13500-25248-1-SM (1)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    1/36

     

    PERAN STRES OKSIDATIF PADA ABORTUS

    dr. Ketut Suardana, SpOG

    BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    FK UNUD/ RSUP SANGLAH

    DENPASAR

    2012

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    2/36

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Abortus merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi.

    Kehamilan dapat berakhir dengan terjadinya abortus, baik itu abortus iminens,

    insipien, inkomplit maupun komplit. Sebagian besar abortus terjadi pada trimester

     pertama. Diperkirakan kejadian abortus spontan (miscarriages) tinggi pada wanita

    sejak saat konsepsi namun sebagian besar kejadian tersebut tanpa disadari karena

    diduga suatu haid biasa dan dari sejumlah kasus yang disadari, 15-20% berakhir

    dengan abortus spontan atau kehamilan ektopik.1  Sebagian besar abortus terjadi

     pada trimester pertama, yaitu hingga umur kehamilan 14 minggu.2 

    Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di

    luar kandungan.3  Pada umumnya abortus didefinisikan sebagai berakhirnya

    kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500 gram.2 

    Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan nyeri perut hebat.4 

    Penyebab abortus tidak selalu jelas, begitu banyak etiologi yang

    menyebabkan, diantaranya kelainan kromosom pada fetus, faktor ibu seperti

    infeksi, nutrisi, mioma uteri.2  Saat ini dari perkembangan penelitian terhadap

     plasenta, muncul teori yang menghubungkan stres oksidatif yang terjadi pada saat

     proses plasentasi dengan patofisiologi terjadinya abortus.5,6  Beberapa penelitian

    terbaru menunjukkan stres oksidatif atau ketidakseimbangan oksidan dan

    antioksidan pada jaringan uteroplasenta memegang peran penting dalam berbagai

     penyakit termasuk abortus.7 

    Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih

    elektron yang tidak berpasangan di orbit yang paling luar. Radikal bebas

    mempunyai sifat sangat reaktif dan dapat mengubah molekul menjadi radikal.

    Radikal bebas merupakan suatu bentukan yang dihasilkan oleh pernapasan secara

    aerob dan reaksi metabolik yang lain. Oksigen paling banyak digunakan selama

     proses oksidasi dan dikonversi menjadi air, tetapi 1-2% akan menjadi oksigen

    reaktif terutama superokside (O2-

    ), hidroksil (OH-

    ) dan hidroperoksil (H2O2).

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    3/36

    2

    Metabolit anion ini sangatlah reaktif dan membutuhkan antioksidan untuk

    menetralisirnya.7  Salah satu radikal bebas penting yang dihasilkan pada

     preeklampsia dan abortus adalah radikal bebas anion superoksida (O2-). Radikal

     bebas ini akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak

     jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak sebagai radikal bebas yang

    sangat toksik beredar di seluruh tubuh, dan akan merusak membran sel endotel.

    Oleh itu diperlukan antioksidan untuk menetralisir radikal bebas.5 

    Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi

    molekul target oleh radikal bebas. Terdapat 3 kelompok antioksidan dalam tubuh

    manusia yaitu: Primer yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal

     bebas yang baru serta mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak

     berbahaya ( superoksid dismutase, glutation peroksidase dan katalase), sekunder

    yang berguna untuk menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai

    (Vitamin E, β karoten, bilirubin dan albumin), dan tersier yang berguna untuk

    memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas ( DNA

    repair enzyme dan metionin sulfoksida reduktase).8 

    Di dalam sel, Reaktif Oksigen Spesies (ROS) diproduksi secara terus-

    menerus sebagai akibat reaksi biokimia. Apabila produksi ROS dan radikal bebas

    yang lain melebihi kapasitas penangkapan oleh antioksidan, maka akan

    menimbulkan suatu keadaan yang disebut stres oksidatif. Adanya stres oksidatif

    akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal

    sel. Stres oksidatif pada sinsiotropoblas menyebabkan terjadinya degenerasi pada

    sinsisiotropobas dan pada akhirnya terjadi abortus.9 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    4/36

    3

    BAB II

    ABORTUS

    2.1 Definisi Abortus

    Abortus didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan sebelum umur

    kehamilan 20 minggu atau dengan berat fetus kurang dari 500 gram. Namun,

    definisi abortus ini dapat bervariasi tergantung hukum yang berlaku di suatu

    daerah.2 

    Secara klinis, klasifikasi abortus spontan dapat dengan berbagai cara.

    Pembagian yang paling sering digunakan adalah abortus iminen, insipien,

    inkomplit, dan missed abortus. Abortus septik adalah kondisi dimana hasil

    konsepsi dan uterus mengalami infeksi. Abortus berulang adalah abortus yang

     berulang 3 kali atau lebih.10 

    2.2 Insiden Abortus

    Prevalensi abortus spontan bervariasi tergantung ketelitian metode yang

    digunakan. Wilcox dan koleganya (1988) yang meneliti 221 wanita sehat selama

    707 siklus menstruasi, menemukan bahwa 31 persen kehamilan mengalami

    abortus setelah implantasi. Dengan menggunakan metode yang sangat spesifik,

    yang mampu mendeteksi   - human chorionic gonadotropin (-HCG) pada serum

    ibu dalam konsentrasi yang masih sangat rendah, dua per tiga dari abortus ini

    digolongkan sebagai silent abortus secara klinis. Sekitar 80 persen abortus terjadi

     pada trimester pertama yaitu hingga umur kehamilan 14 minggu.2  Frekuensi

    abortus berkurang dengan semakin meningkatnya umur kehamilan.11

    Kemungkinan untuk mengalami abortus berulang akan meningkat sejalan

    frekuensi seseorang mengalami abortus. Setelah mengalami abortus satu kali,

    kemungkinan untuk terjadinya abortus berulang sebesar 15%, sedangkan bila

    mengalami dua kali abortus spontan, kemungkinan terjadinya abortus yang ketiga

    kalinya sebesar 30%.1  Bahkan setelah mengalami abortus spontan tiga kali dan

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    5/36

    4

    empat kali, kemungkinan untuk terjadi abortus berikutnya berturut-turut sebesar

    45% dan 54,3% .12 

    2.3 Penyebab Abortus

    Penyebab abortus dapat dibedakan menjadi faktor fetus dan faktor maternal.

    Faktor fetus seperti kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50 persen

    kejadian abortus spontan, dimana sekitar 95 persen disebabkan oleh kesalahan

    gametogenesis dari pihak ibu. Kelainan kromosom yang paling sering ditemukan

     berupa autosomal trisomi dari kromosom 13, 16, 18, 21 dan 22.13 Dari penelitian

    terhadap 47.000 wanita, Bianco dan koleganya (2006) menemukan bahwa risiko

    aneuploid pada fetus meningkat sesuai dengan semakin seringnya abortus. Bila

    tidak pernah abortus risikonya 1,39%, satu kali abortus risikonya menjadi 1,67%,

    dua kali abortus 1,84% dan tiga kali abortus menjadi 2,18%.

    Faktor maternal sebagai penyebab abortus dapat dikelompokkan menjadi

    kelainan anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin,

    nutrisi, penggunaan obat-obatan dan pengaruh lingkungan.

    10

     

    Disamping faktor  – faktor diatas, saat ini beberapa studi menunjukan adanya

     peranan stres oksidatif sebagai penyebab terjadinya abortus. Peran reaksi oksidatif

     pada plasenta akan mengalami kelainan dari plasenta itu sendiri. Sekarang

    terdapat bukti yang jelas bahwa abortus merupakan kelainan plasenta. Pada dua

     pertiga kasus abortus, terdapat bukti adanya kelainan anatomis pada plasentasi

    yang memiliki karakteristik lapisan pelindung trofoblas yang tipis dan

    terfragmentasi, invasi trofoblas ke endometrium yang menurun dan sumbatan

    ujung arteri spiralis yang tidak sempurna.7 

    2.4 Radikal Bebas dan Reaktif Oksigen Species ( ROS)

    Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang

    radikal bebas dan antioksidan. Hal ini karena sebagian besar penyakit diawali oleh

    adanya reaksi oksidasi yang berlebihan didalam tubuh. Tampaknya oksigen

    merupakan sesuatu yang paradoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    6/36

    5

    dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberi energi pada proses

    metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat

     berimplikasi pada berbagai penyakit.8 

    Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron yang tak

     berpasangan di orbit terluar. Keadaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan

    mudah bereaksi dengan zat kimia organik atau anorganik, saat dibentuk didalam

    sel, radikal bebas segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat dan berbagai

    molekul membran sel. Selain itu radikal bebas menginisasi reaksi autokatalitik

    sehingga semakin memperbanyak rantai kerusakan.6,14 Target utama radikal bebas

    adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk

    karbohidrat.15  Radikal bebas dihasilkan dari metabolisme normal sel-sel tubuh,

    fagositosis sebagai bagian dari reaksi inflamasi, radiasi, polusi, merokok dan lain

    lain.8 

    Radikal bebas oksigen atau Reaktif Oksigen Spesies (ROS) adalah produk

    normal dari metabolisme seluler. ROS memiliki efek menguntungkan dan efek

    merugikan. Efek menguntungkan ROS terjadi pada konsentrasi rendah hingga

    sedang, merupakan proses fisiologis dalam respon seluler terhadap bahan bahan

    yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri terhadap infeksi, dalam sejumlah

    fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon mitogenik.16 Efek merugikan dari

    radikal bebas yang menyebabkan kerusakan biologis dikenal dengan nama stres

    oksidatif.17  Hal ini terjadi dalam sistem biologis akibat produksi ROS yang

     berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan. Dengan kata lain, stres oksidatif

    terjadi akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan

    gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk

    hidup. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA

    dan menghambat fungsi normal sel. 9 

    Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada keadaan normal

    dibentuk secara kontinyu sebagai hasil sampingan proses metabolisme selular.

    Superoxid (O2-) dapat bereaksi dengan nitrit oksida (NO) yang menghasilkan

     peroksinitrit (ONOO-) yang kemudian akan dioksidasi menjadi nitrat (NO3 -). NO

    merupakan suatu endotelium-derived relaxing factor   (EDRF), suatu zat yang

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    7/36

    6

    menyebabkan vasodilatasi sebagai respon terhadap asetilkolin. Peroksinitrit ini

    sangat sitotoksik dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein, lemak, dan

    DNA.

     

    Gambar 2.1 Bagan fisiologi pembentukan dan katalisasi radikal bebas.7 

    Metal transisi juga merupakan radikal. Di dalam tubuh, tembaga dan besi

    merupakan metal transisi yang terbanyak dan ditemukan dalam konsentrasi yang

    tinggi. Kedua logam ini berperan penting dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss.

    Sebenarnya semua ion logam yang terikat pada permukaan protein, DNA atau

    makromolekul lain dapat berpartisipasi dalam reaksi ini. Logam yang tersembunyi

    di dalam protein, seperti dalam catalytic sites  dan sitokrom atau kompleks

    simpanan tidak terpapar oksigen atau tetap berada dalam keadaan oksidasi

    sehingga tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam reaksi Fenton, Ion Ferro (Fe+2)

     bereaksi dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk ion ferri (Fe+3) dan radi

    kal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss merupakan reaksi antara radikal

    superoksid (O2•¯ ) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang kemudian

    menghasilkan oksigen (O2) dan radikal hidroksil(OH•). Adanya logam transisi

    Cytoplasma Mitochondria

    Cytochrome O2 + e- 

    Superoxide

    Cu/Zn SOD

    Hydrogen

     peroxide

    H2O + O2 

     Electron

    Transport

    O2 + e- 

    Superoxide

    Hydrogen

    Mn SOD

    GPX

    H2O + O2 

     NO  NO

    Peroxynitrite

    Hydroxyl

    radical

    GPX

    CAT

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    8/36

    7

    inilah yang dapat menerangkan mekanisme kerusakan in vivo yang ditimbulkan

    oleh radikal hidroksil.9 

    2.5 Antioksidan

    Antioksidan merupakan senyawa pemberi elekron atau reduktan, sehingga

    mempunyai kemampuan untuk menetralkan efek radikal bebas. Sistem

    antioksidan tubuh melindungi jaringan dari efek negatif radikal bebas. Terdapat 3

    kelompok antioksidan dalam tubuh manusia yaitu.8 

    1. Antioksidan Primer ( Endogenus)

    Bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas yang baru serta

    mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak berbahaya. Termasuk

    didalamnya adalah  superoxide dismutase (SOD), glutatin peroksidase ( GPx),

    dan katalase. Sering juga disebut antioksidant enzimatis.

    2. 

    Antioksidan Sekunder ( Eksogenus)

    Berguna untuk menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai.

    Termasuk didalamnya adalah vitamin E (α-tokoferol), β karoten, asam urat,

     bilirubin dan albumin.

    3. Antioksidan Tersier

    Berguna untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh

    radikal bebas. Termasuk didalamnya adalah DNA repair enzyme dan metionin

    sulfoksida reduktase.8 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    9/36

    8

    BAB III

    STRES OKSIDATIF 

    3.1 Definisi Stres Oksidatif

    Teori mengenai radikal bebas pertama kali dikemukakan oleh Rebecca

    Gersham dan Daniel Gilbert dalam Teori Radikal Bebas Gershman pada tahun

    1954, yang menyatakan bahwa toksisitas oksigen terjadi akibat bentuk oksigen

    yang tereduksi sebagian. Radikal bebas oksigen atau yang dikenal dengan Reaktif

    Oksigen Spesies (ROS) dan Reaktif Nitrogen Spesies (RNF) adalah produk

    normal dari metabolisme seluler. ROS dan RNS memiliki efek menguntungkan

    dan efek merugikan. Efek menguntungkan ROS terjadi pada konsentrasi rendah

    hingga sedang, merupakan proses fisiologis dalam respon seluler terhadap bahan

     bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri terhadap infeksi, dalam

    sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon mitogenik.16  Efek

    merugikan dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan biologis dikenal

    dengan nama stres oksidatif dan stres nitrosatif .17  Hal ini terjadi dalam sistem

     biologis akibat produksi ROS atau RNS yang berlebihan maupun akibat defisiensi

    antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Dengan kata lain, stres oksidatif terjadi

    akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan

    keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk hidup. ROS

    yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan

    menghambat fungsi normal sel.9 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    10/36

    9

    Gambar 3.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies.9 

    Radikal yang berasal dari oksigen merupakan kelompok radikal terpenting

    yang dihasilkan dalam tubuh mahluk hidup. Secara umum ROS dapat

    diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu radikal dan nonradikal, seperti yang

    ditunjukkan pada Tabel 3.2. Kelompok radikal yang sering dikenal dengan radikal

     bebas mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit atomik

    atau molekulernya. Elektron yang tidak berpasangan ini menunjukkan tingkat

    reaktivitas tertentu pada radikal bebas. Kelompok nonradikal terdiri dari berbagai

     bahan yang beberapa diantaranya sangat reaktif walaupun secara definisi bukan

    radikal.9

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    11/36

    10

    Tabel 3.2 Metabolit Radikal dan Nonradikal Oksigen.9 

     Nama Simbol

    RADIKAL OKSIGEN

    Oksigen (Bi-radikal) O2•• 

    Ion Superoksida O2•  

    Hidroksil OH• 

    Peroksil ROO• 

    Alkoksil RO• 

     Nitrit Oksida NO• 

     NONRADIKAL OKSIGEN

    Hidrogen Peroksida H2O2 

    Peroksida organik ROOH

    Asam Hipoklorit HOCL

    Ozon O3 

    Aldehid HCOR

    Singlet Oksigen O2 

    Peroksinitrit ONOOH

    Molekul oksigen memiliki kofigurasi elektron yang unik dan molekul ini

    sendiri merupakan bi-radikal karena memiliki dua elektron tidak berpasangan

     pada dua orbit yang berbeda.9  Penambahan satu elektron pada dioksigen akan

    membentuk radikal superoksid (O2•¯

    ). Peningkatan anion superoksida terjadi

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    12/36

    11

    melalui proses metabolik atau setelah aktivasi oksigen oleh radiasi (ROS primer)

    dan dapat bereaksi dengan molekul lain untuk membentuk ROS sekunder baik

    secara langsung maupun melalui proses enzimatik atau katalisis metal.16

    Organisme harus menghadapi dan mengontrol adanya prooksidan dan

    antioksidan secara terus menerus. Keseimbangan kedua faktor ini yang dikenal

    dengan nama redoks potensial, bersifat spesifik untuk tiap organel dan lokasi

     biologis. Hal-hal yang mempengaruhi kesimbangan kearah manapun

    menimbulkan efek buruk terhadap sel dan organisme. Perubahan keseimbangan

    ke arah peningkatan pro-oksidan yang disebut stress oksidatif akan menyebabkan

    kerusakan oksidatif. Perubahan keseimbangan ke arah peningkatan kekuatan

    reduksi atau antioksidan juga akan menimbulkan kerusakan yang disebut stress

    reduktif .9(Gambar 3.3)

    Gambar 3.3 Pengaruh Keseimbangan Oksidan dan Reduktan.9 

    Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat singkat, karena setelah

    terbentuk, komponen ini segera bereaksi dengan molekul lain. Waktu paruh ROS

    dipengaruhi oleh lingkungan fisiologisnya, seperti pH dan adanya  spesies  lain.

    Toksisitasnya tidak selalu sejalan dengan reaktivitas ROS. Pada umumnya, waktu

     paruh yang panjang dapat mengakibatkan toksisitas yang lebih besar karena

    memiliki waktu yang cukup untuk berdifusi dan mencapai lokasi yang sensitif,

    kemudian ROS yang terbentuk akan berinteraksi dan menyebabkan kerusakan di

    tempat yang jauh dari tempat produksinya. Sebaliknya, ROS yang sangat reaktif

    dengan waktu paruh yang pendek, misalnya OH•, menyebabkan kerusakan

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    13/36

    12

    langsung di tempat produksinya. Jika tidak ada target biologis penting di sekitar

    tempat produksinya, radikal tidak akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Untuk

    mencegah interaksi antara radikal dan target biologisnya, antioksidan harus ada di

    lokasi produksi untuk bersaing dengan radikal dan berikatan dengan bahan

     biologis.9 

    Pada pH fisiologis, superoksid ditemukan dalam bentuk ion superoksid (O2•¯ )

    sedangkan pada pH rendah ditemukan sebagai hidroperoksil (HO2). Hidroperoksil

    lebih mudah berpenetrasi ke dalam membran biologis. Dalam keadaan hidrofilik,

    kedua substrat tersebut dapat berperan sebagai bahan pereduksi, namun

    kemampuan reduksi HO2 lebih tinggi. Dalam larutan organik, kelarutan O2•¯  lebih

    tinggi dan kemampuannya sebagai pereduksi meningkat. Reaksi terpenting dari

    radikal superoksid adalah dismutasi, dimana 2 radikal superoksid akan

    membentuk Hidrogen peroksida (H2O2) dan O2 dengan bantuan enzim superoksid

    dismutase maupun secara spontan.9 

    Hidrogen peroksida dapat menyebabkan kerusakan sel pada konsentrasi yang

    rendah (10µM), karena mudah larut dalam air dan mudah melakukan penetrasi ke

    dalam membran biologis. Efek buruk kimiawinya dapat dibedakan menjadi 2,

    yaitu efek langsung dari kemampuan oksidasinya dan efek tidak langsung, akibat

     bahan lain yang dihasilkan dari H2O2, seperti OH• dan HClO. Efek langsung H2O2 

    seperti degradasi protein Haem, pelepasan besi, inaktivasi enzim, oksidasi DNA,

    lipid, kelompok -SH dan asam keto.9 

    Radikal hidroksil memiliki reaktivitas yang sangat tinggi (107-109  m-1s-1),

    waktu paruh yang singkat dan daya ikat yang sangat besar terhadap molekul

    organik maupun anorganik, termasuk DNA, protein, lipid, asam amino, gula, dan

    logam.9 

    Metal transisi juga merupakan radikal. Di dalam tubuh, tembaga dan besi

    merupakan metal transisi yang terbanyak dan ditemukan dalam konsentrasi yang

    tinggi. Kedua logam ini berperan penting dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss.

    Sebenarnya semua ion logam yang terikat pada permukaan protein, DNA atau

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    14/36

    13

    makromolekul lain dapat berpartisipasi dalam reaksi ini. Logam yang tersembunyi

    di dalam protein, seperti dalam catalytic sites  dan sitokrom atau kompleks

    simpanan tidak terpapar oksigen atau tetap berada dalam keadaan oksidasi

    sehingga tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam reaksi Fenton, Ion Ferro (Fe+2)

     bereaksi dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk ion ferri (Fe+3) dan

    radikal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss merupakan reaksi antara radikal

    superoksid (O2•¯ ) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang kemudian

    menghasilkan oksigen (O2) dan radikal hidroksil(OH•). Adanya logam transisi

    inilah yang dapat menerangkan mekanisme kerusakan in vivo yang ditimbulkan

    oleh radikal hidroksil.9 

    Sel terpapar reaktif oksigen spesies dari sumber eksogen dan endogen. Radiasi

    sinar gamma, ultraviolet, makanan, obat-obatan, polutan, xenobiotik dan toxin

    merupakan contoh sumber eksogen. Sedangkan yang lebih penting, adalah sumber

    endogen seperti sel netrofil pada proses infeksi, enzim yang memproduksi ROS

    secara langsung (seperti NO  synthase) maupun tidak langsung (seperti  xanthin

    oxidase), metabolisme sel (mitokondria) dan penyakit tertentu (misalnya prosesiskemik).9 

    3.2 Mekanisme Pertahanan Terhadap Stres Oksidatif

    Sel yang terpapar stres oksidatif secara terus menerus, juga memiliki berbagai

    mekanisme pertahanan agar dapat bertahan hidup. (Gambar 3.4)

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    15/36

    14

    Gambar 3.4 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler.9 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    16/36

    15

    Gambar 3.5 Jalur Pembentukan ROS, Proses Peroxidasi Lipid dan Peran

    Glutathione (GSH) dan Antioksidan Lain (Vitamin E, C, asam

    lipoat) Dalam Mengatasi Stress Oksidatif.16 

    Mekanisme pertahanan terpenting adalah dari antioksidan enzimatik dan low

    molecular weight antioxidant  (LMWA). Antioksidan enzimatik ada yang bekerja

    secara langsung, misalnya superoksid dismutase (SOD),  glutathione peroxidase 

    (Gpx) dan Katalase (CAT) dan ada yang berupa enzim tambahan, seperti Glucose-

    6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) dan xanthin oxidase. Sedangkan yang

    termasuk kelompok LMWA misalnya  glutathione, asam urat, -tokoferol, asam

    askorbat, karotenoid dan masih banyak lagi bahan-bahan lainnya.5 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    17/36

    16

    3.2.1 Superoksid Dismutase

    Superoksid dismutase (SOD) merupakan enzim yang mengkatalisis radikal

    superoksid menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Terdapat beberapa jenis

    SOD, seperti Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang terdapat di dalam sitosol

    terutama di lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-SOD) yang terdapat di

    dalam mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan besi-SOD (Fe-SOD) yang

    hanya ditemukan pada tumbuhan. Radikal superoksid dapat mengalami dismutasi

    secara spontan maupun dengan bantuan SOD membentuk H2O2. Dengan adanya

    SOD, kecepatan dismutasi meningkat lebih dari 1000 kali lipat dibandingkan

    dismutasi spontan.18 

    Superoksid dismutase (SOD) diisolasi pertama kali oleh Mann dan Kleilin

    tahun 1938.8  SOD merupakan enzim yang mengkatalisis radikal superoksid

    menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Terdapat beberapa jenis SOD, seperti

    Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang terdapat di dalam sitosol terutama di

    lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-SOD) yang terdapat di dalam

    mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya

    ditemukan pada tumbuhan.19 

    SOD merupakan enzim antioksidan pencegah, yang merupakan suatu

    antioksidan metalloenzim. SOD adalah enzim antioksidan intraseluler utama yang

    dapat digunakan untuk menetralisir aktifitas O2-. Secara umum semua SOD, ion

    metal (M) mengkatalisa dismutasi O2- melalui mekanisme oksidasi reduksi seperti

    dibawah:

    M3+ + O2-    M2+ + O2 

    M2+ + O2- + 2H+    M3+ + H2O2 

    SOD menetralisir O2- menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2).

    Selanjutnya H2O2  diubah menjadi molekul air (H2O) oleh enzim katalase dan

     peroksidase. Peroksidase yang penting dalam tubuh yang dapat meredam dampak

    negatif H2O2 adalah glutation peroksidase.

    2O2-  + 2H+  O2 + H2O2  (oleh superoksid dismutase)

    2H2O2 2H2O + O2  (oleh katalase)

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    18/36

    17

    2GSH + H2O2  GSSG + 2H2O (oleh glutation peroksidase)

    3.2.2 Katalase

    Katalase ditemukan pada hampir seluruh organ tubuh, namun terutama

    terkonsentrasi di hati. Di dalam sel, katalase ditemukan di dalam peroksisom.

    Fungsinya untuk mengkatalisis H2O2  menjadi H2O dan O2. Kapasitas reduksi

    katalase tinggi pada suasana H2O2 konsentrasi tinggi, sedangkan pada konsentrasi

    rendah kapasitasnya menurun.18,19 Hal ini disebabkan karena katalase memerlukan

    reaksi dua molekul H2O2 dalam proses reduksinya, sehingga hal ini lebih jarang

    ditemukan pada konsentrasi substrat rendah.19  Pada konsentrasi H2O2  rendah

    seperti yang dihasilkan dari proses metabolisme normal,  peroxiredoksin (PRX)

    yang berfungsi untuk mengikat H2O2  dan mengubahnya menjadi oksigen dan

    air.18  Reaksi pemecahan hidrogen peroksida dan hidroperoksida organik secara

    enzimatik digambarkan dalam Gambar 3.6.

    Gambar 3.6 Penangkapan Endogen Peroksida Seluler.20 

    3.2.3 Glu tathione peroxidase  

    Glutathione peroxidase  merupakan seleno-enzim yang pertama kali

    ditemukan pada mamalia.21  Kadarnya tinggi pada ginjal, liver, dan darah, sedang

     pada lensa dan eritrosit, dan rendah pada alveoli dan plasma darah.19 Enzim ini

    memerlukan  glutathione  sebagai donor substrat untuk mengikat H2O2  maupun

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    19/36

    18

    hidroperoksida organik (ROOH) untuk menghasilkan  glutathione disulphide 

    (GSSG), air dan bentuk hidroksi dari bahan organik tersebut (ROH) (Gambar

    2.5.). Namun, kini ditemukan bahwa, substrat lain, seperti thioredoxin,

     glutaredoxin dan protein lain dengan motif CXXC juga dapat dipergunakan oleh

    Gpx untuk mengikat hidrogen peroksida. Pada manusia, saat ini telah dikenal 8

    macam Gpx, mulai dari Gpx1 hingga Gpx8. Sebagian besar merupakan

    selenoprotein (Gpx1, Gpx2, Gpx3, Gpx4, dan Gpx6), sedangkan pada Gpx5,

    Gpx7 dan Gpx8, tempat aktif residu  selenocysteine  diganti dengan cysteine.

    Fungsi dari masing-masing Gpx ini belum sepenuhnya diketahui.21 

    Kerusakan sel dipicu oleh oksigen reaktif (ROS). Bisa juga berupa radikal

     bebas anion reaktif dari atom oksigen (O2-), atau molekul yang mengandung atom

    oksigen yang dapat memproduksi radikal bebas atau yang diaktifkan oleh radikal

     berupa radikal hidroksil, superoksida, hidroksi peroksida dan peroksinitrit.

    Sumber utama reaksi oksidatif berasal dari pernapasan aerob walaupun bisa juga

    diproduksi melalui peroksisomal β-oksidasi asam lemak, komponen metabolik

    sitokrom P450. Dalam kondisi normal, oksidasi reaktif dikeluarkan dari sel ataskerja SOD, katalase atau glutation peroksidase. Kerusakan utama pada sel terjadi

    akibat perubahan makromolekul seperti asam lemak pada lipid membrane, protein

    esensial dan DNA.9 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    20/36

    19

    BAB IV

    PERAN STRES OKSIDATIF PADA ABORTUS

    4.1 Peranan ROS dan Antioksidan pada Kehamilan Normal

    Reaktif oksigen spesies merupakan promotor penting dalam proses ovulasi.

    Perkembangan proses Miosis I diinduksi oleh peningkatan ROS dan dihambat

    oleh antioksidan.22,23 Sel granulosa dan luteal berespon negatif terhadap ROS dan

    adanya ROS akan menghambat perkembangan miosis II, menyebabkan

     berkurangnya aktivitas gonadotropin dan steroidogenik, kerusakan DNA dan

    hambatan produksi ATP. Glutathione, suatu tripeptida  sulphydril   non-protein,

    merupakan antioksidan seluler yang berperan penting dalam maturasi oosit,

    terutama dalam maturasi sitoplasma yang diperlukan untuk perkembangan pre-

    implantasi.23 

    Adanya peningkatan produksi hormon steroid pada folikel yang sedang berkembang, terjadi melalui peningkatan aktivitas sitokrom p450 yang kemudian

    akan menghasilkan ROS seperti H2O2. Behl dan Padey (2002) meneliti perubahan

    aktivitas katalase dan estradiol pada sel granulosa folikel ovarium kambing

    setelah pemberian FSH dengan dosis yang sama (200ng/ml). Hasil penelitian

    tersebut menunjukkan aktivitas katalase dan estrogen yang lebih tinggi pada sel

    granulosa yang berukuran besar (lebih dari 6mm) dibandingkan dengan ukuran

    sedang (3-6 mm), maupun yang kecil (kurang dari 3mm). Karena folikel dominan

    adalah folikel dengan konsentrasi estrogen tertinggi, maka peningkatan katalase

    dan estradiol sebagai respon terhadap FSH menunjukkan peran katalase dalam

    seleksi folikel dan pencegahan apoptosis.24 

    Transferin sebagai antioksidan dapat diproduksi diluar hepar, termasuk

    kemungkinan oleh ovarium dan dapat menghambat pembentukan radikal hidroksil

    melalui reaksi Fenton. Transferin dan reseptornya terdistribusi secara heterogen

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    21/36

    20

     pada sel granulosa manusia, dengan ekspresi yang lebih besar pada folikel matur.

    Konsentrasi transferin pada cairan folikel hampir sama dengan pada serum.6 

    Hipoksia pada sel granulosa merupakan proses normal dalam pertumbuhan

    folikel ovarium.24  Suasana yang rendah oksigen ini menstimulasi angiogenesis

    folikel, yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan folikel.

    Gangguan angiogenesis pada folikel ovarium akan menyebabkan atresi folikel.

    Reaktif oksigen spesies bekerja sebagai sinyal transduser atau messanger  

    intraseluler dari respon angionenik.25 

    Glutathione  pada oosit matur tampaknya merupakan penanda biokimia

    terhadap viabilitas oosit mamalia. Sampel in vitro maturation  dari hamster

    menunjukkan oosit terovulasi yang berhenti pada metaphase Miosis II

    mengandung kadar glutathione 2 kali lipat dari oosit imatur.26 

    Pengaruh stress oksidatif terhadap perkembangan embryo akibat oksigen

    konsentrasi tinggi tergantung dari tingkat perkembangan embrio tersebut. Pada

    stadium awal embrio lebih sensitif dan peningkatan konsentrasi oksigen ini berhubungan dengan peningkatan pembentukan radikal bebas oksigen intraseluler

    dan kerusakan DNA.25 

    Penelitian Jauniaux dkk (2003) membuktikan suatu pemahaman baru

    mengenai hubungan materno-fetal pada trimester pertama, menunjukkan bahwa

     plasenta berfungsi sebagai pembatas suplai oksigen selama organogenesis.

    Walaupun fetus telah mulai berimplantasi ke dalam endometrium sejak 6-7 hari

    setelah fertilisasi dan berimplantasi lengkap pada hari ke-10, namun aliran darah

    yang cukup tidak terjadi hingga akhir trimester pertama, sekitar minggu ke-10.28 

    Tekanan parsial oksigen (PO2) intraplasenta 2-3 kali lebih rendah pada minggu ke

    8-10 dibandingkan dengan setelah minggu ke-12. Jadi, hingga akhir trimester

     pertama, fetus berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi

    dirinya dari efek buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen. serta

    untuk menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan  pluripotent  penuh. Pada kadar

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    22/36

    21

    fisiologis, radikal bebas berfungsi dalam regulasi berbagai fungsi sel, terutama

    sebagai faktor transkripsi. 29,30 

    Gambar 4.1 Diagram Sistem Penyaluran Oksigen pada Orang Dewasa dan

    Jaringan Embrionik. Sistem penyaluran oksigen pada tubuh orang

    dewasa menjaga agar sel tidak terpapar oksigen konsentrasi penuh

    dan stress oksidatif yang berlebihan (kiri); sumbatan arteri spiralis

    maternal dan adanya exocoelomic cavity  (kanan) mengurangi

    karier oksigen, dan berperan sebagai mekanisme perlindungan

    yang sama pada jaringan embrionik selama trimester pertama.31

     

    Pembentukan sistem vaskular uteroplasenta dimulai dari invasi desidua

    maternal oleh extravillous cytotrophoblast . Hal ini terdiri dari 2 proses berurutan

    dan keberhasilan dari kedua proses ini akan mempengaruhi luaran kehamilan.

    Proses yang terjadi pertama kali adalah extravillous cytotrophoblast   menutupi

    dinding luar kapiler tropoblast dan arteri spiralis cabang intra-endometrium,

    sehingga membentuk tudung pada pembuluh darah tersebut. Sumbatan ini

     berfungsi sebagai filter yang memperbolehkan plasma untuk berdifusi ke arah

    intervillous space, bukan aliran darah sejati. Invasi ini terjadi sekitar pada minggu

    ke 5 hingga 8. Aliran ini ditambah dengan sekresi kelenjar uteri yang dilepaskan

    ke dalam intervillous space  hingga sekitar usia kehamilan 10 minggu.30  Pada

    minggu ke 8 hingga ke 13, sumbatan ini akan terlepas perlahan-lahan. Kemudian

    terjadi proses invasi tropoblast yang kedua terhadap arteri spiralis intramiometrial

    (pada minggu ke 13 hingga 18).32 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    23/36

    22

    Dalam kehamilan, terdapat dua fenomena stres oksidatif fisiologis. Pertama,

     pada akhir trimester pertama, terjadi stress oksidatif pada bagian perifer

     placenta.29 Sirkulasi utero-plasenta di bawah area ini tidak pernah tertutup oleh

    tudung trophoblastik, memperbolehkan aliran darah maternal secara terbatas

    memasuki plasenta dari usia kehamilan 8 hingga 9 minggu. Hal ini menyebabkan

     peningkatan konsentrasi oksigen lokal pada suatu tahap kehamilan dimana

    tropoblast memiliki konsentrasi dan aktivitas antioksidan utama seperti SOD,

    katalase dan  glutathione peroxidase  yang rendah. Kerusakan oksidatif

    tropoblastik utama dan degenerasi villi  secara progresif memicu terbentuknya

    membran fetus yang merupakan langkah perkembangan penting untuk terjadinya

    kelahiran per vaginam. Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi juga memicu

    sintesis berbagai protein tropoblastik seperti -HCG dan estrogen. Konsentrasi -

    HCG serum maternal memuncak pada akhir trimester pertama dan keadaan

    oksidasi memicu pembentukan sub unit -HCG dalam percobaan in vitro.

    Konsentrasi hCG meningkat lebih tinggi pada kasus Trisomi 21, dimana terbukti

    terjadi stres oksidatif tropoblastik akibat ketidakseimbangan ekspresi enzim

    antioksidan. Kini terbukti bahwa enzim sitokrom P-450 aromatase (CYP-19) yang

    terlibat dalam sintesis estrogen, secara transkripsi diatur oleh oksigen dan hal ini

    dapat menyebabkan peningkatan signifikan produksi estrogen pada awal trimester

    kedua. 31,33 

    Contoh kedua melibatkan fenomena ischemia-reperfusion  (I/R). Studi

    angiografi teradap pembuluh darah uteri dari kera rhesus menunjukkan bahwa

     pada kehamilan normal, aliran dari arteri spiralis ke intervillous space  seringintermitten, akibat vasokonstriksi spontan. Influks plasenta juga dapat menurun

    akibat kompresi eksternal arteri selama kontraksi uterus pada rhesus dan manusia,

    dan bahkan akibat perubahan postural. Sehingga stimulus I/R derajat tertentu

    merupakan gambaran normal pada kehamilan, terutama setelah mendekati aterm,

    dimana fetus dan plasenta mengeluarkan oksigen dalam jumlah banyak dari

    intervillous space. Stimulus kronis ini menyebabkan peningkatan perlindungan

    radikal bebas pada plasenta, sehingga menurunkan stress oksidatif. Seperti pada

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    24/36

    23

    kehamilan muda, stres oksidatif yang terkontrol baik akan berperan dalam

    remodelling   plasenta secara terus menerus dan penting untuk fungsi plasenta

    seperti transpor dan sintesis hormon. Dalam konteksi ini, abortus dan pre

    eklampsia dapat merupakan akibat maladaptasi sementara terhadap perubahan

    kadar oksigen.28

    Gambar 4.2 Diagram Gestasional Sac  (GS) pada Akhir Bulan Kedua.

    M:miometrium ; D:desidua ; P:plasenta ; ECC:exo-coelomic

    cavity ; AC:amniotic cavity ; SYS: secondary yolk sacc.31 

    Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang

    menghubungkan stress oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan

     patofisiologi terjadinya abortus. Abortus spontan merupakan gangguan plasentasi

    dan perubahan-perubahan villi yang tampak bukanlah penyebab namun

    merupakan konsekuensi dari gangguan plasentasi tersebut. Pada sekitar dua per

    tiga abortus pada trimester pertama, dapat ditemukan kelainan anatomis dari

    gangguan plasentasi yang terutama berupa pelindung tropoblast yang lebih tipis

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    25/36

    24

    atau terfragmentasi, invasi sitotropoblast ke dalam endometrium yang lebih

    sedikit, dan penutupan lumen pada ujung arteri spiralis yang tidak lengkap. Hal ini

    menyebabkan hilangnya perubahan fisiologis plasenta yang seharusnya terjadi,

    sehingga timbul onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh permukaan

     plasenta.31 

    Gambar 4.3 Diagram yang Menggambarkan Proses Plasentasi pada

    Kehamilan Normal Trimester Pertama (A) dan Abortus

    Spontan(B).28 

    Terlepas dari penyebab terjadinya abortus, peningkatan aliran darah maternal

    ke ruang intervillus menyebabkan dua perubahan, yaitu : 1. efek mekanis

    langsung terhadap jaringan villi yang menjadi terjebak secara progresif di dalam

    trombus darah besar intervillous, 2. penyebaran dan kerusakan tropoblast yang

    secara tidak langsung dimediasi oleh oksigen dan peningkatan apoptosis.7,29,34 

    Konsentrasi peroksida lipid juga meningkat di dalam villi dan jaringan desidua

    wanita yang mengalami abortus.35 Akibat dari proses tersebut, terjadi degenerasi

     plasenta dengan hilangnya seluruh fungsi  sinsisiotrophoblast dan pelepasan

     plasenta dari dinding uterus. Mekanisme ini secara umum terjadi pada berbagai

    abortus yang terjadi pada trimester pertama.29 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    26/36

    25

    Gambar 4.4 Diagram Asal Mula Stress Oksidatif dan Kemungkinan Efek

    Stres Oksidatif Sinsisiotropoblas.29 

    Berbagai faktor yang menyebabkan fluktuasi konsentrasi oksigen secara besar

    dan cepat akan memiliki efek membahayakan dan langsung terhadap jaringan

    villous muda. Jauniaux (2006) mencoba memisahkan etiologi abortus trimester

     pertama menjadi penyebab stres oksidatif primer dan sekunder. Penyebab primer

    dapat didefinisikan dan melibatkan terutama abnormalitas kromosom yang

    Maladaptation of mitochondria

    Poor placental perfusion

    Chronic Oxidative Stress

    Pre-eclampsia

    Differentiation trigger

    Induction of antioxidant

    enz mes

    Fetal genotype

    Maternal immune system

    Extravillous trophoblast

    invasion of endometrium

    Unplugging of arteries and onset of

    maternal circulation

    Rise in intraplacental

    oxygen tension

    Metabolic disorder

    Mitochondrial dysfunction

    Maternal diet

    Parental

    enot e

    SYNCYTIO-

    TROPHOBLASTIC

    Degeneration of

    syncytiotrophoblast

    Early pregnancy failure

     Antioxidant

    defences

    Resolution and continuing

    pregnancy

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    27/36

    26

    ditemukan pada minimal 50% abortus spontan dan sering berhubungan dengan

    invasi tropoblas pada desidua uterus yang abnormal.29,35  Juga terdapat berbagai

     bukti yang menyatakan ada hubungan antara abortus spontan dengan anomali

    salah satu enzim yang terlkibat dalam metabolisme ROS. Data ini mendukung

    konsep bahwa abortus spontan dapat sebagai akibat primer defek plasentasi,

    akibat kelainan enzim atau kofaktor yang terlibat dalam metabolisme oksigen.35 

    Penyebab sekunder lebih kompleks dan sering multifaktorial. Beberapa

     penyakit seperti diabetes mellitus dapat meningkatkan produksi ROS dalam

     jumlah lebih banyak dari yang dapat ditangkap oleh sistem pertahanan

    antioksidan, sehingga terjadi kerusakan DNA dan oksidasi protein dan lipid,

    sehingga mengakibatkan disfungsi tropoblas sekunder. Walaupun telah dibuktikan

     bahwa wanita yang secara alamiah memiliki kadar enzim antioksidan yang lebih

    tinggi lebih jarang mengalami abortus spontan 37, peran suplementasi antioksidan

     peri-konsepsional pada abortus spontan trimester pertama masih perlu diteliti.31 

    Hal ini menekankan pentingnya faktor genetik yang berhubungan dengan

    kemampuan antioksidan endogen untuk melawan efek negatif dari stressoksidatif.38 

    4.2 Peranan Stres Oksidatif

    Terdapat bukti yang jelas bahwa abortus adalah gangguan plasentasi dan

     perubahan villi. Dua pertiga dari gangguan kehamilan awal, kelainan plasentasi

    yang ditandai dengan sel trofoblas yang tipis dan terfragmentasi serta penurunan

    invasi sitotrofoblas di endometrium. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya

     perubahan fisiologis dalam kebanyakan arteri spiralis dan menyebabkan onset dini

    sirkulasi maternal pada plasenta. Penyebab abortus, masuknya darah maternal ke

    ruang intervilli yang mempunyai dampak langsung mekanik pada jaringan villi

    dan memperluas kerusakan trofoblas yang dimediasi secara tak langsung oleh O2- 

    serta meningkatkan apoptosis. Abortus juga didasari oleh konsentasi lipid

     peroksida yang meningkat pada jaringan desidua dan villi. Secara keseluruhan,

    menyebabkan degenerasi plasenta dengan hilangnya fungsi sinsitiotrofoblas dan

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    28/36

    27

     perlekatan plasenta pada dinding uterus. Mekanisme ini umum terjadi pada

    abortus trimester pertama.

    Konsep onset prematur dari sirkulasi maternal berhubungan dengan

     peningkatan pembentukan spesies oksigen reaktif serta invasi trofoblas yang

    inadekuat dapat menyebabkan terjadinya preeklamsi dan aborsi spontan.

    Biomarker stres oksidatif diduga meningkat pada aborsi spontan sebelum umur

    kahamilan 10 minggu mungkin akibat dari aliran darah maternal yang abnormal

    serta regresi dari vili korion.25 Kadar MDA, GPX dan SOD dapat pula berubah

     pada kehamilan yang normal. Tingkat peroksidasi lipid pada jaringan plasenta

    atau plasma pada trimester pertama lebih tinggi dibandingkan pada akhir

    kehamilan atau saat persalinan.39  Embrio yang berimplantasi membutuhkan

    keadaan rendah oksigen agar terjadi perkembangan dan diferensiasi hingga umur

    kehamilan 10 minggu. Tidak adanya aliran darah maternal melindungi embrio dan

    serangan imunologi dan radikal bebas. Pada umur kehamilan 10-12 minggu

    sirkulasi maternal mulai terbentuk dan konsentrasi oksigen intraplasenta

    meningkat tajam. Radikal bebas merupakan molekul reaktif dengan elektron tanpa

     pasangan dan diproduksi secara terus-menerus dalam sel baik sengaja maupun

    tidak sebagai produk sampingan dari metabolisme. Rangkaian reaksi oksidasi-

    reduksi dalam transformasi meta bolisme protein, karbohidrat dan lemak terjadi

    dalam mitokondria yang disebut dengan fosforilasi oksidatif. Hasil produknya

     berupa oksigen dan derivatnya seperti radikal superoksida dan hidroksil. Abortus

     bisa diasosiasikan dengan stress oksidatif pada seluruh plasenta sehingga

    menyebabkan apotosis dan penurunan kolagen tipe IV.35,39 

    SOD desidua memiliki peran penting dalam fungsi desidua dan

    mempertahankan kehamilan awal. Pada beberapa studi menunjukan Cu,Zn-SOD

    dalam desidua bermanfaat dalam mempertahankan kehamilan dengan mencegah

    akumulasi lipid peroksidasi sampai sintesa prostaglandin F2 (PGF2) yang

    mencegah uterus berkontraksi.35 

    Apapun faktor yang terlibat dalam perlindungan SOD terhadap interaksi

    materno-plasenta, tujuan utama adalah untuk mengoptimalkan implantasi,

     plasentasi dan diikuti dengan transformasi progresif dari arteri spiralis maternal

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    29/36

    28

    yang vasoreaktif menjadi arteri utero-plasenta yang flasid dan distensi yang

    dibutuhkan untuk mensuplai fetus yang sedang berkembang dan plasentanya

    dengan jumlah darah maternal yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya

    umur kehamilan.31 

    Bahaya potensial stres oksidatif dari aliran darah maternal ke plasenta

    diduga merupakan fenomena yang progresif, dimana komunikasi antara arteri

    uteroplasenta dan rongga intervilli berawal dari beberapa pembuluh darah kecil

    dari akhir bulan kedua kehamilan. Dugaan ini didukung oleh temuan angiografi in

    vivo yang menunjukkan hanya beberapa lokasi terbuka pada rongga intervilli

    yang bisa diidentifikasi pada umur kehamilan 6,5 minggu, sedangkan pada umur

    kehamilan 12 minggu lebih banyak ditemukan. Studi anatomi menunjukkan

    migrasi trofoblas dan perubahan morfologi pada arteri uteroplasenta lebih luas

    terjadi pada bagian sentral dari plasenta.29 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    30/36

    29

    BAB V

    RINGKASAN

    Abortus merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi.

    Kehamilan dapat berakhir dengan terjadinya abortus, baik itu abortus iminens,

    insipien, inkomplit maupun komplit. Sebagian besar abortus terjadi pada trimester

     pertama. Diperkirakan kejadian abortus spontan (miscarriages) tinggi pada wanita

    sejak saat konsepsi namun sebagian besar kejadian tersebut tanpa disadari karena

    diduga suatu haid biasa.1,2 

    Penyebab abortus tidak selalu jelas, begitu banyak etiologi yang

    menyebabkan, diantaranya kelainan kromosom pada fetus, faktor ibu seperti

    infeksi, nutrisi, mioma uteri.2  Saat ini dari perkembangan penelitian terhadap

     plasenta, muncul teori yang menghubungkan stres oksidatif yang terjadi pada saat

     proses plasentasi dengan patofisiologi terjadinya abortus.5,6 Beberapa penelitian

    terbaru menunjukkan stres oksidatif atau ketidakseimbangan oksidan dan

    antioksidan pada jaringan uteroplasenta memegang peran penting dalam berbagai

     penyakit termasuk abortus.7 

    Radikal bebas mempunyai sifat sangat reaktif dan dapat mengubah

    molekul menjadi radikal. Radikal bebas merupakan suatu bentukan yang

    dihasilkan oleh pernapasan secara aerob dan reaksi metabolik yang lain. Oksigen

     paling banyak digunakan selama proses oksidasi dan dikonversi menjadi air,

    tetapi 1-2% akan menjadi oksigen reaktif terutama superokside (O2-), hidroksil

    (OH-) dan hidroperoksil (H2O2). Metabolit anion ini sangatlah reaktif dan

    membutuhkan antioksidan untuk menetralisirnya.7 

    Terdapat 3 kelompok antioksidan dalam tubuh manusia yaitu: Primer yang

     bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas yang baru serta

    mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak berbahaya ( superoksid

    dismutase, glutation peroksidase dan katalase), sekunder yang berguna untuk

    menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai (Vitamin E, β

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    31/36

    30

    karoten, bilirubin dan albumin), dan tersier yang berguna untuk memperbaiki

    kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas ( DNA repair enzyme 

    dan metionin sulfoksida reduktase).8

    Apabila produksi ROS dan radikal bebas yang lain melebihi kapasitas

     penangkapan oleh antioksidan, maka akan menimbulkan suatu keadaan yang

    disebut stres oksidatif. Adanya stres oksidatif akan merusak lipid seluler, protein

    maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel. Stres oksidatif pada

    sinsiotropoblas menyebabkan terjadinya degenerasi pada sinsisiotropobas dan

     pada akhirnya terjadi abortus.9

     

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    32/36

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    1.  Petrozza, J.C., Berlin, I,.2010. Recurrent Early Pregnancy Loss.

    Emedicine. Medscape, (edition 2010, Jan 22). Available

    from:http://emedicine.medscape.com/article/260495-overview.

    2.  Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J.,

    Spong, C.Y. 2010. Williams Obstetrics. Twenty third edition. The

    McGraw-Hill Companies.

    3.  Hadijanto, H., 2008. Perdarahan Pada kehamilan Muda. In: Saifuddin,

    A.B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G.H., Editor. Ilmu Kebidanan. Ed.4.

    Jakarta:Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.h.459-491.

    4.  Puscheks,E.E., Prandhan, A. 2006.  First trimester Pregnancy Loss.

    Emedicine, medscape, (cited 2010 Jan, 22). Available from; http://

    emedicine.medscape.com/article/266317-overview. 

    5. 

    Biri, A., Kavutcu, M,. Bozkurt, N., Devrim, E., Nurlu, N., Durak, I. 2006. Investigation of Radical Scavenging Enzyme Activities and Lipid

     Peroxidation in Human Placental Tissue with Miscarriage. Journal of the

    Society for Gynecologic Investigation,13(5):384-388. 

    6. 

    Ruder, E.H., Hartman, T.J., Blumberg, J., Goldman, M.B.2008. Oxidative

    Stress and Antioxidant: Exposure and Impact on Female Fertility.  Hum

    Repro Update.14(4):345-357.

    7.  Jauniaux, E., Davies, T.C, Johns, J., Dunster, C., Hempstock, J., Kelly, F.

    J., and Burton, G. J. 2004.  Distribution and Transfer Pathways of

     Antioxidant Molecules Inside the First Trimester Human Gestational Sac.

    J Clin Endocrinol Metab; 89(3):1452 – 1458.

    8.  Winarsi,H., 2007.  Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan

    Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    33/36

    32

    9.  Kohen, R., Nyska, A.,2002, Oxidation of Biological System: Oxidative

    Stress Phenomen, Antioxidants, Redox Reactions, and Methods for Their

    Quantification. Toxicology Pathology. 30(6):620-650. 

    10. Speroff, L., Fritz, M.A. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology And

     Infertlility. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

    11. 

    Puscheck, E.E., Pradhan, A. 2006.  First Trimester Pregnancy Loss.

    Emedicine. medscape, [cited 2010 Jan. 22]. Available from:

    http://emedicine.medscape.com /article/266317-overview.

    12. Turrentine, J.E. 2008. Clinical Protocols in Obstetrics and Gynecology.

    Third Edition. Informa Health Care.

    13. Eiben, B., Bartels, I., Bahr-Prosch, S.,Borgmann, S.. Gatz, G., Gellert, G.,

    Goebel, R., et al. 1990. Cytogenetic Analysis of 750 Spontaneous

     Abortions With The Direct-Preparation Method Of Chorionic Villi and Its

     Implications for Studying Genetic Causes of Pregnancy Wastage. Am J

    Hum Genet 47:656-663.

    14. Mitchell, R.N., Contran, R.s. 2008. Cell Injury, Cell Death, and

     Adaptations.In: Kumar,Abas, Fausto,Mitchell.Ed. Basic Pathology.

    Ed.8.p.1-30.

    15. Agarwal, A., Gupta ,S., Sharman, R.K.2005.  Role of Oxidative Stress in

     Female Reproduction. Reproductive Biology and Endocrinology,3:1-21 

    16. Valko, M., Rhodes,C.J.,Moncol, J., Izakovic, M., and Mazur, M. 2006.

     Free Radicals, Metals and Antioxidant in Oxidative Stress- Induced

    Cancer , Chem. Biol. Interact, 160: 1-40.

    17. Kovacic. P., Jacintho,J.D. 2001.  Mechanisms of Carcinogenesis: Focus

    On Oxidative Stress and Electron Tranfer . Curr.Med.Chem,8, 773-796. 

    18. Miwa, S., Muller, F.L., and Beckman, K.B. 2008. The Basics of Oxidative

     Biochemistry, Oxidative Stress in Aging From Model Systems to Human

     Diseases. Humana Press. 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    34/36

    33

    19. Cemelli, E., Baumgatner, A., Anderson, D. 2009,  Antioxidant and The

    Commet Assay. Mutation Research, 681: 51-67. 

    20. Day, B.J., 2009. Catalase and Glutathione Peroxidase Mimics.

    Biochemical Pharmacology, 77:285-296. 

    21. Toppo, S., Flohe, L., Ursini, F., Vanin, S., Maiorino, M. 2009 Catalytic

     Mechanism and Spesificities Of Glutathione Peroxidases : Variation of A

     Basic Scheme. Biochimica et Bioplysica Acta, 1790:1486-1500. 

    22. Takami, M., Preston, S.L., Behrman, H.R. 2000.  Eicosatetraynoic and

     Eicosatriynoic Acids, Lipoxygenase Inhibitors, Block Meiosis Via

     Antioxidant Action. Am J Physiol Cell Physiol, 278:C646 – C650. 

    23. 

    Kodaman, P.H., Behrman, H.R. 2001.  Endocrine-Regulated and Protein

     Kinase C-Dependent Generation of Superoxide by Rat Preovulatory

     Follicles. Endocrinology, 142:687 – 693.

    24. Tropea, A., Miceli, F., Minici, F., Tiberi, F., Orlando, M., Gangale, M.F.,

    Romani, F., et al. 2006.  Regulation of Vascular Endothelial Growth

     Factor Synthesis and Release by Human Luteal Cells In Vitro. J ClinEndocrinol Metab, 91:2303 – 2309.

    25. Pearlstein, D.P., Ali, M.H., Mungai, P.T., Hynes, K.L., Gewertz, B.L.,

    Schumacker, P.T. 2002.  Role of Mitochondrial Oxidant Generation in

     Endothelial Cell Responses to Hypoxia. Arterioscler Thromb Vasc Biol,

    22:566 – 573.

    26. Luberda, Z. 2005. The Role of Glutathione in Mammalian Gametes.

    Reprod Biol, 5:5 – 17. 

    27. Al-Gubory, K.H., Fowler, P.A., Garrel, C. 2010. The Roles Of Cellular

     Reactive Oxygen Species, Oxidative Stress and Antioxidants in Pregnancy

    Outcomes. The International Journal Of Biochemistry And Cell Biology,

    42(10):1634-1650. 

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    35/36

    34

    28. John, J., Jauniaux, E., Burton, G. 2006.  Factors Affecting The Early

     Embryonic Environment . Reviews in Gynaecological and Perinatal

    Practice, 6:199 – 210.

    29. 

    Jauniaux, E., Watson, A.L., Hempstock, J., Bao, Y.P., Skepper, J.N.,

    Burton, G.J. 2000. Onset of Maternal Arterial Blood Flow and Placental

    Oxidative Stress- A Possible Factor in Human Early Pregnancy Failure.

    American Journal Of Pathology, 157:2111-2122.

    30. 

    Burton, G.J., Hempstock, J., Jauniaux, E. 2003. Oxygen, early embryonic

    metabolism and free radical-mediated embryopathies. Reprod Biomed

    Online, 6:84 – 96.

    31. Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. 2006.  Placental-Related Diseases of

     Pregnancy: Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human

     Evolution. Human Reproduction Update. 12(6):747-755.

    32. Merviel, P., Lourdel, E., Cabry, R., Boulard, V., Brzakowski, M.,

    Demailly, P., Brasseur, F., Copin, H., Devaux, A. 2009.  Physiology of Human Embryonic Implantation : Clinical Incidences. Folia Histochemica

    Et Cytobiologica, 47:S25-S34.

    33. Mendelson, C.R., Jiang, B., Shelton, J.M., Richardson, J.A., Hinshelwood,

    M.M.. 2005. Transcriptional regulation of aromatase in placenta and

    ovary. J Steroid Biochem Mol Biol, 95:25 – 33. 

    34. Hempstock, J., Jauniaux, E., Greenwold, N., Burton, G.J. 2003. The

    Contribution of Placental Oxidative Stress to Early Pregnancy Failur e.

    Hum Pathol, 34:1265 – 1275.

    35. Sugino, N., Nakata, M., Kashida, S., Karube, A.,Takiguchi, S., Kato,

    H.,2000.  Decreased Superoxide Dismutase Expression and Increased

    Concentrations of Lipid Peroxide and Prostaglandin F2 in Decidua of

     Failed Pregnancy. Molecular Human Reproduction.6(7):642-647.

  • 8/18/2019 13500-25248-1-SM (1)

    36/36

    36. Hustin, J., Jauniaux, E., Schaaps, J.P. 1990.  Histological study of the

    materno-embryonic interface in spontaneous abortion. Placenta, 11:477 – 

    486.

    37. 

    Baxter, N., Sumiya, M., Cheng, S., Erlich, H., Regan, L., Simons, A.,

    Summerfield, J.A. 2001.  Recurrent miscarriage and variant alleles of

    mannose binding lectin, tumour necrosis factor and lymphotoxin α genes.

    Clin Exp Immunol, 126:529 – 534.

    38. 

    Ornoy, A. 2007.  Embryonic Oxidative Stress As A Mechanism of

    Teratogenesis With Special Emphasis on Diabetic Embryopathy.

    Reproductive toxicology, 25:31-41.

    39. Ozkaya, O., Sezik, M., Kaya, H.2008. Serum Malondialdehyde,

     Erythrocyte Glutation Peroxidase, and Erythrocyte Superoxide Dismutase

     Levels in Woman With Early Spontaneous Abortion Accompanied by

    Vaginal Bleeding . Med Sci Monit. 14(1):47-51.