24
Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan di Luar Minyak dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi dan Meningkatkan Daya Saing Oleh : FARIDA * ABSTRACT The purposes of this study are to understand performance of manufacturing industries in Indonesia and to select the priority of those industries to be developed. Description analysis and the line of best fit projection analysis were applied. The results showed that the development of manufacturing industries non oil and gas fluctuated over the period of 2003 to 2007. Over the last five years to 2007, average manufacturing industries non oil and gas contributed around 23.38 percent of total GDP. During 2007, the highest contributor came from transportation, equipment and machinery sector and food, beverage and tobacco sector consecutively supply around 6.7 percent and 6.5 percent of total GDP. Meanwhile the industry sectors which experienced to have a strong growth occurred in transportation, equipment and machinery sector and food, beverage and tobacco sector which grew around 7.6 percent and 7.3 percent, respectively. Overall, manufacturing industries absorb employee more than 12 million people or around 12.3 percent of total work force in Indonesia. In globalization era, competition increase among the countries which reflected in international trade to grab the market. Competition is not only in international market but also in domestic market; our products will compete with imported ones. Recently, China products influx the local * Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta The 1 st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 104

Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan di Luar Minyak dan

Gas Dalam Menghadapi Globalisasi dan Meningkatkan Daya Saing

Oleh :

FARIDA*

ABSTRACT

The purposes of this study are to understand performance of manufacturing industries in Indonesia and to select the priority of those industries to be developed. Description analysis and the line of best fit projection analysis were applied. The results showed that the development of manufacturing industries non oil and gas fluctuated over the period of 2003 to 2007. Over the last five years to 2007, average manufacturing industries non oil and gas contributed around 23.38 percent of total GDP. During 2007, the highest contributor came from transportation, equipment and machinery sector and food, beverage and tobacco sector consecutively supply around 6.7 percent and 6.5 percent of total GDP. Meanwhile the industry sectors which experienced to have a strong growth occurred in transportation, equipment and machinery sector and food, beverage and tobacco sector which grew around 7.6 percent and 7.3 percent, respectively. Overall, manufacturing industries absorb employee more than 12 million people or around 12.3 percent of total work force in Indonesia. In globalization era, competition increase among the countries which reflected in international trade to grab the market. Competition is not only in international market but also in domestic market; our products will compete with imported ones. Recently, China products influx the local market with lower prices compared the local products. Comparative advantages of China have larger number of population and lower wages than those of Indonesia. Easier investment procedures in China have already attracted more investors to come. However, Indonesia could have good opportunities as well, because Indonesia also has large number of population and availability of materials. The increasing of fuel prices might cause obstacle for competitiveness.

* Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 104

Page 2: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

PENDAHULUAN

Sektor industri pengolahan merupakan sektor industri yang strategis karena bisa

berperan sebagai sektor industri hulu maupun sebagai sektor industri hilir bagi sektor-

sektor industri lainnya. Selain itu, sektor industri pengolahan merupakan penyumbang

terbesar bagi produk domestik bruto di Indonesia. Sehingga bisa dikatakan bahwa kinerja

industri pengolahan sebagai indikator penentu bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pada tahun 2007, total sektor industri pengolahan menyumbangkan PDB sebesar 27,0

persen dari total PDB di Indonesia Rp 3.957,403 trilyun (current prices). Sedangkan sektor

industri pengolahan diluar minyak dan gas menghasilkan 22,0 persen dari total PDB

Indonesia. Kontribusi ini sedikit menurun dari tahun sebelumnya yang menyumbang 22,8

persen dari total PDB tahun 2006.

Sektor industri pengolahan juga memegang peranan penting karena penyerapan

tenaga kerja yang luas. Sektor industri pengolahan mampu menyerap sekitar lebih dari 12

juta tenaga kerja atau sekitar 12,4 persen dari seluruh total tenaga kerja yang ada.

Meskipun jumlah penyerapan ini masih dibawah sektor industri lain seperti sektor

pertanian, perikanan dan perkebunan juga sektor industri perdagangan, retail, hotel dan

restauran dimana masing masing menyumbang 43,7 persen dan 19,9 persen (Data per

February 2007).

Perkembangan sektor industri pengolahan juga bisa tercermin dari nilai ekspor dan

impornya. Pada tahun 2007, Ekspor Indonesia mencapai US$ 114,1 milyar sedangkan nilai

impor sebesar US$ 74,4 milyar. Berarti selama tahun 2007, Indonesia mengalami surplus

perdagangan internasional senilai US$ 39,7 milyar. Dibandingkan dengan tahun 2006,

ekspor mengalami peningkatan sebesar 13,2 persen dari tahun sebelumnya dimana ekspor

mencapai US$ 100,79 milyar dan import mengalami kenaikan sebesar 21,8 percent. persen

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya US$ 61,1 milyar.

Sektor-sektor industri apa saja yang mengalami peningkatan maupun penurunan,

comparative advantage apa yang dimiliki yang dapat meningkatkan daya saing yang perlu

dikembangkan untuk meningkatkan daya saing di masa yang akan datang, dan kelemahan-

kelemahan apa saja di dalam sektor industri tersebut yang perlu diperbaiki. Sehingga

penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran maupun wawasan mengenai

kinerja sektor-sektor industri selama lima tahun yang lalu dan bagaimana prospeknya di

masa yang akan datang.

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi105

Page 3: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Berdasarkan BPS, dalam sektor industri pengolahan terbagi menjadi 9 sub sektor

industri pengolahan yang didalamnya terdapat lebih dari 100 industri. Sembilan sub sektor

industri pengolahan tersebut adalah sub sektor makanan, minuman dan tembakau, sub

sektor tekstil, pakaian, dan kulit, sub sektor kayu, bambu dan rotan, sub sektor kertas dan

produk kertas, sub sektor kimia dan bahan kimia, sub sektor barang galian diluar metalik,

sub sektor logam dasar, sub sektor produk mesin dan peralatan yang terbuat dari metal, dan

sub sektor pengolahan lain-lain

METODE PENELITIAN

Penelitian ini sebagian besar menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik

(BPS), dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam industri pengolahan, yang diperoleh

melalui browsing internet, koran-koran, majalah, dan sumber-sumber lain. Penulisan dan

analisis dalam makalah ini bersifat umum (market research) yaitu memberikan informasi

secara garis besar dalam suatu industri, bukan marketing research dimana analisis yang

diberikan secara lebih mendetail tentang suatu industri. Tujuan dari penulisan makalah ini

untuk memberikan gambaran umum tentang sektor-sektor industri pengolahan yang ada di

Indonesia, dan diharapkan sebagai titik tolak untuk penelitian yang lebih mendalam dan

terperinci di masa yang akan datang baik oleh penulis sendiri maupun peneliti-peneliti

lainnya.

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber, Penulis akan

menganalisis kinerja industri industri pengolahan kemudian membuat proyeksi kinerja

industri industri tersebut untuk lima tahun mendatang dengan menggunakan metode yang

paling sederhana dengan metode regresi linier (J. Fred weston and Thomas E. Copeland,

hal.323), sebagai berikut:

Y = ax + b

Slope a = n (Σxy) – (Σx)(Σy)

n(Σx²) – (Σx)²

Intercept b = Σy – a (Σx)

n

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 106

Page 4: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

HASIL PEMBAHASAN

1. Sub Sektor Makanan, Minuman dan Tembakau

Dalam sub sektor ini terdapat sekitar 24 industri, yaitu 18 industri makanan, tiga

industri minuman, dan tiga industri produk tembakau. Pertumbuhan GDP sub sektor ini

dari tahun 2003 sampai tahun 2007 adalah sekitar 2,7 persen, 1,4 persen, 2,7 persen, 7,2

persen dan 7,2 persen. Selama lima tahun, rata-rata konstribusi sub sektor makanan,

minuman dan tembakau terhadap total PDB sebesar 7,1 persen.

Dari sub sektor makanan, untuk industri daging dan susu masih tergantung pada

impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan ekspor yang tidak signifikan pada

produk-produk tersebut. Import produk susu mengalami peningkatan yang besar dari Rp

2,3 trilyun pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 5,28 trilyun pada tahun 2007.

Kebanyakan import berasal dari Australia dan New Zealand. Produksi daging dan susu di

Indonesia tidak cukup berkembang, sementara konsumsi daging dan susu meningkat

sekitar 10 persen. Hal ini menyebabkan harga susu melonjak tajam seiring dengan naiknya

harga minyak dunia, dan melemahnya nilai tukar rupiah. Untuk industri seafood,

Pertumbuhan industri cukup bagus karena jumlah dan pertumbuhan export yang besar

dalam produk-produk tersebut, khususnya udang beku. Estimasi total export mencapai Rp

13,1 trilyun pada tahun 2003 menjadi Rp 16,5 trilyun tahun 2007. Produk export utamanya

adalah udang beku dengan negara tujuan terbesar adalah Jepang, Amerika serikat dan

negara-negara Eropa. Prospek export untuk produk-produk tersebut sangat cerah karena

permintaan dunia yang meningkat. Akan tetapi, untuk industri ikan dalam kaleng, biaya

produksi meningkat seiring dengan meningkatnya harga aluminium dan melonjaknya

harga minyak. Permintaan dalam negeri berkurang karena menurunnya daya beli

masyarakat.

Untuk industri gula, Indonesia sebelumnya termasuk negara pengekspor gula.

Namun saat ini, ketergantungan impor gula sangat tinggi dan meningkat dari tahun ke

tahun. Impor meningkat tajam dari sekitar Rp 3 trilyun tahun 2003 menjadi Rp 5,5 trilyun

tahun 2007. Ilegal impor juga diperkirakan meningkat. Produksi gula menurun karena

mesin-mesin pabriknya sudah tua, sehingga memproduksi secara tidak efisien. Biaya

produksi tinggi sehingga harga gula menjadi mahal, sedang harga impor lebih murah. Pada

tahun 2007, produksi gula lokal mencapai 2,4 juta ton, sedangkan konsumsi sebesar 3,3

juta ton. Sehingga dibutuhkan impor untuk memenuhi kebutuhan lokalnya. Pemerintah

diharapkan bisa mengurangi impor illegal dan mendorong semakin luasnya perkebunan

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi107

Page 5: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

tebu untuk menjamin tersediannya bahan baku. Tingkat suku bunga yang rendah agar

produser mampu membeli mesin-mesin baru sehingga produktifitas meningkat.

Industri teh, di mana Indonesia termasuk negara penghasil teh nomer lima di dunia,

dan memasok sekitar 6 persen dari kebutuhan dunia. Tahun 2005, volume expor teh

Indonesia mencapai sekitar 102.200 ton dan menurun hingga 95.335 ton dan 90.490 ton

pada tahun 2006 dan tahun 2007. Penurunan expor teh Indonesia karena melimpahnya

pasokan di pasar internasional, kurangnya promosi dan pemasaran. Dibandingkan dengan

negara pengekspor teh lainnya, harga teh dari Indonesia adalah paling rendah. Sri Lanka

dan India bisa menjual dengan harga US$ 1,85 per kilo, sedangkan harga teh dari

Indonesia hanya US$ 1,40 per kg. Indonesia mengekspor teh dalam bentuk curah sehingga

harganya lebih murah, sedangkan India dan sri Lanka teh dalam kemasan sehingga

harganya lebih mahal. Sementara itu biaya produksi teh juga meningkat karena naiknya

harga minyak dan upah tenaga kerja. Total produksi teh Indonesia adalah sekitar 187.000

ton, sehingga ekpornya mencapai hampir 50 persen. Akan tetapi, kecenderungan ekpor

akan semakin menurun, kecuali Indonesia mampu meningkatkan produksi tanaman tehnya

dengan kualitas yang lebih bagus. Negara-negara pengekspor teh seperti Amerika dan

Inggris memperketat import dengan menerapkan stardar kualitas yang lebih bagus. Setali

tiga uang, kinerja industri kopi di Indonesia juga mengalami penurunan. Indonesia adalah

termasuk penghasil kopi nomer empat di dunia dengan total produksi mencapai 600.000

ton dan lebih dari 50 persen untuk ekspor. Namun demikian, harga kopi di Indonesia

adalah murah dikarenakan sebagian besar ekspor dalam bentuk curah dan jenis kopinya

adalah robusta yang harga per kg nya hanya US$ .60 sen. Sedangkan kebutuhan kopi di

pasar internasional adalah jenis Arabica yang harganya mencapai US$ 1.75 per kg.

Untuk industri minuman, baik minuman keras maupun soft drink, konsumsi dalam

negeri masih rendah dibandingkan dengan negara lain, misalnya Malaysia, Singapore dan

Philipina, namun tren konsumsi meningkat. Nilai export maupun impor masih rendah.

Harga dan rasa memegang peranan penting untuk keberhasilan penjualan. Masing-masing

segmen produk masih dikuasai oleh para pemain utama, misalnya untuk minuman

carbonate oleh Coca Cola, air mineral oleh Aqua, bir oleh bir bintang, minuman teh dalam

botol oleh sosro. Prospek industri masih cerah dan terbuka luas, karena jumlah penduduk

yang banyak. Pemain baru yang masuk pun menunjukkan peningkatan penjualan.

Persaingan akan semakin meningkat begitu pula impornya, karena untuk minuman ringan

tidak termasuk dalam pajak barang mewah.

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 108

Page 6: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

Untuk industri rokok dan tembakau, produksi meningkat terus dengan rata-rata 7

persen setiap tahunnya. Jumlah penduduk yang besar dan kebiasaan merokok mendorong

peningkatan produksi setiap tahunnya. Hal ini bisa ditunjukkan dengan penerimaan cukai

pemerintah yang mencapai Rp 43,8 trilyun tahun 2007, dibandingkan dengan tahun 2006

Rp 38,4 trilyun. Produsen besar masih menguasai pangsa pasar 80 persen untuk rokok

bermerek seperti Gudang Garam, Sampurna, Jarum dan Bentoel dengan rata-rata kapasitas

produksi mencapai lebih dari 90 persen. Sisanya dikuasai oleh industri-industri rumah

tangga dengan harga yang lebih murah, dengan target pasar luar jawa. Kesempatan masih

terbuka untuk rokok putih seiring dengan kesadaran konsumen untuk mengurangi kadar

nikotin, dimana saat ini masih dikuasai oleh sampurna (philip Morris) sekitar 40 persen.

Selama lima tahun terakhir, rokok putih belum meningkat secara pesat. Produksi rokok

putih hanya mencapai 10 persen dari total produksi rokok. Untuk lima tahun mendatang,

prospek industri rook dan tembakau masih cerah, karena pemerintah masih memprioritas

dalam penerimaan negara daripada kesadaran kesehatan untuk masyarakat, juga

penyerapan tenaga kerja yang luas. Export mencapai rata-rata Rp 2 trilyun setiap tahunnya,

dan impor yang kecil. Export masih terbuka untuk meningkat untuk rokok putih.

Demikian sekilas garis besar analisis kinerja industri industri makanan, minuman

dan rokok. Berdasarkan analisis trennya, penulis memperkirakan bahwa lima tahun

mendatang, Perkembangan PDB dan pertumbuhan sektor makanan, minuman dan

tembakau sebagai berikut.

(Dalam triyun rupiah, Harga Konstant)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

GDP 132,597

137,013

141,428

145,843

150,258

154,674

Pertumbuhan GDP 7,2 8,68 10,16 11,64 13,12 14,6

Menggunakan analisis regresi linier, PDB sektor makanan, minuman dan tembakau

diperkirakan total pertumbuhan 16,67 persen dari Rp 132,5 trilyun pada tahun 2007

menjadi Rp 154,6 trilyun pada tahun 2012.

2. Sub Sektor Tekstil, Pakaian dan Kulit

Industri yang terlibat dalam sub sektor ini ada sekitar 14 industri. Indonesia pernah

mengalami kejayaan dalam sektor ini. Namun demikian selama lima tahun terakhir, tingkat

pertumbuhan semakin menurun dan tingkat kontribusi industri terhadap PDB juga

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi109

Page 7: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

menurun tajam. Jika pada tahun 2003 tingkat pertumbuhan PDB dari sektor ini masih

sekitar 6,2 persen, maka pada tahun 2007 diperkirakan hanya tumbuh sekitar 1,2 persen.

Banyak perusahaan tekstil mengurangi produksinya dan jumlah tenaga kerja, karena

naiknya biaya produksi dan bahan baku, sedangkan daya beli masyarakat semakin

menurun, sehingga masyarakat menunda pengeluaran untuk produk ini. Produktifitas

kurang optimal karena mesin-mesin tekstil sudah tua. Import barang jadi, khususnya dari

China, meningkat tajam karena harga yang jauh lebih murah. Meski produksi tekstil secara

keseluruhan menurun, export masih menunjukkan peningkatan selama lima tahun terakhir.

Hal ini didorong oleh berkurangnya quoto export Cina dan Vietnam ke negara Amerika

dan negara-negara Eropa juga berkembangnya negara tujuan export ke Brazil dan Emirat

arab. Pada tahun 2003, total export untuk tekstil, pakaian, kulit dan alas kaki sekitar US$

8,7 milyar, dan meningkat pada tahun 2007 mencapai lebih dari US$ 10 milyar, hampir 10

persen dari total export Indonesia. Tarif pajak yang dikenakan untuk Indonesia oleh negara

pengimpor lebih rendah daripada yang diperoleh China dan Vietnam, karena adanya tarif

anti dumping. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap praktek pengapalan

ilegal , dimana barang China diekspor dengan dokumen asal Indonesia. Kredit lunak

diperlukan untuk pembelian mesin-mesin baru. Larangan export kulit mentah diterapkan

sejak tahun 2006, dapat membantu ketersediaan bahan baku untuk sepatu, dimana kualitas

sepatu dari Indonesia lebih bagus. Pameran dan promosi perlu ditingkatkan sehingga

ekspor bisa terus meningkat karena sektor ini menyerap banyak tenaga kerja.

Perkiraan sumbangan GDP dari sektor tekstil untuk lima tahun kedepan adalah

sebagai berikut.

(Dalam Trilyun rupiah, harga konstan)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

GDP 56,341 57,449 58,557 59,666 60,774 61,882

Pertumbuhan industri tekstil, produk tekstil dan kulit meningkat dari Rp 56,3

trilyun pada tahun 2007 menjadi Rp 61,88 trilyun tahun 2012 atau total pertumbuhan

sebesar 9,8 persen.

3. Sub Sektor Kayu, Bambu, dan rotan

Untuk industri-industri kayu, pertumbuhan PDB nya menurun. Jika pada tahun

2003, PDB dari kayu tumbuh 1,2 persen, mulai tahun 2004 turun 2,1 persen, tahun 2005

turun 0,9 persen, tahun 2006 turun 0,7 persen dan tahun 2007 diperkirakan turun 0,4

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 110

Page 8: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

persen. Seiring dengan turunnya produksi, maka export juga mengalami penurunan. Export

yang signifikan berasal dari plywood, dimana pada tahun 2002 export mencapai US$ 1,7

milyar dan menurun menjadi US$ 1,45 milyar tahun 2007. Negara tujuan yang utama

adalah Jepang, Amerika Serikat, Korea, China, Saudi Arabia dan Taiwan. Produksi

plywood mengalami penurunan karena mismanagement dalam pengelolaan hutan, kondisi

industri hilirnya yang lesu, seperti properti, kondisi sosial politic, maraknya plywood asal

China yang murah di pasar lokal, meningkatnya penetrasi pasar plywood Malaysia di

Jepang, padahal bahan bakunya berasal dari Indonesia baik secara legal maupun illegal,

sehingga export Indonesia ke Jepan semakin menurun. Jika pada tahun 2002, exspor ke

Jepang mencapai US$ 1,2 milyar, maka pada tahun 2007 hanya US$ 0,7 milyar. Selain itu

kondisi mesin yang sudah perlu diupgrade, juga menjadikan produksi kurang efisien.

Produk export kayu lainnya adalah furniture dan lainnya mencapai lebih dari US$ 1,7

milyar pada tahun 2007. Namun demikian, volumenya semakin menurun dari tahun ke

tahun. Indonesia adalah penghasil rotan terbesar, namun ekspor barang jadi, Malaysia lebih

unggul kualitas dan harga. Rotan banyak terdapat di Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan

perajin furniture berada di pulau Jawa. Sehingga biaya transportasi lebih mahal

dibandingkan dengan dijual mentah langsung ke Malaysia. Sering terjadi kelangkaan

bahan baku rotan bagi perajin. Untuk pasar Amerika Serikat masih tujuan utama, namun

market sharenya tergeser oleh China dan Vietnam.

Perkembangan sektor kayu dalam konstribusinya terhadap PDB Indonesia di masa

yang akan datang diperkirakan sebagai berikut.

(Rp Trilyun, Harga Konstan)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

GDP 19,698 19,455 19,212 18,969 18,726 18,483

4. Sub Sektor Kertas dan Produk Kertas

Sektor industri kertas dan produk kertas menghasilkan PDB sekitar Rp 24,4 trilyun

(constant price) atau sekitar 1,3 persen dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan industri ini

pada tahun 2003 sebesar 8,4 persen, tahun 2004 sekitar 7,6 persen, tahun 2005 yaitu 2,4

persen dan tahun 2006 dan 2007 diperkirakan 2,1 persen dan 2,0 persen. Trend

pertumbuhan semakin menurun selama lima tahun terakhir, padahal Indonesia masuk 10

besar sebagai produsen kertas dan produk kertas di dunia. Baik export maupun impor

mengalami kenaikan. Export tahun 2003 sebesar US$ 2,8 milyar menjadi US$ 3,5 milyar

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi111

Page 9: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

tahun 2007. Sedangkan import senilai US$ 1,0 milyar tahun 2003 menjadi US$ 1,4 milyar

pada tahun 2007. Tujuan utama ekspor adalah China, Australia, Malaysia, Korea dan

Taiwan. Sedangkan import berasal dari Canada, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Swedia,

dan Brazil. Selama lima tahun terakhir, tidak ada investor baru yang besar masuk dalam

industri ini, hanya perusahaan-perusahan menengah dan kecil, baik dalam segmen

percetakan ataupun daur ulang. Pangsa pasar untuk industri ini masih dikuasai oleh

pemain-pemain besar atau bersifat oligopoli. Sembilan puluh persen adalah perusahaan

swasta dan 10 persen adalah milik negara.

Meskipun konsumsi dalam negeri meningkat dari 5,3 juta ton tahun 2003 menjadi

sekitar 5,5 juta ton tahun 2007, tetapi tingkat konsumsi kertas per kapita di Indonesia

masih rendah rata-rata 25 kg, dibandingkan dengan Thailand (35kg), Malaysia (106 kg),

Singapore (180 kg).

Perkembangan sektor kertas lima tahun mendatang adalah.

(Rp Trilyun, Harga Konstan)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

GDP 25,551 26,422 27,292 28,162 29,032 29,902

Berdasarkan analisa regresi linier, sektor ini akan tumbuh sebesar 17,2 persen dari

tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.

5. Sub Sektor Produk Kimia dan Bahan-bahan Kimia

Sektor ini terdiri dari banyak industri, dari industri kimia dasar organik dan non

organik, industri pupuk, pestisida, resin dan plastik, cat, sabun, kosmetik, tinta, karet dan

lainnya yang berbahan baku kimia. Tingkat ketergantungan terhadap bahan baku import

sangat tinggi, sehingga sangat rentan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dan harga

minyak. Total sektor ini menyumbang Rp 61,9 trilyun (constant prices) atau sekitar 3,3

persen dari total PDB. Sedangkan tingkat pertumbuhan industri selama lima tahun terakhir

rata-rata 8 persen. Pertumbuhan sektor ini didorong oleh permintaan di industri hilir yang

hampir semua industri membutuhkan bahan baku dari produk-produk ini, sehingga

pertumbuhan ekonomi sangat mempengaruhi permintaan terhadap produk-produk tersebut.

Untuk industri kimia dasar non organik dan organik, impor lebih besar daripada ekspor.

Pada tahun 2003, import kimia non organik mencapai US$ 416 juta menjadi US$ 660 juta

pada tahun 2006, sedangkan pada periode yang sama, export senilai US$ 260 juta menjadi

US$ 481 juta. Untuk industri kimia dasar organik, import meningkat dari US$ 1,99 milyar

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 112

Page 10: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

tahun 2003 menjadi US$ 3,1 milyar di tahun 2006. Sedangkan periode yang sama, ekspor

meningkat dari US$ 1,21 milyar menjadi US$ 1,8 milyar. Beberapa investor asing masuk

dalam industri ini. Kepemilikan perusahaan oleh investor asing lebih dari 50 persen

sehingga tingkat globalisasi dari sektor ini cukup tinggi. Kebutuhan modal sangat besar

dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerjanya, sehingga sektor ini bersifat capital

intensive. Produksi dalam negeri untuk industri yang dikenal dengan petrochemical ini

masih lebih rendah dengan tingkat konsumsi dalam negeri,misalnya untuk produk etylene,

hanya Chandra Asri satu satunya produser dengan kapasitas produksi sebesar 550.000 ton,

sedangkan konsumsi dalam negeri mencapai 900.000 ton. Begitu juga dengan produk-

produk seperti polyethylene, methanol dan lainnya. Selama lima tahun terakhir beberapa

investor asing masuk dalam industri ini. Industri petrochemical sangatlah penting, karena

produk-produk tersebut sebagai bahan baku untuk industri lainnya. Investor asing sangat

diperlukan untuk berinvestasi dalam sektor ini karena keterbatasan dana oleh investor

lokal.

Untuk industri pupuk dan pestisida, export mencapai sekitar Rp 1,5 trilyun pada

tahun 2007. Sejak tahun 2005, produksi semakin menurun karena kelangkaan gas dalam

negeri dan naiknya minyak dunia, mengakibatkan harga pupuk melonjak tajam. Selain

disebabkan juga oleh distribusi yang tidak lancar. Industri ini perlu campur tangan

pemerintah dalam hal peraturan pasokan gas, karena mahalnya harga pupuk menyebabkan

hasil pertanian berkurang dan stabilitas pangan terganggu.

Industri lain dalam sektor ini yang menghasilkan export yang besar adalah industri

karet, dimana pertumbuhan produksi tetap tinggi, yang didorong oleh meningkatnya

permintaan otomotif di Indonesia. Produksi ban Indonesia memiliki standar kualitas yang

bagus yang diterima oleh negara-negara Amerika, Eropa dan Timur Tengah. Produksi ban

roda empat tahun 2007 mencapai 50 juta dan expor mencapai US$ 898,1 juta yang tersebar

ke lebih dari 150 negara tujuan.

Perkembangan sektor ini lima tahun mendatang diperkirakan sebagai berikut.

(Rp Trilyun, Harga Konstan)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

GDP 66,590 70,650 74,710 78,769 82,829 8,6889

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi113

Page 11: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

6. Sub Sektor Produk Pertambangan di luar Logam

Produk yang dihasilkan dalam sektor ini berupa produk gelas, porcelin, semen,

asbes dan sejenisnya. Industri semen menentukan perkembangan industri hilirnya seperti

sektor konstruksi. Ketersediaan semen dengan harga yang terjangkau akan mempercepat

proses pembangunan baik konstruksi, gedung, maupun infrastructur sepeti jalan, bandara

dan lainnya. Pada saat ini hanya ada 9 perusahaan yang memproduksi semen dengan total

produksi mencapai 40 juta ton. Sedangkan konsumsi dalam negeri hanya sekitar 34 juta,

sehingga terjadi surplus dan diekspor. Namun demikian harga semen diluar negeri murah

sehingga kurang menarik dibandingkan dengan dalam negeri. Meskipun terjadi surplus,

sering terjadi kelangkaan semen karena ulah para spekulator. Harga semen di dalam negeri

sangat sensitive dengan harga minyak dan gas. Saat ini, industri bersifat oligopoli karena

industri ini capital intensive sehingga barrier entri nya tinggi, hanya investor yang

bermodal besar yang mampu. Saat ini Semen Gresik Group menguasai pangsa pasar 45

persen, Indocement 30 persen, Holcim Indonesia 15 persen dan sisanya 10 persen oleh

Semen Andalas, Semen Baturaja, Semen Bosowa, dan Semen Kupang.

7. Sub Sektor Industri Baja

Industri-industri yang masuk dalam sektor ini adalah industri besi dan baja, dan

industri logam bukan besi, seperti aluminium, kuningan, tembaga dan lainnya, juga

industri yang menghasilkan produk- produk turunannya. Pertumbuhan sektor ini

mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Untuk industri baja, produksi

mengalami penurunan yang signifikan dari 1.821 juta ton menjadi 1.744 juta ton (4%),

pipa dari 779.181 ton menjadi 642.832 ton (21,2%), lembaran baja menurun 14,5% dari

835.493 ton menjadi 729.670 ton. Penurunan produksi tersebut akibat turunnya produksi

HRC di pabrik Krakatau, sebagai produsen baja terbesar di Indonesia. Tarif masuk impor

untuk baja rendah, berkisar 0 sampai 5 persen berdasarkan free trade agreement. Sehingga

pada saat produksi dalam negeri menurun, baja dari China membanjiri pasar dengan harga

yang jauh lebih murah. Sebaliknya, biaya produksi baja dalam negeri semakin mahal

seiring dengan naiknya harga minyak dan gas. Kebutuhan meningkat seiring dengan

pertumbuhan di industri otomotif, konstruksi pabrik-pabrik dan gedung. Untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri, maka import meningkat tajam, yaitu mencapai US$ 3,78 milyar

pada tahun 2007.

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 114

Page 12: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

Sebaliknya untuk industri logam bukan besi dan baja, menunjukkan produksi yang

meningkat akibat permintaan dari industri hilir. Export meningkat tajam dari US$ 955 juta

pada tahun 2003 menjadi US$ 2,69 milyar tahun 2006. Sedangkan import juga meningkat

dari US$ 188,8 juta menjadi US$ 473,5 juta pada periode yang sama.

8. Sub Sektor Produk-Produk yang Terbuat dari Logam

Misalnya industri-industri yang menghasilkan mesin-mesin dan peralatan, maupun

industri yang meghasilkan alat transportasi. Kinerja industri-industri yang termasuk dalam

sektor ini mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar 8,9 persen tahun 2003, tahun

2004 tumbuh 17,7 persen, tahun 2005 sebesar 12,4 persen dan 7,5 persen pada tahun 2006.

Tahun 2007, diperkirakan naik 7,3 persen. Sektor ini menghasilkan PDB terbesar sektor

manufacturing yaitu Rp 147 trilyun atau sekitar 8 persen dari total PDB Indonesia.

Terdapat 27 jenis industri dalam sektor ini. Secara garis besar permintaan terhadap mesin-

mesin untuk pertanian, untuk industri kayu, permintaan dalam negeri meningkat tajam,

sehingga kebutuhan importnya juga meningkat. Tetapi untuk alat-alat pertanian terbuat

dari logam dan bukan mesin, ekspor lebih besar daripada importnya. Permintaan mesin

berat untuk kehutan, pertambangan, konstruksi masih tergantung pada import. Import

industri ini mencapai lebih dari US$ 2 milyar, sedangkan importnya hanya US$ 0,5

milyar. Seiring dengan meningkatnya permintaan, produksi dalam negeri untuk alat-alat

berat juga meningkat. Pemain utama dari industri ini adalah Komatsu, Caterpillars dan

Hexindo. Tahun 2006, produksi dalam negeri mencapai lebih dari 4,500 unit.

Untuk industri barang-barang elektronik seperti TV, audio, telephone, alat-alat

listrik rumah tangga adalah export oriented, selain itu permintaan dalam negeri meningkat

seiring dengan jumlah penduduk, gaya hidup dan tingkat pendapatan. Namun pasar lokal

juga dipenuhi barang-barang import dari China, Korea dan Thailand. Meskipun kualitas

barang untuk produk Jepang lebih bagus, tapi harga yang rendah dari China mampu

merebut pasar meski market sharenya masih terbatas. Untuk produk elektronik seperti TV,

radio, monitor, export lebih dari Rp 35 trilyun.

Untuk industri transportasi, terbagi menjadi industri kapal dan komponennya,

industri rel kereta api, industri kendaraan bermotor roda empat dan dua, industri pesawat

dan industri trasportasi laiinya. Kondisi industri perkapalan di Indonesia menunjukkan

kinerja yang bagus. Pelaku utamanya adalah PT PAL, dimana permintaan berasal dari luar

negeri selain juga dalam negeri. Permintaan berasal dari German, Italia, Turki, Singapore,

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi115

Page 13: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Australia, Belanda dan lainnya. Industri ini capital intensive karena membutuhkan modal

yang besar sehingga investor asing diharapkan untuk masuk dalam industri ini. Indonesia

sebagai negara kelautan juga membutuhkan banyak kapal, sehingga import terhadap kapal

juga meningkat. Tahun 2006 dan 2007, import meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Yang biasanya import dibawah nilai US$ 300 juta, maka pada tahun 2006,

import mencapai lebih dari US$ 1,2 milyar.

Selama tahun 2007, dalam industri kendaraan roda empat, penjualan mencapai

434.449 unit, naik dibandingkan tahun 2006 yang mengalami penurunan dibandingkan

2005 hanya 318.904 unit karena melonjaknya harga minyak pada akhir tahun 2005. Astra

menguasai pangsa pasar sekitar 40 persen. Pada tahun 2004 dan 2005 produksi kendaraan

roda empat mencapai 483.295 dan 534.000 units, naik dari tahun 2003 yang hanya 354.333

unit. Sehingga selama lima tahun terakhir kinerja industri kendaraan roda empat bagus

dengan meningkatnya produksi seiring dengan meningkatnya permintaan dalam negeri.

Impor lebih besar daripada export yang hanya mencapai sekitar Rp 15 trilyun, dengan

komoditas utamanya adalah sparepart dan accessories sekitar 68 persen dari total ekspor.

Tujuan utama ekspor adalah Jepang (22,38%), Thailand (14,38%), Amerika Serikat

(13,65%), Malaysia (10,6%), China (7,33%). Impor mencapai Rp 21,7 trilyun pada tahun

2007, dengan komoditas utamanya juga sparepart dan accessories. Import berasal dari

Jepang (52,26%), Thailand (20,09%), Australia (5,04%).

Sedangkan untuk penjualan kendaraan roda dua, penjualan mencapai 4,98 juta unit

tetapi masih rendah dibandingkan tahun 2005 yang mencapai 5,1 juta unit. Pangsa pasar

masih dikuasai oleh Astra Honda around 50 persen. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi

sebagai alasan tumbuhnya industri ini. Rendahnya pajak impor juga menyebabkan semakin

maraknya motor asal China di dalam negeri.

Proyeksi pertumbuhan PDB sebagai berikut.

(Rp Trilyun, Harga Konstan)

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

GDP 1487,303 1898,976 2310,649 2722,322 3133,995 3545,669

Total pertumbuhan sampai tahun 2012 adalah 138,3 persen.

9. Sub Sektor Industri Pengolahan Lain-lain

Pertumbuhan GDP pada industri-industri dalam sektor ini meningkat meskipun

menunjukkan tren yang menurun. Yang termasuk dalam sektor ini adalah industri

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 116

Page 14: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Program Pascasarjana UPI YAI

perhiasan, industri alat musik dan permainan, alat-alat lukis dan lainnya. Tingkat

pendapatan masyarakat sangat menentukan permintaan dalam industri ini. Ekspor

perhiasan untuk permata, mas dan perhiasan lainnya melonjak. Alat-alat musik buatan

Indonesia seperti gitar diekspor denga kualitas yang lebih bagus dari negara lainnya.

Sehingga pangsa pasar untuk alat-alat musik di luar negeri cukup bagus.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan kinerja industri-industri sektor pengolahan belum mengalami

recovery. Bahkan beberapa sektor yang sebelumnya menjadi andalan bagi pertumbuhan

ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, kinerjanya semakin memburuk dengan produksi

dan ekspornya semakin menurun. Seperi contoh, sektor tekstil yang sebelumnya

penyumbang devisa besar, kini semakin menurun. Di pasar lokal pun, produk tersebut

bersaing ketat dengan produk China yang harganya jauh lebih murah. Penyumbang

terbesar dalam sektor pengolahan terhadap PDB adalah sektor mesin dan makanan. Namun

pertumbuhan dalam sektor makanan sangat volatile atau naik turun.

Pemerintah perlu campur tangan dalam perkembangan industri-industri, khususnya

industri yang padat karya. Dengan terserapnya tenaga kerja maka pendapatan masyarakat

juga akan meningkat yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Stimulus pajak dan pinjaman lunak diharapkan untuk menggairahkan investasi atau

pembelian mesin. Promosi dan pemasaran perlu ditingkatkan untuk menggaet pasar ekspor.

Dari kinerja sektor industri pengolahan yang diamati selama lima tahun,

pertumbuhan belum cukup signifikan. Indonesia membutuhkan waktu yang lama dari

keterpurukannya sejak krisis ekonomi yang menghantam Indonesia tahun 1997, yaitu

sekitar 10 tahun sampai sekarang.

Indonesia Recovery : Tantangan Pembangunan Ekonomi117

Page 15: Analisis Kinerja Sektor-Sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

Analisis Kinerja Sektor-sektor Industri Pengolahan Di Luar Minyak Dan Gas Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Meningkatkan Daya Saing

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2007, Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat

Statistik, Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). 2007, Export dan Import. Badan Pusat Statistik, Jakarta

J. Fred Weston and Thomas. E. Copeland, 1995, Manajemen Keuangan, Jilid 1, Jakarta

Koran Kompas, Jakarta Post, Internet browsing.

The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium 118