Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
77
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN DAN NOVELTY
4.1 Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 4.1 berikut ini menjelaskan statistik deskriptif untuk variabel
penelitian yang terdiri dari 2 variabel dependen yaitu Penentuan Deviden dengan
proksi Dividend Payout Ratio (DPR) dan Dividend Yield (DYD), 3 variabel
independen yaitu Ultimate Ownership dengan proksi Cash Flow Right Leverage
(CFRL), Agency Conflict dengan proksi Collateralizable Asset (COLLAS),
Asymmetri Information dengan proksi Spread (SPD) dan 2 variabel kontrol yaitu
Investment Opportunity dengan proksi Market To Book Ratio (MTBR), Profitability
dengan proksi Return On Equity (ROE), dan Leverage dengan proksi Debt To
Equity Ratio (DER).
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Dev
DPR 81 0.003819 0.715730 0.277676 0.206886
DYD 81 0.007143 0.133726 0.028956 0.023673
CFRL 81 0.103450 0.157860 0.125556 0.012397
COLLAS 81 0.113744 0.750777 0.411232 0.118765
SPD 81 0.004000 0.267580 0.037023 0.051564
MTBR 81 0.696410 8.737630 3.886435 1.868588
ROE 81 0.072360 0.426226 0.202799 0.077596
DER 81 0.094303 1.721957 0.588985 0.398464
Valid N (listwise) 81 Keterangan : Data DPR (Dividend Payout Ratio) adalah dividend per share dibagi earning per share,
DYD (Dividend Yield) adalah annual dividend per share dibagi stock’s price per share, CFRL (Cash
Flow Right Leverage) adalah selisih antara control right dan cash flow right, COLLAS (Collateralizable
Asset) adalah net fixed asset dibagi total asset, SPD (Spread) adalah (ask-bid) dibagi (ask-bid)/2 dikali
100, MTBR (Market To Book Ratio) adalah market value to equity dibagi book value of equity, ROE
(Return On Equity) adalah earning available for common stockholder dibagi common stock equity, DER
(Debt To Equity Ratio) adalah total liabilities dibagi total equity.
Sumber : Hasil Olah Data
78
4.1.1 DPR (Dividend Payout Ratio)
Data penentuan dividen perusahaan merupakan Dividend Payout Ratio yang
diproksi dengan mengukur besarnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang
saham dibandingkan dengan jumlah total laba bersih perusahaan. Semakin tinggi
nilai DPR maka semakin besar perusahaan membagikan dividen. Berdasarkan Tabel
4.1, selama periode penelitian, rata-rata rasio pembagian dividen (DPR) seluruh
perusahaan adalah sebesar 0.277676 dengan nilai minimum 0.003819 dan nilai
maksimum 0.715730. Nilai minimum DPR menunjukkan bahwa rasio minimum
keuntungan yang diberikan kepada pemagang saham (investor) dalam bentuk
dividen sebesar 3.819%. Sebaliknya, nilai maksimum DPR menunjukkan bahwa
rasio perusahaan membagikan dividen pada para pemegang saham maksimum
sebesar 71.5730%. Investor yang tertarik dengan laba jangka pendek akan lebih
memilih berinvestasi di perusahaan yang memiliki DPR yang tinggi, sedangkan bagi
investor yang memilih untuk memiliki pertumbuhan modal akan lebih tertarik untuk
berinvestasi di perusahaan yang memiliki DPR yang rendah.
Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rasio pembagian dividen perusahaan yang
menjadi sampel mengalami fluktuasi selama periode penelitian yaitu dari tahun
2008 hingga 2016. Perkembangan pembagian dividen dari setiap perusahaan selalu
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Semakin tinggi nilai DPR semakin besar
perusahaan membagikan dividen. Perusahaan AMFG memiliki nilai maksimum
DPR sebesar 0.13331 pada tahun 2016 dan nilai minimum DPR pada tahun 2008
sebesar 0.0038188. Nilai maksimum DPR perusahaan ARNA sebesar 0.52576 pada
tahun 2015 dan nilai minimum DPR pada tahun 2009 sebesar 0.0179547. Tahun
2008 menjadi tahun dimana perusahaan EKAD membagikan dividen maksimum
79
sebesar 0.2427161 dan nilai minimum pada tahun 2010 sebesar 0.0847374.
Perusahaan KLBF memiliki nilai maksimum DPR sebesar 0.51351 pada tahun 2012
dan nilai minimum pada tahun 2010 sebesar 0.1886196. Nilai maksimum DPR
sebesar 0.35477 pada tahun 2014 dimiliki oleh MYOR dan nilai minimum sebesar
0.1029918 pada tahun 2009. DPR maksimum perusahaan SMSM pada tahun 2009
sebesar 0.71573 dan nilai minimum DPR sebesar 0.3792872 pada tahun 2009.
TCID memiliki nilai DPR maksimum sebesar 0.49465 pada tahun 2012 dan tahun
2010 nilai minimum DPR sebesar 0.0191208. Nilai maksimum DPR perusahaan
TOTO pada tahun 2016 sebesar 0.49489 dan minimum sebesar 0.1783725 pada
tahun 2010. Nilai maksimu DPR TSPC sebesar 0.53571 pada tahun 2012 dan tahun
2010 menjadi nilai minimum DPR sebesar 0.0113917.
Rata-rata perkembangan DPR dari perusahaan yang menjadi sampel dalam
kurun waktu 8 tahun, yaitu 2008 sampai dengan 2016 mengalami fluktuasi tetapi
secara garis besar meningkat. Nilai rata-rata minimum DPR terjadi pada tahun 2010
yaitu sebesar 0.1422402 dan nilai rata-rata maksimum DPR sebesar 0.39793 pada
tahun 2012.
80
Gambar 4.1 Perkembangan dan Rata-rata Pembagian Dividen (DPR)
Sumber : Hasil Olah Data
4.1.2 DYD (Dividend Yield)
Data penentuan dividen perusahaan merupakan Dividend Yield yang diproksi
dengan membandingkan jumlah dividen tunai yang dibagikan kepada pemegang
saham dengan harga saham. Semakin tinggi nilai DYD maka semakin besar
perusahaan membagikan dividen yang merupakan daya tarik investasi terhadap
81
saham pada suatu perusahaan. DYD digunakan investor untuk menunjukkan
bagaimana investasi mereka menghasilkan arus kas dalam bentuk dividen atau
kenaikan nilai aset oleh apresiasi saham. Berdasarkan Tabel 4.1, selama periode
penelitian, rata-rata rasio hasil dividen (DYD) seluruh perusahaan adalah sebesar
0.028956 dengan nilai minimum 0.007143 dan nilai maksimum 0.133726. Nilai
minimum DYD menunjukkan bahwa berapa banyak penghasilan yang dapat
dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam perusahaan minimal sebesar
0.7143%. Sebaliknya, nilai maksimum DYD menunjukkan bahwa rasio bagi
dividen yang akan diterima investor maksimum sebesar 13.3726%. Investor akan
menggunakan rasio DYD sebelum membuat keputusan investasi karena dianggap
sebagai Return On Investment bagi pendapatan investor yang tidak tertarik pada
capital gain suatu saham atau investor yang mengutamakan investasi jangka
panjang dan return yang konsisten setiap tahunnya.
Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa rasio pembagian dividen perusahaan
yang menjadi sampel mengalami fluktuasi selama periode penelitian yaitu dari
tahun 2008 hingga 2016. Perkembangan pembagian dividen dari setiap perusahaan
selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Semakin tinggi nilai DYD semakin
besar perusahaan membagikan dividen. Perusahaan AMFG memiliki nilai
maksimum DYD sebesar 0.0750469 pada tahun 2008 dan nilai minimum DYD pada
tahun 2012 sebesar 0.00964. Nilai maksimum DYD perusahaan ARNA sebesar
0.02439 pada tahun 2012 dan nilai minimum DYD pada tahun 2016 sebesar 0.01.
Tahun 2009 menjadi tahun dimana perusahaan EKAD membagikan dividen
maksimum sebesar 0.0365854 dan nilai minimum pada tahun 2011 sebesar
0.0167364. Perusahaan KLBF memiliki nilai maksimum DYD sebesar 0.01792
82
pada tahun 2012 dan nilai minimum pada tahun 2009 sebesar 0.0106215. Nilai
maksimum DYD sebesar 0.032675 pada tahun 2009 dimiliki oleh MYOR dan nilai
minimum sebesar 0.00766 pada tahun 2014. DYD maksimum perusahaan SMSM
pada tahun 2016 sebesar 0.066 dan nilai minimum DYD sebesar 0.0246914 pada
tahun 2008. TCID memiliki nilai DYD maksimum sebesar 0.1337256 pada tahun
2008 dan tahun 2014 nilai minimum DYD sebesar 0.02225. Nilai maksimum DYD
perusahaan TOTO pada tahun 2008 sebesar 0.0833954 dan minimum sebesar 0.01
pada tahun 2016. Nilai maksimum DYD TSPC sebesar 0.0814332 pada tahun 2008
dan tahun 2010 menjadi nilai minimum DYD sebesar 0.017819.
Rata-rata DYD perusahaan di awal tahun penelitian yaitu 2008 menunjukkan
nilai yang tinggi. Tetapi setelah itu mengalami penurunan dan beberapa perusahaan
bangkit kembali mulai tahun 2011. Pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali
dan seterusnya mengalami fluktuasi. Tetapi secara garis besar menurun
perkembangan pembagian dividen (DYD). Semakin tinggi nilai DYD menandakan
semakin besar perusahaan membagikan dividen yang merupakan daya tarik
investasi terhadap saham pada suatu perusahaan. Nilai minimum rata-rata DYD
terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 0.0192933 dan nilai maksimum rata-rata DPR
sebesar 0.0509512 pada tahun 2008.
83
Gambar 4.2 Perkembangan dan Rata-rata Pembagian Dividen (DYD)
Sumber : Hasil Olah Data
4.1.3 CFRL (Cash Flow Right Leverage)
Data Ultimate Ownership merupakan Cash Flow Right Leverage yang
diproksi dengan mengukur kepemilikan langsung dan tidak langsung terhadap
perusahaan sebagai pemegang saham pengendali. Semakin tinggi nilai CFRL maka
semakin besar hak kontrol pemegang saham tersebut sebagai pemegang saham
84
pengendali. Berdasarkan Tabel 4.1, selama periode penelitian, rata-rata Cash Flow
Right Leverage seluruh perusahaan adalah sebesar 0.125556 dengan nilai minimum
0.103450 dan nilai maksimum 0.157860. Nilai minimum CFRL menunjukkan
bahwa hak kontrol sebagai pemegang saham pengendali sebesar 10.3450%.
Sebaliknya, nilai maksimum CFRL menunjukkan para pemegang saham pengendali
memiliki hak kontrol maksimum sebesar 15.7860%.
Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa Ultimate Ownership perusahaan yang
menjadi sampel mengalami fluktuasi cenderung konstan selama periode penelitian
yaitu dari tahun 2008 hingga 2016. Perkembangan pembagian dividen dari setiap
perusahaan selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Semakin tinggi nilai
CFRL maka semakin besar hak kontrol pemegang saham tersebut sebagai pemegang
saham pengendali. Perusahaan AMFG memiliki nilai maksimum CFRL sebesar
0.15413 pada tahun 2008 dan nilai minimum CFRL pada tahun 2012 sebesar
0.10345. Nilai maksimum CFRL perusahaan ARNA sebesar 0.14256 pada tahun
2008 dan nilai minimum CFRL pada tahun 2011 sebesar 0.12113. Tahun 2008
menjadi tahun dimana perusahaan EKAD memiliki nilai maksimum CFRL sebesar
0.15456 dan nilai minimum pada tahun 2012 sebesar 0.12145. Perusahaan KLBF
memiliki nilai maksimum CFRL sebesar 0.12786 pada tahun 2011 dan nilai
minimum pada tahun 2015 sebesar 0.11226. Nilai maksimum CFRL sebesar
0.15786 pada tahun 2008 dimiliki oleh MYOR dan nilai minimum sebesar 0.11352
pada tahun 2016. CFRL maksimum perusahaan SMSM pada tahun 2008 sebesar
0.14675 dan nilai minimum CFRL sebesar 0.11216 pada tahun 2012. TCID
memiliki nilai CFRL maksimum sebesar 0.14564 pada tahun 2008 dan tahun 2012
nilai minimum CFRL sebesar 0.11235. Nilai maksimum CFRL perusahaan TOTO
85
pada tahun 2011 sebesar 0.13785 dan minimum sebesar 0.11216 pada tahun 2016.
Nilai maksimum CFRL TSPC sebesar 0.14564 pada tahun 2009 dan tahun 2013
menjadi nilai minimum CFRL sebesar 0.11256.
Gambar 4.3 Perkembangan dan Rata-rata Ultimate Ownership (CFRL)
Sumber : Hasil Olah Data
Rata-rata Ultimate Ownership mengalami situasi yang cenderung stabil
selama periode penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2016. Semakin tinggi nilai
CFRL maka semakin besar hak kontrol pemegang saham tersebut sebagai pemegang
86
saham pengendali. Nilai minimum rata-rata CFRL terjadi pada tahun 2012 yaitu
sebesar 0.1160267 dan nilai maksimum rata-rata CFRL sebesar 0.1432644 pada
tahun 2008.
4.1.4 COLLAS (Collateralizable Asset)
Data Agency Conflict merupakan Collateralizable Asset yang diproksi
dengan membagi aktiva tetap dengan total aktiva. Semakin tinggi nilai COLLAS
maka semakin banyak perusahaan memiki kas yang dapat didistribusikan sebagai
dividen. Berdasarkan Tabel 4.1, selama periode penelitian, rata-rata
Collateralizable Asset seluruh perusahaan adalah sebesar 0.411232 dengan nilai
minimum 0.113744 dan nilai maksimum 0.750777. Nilai minimum COLLAS
menunjukkan bahwa aktiva perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan
peminjam minimal sebesar 11.3744%. Sebaliknya, nilai maksimum COLLAS
menunjukkan jumlah maksimum jaminan peminjam sebesar 75.0777%. Kreditur
seringkali meminta jaminan berupa aktiva ketika memberi pinjaman kepada
perusahaan yang membutuhkan pendanaan. Tingginya jaminan yang dimiliki
perusahaan akan mengurangi agency conflict antara pemegang saham dengan
kreditur sehingga perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah yang besar.
Sebaliknya, semakin rendah COLLAS yang dimiliki perusahaan akan meningkatkan
agency conflict antara pemegang saham dan kreditur sehingga kreditur akan
menahalangi perusahaan untuk membayar dividen dalam jumlah yang besar kepada
pemegang saham karena khawatir piutang tidak terbayar.
Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa Agency Conflic perusahaan yang menjadi
sampel mengalami fluktuasi selama periode penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga
87
2016. Perkembangan pembagian dividen dari setiap perusahaan selalu mengalami
fluktuasi dari tahun ke tahun. Semakin tinggi nilai COLLAS maka semakin banyak
perusahaan memiki kas yang dapat didistribusikan sebagai dividen. Perusahaan
AMFG memiliki nilai maksimum COLLAS sebesar 0.67525 pada tahun 2016 dan
nilai minimum COLLAS pada tahun 2014 sebesar 0.42228. Nilai maksimum
COLLAS perusahaan ARNA sebesar 0.7507766 pada tahun 2009 dan nilai
minimum COLLAS pada tahun 2010 sebesar 0.574. Tahun 2008 menjadi tahun
dimana perusahaan EKAD memiliki nilai maksimum sebesar 0.5287446 dan nilai
minimum pada tahun 2009 sebesar 0.1137443. Perusahaan KLBF memiliki nilai
maksimum COLLAS sebesar 0.3713 pada tahun 2016 dan nilai minimum pada
tahun 2008 sebesar 0.2692536. Nilai maksimum COLLAS sebesar 0.4608271 pada
tahun 2009 dimiliki oleh MYOR dan nilai minimum sebesar 0.32367 pada tahun
2016. COLLAS maksimum perusahaan SMSM pada tahun 2008 sebesar 0.4028364
dan nilai minimum COLLAS sebesar 0.35193 pada tahun 2014. TCID memiliki
nilai COLLAS maksimum sebesar 0.52838 pada tahun 2014 dan tahun 2012 nilai
minimum COLLAS sebesar 0.39075. Nilai maksimum COLLAS perusahaan TOTO
pada tahun 2016 sebesar 0.5002 dan minimum sebesar 0.3436219 pada tahun 2010.
Nilai maksimum COLLAS TSPC sebesar 0.3358 pada tahun 2014 dan tahun 2013
menjadi nilai minimum COLLAS sebesar 0.26199.
Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata Agency Conflict mengalami kondisi
fluktuaktif selama periode penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2016. Semakin
tinggi nilai COLLAS maka semakin banyak perusahaan memiki kas yang dapat
didistribusikan sebagai dividen. Tingginya jaminan yang dimiliki perusahaan akan
mengurangi Agency Conflict antara pemegang saham dengan kreditur sehingga
88
perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah yang besar. Nilai minimum rata-
rata COLLAS terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 0.3882254 dan nilai maksimum
rata-rata COLLAS sebesar 0.4405055 pada tahun 2008.
Gambar 4.4 Perkembangan dan Rata-rata Agency Conflic (COLLAS)
Sumber : Hasil Olah Data
89
4.1.5 SPD (Spread)
Data Asymmetri Information merupakan Spread yang diproksi dengan
mengukur selisih antara harga bid (tawaran) dan harga ask (menawarkan) atau
selisih antara harga tertinggi yang mau dibayarkan (bid) oleh pembeli untuk
keamanan dan harga terendah yang mau diterima oleh penjual. Semakin tinggi nilai
SPD maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk trading. Berdasarkan Tabel
4.1, selama periode penelitian, rata-rata Spread seluruh perusahaan adalah sebesar
0.037023 dengan nilai minimum 0.004000 dan nilai maksimum 0.267580. Nilai
minimum SPD menunjukkan bahwa keuntungan broker atau bank ketika memasuki
pasar minimum sebesar 0.4%. Sebaliknya, nilai maksimum SPD menunjukkan
keuntungan maksimum broker ketika memasuki pasar sebesar 26.7580%. Transaksi
terjadi ketika pembeli menerima harga permintaan atau penjual mengambil harga
penawaran.
Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa Asymmetri Information 3 perusahaan
mengalami fluktuasi tetapi perusahaan lain yang menjadi sampel dalam penelitian
ini cenderung stabil selama periode penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2016.
Semakin tinggi nilai SPD maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk
trading. Perusahaan AMFG memiliki nilai maksimum SPD sebesar 0.0425 pada
tahun 2016 dan nilai minimum SPD pada tahun 2008 sebesar 0.01245. Nilai
maksimum SPD perusahaan ARNA sebesar 0.05896 pada tahun 2010 dan nilai
minimum SPD pada tahun 2014 sebesar 0.0088. Tahun 2009 menjadi tahun dimana
perusahaan EKAD memiliki nilai maksimum sebesar 0.04078 dan nilai minimum
pada tahun 2014 sebesar 0.0068. Perusahaan KLBF memiliki nilai maksimum SPD
sebesar 0.00987 pada tahun 2009 dan nilai minimum pada tahun 2014 sebesar
90
0.004. Nilai maksimum SPD sebesar 0.0155 pada tahun 2015 dimiliki oleh MYOR
dan nilai minimum sebesar 0.007 pada tahun 2012. SPD maksimum perusahaan
SMSM pada tahun 2013 sebesar 0.0182 dan nilai minimum SPD sebesar 0.01021
pada tahun 2012. TCID memiliki nilai SPD maksimum sebesar 0.13765. pada tahun
2009 dan tahun 2014 nilai minimum SPD sebesar 0.03543. Nilai maksimum SPD
perusahaan TOTO pada tahun 2008 sebesar 0.26758 dan minimum sebesar 0.01748
pada tahun 2015. Nilai maksimum SPD TSPC sebesar 0.1786 pada tahun 2010 dan
tahun 2013 menjadi nilai minimum SPD sebesar 0.0068.
Rata-rata Asymmetri Information mengalami kondisi fluktuaktif selama
periode penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2016. Semakin tinggi nilai SPD
maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk trading. Nilai minimum rata-rata
SPD terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 0.0146322 dan nilai maksimum rata-rata
SPD sebesar 0.0578378 pada tahun 2008.
91
Gambar 4.5 Perkembangan dan Rata-rata Asymmetri Information (SPD)
Sumber : Hasil Olah Data
4.1.6 MTBR (Market To Book Ratio)
Data Investmeent Opportunity merupakan Market To Book Ratio yang
diproksi dengan mengukur perbandingan antara harga per lembar saham di pasar
dengan nilai buku saham perusahaan. Semakin tinggi nilai MTBR maka semakin
baik penilaian investor terhadap nilai buku perusahaan. Berdasarkan Tabel 4.1,
92
selama periode penelitian, rata-rata MTBR seluruh perusahaan adalah sebesar
3.886435 dengan nilai minimum 0.696410 dan nilai maksimum 8.737630. Nilai
minimum MTBR menunjukkan bahwa penilaian investor terhadap nilai buku
perusahaan minimum sebesar 0.696410. Sebaliknya, nilai maksimum MTBR
menunjukkan bahwa maksimum cerminan apresiasi maksimum investor terhadap
nilai buku sebuah perusahaan melalui harga saham sebesar 8.737630. MTBR yang
tinggi memiliki kemampuan dalam menghitung stock return atas proksi nilai buku
untuk arus kas di masa yang akan datang.
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa Investment Opportunity perusahaan
yang menjadi sampel penelitian ini mengalami fluktuasi selama periode yaitu dari
tahun 2008 hingga 2016. Semakin tinggi nilai MTBR maka semakin baik penilaian
investor terhadap nilai buku perusahaan. Perusahaan AMFG memiliki nilai
maksimum MTBR sebesar 4.590673 pada tahun 2009 dan nilai minimum MTBR
pada tahun 2016 sebesar 0.80789. Nilai maksimum MTBR perusahaan ARNA
sebesar 7.83351 pada tahun 2013 dan nilai minimum MTBR pada tahun 2016
sebesar 4.02657. Tahun 2011 menjadi tahun dimana perusahaan EKAD memiliki
nilai maksimum sebesar 5.655 dan nilai minimum pada tahun 2016 sebesar 0.69641.
Perusahaan KLBF memiliki nilai maksimum MTBR sebesar 8.73763 pada tahun
2014 dan nilai minimum pada tahun 2010 sebesar 1.8861958. Nilai maksimum
MTBR sebesar 5.97166 pada tahun 2013 dimiliki oleh MYOR dan nilai minimum
sebesar 2.38 pada tahun 2011. MTBR maksimum perusahaan SMSM pada tahun
2011 sebesar 5.23182 dan nilai minimum MTBR sebesar 3.57171 pada tahun 2016.
TCID memiliki nilai MTBR maksimum sebesar 2.74537 pada tahun 2014 dan tahun
2016 nilai minimum MTBR sebesar 1.40948. Nilai maksimum MTBR perusahaan
93
TOTO pada tahun 2011 sebesar 5.293 dan minimum sebesar 3.19862 pada tahun
2014. Nilai maksimum TSPC sebesar 5.430192 pada tahun 2011 dan tahun 2015
menjadi nilai minimum MTBR sebesar 1.81571.
Gambar 4.6 Perkembangan dan Rata-rata Investment Opportunity (MTBR)
Sumber : Hasil Olah Data
Rata-rata Investment Opportunity mengalami fluktuasi selama periode
penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2016. Semakin tinggi nilai MTBR maka
semakin baik penilaian investor terhadap nilai buku perusahaan. Nilai minimum
94
rata-rata MTBR terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 3.0405944 dan nilai
maksimum rata-rata MTBR sebesar 4.5495133 pada tahun 2009.
4.1.7 ROE (Return On Equity)
Data Profitability merupakan Return On Equity yang diproksi dengan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan
menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi
pemilik atau investor. Semakin tinggi nilai ROE mengindikasikan bahwa
perusahaan menggunakan dana investor secara efektif. Berdasarkan Tabel 4.1,
selama periode penelitian, rata-rata ROE seluruh perusahaan adalah sebesar
0.202799 dengan nilai minimum 0.072360 dan nilai maksimum 0.426226. Nilai
minimum ROE menunjukkan bahwa berapa banyaknya minimum uang yang dapat
dihasilkan oleh perusahaaan berdasarkan uang yang diinvestasikan pemegang
saham, bukan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva sebesar 7.2360%.
Sebaliknya, nilai maksimum ROE menunjukkan bahwa maksimum perusahaan
dapat menghasilkan keuntungan dari dana yang diinvestasikan pemegang saham
sebesar 42.6226%. Para investor selalu mengandalkan hasil perhitungan dari ROE
sebelum melakukan investasi di suatu perusahaan, karena beberapa alasan yaitu
pertama, peluang profit atau profitabilitas dari sebuah perusahaan. Setiap orang pasti
menginginkan profit dalam menanamkan sahamnya. Jika nilai profitnya cenderung
kecil tentu saja seorang investor akan berpikir ulang. Alasan kedua, pengetahuan
tentang kemampuan dari sebuah perusahaan dalam mengelola aset. Perusahaan
dapat betul-betul efisien dalam mengelola atau justru cenderung lemah dan kurang
memuaskan. Ketiga, yaitu mengetahui gambaran umum tentang financial leverage
95
perusahaan dalam arti bagaimana besarnya nilai hutang untuk mendirikan dan
membangun perusahaan.
Dari Gamabr 4.7 dapat dilihat bahwa Profitability perusahaan yang menjadi
sampel penelitian ini mengalami fluktuasi selama periode yaitu dari tahun 2008
hingga 2016. Penggunaan dana investor secara efektif mengindikasikan bahwa
perusahaan memiliki nilai ROE yang semakin tinggi. Perusahaan AMFG memiliki
nilai maksimum ROE sebesar 0.426226 pada tahun 2009 dan nilai minimum ROE
pada tahun 2016 sebesar 0.07236. Nilai maksimum ROE perusahaan ARNA
sebesar 0.30601 pada tahun 2013 dan nilai minimum ROE pada tahun 2015 sebesar
0.07799. Tahun 2010 menjadi tahun dimana perusahaan EKAD memiliki nilai
maksimum ROE sebesar 0.329329 dan nilai minimum pada tahun 2008 sebesar
0.078047. Perusahaan KLBF memiliki nilai maksimum ROE sebesar 0.236301
pada tahun 2011 dan nilai minimum pada tahun 2015 sebesar 0.18323. Nilai
maksimum ROE sebesar 0.246049 pada tahun 2010 dimiliki oleh MYOR dan nilai
minimum sebesar 0.09843 pada tahun 2014. ROE maksimum perusahaan SMSM
pada tahun 2014 sebesar 0.34017 dan nilai minimum ROE sebesar 0.167463 pada
tahun 2008. TCID memiliki nilai ROE maksimum sebesar 0.3175 pada tahun 2015
dan tahun 2016 nilai minimum ROE sebesar 0.09088. Nilai maksimum ROE
perusahaan TOTO pada tahun 2009 sebesar 0.345811 dan minimum sebesar
0.11062 pada tahun 2016. Nilai maksimum TSPC sebesar 0.192161 pada tahun
2011 dan tahun 2016 menjadi nilai minimum ROE sebesar 0.11569.
Rata-rata profitability mengalami fluktuasi selama periode penelitian yaitu
dari tahun 2008 hingga 2016. ROE perusahaan yang menjdai sampel pada
penelitian pada tahun 2009 mengalami peningkatan. Tetapi pada tahun berikutnya
96
ROE perusahaan cenderung stabil. Semakin tinggi nilai ROE mengindikasikan
bahwa perusahaan menggunakan dana investor secara efektif. Nilai minimum rata-
rata ROE terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 0.146747 dan nilai maksimum rata-
rata ROE sebesar 0.243051 pada tahun 2009.
Gambar 4.7 Perkembangan dan Rata-rata Profitability (ROE)
Sumber : Hasil Olah Data
97
4.1.8 DER (Debt Equity Ratio)
Data Leverage merupakan Debt Equity ratio yang diproksi dengan
menunjukkan tingkat penggunaan hutang terhadap total shareholder’s equity yang
dimiliki perusahaan. Semakin tinggi nilai DER mengindikasikan bahwa perusahaan
dibiayai oleh kreditur (pemberi hutang). Berdasarkan Tabel 4.1, selama periode
penelitian, rata-rata DER seluruh perusahaan adalah sebesar 0.588985 dengan nilai
minimum 0.094303 dan nilai maksimum 1.721975. Nilai minimum DER
menunjukkan bahwa minimum perusahaaan dibiayai oleh hutang sebesar 9.4303%.
Sebaliknya, nilai maksimum DER menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai dari
hutang sebesar 172.1975%. Pemberi pinjaman dan investor biasanya memilih DER
yang rendah karena kepentingan mereka lebih terlindungi jika terjadi penurunan
bisnis pada perusahaan yang bersangkutan. Tingginya DER suatu perusahaan
menandakan perusahaan tidak mungkin dapat menarik tambahan modal dengan
pinjaman dari pihak lain.
Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa Leverage perusahaan yang menjadi
sampel penelitian ini mengalami fluktuasi selama periode yaitu dari tahun 2008
hingga 2016. Semakin tinggi nilai DER mengindikasikan bahwa perusahaan
dibiayai oleh kreditur (pemberi hutang). Perusahaan AMFG memiliki nilai
maksimum DER sebesar 0.52945 pada tahun 2016 dan nilai minimum DER pada
tahun 2016 sebesar 0.131708. Nilai maksimum DER perusahaan ARNA sebesar
1.582567 pada tahun 2008 dan nilai minimum DER pada tahun 2014 sebesar
0.38367. Tahun 2009 menjadi tahun dimana perusahaan EKAD memiliki nilai
maksimum sebesar 1.096173 dan nilai minimum pada tahun 2016 sebesar 0.18666.
Perusahaan KLBF memiliki nilai maksimum DER sebesar 0.392422 pada tahun
98
2009 dan nilai minimum pada tahun 2010 sebesar 0.218361. Nilai maksimum DER
sebesar 1.721957 pada tahun 2011 dimiliki oleh MYOR dan nilai minimum sebesar
1.026056 pada tahun 2009. DER maksimum perusahaan SMSM pada tahun 2010
sebesar 0.878364 dan nilai minimum DER sebesar 0.427 pada tahun 2016. TCID
memiliki nilai DER maksimum sebesar 0.44389 pada tahun 2014 dan tahun 2010
nilai minimum DER sebesar 0.094303. Nilai maksimum DER perusahaan TOTO
pada tahun 2009 sebesar 0.912131 dan minimum sebesar 0.63558 pada tahun 2015.
Nilai maksimum TSPC sebesar 0.44905 pada tahun 2015 dan tahun 2008 menjadi
nilai minimum DER sebesar 0.327134.
99
Gambar 4.8 Perkembangan dan Rata-rata Leverage (DER)
Sumber : Hasil Olah Data
Rata-rata leverage cenderung mengalami penurunan dari tahun 2008. Pada
tahun 2010 mulai meningkat kembali. Tetapi setelah itu cenderung stabil DER
perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Semakin tinggi nilai DER
mengindikasikan bahwa perusahaan dibiayai oleh kreditur (pemberi hutang). Nilai
minimum rata-rata DER terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 0.488354 dan nilai
maksimum rata-rata DER sebesar 0.725153 pada tahun 2008.
100
Berdasarkan Tabel 4.1 mengenai deskripsi statistik penelitian ini terlihat
bahwa perkembangan DPR perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian
ini dari tahun 2008 sampai dengan 2016 adalah meningkat (Gambar 4.1). Investor
Indonesia tertarik dengan laba jangka pendek yang lebih memilih berinvestasi di
perusahaan yang memiliki DPR yang tinggi. Dividen yang tinggi adalah sebagai
proksi dari besarnya informasi tidak simetri.
Perkembangan DYD perusahaan yang cenderung menurun (Gambar 4.2)
berbanding terbalik dengan DPR. DYD dan DPR tidak selalu berkorelasi positif.
Saat DPR tinggi umumnya harga saham sudah cenderung susah naik dan biasanya
perusahaan yang DPR yang tinggi memang merupakan perusahaan-perusahaan blue
chip yang sudah mature. Harga saham yang sudah tinggi cenderung menyebabkan
DYD menjadi rendah. Investor Indonesia akan menggunakan rasio DYD sebelum
membuat keputusan investasi karena dianggap sebagai Return On Investment bagi
pendapatan investor yang tidak tertarik pada capital gain suatu saham atau investor
yang mengutamakan investasi jangka panjang dan return yang konsisten setiap
tahunnya.
Perkembangan Ultimate Ownership (CFRL) pada penelitian ini cenderung
stabil (Gambar 4.3), yang berarti kepemilikan ultimat perusahaan di Indonesia
memiliki pola yang hampir sama dari tahun ke tahun. Salah satu temuan yang unik
dalam penelitian ini adalah tidak semua pemegang saham pengendali meningkatkan
kontrol dalam rangka mengendalikan perusahaan. Semua hak kontrol dan hak aliran
kas pemegang saham pengendali dilaporkan tanpa memisahkan apakah mereka
menggunakan mekanisme piramida atau lintas kepemilikan untuk memisahkan hak
kontrol dan hak aliran kas.
101
Sebagai contoh, menelusuri keberadaan pemegang saham pengendali,
kepemilikan PT. Selamat Sempurna Tbk. Hasil penelitian menunjukkan pemilik
PT. Selamat Sempurna Tbk. adalah masing-masing PT. Adrindo Intiperkasa
68,02%, Eddy Hartono 1,53%, Johan Kurniawan 0,38% dan masyarakat luas
30,07%, sehingga menunjukkan dua nama sebagai pemilik ultimat, yaitu Eddy
Hartono dan johan Kurniawan, masing-masing 80% dan 20%. Karena kepemilikan
akhir Eddy Hartono lebih besar daripada Johan Kurniawan, maka Eddy Hartono
dikategorikan sebagai pemegang saham pengendali. Pemegang saham pengendali
ini menggunakan mekanisme kepemilikan piramida.
Gambar 4.4 mencerminkan perkembangan agency conflict yang diproksikan
dengan COLLAS menunjukkan grafik yang meningkat. Semakin tinggi nilai
COLLAS maka semakin banyak perusahaan memiki kas yang dapat didistribusikan
sebagai dividen. Perusahaan manufaktur di Indonesia menunjukkan memiliki lebih
banyak aset yang bersifat collateral, mengingat COLLAS berfungsi memperkecil
agency problem yang dapat menurunkan agency cost.
SPD (Spread) sebagai proksi dari asymmetri information pada Gambar 4.5
menunjukkan trend yang menurun. Informasi naik turunnya dividen tunai yang
dibagikan perusahaan merupakan salah satu informasi yang dipandang cukup
penting bagi investor karena informasi tersebut berkenaan dengan prospek
keuntungan yang akan diperoleh para investor atau calon investor dalam melakukan
penilaian perusahaan. Namun informasi yang disampaikan manajer kepada para
pemilik terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya.
Kondisi ini dikenal sebagai keadaan informasi yang tidak simetris atau asimetri
informasi. Ketika terdapat ketidakpastian tentang adanya informasi yang konsisten
102
dari perusahaan, maka untuk menutupi kerugian dari pedagang terinformasi, dealers
meningkatkan SPREAD terhadap pedagang terinformasi. Jadi dapat dikatakan
bahwa asimetri informasi yang terjadi antara dealer dan pedagang terinformasi
tercermin pada SPREAD yang ditentukannya.
Gambar 4.6, investment opportunity yang diproksikan dengan MTBR
cenderung menurun, begitu juga terjadi pada profitability dan leverage (Gambar 4.7
dan 4.8). Perusahaan manufaktur Indonesia memiliki kurang peluang investasi dan
kurang dapat membayarkan dividen. Profitabilitas merupakan faktor penentu
penting bagi keputusan dividen tunai. Semakin besar profitabilitas mensinyalir
bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat karena tingkat pengembalian semakin
besar yang akan meningkatkan pendapatan dividen terutama dividen kas, begitu
juga sebaliknya. Perusahaan manufaktur Indonesia terlihat memiliki profitabilitas
yang menurun yang dapat mempengaruhi pembagian dividen. Peningkatan hutang
akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham,
artinya semakin tinggi kewajiban suatu perusahaan, maka akan semakin
menurunkan kemampuan perusahaan membayar dividen. Perusahaan manufaktur di
Indonesia pada periode penelitian 2008-2016 menunjukkan penurunan pembiayaan
yang berasal dari eksternal yaitu berupa hutang, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan yang akan mempengaruhi peningkatan pembagian dividen.
4.2 Hasil Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian disertasi, maka digunakan uji t statistik.
Uji t statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial.
103
4.2.1 Uji Regresi Data Panel
A. Uji Chow
Hasil pengujian Uji Chow untuk Model 1 (Variabel Dependen DPR)
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Hasil Uji Chow Pada Model 1
Effects Test Prob. Cross-section F 0.0000
Cross-section Chi-square 0.0000
Sumber : Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.2, tampak bahwa nilai prob. Chi square untuk hasil
estimasi Uji Chow adalah sebesar 0.0000. Karena nilai prob. Chi square < 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan model fixed effect.
Selanjutnya Model 1 dilanjutkan ke uji Hausman..
Hasil pengujian Uji Chow untuk Model 2 (Variabel Dependen DYD)
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Chow Pada Model 2
Effects Test Prob.
Cross-section F 0.0823
Cross-section Chi-square 0.0366
Sumber : Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.3, tampak bahwa nilai prob. Chi square untuk hasil
estimasi Uji Chow adalah sebesar 0.0366. Karena nilai prob. Chi square < 0.05,
104
maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan adalah model fixed effect.
Selanjutnya untuk Model 2 dilanjutkan ke uji Hausman.
B. Uji Hausman
Hasil pengujian Uji Hausman untuk Model 1 (Variabel Dependen DYD)
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Hasil Uji Hausman Model 1
Test Summary Prob.
Cross-section random 0.1080 Sumber : Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa nilai prob. Cross-Section random
untuk hasil estimasi Uji Hausman adalah sebesar 0.1080. Karena nilai prob. Cross-
Section > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa Model 1 menggunakan pendekatan
random effect. Hasil dari 2 pengujian yaitu uji Chow dan uji Hausman pada Tabel
4.2 dan 4.4 menunjukkan bahwa model yang paling tepat untuk Model 1 adalah
model random effect, maka selanjutnya dilanjutkan ke Uji Lagrange Multiplier.
Hasil pengujian Uji Hausman untuk Model 2 (Variabel Dependen DYD)
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji Hausman Model 2
Test Summary Prob.
Cross-section random 0.7723
Sumber : Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.5, terlihat bahwa nilai prob. Cross-Section random
untuk hasil estimasi uji Hausman adalah sebesar 0.7723. Karena nilai prob. Cross-
Section > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa Model 2 menggunakan pendekatan
105
random effect. Hasil dari 2 pengujian yaitu uji Chow dan uji Hausman pada Tabel
4.3 dan 4.5 menunjukkan bahwa model yang paling tepat untuk Model 2 adalah
model random Effect, maka selanjutnya dilajutkan ke uji Lagrange Multiplier.
C. Uji Lagrange Multiplier (LM)
Hasil pengujian Uji Lagrange Multiplier untuk Model 1 (Variabel
Dependen DPR) disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Lagrange Multiplier Model 1
Test Summary Prob.
Breusch-Pagan 0.0341
Sumber : Hasil Olah Data
Berdasarkan Tabel 4.6, terlihat bahwa nilai Breusch-Pagan untuk hasil
estimasi Uji LM adalah sebesar 0.0341. Karena nilai prob. Cross-Section < 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa Model 1 menggunakan pendekatan random effect.
Hasil dari 2 pengujian yaitu Uji Hausman dan uji LM pada Tabel 4.4 dan 4.6
menunjukkan bahwa model yang paling tepat untuk Model 1 adalah model random
effect.
Hasil pengujian Uji Lagrange Multiplier untuk Model 2 (Variabel Dependen
DYD) disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Lagrange Multiplier Model 2
Test Summary Prob.
Breusch-Pagan 0.0042
Sumber : Hasil Olah Data
106
Berdasarkan Tabel 4.7, terlihat bahwa nilai Breusch-Pagan untuk hasil
estimasi Uji LM adalah sebesar 0.0042. Karena nilai prob. Cross-Section < 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa Model 2 menggunakan pendekatan random effect.
Hasil dari 2 pengujian yaitu Uji Hausman dan uji LM pada Tabel 4.5 dan 4.7
menunjukkan bahwa model yang paling tepat untuk Model 2 adalah model random
effect.
D. Rangkuman Hasil Regresi data Panel
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Regresi Data Panel
Model Uji Chow
(Cross-section
Chi-square)
Uji Hausman (Cross-section
random)
Uji LM
Model yang Tepat
Model 1 0.0000** 0.6655*** 0.0341 Random Effect
Model 2 0.0000** 0.3207*** 0.0042 Random Effect Keterangan : *model Pooled Least Square; ** model Fixed Effect, ***model Random Effect
Sumber : Hasil Olah Data
107
4.3 Hasil Penelitian
Hipotesa Model 1
Model 1a : DPRit = α0 + α1CFRL + α2COLLAS + α3SPD + ε1
Model 1b : DPRit = δ0 + δ1CFRL + δ2COLLAS + δ3SPD + δ4MTBR + δ5ROE +
δ6DER + ε1
Tabel 4.9 Hasil Uji Robustness dan Uji t Hipotesis Model 1 (Variabel Dependen DPR)
Variabel Ekspektasi Model 1a Model 1b
Koef. Prob. Koef. Prob
α0C 0.917691 0.0000 0.974306 0.0000
α1CFRL - -5.238027 0.0006 -5.292940 0.0010
α2COLLAS + 0.107358 0.0654 0.016480 0.0940
α3SPD + 0.715790 0.0837 0.695843 0.0838
α4MTBR + 0.018209 0.0817
α5ROE + 0.309047 0.0254
α5DER - -0.035957 0.1969
Adj.R2 0.183026 0.167993
Prob F-Stat 0.000327 0.002901
Sumber : Hasil Olah Data
Tabel 4.9 menyajikan hasil uji robustness Model Hipotesis 1 yaitu Model
Pengaruh variabel Cash Flow Right Leverage (CFRL), Collateralizable Asset
(COLLAS), Spread (SPD), Market To Book Ratio (MTBR), Return On Equity
(ROE) dan Debt Equity Ratio (DER) terhadap Dividen Payout Ratio (DPR). Apabila
dilihat dari nilai statistik, maka variabel CFRL, COLLAS, SPD merupakan variabel
yang paling dominan mempengaruhi pembagian dividen. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pengujian CFRL yang bernilai negatif signifikan, COLLAS dan SPD
bernilai positif signifikan terhadap pembagian deviden. Sehingga mengindikasikan
bahwa nilai CFRL, COLLAS dan SPD merupakan faktor penentu pembagian
dividen. Dari hasil uji terlihat bahwa MTBR dan ROE juga berpengaruh positif dan
108
signifikan terhadap pembagian dividen. Apabila dilihat dari nilai Adj.R2 dan Prob.
F-Stat, Model Hipotesis 1 dapat menjelaskan pengaruh CFRL, COLLAS dan SPD
terhadap pembagian dividen, yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya nilai
Adj.R2 dan Prob. F-Stat.
Hasil uji t pada Tabel 4.9, terlihat bahwa variabel CFRL memberikan hasil
hipotesis yang signifikan pada α = 0.10 sehingga Ho ditolak. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel CFRL
terhadap pembagian dividen. Koefisien regresi untuk variabel bebas CFRL bernilai
negatif, menunjukkan adanya pengaruh yang berlawanan antara CFRL dan
pembagianan dividen (DPR). Koefisien regresi variabel CFRL sebesar -5.292940
mengandung arti untuk setiap penambahan CFRL sebesar satu satuan akan
menyebabkan menurunnya pembayaran dividen sebesar -5.292940. Variabel
COLLAS, SPD, MTBR dan ROE memberikan hasil yang signifikan pada α = 0.10
dengan koefisien regresi bernilai positif, menunjukkan adanya pengaruh positif
antara COLLAS, SPD, MTBR dan ROE terhadap pembagian dividen (DPR) serta
variabel DER menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh terhadap pembagian
dividen (DPR).
Hasil uji F menunjukkan nilai Prob F-Statistik sebesar 0.002901 < 0.05,
maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dan model regresi
tersebut layak digunakan.
Nilai Adj. R2 pada Model 1 adalah sebesar 16.7993% yang artinya 16.7993%
variasi pembayaran dividen dijelaskan oleh variasi variabel independen dan sisanya
sebesar 83.2007% dipengaruhi oleh variabel yang lain.
109
Hipotesis Model 2
Model 2a : DYDit = β0 + β1CFRL+ β2COLLAS + β3SPD + ε2
Model 2b : DYDit = γ0 + γ1CFRL+ γ2COLLAS + γ3SPD + γ4MTBR + γ5ROE +
γ6DER + ε2
Tabel 4.10 Hasil Uji Robustness dan Uji t Hipotesis Model 2 (Variabel Dependen DYD)
Variabel Ekspektasi Model 2a Model 2b
Koef. Prob. Koef. Prob
α0C -0.034199 0.1600 -0.043070 0.0838
α1CFRL - -0.580786 0.0026 -0.677153 0.0010
α2COLLAS + 0.036241 0.0146 0.027590 0.0191
α3SPD + 0.138751 0.0056 0.125644 0.0133
α4MTBR + 0.002092 0.0209
α5ROE + 0.053884 0.0117
α5DER - -0.015446 0.0570
Adj.R2 0.203655 0.253273
Prob F-Stat 0.000127 0.000090
Sumber : Hasil Olah Data
Tabel 4.10 menyajikan hasil robustness Model Hipotesis 2 yaitu Model
Pengaruh variabel Cash Flow Right Leverage (CFRL), Collateralizable Asset
(COLLAS), Spread (SPD), Market To Book Ratio (MTBR), Return On Equity
(ROE) dan Debt Equity Ratio (DER) terhadap Dividen Yield (DYD). Apabila dilihat
dari nilai statistik, maka variabel CFRL, COLLAS dan SPD merupakan variabel
yang paling dominan mempengaruhi pembagian dividen. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pengujian CFRL bernilai negatif signifikan, COLLAS dan SPD positif
signifikan. Sehingga mengindikasikan bahwa nilai CFRL, COLLAS dan SPD
merupakan faktor penentu pembagian dividen. Dari hasil uji terlihat bahwa MTBR
dan ROE juga berpengaruh positif signifikan serta DER berpengaruh negative
terhadap pembagian dividen. Apabila dilihat dari nilai Adj. R2, dan F-Stat, Model
Hipotesis 2 dapat menjelaskan pengaruh CFRL, COLLAS, SPD, MTBR dan ROE
110
serta DER terhadap pembagian dividen, yang ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya nilai Adj. R2 dan F-Stat.
Hasil uji t pada Tabel 4.10, terlihat bahwa variabel CFRL memberikan hasil
hipotesis yang signifikan pada α = 0.1 sehingga Ho ditolak. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel CFRL terhadap
pembayaran dividen. Koefisien regresi untuk variabel bebas CFRL bernilai negatif,
menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara CFRL dan pembayaran
dividen. Koefisien regresi variabel CFRL sebesar -0.043070 mengandung arti untuk
setiap penambahan CFRL sebesar satu satuan akan menyebabkan menurunnya
pembayaran dividen sebesar -0.043070. Variabel COLLAS, SPD, MTBR dan ROE
memberikan hasil yang signifikan pada α = 0.1 dan variabel DER memberikan hasil
yang signifikan pada α = 0.10.
Hasil uji F menunjukkan nilai Prob F-Statistik sebesar 0.000090 < 0.05,
maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dan model regresi
tersebut layak digunakan.
Nilai Adj. R2 pada Model 2 adalah sebesar 25.3273% yang artinya 25.3273%
variasi pembayaran dividen dijelaskan oleh variasi variabel independen dan sisanya
sebesar 74.6727% dipengaruhi oleh variabel yang lain.
111
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Cah Flow Right Leverage terhadap Pembayaran Dividen
Pengujian hipotesis 1a dan 2a menunjukkan hasil bahwa ultimate ownership
berpengaruh negatif signifikan terhadap penentuan dividen. Hasil ini mendukung
pernyataan Gugler dan Yortoglu (2003) dan Thanatawee (2011) bahwa ultimate
ownership merupakan dasar yang signifikan untuk penentuan tinggi rendahnya
pembayaran dividen. Dividen dibagi kepada pemegang saham proporsional dengan
hak aliran kasnya, tidak berdasarkan hak kontrol. Apabila seorang pemegang saham
pengendali memiliki hak aliran kas rendah, namun hak kontrolnya tinggi, maka
tidak dibaginya dividen akan berdampak negatif bagi pemegang saham pengendali
tersebut. Namun karena sebagai pemegang saham pengendali, maka dapat
mempengaruhi kebijakan perusahaan untuk tidak membayar dividen agar sumber
daya yang dapat diekspropriasi lebih besar. Semakin besar selisih antara hak aliran
kas dengan hak kontrol (CFRL) ini menunjukkan semakin besarnya konflik antara
pemegang saham pengendali dengan pemegang saham lain. Besarnya konflik
tersebut karena konsentrasi hak kontrol pemegang saham pengendali berdampak
negatif terhadap pembagian dividen (negatif entrencment effect).
Penelitian ini juga mendukung pernyataan Faccio et al. (2001) yang
menganalisis perilaku dividen berkaitan dengan pemisahan hak aliran kas dan hak
kontrol perusahaan publik di Asia dan Eropa bahwa sama seperti di Eropa, tidak
banyak perusahaan di Asia yang benar-benar dimiliki secara luas oleh masyarakat.
Sebagian besar kontrol perusahaan di tangan keluarga yang seringkali juga menjadi
bagian dari manajemen puncak perusahaan. Karakteristik kepemilikan seperti itu
menimbulkan masalah keagenan yang menonjol adalah ekspropriasi terhadap
112
pemegang saham minoritas oleh pemegang saham pengendali. Besar kemungkinan
ekspropriasi terjadi pada perusahaan yang berafiliasi dengan grup karena semua
kontrol dipegang oleh pemegang saham pengendali yang sama. Afiliasi grup
dimungkinkan dilakukan melalui tiga hal, yaitu struktur kepemilikan piramida,
lintas kepemilikan dan kepemilikan resiprokal. Kemungkinan terjadinya
ekspropriasi diukur dari besarnya CFRL. Semakin besar CFRL semakin tinggi
kemungkinan pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi. Pemegang
saham pengendali menggunakan kontrol yang dimilikinya untuk memperoleh
manfaat privat selain dividen yang dibagi secara prorate sesuai besarnya hak aliran
kas.
4.4.2 Pengaruh Collateralizable Asset terhadap Pembayaran Dividen
Pengujian hipotesis 1b dan 2b menunjukkan hasil bahwa agency conflic
berpengaruh positif signifikan terhadap penentuan dividen. Hasil ini mendukung
Titman dan Wessel (1988), Alli et.al. (1993) dan Mollah, Keasey, dan Short (2000)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai collateralizable asset, maka
pembagian dividen akan semakin meningkat. Perusahaan dengan collateralizable
asset yang lebih besar memiliki agency problem yang lebih kecil antara pemegang
saham dan pemegang obligasi dan konsekuensinya membayar dividen yang lebih
besar. Agency conflict ini dapat menimbulkan efek entrenchment dan efek alignment
(Roger et al., 2007). Entrenchment adalah tindakan pemegang saham pengendali
yang dilindungi oleh hak kontrolnya untuk melakukan ekspropriasi.
113
4.4.3 Pengaruh Spread terhadap Pembayaran Dividen
Pengujian hipotesis 1c dan 2c menunjukkan hasil bahwa asymetric
information berpengaruh positif signifikan terhadap penentuan dividen. Hasil ini
mendukung pernyataan Bhattacharya (1979), John et al. (1985), Okpara (2010) serta
Sahar dan Mayahi (2014) yang menyatakan bahwa masalah asymetric information
mengarah pada kebijakan dividen yang relevan dengan tata kelola perusahaan.
Peningkatan pembayaran dividen adalah cara yang digunakan dimana biaya agensi
untuk menanggulangi kesalahan manajerial dapat diminimalkan pada negara yang
kepemilikannya tersebar dan manajer memiliki saham ekuitas yang sangat sedikit.
Namun ketika manajer mengakumulasi ekuitas saham yang besar diharapkan
kepentingan manajerial akan selaras dengan kepentingan pihak luar dan karenanya
peran dividen sebagai mekanisme mitigasi biaya agensi akan dianggap kurang
penting. Sebaliknya, jika efek entrenchment mendominasi maka pembayaran
dividen bisa berubah menjadi alat pemantauan. La Porta et al. (2000) menyatakan
pendapat bahwa pemegang saham pengendali dapat secara efektif memantau
manajer (karena manajer biasanya berasal dari keluarga yang menguasai saham
terbesar) dan dengan demikian mengurangi masalah kontrol dan agensi manajerial.
Bahkan kemudian, pemegang saham pengendali dapat menerapkan kebijakan yang
dapat menguntungkan diri sendiri dengan mengorbankan pemegang saham
minoritas. Untuk meningkatkan citra pemegang saham pengendali yang tidak
diambil alih oleh pemegang saham minoritas, manajer membayar lebih banyak
dividen.
114
4.4.4 Pengaruh Market To Book Ratio terhadap Pembayaran Dividen
Pengujian hipotesis 1d dan 2d menunjukkan hasil bahwa investment
opportunity berpengaruh positif signifikan terhadap penentuan dividen. Hasil ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan Kouki dan Guizani (2009), Harada dan
Nguyen (2011), Guizani dan Kouki (2012), Bassidiq dan Hussainey (2012), Al-
Gharaibeh, Zurigat dan Al-Harahsheh (2013), Aqel (2016), Mui dan Mustapha
(2016), Yusof dan Ismail (2016), Khan dan Ahmad (2017) tetapi berbeda dengan
pernyataan Amidu dan Abor (2006, Li dan Zao (2008), Thanatawee (2011),.
Semakin tinggi nilai MTBR menunjukkan kecenderungan tingkat investment
opportunity perusahaan yang semakin tinggi. MTBR yang tinggi menyebabkan laba
ditahan perusahaan meningkat atau memiliki fleksibitas likuid yang lebih tinggi dan
memiliki kesempatan untuk mengembangkan perusahaan. Pada saat
mengembangkan perusahaan, maka perusahaan lebih memilih untuk menggunakan
laba tersebut daripada untuk diberikan sebagai dividen bagi investor.
4.4.5 Pengaruh Return OnEquity terhadap Pembayaran Dividen
Pengujian hipotesis 1e dan 2e menunjukkan hasil bahwa profitability
berpengaruh positif signifikan terhadap penentuan dividen. Hasil ini sesuai dengan
pernyataan Amidu dan Abor (2006), Aqel (2016), Li dan Zhao (2008), Valipor,
Rostami dan Salehi (2009), Guzaini dan Kouki (2012), Bassidiq dan Hussainey
(2012), Al-Kuwari (2012) dan Khan dan Ahmad (2017) bahwa semakin besar ROE
perusahaan maka semakin baik karena perusahaaan secara efektif mengguinakan
ekuitas untuk menghasilkan laba. Perusahaan akan meningkatkan dividen jika
terjadi kenaikan laba. Tetapi berbeda dengan hasil temuan Joswiak (2015) bahwa
115
ROE rendah, maka dividen yang dibayarkan tinggi untuk menarik para investor
menanamkan investasinya yang mana perusahaan tetap mendapatkan tambahan
modal. Selain itu juga untuk menjaga reputasinya perusahaan ketika profitabilitas
yang dihasilkan rendah karena perusahaan-perusahaan telah memiliki banyak
cadangan laba yang telah digunakan baik untuk diinvestasikan kembali maupun
dibagikan dalam bentuk dividen tanpa harus merubah proporsi pembagian dividen
bagi pemegang saham.
4.4.6 Pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Pembayaran Dividen
Pengujian hipotesis 2f menunjukkan hasil bahwa leverage berpengaruh
negatif signifikan terhadap penentuan dividen. Hasil ini sesuai dengan pernyataan
Al-Malkawi (2007), Al- Kuwari (2009) dan Al-Gharaibeh, Zurigat dan Al-
Harahsheh (2013), Jozwiak (2015) bahwa perusahaan yang mempunyai hutang yang
tinggi dihadapkan dengan komitmen untuk membayar angsuran serta bunganya.
Penggunaan hutang yang semakin besar dapat mngurangi pembayaran dividen. Oleh
sebab itu besarnya pembagian dividen tergantung pada kemampuan dalam
mengelola hutangnya. Namun berbeda dengan hasil temuan Sahar dan mayahi
(2014) bahwa jika perusahaan merasa bahwa prospek di masa mendatang baik,
pendapatan, aliran kas meningkat, maka perusahaan akan meningkatkan pembagian
dividen.
4.5 Novelty Penelitian
Penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa kebaruan dari sisi
pengembangan teori dan metode yang digunakan. Dari sisi pengembangan teori,
116
penelitian ini mengembangkan model yang belum ditemukan sebelumnya yaitu
model teori entrenchment dalam penentuan pembagian dividen Sedangkan dari sisi
metode yang digunakan, hasil penelitian ini dilakukan dengan menggunakan periode
waktu yang berbeda dan diuji dengan menggunakan regresi data panel. Kebaruan
hasil penelitian tersebut menghasilkan suatu model yang merupakan novelty karena
hasil penelitian ini memiliki kebaruan dengan kategori pengembangan (innovation)
yang menunjukkan pengaruh yang antara Ultimate Ownership, Agency Conflict dan
Asymmetri Information terhadap pembagian dividen. Agency conflict antara insider-
outsider pada perusahaan dengan struktur kepemilikan terkonsentrasi adalah antara
pemegang saham mayoritas (bersama-sama manajer) terhadap pemegang saham
minoritas. Pemegang saham mayoritas menerapkan kebijakan yang menguntungkan
dirinya sendiri dan merugikan pesaham minoritas. Pembayaran dividen pada
perusahaan-perusahaan dengan sistem common law lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem civil law. Perusahaan-perusahaan publik dengan struktur
kepemilikan terkonsentrasi umumnya berasal dari negara-negara dengan sistem civil
law, yaitu tidak memberikan perlindungan kuat terhadap pemegang saham.