21
BLOK 24 HEMATOLOGI ONKOLOGI Abses Payudara Tutor: dr. Jefry Wijaya C2 Yovinus Deny (102010119) Stella Maria Wentinusa (102011245) Cristomi Thenager (102011449) Riena (102012076) Febrian (102012091) Angelica (102012215) Patrick L.S. Tumewu (102012314) Ivanalia Soli Deo (102012359) Nur Adibah Binti Zukelfali (102012488) Muhammad Bin Shahrulzaman (102012489) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

abses payudara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ada WD dan DDnya.. semoga bisa membantu

Citation preview

Page 1: abses payudara

BLOK 24HEMATOLOGI ONKOLOGI

Abses Payudara

Tutor: dr. Jefry Wijaya

C2Yovinus Deny (102010119)

Stella Maria Wentinusa (102011245)Cristomi Thenager (102011449)

Riena (102012076)Febrian (102012091)Angelica (102012215)

Patrick L.S. Tumewu (102012314)Ivanalia Soli Deo (102012359)

Nur Adibah Binti Zukelfali (102012488)Muhammad Bin Shahrulzaman (102012489)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-20612014

Email: [email protected]

Page 2: abses payudara

Kasus

Seorang wanita 28 tahun dengan keluhan payudara kirinya dirasa membengkak, terasa sakit disertai demam sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sedang menyusui. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis, terdapat benjolan pada kuadran lateral bawah dai payudara kiri dengan ukuran 4 x 3 cm, hiperemis, hangat, teraba, fluktuasi, nyeri tekan (+)

Pendahuluan

Abses payudara adalah akumulasi nanah pad jaringan payudara. Abses payudara

terjadi karena penanganan radang mamae/ mastitis tidak baik, sehingga memperberat infeksi.

Infeksi ini paling sering terjadi selama menyusui, akibat masuknya bakteri ke jaringan

payudara. Ibu yang terkena abses payudara harus tetap memberi ASI pada anaknya tetapi

pada sisi payudara yang sehat. 1

Sementara, payudara yang terdapat abses harus dipompa/ dikeluarkan ASI nya untuk

mencegah statis progresif, dan perkembangbiakan bakteri berlebihan. Disebut sebagai abses

puerperal yaitu abses payudara pada wanita yang sedang laktasi.1

Anamnesis

Kapan pertama kali meperhatikan adanya benjolan? Bagaimana? Sejak saat itu adakah

perubahan ukuran atau sifat? Adakah perubahan siklus menstruasi? Adakah sekret dari

puting? Adakah nyeri? Adakah gejala lain? Limfadenopati? Demam? Benjolan lain?

Penurunan berat badan? Nyeri punggung?2

Pada riwayat penyakit dahulu ditanyakan Adakah benjolan payudara sebelumnya?

Jika ya, terapinya apa? (misalnya mastektomi, eksisi lokal, radioterapi, kemoterapi,

rekonstruksi payudara, operasi lain pada payudara)? Adakah riwayat penyakit serius lain?

Bagaimana riwayat kehamilan? Pernahkah pasien menjalani laktasi atau menarche?2

Riwayat keluaraga ditanyakan apakah ada riwayat kanker payudara atau kanker

ovarium? Riwayat obat-obatan ditanyakan Pernakah pasien mengkonsumsi estrogen atau

tamoksifen? Pernahkan pasien menjalani kemoterapi? Pernah mengalami tindakan bedah

sebelumnya? (terutama ooforektomi, adrenalektomi, atau pembedahan pelvis) ini penting

untuk memastikan kemungkinan efek penghentian sekresi estrogen endogen. Apakah sudah

mendapat terapi hormon sebelumnya? (kontrasepsi oral dan estrogen eksogen).2

Page 3: abses payudara

Pemeriksaan Fisik Payudara

Inspeksi. Posisi duduk tegak, kedua lengan menggantung di samping badan. Amati

payudara secara keseluruhan :3

- Bentuk kedua payudara

- Ukuran dan simetrinya, apakah terdapat perbedaan ukuran mamae, areola

mamae dan papila mamae.

- Warna kulit, adakah penebalan atau udem, adanya kulit berbintik seperti

kulit jeruk, ulkus, gambaran pembuluh darah vena.

- Adakah tampak massa, retraksi/lekukan, tonjolan/benjolan.

Papila mamae diamati :3

- Ukuran dan bentuk

- Arahnya

- Wujud kelainan kulit atau ulserasi

- Discharge

Lalu periksa dalam posisi mengangkat kedua lengan di atas kepala. Posisi kedua

tangan di pinggang. Kedua posisi ini adalah untuk melihat lebih jelas adanya kelainan retraksi

atau benjolan. Amati sekali lagi bentuk payudara, perubahan posisi dari papila mamae, lokasi

retraksi, benjolan.1,3

Posisi duduk/berdiri dengan membungkukkan badan ke depan, bersandar pada

punggung kursi atau lengan pemeriksa. Posisi ini diperlukan jika payudara besar atau

pendular. Payudara akan bebas dari dinding dada, perhatikan adakah retraksi atau massa.3

Palpasi. Penderita disuruh berbaring, jika payudara tidak mengecil, tempatkan bantal

tipis di punggung, sehingga payudara terbentang rata, dan lebih memudahkan menemukan

suatu nodul. Palpasi dilakukan menggunakan permukaan volar tiga jari yang ditengah,

dengan gerakan perlahan-lahan, memutar menekan secara halus jaringan mamae terhadap

dinding dada.3

Page 4: abses payudara

Lakukan palpasi pada setiap kuadran, payudara bagian perifer, kauda aksilaris dan

areola mamae, bandingkan payudara kanan dan kiri. Bila ditemukan adanya nodul perhatikan

dan catat:3

- Lokasi, dengan cara menggunakan kuadran atau jam dengan jarak berapa

centimeter dari papila mamae.

- Ukuran (cm)

- Bentuk, bulat/pipih, halus/berbenjol-benjol

- Konsistensi, kenyal/keras

- Batas dengan jaringan sekitar, jelas atau tidak

- Nyeri tekan atau tidak

- Mobilitas terhadap kulit, fascia pektoralis dan dinding dada di sebelah

bawahnya.

Palpasi papila mamae, tekan papila dan areola mamae sekitar dengan ibu jari dan

telunjuk, perhatikan adakah pengeluaran discharge. Jika dijumpai discharge, atau riwayat

mengeluarkan discharge, coba cari asalnya dengan menekan areola mamae dengan ibu jari

dan telunjuk dan pada sebelah radial sekitar papila mamae. Perhatikan adakah discharge yang

keluar dari salah satu duktus papila mamae.3

Evaluasi fisik terhadap massa payudara yang dilaporkan pasien didahuli oleh riwayat

penyakit yang lengkap termasuk bagaimana ditemukannya, berapa lama pasien telah

mengetahui adanya kelainan ini, setiap riwayat massa sebelumnya atau masalah-masalah

payudara lainnya, dan tanggal periode haid yang terakhir. Harus ditanyakan sebagai gejala

pendukung, seperti nyeri, perubahan-perubahan pada puting susu atau adanya sekret, dan

trauma terhadap daerah tersebut.3

Inspeksi payudara dilakukan dengan cara yang biasa dengan perhatian terutama

diberikan pada daerah yang dikeluhkan pasien dan amati kulit diatasnya, kesimetrisan pada

pergerakan, kelainan puting susu, dan gambaran vena. Jika masa dapat terlihat ketika pasien

duduk, pertama kali dapat dipalpasi dengan posisi ini. Setelah palpasi aksila yang teliti,

Page 5: abses payudara

pasien diminta untuk berbaring. Payudara yang tidak terkena dipalpasi lebih dahulu secara

menyeluruh dengan maksud untuk menentukan konsistensi dan densitas yang normal.3

Pemeriksaan payudara yang terkena harus dimulai pada kuadran yang tidak terkena

dan mendekati daerah yang ditunjuk oleh pasien. Ketika daerah yang dicurigai terlokalisir

oleh pemeriksa, dan jika teraba, terdapat panas, nyeri, sekret purulen, atau tanda-tanda infeksi

lainnya, siapkan preparat apapun untuk pewarnaan gram, dan ambil spesimen untuk biakan.3

Pemeriksaan Fisik Aksila

Jika ditemukannya karsinoma mamae, kemungkinan sudah terjadi metastasis ke limfe

nodi regional. Posisi penderita duduk, kedua lengan rikleks di samping badan. Inspeksi kulit

aksila, perhatikan adakah rash, infeksi, ulkus, benjolan.3

Palpasi. Letakkan jari-jari tangan kanan di bawah aksila kiri, rapatkan untuk mencapai

sejauh mungkin apek fossa aksilaris. Suruh lengan kiri penderita rileks, dan topang lengannya

dengan tangan/lengan kiri pemeriksa. Kemudian tekan jari-jari pemeriksa ke dinding dada,

coba cari nnll grup aksila sentralis yang terletak di tengah dinding dada dari aksila. Angkat

lengan penderita lebih jauh, raba dan cari nnll grup aksila lateral yang terletak di lengan atas

dekat pangkal humerus, kemudian raba dan cari nnll grup pectoral yang terletak di tepi lateral

m. pektoralis mayor, serta raba dan cari nnll grup subskapular yang terletak di tepi depan m.

latisimus dorsi. Nnll. aksila sering dapat diraba, biasanya lunak, kecil dan tidak nyeri.3

Pemeriksaan dilanjutkan dengan meraba nnll grup infraklavikular dan

supraklavikular. Perhatikan dan catat, adakah pembesaran nnll, perubahan konsistensi, bentuk

dan adakah nyeri tekan. Untuk pemeriksaan aksila kanan, pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan tangan kiri pemeriksa.3

Pemeriksaan Penunjang

Kultur ASI atau cairan puting. Kultur ASI, menyediakan koloni bakteri untuk

bertumbuh. Identifikasi bakteri penyebab dapat dilihat melalui mikroskop. Pada saat yang

sama tes dapat dilakukan untuk menentukan antibiotik apa yang paling efektif untuk melawan

bakteri penyebab. Kultur biasanya tidak diperlukan kecuali jika refrakter terhadap

pengobatan.1

Page 6: abses payudara

Pada mamografi, ditemukan batas tidak jelas, massa non kalsifikasi atau fokal

asimetri. Didapatkan pula penebalan trabekula karena edema. Mamografi tidak diindikasikan

untuk wanita menyusui dan wanita muda usia kurang dari 30 tahun dengan konstelasi klinis

yang khas. Terkadang mamografi dapat menyebabkan nyeri jika cara pemaikannya salah.

Dapat menegakkan diagnsosis. Mungkin dapat terlihat adenopaty ipsilateral.

Temuan yang bisa ditunjukkan adalah penebalan kulit, kepadatan asimetris, massa

atau distorsi. Temuan ini tidak spesifik untuk abses atau keganasan; namun kehadiran

microcalcifications mencurigakan lebih spesifik untuk keganasan dan biopsi untuk

menyingkirkan karsinoma harus dilakukan.1

Pada USG dengan grayscale ultrasound ditemukan massa hipoechoic dengan tekstur

heterogenous. Ada massa kistik-solid dengan dinding tebal atau pembentukkan sekat.

Mungkin terdapat fluid-debris level, menyerupai kista. Udara mungkin hadir dalam rongga

abses. Sekitarnya terjadi peningkatan echogenesitas karena edema.1

MRI tidak diindikasikan karena pemeriksaan konvesional sudah mencukupi.

Gambaran edema terlihat sebagai sinyal yang tinggi pada T2WI. Mungkin dapat terlihat

adenopati. Edema dan penebalan kulit dapat terlihat.1

Diagnosis Banding

Mastitis

Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam

waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada

beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Pada wanita pasca menopause, infeksi

payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di

bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan

saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan

payudara lebih mudah mengalami infeksi.1,4

Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang

disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau

melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga

mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu,

Page 7: abses payudara

tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal

bila tidak diberi tindakan yang adekuat.1,4

Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan

komplikasi berat dari mastitis.4

Fibroadenoma

Fibroadenoma atau sering dikenal dengan Fibroadenoma Mamma (FAM) merupakan

tumor jinak yang paling sering terjadi pada payudara wanita. FAM biasanya terjadi pada

wanita muda atau remaja. Sebelum usia 25 tahun, FAM lebih sering terjadi dibandingkan

kista payudara. FAM jarang terjadi setelah masa menopause, yang berarti bahwa FAM

responsif terhadap rangsangan estrogen. Pada FAM tidak terdapat nyeri tekan.3

FAM dapat multipel. Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya benjolan pada

payudara ketika sedang mandi atau berpakaian. Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3 cm,

namun FAM dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma). Pada

pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan reaksi

radang (merah, nyeri, panas), mobile (dapat digerakkan), dan tidak menyebabkan pengerutan

kulit payudara ataupun retraksi puting.3

Benjolan tersebut berlobus-lobus. Pemeriksaan mammografi menghasilkan

gambaran yang jelas jinak berupa rata dan memiliki batas jelas. Wanita dengan FAM simple

tanpa penampakan histologi komplek dan tanpa penyakit proliferatif pada parenkim payudara

tidak memiliki peningkatan resiko kanker payudara.4

Diagnosis Kerja

Kata kunci terbaik untuk mendiagnosis abses payudara adalah: adanya nyeri tekan,

teraba adanya masa di dekat puting susu, dikelilingi edema. Lokasinya biasanya di

subareolar, tapi bisa juga di perifer. Ukuran massa bervariasi, yang sering 2-4 cm tapi dapat

mencapai 10-12 cm. Morfologinya massa iregular dengan batas tidak jelas, fokal asimetri

pada mamography.1

Abses Payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat adanya infeksi payudara.

Infeksi ini paling sering terjadi selama menyusui, akibat masuknya bakteri ke jaringan

Page 8: abses payudara

payudara. Peradangan atau infeksi payudara atau yang disebut mastitis dapat disebabkan oleh

infeksi bakteri, perembesan sekresi melalui fisura di putting, dan dermatitis yang mengenai

puting.1

Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu

melalui sobekan atau retakan dikulit (biasanya pada putting susu). Abses payudara bisa

terjadi disekitar puting, bisa juga diseluruh payudara.1,4

Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam

seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan mammografi atau biopsy payudara. Pada

penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah

putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan

roentgen, USG atau CT scan.1,4

Infeksi payudara dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke abses

berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi edematous, air susu

terbendung, dan air susu yang terbendung itusegera bercampur dengan nanah. Gejala abses

ini pada ibu yang menderita mastitis infeksi adalah warna kulit menjadi merah, nyeri

bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilap dan suhu tinggi (39-400C),

sehingga ibu mengalami demam, dan pada pemeriksaan ada pembengkakan, dan dibawah

kulit teraba cairan.1,4

Dan bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah

dia tahu bahwa susu yangsebelah itu campur nanah. Di daerah payudara ini akan terlihat

daerah kemerahan yang jelas. Meskipun demikian laktasi tidak harus disupresi karena

mastitis. Ibu harus didorong untuk selalu mengeluarkan ASInya dengan menggunakan pompa

atau secara manual, karena tindakan mempertahankan aliran ASI akan mengurangi jumlah

mikroorganisme.1,4

Epidemiologi

Penelitian di seluruh dunia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kejadian mastitis

laktasi berkisar 4-27% wanita menyusui tergantung pada metode, terutama subjek seleksi,

yang digunakan dalam studi ini. Mastitis terjadi pada semua populasi, dengan atau tanpa

Page 9: abses payudara

kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dari sedikit sampai 33% wanita

menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%.1

Sedangkan pada abses puerperal 4.8-11% insidennya. Sedangkan abses non puerperal

5.5-25%. 90% pada wanita dengan abses non puerperal periductal mastitis adalah perokok.1

Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit

yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk

ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).

S.aures memilik protein A pada membrannya sebagai faktor virulensi, yang bersifat

antifagositik dengan cara berikatan dengan bagian dari IgG untuk mengacaukan opsonisasi.

Selain itu, polisakarida yang ada kapsulnya juga bersifat antifagositik.1

Staphylococcus menghasilkan produk ekstraseluler seperti katalase, koagulase,

staphylokinase, lipase, dan hyaluronidase. Semuanya berperan untuk menembus membran

mukosa, kecuali katalase. Katalase digunakan untuk mengubah oksigen peroksida menjadi

oksigen dan air. Selain itu, lipase juga berfungsi untuk melindungi bakteri ini dari asam

lemak bakterisidal pada saluran mamae.1,3,4

Adanya lesi pada kulit atau puting saat memberikan ASI. Diabetes, HIV, steroid,

pasca operasi, radiasi meningkatkan resiko abses payudara (biasanya pada tipe periperal).

Abses dapat pula terjadi akibat infeksi tertunda pasca lumpectomy.1

Manifestasi Klinik

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ

atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya:

tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan adanya

nyeri tekan). Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak

sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih

karena kulit diatasnya menipis.4

Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise. Nipple discharge (keluar

cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah). Gatal-gatal. Terdapat pembesaran kelenjar

Page 10: abses payudara

getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena. Nyeri payudara yang

berkembang selama periode laktasi.4

Terdapat pula fisura putting susu, fluktuasi dapat dipalpasi atau edema keras, warna

kemerahan pada seluruh payudara atau lokal, limfadenopati aksilaris yang nyeri. Terdapat

pula pembengkakan yang disertai teraba cairan dibawah kulit. Payudara membesar, keras dan

akhirnya pecah dengan borok serta keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah.4

Gambar 1. Abses Payudara Sinistra.5

Patofisiologi

Abses dibagi menjadi abses puerperal yaitu abses pada wanita yang sedang laktasi dan

abses non puerperal atau abses sub areolar yaitu abses pada wanita yang sedang tidak laktasi.

Pada abses puerperal fisura pada puting akan mengakibatkan inflamasi pada sub-areolar,

obstruksi duktus, statis air susu, dan infeksi. Pola keterlibatan ada tiga yakni: central, perifer,

dan non spesifik.1

Pada yang central, lobus cepat menyebar dengan hiperemis, infeksi dengan duktus

sentral yang membesar biasanya unilocular. Pada yang perifer duktus sublobular atau infeksi

di daerah sebelum galaktocele. Abses cepat menyebar dan biasanya multilocalated.

Sedangkan yang non spesifik, hiperemis dengan batas tak jelas, edema, duktus susah

dibedakan, susah didiagnosis sebelum terbentuk abses.1

Stasis ASI–> peningkatan tekanan duktus–> jika ASI tidak segera dikeluarkan–>

peningkatan tegangan alveoli yang berlebihan–> sel epitel yang memproduksi ASI menjadi

datar dan tertekan–> permeabilitas jaringan ikat meningkatàbeberapa komponen (terutama

Page 11: abses payudara

protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan

sekitar sel–> memicu rrespon imun–> respon inflmasi dan kerusakan jaringan yang

mempermudah terjadinya infeksi (Staohylococcus aureus dan Sterptococcus) –> dari port d’

entry yaitu: duktus laktiferus ke lobus sekresi dan putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar

duktus/ periduktal dan secara hematogen.5

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran

ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang

berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan,

sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein

kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan

sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan

kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.5

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus

sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui

penyebaran hematogen  pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah

Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula

mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada

daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.5

Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan sendirinya san

mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh

menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan

bisa meninggalkan benjolan yang keras.4,5

Pencegahan

Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui. Setelah

menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D. Hindari pakaian

yang menyebabkan iritasi pada payudara. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan

kanan. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara

dengan cara memompanya.6

Page 12: abses payudara

Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada

puting susu. Minum banyak cairan. Menjaga kebersihan puting susu. Mencuci tangan

sebelum dan sesudah menyusui.6

Penatalaksanaan

Adapun penanganan untuk abses diantaranya adalah : untuk meringankan nyeri dan

mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikelaurkan isinya dengan insisi.

Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak

memotong saluran ASI. Anestesi umum dianjurkan. Pecahkan kantong PUS dengan

tissu forceps atau jari tangan. Lalu pasang tampan dan drain untuk mengeringkan nanah.

Tampan dan drain diangkat setelah 24 jam. Lalu ganti dengan tampon kecil. Jika masih

banyak pus tetap berikan tampon dalam lubang.4,5

Suatu abses tidak memliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotic biasanya sia-

sia. Antibiotic bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk

mencegah kekambuhan. Antibiotic juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian

tubuh lainnya. Karena penyebab utamanya Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin

dengan dosis tinggi, biasanya dengan dosis 500 mg setiap 6 jam  selama 10 hari.4,5

Dapat diberikan parasetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan. Dilakukan

pengompresan hangat pada payudara selama 15 – 20 menit, 4 kali/hari sebelum menyusui

untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air

susu pada payudara yang terkena untuk mencegah pembengkakan payudara. Untuk

mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen)

karena kedua obat tersebut aman diberikan untuk ibu menyusui dan bayinya. Anjurkan untuk

mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup.5

Komplikasi

Fistula paling sering terjadi sebagai komplikasi dari insisi dan drainase abses

payudara nonlactational, tetapi juga terjadi setelah biopsi mastitis periductal atau setelah debit

spontan massa perieolar.7

Page 13: abses payudara

Prognosis

Abses dan infeksi dapat terulang kembali bahkan setelah pengobatan dengan

antibiotik. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghilangkan kelenjar yang terkena

dampak untuk mencegah terjadinya kembali. Sampai sepertiga pasien mengembangkan

saluran fistula susu setelah drainase abses periareolar . episode berulang dari sepsis harus

ditangani dengan eksisi dari duktus sakit oleh seorang ahli bedah payudara di bawah

pengalaman antibiotik.7

Kesimpulan

Pada skenario, wanita berusia 28 tahun dengan keluhan payudara kirinya terasa

membengkak disertai sakit dan demam sejak 1 minggu lalu diduga mengalami abses

payudara sebagai akibat lanjutan dari infeksi payudara. Kata kunci terbaik untuk

mendiagnosis abses payudara adalah: adanya nyeri tekan, teraba adanya masa di dekat puting

susu, dikelilingi edema. Lokasinya biasanya di subareolar, tapi bisa juga di perifer. Ukuran

massa bervariasi, yang sering 2-4 cm.

Penyebab terjadinya abses payudara adalah infeksi payudara yang tidak ditangani

dengan baik. Jika sudah terbentuk abses, ibu harus tetap menyusui dengan payudara yang

sehat. Sementara payudara yang mengalami abses, ASI harus tetap dipompa keluar untuk

mencegah statis air susu.

Page 14: abses payudara

Daftar Pustaka

1. Berg, Birdwell, et all. Diagnostic imaging breast. 1st ed. Utah: Amirsys Inc;

2006. p. 62-5.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;

2004. h. 91.

3. Wilms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: EGC;

2005. h. 188-91.

4. Prince A, Borley G, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta:

Erlangga; 2007. h. 129.

5. Bahiyatun. Buku ajar nifas normal. Jakarta; EGC; 2009. h. 36.

6. Grobmyer SR, Massoll N, Copeland EM III. Clinical management of mastitis and

breast abscess and idiopathic granulomatous mastitis. 4th ed. Philadelphia:

Saunders Elsevier; 2009. p. 6.

7. Dabbs, David J. Breast pathology. Philadelphia: Elsevier saunder; 2004. p. 38.