20
199 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) Volume 17, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2017, Halaman 199-218 DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN PANGAN TERHADAP EKSPOR SAYURAN INDONESIA Purwono Nugroho 1 [email protected] Andie Sadhuputri 2 [email protected] Informasi Artikel Riwayat Artikel Diterima tanggal 09 September 2016 Direvisi tanggal 19 Februari 2017 Disetujui tanggal 25 November 2017 Klasifikasi JEL Q17; F13 Kata Kunci Daya saing; Standar keamanan pangan; Model gravitasi; Data panel; Sayuran DOI 10.17970/jrem.17.170205.ID 1 Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor 2 Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ABSTRACT There have been growing concerns about the effects of food safety standards on agricultural trade throughout the world. Market acces of agricultural products is also influenced by level of competitiveness in the market of importing country. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Product Dynamic are used in this research to analyze the competitiveness of Indonesia’s vegetables products export. This research also uses panel gravity model to analyze the effect of maximum residual limit (MRL) of pesticides imposed by importing countries on export of Indonesia’s vegetables products. The results from RCA method show that products which have high comparative advantage in destination countries is cabbage. The results show that stringent food safety standards imposed by importing countries have a negative and statistically significant effect on Indonesia’s export of vegetables products. The results also show that volume of Indonesia’s vegetables products exports are influenced by real GDP, population, production, economic distance, ad valorem tariff, and competitiveness indices. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2010 tentang hortikultura, hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, contohnya meliputi jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Tanaman hortikultura sebagai kekayaan hayati merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam Indonesia yang sangat penting sebagai sumber pangan bergizi, bahan obat nabati, dan estetika, yang bermanfaat dan berperan besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang perlu dikelola dan dikembangkan secara efisien dan berkelanjutan. Salah satu produk hortikultura andalan Indonesia yaitu produk sayuran. Produk

DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

199

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN PANGAN TERHADAP EKSPOR SAYURAN INDONESIA

Purwono Nugroho1

[email protected] Sadhuputri2

[email protected]

Informasi ArtikelRiwayat ArtikelDiterima tanggal 09 September 2016Direvisi tanggal 19 Februari 2017Disetujui tanggal 25 November 2017

Klasifikasi JELQ17; F13

Kata KunciDaya saing; Standar keamanan pangan;Model gravitasi; Data panel; Sayuran

DOI10.17970/jrem.17.170205.ID

1 Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor2 Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia

ABSTRACTThere have been growing concerns about the effects of food safety standards on agricultural trade throughout the world. Market acces of agricultural products is also influenced by level of competitiveness in the market of importing country. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Product Dynamic are used in this research to analyze the competitiveness of Indonesia’s vegetables products export. This research also uses panel gravity model to analyze the effect of maximum residual limit (MRL) of pesticides imposed by importing countries on export of Indonesia’s vegetables products. The results from RCA method show that products which have high comparative advantage in destination countries is cabbage. The results show that stringent food safety standards imposed by importing countries have a negative and statistically significant effect on Indonesia’s export of vegetables products. The results also show that volume of Indonesia’s vegetables products exports are influenced by real GDP, population, production, economic distance, ad valorem tariff, and competitiveness indices.

PENDAHULUANLatar Belakang

Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2010 tentang hortikultura, hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, contohnya meliputi jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Tanaman hortikultura sebagai kekayaan hayati merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam Indonesia yang sangat penting sebagai sumber pangan bergizi, bahan obat nabati, dan estetika, yang bermanfaat dan berperan besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang perlu dikelola dan dikembangkan secara efisien dan berkelanjutan.

Salah satu produk hortikultura andalan Indonesia yaitu produk sayuran. Produk

Page 2: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

200

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

sayuran mengalami perkembangan konsumsi pada beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia menyadari pentingnya mengkonsumsi sayuran dengan alasan gaya hidup dan kesehatan. Sayuran menyediakan kebutuhan yang menunjang kesehatan manusia. Oleh karena itu, produksi sayuran menjadi salah satu hal yang mempunyai arti yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Produk sayuran dikembangkan sebagai salah satu komoditas andalan ekspor karena Indonesia mempunyai sekitar 80 jenis produk sayuran

yang berpotensi meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Fakta yang terjadi, kinerja ekspor produk sayuran Indonesia mengalami penurunan nilai yang signifikan. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai impor sayuran yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Gambar 1). Neraca perdagangan produk sayuran yang defisit perlu menjadi perhatian serius bagi pengambil kebijakan di bidang pertanian mengingat potensi pengembangan ekspor produk sayuran yang besar.

Gambar 1 Kinerja Ekspor Impor Produk Sayuran Indonesia

Sumber : BPS, 2014

Sejak berdirinya World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995, melalui perjanjian multilateral, plurilateral dan bilateral, negara-negara anggotanya bersepakat untuk menurunkan tarif untuk produk pertanian secara bertahap. Walaupun terjadi penurunan tarif produk pertanian, hambatan perdagangan di sektor pertanian tidak berkurang. Hambatan perdagangan non tarif seperti penerapan standar keamanan pangan berupa penetapan batas ambang maksimal untuk residu pestisida yang semakin ketat oleh negara pengimpor menjadi

tantangan dan hambatan baru bagi negara eksportir. Negara-negara berpenghasilan tinggi umumnya dikenal memiliki standar ketat, terutama standar Sanitary and Phitosanitary (SPS) yang lebih tinggi. Hal ini biasanya terjadi karena negara-negara berpenghasilan tinggi juga memiliki derajat yang lebih tinggi dari kesadaran masyarakat dan kekhawatiran tentang standar makanan yang mereka konsumsi. Semakin tinggi GDP per kapita suatu negara, maka rata-rata jumlah standar per produk akan semakin meningkat (Ferro et al 2015). Selain itu, berdasarkan

Page 3: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

201

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

data WTO (2015), antara tahun 2009 sampai dengan 2013, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan cenderung melakukan notifikasi SPS dengan jumlah lebih banyak dibandingkan negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam dan India.

Indonesia sebagai salah satu anggota World Trade Organization (WTO) mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Salah satu hak sebagai anggota WTO yaitu memperoleh atau mempertahankan akses pasar jika kepentingan ekspornya terganggu serta melakukan perlindungan pasar dalam negeri melalui penerapan trade remedies atau trade defence measures. Salah satu contohnya yaitu penerapan regulasi teknis dan standar produk. Regulasi teknis dan standar diidentifikasi sebagai prinsip hambatan non tarif selama negosiasi Putaran Tokyo (1973 sampai dengan 1979). Negosiasi ini menghasilkan keputusan yang disebut Agreement on Technical Barriers to Trade (Standard Code). Keputusan ini memasukan prinsip-prinsip General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yaitu most favoured nation dan national treatment serta diterapkan pada standar teknis dan standar sanitary and phitosanitary (SPS) yang mengatur perdagangan internasional pada komoditas pangan dan produk pertanian (Osiemo, 2012).

Sejak terjadinya krisis keuangan global, kebijakan proteksi perdagangan banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia. Banyak negara menggunakan instrumen hambatan perdagangan non tarif untuk melindungi industri dalam negeri dari ancaman produk impor. Dalam situasi seperti ini, hambatan perdagangan non tarif menggantikan kebijakan tarif sebagai salah satu hambatan utama dalam perdagangan produk pertanian (Song, 2012). Menurut aturan WTO, suatu negara dapat menerapkan standar SPS sendiri untuk melindungi

kesehatan manusia, hewan dan tanaman serta melindungi lingkungan hidup selama standar tersebut tidak diskriminatif dan mempunyai alasan ilmiah. Lebih dari 60 % produk pangan terpengaruh akibat penerapan standar SPS di negara-negara tujuan ekspor.

Regulasi standar keamanan pangan dapat digunakan untuk mengganggu perdagangan produk pertanian dalam rangka untuk melindungi kesehatan manusia. Kebijakan ini banyak dipakai negara maju dalam kerangka WTO untuk menghadang ekspor produk pertanian dari negara-negara berkembang (Song, 2010). Perjanjian penerapan SPS oleh WTO terjadi pada tahun 1995. WTO mengijinkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan SPS measures untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan tanaman serta melindungi lingkungan. Namun demikian, standar keamanan pangan dan produk pertanian yang semakin ketat yang diterapkan oleh negara-negara maju menjadi tantangan utama bagi produk pangan dan pertanian untuk masuk dalam pasar internasional terutama yang berasal dari negara berkembang. Standar keamanan pangan, khususnya SPS measures menjadi hambatan utama dalam perdagangan produk pertanian. Antara tahun 1996 sampai dengan 2009, tingkat rata-rata tarif global pada produk pertanian menurun dari 14.6 % menjadi 10.8 %, sedangkan jumlah notifikasi SPS negara-negara dunia pada produk pertanian mengalami peningkatan dari 136 notifikasi pada 1996 meningkat menjadi 564 notifikasi pada 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa standar keamanan pangan menjadi semakin ketat di negara-negara pengimpor (Dou et al, 2013).

Selain masalah hambatan perdagangan baik tarif maupun hambatan non tarif, akses pasar produk sayuran Indonesia ke pasar internasional juga dipengaruhi oleh faktor daya saing produk. Faktor daya saing produk berperan penting karena Indonesia harus bersaing dengan negara-negara pengekspor

Page 4: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

202

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

produk hortikultura lain seperti Thailand, Malaysia, Cina dan negara pengekspor lainnya. Dalam perdagangan produk pertanian di pasar global, ekspor produk pertanian Indonesia banyak mengalami penolakan di pasar dunia. Berdasarkan data UNIDO (2010)3, ekspor produk sayuran dan buah-buahan ke Uni Eropa antara tahun 2002-2008 yang mengalami penolakan senilai US $ 548 juta sedangkan nilai ekspor produk sayuran dan buah-buahan Indonesia yang mengalami penolakan di Amerika Serikat bernilai US $ 458 juta.

Penerapan standar keamanan pangan di berbagai negara sekarang ini berbeda-beda. Hal ini menimbulkan berbagai masalah. Dengan adanya peningkatan pendapatan konsumen, permintaan bahan pangan dan akses ke WTO, petani dan eksportir produk sayuran Indonesia harus melakukan langkah antisipasi dampak penerapan standar keamanan produk sayuran pada produksi dan ekspor produk tersebut. Partisipasi dalam perdagangan internasional mempunyai arti bahwa produk sayuran Indonesia menghadapi standar internasional dan keunggulan komparatif produk sayuran Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh berbagai peraturan internasional. Ekspansi pasar produk sayuran ke pasar internasional harus diimbangi dengan adanya peningkatan produksi. Peningkatan produksi bergantung pada pupuk kimia dan pestisida untuk mengontrol hama dan penyakit tanaman. Sebagai hasilnya, pemakaian pestisida yang berlebihan meningkatkan resiko bagi kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan.

Ekspor produk sayuran Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan signifikan perlu diberi perhatian khusus 3 Henson, S dan Olale, E. 2010. What do Border Rejections tell us about Trade Standards Compliance of Developing Countries? Analysis of EU and US Data 2002-2008. UNIDO Working Paper. www.unido.org/tradestandardscompliance

karena Indonesia sebagai negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang berlimpah dan lahan pertanian yang luas seharusnya memproduksi dan mengeskpor produk pertanian khususnya produk sayuran sehingga dapat mensejahterakan petani dan rakyat Indonesia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya ekspor produk sayuran yaitu faktor dayasaing produk dan tingkat produksi serta adanya hambatan perdagangan. Walaupun ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor produk sayuran, standar keamanan pangan yang semakin ketat diterapkan di negara importir diindikasikan sebagai salah satu hambatan utama dalam perdagangan produk sayuran sekarang ini setelah era hambatan tarif mulai berakhir.

Berdasarkan latarbelakang tersebut, penelitian bertujuan melakukan analisis daya saing, analisis pengaruh penerapan standar keamanan pangan terhadap kinerja ekspor sayuran Indonesia. Ruang lingkup produk yang dianalisis yaitu bungakol (HS 070410), kubis (HS 070490),dan jamur (HS 070951). Periode analisis yang digunakan yaitu 2003 sampai dengan 2013. Negara tujuan ekspor berbeda-beda untuk tiap produk yaitu antara lain

Hipotesis penelitian ini yaitu bahwa Gross Domestic Product (GDP) riil Indonesia, GDP riil negara tujuan, populasi, produksi dan indeks daya saing mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor hortikultura Indonesia. Variabel jarak ekonomi, tariff impor dan pengetatan batas maksimum residu pestisida mempunyai pengaruh negatif terhadap volume ekspor hortikultura.

Penelitian TerdahuluPenelitian tentang dampak hambatan

perdagangan non tarif telah banyak dilakukan, akan tetapi di Indonesia sendiri penelitian mengenai dampak penerapan standar keamanan pangan terhadap ekspor produk

Page 5: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

203

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

sayuran masih sangat terbatas. Penelitian mengenai hal ini banyak menggunakan Gravity Model. Otsuki et al (2001) meneliti dampak harmonisasi baru terhadap standar aflatoxin yang diterapkan di Uni Eropa terhadap ekspor pangan dari Afrika. Analisis menggunakan gravity model untuk mengestimasi dampak perubahan dalam tingkat perbedaan proteksi dalam standar Uni Eropa yang dibandingkan dengan standar internasional. Penelitian ini menggunakan data survei perdagangan dan peraturan dari lima belas negara Eropa dan sembilan negara Afrika antara tahun 1989 sampai dengan 1998. Hasil penelitian yaitu implementasi standar aflatoxin yang baru di Uni Eropa mempunyai dampak negatif terhadap ekspor produk sereal, buah kering dan kacang dari Afrika. Standar baru ini akan menyelamatkan 1.4 nyawa per milyar orang dan akan menurunkan ekspor sebanyak 64 % atau senilai US $ 670 juta.

Penelitian Nugroho (2014) meneliti pengaruh regulasi yang spesifik terhadap perdagangan kopi Indonesia dibandingkan dengan peraturan umum dunia tentang standar keamanan pangan kopi. Model yang digunakan yaitu gravity model dengan panel data sepuluh negara importir kopi dalam periode 2002 sampai dengan 2011. Kesimpulan penelitian ini yaitu bahwa regulasi tentang Ochratoxin A yang diterapkan oleh semua negara pengimpor mempunyai pengaruh signifikan terhadap perdagangan kopi Indonesia dibandingkan regulasi spesifik yang diterapkan oleh suatu negara (Jepang).

Wei et al (2012) meneliti dampak penerapan standar keamanan pangan terhadap ekspor teh dari China. Model yang digunakan yaitu gravity model dengan data sebanyak 31 (tiga puluh satu) negara importir teh selama periode 1996 sampai dengan 2009. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu penerapan batas ambang maksimal pestisida oleh negara importir teh berpengaruh signifikan terhadap ekspor produk teh Cina. Penelitian

lain dari Wei et al (2012) menganalisis pengaruh penerapan standar keamanan pada madu dengan menggunakan batas ambang maksimum residu Chloromycetin yang diterapkan pada negara importir utama terhadap ekspor. Dengan menggunakan gravity model, hasil analisis menunjukkan bahwa walaupun produksi madu di China mengalami peningkatan yang signifikan, akan tetapi ekspor produk madu mengalami penurunan sejak tahun 2000 karena adanya standar keamanan madu yang lebih ketat di negara importir utama.

Dou et al (2013) meneliti dampak penerapan standar keamanan pangan terhadap ekspor produk sayuran dan buah-buahan dari China. Penelitian ini menganalisis pengaruh Maximum Residual Limit (MRL) dari pestisida yang diterapkan di negara importir terhadap ekspor produk sayuran dan buah-buahan China menggunakan gravity model. Hasilnya yaitu walaupun biaya transportasi dan besaran tarif masih menjadi faktor penghambat utama bagi ekspor sayuran dan buah-buahan dari China, tetapi didapatkan juga hasil bahwa ekspor produk tersebut dipengaruhi jumlah pestisida yang diatur di negara importir.

Chen et al (2008) meneliti dampak penerapan standar keamanan pangan yaitu batas ambang maksimum Chlorpyrifos pada produk sayuran dan Oxytetracycline pada produk perikanan terhadap ekspor produk tersebut. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan menggunakan gravity model. Hasil analisis menunjukkan bahwa standar keamanan pangan yang diterapkan di negara importir mempunyai efek negatif dan signifikan terhadap ekspor produk pertanian dari China. Dampak hambatan non tarif berupa standar keamanan pangan lebih besar dibandingkan dampak hambatan berupa tarif impor.

Pradipta dan Firdaus (2014) meneliti dayasaing buah-buahan Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor

Page 6: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

204

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

buah Indonesia. Analisis dayasaing buah-buahan Indonesia menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) sedangkan analisis data panel gravity model digunakan untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran volume ekspor buah-buahan Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa buah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif tertinggi di negara tujuan adalah buah manggis, mangga dan jambu. Faktor yang mempengaruhi aliran ekspor buah Indonesia ke negara tujuan meliputi harga ekspor, populasi, jarak ekonomi, GDP riil dan per kapita, nilai tukar riil, indeks harga konsumen Indonesia dan variabel dummy krisis yang terjadi di Eropa.

Torayeh (2013) meneliti dayasaing ekspor produk pertanian Mesir di Uni Eropa antara tahun 1998 sampai dengan 2010. Analisis dayasaing menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan indeks Comparative Export Performance (CEP) dan dibandingkan dengan pesaing utama Mesir yaitu negara-negara Mediterania. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun

ekspor sayuran dan buah-buahan Mesir ke Uni Eropa mengalami pertumbuhan akan tetapi persaingannya terbatas dari negara Mediterania lainnya yang pertumbuhannya signifikan dalam tahun terakhir. Salah satu permasalahan terbesar yang dihadapi eksportir produk pertanian Mesir yaitu adanya standar keamanan pangan serta sanitary dan phitosanitary measures yang diterapkan Uni Eropa yang membuat adanya hambatan bagi petani Mesir. Standar keamanan pangan Uni Eropa mempunyai implikasi penting bagi eksportir Mesir yaitu membuka peluang untuk mengekspor produk berkualitas lainnya di pasar beberapa negara.

METODE PENELITIANData yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber (Tabel 1). Analisis daya saing produk menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) sedangkan analisis pengaruh standar keamanan pangan terhadap ekspor sayuran digunakan gravity model dengan data panel.

Tabel 1Data Penelitian dan Sumber Data

Jenis Data Satuan Sumber DataVolume Ekspor sayuran Kg BPS/FAONilai Ekspor sayuran US Dollar WITSProduk Domestik Bruto Negara importir sayuran (tahun dasar 2005)

US Dollar World Bank

Produk Domestik Bruto Indonesia (tahun dasar 2005) US Dollar World BankJumlah penduduk negara pengimpor Jiwa World BankProduksi tahunan sayuran Ton BPSJarak antara ibukota negara Indonesia dengan ibukota negara importir sayuran

Kilometer CEPII

Tarif ad valorem Persen (%) WTOMaximum Residual Limit Pestisida ppm CODEX, FDA,

globalmrl.com

Page 7: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

205

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

Revealed Comparative Advantage (RCA)Indeks RCA atau biasa dikenal sebagai

indeks Balassa adalah indikator yang dapat menggambarkan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing industri dan perdagangan suatu negara di pasar global. Secara matematis, Indeks RCA dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana, Xij untuk nilai ekspor Indonesia untuk komoditas i ke negara tujuan ekspor j (US$), Xj untuk nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor j (US$), Xiw untuk nilai ekspor dunia untuk komoditi i ke negara tujuan ekspor (US$), dan Xw untuk nilai total ekspor dunia ke negara tujuan ekspor (US$). Jika nilai indeks RCA yang diperoleh lebih besar dari satu (RCA>1), maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tertentu tersebut.

Export Product Dynamic (EPD)Export Product Dynamics (EPD)

merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang tingkat daya saing. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu (sumbu y), sementara itu informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu (sumbu x). Mengacu pada penelitian Tarman et al (2011), berikut merupakan rumus untuk menghitung posisi pasar dan produk:

Sumbu x : Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia =

Sumbu y : Pertumbuhan pangsa pasar produk =

Dimana,Xij = Nilai ekspor komoditas j dari negara i menuju negara tujuan ekspor (US $)Xt = Nilai ekspor total negara i menuju negara tujuan ekspor (US $)Wij = Nilai ekspor komoditas j dari dunia menuju negara tujuan ekspor (US $)Wt = Nilai ekspor total dunia menuju negara tujuan ekspor (US $)T = jumlah tahunt = tahun ke-t

Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity”, dan “Retreat”.

Page 8: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

206

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

Tabel 2Matriks EPD berdasarkan posisi daya saing

Share of country’s export in world trade Share of Product in World TradeRising (Dynamic) Falling (Stagnant)

Rising (Competitiveness) Rising Stars Falling StarsFalling (Non Competitiveness) Lost Opportunity Retreat

Gravity Model dengan Data PanelMetode analisis yang digunakan

untuk melihat pengaruh penerapan standar keamanan pangan terhadap kinerja ekspor produk sayuran yaitu gravity model. Model ini pertama kali dipakai oleh Tinbergen (1962) untuk menentukan pola standar perdagangan internasional. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan standar keamanan pangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan standar keamanan pangan yaitu penerapan batas ambang maksimum pestisida atau racun tertentu. Maximum Residual Limit (MRL) adalah indeks yang mewakili konsentrasi maksimum residu pestisida (dinyatakan sebagai mg/kg) secara

hukum diizinkan dalam komoditas pangan. Batas maksimum residu pada impor pangan ditetapkan oleh masing-masing negara dan yang diterapkan sebagai standar peraturan di perbatasan/kawasan pabean. Penelitian Chen et al (2008) menggunakan Chlorpyrifos MRL pada sayuran dan Oxytetracycline MRL pada produk perikanan. Penelitian Wei et al (2012) menggunakan Endosulfan, Fenvalerate, Flucythrinate MRL pada produk teh.

Spesifikasi ModelModel persamaan gravitasi yang

digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Wei et al (2012) dan Chen et al (2008) yaitu sebagai berikut :

Dimana untuk volume ekspor sayuran Indonesia ke negara tujuan (kg), GDPRIt untuk produk domestik bruto riil Indonesia pada tahun t (US $), GDPRit untuk produk domestik bruto negara tujuan ekspor (i) pada tahun t (US $), POPit untuk jumlah penduduk negara tujuan ekspor (jiwa), untuk jumlah produksi sayuran pada tahun t (Ton), DISTit untuk jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan ekspor, untuk batas ambang maksimal residu pestisida produk k di negara tujuan pada tahun t, untuk ad valorem tariff produk k di negara tujuan ekspor pada tahun t, Dit merupakan variable dummy yang bernilai 1 jika MRL pestisida telah

diberlakukan, dan bernilai 0 jika sebaliknya, untuk indeks daya saing komoditi k di

negara tujuan pada tahun ke t,

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASANDaya Saing

Keunggulan komparatif merupakan salah satu faktor penentu daya saing suatu komoditi di pasar tujuan ekspor. Analisis keunggulan komparatif digunakan karena nilai ekspor yang tinggi bukan merupakan suatu acuan utama apakah suatu komoditi memiliki performa yang baik di pasar tujuan. Untuk memperkuat argumen tingkat kinerja ekspor komoditi hortikultura, penelitian

Page 9: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

207

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

ini menggunakan analisis pendekatan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) sebagai pengukur daya saing ekspor komoditi hortikultura Indonesia terhadap negara-negara tujuan ekspor utamanya dan nilai Export Product Dynamic (EPD) untuk mengukur posisi pasar dari suatu komoditas untuk tujuan pasar tertentu. Selain itu dengan menggunakan EPD, dinamis dan kompetitif atau tidaknya performa suatu produk dapat diketahui.

Daya Saing BungakolIndonesia mengekspor komoditi

bungakol (HS 070410) ke beberapa negara antara lain Cina, Hongkong, Brunei, Jepang, Taiwan, Malaysia dan Singapura. Akan tetapi, ekspor yang berkelanjutan tiap tahun serta mempunyai nilai yang cukup besar hanya ke tiga negara ekspor utama yaitu Taiwan, Malaysia dan Singapura. Dari perhitungan nilai RCA, dayasaing komoditi bungakol Indonesia di tiga negara eksportir utama

masih rendah karena memiliki nilai RCA rata-rata kurang dari satu (1 <). Di negara Taiwan, hanya tahun 2007 saja nilai RCAnya lebih besar dari 1, akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya nilai RCA lebih kecil dari 1. Sedangkan di negara Malaysia dan Singapura yang jaraknya lebih dekat dari Indonesia, nilai RCA bungakol lebih kecil dari 1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja ekspor komoditi bungakol masih rendah karena tidak memiliki keunggulan komparatif dengan negara eksportir lain.

Sedangkan berdasarkan analisis perhitungan EPD, komoditas ekspor bungakol Indonesia di tiga negara tujuan ekspor utama mempunyai posisi Lost Opportunity. Posisi ini berarti dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis. Kondisi ini paling tidak diinginkan karena hal ini berarti kita kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di pasar dunia.

Tabel 3Daya Saing Komoditi Bungakol di Pasar Ekspor

Negara RCA

EPD2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013Taiwan 1.356 0.374 0.611 0.056 0.016 0.042 - Lost OpportunityMalaysia 0.087 0.142 0.062 0.001 0.000 0.000 0.000 Lost OpportunitySingapura 0.346 0.216 0.641 0.038 0.029 0.075 0.032 Lost Opportunity

Daya Saing KubisIndonesia mengekspor komoditi kubis

(HS 070490) ke beberapa negara antara lain China, Hongkong, Taiwan, Thailand, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Brunei Darussalam. Akan tetapi, ekspor yang berkelanjutan tiap tahun serta mempunyai nilai yang cukup besar hanya ke lima negara ekspor utama yaitu Brunei Darussalam, Jepang, Taiwan, Malaysia dan Singapura. Berdasarkan Tabel 9 nilai RCA kubis di empat negara tujuan ekspor utama yaitu Brunei Darussalam, Taiwan, Malaysia dan Singapura

mempunyai nilai yang bervariasi dan bernilai lebih besar dari satu (>1). Nilai RCA rata-rata tertinggi yaitu pada tujuan ekspor Taiwan diikuti oleh Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura. Hal ini berarti kinerja ekspor dan dayasaing komoditi kubis di empat negara tersebut tergolong tinggi serta memiliki keunggulan komparatif. Sedangkan nilai RCA kubis di pasar Jepang memiliki nilai kurang dari satu (1<) yang berarti dayasaing komoditi kubis Indonesia di Jepang rendah dan tidak memiliki keunggulan komparatif di Jepang.

Page 10: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

208

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

Analisis dayasaing menggunakan nilai EPD untuk komoditi kubis menghasilkan posisi pasar yang bervariasi di masing-masing pasar ekspor utama. Di pasar Taiwan, posisi komoditi kubis yaitu Rising Star yang berarti kubis Indonesia mempunyai pangsa pasar yang baik untuk produk yang berkembang dengan dinamis. Di pasar Malaysia dan Singapura, kubis Indonesia mempunyai posisi Lost Opportunity yang berarti terjadi penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis. Posisi

ini berarti kita kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk produk yang dinamis di pasar dunia. Hasil perhitungan nilai EPD komoditi kubis Indonesia di negara Brunei Darussalam menghasilkan posisi Falling Star. Posisi ini juga tidak diinginkan karena pangsa pasarnya meningkat meskipun bukan pada produk yang dinamis di pasar dunia. Sedangkan di negara Jepang, posisi kubis Indonesia pada Retreat, artinya di pasar Jepang komoditi ini sudah tidak diinginkan lagi.

Tabel 4Daya Saing Komoditi Kubis di Pasar Ekspor

NegaraRCA

EPD2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Brunei 25.343 17.612 33.979 8.568 5.879 3.019 5.529 Falling StarTaiwan 82.344 23.001 26.198 20.574 9.647 25.359 37.969 Rising StarMalaysia 4.940 3.563 1.454 0.666 0.463 1.216 1.011 Lost OpportunitySingapura 4.119 3.307 3.553 2.818 1.351 14.799 2.029 Lost OpportunityJepang 0.000 0.118 0.065 0.003 0.001 0.002 0.004 Retreat

Daya Saing JamurEkspor komoditi Jamur (HS 070951)

Indonesia hanya mempunyai empat negara tujuan utama yang kontinyu dari tahun ke tahun yaitu Malaysia, Singapura, Jepang dan Amerika Serikat. Berdasarkan perhitungan nilai RCA yang disajikan pada Tabel 10, secara rata-rata nilai RCA komoditi jamur Indonesia paling tinggi ada di pasar Amerika Serikat diikuti oleh pasar Singapura, Malaysia dan paling rendah yaitu di pasar Jepang. Nilai RCA rata-rata di pasar Amerika Serikat dan Singapura lebih besar dari satu (>1) artinya komoditi jamur Indonesia di pasar tersebut mempunyai keunggulan komparatif atau berdayasaing tinggi. Sedangkan di pasar Malaysia secara rata-rata nilai RCA jamur bernilai kurang dari satu yang berarti dayasaingnya rendah padahal secara jarak berdekatan. Selain itu, nilai RCA jamur di Malaysia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi dimana pada tahun tertentu nilainya lebih besar dari satu tetapi pada tahun yang

lain nilainya kurang dari satu. Di pasar Jepang, walaupun ekspor jamur Indonesia kontinyu tiap tahun, akan tetapi dari nilai RCA terlihat sangat kecil yang berarti dayasaingnya sangat rendah.

Analisis dayasaing menggunakan nilai EPD untuk komoditi jamur menghasilkan posisi pasar yang bervariasi di masing-masing pasar ekspor utama. Di pasar Malaysia dan Singapura, posisi komoditi jamur yaitu Rising Star yang berarti jamur Indonesia mempunyai pangsa pasar yang baik untuk produk yang sedang berkembang dengan dinamis. Di pasar Amerika Serikat, jamur Indonesia yang nilainya ekspornya tinggi ternyata mempunyai posisi Lost Opportunity yang berarti terjadi penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis. Posisi ini berarti kita kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk produk yang dinamis di pasar dunia. Hasil perhitungan nilai EPD komoditi jamur Indonesia di pasar Jepang, posisi jamur dari Indonesia pada Retreat, artinya di pasar Jepang komoditi ini

Page 11: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

209

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

sudah tidak diinginkan lagi. Namun bisa diinginkan kembali jika pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis.

Tabel 5Daya Saing Komoditi Jamur di Pasar Ekspor

NegaraRCA

EPD2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Malaysia 0.086 1.485 0.071 0.045 0.031 0.933 0.786 Rising StarSingapura 4.668 1.468 0.443 1.340 0.583 0.770 0.645 Rising StarAmerika Serikat 2.831 3.887 2.131 0.111 - 0.258 0.796 Lost OpportunityJepang 0.000 0.000 0.241 0.000 0.000 0.000 0.178 Retreat

Gambaran Standar Keamanan Pangan Dunia

Dengan meningkatnya liberalisasi pasar agroindustri dan rantai suplai makanan seluruh dunia, jaminan kualitas dan keamanan pangan telah menjadi perhatian utama. Perdagangan global membutuhkan produk berstandar. Perlindungan konsumen telah menjadi prioritas dalam pembuatan kebijakan di pasar konsumen besar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ada standar keamanan pangan di negara-negara maju, seperti aflatoksin di Uni Eropa dan residu pestisida di Amerika Serikat, telah dibuat lebih ketat selama dekade

terakhir. Banyak peraturan baru melibatkan persyaratan untuk kontrol proses seperti sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan pendekatan untuk pencegahan, pemantauan, dan pengendalian bahaya yang dapat diterapkan untuk setiap proses produksi. Regulasi baru didasarkan pada penilaian risiko ilmiah secara ilmiah, dan karena bahaya bisa masuk ke pasokan makanan di salah satu dari beberapa titik, penilaian seperti sekarang dilakukan dari lahan pertanian sampai dengan meja makan (Will dan Doris, 2007).

Gambar 2 Hubungan antara Pendapatan Negara dan Jumlah Standar

Sumber : Ferro et al, 2015

Page 12: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

210

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

Dalam konteks perdagangan pertanian, standar bertujuan untuk memastikan keamanan pangan dan kesehatan hewan dan tumbuhan, tetapi juga meluas ke parameter kualitas yang lain dan aspek teknis dari produk makanan. Negara-negara berpenghasilan tinggi umumnya dikenal memiliki standar ketat, terutama standar Sanitary and Phitosanitary (SPS) yang lebih tinggi. Hal ini biasanya terjadi karena negara-negara berpenghasilan tinggi juga memiliki derajat yang lebih tinggi dari kesadaran masyarakat dan kekhawatiran tentang standar makanan yang mereka konsumsi. Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi GDP per kapita suatu negara, maka rata-rata jumlah standar per produk akan semakin meningkat.

Perjanjian SPS membangun kerangka hukum internasional pada bagaimana caranya untuk mengatur dan menerapkan tindakan SPS dalam perdagangan internasional. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk meminimalkan efek distorsi perdagangan karena aturan SPS. Pada waktu yang sama, perjanjian SPS menghormati hak suatu negara untuk mengimplementasikan aturan SPS di kawasan pabean/perbatasan dalam rangka melindungi kesehatan manusia, hewan dan tanamaan. Aturan SPS dapat diterapkan secara ketat terhadap impor dari negara yang mempunyai kasus penyakit tertentu dan dapat digunakan untuk membatasi/melarang impor pada saat tertentu sebagai langkah pencegahan jika terdapat resiko penyebaran penyakit tertentu4.

Perjanjian SPS tidak membentuk suatu standar, tetapi menyerahkannya kepada organisasi internasional atau negara anggota. Anggota WTO disarankan mendasarkan aturan standar internasional, petunjuk teknis dan rekomendasi yang diadopsi dari Codex Alimentarius Commission (CAC), International Plant Protection Convention (IPPC) and Office Internationale des Epizooties (OIE). World Trade Organisation

4 http://www.wto.org/english/tratop_e/sps_e/sps_e.htm

(WTO) mengenali bahwa standar berbasis ilmiah dan sesuai dengan perjanjian SPS. Standar ini tidak bersifat mengikat tetapi digunakan sebagai kerangka acuan oleh WTO dalam kasus perselisihan dan arbitrasi antar negara anggotanya.

Pengaruh Standar Keamanan Pangan terhadap Ekspor Sayuran Indonesia

Penelitian ini mengaplikasikan gravity model untuk menganalisis pengaruh standar keamanan pangan (MRL Pestisida) terhadap ekspor beberapa komoditi sayuran Indonesia. Dalam model penelitian, volume/jumlah ekspor tiap komoditi sayuran diregresikan dengan GDP rill negara tujuan ekspor tiap komoditi, jumlah penduduk negara tujuan ekspor, jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, produksi komoditi sayuran, ad valorem tarif, batas maksimum residu pestisida tertentu dan indeks daya saing (RCA). Analisis menggunakan data panel dengan teknis estimasi Common Effect (Pooled Least Square/PLS) yang diboboti dengan SUR. Teknik estimasi ini dipilih karena menghasilkan koefisien variabel bebas yang signifikan dan sesuai dengan hipotesis serta menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) tinggi. Hasil estimasi menggunakan software Eviews 8 disajikan pada Tabel 6 Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan transformasi logaritma natural sehingga nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi gravity model menggambarkan elastisitas atau rasio perubahan persentase.

Page 13: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

211

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

Tabel 6Koefisien Variabel Penduga Ekspor Sayuran Indonesia

Variabel Bungakol Kubis JamurLn(GDPRI) -14.042*** 4.531*** -8.361***Ln(GDPR) 15.122*** -3.083*** 34.817***Ln(POP) 0.233 7.052*** 2.133***Ln(PROD) 0.908 2.044 -0.711*Ln(DIST) -10.212** -2.135*** -17.873***Ln(TRF) - -3.607* -90.196***MRL -4.289 1.773*** 165.572***Dberlaku 0.115 -0.058 -0.644RCA 3.853*** 0.037*** 0.347***C 43.245 -150.824 -285.706R2 0.962 0.906 0.812Prob F-stat 0.0000 0.0000 0.0000DW 1.723 1.575 1.926

Keterangan : ***) signifikan pada taraf nyata 1 persen, **) signifikan pada taraf nyata 5 persen, *) signifikan pada taraf nyata 10 persen

GDP Riil IndonesiaGDP riil negara pengekspor dan negara

tujuan ekspor dalam gravity model bertindak sebagai massa/ukuran ekonomi dua negara yang melakukan perdagangan. Semakin besar ukuran ekonomi dua negara, maka nilai perdagangan antar kedua negara akan semakin besar. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 6, GDP riil negara pengekspor (Indonesia) berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor produk kubis. Nilai koefisien GDP riil Indonesia yaitu 4.531. Hal ini berarti jika GDP rill negara pengekspor meningkat sebesar 1%, maka volume ekspor produk kubis akan meningkat sebesar 4.531%, ceteris paribus. Estimasi produk bungakol dan jamur menghasilkan nilai koefisien negatif. Hal ini terjadi karena variabel GDP riil Indonesia nilainya sama untuk individu cross section yang berbeda atau bersifat individual invariant.

GDP Riil Negara Tujuan EksporGDP riil negara tujuan ekspor

mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap volume ekspor produk bungakol dan jamur. Nilai koefisiennya berturut-turut yaitu 15.122 dan 34.817. Jika terjadi peningkatan GDP riil negara tujuan ekspor sebesar 1% maka pengaruhnya akan meningkatkan volume ekspor bungakol dan jamur berturut-turut sebesar 15.122% dan 34.817%, ceteris paribus. Nilai koefisien GDP riil pada estimasi produk kubis negatif yaitu -3.803.

Peningkatan pendapatan yang terjadi pada negara tujuan ekspor akan meningkatkan permintaan ekspor produk bungakol dan jamur Indonesia. Sebaliknya, akan menurunkan volume ekspor kubis Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan yang dilakukan oleh Wilson dan Otsuki (2004), Chen et al (2008), Wei et al (2012), Dou et al (2013) dan Nugroho (2014). Nilai koefisien GDP yang negatif sesuai dengan penelitian Ferro et al (2014) yang menyatakan bahwa arus perdagangan akan meningkat seiring dengan besarnya GDP negara importir tidak selalu menjadi jaminan.

Page 14: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

212

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

Populasi Negara PengimporPopulasi negara tujuan ekspor (negara

pengimpor) berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor produk kubis dan jamur. Nilai koefisiennya berturut-turut yaitu 7.052 dan 2.133. Jika terjadi peningkatan populasi negara tujuan ekspor sebesar 1% maka pengaruhnya akan meningkatkan volume ekspor kubis dan jamur sebesar berturut-turut 7.052% dan 2.133%, ceteris paribus. Nilai koefisien populasi pada estimasi produk bungakol sebesar 0.908 tetapi tidak signifikan secara statistik. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menjelaskan bahwa populasi negara pengimpor berpengaruh positif pada ekspor produk sayuran Indonesia.

Populasi negara pengimpor berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1% terhadap aliran perdagangan ekspor produk sayuran (kubis dan jamur) Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan yang dilakukan oleh Wilson dan Otsuki (2004), Chen et al (2008), Wei et al (2012), Dou et al (2013) dan Nugroho (2014). Populasi yang bertambah berbanding lurus dengan pertambahan konsumsi suatu produk pada suatu negara. Konsumsi yang meningkat di negara pengimpor akan meningkatkan jumlah produk sayuran yang diimpor.

Produksi SayuranVariabel produksi komoditi sayuran

merupakan proksi dari sisi penawaran komoditi Indonesia. Peningkatan produksi suatu komoditi sayuran berhubungan dengan peningkatan kuantitas/volume komoditi yang diekspor. Hasil estimasi yang diperoleh model menunjukkan bahwa variabel produksi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap volume ekspor produk bungakol dan kubis. Nilai koefisiennya yaitu berturut-turut 0.908 dan 2.044. Nilai koefisien yang tidak signifikan membuat peneliti tidak dapat menyimpulkan bahwa peningkatan produksi sayuran akan meningkatkan volume ekspor produk tersebut. Nilai koefisien produksi pada

produk jamur nilainya negatif yaitu -0.711. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian dan juga penelitian-penelitian sebelumnya.

Jarak Ekonomi (Distance) Biaya ekspor (biaya transportasi)

dalam penelitian ini diukur dengan nilai jarak ekonomi suatu negara. Hasil estimasi yang diperoleh model menunjukkan bahwa variabel jarak ekonomi (distance) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor produk bungakol, kubis dan jamur. Nilai koefisiennya berturut-turut yaitu -10.212, -2.135 dan -17.873. Jika jarak antara negara tujuan ekspor dengan Indonesia lebih jauh 1% maka akan menurunkan volume ekspor bungakol, kubis dan jamur sebesar berturut-turut 10.212%, 2.135% dan 17.873%, ceteris paribus. Nilai koefisien estimasi pada semua produk bernilai negatif dan signifikan sehingga sesuai dengan teori ataupun hipotesis pada penelitian ini. Semakin jauh jarak negara tujuan dengan Indonesia maka semakin besar biaya transportasi untuk perdagangan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga produk yang diperdagangkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dou et al (2013) yang menyatakan bahwa faktor jarak masih menjadi penghambat utama pada perdagangan sayuran dan buah-buahan antar negara.

TarifTarif yang diberlakukan oleh negara

tujuan ekspor (negara pengimpor) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor produk kubis dan jamur. Nilai koefisiennya berturut-turut yaitu -3.607 dan -90.196. Jika terjadi peningkatan tarif impor yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor terhadap komoditi sayuran sebesar 1% maka pengaruhnya akan menurunkan volume ekspor kubis dan jamur sebesar berturut-turut 3.607% dan 90.196%, ceteris paribus. Estimasi pada produk bungakol tidak menghasilkan nilai koefisien karena tariff yang diberlakukan oleh

Page 15: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

213

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

negara importir bungakol Indonesia sama sehingga tidak ada variasi cross section dan antar waktu dalam data pengujian. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu tarif impor suatu produk sayuran yang tinggi akan menyebabkan kenaikan harga produk tersebut sehingga menyebabkan rendahnya impor produk tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wei et al (2012) dan Dou et al (2013).

Batas Maksimum Residu PestisidaPenelitian ini mempunyai tujuan utama

yaitu menganalisis pengaruh penerapan batas maksimum residu (Maximum Residual Limit/MRL) pestisida tiap komoditi oleh negara tujuan ekspor utama terhadap volume ekspor komoditi tersebut. Tiap komoditi sayuran yang dianalisis mempunyai MRL pestisida yang berbeda-beda. Pemilihan pestisida pada penelitian ini berdasarkan penerapan pestisida yang sama untuk kelompok negara tujuan ekspor tiap komoditi. Pestisida yang dianalisis yaitu Cyfluthrin (bungakol), Chlorothalonil (kubis) dan Diflubenzuron (jamur).

MRL pestisida yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor (negara pengimpor) berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor produk kubis dan jamur. Nilai koefisien MRL pestisida secara berturut-turut yaitu 1.773 dan 165.572. Hasil itu berarti jika MRL pestisida yang diterapkan mengalami pengetatan sebesar 1 ppm, maka volume ekspor produk sayuran tersebut akan turun sebesar 1.773% dan 165.572%. Tanda positif dan signifikan secara statistik mendukung hipotesis penelitian bahwa standar keamanan pangan merupakan faktor penting yang mempengaruhi ekspor produk sayuran Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu Wilson dan Otsuki (2004), Chen et al (2008), Wei et al (2012), Dou et al (2013) dan Nugroho (2014). Nilai koefisien pada estimasi produk bungakol menghasilkan koefisien yang negatif sehingga tidak sesuai dengan hipotesis penelitian ini.

Variabel dummy yang digunakan pada model penelitian merupakan jenis variabel dummy slope. Variabel dummy ini bernilai 0 jika MRL pestisida belum diberlakukan dan bernilai 1 jika MRL pestisida telah diberlakukan. Jika nilai koefisien hasil estimasi variabel dummy signifikan maka nilainya akan mempengaruhi nilai koefisien MRL pestisida. Hasil estimasi dummy pemberlakuan MRL pada produk sayuran tidak ada yang signifikan secara statistik.

Indeks Daya Saing (RCA)Indeks daya saing produk sayuran yang

dianalisis menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan sebagai salah satu variabel bebas pada model gravity. Hal ini digunakan untuk menunjukkan apakah daya saing produk sayuran akan berpengaruh secara positif terhadap volume ekspornya. Hasil estimasi menunjukkan bahwa indeks daya saing (RCA) berpengaruh positif dan signifikan secara statistik pada estimasi produk bungakol, kubis dan jamur. Nilai koefisiennya berturut-turut yaitu 3.853, 0.037 dan 0.347. Hasil itu berarti bahwa apabila indeks daya saing (RCA) produk sayuran meningkat sebesar 1 satuan, maka volume ekspor produk tersebut akan meningkat sebesar 3.853%, 0.037% dan 0.347%, ceteris paribus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila daya saing suatu produk semakin tinggi di pasar internasional atau di pasar negara tujuan ekspor tertentu, maka permintaan akan produk tersebut juga akan tinggi sehingga volume ekspornya akan meningkat.

KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARANKesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:1. Analisis daya saing produk sayuran dengan

metode Revealed Comparative Advantage

Page 16: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

214

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

(RCA) menunjukkan bahwa produk sayuran Indonesia yang mempunyai daya saing tinggi yaitu kubis.

2. Analisis data panel terhadap model gravity menunjukkan bahwa sebagian besar variabel bebas model yang dianalisis signifikan secara statistik dan memiliki koefisien sesuai dengan hipotesis. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor produk hortikultura Indonesia yaitu GDP riil, populasi, jarak ekonomi, produksi komoditi hortikultura, ad valorem tarif, batas maksimum residu pestisida dan indeks daya saing RCA.

3. Batas residu maksimum pestisida yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor produk sayuran Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa standar keamanan pangan yang semakin ketat di negara tujuan ekspor akan berpengaruh terhadap penurunan volume ekspor produk sayuran Indonesia.

Implikasi KebijakanStandar keamanan pangan yang

semakin ketat di negara tujuan ekspor yang berpengaruh terhadap penurunan volume ekspor produk sayuran mempunyai implikasi bahwa produksi sayuran Indonesia harus memperhatikan jumlah dan kadar pestisida khususnya pestisida Cyfluthrin (bungakol), Chlorothalonil (kubis) dan Diflubenzuron (jamur).

KeterbatasanPenelitian ini hanya menggunakan data

negara ekspor yang terbatas yaitu bungakol (3 negara), kubis (5 negara), dan jamur (4 negara) sehingga tidak dapat menangkap fenomena ekspor sayuran Indonesia secara global.

SaranBerdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa hal yang dapat disarankan yaitu:1. Pemerintah perlu mendorong program

peningkatan produksi hortikultura sehingga kebutuhan pasar dalam negeri dapat dipenuhi dan menurunkan ketergantungan terhadap produk hortikultura impor.

2. Pemerintah perlu melakukan pembenahan terkait aturan standar keamanan pangan khususnya untuk produk pertanian Indonesia sehingga kualitas produk pertanian yang dihasilkan meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing dan nilai ekspornya sekaligus memperketat masuknya produk pertanian impor.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang seberapa besar compliance cost yang ditimbulkan akibat adanya penerapan standar keamanan pangan dan non tarif measures lainnya oleh negara tujuan ekspor yang menyebabkan adanya penolakan produk atau terhambatnya ekspor produk-produk pertanian.

DAFTAR RUJUKANChen C, Yang J, dan Findlay C. 2008.

Measuring the Effect of Food Safety Standards on China’s Agricultural Exports. Review of World Economics Vol 144 (1)

Dou L, Nakagawa M, Yan F dan Li P. 2013. The Impact of Food Safety Standards on China’s Export of Vegetables and Fruits. World Academy of Science, Engineering and Technology Vol : 7 2013-05-29

Ferro E, Otsuki T and Wilson J. 2015. The effect of product standards on agricultural exports. Food Policy 50 (2015) 68-79. Published by Elsevier Ltd.

Page 17: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

215

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

Nugroho A. 2014. The Impact of Food Safety Standard on Indonesia’s Coffe Exports. Procedia Environtmental Sciences 20 (2014) 425-433

Otsuki T, Wilson J, dan Sewadeh M. 2001. Saving two in a billion : quantifying the trade effect of European food safety standards on African Exports. Food Policy 26 (2001) 495-514

Song H, Chen K. 2010. Trade Effects and Compliance Costs of Food Safety Regulations : A Case of China. Agriculture and Agricultural Science Procedia 1 (2010) 429–438

Tinbergen J. 1962. Shaping the World Economy; Suggestion for an International Economic Policy

Wei G, Huang J dan Yang J. 2012. The Impact of Food Safety Standard on China’s Tea Export. China Economic Review 23 (2012) 253-264

Wilson JS dan Otsuki T. 2004. To spray or not to spray : Pesticides, banan exports , and Food Safety. Food Policy : 29(2) : 131-146

Page 18: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

216

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

LAMPIRAN

Hasil Estimasi Gravity Model Produk BungakolLampiran

Dependent Variable: LOG(VE)

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 08/29/15 Time: 08:53

Sample: 2003 2013

Periods included: 11

Cross-sections included: 3

Total panel (balanced) observations: 33

Iterate weights to convergenceCross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)Convergence achieved after 32 weight iterations

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(GDPRI) -14.04293 2.286948 -6.140469 0.0000LOG(GDPR) 15.12258 3.969104 3.810074 0.0009LOG(POP) 0.233703 0.938009 0.249148 0.8054

LOG(PROD) 0.908927 0.711044 1.278299 0.2134LOG(DIST) -10.21222 4.275866 -2.388339 0.0251

MRLCYFLUTHRIN -4.289392 5.379517 -0.797356 0.4331DBERLAKU 0.115114 0.162708 0.707491 0.4861

RCA 3.853994 0.509093 7.570312 0.0000C 43.24589 52.87710 0.817857 0.4215

Weighted Statistics

R-squared 0.962917 Mean dependent var 30.89533Adjusted R-squared 0.950555 S.D. dependent var 40.79727S.E. of regression 1.172604 Akaike info criterion 3.602431Sum squared resid 33.00000 Schwarz criterion 4.010569Log likelihood -50.44011 Hannan-Quinn criter. 3.739757F-statistic 77.89857 Durbin-Watson stat 1.723194

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.453387 Mean dependent var 10.69118Sum squared resid 263.1450 Durbin-Watson stat 1.420159

Page 19: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

217

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 17, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2017, Halaman 199-218

Hasil Estimasi Gravity Model Produk Kubis

Dependent Variable: LOG(VE)

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 08/29/15 Time: 09:05

Sample: 2003 2013

Periods included: 11

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 55Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(GDPRI) 4.531904 1.137369 3.984551 0.0002LOG(GDPR) -3.083865 1.095086 -2.816093 0.0072LOG(POP) 7.052160 0.748717 9.418996 0.0000

LOG(PROD) 2.044278 2.946405 0.693821 0.4914LOG(DIST) -2.135259 0.403145 -5.296506 0.0000LOG(TRF) -3.607372 2.021189 -1.784777 0.0810

MRLCHLOROTHALONIL 1.773513 0.216057 8.208529 0.0000DBERLAKU -0.058505 0.066102 -0.885083 0.3808

RCA 0.037831 0.008707 4.344628 0.0001C -150.8240 42.26381 -3.568633 0.0009

Weighted Statistics

R-squared 0.906273 Mean dependent var 16.27951Adjusted R-squared 0.887528 S.D. dependent var 8.549302S.E. of regression 0.877087 Sum squared resid 34.61770F-statistic 48.34655 Durbin-Watson stat 1.575140

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.732502 Mean dependent var 13.13151Sum squared resid 301.7131 Durbin-Watson stat 1.228633

Page 20: DAYA SAING DAN PENGARUH STANDAR KEAMANANAN …

218

Purwono Nugroho, Andie Sadhuputri : Daya Saing dan Pengaruh Standar Keamananan Pangan Terhadap.....

Hasil Estimasi Produk Jamur

Dependent Variable: LOG(VE)

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 08/29/15 Time: 10:01

Sample: 2003 2013

Periods included: 11

Cross-sections included: 4

Total panel (balanced) observations: 44

Iterate weights to convergenceConvergence achieved after 27 weight iterations

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(GDPRI) -8.361467 1.748959 -4.780825 0.0000LOG(GDPR) 34.81701 6.168926 5.643934 0.0000LOG(POP) 2.133135 0.741591 2.876432 0.0069

LOG(PROD) -0.711084 0.409674 -1.735730 0.0917LOG(DIST) -17.87320 4.161422 -4.294975 0.0001LOG(TRF) -90.19610 28.55984 -3.158145 0.0033

MRLDIFLUBENZURON 165.5722 24.03399 6.889084 0.0000DBERLAKU -0.644899 1.814031 -0.355506 0.7244

RCA 0.347529 0.115602 3.006256 0.0049C -285.7063 207.2694 -1.378430 0.1771

Weighted Statistics

R-squared 0.812203 Mean dependent var 10.20953Adjusted R-squared 0.762492 S.D. dependent var 8.515116S.E. of regression 1.137593 Akaike info criterion 3.519883Sum squared resid 44.00000 Schwarz criterion 3.925381Log likelihood -67.43743 Hannan-Quinn criter. 3.670261F-statistic 16.33847 Durbin-Watson stat 1.926643

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.522006 Mean dependent var 10.47255Sum squared resid 207.5647 Durbin-Watson stat 1.999148