TUGAS PRESENTASI KASUS
BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE III
BLOK ECCE III
CANDIDIASIS ORAL
Tutor:
dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD
Kelompok F.2
Agista Khoirul Mahendra G1A010067
Atep Lutpia Pahlepi G1A010069
M. Riski Kurniardi G1A010071
Sarah Shafira Aulia R. G1A010072
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus
Candida. Spesies Candida albicans merupakan penyebab tersering terjadinya
candidiasis pada jaringan mukosa. Jamur kandida merupakan mikroflora normal
pada rongga mulut, di dalam rongga mulut kurang lebih 40-60% dari populasi
flora normal mulut adalah jamur candida (Kasper, 2005).
Kandidiasis oral biasanya akan menyerang individu yang memiliki faktor
resiko berupa penggunaan obat-obatan imunosupresan, penggunaan obat-obatan
antimikroba, hiposalivasi, dan individu dengan penurunan sistem imun (individu
dengan HIV/AIDS, individu dengan gangguan sistem imun selular, individu
dengan terapi imunosupresif, dsb.) (Scully, 2012).
Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun
377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan oleh
genus Kandida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh
diantaranya (C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C.
glabrata, dan C. guilliermondii) dapat menjadi patogen, dan C. albican
merupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora
normal dan penyebab infeksi oportunistik (Greenberg, 2003).
Kandidiasis biasanya menyerang suatu kelompok yang memiliki resiko,
seperti individu dengan imunocompromised. Di Amerika Serikat, terjadi
peningkatan frekuensi infeksi kandidiasis. Hal ini dicurigai merupakan efek dari
infeksi HIV dan meningkatnya jumlah spesies jamur kandida yang mengalami
resistensi terhadap antifungi. Kandidiasis dapat menyerang seluruh ras serta etnik
suku dan tidak menyerang jenis kelamin tertentu (Scully, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus
Candida. Spesies Candida albicans merupakan penyebab tersering terjadinya
candidiasis pada jaringan mukosa. Jamur kandida merupakan mikroflora
normal pada rongga mulut, di dalam rongga mulut kurang lebih 40-60% dari
populasi flora normal mulut adalah jamur candida (Kasper, 2005).
Struktur Candida albicans terdiri dari dinding sel, sitoplasma nucleus,
membranegolgi dan endoplasmicretikuler. Dinding sel terdiri dari beberapa
lapis dan dibentuk oleh mannoprotein, gulkan, gulkanohitin. Candida albicans
dapat tumbuh pada media yang mengandung sumber karbon misalnya glukosa
dan nitrogen biasanya digunakan ammonium atau nitrat, kadang-kadang
memerlukan biotin. Pertumbuhan jamur ditandai dengan pertumbuhan ragi
yang berbentuk oval atau sebagai elemen fillamen hifa atau pseudo hifa (sel
ragi yang memanjang) dan suatu masa filament hifa disebut mycelium. Spesies
ini tumbuh optimal pada temperatur 20- 40 derajat celcius (Greenberg, 2003).
B. Etiologi dan Predisposisi
Pada orang yang sehat, Candida albicans umumnya tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur
tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut.
Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu (Greenberg, 2003):
1. Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi
Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan
produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel
Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa
diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan
Kandida terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti
aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Candida
albicans (Greenberg, 2003).
2. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan
faktor sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi
kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting
dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan
antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah
pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat
terjadi pada kondisi Sjogrensyndrome, radioterapi kepala dan leher, dan
obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan
lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral.
Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang
atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah,
lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Kandida
tumbuh pesat (Greenberg, 2003).
Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat
dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik
seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti
leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik
spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi
(Greenberg, 2003).
C. Epidemiologi
Terdapat sekitar 30-40% Candida albicans pada rongga mulut orang
dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65%
pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang
mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut
yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS. Kandidiasis oral
dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita. Meningkatnya
prevalensi infeksi Candida albicans ini dihubungkan dengan kelompok
penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi
maligna. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa dari 6.545 penderita
HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis (Greenberg, 2003).
D. Klasifikasi
Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan
dan interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral
dikelompokkan atas tiga, yaitu (Greenberg, 2003):
1. Akut (dibedakan menjadi dua jenis):
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut
Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai
thrush, pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai
plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru,
terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat
dihapus meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada
umumnya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak.
Penderita kandidiasis ini dapat mengeluhkan rasa terbakar pada
mulut. Kandidiasis seperti ini sering diderita oleh pasien dengan
system imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada pasien yang
mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi. Diagnose
dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau
pemeriksaan mikroskopis secara langsung dari kerokan jaringan
(Greenberg, 2003).
Gambar 2.1. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut. Tampak plak
mukosa putih, difus dan bergumpal (Greenberg, 2003).
b. Kandidiasis Atrpoik Akut
Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral
mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang
rata. Imfeksi ini terjadi karena pemakaian antibiotik spektrum luas,
terutama Tetrasiklin, yang mana obat tersebut dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan
Candida albicans. Antibiotik yang dikonsumsi oleh pasien
mengurangi populasi Lactobacillus dan memungkinkan Candida
tumbuh subur. Pasien yang menderita candidiasis ini akan
mengeluhkan sakit seperti terbakar (Greenberg, 2003).
Gambar 2.2. Kandidiasis Atropik Akut. Tampak bercak merah
akibat pengelupasan mukosa oral (Greenberg, 2003).
2. Kronik (dibedakan menjadi tiga jenis):
a. Kandidiasis Atropik Kronik
Disebut juga “denture stomatitis” atau “alergi gigi tiruan”. Mukosa
palatum maupun mandibular yang tertutup basis gigi tiruan akan
menjadi merah, kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari
infeksi Candida. Kandidiasis ini hampir 60 % diderita oleh pemakai
gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi
tiruan selagi tidur (Greenberg, 2003).
Gambar 2.3. Kandidiasis Atropik Kronik. Tampak mukosa palatum
yang eritem disekitar gigi tiruan (Greenberg, 2003).
b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah
berupa bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan
beberapa daerah merah. Kondisi ini dapat berkembang menjadi
dysplasia berat atau keganasan, dan kadang disebut sebagai candida
leukoplakia. Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus,
sehingga diagnosis harus ditentukan dengan biopsi. Kandidiasis ini
paling sering diderita oleh perokok (Greenberg, 2003).
Gambar 2.4. Kandidiasis Hiperplastik Kronik. Tampak bintik putih
dengan elevasi tepi yang tegas (Greenberg, 2003).
c. Median Rhomboid Glossitis
Median rhomboid glositis adalah daerah simetris kronis di anterior
lidah ke papilla sirkumvalata, tepatnya terletak pada dua pertiga
anterior dan sepertiga posterior lidah. Gejala penyakit ini
asimptomatis dengan daerah tidak berpapila (Greenberg, 2003).
Gambar 2.5. Median Rhomboid Glossitis (Greenberg, 2003).
3. Kelitis Angularis
Keilitis angularis merupakan infeksi Candida albicans pada sudut mulut,
dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi
tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut.
Keilitis angularis ini dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12
dan anemia defisiensi besi (Greenberg, 2003).
Gambar 2.6. Kelitis Angularis. Tampak sudut mulut yang eritema dan
pecah-pecah (Greenberg, 2003).
E. Patogenesis dan Patofisiologi
Kandidiasis terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa factor, terutama pada
pasien pengguna protesa, xerostomia (Sjorgensyndrome), penggunaan radio
therapi, obat-obatan sitotoksik, konsentrasi gula dalam darah (diabetes),
penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit keganasan (neoplasma) ,
kehamilan, defisisnesi nutrisi, penyakit kelainan darah, dan penderita
immunosupresi (AIDS) (Greenberg, 2003).
Penggunaan protesa menyebabkan kurangnya pembersihan oleh saliva dan
pengelupasan epitel, hal ini mengakibatkan perubahan pada mukosa. Pada
penderita xerostomia, penderita yang diobati dengan radioaktif, dan yang
menggunakan obat-obatan sitotoksik mempunyai pertahanan host yang
menurun, hal ini mengakibatkan mukositits dan glositis. Penggunaan antibiotik
dan kortikosteroid akan menghambat pertumbuhan bakteri komersial sehingga
mengakibatkan pertumbuhan candida yang lebih banyak, dan menurunkan
daya tahan tubuh, karena kortikosteroid mengakibatkan penekanan sel
mediated immune. Pada penderita yang mengalami kelainan darah atau adanya
pertumbuhan jaringan (keganasan), sistem fagositosisnya menurun, karena
fungsi netrofil dan makrofag mengalami kerusakan (Greenberg, 2003).
Terjadinya kandidiasis pada rongga mulut di awali dengan adanya
kemampuan Candida untuk melekat pada mukosa mulut. Hal ini yang
menyebabkan awal terjadinya infeksi. Sel ragi atau jamur tidak akan melekat
apabila terdapat mekanisme pembersihan oleh saliva, pengunyahan dan
penghancuran oleh asam lambung berjalan normal. Perlekatan jamur pada
mukosa mulut mengakibatkan proliferasi, kolonisasi tanpa atau dengan gejala
infeksi (Greenberg, 2003).
Bahan-bahan polimerik ekstra seluler (mannoprotein) yang menutupi
permukaan Candida albicans merupakan komponen penting untuk perlekatan
pada mukosa mulut. Candida albicans menghasilkan proteinase yang dapat
mendegradasi protein saliva termasuk sekretor iimmunoglobulin A, laktoferin,
musin dan keratin juga sitotoksik terhadap sel host. Batas-batas hidrolisis dapat
terjadi pada pH 3,0/3,5-6,0. Dan mungkin melibatkan beberapa enzim lain
seperti fosfolipase, akan di hasilkan pada pH 3,5-6,0. Enzim ini
menghancurkan membran sel selanjutnya akan terjadi invasi jamur tersebut
pada jaringan Host, Hifa mampu tumbuh meluas pada permukaan sel Host
(Greenberg, 2003).
Ketika terjadi perlekatan Candida albicans di permukaan mukosa, akan
terjadi proses pengenalan antigen oleh Antigen Presenting Cell (APC) pada
jaringan mukosa. APC pada jaringan mukosa dikenal juga sebagai sel
dendritik, sel dendritik ini akan teraktivasi ketika terjadi perlekatan Candida
albicans di mukosa. Aktivasi sel dendritik ini akan memicu proses fagositosis.
Dalam proses fagositosis, sel dendritik akan bermigrasi melalu limfo nodi
lokasi perlekatan Candida albicans dan sel dendritik akan berinteraksi dengan
sel T-naive. Interaksi ini akan membuat sel T-naive berdiferensiasi menjadi sel
T dewasa/matur. Sel T dewasa yang berkontribusi besar dalam infeksi Candida
albicans adalah sel T-helper 1 (Th1), sel T-helper 2 (Th2), sel T-helper 17
(Th17) dan sel T regulator (Treg). Dalam penelitian yang dilakukan
sebelumnya, telah disepakati bahwa sel Th1 berperan dalam fungsi protektif
jaringan yang terinfeksi. Hal ini berbeda dengan peran sel Th2, dimana sel Th2
berperan dalam kerusakan sel penjamu. Penelitian sebelumnya juga
menyimpulkan bahwa peran sel Th17 adalah fungsi proteksi terhadap
permukaan mukosa (Williams & Lewis, 2011).
F. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala, tanda klinis dan dikonfirmasi
bergantung pada respon terapi antifungi.
1. Anamnesis
Pada saat anamnesis biasanya akan ditemukan gejala sebagai berikut
(Pratt, 2003; Robin & Young, 2002):
a. Rasa terbakar di mulut
b. Sensitif terhadap makanan pedas
c. Berkurangnya fungsi pengecapan
d. Sulit menelan
e. Terkadang tidak muncul gejala (asimptomatik)
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan mulut dapat ditemukan
beberapa tanda berikut (Buckley & Gluckman, 2002; Greenberg, 2003 ):
a. Bercak putih di lidah atau di uvula (pseudomembran) diatas plak
hiperplastik berwarna putih kekuningan
b. Mukosa eritem berwarna merah cerah
c. Mukosa oral yang mengelupas
d. Mukosa palatum yang eritem
e. Sudut mulut yang eritem dan pecah-pecah
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan dengan menggunakan potongan lesi yang aktid,
diperiksa dengan menggunakan KOH 10% memperlihatkan adanya
pseudohifa dan budding yeast (Annaissie et al., 2009).
Gambar 2.7. Hasil pemeriksaan dengan KOH 10%. Tampak
pseudohifa dan budding yeast (Annaissie et al., 2009).
b. Pemeriksaan kultur ditemukan koloni Candida albicans (Annaissie
et al., 2009).
Gambar 2.8. Hasil pemeriksaan kultur. Ditemukan koloni Candida
albicans (Annaissie et al., 2009).
c. Biopsi jarang dilakukan, namun apabila dilakukan biopsi akan
terlihat infiltrasi Candida albicans ke sel epitel (Annaissie et al.,
2009).
Gambar 2.9. Hasil pemeriksaan biopsi (Annaissie et al., 2009).
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan
menggunakan obat antijamur, dengan memperhatikan faktor
predisposisisnya atau penyakit yang menyertainya. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan
(Cullough, 2005; Silverman, 2001).
Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi bebrapa golongan,
yaitu (Tripathi, 2001):
a. Antifungi
1) Polyenes : Amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
2) Heterocyclibenzofluran: Griseofulvin
b. Antimetabolit: Flucytosine (5-Fe)
c. Azoles
1) Imidazole (topikal): Clotrimazol, Econazol, Miconazol,
Ketokonazol
2) Triazoles (sistemik): Flukonazole, Itrakonazole
d. Allylamine Terbinafine
e. Antijamur lainya: Tolnaftate, Benzoic acid, Sodiumsulfat
Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif
untuk kasus kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain
amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole,
itrakonazole dan flukonazole. (Cullough, 2005).
Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum,
mekanisme kerja obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel
jamur. Efek samping terhadap ginjal seringkali menimbulkan
nefrotoksik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat digunakan
sebanyak 4 kali /hari (Cullough, 2005).
Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei, mekanisme kerja
obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan
permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi oral 100.000
U/5ml dan bentuk cream 100.000 U/g, digunakan untuk kasus denture
stomatitis (Cullough, 2005).
Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat
enzim cytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase
sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi
ketidak normalan membrane sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20
mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh
diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan (Cullough,
2005).
Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole,
bentuk sediaannya berupa tablet 10 mg, sehari 3 – 4 kali (Cullough,
2005).
Ketokonazole adalah antijamur broad spectrum. Mekanisme
kerjanya dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur,
sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran sel, Obat ini
dimetabolisme di hepar. Efek sampingnya berupa mual / muntah,
sakit kepala, parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk tablet
200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan (Cullough,
2005).
Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita
immunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet , dosis
200mg/hari. selama 3 hari, bentuk suspensi (100-200 mg) / hari,
selama 2 minggu. Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing,
sakit kepala, sakit di bagian perut (abdomen),dan hypokalemi
(Greenberg, 2003).
Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita
kandidiasis termasuk pada penderita immunosupresif. Efek samping
mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada kulit.
Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450
sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak
dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50 mg,
100mg, 150mg dan 200mg Single dose dan intra vena. Kontra
indikasi pada wanita hamil dan menyusui (Cullough, 2005).
2. Non Medikamentosa
a. Mencegah/menghindari faktor predisposisi kandidiasis (Janik,
2008; Venkatesan, 2005):
1) Mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat
2) Menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid
3) Menangani penyakit yang memicu kemunculan kandidiasis,
seperti penanggulangan penyakit DM, HIV, dan leukemia
b. Menjaga kebersihan rongga mulut (Janik, 2008; Venkatesan,
2005):
1) Menyikat gigi
2) Menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut
3) Pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan
menggunakan cairan pembersih, seperti klorheksidin
BAB III
KESIMPULAN
1. Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus
Candida. Spesies Candida albicans merupakan penyebab tersering terjadinya
candidiasis pada jaringan mukosa.
2. Kandidiasis oral biasanya akan menyerang individu yang memiliki faktor
resiko berupa penggunaan obat-obatan imunosupresan, penggunaan obat-
obatan antimikroba, hiposalivasi, dan individu dengan penurunan sistem imun
(individu dengan HIV/AIDS, individu dengan gangguan sistem imun selular,
individu dengan terapi imunosupresif, dsb.).
3. Pada orang yang sehat, Candida albicans umumnya tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur
tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut.
Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu patogenitas jamur dan faktor
host.
4. Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan
interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral
dikelompokkan atas tiga, yaitu kandidiasis akut, kandidiasis kronik, dan kelitis
angularis.
5. Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala, tanda klinis dan dikonfirmasi
bergantung pada respon terapi antifungi.
Rumah Sakit Purwokerto Selatan
Jl. Martadireja 3 no 1, Berkoh, Purwokerto Selatan
(0281)-777777
SURAT RUJUKAN
Kepada Purwokerto, 12 Desember 2013
Yth Ts. dr. Cahaya
Spesialis Penyakit Dalam
Jalan Cikoneng no. 101
Purwokerto
Dengan hormat,
Dimohon konsul dan pengobatan selanjutnya penderita Ricky Kaka’, 31 tahun L/P, diagnosis : Kandidiasis oral, hasil pemeriksaan laboratorium terlampir.
Penderita telah kami beri terapi sementara Ketokonazol tablet dengan dosis 200mg/hari untuk 7 hari
Atas kesediaan dokter, kami ucapkan terima kasih
Wassalam,
dr. Bryan Adams
Jalan Kedamaian no. 911
Purwokerto
PENULISAN RESEP
dr. Bryan AdamsSIP. 028/186/SIP-TU/VIII/2013
Jalan Kedamaian no. 911 Purwokerto UtaraNo. telp : 08978610425
Purwokerto, 12 Desember 2013
R/ Ketokonazol tab mg 200 no. VII ∫ 1 dd tab 1 dc
Pro : Ricky Kaka’
Umur : 31 tahun
Alamat: Jalan sehat no. 10 Purwokerto timur
DAFTAR PUSTAKA
Anaissie, Elias J., Michael R. McGinnis., Michael A. Pfaller. 2009. Clinical
Mycology. USA: Elsevier.
Buckley, Michael R. dan Stephen J. Gluckman. 2002. HIV Infection in Primary
Care. USA: Elsevier.
Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement
Greenberg, M.2003.Burkets Oral Medicine Diagnosis & Treatment.BC Decker
Inc: New jersey.
Janik MP, Heffernan MP,. 2008. Yeas to infection : Candidiasis and Tinea
(Pityriasis) versicolor. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine 7th ed. New York : Mc Graw Hill
Pratt, Robert J. 2003. HIV and AIDS: A Foundation For Nursing and Healthcare
Practice. USA: Taylor and Francis.
Rubin, Robert H. dan Lowell S. Young. 2002. Clinical Approach to Infection in
the Compromised Host. USA: Kluwer.
Scully, Crispian. 2012. Mucosal Candidiasis Clinical Presentation. USA:
Medscape. Diakses pada emedicine.medscape.com/article/1075227-
clinical#showall
Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton,
London
Tripathi.M.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers
Venkatesan P. Perfect JR, & Myers SA. 2005. Evaluation and management of
fungal infection in Immunocompromised patients, Dermatol Ther