekonomi kapltalis, korupsi'soslalis' (kolektif), terorlsme, konfllk Intradan antarnegara, serta muslbah alamlahyang menlmpasebaglan bangsa Indonesia.Disebabkan oleh berbagal dilema danminlmnya 'dana', para ahll ternyata belummampu (Jawa: mitayam) memberikan solusisecara tuntas dan menyeluruh sehlnggamenlmbulkan pertanyaan:"Mengapa kuaiitaspendidikan Indonesia masih rendah, belumkompelltif, dan kurangdiperhltungkan s^'ra'Internasional?" Mengapa kesenjanganpendidikan masih terjadi dl mana-mana dandalam berbagal dimenslnya? Apanyayangsalah? SIstem pendidikan nasional, sumberdana, atau sumberdaya manuslanya? Leblhdarl Itu, untuk meningkatkan kuaiitaspendidikan bangsa secara menyeluruh danevolusloner, para pelaku pendidikannegeriinl harus memulainyadarimana? Dari input,proses, manajemen, epistemologi keilmuan,atau dengan melakukan proses liberalisasi,desentralisasi,deseremonlalisasi pendidikanguna mencapal budaya unggul dan sejahterabagi para peiakunya secara keseluruhan?Jawaban pasti tentu harus melalul kajianIntensif terleblh dahulu, eksperlmen,penelltlanterencana, gradual, dan kompre-hensif.

151

Topik:Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

Paradigma Liberal dalamPendidikan

Para praktisi pendidikan (guru, dosen,peiatih, pemandu) di berbagai iembagapendidikan, atau pendidikan rakyat (populareducation) di kalangan buruh, petani danrakyat miskin, banyak yang tidak sadarbahwa mereka tengah teriibat dalam suatupergumulan poiitik dan ideoiogimeiaiuiarenapendidikan. Mereka memahami bahwapendidikan merupakan suatu kegiatan muiiayang mengandung kebajikan dan berwataknetral. Dunia pendidikan kemudiandikejutkan oleh asumsi bahwa setiap usahapendidikan yang selaiu dimuiiakan dandiasumsikan mengandung kebajikantefsebut mendapat kritik mendasar olehalmarhum Paulo Freire pada awal tahun 70an dan Ivan llllch pada dekade yang sama.®

Freire dan lllich menyadarkan banyakorang bahwa pendidikan yang seiama inih'^pirdianggap sakral dan penuh kebajikanternyata juga mengandung penindasan.Namun demlkian, berbagai kritik mendasartersebut justru semakin mendewasakanduhia pendidikan karena memperkayaberbagai upaya pencarian model pendidikansehlngga melahlrkan pengalaman lapangandi berbagai belahan dunia mengenal praldekpendidikan sebagai baglan dari aksl kuitura!dan transformasi sosial.®

Dewasa ini, untuk kesekian kallnya,pendidikan tengah diuji untuk mampumemberikan jawaban yang sullt yaknl antaramelegitlmasi atau meianggengkan sistemdan struktur soslal yang ada, ataupendidikan harus berperan kritis dalammelakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang iebih adii. Keduaperan dilematis pendidikan tersebut hanyadapatdijawab meiaiui pemilihan paradigmapendidikan yang mendasarinya. Untukmemahami paradigma tersebut akan sedikit

152

diulas mengenal berbagai paradigmapendidikan dan Implikasinya yaknlkonservatif, liberal, dan kritis.^®

Pertama, Paradigma Konservatif. BagImereka, ketidaksederajatan masyarakatmerupakan suatu hukum keharusan aiami,suatu hai yang mustahil dapat dihindarisertamerupakan ketentuan sejarah atau bahkantakdirTuhan. Perubahan sosial bagi merekabukanlah sesuatu yang harus dlpetjuangkankarena perubahan hanya akan membuatmanusia Iebih sengsara. Daiam bentuknyayang kiasik, paradigma konservatifdibangunberdasarkan keyakinan bahwa masyarakatpada dasarnya tIdak dapat merencanakanperubahan atau mempengaruhi perubahansoslai. HanyaTuhanlah yang merencanakankeadaan masyarakat dan hanya DIa yangtahu makna di baiik semuanya Itu. Denganpandangan sepeiH Ini, kaum konservatiftidakmenganggap rakyat memillkl kekuatan ataukekuasaan untuk merubah kondlsl mereka."

Daiam perjalanan selanjutnya, paradigma konservatif cenderung menyaiahkansubyeknya. Bagi kaum konservatif, merekayang menderlta yakni orang-orang miskin,buta huruf, kaum tertindas dan mereka yangdi penjara, menjadi demlkian karena salahmereka sendirl. Banyak orang lain yang

® Mansour Fakih, "Ideoiogi dalamPendidikan" dalam William F. O'Neill, Educational Ideologies: Contemporary Expressionof Educational Philosophies, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, Ideologi-ideologiPendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001), X.

^ Ibid.

'0 Paulo Freire dkk. menyebutkan 4paradigma yakni fundamentalis, konservatif,liberal, dan anarkis. Lihat, Paulo Freire, Ivarilllich, Erich Fromm dkk., MenggugatPendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999,2001), vii-xxxix.

" Ibid.

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

ParadigmaLiberaldalam PendidikanGlobal;Siswanto Masruri

ternyata dapat bekerja keras dan berhasilmeralh sesuatu. Banyak orang ke sekolahdan belajar untuk berperilaku balk dan olehkarenanya tidak dl penjara. Kaum miskinhaaislahsabardan belajar untuk menunggusampal gillran mereka datang. Karena, padaakhirnya, semua orang kelak akan men^capai kebebasan dan kebahagiaan. Olehkarena itu, kaum konservatif mellhatpentlngnya harmonl dalam masyarakat danmenghindarkan konfllk dan kontradlksi.

Kedua, Paradigma Liberal. Golongan in!berangkat darl keyaklnan bahwa memangada masalah dl masyarakat, tetapl bagl.mereka, pendidikan tIdak ada kaitannyadengan persoalan politik dan ekonomimasyarakat. Dengan keyaklnan seperti Itu,tugas pendidikan juga tIdak ada sangkut-pautnya dengan persoalan polltik danekonomi. Sungguhpun demlkian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesualkanpendidikan dengan keadaan ekonomi danpolltik dl luardunia pendidikandengan jalanmemeoahkan berbagal masalah pendidikandengan usaha reformasl 'kosmetik'.Umumnya,yang dllakukan adalah perlunyamembangun kelas dan fasllltas baru,memoderenkan peralatan sekolah denganpengadaan komputerdan laboratorlumyangleblh canggih, serta berbagal usaha untukmenyehatkan raslo murid-guru. Selain Itu,juga berbagal InvestasI untukmenlngkatkanmetodologi pengajaran dan pelatlhan yangleblhefisiendan partlslpatifseperti kelompokdinamlk (group of dynamics) dan se-bagalnya.^2

Akar darl pendidikan dl atas adalahLIberalisme yaknl suatu pandangan yangmenekankan pengembangan kemampuan,mellndungi hak, dan kebebasan, sertamengidentlflkasi problem dan upayaperubahan soslal secara Instrumental demimenjaga stabllltas jangka panjang. Konseppendidikan dalam tradisi liberal berakar pada

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

cita-clta Barat tentang Indlvlduallsme.Sejarah polltik llberallsme berkait eratdengan bangkltnya kelas menengah yangdiuntungkan oleh Kapitallsme. Pengaruhllberallsme dalam pendidikan dapatdianailsis dengan mellhat komponen-komponennya.

Ketiga, Paradigma Kritls. Pendidikanbaglmereka merupakan arena perjuanganpolltik. Jika paradigma konservatifbertujuanmenjaga status quo dan paradigma liberalbertujuan untuk melakukan perubahan,makaparadigma kritls menghendaki adanyaperubahan struktur secara fundamental,terutama dalam politik dan ekonomimasyarakat dl mana pendidikan berada.Bagl mereka, kelas dan diskrimlnasi gender dalam masyarakat tercermin dalamdunia pendidikan. Paham demlkianbertentangan dengan pandangan kaum liberal dlmana pendidikandianggap terlepasdarl persoalan kelas dan gender yang adadalam masyarakat.

JikaDescartes memaklumkan pemyataan'Aku berplkir, maka aku ada', Albert Camusmenglsyaratkan, 'Aku pemberontak,maka akuada'. Pemberontakan metaflsis adalah

serangan terhadap fitrah sebagal manusia.Karena fitrah Itudllawan, berarti fitrah Ituada.Memberontak terhadap Tuhan juga berartipembuktlan bahwa Tuhan Itu ada dalampemahaman si murtad. Friedrlch Nietzsche(1844-1900) adalah pemikirpertama yangberhadapan empat mata dengan 'yang absurd', dan mencoba menclpta tatanan moralbaru minus Tuhan, yang ditarik secaraeksklusif darl eksistensi manusia. Camusmenyanjung nihilisme Nietzsche danberkomentar, 'Nietzsche akan menebus

Stevan M. Chan, MendemokratiskanPembelajaran, Tuj'uan Pendidikan Liberal(Yogyakarta: KreasI Wacana, 2002), 19.

153

Topik: Globalisasi dan Libcralisasi dalam Bidang Pendidikan

dunia Ini'. Dalam kaitan ini, Fowlermenyimpulkan,

"Camus adalah seorang humanis liberal.Dalam The Rebel'ia tawarkan kritikideolcgituntas dari sudut pandang Itu. Camusmenjadi 'orang penting' di zaman kitalantaran la menyusun sistem etis yangsangat mendasardan persuasif, ditlmba darikonteks situasi kemanuslaan sendlrl, tanpamengacu ke prinslp-pninsip a priori. Dalamha! in!la adalah eksistensialls; disarikannyaeksistensi menjadi dalll-daiil yang kemudianakan dipakai sebagai pedoman penA/ujudaneksistensi Itu sendlrl. Jelas la berbeda

dengan Jean-Paul Sartre yang berkatabahwa meski manusia menyadari keab-surdan dan kehampaan eksistensi, manusiamesti meiekatkan makna dengan caramenglkatkan dlrl pada tujuan tertentu,melibatkan diri dengan sistem tertentu yangdlterlmanya sebagai sistem sahlh, sambilmenunda kesangslannya. Perbedaanantara Camus dengan Sarte mirip denganperbedaan antara seseorang yang asylkmenceburkan dlrldan berenang dengan orang lain yang berdiri dalam alrsebatas lutut,menggigil, memeluk bahu sendlrl dan giginyagemeletuk kedlnginan."^®

Tentang llberaiisme, A.S. Nelll, -pendidlk dan penulls berkebangsaanScotlandia Ini diakui sebagai figur sentraldalam gerakan 'sekolah bebas' dl duniaBarat- mendlrikan 'sekolah bebas'-nya padatahun 1921 di Leiston, sebuah kota kecil dlSuffolk, sekitar seratus mil dari London.Sekolah itu dinamai Summerhill, 'BukitMusim Panas' yang menylratkan kebe-basan dan sinarterang-benderang, wama-warni dan kesibukan. HIngga kini,Summerhiiimas\h berdiri di bawah pimpinanIsterl Nelll, Ena.

TIdak seperti Dewey, Nell bukanteoretlkus. DIa leblh merupakan sosok

154

Kepala Sekolah yang berpengalaman.Lantaran tanpa "pangkat llmiah" inllahgagasan-gagasan Nelll mula-mula dicuekiorang sebelum la menerbitkan buku yangsangat kontroverslal dan pengaruhnya luarbiasa: Summerhill: A Radical Approach inChildRearing 960). Buku Ini terbit sesudahSummerhill sempat merayakan ulangtahunnyayang ke-40.

Dl Summerhill, Nell mencobamenetapkan eksperimen pendidikan tanpapaksaan dan tanpa tekanan terhadap mu-rid.Siswa-siswinya berumur antara 5 hingga15 tahun. Nell terpengaruh oleh pemikiranpembaharu sebelumnya yaknl Homer Lane,la juga menyerap ide-ide SIgmund Freud(melalul tafslran Wilhelm Reich). Nelllpercaya bahwa anak-anak sesungguhnyacenderung 'balk'. Maka, di Summerhill,derajat guru dan murld sejajar. Wewe-nangnya pun sama besar. Sekolah inidljalankan menurut prinsip 'pemerintahansendlrl' yang demokratis di mana sangpendiri juga hanya kebagian satu suaradalam tlap musyawarah. Mau masuk atautidak, diserahkan kepada anak. TIdak adaulangan, tes, dan ujlan.TIdakada rapor dannilai.Anak-anak tIdak terlalu disiapkan untuklulus masuk Perguruan Tinggi".

Otonomi, Desentralisasi, danDeseremonialisas!

Isu mengenai otonomi pendidikanberkembang selring dengan munculnyadesakan kuat perlunya demokratisasi danasumsi kuat dl kalangan masyarakat. Takpelak lagl, Ini merupakan imbas dari euphoria reformasi bahwa lembaga pendidikan apapun merupakan Institusi pendidikan yangleblh memahami kelebihan dan kelemahan

Ibid.

UmSlA NO. 59/XXIX/I/2006

ParadigmaLiberal dalam Pendidikan Global; Siswanto Masruri

dirinya,. Karena Itu, mereka harusmampu mengoptimalkan potensi sumberdaya yang dimiliki untuk memajukan dirimereka. Lembaga pendidikan apa saja akanlebih mengetahui kebutuhan, khususnyainputpendidikanyang akan dikembangkandan didayagunakan dalam prosespendidikan sesuai kebutuhan dan tingkatperkembangan anak didik.

Berdasarkan asumsl di atas, bila diberikesempatan secara memadal, setiaplembaga pendidikan sebenarnya memilikikemauan dan kemampuan memper-tanggungjawabkan kinerja dan mutupendidikannya kepada stakeholders.Dengan demiklan,persaingan sehat denganlembaga lain menjadi mungkin. Untuk itu,masing-masing, secara mandirl, dapatmenempuh upaya-upaya kreatif-inovatifdengan dukungan orang tua, masyarakat,pemerintah daerah, dan stakeholderslalnnya. Asplrasi masyarakat mengenaiotonomi pendidikan secara jelasdiakomodasi oleh Undang-Undang tentangSistem Pendidikan Nasional, khususnyapada Bab XV tentang peranserta masyarakatdalam pendidikan, dan lebih khusus lagipada pasal 55 mengenai pendidikanberbasis masyarakat.'"*

Isu seputar otonomi pendidikan inimenjadi penting karena pada dasamyaotonomi menjadi karakter utama lembagapendidikan - apa pun namanya - sejak awalmula kemunculannya. Namun, masalah inisangat mungkin berubah menjadi ancamanjika para penyelenggaranya tidak memilikikemampuan memadai dalam mengimple-mentasikan nilai-nilai otonomi tersebut

dalam keseluruhan aspek penyelenggaraanpendidikan. Kegagalan pengelolaanpendidikan di Indonesia, menurut penulis,sebenarnya bukan semata-mata karena adadan tidak adanya otonomi, desentralisasi,dan liberalisasi pendidikan, atau, bukan

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

hanya karena masalah peraturanperundang-undangan dan anggaran, tetapibanyak terkalt dengan masalah-masalah diiuar pendidikan itu sendiri.

Sebagai contoh penulis dapatmengemukakan bahwa budaya masyarakatIndonesia sesungguhnya masih senangdengan tetesan dari atas, atau dibina olehpejabat yang lebih tinggi sehingga inisiatif-inisiatifstrategis dari pengelola pendidikansangat lemah, dan bahkan praktekpendidikan selama ini masih sangatsentralistik. Selain itu, masyarakat Indonesia masih suka memegang teguh budayaseremonial yang sering mengabaikansubstansi atau materi kegiatan secaraumum. Upacara-upacara keagamaan dikalangan masyarakat beragama Indonesiaseperti peringatan hari besar keagamaan,upacara kultural keagamaan (lebaran,pemikahan, sunatan, kematian, dan lainsebagainya) merupakan buktiseremonialisasiyang berkembang dalam masyarakat.

Dalam konteks pendidikan tinggi, dapatdilihat pada praktek kependidikan di manabanyak acara-acara yang sesungguhnyatidak penting, bahkan sering mengesankanbasa-basi dan penindasan serta peng-hamburan beaya, tetapi justru digemarimasyarakat dan dilakukan oleh para pelakupendidikan. Kalau kegiatan terpenting padaPT adalah TriDharma FT, maka yang tidakterialu mengesankan basa-basi hanyalahkegiatan pendidikan dan pengajaran atauproses belajar mengajar. Sementara itu,bidang yang lain, penelitian-meski banyakpengelola PT yang akan menjadikan PTnyasebagai universitas risel {research univer-sit)/), namun, hingga kinl, kegiatan tersebut

" Undang-undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Jakarta; Depdiknas,2003), 36.

155

Topik: Globalisasi danLiberalisasi dalam Bidang Pendidikan

maslh mengesankan basa-basi danseremonial. Inl dikarenakan lebih dari 50

persen - bahkan mungkin75 sampai dengan90 persen produk penelitian PT 'belum' adaartlnya. Apalagi kegiatan pengabdiankepada masyarakat yang juga mengesankan basa-basi dan tidak sesuai denganbidangstud!yang ditekuni selama mengikutipendidikan (kuiiah). Kedua kegiatan terakhirin! diiakukan mahasiswa iebih karena adaketentuannya, bukan karena minat danfokus yang serius dari mahasiswa. Aspekseremoniai biasanya lebih mengemukadaripada substansinya sendiri. Daiampeiaksanaan dan penerapannya pun, paramahasiswa lebih mementingkan proses,bukan produknyayang sangat didambakanmasyarakat. Oleh karena itu, iangkah-langkah pemberian otonomi dan dese-remonialisasiper\umendapatkan perhatianoleh para peiaku pendidikan dalam semuajenjangnya.

Penutup

Pada dasarnya, manusia sebagaipeiaku pendidikan senantiasa menghendakiperubahan. Di era global sekarang ini,bahkan sejak dahulu, semua yang ada didunia selaiu mengalami perubahan. Yangtidakmengalami perubahan tentu penjbahanitu sendiri. Kaum inteiektual adalahkelompokmasyarakat terdepan yang selaiutidak puas dengan kemapanan dan selaiumenghendakiperubahan. Tetapi, perubahanitu tidak mudah diwujudkan semudah atauseperti membaiikteiapaktangan manusia.

Kaum inteiektual bahkan mengalamikebingungan yang dahsyat ketikamenghadapi stagnasi kependidikan dinegara mereka. Kebingungan demikianselanjutnya memuncuikan, paling tidak, tiga

156

paradigma pendidikan: konservatif, kritis,dan liberal. Ketigaparadigma inl disuarakanoleh masing-masing pengikutnya. Merekamenegaskan bahwaparadigma merekalahyang paling tepat untuk meningkatkankualitas pendidikan di negara masing-masing. Dari siniiah dua kubu pendidikanhadir: yang masih tetap menghendakistagnasi dan yang menginginkan adanyadinamisasi.

Paradigma liberal yang banyakmendapatkan perhatian dalam tulisan initentu diiakukan melalui proses liberalisasi.Karenanya, iiberalisme adaiah paradigmadan liberalisasi adalah proses. Jikaliberalisasi diartikan sebagai upayapenerapan danpembudayaan inisiatif-lnisiatifstrategis dalam bidang pendidikan, makapara pelakunya tentubanyakyangsepakatdengannya. Tetapi, jika liberalisasi hanyadikaitkan dengan perdagangan bebassehingga komoditi pendidikan yangkuituraiistik disamakan dengan komoditiekonomi, tentu banyak yang tidaksependapat.

Dewasa ini, praktik-praktik yangsentraiistik dan seremoniaiistik dalam duniapendidikan masih sering diterapkansehingga pengekangan kreativitas tidakdapat dihindarkan. Sebagai akibatnya,substans! dan kualitas pendidikan di negeriini masih jauh tertinggal, bahkan jikadibandingkan dengan negara tetanggaseperti Malaysia. Agartidaktertinggal, parapeiaku pendidikan sebaiknyamenerapkanproses desentralisasi atau otonomi,mengedepankan inovasi dan inisiatif-inisiatifstrategis, atau dengan meiakukan dese-remoniaiisasi.®

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

Paradigma Liberal daiam Pendidikan Global; Siswanto Masruri

Daftar Pustaka

Sabri, Abdul Fattah dan 'All 'Umar.1953."Kisra wa al-Fallah al-Shaikh"

daiam Al-Qira'ah al-Rashidah, al-Juzal-Thalith, Mesir: Daral-Ma'arif,

Saml.Ali al-Nashar, 1947. Manahijal-Bahts'Inda Mufakkir al-lslam wa Naqdal-Muslimin lial-Manthiq al-Aristhatalisi,Iskandarlyah: Dar al-Fikr al-'Arabl.

Hadikusuma.Djarnawi , 1979. DeritaSeorang Pemimpin, Yogyakarta:Persatuan.

Francis Wahono,. 2001. KapitalismePendidikan, Antara Kompetisi danKeadilan, Yogyakarta: Insist Press,Cindelaras Bekerjasama denganPustaka Pelajar.

Franz Magnis-Suseno. 2001. Pemikiran KartMarx, Dari Sosialisme Utopis kePerseiisihan Revisionisms, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

J.W. Drapper. 1966. History of the ConflictBetween Religion andScience, London:

Kathleen Newland dan Kemala

Chandrakirana Soedjatmoko(Penyunting), 1994. MenjelajahCakrawala, Kumpulan Karya VisionerSoedjatmoko, Jakarta: PT GramediaPustaka Utama Bekeijasama denganYayasan Soedjatmoko.

Mark Olssen, John Codd and Anne-MarieO'Neill. 2004. Education Policy: Globalization, Citizenship and Democracy, London: Sage Publications.

UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006

Muhammad Iqbal. 1966. PembangunanKembaiiAlam Pikiran Islam, OsmanRaiiby (Penerjemah). Jakarta: BulanBintang, 1966.

Paulo Freire, Ivan lllich, Erich Fromm dkk.,200^ .Menggugat Pendidikan,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Paulo Freire. 1985. The Politics of Educa

tion: Culture, Power, and Liberation,Massachussets: Bergin and GarveryPublishers.

Robert Brifault. 1919. The Making ofHumanity, London: 1919.

Robin Barrow. 1978. Radical Education: A

Critique of Preeschooling andDeschooiing, London: MartinRobinson.

S.I. Poeradisastra, 1986. Sumbangan Islamkepada llmu dan Peradaban Modern, Jakarta: P3M.

SKH Jawa Pos, Kamis, 5 Mel 2005, 7.

Soedjatmoko, 1991. Soedjatmoko danKeprlhatinan Masa Depan,Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Stephen R. Covey. 2005. The 8th Habit,Melampaui Efektivitas, MenggapaiKeagungan, Jakarta: GramediaPustaka Utama.

Stevan M. Chan. 2002. Mendemokratiskan

Pembelajaran, Tujuan PendidikanLiberal, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Tempo, Edisi 19-25 Desember 2005.

Thomas G. Weiss dan Cindy Collins, 1996.Humanitarian Challenges and Hu-

157

Topik: Globalisasi dan Liberalisasi dalam Bidang Pendidikan

manitarian Intervention, Colorado:Westview Press.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional, Jakarta:Depdiknas, 2003.

William F. O'Neill, 2001. Educational Ideologies: Contemporary Expression ofEducational Philosophies, dlterje-mahkan ke dalam bahasa Indonesiadengan judul, Ideologi-ideologiPendidikan, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2001.

•••

158 UNISIA NO. 59/XXIX/I/2006