11
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/344187548 Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN RAYA KUNINGAN, JAWA BARAT Article · November 2015 CITATIONS 0 READS 210 1 author: Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Brownlowia peltata germination View project Plant Care, Plant Health Monitoring and Arborist View project Prima Wahyu Kusuma Hutabarat Indonesian Institute of Sciences 12 PUBLICATIONS 7 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Prima Wahyu Kusuma Hutabarat on 10 September 2020. The user has requested enhancement of the downloaded file.

Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/344187548

Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN RAYA

KUNINGAN, JAWA BARAT

Article · November 2015

CITATIONS

0READS

210

1 author:

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Brownlowia peltata germination View project

Plant Care, Plant Health Monitoring and Arborist View project

Prima Wahyu Kusuma Hutabarat

Indonesian Institute of Sciences

12 PUBLICATIONS   7 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Prima Wahyu Kusuma Hutabarat on 10 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

Page 2: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

Foto: Wisnu H.A.

27

ABSTRACT

PENDAHULUAN

Tumbuhan parasit dianggap sebagai tumbuhan

pengganggu pada tanaman budidaya. Benalu

atau pasilan dari marga Dendrophthoe,

Macroso len dan Scurru la dar i suku

Loranthaceae, tali putri (Cassytha filiformis L.)

dari suku Lauraceae serta Santalum album L.

(Santalaceae) atau cendana yang telah dikenal

luas sebagai penghasil kayu aromatik adalah

contoh tumbuhan parasit yang umum dikenal di

lingkungan sekitar. Marga Rafflesia (termasuk

puspa langka, Rafflesia arnoldii R.Br.) juga

merupakan tumbuhan parasit langka di

Aeginetia indica L. (Orobanchaceae) is an unique holoparasitic plant that occurs as a root parasite mainly

on monocotyledonous plants, such as Imperata cylindrica (L.) P. Beauv., Oryza sativa L., and Saccharum.

This native plant that was found in Kuningan Botanic Garden, West Java apparently is used as medicinal

plants in China, Thailand and Phillipines. Therefore, more studies are needed to reveal its potential and

horticultural requirements.

Indonesia yang dikenal memiliki bunga unik

berukuran raksasa.

Istilah “tumbuhan parasit” digunakan pada

tumbuhan-tumbuhan yang membentuk akar

termodifikasi yang disebut haustoria yang

membentuk hubungan morfologi dan fisiologi

terhadap tumbuhan lain, khususnya dalam

upaya memperoleh sumber nutrisi untuk

kelangsungan hidupnya. Tidak seperti tumbuhan

autotrof pada umumnya yang berfotosintesis

dan menghasilkan makanannya sendiri,

tumbuhan parasit digolongkan sebagai

heterotrof, yaitu golongan tumbuhan yang

Prima W. K. HutabaratPusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI

email: [email protected]

Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN RAYA KUNINGAN, JAWA BARAT

Kuncup Bunga Aeginetia indica

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Page 3: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

28

memperoleh sebagian atau seluruh makanannya

dari organisme lain. Tumbuhan parasit secara

garis besar dibagi menjadi dua tipe berdasarkan

sifat parasitiknya, yaitu hemiparasit dan

holoparasit. Hemiparasit adalah jenis parasit

yang memi l i k i k lo ro f i l dan mampu

berfotosintesis, namun memperoleh air dan

nutrisi melalui haustoria, sedangkan holoparasit

hampir tidak atau tidak berklorofil, tidak

berfotosintesis dan sangat tergantung pada

inangnya dalam memperoleh air dan nutrisi

(Nickrent, 2002).

Orobanchaceae (broomrapes family) adalah

suku tumbuhan parasit herba atau semak dalam

ordo Lamiales yang memiliki tipe hemiparasit

dan holoparasit. Saat ini, Orobanchaceae terdiri

dari 89 marga dan 1.613 spesies telah

berpredikat “accepted” dari 5.411 nama spesies

yang ada (theplantlist.org). Suku ini adalah suku

tumbuhan yang memiliki distribusi kosmopolitan

yang artinya tersebar hampir di seluruh dunia,

dari daerah temperate sampai tropis (Wu &

Raven, 1998). Pada umunya, suku ini menjadi

masalah bagi tanaman budidaya pada suku

Apiaceae, Asteraceae, Brass icaceae,

Cucurbitaceae, Fabaceae, dan Solanaceae

(Nickrent, 2002).

Aeginetia termasuk dalam suku Orobanchaceae

yang tumbuh di Asia, terdistribusi dari Jepang,

China, Asia Tenggara sampai India (Wu & Raven,

1998). Marga kecil hanya terdiri dari empat

spesies (Wu & Raven, 1998), lima dan

kemungkinan enam spesies (Parnell, 2012). The

Plant List menyebutkan 6 spesies Aeginetia yaitu

A. indica L., A. mirabilis (Blume) Bakh., A.

pedunculata Wall., A. selebica Bakh., A. sessilis

Shivam. & Rajanna, dan A. sinensis Beck. A.

indica memiliki bunga berwarna merah, ungu

atau putih atau kombinasinya yang cukup

mencolok membuat spesies ini mudah

ditemukan saat musim berbunga. Berdasarkan

observasi pada masyarakat lokal di sekitar

Kebun Raya Kuningan, jenis tumbuhan ini belum

banyak dikenal masyarakat sekitar, baik nama,

karakter, habitat dan potensinya.

SEJARAH

Aeginetia indica L. pertama dideskripsikan oleh

Linnaeus pada tahun 1753. Nama “Aeginetia”

diberikan untuk menghormati Paulus Aeginette

atau Paul of Aegina, seorang ahli pengobatan

dari Yunani pada abad ke-7 yang terkenal dengan

tulisan tentang eksiklopedia pengobatan,

Medical Compendium in Seven Books, sedangkan

kata “indica” merujuk pada India dimana

spesies ini ditemukan. Linneus sendiri tidak

benar-benar melihat spesies ini secara langsung,

tetapi hanya melalui gambar di dalam “Hortus

Malabaricus” oleh Henricus Adrianus van

Rheede, gubernur Malabar, India tahun 1669-

1676.

Awalnya, penyebaran A. indica diketahui hanya

terdapat di India, Filipina, Cina dan Jepang.

Tahun 1856, Fred. Ant. Guilielmi Miquel

menyebutkan dalam buku Flora Indiae Batavae

Vol. 2 mengenai keberadaan tumbuhan ini di

Pulau Jawa. Reinier Cornelis Bakhuizen van den

Brink (1921) seorang botanis Belanda

melaporkan tentang keberadaan spesies ini di

Pulau Jawa (saat itu dikenal sebagai Hindia-

Belanda) yang ditemukan tahun 1916 di puncak

bukit di area Gunung Beser dan area kebun teh di

Cidadap, Sukabumi, Jawa Barat. Spesies

tersebut ditemukan di area semak belukar

dengan pohon-pohon kecil, atau hutan-hutan

sekunder di dataran tinggi. Van den Brink juga

melaporkan penemuan spesies ini pada area

persawahan. Ia mengungkapkan hubungan

parasitisme A. indica dengan akar padi (Oryza

sativa L.) dan alang-alang (Imperata cylindrica

(L.) P. Beauv.) serta dugaan asosiasi spesies ini

dengan semut sehubungan dengan penyebaran

bijinya yang sangat halus.

Van den Brink banyak membahas keberadaan

tumbuhan ini di Indonesia dalam tulisan

Gambar 1. Aeginetia indica A. Habitus; B. Bunga, i. Kelopak; ii. Mahkota; iii. Kepala putik; iv. Benang sari atas; v. Benang sari bawah; C. Buah (capsule); D. Biji. (Sumber: Sharma & Uniyal, 2009)

Tengger, Jawa Timur. Nama populer parasit ini

adalah Forest Ghost Flower, sedangkan

masyarakat di Pulau Jawa, menyebutnya

sebagai Kembang Bumi, Kembang Pare,

Peupeucangan, Ramo puyuh (Sunda), Pacing

Dawa dan Pacingan (Jawa) (Lemmens &

Bunyapraphatsara, 2003).

DESKRIPSI

Aeginetia indica L. bersinonim dengan

Aeginetia aeginetia Huth.; Aeginetia

boninensis Nakai; Aeginetia indica var. gracilis

“Orobanchaceae in India Batavia Orientali

crescentes” tahun 1933. Dia menyebutkan

penemuan A. indica di daerah Jawa Barat

(Sukabumi dan Majalengka), Jawa Tengah

(Magelang), Jatim (Madiun, Ponorogo, Pasuruan,

Kediri, dan Malang), Kalimantan Barat dan

Kalimantan Timur, sedangkan penemuan spesies

ini di Nusa Tenggara Timur ditulis oleh J. A. J.

Verheijen tahun 1970 (orowiki.org).

Van Steenis (1972) menyebutkan A. indica

ditemukan mulai dari dataran rendah Indramayu

dan Cianjur, Jawa Barat sampai Pegunungan

29

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Page 4: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

28

memperoleh sebagian atau seluruh makanannya

dari organisme lain. Tumbuhan parasit secara

garis besar dibagi menjadi dua tipe berdasarkan

sifat parasitiknya, yaitu hemiparasit dan

holoparasit. Hemiparasit adalah jenis parasit

yang memi l i k i k lo ro f i l dan mampu

berfotosintesis, namun memperoleh air dan

nutrisi melalui haustoria, sedangkan holoparasit

hampir tidak atau tidak berklorofil, tidak

berfotosintesis dan sangat tergantung pada

inangnya dalam memperoleh air dan nutrisi

(Nickrent, 2002).

Orobanchaceae (broomrapes family) adalah

suku tumbuhan parasit herba atau semak dalam

ordo Lamiales yang memiliki tipe hemiparasit

dan holoparasit. Saat ini, Orobanchaceae terdiri

dari 89 marga dan 1.613 spesies telah

berpredikat “accepted” dari 5.411 nama spesies

yang ada (theplantlist.org). Suku ini adalah suku

tumbuhan yang memiliki distribusi kosmopolitan

yang artinya tersebar hampir di seluruh dunia,

dari daerah temperate sampai tropis (Wu &

Raven, 1998). Pada umunya, suku ini menjadi

masalah bagi tanaman budidaya pada suku

Apiaceae, Asteraceae, Brass icaceae,

Cucurbitaceae, Fabaceae, dan Solanaceae

(Nickrent, 2002).

Aeginetia termasuk dalam suku Orobanchaceae

yang tumbuh di Asia, terdistribusi dari Jepang,

China, Asia Tenggara sampai India (Wu & Raven,

1998). Marga kecil hanya terdiri dari empat

spesies (Wu & Raven, 1998), lima dan

kemungkinan enam spesies (Parnell, 2012). The

Plant List menyebutkan 6 spesies Aeginetia yaitu

A. indica L., A. mirabilis (Blume) Bakh., A.

pedunculata Wall., A. selebica Bakh., A. sessilis

Shivam. & Rajanna, dan A. sinensis Beck. A.

indica memiliki bunga berwarna merah, ungu

atau putih atau kombinasinya yang cukup

mencolok membuat spesies ini mudah

ditemukan saat musim berbunga. Berdasarkan

observasi pada masyarakat lokal di sekitar

Kebun Raya Kuningan, jenis tumbuhan ini belum

banyak dikenal masyarakat sekitar, baik nama,

karakter, habitat dan potensinya.

SEJARAH

Aeginetia indica L. pertama dideskripsikan oleh

Linnaeus pada tahun 1753. Nama “Aeginetia”

diberikan untuk menghormati Paulus Aeginette

atau Paul of Aegina, seorang ahli pengobatan

dari Yunani pada abad ke-7 yang terkenal dengan

tulisan tentang eksiklopedia pengobatan,

Medical Compendium in Seven Books, sedangkan

kata “indica” merujuk pada India dimana

spesies ini ditemukan. Linneus sendiri tidak

benar-benar melihat spesies ini secara langsung,

tetapi hanya melalui gambar di dalam “Hortus

Malabaricus” oleh Henricus Adrianus van

Rheede, gubernur Malabar, India tahun 1669-

1676.

Awalnya, penyebaran A. indica diketahui hanya

terdapat di India, Filipina, Cina dan Jepang.

Tahun 1856, Fred. Ant. Guilielmi Miquel

menyebutkan dalam buku Flora Indiae Batavae

Vol. 2 mengenai keberadaan tumbuhan ini di

Pulau Jawa. Reinier Cornelis Bakhuizen van den

Brink (1921) seorang botanis Belanda

melaporkan tentang keberadaan spesies ini di

Pulau Jawa (saat itu dikenal sebagai Hindia-

Belanda) yang ditemukan tahun 1916 di puncak

bukit di area Gunung Beser dan area kebun teh di

Cidadap, Sukabumi, Jawa Barat. Spesies

tersebut ditemukan di area semak belukar

dengan pohon-pohon kecil, atau hutan-hutan

sekunder di dataran tinggi. Van den Brink juga

melaporkan penemuan spesies ini pada area

persawahan. Ia mengungkapkan hubungan

parasitisme A. indica dengan akar padi (Oryza

sativa L.) dan alang-alang (Imperata cylindrica

(L.) P. Beauv.) serta dugaan asosiasi spesies ini

dengan semut sehubungan dengan penyebaran

bijinya yang sangat halus.

Van den Brink banyak membahas keberadaan

tumbuhan ini di Indonesia dalam tulisan

Gambar 1. Aeginetia indica A. Habitus; B. Bunga, i. Kelopak; ii. Mahkota; iii. Kepala putik; iv. Benang sari atas; v. Benang sari bawah; C. Buah (capsule); D. Biji. (Sumber: Sharma & Uniyal, 2009)

Tengger, Jawa Timur. Nama populer parasit ini

adalah Forest Ghost Flower, sedangkan

masyarakat di Pulau Jawa, menyebutnya

sebagai Kembang Bumi, Kembang Pare,

Peupeucangan, Ramo puyuh (Sunda), Pacing

Dawa dan Pacingan (Jawa) (Lemmens &

Bunyapraphatsara, 2003).

DESKRIPSI

Aeginetia indica L. bersinonim dengan

Aeginetia aeginetia Huth.; Aeginetia

boninensis Nakai; Aeginetia indica var. gracilis

“Orobanchaceae in India Batavia Orientali

crescentes” tahun 1933. Dia menyebutkan

penemuan A. indica di daerah Jawa Barat

(Sukabumi dan Majalengka), Jawa Tengah

(Magelang), Jatim (Madiun, Ponorogo, Pasuruan,

Kediri, dan Malang), Kalimantan Barat dan

Kalimantan Timur, sedangkan penemuan spesies

ini di Nusa Tenggara Timur ditulis oleh J. A. J.

Verheijen tahun 1970 (orowiki.org).

Van Steenis (1972) menyebutkan A. indica

ditemukan mulai dari dataran rendah Indramayu

dan Cianjur, Jawa Barat sampai Pegunungan

29

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Page 5: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

31

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Steenis, 1972). Menurut Wu & Raven (1998),

pada umumnya A. indica ditemukan di lantai

hutan, pada serasah daun, tempat lembab dan

ternaungi pada ketinggian 200–1800 m dpl.

Tumbuhan yang tergolong holoparasit ini adalah

parasit pada akar tumbuhan monokotil,

meskipun beberapa laporan menyebutkan juga

ditemukan pada tumbuhan dikotil. Di India

tumbuhan ini berasosiasi dengan Poaceae

(Bambusa dan Dendrocalamus), sedangkan di

Cina, tumbuhan ini adalah parasit pada

Miscanthus dan Saccharum. Di Indonesia,

khususnya di Jawa, A. indica ditemukan sebagai

parasit pada rumput-rumputan, seperti alang-

alang (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.),

Pogonatherum paniceum (Lam.) Hack., gelagah

(Saccharum spontaneum L.) dan juga pada suku

Zingiberaceae. Sifat parasit ini dinilai dapat

menjadi sangat merusak jika menyerang padi

dan tumbuhan budidaya lain, seperti tebu dan

tanaman serealia pada kasus di Filipina (Van

Steenis, 1972; globinmed.com).

SPESIMEN DI KEBUN RAYA KUNINGAN

Aeginetia indica tumbuh secara alami di area

Kebun Raya Kuningan di Desa Padabeunghar,

Kecamatan Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat.

Penduduk lokal di sekitar Kebun Raya Kuningan

awalnya mengira tumbuhan tersebut adalah

jenis anggrek. Berdasarkan pengamatan visual,

tinggi herba tersebut mencapai 30 cm. Tangkai

bunga dan kelopak berwarna merah keunguan,

berdaging, mengkilap, dengan sedikit garis

semburat kuning keputihan pada kelopak.

Warna mahkota bunga merah keunguan,

terdapat kombinasi dengan merah muda

keputihan pada mahkota bagian bawah atau

dalam (Gambar 3). Warna tangkai dan bunga A.

indica sangat kontras dengan kondisi habitatnya

yang didominasi warna daun atau rumput

kering.

Terdapat tiga titik lokasi penemuan A. indica di

dalam area kebun (Gambar 4). Lokasi pertama

adalah area di bagian barat Situ Lurah, yang saat

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

30

Nakai; Aeginetia japonica Sielbold & Zucc.;

Aeginetia mairei H.Lév.; Orobanche aeginetia

L., Phelipaea indica (L.) A. Spreng. Ex Steud.

(theplantlist.org; Wu & Raven, 1998).

Tumbuhan ini tumbuh setinggi 15-50 cm; akar

membentuk rimpang berdaging; satu atau

beberapa tangkai tanpa cabang atau bercabang

dekat pangkal muncul dari rimpang. Tumbuhan

tanpa daun ini memiliki bunga yang umumnya

soliter, terminal; tangkai bunga panjang, tegak

ramping, mengkilap kecuali pada bagian pangkal

yang bersisik seperti daun; ujung kelopak

runcing atau meruncing, 1,5-5 cm, tertutup saat

kuncup, mengkilap, berwarna kuning pucat atau

kemerahmudaan; mahkota bunga 2,5-5 cm,

berdiameter 2-2,5 cm, berwarna merah-

keunguan, tabung seperti lonceng, sedikit

melengkung, 5 lekukan hampir rata, tepian

bergerigi halus seperti rambut (fimbriate);

benang sari 4, tangkai sari ungu, 7-9 mm,

mengkilat; kepala sari berwarna kuning,

berlokus 2, kepala sari fertil bagian bawah

memiliki spur yang tumpul dan tebal; kepala

putik berwarna kuning pucat. Tipe buahnya

adalah buah kotak sejati (capsule), 1,5-3 cm,

panjang bulat telur, terlindungi oleh kelopak.

Biji kuning pucat atau kuning keputihan,

banyak, ellipsoid, ± 0,04 mm (Wu & Raven, 1998;

Sharma & Uniyal, 2009; Ekanayake et al., 2015).

Biji A. indica umumnya memiliki dormasi

sehingga lambat berkecambah (Lemmens &

Bunyapraphatsara, 2003).

Di dataran Cina, musim berbunga tumbuhan ini

adalah sekitar April–Agustus, dan berbuah

pada Agustus–Oktober (Wu & Raven, 1998). Di

Thailand berbunga pada saat musim hujan,

yaitu September–Oktober (Auttachoat, 2003)

sedangkan di India utara, waktu berbunga dan

berbuah jatuh pada Agustus–Oktober (Sharma

& Uniyal, 2009).

HABITAT DAN DISTRIBUSI

Penyebaran Aeginetia indica sangat luas

meliputi India, Nepal, Bangladesh, Bhutan,

Srilangka, Asia Tenggara, Cina, Jepang (Van

Steenis, 1972; Wu & Raven, 1998; Lemmens &

Bunyapraphatsara, 2003; Sharma & Uniyal,

2009; Ekanayake et al., 2015; ). Van Steenis

(1972) menambahkan bahwa spesies ini juga

ditemukan di Indonesia bagian timur seperti

Flores dan New Guinea.

Di Jawa, Van den Brink (1921) dan Van Steenis

(1972) melaporkan A. indica ditemukan di area

bukit dan pegunungan, sawah, semak belukar,

hutan sekunder, padang rumput, serta hutan

jati yang rusak pada rentang ketinggian (10)

800-1800 m dpl. Sementara itu, di luar Jawa,

A. indica ditemukan di dataran rendah (Van

Gambar 2. Gambaran Habitat Aeginetia indica di Area "Batu Kuda" Kebun Raya Kuningan

Gambar 3. Bunga Aeginetia indica A. saat mekar, B. saat masih kuncup.

Page 6: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

31

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Steenis, 1972). Menurut Wu & Raven (1998),

pada umumnya A. indica ditemukan di lantai

hutan, pada serasah daun, tempat lembab dan

ternaungi pada ketinggian 200–1800 m dpl.

Tumbuhan yang tergolong holoparasit ini adalah

parasit pada akar tumbuhan monokotil,

meskipun beberapa laporan menyebutkan juga

ditemukan pada tumbuhan dikotil. Di India

tumbuhan ini berasosiasi dengan Poaceae

(Bambusa dan Dendrocalamus), sedangkan di

Cina, tumbuhan ini adalah parasit pada

Miscanthus dan Saccharum. Di Indonesia,

khususnya di Jawa, A. indica ditemukan sebagai

parasit pada rumput-rumputan, seperti alang-

alang (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.),

Pogonatherum paniceum (Lam.) Hack., gelagah

(Saccharum spontaneum L.) dan juga pada suku

Zingiberaceae. Sifat parasit ini dinilai dapat

menjadi sangat merusak jika menyerang padi

dan tumbuhan budidaya lain, seperti tebu dan

tanaman serealia pada kasus di Filipina (Van

Steenis, 1972; globinmed.com).

SPESIMEN DI KEBUN RAYA KUNINGAN

Aeginetia indica tumbuh secara alami di area

Kebun Raya Kuningan di Desa Padabeunghar,

Kecamatan Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat.

Penduduk lokal di sekitar Kebun Raya Kuningan

awalnya mengira tumbuhan tersebut adalah

jenis anggrek. Berdasarkan pengamatan visual,

tinggi herba tersebut mencapai 30 cm. Tangkai

bunga dan kelopak berwarna merah keunguan,

berdaging, mengkilap, dengan sedikit garis

semburat kuning keputihan pada kelopak.

Warna mahkota bunga merah keunguan,

terdapat kombinasi dengan merah muda

keputihan pada mahkota bagian bawah atau

dalam (Gambar 3). Warna tangkai dan bunga A.

indica sangat kontras dengan kondisi habitatnya

yang didominasi warna daun atau rumput

kering.

Terdapat tiga titik lokasi penemuan A. indica di

dalam area kebun (Gambar 4). Lokasi pertama

adalah area di bagian barat Situ Lurah, yang saat

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

30

Nakai; Aeginetia japonica Sielbold & Zucc.;

Aeginetia mairei H.Lév.; Orobanche aeginetia

L., Phelipaea indica (L.) A. Spreng. Ex Steud.

(theplantlist.org; Wu & Raven, 1998).

Tumbuhan ini tumbuh setinggi 15-50 cm; akar

membentuk rimpang berdaging; satu atau

beberapa tangkai tanpa cabang atau bercabang

dekat pangkal muncul dari rimpang. Tumbuhan

tanpa daun ini memiliki bunga yang umumnya

soliter, terminal; tangkai bunga panjang, tegak

ramping, mengkilap kecuali pada bagian pangkal

yang bersisik seperti daun; ujung kelopak

runcing atau meruncing, 1,5-5 cm, tertutup saat

kuncup, mengkilap, berwarna kuning pucat atau

kemerahmudaan; mahkota bunga 2,5-5 cm,

berdiameter 2-2,5 cm, berwarna merah-

keunguan, tabung seperti lonceng, sedikit

melengkung, 5 lekukan hampir rata, tepian

bergerigi halus seperti rambut (fimbriate);

benang sari 4, tangkai sari ungu, 7-9 mm,

mengkilat; kepala sari berwarna kuning,

berlokus 2, kepala sari fertil bagian bawah

memiliki spur yang tumpul dan tebal; kepala

putik berwarna kuning pucat. Tipe buahnya

adalah buah kotak sejati (capsule), 1,5-3 cm,

panjang bulat telur, terlindungi oleh kelopak.

Biji kuning pucat atau kuning keputihan,

banyak, ellipsoid, ± 0,04 mm (Wu & Raven, 1998;

Sharma & Uniyal, 2009; Ekanayake et al., 2015).

Biji A. indica umumnya memiliki dormasi

sehingga lambat berkecambah (Lemmens &

Bunyapraphatsara, 2003).

Di dataran Cina, musim berbunga tumbuhan ini

adalah sekitar April–Agustus, dan berbuah

pada Agustus–Oktober (Wu & Raven, 1998). Di

Thailand berbunga pada saat musim hujan,

yaitu September–Oktober (Auttachoat, 2003)

sedangkan di India utara, waktu berbunga dan

berbuah jatuh pada Agustus–Oktober (Sharma

& Uniyal, 2009).

HABITAT DAN DISTRIBUSI

Penyebaran Aeginetia indica sangat luas

meliputi India, Nepal, Bangladesh, Bhutan,

Srilangka, Asia Tenggara, Cina, Jepang (Van

Steenis, 1972; Wu & Raven, 1998; Lemmens &

Bunyapraphatsara, 2003; Sharma & Uniyal,

2009; Ekanayake et al., 2015; ). Van Steenis

(1972) menambahkan bahwa spesies ini juga

ditemukan di Indonesia bagian timur seperti

Flores dan New Guinea.

Di Jawa, Van den Brink (1921) dan Van Steenis

(1972) melaporkan A. indica ditemukan di area

bukit dan pegunungan, sawah, semak belukar,

hutan sekunder, padang rumput, serta hutan

jati yang rusak pada rentang ketinggian (10)

800-1800 m dpl. Sementara itu, di luar Jawa,

A. indica ditemukan di dataran rendah (Van

Gambar 2. Gambaran Habitat Aeginetia indica di Area "Batu Kuda" Kebun Raya Kuningan

Gambar 3. Bunga Aeginetia indica A. saat mekar, B. saat masih kuncup.

Page 7: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

33

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Aeginetia indica ditemukan sedang berbunga di

Kebun Raya Kuningan pada bulan April dan Juni

yang merupakan awal musim kemarau. Musim

kemarau di utara Gunung Ciremai, khususnya

Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan

terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Pada

saat musim kemarau, rentang suhu menjadi ocukup besar antara siang dan malam (21–35 C),

dan kelembaban relatif bisa turun sampai 36%.

Ada dugaan selain dari keberadaan tumbuhan

inang, perubahan curah hujan (dari musim

hujan ke musim kemarau), suhu dan

kelembaban menjadi faktor lingkungan yang

menginduksi pertumbuhan dan pembungaan

tumbuhan ini. Van den Brink (1921) menyatakan

jika A. indica menjadi parasit pada tumbuhan

annual (tahunan), maka pada saat inangnya

telah mati, rimpang akan mengalami dormansi,

namun jika menjadi parasit tumbuhan

perennial (seperti alang-alang), maka siklus

hidup A. indica akan seperti perennial.

STATUS KONSERVASI

Belum terdapat informasi mengenai status

konservasi Aeginetia indica. Sampai saat ini

belum dilakukan assessment oleh IUCN Red List

tanahnya cenderung berpasir, coklat kehitaman

dan tidak padat. Saat ditemukan, tumbuhan

berada di bawah semak belukar dengan naungan

ringan (relatif terbuka) sampai naungan sedang/

sebagian (Gambar 5).

Pada lokasi penemuan, Aeginetia indica tumbuh

di dalam komunitas tumbuhan berpembuluh,

diantaranya adalah Imperata cylindrica (L.) P.

Beauv. (alang-alang), Melinis minutiflora P.

Beauv., Lantana camara L., Melastoma

malabathricum L., Tithonia diversifolia

(Hemsl.) A. Gray, Mikania cordata (Burm.f.)

B.L.Rob., Cymbopogon citratus (DC.) Stapf,

Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl,

Crotalaria sp., Wendlandia sp., beberapa herba

kecil dari suku Asteraceae dan semak besar atau

pohon kecil dari suku Leguminosae. Van den

Brink (1921) dan Ekanayake et al. (2015)

menyebutkan beberapa spesies yang sama pada

habitat penemuan A. indica, diantaranya yaitu I.

cylindrica, L. camara, M. malabrathricum, dan

M. cordata. Observasi khusus mengenai asosiasi

dengan tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak

dilakukan di Kebun Raya Kuningan, namun

diduga spesies tersebut menjadi parasit pada

akar alang-alang (I. cylindrica).

Gambar 5. Habitus Aeginetia indica di Kebun Raya Kuningan pada (A) area ternaungi dan (B) area relatif terbuka dan berbatu.

curam (8%-25%) pada ketinggian 600-700 m

dpl. Jenis tanah pada lokasi penemuan

pertama adalah podsolik, disebut “tanah

merah” yang dianggap kurang subur, dengan

tekstur liat dan padat. Pada lokasi lain di

“Batu Kuda” dan Zona Penerima, jenis

tanahnya adalah tanah andosol atau disebut

sebagai tanah hitam, yang dianggap

masyarakat lokal sebagai tanah subur. Tekstur

saat ini dikembangkan menjadi area Taman

Kuning. Pengembangan fisik secara intensif

sedang dilakukan di Taman Kuning atau Zona

Penerima sejak tahun 2015.

Berdasarkan observasi, habitat umum A. indica

di Kebun Raya Kuningan adalah padang rumput

berbatu dan semak belukar setinggi 1.5-2 m

dengan kontur lereng yang sedang sampai

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

32

ini menjadi area Taman Bambu, berada di Zona

Rekreasi Aktif. Lokasi saat ini telah ditanam

beberapa koleksi bambu dan beberapa pohon,

namun sebagian area masih ditumbuhi alang-

alang dan semak belukar. Lokasi penemuan

kedua dikenal sebagai “Batu Kuda” yaitu bagian

dari Zona Penelitian dan Perkantoran, terletak

di area kebun bagian timur yang berbatasan

langsung dengan Taman Nasional Gunung

Ciremai (TNGC). Area “Batu Kuda” belum

dikelola secara intensif, di beberapa titik telah

ditanam tumbuhan koleksi, namun kondisi

koleksi masih berupa pohon-pohon kecil.

Lokasi terakhir adalah di Zona Penerima yang

Gambar 4. Tiga Titik Penemuan Aeginetia indica di Kebun Raya Kuningan, (A) di Batu Kuda, (B) Zona Rekreasi Aktif, (C) Zona Penerima/ Taman Kuning.

Page 8: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

33

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

Aeginetia indica ditemukan sedang berbunga di

Kebun Raya Kuningan pada bulan April dan Juni

yang merupakan awal musim kemarau. Musim

kemarau di utara Gunung Ciremai, khususnya

Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan

terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Pada

saat musim kemarau, rentang suhu menjadi ocukup besar antara siang dan malam (21–35 C),

dan kelembaban relatif bisa turun sampai 36%.

Ada dugaan selain dari keberadaan tumbuhan

inang, perubahan curah hujan (dari musim

hujan ke musim kemarau), suhu dan

kelembaban menjadi faktor lingkungan yang

menginduksi pertumbuhan dan pembungaan

tumbuhan ini. Van den Brink (1921) menyatakan

jika A. indica menjadi parasit pada tumbuhan

annual (tahunan), maka pada saat inangnya

telah mati, rimpang akan mengalami dormansi,

namun jika menjadi parasit tumbuhan

perennial (seperti alang-alang), maka siklus

hidup A. indica akan seperti perennial.

STATUS KONSERVASI

Belum terdapat informasi mengenai status

konservasi Aeginetia indica. Sampai saat ini

belum dilakukan assessment oleh IUCN Red List

tanahnya cenderung berpasir, coklat kehitaman

dan tidak padat. Saat ditemukan, tumbuhan

berada di bawah semak belukar dengan naungan

ringan (relatif terbuka) sampai naungan sedang/

sebagian (Gambar 5).

Pada lokasi penemuan, Aeginetia indica tumbuh

di dalam komunitas tumbuhan berpembuluh,

diantaranya adalah Imperata cylindrica (L.) P.

Beauv. (alang-alang), Melinis minutiflora P.

Beauv., Lantana camara L., Melastoma

malabathricum L., Tithonia diversifolia

(Hemsl.) A. Gray, Mikania cordata (Burm.f.)

B.L.Rob., Cymbopogon citratus (DC.) Stapf,

Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl,

Crotalaria sp., Wendlandia sp., beberapa herba

kecil dari suku Asteraceae dan semak besar atau

pohon kecil dari suku Leguminosae. Van den

Brink (1921) dan Ekanayake et al. (2015)

menyebutkan beberapa spesies yang sama pada

habitat penemuan A. indica, diantaranya yaitu I.

cylindrica, L. camara, M. malabrathricum, dan

M. cordata. Observasi khusus mengenai asosiasi

dengan tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak

dilakukan di Kebun Raya Kuningan, namun

diduga spesies tersebut menjadi parasit pada

akar alang-alang (I. cylindrica).

Gambar 5. Habitus Aeginetia indica di Kebun Raya Kuningan pada (A) area ternaungi dan (B) area relatif terbuka dan berbatu.

curam (8%-25%) pada ketinggian 600-700 m

dpl. Jenis tanah pada lokasi penemuan

pertama adalah podsolik, disebut “tanah

merah” yang dianggap kurang subur, dengan

tekstur liat dan padat. Pada lokasi lain di

“Batu Kuda” dan Zona Penerima, jenis

tanahnya adalah tanah andosol atau disebut

sebagai tanah hitam, yang dianggap

masyarakat lokal sebagai tanah subur. Tekstur

saat ini dikembangkan menjadi area Taman

Kuning. Pengembangan fisik secara intensif

sedang dilakukan di Taman Kuning atau Zona

Penerima sejak tahun 2015.

Berdasarkan observasi, habitat umum A. indica

di Kebun Raya Kuningan adalah padang rumput

berbatu dan semak belukar setinggi 1.5-2 m

dengan kontur lereng yang sedang sampai

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

32

ini menjadi area Taman Bambu, berada di Zona

Rekreasi Aktif. Lokasi saat ini telah ditanam

beberapa koleksi bambu dan beberapa pohon,

namun sebagian area masih ditumbuhi alang-

alang dan semak belukar. Lokasi penemuan

kedua dikenal sebagai “Batu Kuda” yaitu bagian

dari Zona Penelitian dan Perkantoran, terletak

di area kebun bagian timur yang berbatasan

langsung dengan Taman Nasional Gunung

Ciremai (TNGC). Area “Batu Kuda” belum

dikelola secara intensif, di beberapa titik telah

ditanam tumbuhan koleksi, namun kondisi

koleksi masih berupa pohon-pohon kecil.

Lokasi terakhir adalah di Zona Penerima yang

Gambar 4. Tiga Titik Penemuan Aeginetia indica di Kebun Raya Kuningan, (A) di Batu Kuda, (B) Zona Rekreasi Aktif, (C) Zona Penerima/ Taman Kuning.

Page 9: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

Indonesia. Di luar Indonesia, potensi dan

manfaatnya yang dikenal untuk menjaga

ketahanan tubuh, anti tumor dan anti kanker

menjadikannya sebagai salah satu tumbuhan

parasit berpotensi obat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih saya sampaikan kepada UPTD

Kebun Raya Kuningan atas dukungannya dalam

observasi spontan yang dilakukan di area kebun.

Terimakasih kepada Ibu Dina Safarinanugraha

(Kebun Raya Bogor) dan Bapak Samsudi (Kebun

Raya Kuningan) atas kesediannya berbagi foto

untuk tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

A u t t a c h o a t , W. 2 0 0 3 . S t u d y o f

Immunotoxicologycal Effect of Dok Din

Daeng (Aeginetia indica Roxb.) (Doctor

of Philosophy's Thesis). Suranaree

University of Technology. Thailand.

Chai, JG., T. Bando, S. Kobashi, M. Oka, H.

Nagasawa, S. Nakai, K. Maeda, K.

Himeno, M. Sato, and S. Ohkubo. 1992.

An extract of seeds from Aeginetia

indica L., a parasitic plant, induces

potent antigen-specific antitumor

immunity in Meth A-bearing BALB/c

mice. Cancer Immunol Immunother.

35(3):181-5.

Ekanayake, S. P., S. Jayarathne, S.

Harischandra, S. Karunarathne, B.

Weerakoon, K. Mahagedara, A.

Thudugala and K. B. Ranawana. 2015.

Rediscovery of Aeginetia indica L.

(Orobanchaceae) from Meegahakiula,

S r i Langka a f te r 125 yea r s .

Taprobanica. Vol.07, No.02: pp.101-

102.

menyebutkan masyarakat Cina memanfaat-

kannya sebagai obat liver, batuk, dan artritis,

sedangkan di Filipina tumbuhan ini dikenal

sebagai obat diabetes. Rebusan tanaman juga

digunakan untuk pengobatan anasarka karena

nefritis akut (stuartxchange.com).

Di Thailand, Aeginetia indica yang tumbuh pada

akar bambu digunakan sebagai obat tradisional

untuk ketahanan tubuh. Pengujian lebih lanjut

dilakukan oleh Auttachoat (2003) yang

melaporkan bahwa ekstrak A. indica dan bijinya

memiliki potensi untuk menstimulasi respon

ketahanan tubuh dengan meningkatkan fungsi T

cell.

Aeginetia indica memiliki kandungan asam

aeginetik, monoterpenoid lakton aeginetolide,

tiga senyawa poliena, dan β sitosterol dari hasil

ekstraksi etanol batang dan bunga (tumbuhan

bagian atas) (Lemmens & Bunyapraphatsara,

2003). Penelitian Cai et al. (1992) menguji

ekstrak biji A. indica sebagai anti tumor yang

hasilnya merekomendasikan protein 55kDa

sebagai Th1 inducer kuat dan dapat menjadi

agen immunotherapeutic berguna untuk pasien

tumor. Penelitian lain menunjukkan ekstrak A.

indica memiliki efek sinergis pada apoptosis

yang disebabkan oleh agen kemoterapi dan efek

penghambatan pada adhesi sel, migrasi, dan

invasi. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak A.

indica berpotensi sebagai alternatif dalam

pengobatan kanker ginjal (Liu et al., 2012).

PENUTUP

Aeginetia indica L. adalah tumbuhan holoparasit

pada akar tumbuhan monokotil, khususnya dari

suku Poaceae. Keberadaanya mudah ditemui

hanya saat rimpangnya sedang berbunga dengan

warna merah keunguan yang mencolok tanpa

daun dan bentuk mahkota bunga yang cantik.

Tumbuhan asli Jawa yang tumbuh alami di Kebun

Raya Kuningan, Jawa Barat ini belum banyak

diteliti dan diketahui informasi budidayanya di

35

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

34

maupun CITES mengenai status konservasinya.

Di Amerika Serikat, tumbuhan parasit ini masuk

ke dalam daftar Federal and States Noxious

Weeds, yang berarti dianggap sebagai gulma

perusak tanaman pertanian (plants.usda.gov),

sedangkan di Srilangka spesies ini dianggap

langka dan penyebarannya menurun, sehingga

masuk ke dalam Critically Endengered dalam

The National Red List 2012 of Srilangka (MOE,

2012) yang artinya tumbuhan ini memiliki resiko

akan punah di alam liar. Di Indonesia tumbuhan

ini belum terdengar menjadi gulma yang

meresahkan masyarakat seperti di Amerika

Serikat dan Filipina.

Di Indonesia tidak banyak tulisan baru yang

melaporkan keberadaan dan kelimpahan spesies

ini. Berdasarkan informasi dari berbagai pustaka

lama yang telah disebutkan, A. indica tersebar

di Pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara

Timur, sedangkan distribusi di pulau-pulau lain

sampai sekarang belum diketahui. Berdasarkan

hasil observasi di Herbarium Bogoriense,

tumbuhan ini ditemukan di Cidadap-Cibeber,

Jawa Barat, namun t idak diketahui

kelimpahannya di daerah tersebut.

Spesimen A. indica yang ditemukan di area

Kebun Raya Kuningan bisa terbilang sedikit yaitu

1 sampai 3 rumpun pada titik yang berdekatan.

Habitatnya yang relatif spesifik di dataran tinggi

(di atas 600 m dpl.) dan terbuka atau sedikit

naungan serta menuntut keberadaan tumbuhan

inang (dalam hal ini alang-alang), maka

kelangkaan tumbuhan ini tergolong sebagai

spesies tumbuhan yang jarang ditemukan dan

hanya dijumpai pada habitat-habitat tertentu,

namun tersebar di area geografis yang luas.

Menurut Lemmens & Bunyapraphatsara (2003)

Aeginetia indica terdistribusi sangat luas di

seluruh dunia dan hidup di sekitar habitat

manusia (habitat anthropogeni) sehingga tidak

terancam oleh erosi genetika. Secara umum

hampir seluruh lahan Kebun Raya Kuningan

sudah pernah dikelola oleh manusia. Lokasi

“Batu Kuda” dan Zona Penerima adalah salah

satu lokasi yang pernah menjadi tanah garapan

atau ladang penduduk dan sekaligus menjadi

langganan area kebakaran hutan setiap dua

tahun atau beberapa tahun di Kebun Raya

Kuningan dan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Gangguan lain yang terjadi di habitat

Aeginetia indica di Kebun Raya Kuningan selain

kebakaran adalah pengembangan fisik area

yang sangat intensif yang meliputi

pembe r s i h an l ahan , pembangunan

infrastuktur dan perubahan fungsi lahan yang

menyebabkan hilangnya habitat alaminya.

G a n g g u a n i n i d i p e r k i r a k a n d a p a t

mempengaruhi populasi dan menjadi ancaman

kepunahan spesies ini di lokasi tersebut,

meskipun pada kenyataannya keberadaan

tumbuhan inangnya (alang-alang) masih

sangat melimpah dan invasif.

Aeginetia indica belum dikoleksi di Kebun Raya

Kuningan dikarenakan keterbatasan informasi

pemeliharaan, perbanyakan serta karakternya

yang mudah sekali layu dan kurang adaptif

sehingga mati pasca pemindahan. Meskipun

keberadaanya secara global tidak terancam

punah, Kebun Raya Kuningan diharapkan

menjadi salah satu area konservasi ex situ

sekaligus in situ dari A. indica mengingat

tumbuhan herba kecil ini tumbuh secara alami

di dalam kebun. Pelestarian spesies di dalam

kebun ini kelak akan mempermudah studi-

studi lebih lanjut di kemudian hari.

POTENSI

Aeginetia indica telah banyak dikenal secara

turun temurun sebagai tumbuhan obat di Cina,

Filipina dan Thailand. Di Cina, A. indica yang

digerus atau direbus digunakan untuk

mengobati pembengkakan, menurunkan panas

dan mengobati keracunan (Wu & Raven, 1998;

Hong et al., 2015). Informasi lainnya

Page 10: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

Indonesia. Di luar Indonesia, potensi dan

manfaatnya yang dikenal untuk menjaga

ketahanan tubuh, anti tumor dan anti kanker

menjadikannya sebagai salah satu tumbuhan

parasit berpotensi obat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih saya sampaikan kepada UPTD

Kebun Raya Kuningan atas dukungannya dalam

observasi spontan yang dilakukan di area kebun.

Terimakasih kepada Ibu Dina Safarinanugraha

(Kebun Raya Bogor) dan Bapak Samsudi (Kebun

Raya Kuningan) atas kesediannya berbagi foto

untuk tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

A u t t a c h o a t , W. 2 0 0 3 . S t u d y o f

Immunotoxicologycal Effect of Dok Din

Daeng (Aeginetia indica Roxb.) (Doctor

of Philosophy's Thesis). Suranaree

University of Technology. Thailand.

Chai, JG., T. Bando, S. Kobashi, M. Oka, H.

Nagasawa, S. Nakai, K. Maeda, K.

Himeno, M. Sato, and S. Ohkubo. 1992.

An extract of seeds from Aeginetia

indica L., a parasitic plant, induces

potent antigen-specific antitumor

immunity in Meth A-bearing BALB/c

mice. Cancer Immunol Immunother.

35(3):181-5.

Ekanayake, S. P., S. Jayarathne, S.

Harischandra, S. Karunarathne, B.

Weerakoon, K. Mahagedara, A.

Thudugala and K. B. Ranawana. 2015.

Rediscovery of Aeginetia indica L.

(Orobanchaceae) from Meegahakiula,

S r i Langka a f te r 125 yea r s .

Taprobanica. Vol.07, No.02: pp.101-

102.

menyebutkan masyarakat Cina memanfaat-

kannya sebagai obat liver, batuk, dan artritis,

sedangkan di Filipina tumbuhan ini dikenal

sebagai obat diabetes. Rebusan tanaman juga

digunakan untuk pengobatan anasarka karena

nefritis akut (stuartxchange.com).

Di Thailand, Aeginetia indica yang tumbuh pada

akar bambu digunakan sebagai obat tradisional

untuk ketahanan tubuh. Pengujian lebih lanjut

dilakukan oleh Auttachoat (2003) yang

melaporkan bahwa ekstrak A. indica dan bijinya

memiliki potensi untuk menstimulasi respon

ketahanan tubuh dengan meningkatkan fungsi T

cell.

Aeginetia indica memiliki kandungan asam

aeginetik, monoterpenoid lakton aeginetolide,

tiga senyawa poliena, dan β sitosterol dari hasil

ekstraksi etanol batang dan bunga (tumbuhan

bagian atas) (Lemmens & Bunyapraphatsara,

2003). Penelitian Cai et al. (1992) menguji

ekstrak biji A. indica sebagai anti tumor yang

hasilnya merekomendasikan protein 55kDa

sebagai Th1 inducer kuat dan dapat menjadi

agen immunotherapeutic berguna untuk pasien

tumor. Penelitian lain menunjukkan ekstrak A.

indica memiliki efek sinergis pada apoptosis

yang disebabkan oleh agen kemoterapi dan efek

penghambatan pada adhesi sel, migrasi, dan

invasi. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak A.

indica berpotensi sebagai alternatif dalam

pengobatan kanker ginjal (Liu et al., 2012).

PENUTUP

Aeginetia indica L. adalah tumbuhan holoparasit

pada akar tumbuhan monokotil, khususnya dari

suku Poaceae. Keberadaanya mudah ditemui

hanya saat rimpangnya sedang berbunga dengan

warna merah keunguan yang mencolok tanpa

daun dan bentuk mahkota bunga yang cantik.

Tumbuhan asli Jawa yang tumbuh alami di Kebun

Raya Kuningan, Jawa Barat ini belum banyak

diteliti dan diketahui informasi budidayanya di

35

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

34

maupun CITES mengenai status konservasinya.

Di Amerika Serikat, tumbuhan parasit ini masuk

ke dalam daftar Federal and States Noxious

Weeds, yang berarti dianggap sebagai gulma

perusak tanaman pertanian (plants.usda.gov),

sedangkan di Srilangka spesies ini dianggap

langka dan penyebarannya menurun, sehingga

masuk ke dalam Critically Endengered dalam

The National Red List 2012 of Srilangka (MOE,

2012) yang artinya tumbuhan ini memiliki resiko

akan punah di alam liar. Di Indonesia tumbuhan

ini belum terdengar menjadi gulma yang

meresahkan masyarakat seperti di Amerika

Serikat dan Filipina.

Di Indonesia tidak banyak tulisan baru yang

melaporkan keberadaan dan kelimpahan spesies

ini. Berdasarkan informasi dari berbagai pustaka

lama yang telah disebutkan, A. indica tersebar

di Pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara

Timur, sedangkan distribusi di pulau-pulau lain

sampai sekarang belum diketahui. Berdasarkan

hasil observasi di Herbarium Bogoriense,

tumbuhan ini ditemukan di Cidadap-Cibeber,

Jawa Barat, namun t idak diketahui

kelimpahannya di daerah tersebut.

Spesimen A. indica yang ditemukan di area

Kebun Raya Kuningan bisa terbilang sedikit yaitu

1 sampai 3 rumpun pada titik yang berdekatan.

Habitatnya yang relatif spesifik di dataran tinggi

(di atas 600 m dpl.) dan terbuka atau sedikit

naungan serta menuntut keberadaan tumbuhan

inang (dalam hal ini alang-alang), maka

kelangkaan tumbuhan ini tergolong sebagai

spesies tumbuhan yang jarang ditemukan dan

hanya dijumpai pada habitat-habitat tertentu,

namun tersebar di area geografis yang luas.

Menurut Lemmens & Bunyapraphatsara (2003)

Aeginetia indica terdistribusi sangat luas di

seluruh dunia dan hidup di sekitar habitat

manusia (habitat anthropogeni) sehingga tidak

terancam oleh erosi genetika. Secara umum

hampir seluruh lahan Kebun Raya Kuningan

sudah pernah dikelola oleh manusia. Lokasi

“Batu Kuda” dan Zona Penerima adalah salah

satu lokasi yang pernah menjadi tanah garapan

atau ladang penduduk dan sekaligus menjadi

langganan area kebakaran hutan setiap dua

tahun atau beberapa tahun di Kebun Raya

Kuningan dan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Gangguan lain yang terjadi di habitat

Aeginetia indica di Kebun Raya Kuningan selain

kebakaran adalah pengembangan fisik area

yang sangat intensif yang meliputi

pembe r s i h an l ahan , pembangunan

infrastuktur dan perubahan fungsi lahan yang

menyebabkan hilangnya habitat alaminya.

G a n g g u a n i n i d i p e r k i r a k a n d a p a t

mempengaruhi populasi dan menjadi ancaman

kepunahan spesies ini di lokasi tersebut,

meskipun pada kenyataannya keberadaan

tumbuhan inangnya (alang-alang) masih

sangat melimpah dan invasif.

Aeginetia indica belum dikoleksi di Kebun Raya

Kuningan dikarenakan keterbatasan informasi

pemeliharaan, perbanyakan serta karakternya

yang mudah sekali layu dan kurang adaptif

sehingga mati pasca pemindahan. Meskipun

keberadaanya secara global tidak terancam

punah, Kebun Raya Kuningan diharapkan

menjadi salah satu area konservasi ex situ

sekaligus in situ dari A. indica mengingat

tumbuhan herba kecil ini tumbuh secara alami

di dalam kebun. Pelestarian spesies di dalam

kebun ini kelak akan mempermudah studi-

studi lebih lanjut di kemudian hari.

POTENSI

Aeginetia indica telah banyak dikenal secara

turun temurun sebagai tumbuhan obat di Cina,

Filipina dan Thailand. Di Cina, A. indica yang

digerus atau direbus digunakan untuk

mengobati pembengkakan, menurunkan panas

dan mengobati keracunan (Wu & Raven, 1998;

Hong et al., 2015). Informasi lainnya

Page 11: Aeginetia indica L., TUMBUHAN PARASIT PADA AKAR DI KEBUN

Warta Kebun Raya 13(2), November 2015

36

Hong, Liya, Z. Guo, K. Huang, S. Wei, B. Liu, S.

Meng and C. Long. 2015. Ethnobotanical

Study on Medicinal Plants Used by

Moanan People in China. Journal of

Ethnobiology and Ethnomedicine (2015)

11:32

http://orowiki.org/wiki/Aeginetia_indica.

Diakses 16 Agustus 2015.

http://plants.usda.gov/java/noxious . Diakses

16 Agustus 2015.

http://www.globinmed.com/index.php?option

=com_content&view=article&id=62803

:aeginetia-indica-l&catid=365:a .

Diakses 16 Agustus 2015.

http://www.stuartxchange.com/Dapong-

tubo.html . Diakses 16 Agustus 2015.

http://www.theplantlist.org/1.1/browse/A/Or

obanchaceae/. Diakses 19 Oktober

2015.

http://www.theplantlist.org/tpl1.1/record/ke

w-2623431. Diakses 16 Agustus 2015.

Lemmens, R.H.M.J and N. Bunyapraphatsara

(Editors). 2003. Plant Resources of

South East Asian No.12 (3): Medicinal

and Poisonous Plants 3. Pp.40-41.

Liu, Y.H., M.L. Li, M.Y. Hsu, Y.Y. Pang, I.L. Chen,

C.K. Chen, S.W. Tang, H.Y. Lin, and J.Y.

Lin. 2012. Effect of Chinese Herbal

Medicine, Guan-Jen-Huang (Aeginetia

indica Linn.), on Renal Cancer Cell

Growth and Metastasis. Evidence-Based

Complementary and Alternative

Medicine. Vol. 2012. Article ID 935860.

MOE. 2015. The National Red List 2012 of

Srilangka; Conservation Status of the

Fauna and Flora. Ministry of

Environment. Colombo, Srilangka.

p.476.

Nickrent, D. L. 2002. Parasitic Plants of the

World. Chapter 2, pp. 7-22 in J. A.

López-Sáez, P. Catalán and L. Sáez

[eds.], Parasitic Plants of the Iberian

Peninsula and Balearic Islands.

Parnell, J. 2012. Aeginetia flava: a new and

remarkable species of Aeginetia:

Orobanchaceae from South-Eastern

Thailand. Kew Bulletin Vol.67: 81-84.

Sharma, Varun and S. Kr. Uniyal. 2009.

Aeginetia indica L. – A New Record to

The Flora of Himachal Pradesh. Indian

Journal of Forestry. Vol. 32 (1): 127 –

130.

Van den Brink, R.C. Bakhuizen. 1921. Aeginetia

indica L. (vervolg). De Tropische

Natuur, Vol 10 (1921) nr. 11 p. 164-173.

Van den Brink, R.C. Bakhuizen. 1921. Aeginetia

indica L. De Tropische Natuur, Vol 10

(1921) nr. 10 p. 154-158.

Van Steenis, S. G. G. J. 1972. The Mountain

Flora of Java. E. J. Brill, Leiden,

Netherlands.

Wu, Z. Y. & P. H. Raven, eds. 1998. Flora of

China. Vol. 18 (Scrophulariaceae

through Gesneriaceae). Science Press,

Beijing, and Missouri Botanical Garden

Press, St. Louis.

View publication statsView publication stats