ASSIGNMENT 1 PROCESSING MATERIALS SIMULATION
"Molecular Dynamics and The Aplication of Molecular Dynamics in Materials
and Metallurgicals Engineering”
By :
HANIFFUDIN NURDIANSAH
2712 201 904
Lecturer :
Dr. SUNGGING PINTOWANTORO, S.T, M.T.
Master Degree Program Departement of Materials and Metallurgical Engineering
Industrial Faculty of TechnologySepuluh November Institute of Technology
Surabaya2013
Molecular Dynamics (Dinamika Molekuler)
Dinamika Molekuler adalah sebuah teknik untuk simulasi computer dari sebuah
sistem yang kompleks, yang di modelkan dalam skala atom. Persamaan gerak diselesaikan
secara numeric sejalan dengan perubahan waktu dari sistem, yang mengakibatkan penurunan
sifat kinetik dan termodinamik suatu material dengan cara “eksperimen computer “. Sebagian
besar sifat-sifat makromolekul dan yang berkaitan, di pelajari dengan menggunakan simulasi
dinamika molekuler. Hal yang diharapkan dari penggunaan dinamika molekuler adalah untuk
memahami sifat-sifat dari sistem molekul dalam arti sifat mikrostruktur nya dan interaksi
yang terjadi diantaranya. Keuntungan dari dinamika molekuler adalah bisa memahami
persoalan yang sangat sulit, yang kadang dalam eksperimen tidak bisa diteliti mekanisme
yang terjadi dan parameter.parameter analisis yang terbatas apabila hanya menggunakan
metode eksperimen konvensional. Teknik simulasi dapat dibedakan menjadi dua jenis utama.
Yang pertama adalah Molecular Dynamics (MD) dan Monte Carlo (MC). Sebagai tambahan,
ada juga teknik perpaduan antara MD dan MC.
Keuntungan dari MD dibandingkan dengan MC adalah MD memberikan runtutan
sifat dinamika dari material, seperti koefisien transport, respon ketergantungan waktu
terhadap gangguan, sifat rheologi, dan spectra. Simulasi Komputer berfungsi sebagai
jembatan (lihat gambar 1), antara skala panjang dan waktu mikroskopik dengan dunia
makroskopik laboratorium , yaitu memberikan prediksi interaksi antar molekul, dan
menghitung prediksi yang tepat dari sifat bulk suatu material. Nilai ketepatan dari prediksi
sifat suatu material secara umum juga tergantung pada kecanggihan computer yang
digunakan sebagai simulasi. Pada saat yang sama, detail tersembunyi dari pengukuran suatu
sifat dapat di ungkapkan. Sebagai contoh, hubungan antara koefisien difusi dengan fungsi
korelasi kecepatan (mudah diukur secara eksperimental pada walnya, namun akan sangat
susah di ukur pada akhirnya).
Simulasi berfungsi sebagai jembatan pada pendekatan yang lain :eksperimn dan teori.
Kita bisa menguji sebuah teori dengan menggunakan simulai yang memakai model yang
sama. Kita bisa menguji sebuah model dengan membandingkan antara model dan hasil
eksperimen. Kita juga bissa membuat simulasi pada computer yang secara real sangat susah
atau bahkan tidak mungkin untuk dilakukan di laboratorium( misalnya bekerja pada
temperature dan tekanan yang sangat ekstrim).
Secara umum kita mungkin menginginkan perbandingan langsung antara pegukuran
eksperimen dan simulasi pemodelan apakah sesuai dan layak. Caranya adalah dengan
menggunakan dinamika molekuler abinitio yang digunakan untuk mereduksi jumlah dari
fitting dan pendugaan pada sebuah proses menjadi minimum. Sebaliknya, kita mungkin
menyukai fenomena yang lebih alamiah, atau mungkin kita ingin untuk mendiskriminasi
antara teori yang baik dan teori yang buruk. Saat kita menginginkan hal diatas, kita
membutuhkan sebuah model molekuler yang realistic.
Gambar 1. Simulasi sebagai jembatan antara (a) mikroskopik dan makroskopik; (b) Teori
dan Eksperimen
Gambar 2. Perbandingan antara Eksperimen dan Simulasi Dinamika Molekuler
(a) (b)
Definisi kerja dari simulasi dinamika molekuler adalah sebuah teknik memunculkan
pergerakan atom dari sebuah sistem partikel N dengan integrasi numeric dari persamaan
gerak Newton, untuk potensial interatomik yang khusus, dengan memandang kondisi
awal(Initial Condition) dan Kondisi Batas (Boundary Condition). Sebagai contoh,(lihat
gambar 1), sebuah sistem dengan atom N pada sebuah volume. Kita dapat mendefiniskan
nilai energy dalamnya sebesar E= K+ U, dimana K adalah energy kinetik,
…………………….(1)
Dan U adalah energy potensial
…………………………..(2)
x3N (t) menunjukkan koordinat 3 D x1(t), x2(t),..., xN(t). Perlu dicatat bahwa E haruslah berupa
kuantitas konservasi, semisal konstanta waktu, jika memang sebuah sistemnya benar-benar
terisolasi. Berikut adalah flowchart dari mekanisme MD
Gambar 3. Ilustrasi dari sistem simulasi Dinamika Molekuler
Aplikasi Simulasi Dinamika Molekuler Pada Perhitungan Sifat Material
Aplikasi simulasi dinamika molekuler pada perhitungan sifat dari material biasanya dibagi
menjadi empat kategori, yaitu
1.Karakterisasi Struktural. Contohnya adalah fungsi distribusi radial, factor struktur dinamik,
dll.
2.Persamaan Keadaan. Contohnya adalah fungsi energy bebas, diagram fasa, fungsi respon
static seperti koefisien ekspansi termal,dll.
3. Transport. Contohnya adalah viskositas, konduktivitas termal, fungsi korelasi, diffusivitas,
dll.
4.Respon Non-Equilibrium. Contohnya adalah deformasi plastis,pattern formation,dll.
Contoh yang mudah adalah membuat matriks dari polimer polyethylene. Untuk membuat
koordinat awal dari replikasi periodic matriks polyethylene dengan Nchain pada panjang Lchain,
kita secara acak mendistribusikan monomer Nchain C = CH2 pada sebuah domain simulasi
yang sesuai. Di awali dari Cs, kita membangun rantai polyethylene dengan cara menambah
unit C yang baru, sampai panjang nya terpenuhi. Kemudian kita melakukan minimisasi local
pada sistem dan akhirnya menjalankan simulasi dinamika molekuler isobar-isotermal dbawah
kondisi normal. Kita menggunakan koordinat unit monomerik untuk atom karbon dan
menambahkan atom hydrogen yang tersisa sebelu proses minimisasi local terjadi. Dengan
cara ini, kita membuat matriks polyerhylene sebagai berikut :
Matriks polyethylene, yang mengandung 10 rantai dari 1000 unit CH2, seperti yang
ditunjukkan gambar 1
Matriks polyethylene, yang mengandung 10 rantai dari 1000 unit monomer-C
Matriks polyethylene, yang mengandung 20 rantai dari 1000 unit monomer-C
Matriks polyethylene, yang mengandung3 rantai dari 1000 unit monomer-C
Semua matriks menunjukkan densitas sekitar 1 g/cm3
Gambar 1. Simulasi Dinamika Molekuler dari Matriks Polyethylene
Contoh selanjutnya adalah bagaimana kita bisa membuat kreasi sifat material sesuai yang
kita inginkan. Sebagai contohnya, dalam hal pembuatan Carbon Nanotubes. Dengan simulasi
dinamika molekuler, kita dapat mensimulasikan atom C pada Carbon Nanotubes, sampai kita
memperoleh letak dan susunan atom C yang akan menghasilkan sifat-sifat Carbon Nanotubes
yang terbaik, lihat gambar 2.
Gambar 2. (a) (10,10) carbon nanotube kontinu dengan 1680 atom pada temperature 300K.
(b) (10,10) carbon nanotube tertutup dengan 1136 atom dan panjang sekitar 67.5A pada
temperatur 300K.
Kemudian, kita juga bisa membuat desain dari komposit, seperti sebuah komposit yang terdiri
dari polyethylenene dan karbon. Matriks nya adalah polyethylenen dan fillersnya adalah
karbon, lihat gambar 3. Kita dapat mensimulasikan atom untuk polyethylene dan karbon, dan
kita juga bisa memprediksi fraksi volume atau berat dari matriks atau filler, yang mana akan
kita gunakan untuk mendapatkan sifat yang terbaik. Dengan menggunakan pendekatan
Brown untuk membuat sebuah rongga silinder pada matriks polyethylene, kemudian kita
menempatkan Carbon Nanotubes pada rongga silinder dan melakukan minimisasi local lagi.
Ahirnya, kita menjalankan simulasi dinamika molekuler isothermal-isobar untuk memperoleh
sistem kesetimbangan.
Gambar 3. Kesetimbangan periodic dari Carbon Nanotubes pada matriks polyethylene
(a) Tampak depan dari unit cell. (b) Tampak samping dari unit cell.
Simulasi Dinamika Molekuler dari Ujung Logam Berukuran Nano di
Bawah Pengaruh Medan Elektrik
Pendahuluan
Busur elektrik adalah fenomena yang tak dapat dihindari yang dapat terjadi pada
permukaan logam yang tengah terpengaruh adanya medan elektrik yang sangat tinggi.
Sebagian besar fenomena ini sangat tidak diharapkan apabila kita ingin sebuah peralatan
elektrik dengan tingkat presisi yang tinggi. Pada kasus ini, desain dari mesin haruslah
menghitung juga medan elektrik maksimum yang diperbolehkan agar tidak membahayakan.
Sebaliknya, pemahaan yang mendalam mengenai proses yang terjadi pada permukaan logam
dibawah pengaruh medan elektrik yang tinggi juga dibutuhkan, semisal dalam Metal Vacuum
Arc (MEVVA) dimana sumber ion digunakan sebagai implantasi ion dan Field Ion
Microscopes (FIM).
Sampai sekarang mekanisme yang terjadi pada saat proses pembusuran masih belum
dipahami secara jelas. Ada bukti ekstensif yang mengatakan bahwa pembusuran yang terjadi
pada daerah di dekat permukaan logam akan menghasilkan medan elektrik pada permukaan.
Sayangnya, untuk pembentuka plasma pada kondisi vakum membutuhkan sumber atom
netral. Sumber yang mungkin untuk membangkitkan plasma adalah dari penguapan atom-
atom permukaan. Sebagai tambahan, jika atom yang menguap menjadi terionisasi positif,
maka medan elektrik yang terjadi akan meningkat pesat pada katoda. Pada kondisi medan
elektrik yang tinggi, energy dari ion yang terakselerasi akan mengalami pemercikan yang
mungkin akan berpengaruh terhadap terbentuknya plasma.
Untuk memahami kejadian yang terjadi pada pembusuran, dibutuhkan pemahaman
yang baik mengenai kondisi terbaik untuk proses penguapan atom. Faktanya, secara
eksperimen dapat ditunjukkan bahwa medan elektrik yang berada dekat dengan permukaan
konduktif mengakibatkan permukaan atom dapat menuju ke permukaan penghalang dan
atom akan bisa keluar dari permukaan.
Berdasar kepada efek geometris dari medan elektrik local diatas, bagian ujung
logam(dalam skala nano) juga akan meningkat secara signifikan. Dan kemudian, bahkan
medan elektrik yang rendah juga akan bisa digunakan untuk menguapkan atom. Sehingga,
jika ujung logam ditaruh pada permukaan ,maka medan makroskopik dimana pembusuran
terjadi, akan lebih kecil kemungkinannya dari pada untuk permukaan plat.
Terlebih lagi, jika temperature pada ujung logam meningkat, maka penguapan atom juga
akan meningkat, sehingga bisa lebih membatasi medan makroskopik. Pada medan elektrik
yang tinggi, medan emisi dari elektron akan terbentuk.
Kita mengembangkan sebuah model yang mendeskripsikan pemicu pembentukan
ujung nanoscale pada permukaan logam sebagaimana halnya proses penguapan atom dari
ujung yang sama dibawah pengaruh medan elektrik yang tinggi.
Metode
Permulaan dari pertumbuhan ujung logam di pelajari menggunakan simulasi
Dinamika Molekuler. Kita mencari tahu perilaku kehampaan permukaan dibawah
pembebanan tarik yang dilakukan pada permukaan. Pada simulasi ini, sel Cu dengan orientasi
permukaan (110) pada bagian atas dan lapisan atom yang fix pada bagian bawah digunakan.
Kemudian di berikan gaya sebesar 4.57 GPa dan temperature dikontrol pada 600K.
Efek dari kenaikan medan dan medan emisi elektron dipelajari menggunakan kode
hybrid electrodynamics-molecular dynamics (ED&MD), dimana diselesaikan menggunakan
persamaan Laplace untuk menghitung distribusi medan elektrik diatas permukaan konduktif.
Pada kode ini, bentuk permukaan diperoleh dari posisi atom. Penyelesaian Laplace digunakan
untuk menghitung muatan induksi parsial pada permukaan atom.
Sistem simulasi terdiri dari permukaan Cu dengan ujung logam yang berbentuk
silinder. Selama simulasi, ujung logam berubah sesuai dengan perubahan ekspansi termal.
Diamter dari ujung logam yang digunakan adalah 2 nm untuk memastikan statistik atom yang
baik, sesuai dengan algoritma yang dibutuhkan. Nilai dari konduktivitas termal dan elektrik
sehingga efek finite-size dari kawat nanoscale tersebut bisa dihitung. Bagian dasar dari ujung
logam dipanaskan pada T=600K. Kita menggunakan potensial Sabochick dan Lam EAM,
karena sudah teruji.
Gambar 1 : Regangan permukaan yang terjadi akibat adanya kehampaan apada lokasi sekitar
permukaan saat medan yang sangat kuat di ujikan ke daerah permukaan.
Hasil dan Diskusi
Saat gaya yang sangat kuat di tempatkan pada permukaan, regangan terjadi pada
sistem. Karena adanya kehampaan pada lokasi sekitar permukaan, maka medan regangan
yang terjadi tidak isotropic dan komponen tegangan geser muncul (gambar 1). Sehingga,
dislokasi mugkin bisa di emisikan dari kehampaan. Pada simulasi ini, kita juga mengamati
dislokasi emisi dan hal ini menyebabkan timbulnya ujung yang kecil pad permukaan plat
yang awal (gambar 2). Simulasi ini tidak menunjukkan pertumbuhan ujung logam yang
lengkap karena keterbatasan waktu, namun mereka menunjukkan kehadiran khampaan
dengan adanya pemicu.
Sekali ujung logam berhasil terbentuk, hal tersebut mengubah medan elektrik yang di
terima secara signifikan. Ujung logam yang digunakan pada simulasi ini, dimana tingginya
10 nm dan diameter 2 nm berhasil membuktikan hasil bahwa medan local nilainya 10 kali
lebih besar daripada medan yang diterima.
Penguapan medan diteliti pada saat medan yang diterima sebesar 1.4 V/nm dan
resistivitas panas yang terjadi akibat emisi medan di tunjukkan pada gambar 5a. Pada kasus
ini baik tinggi ujung logam maupun temperature ujung logam berubah sepanjang proses
simulasi. (gambar 4). Peningkatan tinggi adalah akibat adanya peregangan yang disebabkan
gaya pada bagian atas, yang menyebabkan jarak antara atom semakin meningkat,
melemahkan ikatannya. Juga, kenaikan dari temperature memberikan energy ekstra pada
atom yang menyebabkan mereka bisa bebas dari sekelilingnya.
Gambar 2 Snapshoot dari simulasi pertumbuhan ujung logam. Gaya diberikan kepada atom
pada bagian atas, dengan perbedaan warna dengan regangan 4.57 GPa
Gambar 3 : Medan elektrik sepanjang ujung logam yang mempunyai tingi 10 nm dan
diameter 2 nm dengan medan yang di aplikasikan 1 V/nm. Medan local maksimum secara
tiba-tiba berada diatas 10 V/ nm
Gambar 4 : Perubahan dari temperature ujung logam dan tinggi ujung logam sepanjang
simulasi dengan medan aplikasi 1.4 V/ nm.
Pada kasus dimana resistivitas panas diabaikan, penguapan hanyalah diobservasi saat medan
yang diaplikasikan sebesar 3 V/nm( gambar 5b), dimana sangat jelas menunjukkan sangat
pentingnya proses melting dalam proses penguapan.
Gambar 5 :Snapshoot dari simulasi dimana a) resistivitas panas di abaikan,medan yang
diaplikasikan 4 ps dan b) resistivitas panas tidadiabaikan, medan yang diaplikasikan 1.4 ps.
Warna menunjukkan muatan atomic sebagai fraksi dari unit muatan.
Sumber : Nuclear Instruments and Methods in Physics Research Section B August 1, 2010
Penulis :
S. Parviainen, F. Djurabekova, A. Pohjonen, K. Nordlund
Department of Physics and Helsinki Institute of Physics, P.O. Box 43, FIN-00014
University of Helsinki, Finland
Model Drude: Simulasi Konduksi Elektronik dengan Metode Dinamika
Molekuler dan Model Granular
PENDAHULUAN
Model Drude merupakan model yang menjelaskan sifat aliran elektron dalam bahan padatan,
terutama logam, yang merupakan aplikasi teori kinetik gas . Dalam teori ini diasumsikan
bahwa elektron dapat diperlakukan secara klasik dan terlihat seperti bolabola dalam
permainan pinball yang terpantul-pantul oleh ion-ion yang lebih berat, yang secara relative
memiliki posisi yang tetap. Dengan menggunakan model ini dan ekstensinya, efek
termomagnetik , efek spin Hall , difusi anomali aliran turbulen , dan ikatan ekses elektron
pada klaster air dapat dijelaskan. Simulasi berdasarkan model Drude dengan menerapkan
metoda dinamika molekular (molecular dynamics, MD) yang menggunakan algoritma
prediktor-korektor orde kelima untuk konduksi elektronik dalam padatan dilaporkan dalam
tulisan ini. Elektron dan ion-ion yang lebih berat dimisalkan berbentuk butiran-butiran atau
dimodelkan berbentuk granular, di mana pemodelan seperti ini telah pula diterapkan untuk
tumpukan butiran pasir , konduksi ionik , dan deposisi partikel bermuatan .
SIMULASI
Gaya-gaya yang bekerja pada elektron, konfigurasi ion-ion dalam kisi kristal, metode
numerik (MD), dan syarat awal gerak elektron diperlukan dalam simulasi.
Gaya-gaya pada Elektron
Terdapat dua jenis gaya pada elektron yang diperhitungkan dalam simulasi ini, yaitu gaya
normal antar butiran dan gaya listrik. Gaya pertama merupakan gaya yang terjadi saat dua
buah butiran bertumbukan, dalam hal ini elektron dan ion, dan gaya kedua adalah gaya yang
dialami elektron karena adanya medan listrik luar.
Gaya normal mengambil bentuk pegas linier (linear spring-dashpot), di mana apabila terdapat
dua butiran yang terletak pada posisi ri dan rj , maka gaya pada butiran i akibat butiran j
adalah
Konstanta k merupakan konstanta pegas dan γ adalah disipasi vibrasi pegas.
Bila di dalam bahan terdapat N ion yang posisinya tetap maka gaya total yang dialami oleh
elektron i adalah
Dengan menggunakan hukum kedua Newton tentang gerak dan Persamaan (8) dapat
diperoleh percepatan elektron yang akan digunakan pada penerapan metoda MD.
Susunan Ion dalam Kristal
Ion-ion yang letaknya tetap disusun dalam kisi-kisi kristal dua dimensi (2-D) dengan jenis
kisi simple cubic (SC). Bila terdapat N ion maka susunan tersebut dapat dibentuk oleh x N
kolom dan y N baris dengan elektron bergerak searah sumbu x posisitf dari x = 0 . Panjang
kisi kristal adalah L . Ilustrasi kisi SC 2-D diberikan dalam Gambar 1.
Dalam Gambar 1 elektron bergerak dari kiri ke kanan akibat adanya medan listrik yang
dipilih berarah sebaliknya, yaitu
di mana nilai E > 0 .
Metode Dinamika Molekuler
Algoritma yang dikenal sebagai algoritma prediktor-korektor Gear digunakan dalam metode
dinamika molekuler (MD) sampai orde kelimanya . Algoritma ini memiliki dua langkah,
yaitu langkah prediksi dan langkah koreksi. Dalam langkah prediki besaran-besaran gerak
seperti posisi, kecepatan, percepatan, dan dua turunan berikutnya terhadap waktu dihitung
menggunakan
rumusan ekspansi deret Taylor. Langkah ini diberikan indeks atas p seperti pada Persamaan
(10) berikut
Setiap komponen dalam Persamaan (10) memiliki definisi
yang telah dituliskan dalam Persamaan (8). Bentuk langkah prediksi adalah
Dengan
Dimana,
Persamaan (10), (13)-(16) berlaku untuk setiap elektron i .
Konstanta-konstanta yang digunakan dalam Persamaan (15) diberikan dalam Tabel 1 berikut.
Syarat awal gerak elektron
Elektron mulai bergerak dengan kecepatan awal tertentu dari satu titik tetap (x0,y0 ) seperti
diilustrasikan dalam Gambar 2.
Dalam perhitungannya sudut awal θ0 hanya perlu disapu dari nilai 0 sampai ½ π di mana
untuk nilai negatifnya akan diperoleh hasil yang sama karena pembahasan hanya melibatkan
satu elektron. Dalam perata-rataan waktu tempuh, kedua bagian (positif dan negatif) perlu
dilakukan.
Rata-rata arus yang lewat dapat diperoleh melalui rumusan
di mana terdapat M elektron tunggal dengan syarat awal v0 dan θ0 yang berbeda-beda. Bila
tebal pada arah z adalah w maka rapat arus rata-rata dapat dituliskan dengan menggunakan
Persamaan (17) sebagai
Selanjutnya dengan hubungan antara rapat arus dan medan listrik dapat diperoleh bahwa
yang merupakan konduktivitas listrik dari bahan padatan. Dengan mengambil asumsi bahwa
rata-rata kecepatan rata-rata elektron hanya memiliki komponen pada arah x (pada arah y
karena sifat acaknya) maka Persamaan (17)-(19) akan dapat disederhanakan menjadi
dengan qe adalah muatan elekton. Nilai τ merupakan waktu tempuh rata-rata elektron
menembus padatan sebagaimana telah diilustrasikan sebelumnya dalam Gambar 2.
Selain itu, diterapkan pula syarat batas refleksi pada pada arah y , di mana saat
elektron mencapai syarat batas ini, kecepatannya pada arah ini akan direfleksikan sehingga
elektron kembali menempuh padatan.
HASIL DAN DISKUSI
Dalam simulasi yang telah dilakukan parameter-parameter yang digunakan belum bernilai
fisis sebenarnya melainkan dipilih sedapat mungkin berorde satuan agar memudahkan
perhitungan.
Parameter-parameter yang digunakan adalah me=1 , qe= −1 , De= 0.05, E = −1 , L =1 , w
=1 , k =104 , γ =10−1 , mi=103 , Di= 0.2,serta
Untuk nilai Nx tertentu dapat dilihat waktu tempuh τ sebagai fungsi dari θ0 yang diberikan
dalam Gambar 3, sedangkan hasil perata-rataan untuk θ0 sebagai fungsi Nx dapat dilihat
dalam Gambar 4
GAMBAR 3. Waktu tempuh elektron menembus padatan τ sebagai fungsi dari θ0 untuk Nx
tertentu.
GAMBAR 4. Waktu tempuh rata-rata elektron menembus padatan τ sebagai fungsi dari Nx .
Dengan bertambahnya Nx , nilai σ akan berkurang. Hal ini sesuai dengan rumusan hukum
Ohm yang menyatakan bahwa σ ~ l-1 , di mana l adalah tebal bahan yang dalam hal ini
direpresentasikan dalam (L ).N x −1 .
KESIMPULAN
Dengan menggunakan model Drude dan metoda MD serta model granular dapat diperoleh
bahwa
konduktivitas padatan berbanding terbalik dengan tebal bahan. Hal ini telah dapat
ditunjukkan walau dengan jumlah ion padatan yang tidak banyak.
Sumber : Seminar Nasional Material 2012 | Fisika – Institut Teknologi Bandung
Penulis :
Ramli1, S.A. Wahjoedi1, C.F. Naa1, dan S. Viridi2,*
1Program Doktor Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132, Indonesia
2Kelompok Keahlian Fisika Nuklir dan Biofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung
40132, Indonesia
*Email: [email protected]
Pemodelan Interaksi Serium(III) dan Air dengan Teori Perhitungan Ab
Initio serta Penentuan Himpunan Fungsi Basisnya
PENDAHULUAN
Air merupakan penyusun utama dalam sel (sekitar 70%) dan merupakan unsur yang
menentukan bagi semua sel. Hidrasi ion dalam tubuh terjadi ketika mengkonsumsi mineral.
Mineral akan mengalami hidrasi dan ionisasi sebelum menjalankan proses metabolisme
dalam tubuh. Hidrasi ion merupakan peristiwa dimana ion terlarut dikelilingi oleh molekul
air. Hidrasi akan menstabilkan ion dan menyebabkan Kristal menjadi larut. Hidrasi ini akan
meningkatkan ukuran efektif dari ion (Holum, 1998). Oleh karena itu hidrasi ion menjadi
topik penelitian yang menarik dan penting untuk dikaji.
Beberapa ion logam yang banyak dibutuhkan dalam proses biologi misalnya untuk
menjalankan sistem syaraf dan mengaktifkan enzim adalah logam golongan transisi. Logam
transisi yang banyak dikembangkan dalam pengobatan adalah kromium (Cr3+) yang
digunakan untuk kerja insulin dan metabolism glukosa, zink (Zn2+) untuk menstabilkan
bentuk konformasi dari berbagai protein dan meningkatkan imunitas tubuh, mangan (Mn2+)
untuk aktifitas beberapa enzim pada metabolisme karbohidrat (Holum, 1998). Logam lainnya
yang juga mulai dikembangkan sebagai senyawa obat adalah logam tanah jarang (LTJ).
Serium (Ce) merupakan salah satu unsur LTJ yang banyak dikembangkan dalam
aplikasi biomedis seperti perlindungan elemen sel primer dari terapi yang menggunakan
radiasi, mencegah kerusakan retina dari peroksida intraseluler dan perlindungan terhadap
saraf tulang belakang (Patil et al., 2006). Senyawaan Serium(III) memiliki fungsi yang sangat
penting, seperti Serium (III) oksalat yang digunakan sebagai obat kanker dan anti mual.
Kajian sifat struktur dan dinamika hidrasi ion logam sangat penting karena berkaitan
dengan sifat koordinasi dan reaktivitas ion logam tersebut di dalam larutan. Penelitian yang
mengkaji sifat struktur dan dinamika hidrasi ion logam telah dilakukan dengan alat antara
lain Extended X-ray Absorption Fine Structure (EXAFS), large-angle X-ray diffraction
(LAXS) dan nuclear magnetic resonance (NMR) (Rode, 2004), namun alat-alat tersebut
memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mengamati pertukaran ligan yang cepat. Proses
pertukaran ligan dari lapisan hidrasi satu ke lapisan lainnya merupakan parameter dinamika
yang penting untuk diamati karena terkait dengan reaktivitas ion (Armunanto, 2003).
Masalah keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan eksperimen komputer (kimia komputasi).
Eksperimen komputer dapat menjembatani antara eksperimen dan teori.
Kemampuan eksperimen computer meningkat seiring dengan kemajuan komputer
dan dapat digunakan untuk sistem yang kompleks (Witoelar, 2002). Metode Eksperimen
komputer yang digunakan untuk menentukan sifat hidrasi ion adalah simulasi Dinamika
Molekular (DM) dan Monte Carlo (MC) (Remsungnen, 2004). Metode MC memberikan
gambaran tentang struktur dan energi dalam kesetimbangan, namun tidak dapat memberikan
gambaran dinamika atau sifat yang bergantung pada waktu. Metode DM dapat
menggambarkan sifat dinamika suatu ion. Simulasi DM telah dikembangkan seiring
meningkatnya akurasi dan optimalisasi kebutuhan perhitungan di komputer, yaitu simulasi
DM klasik, Car Parrinello (CPMD), Mekanika Kuantum/Mekanika Molekular (MK/MM) dan
Quantum Mechanical Charge Field (QMCF). Kajian dilakukan dengan simulasi komputer,
namun peristiwa yang terjadi di dalam sistem larutan seperti interaksi antara zat terlarut
dengan pelarut, juga harus dimodelkan secara akurat.
Metode perhitungan kimia komputasi yang akurat untuk pemodelan molekul adalah
ab initio (Rode, 2006). Jika metode ab initio digunakan, maka penentuan Himpunan Fungsi
Basis (HFB) yang sesuai dengan model interaksi zat terlarut-pelarut harus dilakukan karena
HFB yang tersedia adalah HFB untuk unsur. Ada dua cara yang dapat dilakukan.
Pertama, mencocokkan kurva energi interaksi terhadap jarak dengan kurva potensial
interaksi dua partikel Lennard-Jones 6-12. Kurva potensial Lennard-Jones 6-12 ditunjukan
pada Gambar 1
Gambar 1. Kurva Potensial Lennard-Jones 6-12
Kedua, dengan optimasi struktur kompleks [M(H2O)n]m+ dimana n = jumlah
molekul air, M = ion logam sebagai ion pusat dan m = muatan ion logam (Remsungnen,
2004). Struktur kompleks teroptimasi kemudian dicocokan dengan data geometri hasil
percobaan seperti jarak ion logam dengan air dan data sudut.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari HFB yang sesuai untuk model interaksi ion
Ce3+ dengan air. Kajian ini juga diharapkan dapat mendeteksi ada atau tidaknya peristiwa
transfer muatan yang dapat mempengaruhi perhitungan energi interaksi serta
menggambarkan model atau pola yang terjadi pada interaksi Ce3+-air. Hasil kajian ini
diharapkan dapat member rekomendasi penggunaan jenis simulasi DM untuk simulasi ion
Ce3+ dalam air.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian teoritik yang menggunakan satu ion logam
transisi Ce3+ serta model molekul air (H2O)n dengan n= 1, 2, 3, …, 6. Seperangkat computer
Processor Intel Pentium 4 3,0GHz, Hard Disk 512MB, RAM 80GB, program GaussView
untuk menggambarkan molekul Ce3+-(H2O)n, serta program Gaussian 98W dan Gaussian
03W (Foresman dan Frisch 1996).
Prosedur Kerja
Pencarian HFB kandidat
HFB untuk unsur Ce dan O-H (Air) dilihat pada pustaka Web Basis Set dengan
alamat https://bse.pnl.gov
Perhitungan Energi Interaksi terhadap jarak
dengan metode scan 2-body
Konfigurasi tiga dimensi 1 ion Ce3+ yang saling berhubungan dengan 1 molekul air
digambarkan dengan menggunakan program Gauss View. Perhitungan energi single point
kemudian dilakukan dengan kondisi tingkat teori HF, charge=3, spin multiplicity=2 dan
menggunakan HFB kandidat. HFB yang tidak menghasilkan transfer muatan selama
perhitungan energi single point digunakan untuk menghitung energi interaksi. Energi
interaksi dihitung dengan pendekatan supramolekular:
Einteraksi adalah energi interaksi untuk interaksi Ce3+-air. Ekompleks adalah energi
dari kompleks Ce3+-H2O. ECe(III) adalah energi single point ion Ce3+ dalam konfigurasi
kompleks tanpa molekul air. Eair adalah energi single point semua molekul air dalam
kompleks tanpa ion Ce3+. Selain perhitungan energi single point, diberikan variasi jarak
kompleks Ce3+-H2O yaitu 1,6, 1,8; 2,0; 2,2; 2,4; 2,6; 2,8; 3,0; 3,2; 3,4; 3,6; 3,8; 4,0; 4.5; 5,0;
5,5; 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0; 9,0 dan 10,0 Ǻ untuk masing-masing HFB yang digunakan.
Perhitungan data geometri optimum interaksi ion Ce3+-air metode water cluster
Metode yang digunakan untuk perhitungan interaksi air-ion logam yang mengalami
transfer muatan adalah water cluster. Pertama, konfigurasi tiga dimensi 1 ion Ce3+ yang
saling berhubungan dengan 1 molekul air digambarkan. Kemudian geometri interaksi ini
dioptimasi dengan kondisi seperti metode scan 2-body. Perlakuan ini diulangi terhadap
interaksi antara 1 Ce3+ dengan 2,3,4,5 dan 6 molekul air.
Energi interaksi dihitung dengan pendekatan supramolekular:
Einteraksi adalah energi interaksi untuk interaksi Ce3+-air tertentu. Ekompleks adalah
energy dari kompleks Ce(H2O)n (dimana n = 1,2,3,4,5 dan 6). ECe(III) adalah energi single
point ion Ce3+ dalam konfigurasi kompleks tanpa molekul air dan Eair adalah energi single
point semua molekul air dalam kompleks tanpa ion Ce3+.
Selain perhitungan optimasi geometri, rata-rata jarak Ce3+-O dicatat untuk masing-
masing kompleks.
Penentuan HFB yang cocok untuk interaksi Ce3+-air
Penelitian ini menghasilkan dua jenis data perhitungan yaitu menggunakan metode
scan 2-body dan water cluster. Untuk metode scan 2-body, data hasil perhitungan yang
meliputi jarak, Ekompleks, ECe(III), Eair, dan Einteraksi yang didapatkan kemudian di plot
sesuai kurva energi interaksi terhadap jarak. Apabila kurva energi terhadap jarak yang
didapatkan mendekati kurva Lennard Jones 6-12 maka HFB tersebut dinyatakan sesuai untuk
interaksi ion Ce3+-air.
Data perhitungan dengan metode water cluster dicocokan dengan data percobaan
jarak Ce-O. HFB yang terpilih yaitu HFB yang paling mendekati data percobaan.
Penentuan tingkat teori perhitungan untuk kompleks [Ce(H2O)n]3+
Tingkat teori perhitungan ab initioHartree-Fock (HF), Møller-Plesset second-order
(MP2) dan Couple Cluster Single and Doubles (CCSD) diterapkan pada HFB terpilih untuk
interaksi ion Ce3+-air. Proses optimasi kemudian dilakukan menggunakan tingkat teori
perhitungan tersebut. Jarak Ce3+-air yang dioptimasi dibandingkan dengan data eksperimen.
Apabila jarak Ce3+-air mendekati nilai eksperimen maka tingkat teori perhitungan tersebut
dapat digunakan untuk kompleks [Ce(H2O)n]3+. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
dengan melihat data energi interaksi. Jika nilai energi interaksi HF, MP2 dan CCSD tidak
jauh berbeda, maka tingkat teori perhitungan yang paling rendah yang dipilih karena tidak
membutuhkan waktu perhitungan yang lama.
Rekomendasi jenis simulasi DM yang dapat digunakan untuk simulasi Ce3+ di
dalam air
Pemberian rekomendasi jenis simulasi DM dilakukan dengan melihat kurva energy
terhadap jarak yang didapatkan dengan metode scan 2-body dan ada atau tidaknya transfer
muatan selama perhitungan energi. Apabila kurva yang didapatkan sesuai kurva Lennard
digunakan untuk interaksi ion Ce3+ di dalam air adalah metode MK/MM dan QMCF.
Apabila kurva yang didapatkan tidak sesuai kurva Lennard Jones 6-12 maka jenis simulasi
DM yang dapat digunakan untuk interaksi ion Ce3+ di dalam air adalah metode QMCF. Jika
ada transfer muatan selama perhitungan energi maka jenis simulasi yang dapat digunakan
adalah QMCF
HASIL DAN PEMBAHASAN
HFB Kandidat
HFB yang dipakai dalam penelitian diperoleh dari alamat website https://bse.pnl.gov.
HFB H dan O ditetapkan menggunakan DZP Dunning (Armunanto, 2003), sedangkan HFB
Ce dipilih dari kandidat yang telah ditetapkan oleh website tersebut. HFB untuk unsur Ce
dipilih yang memiliki ECP (effective core potential) yaitu CRENBL ECP, SBKJC VDZ ECP,
Stutgart RSC 1997 ECP, Stutgart RSC ANO/ECP, Stutgart RSC Segmented/ECP. ECP akan
membuat waktu perhitungan menjadi lebih cepat karena memfokuskan perhitungan hanya
pada elektron valensi dan menunjukan potensial efektif yang dimiliki oleh elektron inti
(Alkauskas, 2004).
HFB untuk MK/MM
Transfer muatan yang terjadi selama perhitungan energi dilakukan dengan melihat
nilai spin density. Transfer muatan terjadi jika nilai spin density berkurang atau bertambah
0,5 selama perhitungan energi kompleks. Penentuan ada atau tidaknya transfer muatan
penting untuk dilakukan karena pada jarak Ce3+-H2O yang lebih besar akan memberikan
nilai energi yang lebih negatif dari energi sebenarnya, seperti yang terjadi pada penelitian
yang dilakukan oleh Remsungnen (2004). Gambar 2 menunjukan adanya transfer muatan
(kurva titik-titik) yang terjadi pada Fe3+ dengan menggunakan HFB Stutgart ECP yang
dimodifikasi, kurva garis putus-putus merupakan kurva yang dihasilkan dengan HFB Stutgart
ECP dan kurva garis penuhmerupakan kurva fungsi pasangan potensial (Remsungnen, 2004).
Tidak adanya transfer muatan selama perhitungan energi merupakan syarat penggunaan
metode DM MK/MM (scan 2-body). Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terjadi
transfer muatan selama perhitungan energi dengan HFB kandidat sehingga metode scan 2-
body dapat digunakan.
Gambar 2. Kurva energi interaksi terhadap jarak Fe3+-O menggunakan HFB Stutgart
ECP untuk Fe3+ dan DZP Dunning untuk Air
Penentuan HFB perlu dilakukan karena HFB yang tersedia adalah HFB untuk unsur
Ce, sedangkan model sistem kimia yang dikaji dalam penelitian ini adalah Ce dalam bentuk
ion (Ce3+).
Penentuan HFB dengan metode scan 2-body dilakukan dengan memplot energi
interaksi terhadap variasi jarak Ce3+-H2O. Hasil yang didapatkan dicocokan dengan kurva
potensial Lennard-Jones 6-12. Gambar 3 menunjukan kurva energi interaksi terhadap jarak
Ce-O hasil perhitungan dengan HFB terbaik, yaitu Stutgart RSC ANO/ECP (untuk ion Ce3+)
dan DZP Dunning (untuk air).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Remsungnen (2004)
yang menggunakan metode scan 2-body untuk menentukan HFB yang dapat digunakan untuk
mengkaji simulasi ion Fe2+ dalam air. Garis putus-putus pada Gambar 4. merupakan kurva
energi yang didapatkan dengan menggunakan HFB Stutgart ECP. Plot titik-titik merupakan
kurva energi yang didapatkan dengan menggunakan modifikasi HFB Stutgart ECP. Kedua
kurva kemudian dibandingkan dengan profil kurva fungsi pasangan potensial (kurva garis
penuh).
Gambar 4. Kurva energi interaksi terhadap jarak Fe2+-O menggunakan HFB Stutgart
ECP untuk Fe2+ dan DZP Dunning untuk Air
HFB untuk QMCF
Berbagai tingkat teori perhitungan ab initio dapat mempengaruhi lama perhitungan.
HF hanya menghitung rata-rata interaksi elektron, dan mengabaikan korelasi antara elektron.
MP2 menghitung interaksi antara elektron dalam sistem yang dimodelkan sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan HF. CCSD menghitung energi
dan optimasi ganda sehingga membutuhkan waktu lebih banyak daripada MP2. Durasi
perhitungan berbeda-beda untuk tiap tingkat teori. Sebagai contoh SBKJC VDZ ECP
membutuhkan waktu 2 menit untuk HF, 8 menit untuk MP2 dan 51 menit untuk CCSD.
Penentuan HFB dengan metode water cluster dilakukan dengan mengoptimasi kompleks
[Ce(H2O)n]3+. Kompleks Ce-H2O hanya dapat teroptimasi dengan menggunakan HFB
SBKJC VDZ ECP dan Stutgart RSC Segmented/ECP.
Jarak Ce-O dibandingkan dengan data eksperimen menggunakan XRD (Tabel 1.)
Data eksperimen menunjukan bahwa Ce3+ memiliki jarak rata-rata Ce-O adalah
2,210- 2,513 Ǻ (Feng et al., 2009). Jarak Ce-O yang didapatkan tidak berbeda jauh dengan
data eksperimen. HFB dan tingkat teori perhitungan terpilih berturut-turut adalah SBKJC
VDZ ECP dan HF karena tidak membutuhkan waktu perhitungan yang lama. Tingkat teori
HF juga telah digunakan pada beberapa interaksi ion-air seperti ion Al3+ (Hofer, 2008).
Metode water cluster juga menghasilkan data energi interaksi.
Tabel 2 menunjukan pengaruh jumlah molekul air terhadap jarak optimum Ce3+-O.
Semakin banyak molekul air yang terikat pada Ce akan meningkatkan energy
interaksi. Jarak Ce-O meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah molekul air. Hal ini
dikarenakan semakin banyak interaksi antara ligan dengan logam dan ligan dengan ligan
(Remsungnen, 2004).
Rekomendasi Jenis Simulasi DM yang Dapat Digunakan untuk Simulasi Ion
Ce3+ dalam Air
Hasil penelitian dengan metode scan 2- body menunjukan kurva energi interaksi
terhadap jarak menggunakan HFB Stutgart RSC ANO/ECP pada tingkat teori HF sesuai
dengan kurva Lennard Jones 6-12. Jenis simulasi DM MM/MK dapat digunakan untuk
simulasi ion Ce3+ dalam air dengan menggunakan HFB dan tingkat teori perhitungan
tersebut. Jenis simulasi yang juga dapat digunakan untuk simulasi ion Ce3+ dalam air adalah
metode QMCF dengan menggunakan HFB SBKJC VDZ ECP pada tingkat teori perhitungan
HF.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tidak terjadi transfer muatan selama perhitungan energi interaksi Ce3+ air dengan
HFB CRENBL ECP, SBKJC VDZ ECP, Stutgart RSC 1997 ECP, Stutgart RSC ANO/ECP,
Stutgart RSC Segmented/ECP.
2. Jenis simulasi DM yang direkomendasikan untuk mengkaji ion Ce3+ didalam air
adalah MK/MM dengan menggunakan HFB Stutgart RSC ANO/ECP pada tingkat teori HF
dan QMCF dengan menggunakan HFB SBKJC VDZ ECP pada tingkat teori HF.
Saran
Perlu dilakukan simulasi ion Ce3+ di dalam air untuk mengetahui geometri kompleks
[Ce(H2O)n]3+ dan kekuatan interaksi ion Ce3+ dengan molekul air.
Sumber : Valensi Vol. 2 No. 4, Mei 2012 (475-481), ISSN : 1978 – 8193
Penulis :
Eva Vaulina Yulistia Delsy, Tien Setyaningtyas, Ponco Iswanto, Nunik Fitri Utami
Program Studi Kimia MIPA UNSOED
Jl.Dr.Soeparno Purwokerto 53123
e-mail: [email protected],
APLIKASI PAKET PROGRAM MOLDY(Molecular Dynamic) UNTUK
KARAKTERISASI SIFAT BAHAN Fe, Pb, Bi DAN PENDINGIN
REAKTOR Pb-Bi
PENDAHULUAN
Paket program Moldy adalah suatu program open source yang dipakai untuk simulasi
dinamika molekul bahan cair atau padat yang berbasis sistem LINUX maupun Windows.
Program ini memakai bahasa C dan dapat digunakan untuk simulasi sistem bahan
monoatomik atau poliatomik. Fungsi potensial yang sudah ada dalam program ini adalah
Lennard-Jones, Buckingham termasuk Born-Mayer, MCY dll, serta dapat ditambah dengan
potensial lain melalui modifikasi program.
Dalam tulisan ini akan disajikan hasil simulasi yang dilakukan penulis terhadap
bahan-bahan Fe, Pb, Bi dan Pb-Bi dengan paket MOLDY yang merupakan penelitian awal
tentang korosi baja dalam Pb-Bi cair. Sebelumnya penulis telah membuat modifikasi program
molekular dinamik Pb-Bi dan telah disampaikan pada LKSTN XVI yang tampaknya masih
banyak kekurangan terutama untuk sistem lebih dari 2 jenis atom. Sehingga dengan
diperolehnya paket program MOLDY diharapkan dapat menutupi kekurangan hasil
modifikasi program yang dikembangkan.
Timbal-Bismuth cair dijadikan topik penelitian karena menjadi kandidat yang sangat
kuat untuk menjadi pendingin Fast Breeder Reactor (Reaktor Pembiak Cepat) atau Fast
Reactor (Reaktor cepat). Sifat-sifat yang menguntungkan Pb-Bi cair dalam aplikasi pendingin
reaktor nuklir adalah titik lelehnya 123,5 °C dan titik didihnya 1670 °C dengan perubahan
volume ketika berubah menjadi padat sebesar 1,5 %.
Keuntungan lain penggunaan Pb-Bi cair dalam reaktor nuklir bukan saja inert
terhadap air dan udara tetapi juga dapat menghasilkan 30 neutron untuk setiap 1 GeV proton
datang. Kelemahan cairan logam ini adalah sangat agresif terhadap besi dan Stainless Steel
terutama pada temperature tinggi. Oleh karena itu dalam reaktor nuklir berpendingin Pb-Bi,
Stainless Steel akan mengalami korosi.
Penelitian fenomena korosi Stainless Steel dalam Pb-Bi cair pada umumnya dilakukan
secara eksperimen. Kegiatan ini tampaknya belum memungkinkan di Indonesia karena
fasilitas yang belum memadai. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian ini dengan
simulasi komputer.
Penelitian ini ditujukan untuk memahami mekanisme atomik fenomena korosi
Stainless Steel dalam Pb-Bi cair sebagai fungsi dari temperatur dan waktu. Sebagai langkah
awal akan dilihat sifat pelelehan masing-masing bahan diatas dengan menghitung Radial
Distribution Function (RDF) dan Mean Square Displacement (MSD) yang dapat dipakai
untuk menghitung konstanta difusi.
DASAR TEORI
Simulasi menggunakan metoda dinamika molekul pada dasarnya dimulai dengan menentukan
konfigurasi atom-atom bahan yang ditinjau. Masing-masing atom tersebut saling berinteraksi
satu sama lain yang dalam hal ini diasumsikan memenuhi potensial Lennard-Jones, kemudian
atom-atom tersebut diberikan kecepatan awal secara random. Persamaan gerak sistem diatas
dipecahkan secara numerik dengan komputer. Konfigurasi awal bahan Fe, Pb dan Bi
ditentukan dari tabel kristalografi sbb:
Dari data diatas ditentukan koordinat posisi atom untuk masing-masing unsur dalam satu sel
satuan. Setelah satu sel satuan diperoleh maka sel satuan tersebut diperbanyak dalam arah
XYZ sehingga jumlah sel satuan tersebut menjadi bertambah sesuai dengan yang kita
inginkan memakai persamaan:
Kecepatan awal masing-masing atom diberikan secara random dengan nilai antara 0-1
melalui random generator.
Potensial interaksi antar Fe-Fe, Pb-Pb, Bi-Bi dan Pb-Bi diambil dari literature yang telah
menghitung secara ab-initio. Data ini difitting menggunakan persamaan potensial Lennard-
Jones berikut:
u(r) adalah energi potensial, ε parameter energi dan σ adalah parameter jarak terdekat antar
atom. Hasil fitting tampak dalam table 2.
Secara grafis parameter Lennard-Jones tampak pada gambar 1:
Gambar 1. Potensial Lennard-Jones Pb, Bi dan Pb-Bi
Dari tabel 2 tampak kedalaman sumur potensial Fe paling tinggi diantara yang lain yang
secara kualitatif berarti ikatan antar Fe-Fe lebih kuat dari yang lain.
Dari energi potensial diatas dapat diperoleh gaya antar atom sbb:
Gaya yang dialami oleh atom i akibat berinteraksi dengan N atom adalah :
Untuk mengetahui posisi dan kecepatan atom i setelah mengalami gaya dari N atom lain
maka diperlukan persamaan gerak Newton :
mi massa atom partikel i , vi dan ri adalah kecepatan dan posisi atom i. Persamaan diferensial
ini dalam paket program MOLDY dipecahkan secara numerik melalui algoritma Beeman.
Dari simulasi diatas dapat diperoleh posisi dan kecepatan dari masing-masing atom setiap
saat. Dari mekanika statistik dapat dihubungkan kuantitas mikroskopik ini dengan kuantitas
makroskopik seperti temperatur, tekanan, RDF, MSD dll. Hubungan antara temperatur
dengan kuantitas mikroskopik diatas adalah sbb:
N adalah jumlah atom dalam simulasi, Nc jumlah constraint , kB adalah konstanta Boltzmann
dan vi adalah kecepatan atom i. Temperatur sistem dapat diset sesuai sistem yang ditinjau,
dalam MOLDY terdapat beberapa metoda untuk menentukan temperatur tersebut diantaranya
Scaling dan Noose-Hoover thermostat.
Persamaan Fungsi distribusi radial (RDF) adalah sebagai berikut:
Di mana ρ adalah rapat atom , V(r,Δr) volume kulit bola pada jarak r±Δr . Fungsi distribusi
radial g(r ) merupakan ukuran untuk melihat sejauh mana atom-atom mengatur posisinya
pada temperatur dan waktu tertentu. Sehingga dapat dibedakan secara kualitatif apakah suatu
sistem dalam keadaan padat atau cair.
Kuantitas makroskopik lain yang penting dalam dinamika molekul adalah Mean Square
Displacement (MSD). Pada temperatur tinggi atom-atom dalam sistem bergerak setiap saat.
Dalam molekular dinamik ini berarti merupakan iterasi daripemecahan persamaan diferensial
dengan jumlah timestep tertentu. Dengan demikian perpindahan kuadrat dari atom-atom
setiap saat dapat dirata-ratakan. Kuantitas ini dapat dikaitkan dengan perhitungan konstanta
difusi. Persamaan untuk Mean square displacement (MSD) adalah sbb:
Konstanta difusi diri dapat diperoleh dari hubungan:
Dengan demikian koefisien difusi diri berbanding lurus dengan kemiringan kurva MSD vs
timestep.
HASIL DAN ANALISIS
Hasil yang diperoleh tampak pada gambar 2 dibawah yang berupa fungsi distribusi radial
kristal Fe. Pada suhu 300 K puncak fungsi distribusi radial lebih banyak yang muncul dengan
intensitas yang tinggi menandakan sistem dalam keadaan padat. Demikian juga untuk
temperatur 773 K dan 1000 K puncaknya banyak tetapi intensitasnya berkurang dengan
naiknya temperatur. Sedangkan pada temperatur 1809 K puncak kurva fungsi distribusi radial
menjadi berkurang dan intensitasnya semakin menurun. Hal ini terjadi karena posisi atom-
atom Fe pada temperatur ini semakin acak yang berarti sistem dalam keadaan cair. Hal ini
sesuai dengan hasil eksperimen yang mana titik leleh Fe adalah 1809 K.
Hasil simulasi yang berupa mean square displacement juga memperlihatkan bahwa pada
suhu 1809 K kemiringannya tinggi yang berarti konstanta difusi pada temperatur tersebut
lebih tinggi daripada temperatur yang lain. Semakin tinggi kemiringan kurva mean square
displacement semakin acak susunan atomnya.
Pada gambar 4 tampak kurva fungsi distribusi radial kristal Pb (Timbal) pada temperatur 200
K , 300K dan 600 K. Kurva untuk temperatur 600 K menunjukkan sistem dalam keadaan cair
yang faktanya pada temperatur tersebut merupakan titik leleh Pb. Demikian juga temperatur
300 K sistem dalam keadaan cair tetapi intensitasnya lebih tinggi. Sedangkan pada
temperatur 200 K pada puncak ke 2 sudah akan muncul puncak baru yang menunjukkan bila
sistem akan menuju keadaan padat bila temperatur diturunkan.
Kurva fungsi distribusi radial Bismuth pada temperatur 100 K, 544 K dan 773 K tampak pada
Gambar 5. Temperatur leleh Bismuth adalah 544 K sehingga kurva fungsi distribusi radial
intensitasnya rendah. Pada temperatur rendah (100 K) tidak muncul puncak baru tetapi
intensitasnya jauh lebih tinggi.
Gambar 6 adalah kurva untuk sistem Pb-Bi yang hasilnya tidak jauh berbeda dengan hasil
yang telah penulis lakukan dengan program yang dikembangkan sendiri.
KESIMPULAN
• Paket program MOLDY dapat dipakai untuk simulasi bahan yang diantaranya dapat
menentukan struktur bahan pada temperatur yang diinginkan melalui fungsi distribusi radial
dan mean square displacement.
• Kemiringan kurva mean square displacement berbanding lurus dengan konstanta difusi diri
dari bahan.
• Hasil simulasi dinamika molekul kristal Fe menunjukkan bahwa pada 1809 K Kristal Fe
dalam fasa cair sedangkan pada temperatur dibawahnya dalam fasa padat.
Sumber : Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus
2006 (119-130)
Penulis :
Alan Maulana*, Zaki Suud*, Hermawan K.D**, Khairurijal*
Recommended