Patricia Jessika Babay
A B C D E
A – Airway & cervical spine control
B – Breathing & ventilation support
C – Circulation & hemorrhage control
D – Disability / Neurologic Assessment
E – Exposure for Complete Examination & hypothermia prevention
Primary Survey ABCDE Jika tidak ditangani SEGERA † Trauma abdomen C (Circulation) problem
laparotomy(resusitasi intraoperatif)
E (Exposure) periksa semua jejas yang ada di abdomen
Trauma Tajam Abdomen
Adanya benda tajam yang menimbulkan luka di abdomen
Jika peritoneum parietale rusak trauma tembus (penetrating)
Pisau, kayu/bambu, obeng, peluru, dll KHUSUS:
Impalement injury Evisceration
Impalement Impalement InjuryInjury
DO NOT REMOVE OBJECT OR EXERT ANY FORCE UPON IT!
EviscerationEvisceration
Extrusion of abdominal contents secondary to penetrating abdominal
trauma
Manajemen Evisceration Injuries
Gunakan balutan steril utk menempatkan organ yg keluar di dekat luka (TIDAK ke dlm luka)
Tutup organ & luka sepenuhnya dgn balutan lembab & steril
JANGAN buat TEKANAN KE LUKA atau ORGAN YG KELUAR
Ikatan yg longgar disekitar luka
Persiapkan utk pembedahan
Observasi
Ya Tidak
Eksplorasi luka
Kamar Bedah – operasi
Indikasi Bedah laparatomi
-Vital Sign tidak stabil
- evisceration
- impalement
- Peritonitis
- tanda2 perdarahan
STAB WOUN
D
Diagnostic peritoneal lavage (DPL)
+ DPL - DPL
Tembus peritoneum?
meragukan
Diagnostic Peritoneal Lavage
Dilakukan pada keadaan klinis yang meragukan (equivocal)
Cepat, sangat sensitif (97-98%) Tidak diperlukan training khusus
Diagnostic Peritoneal Lavage
= Abdominal paracentesis Peritoneal catheter Infuse lavage fluid (Nacl 0.9%) Analisis cairan lavage Hasil positif: indikasi laparotomy
explorasi
Positive DPL• Darah bebas tampak jelas
• Analisis cairan lavage :
RBC > 100,000 cells/mm3
Bile, bacteria, vegetable fibers, fecal material
Amylase, alkaline phosphatase
Trauma Tumpul (Blunt) Paling sering pada trauma abdomen Jejas tidak selalu menunjukkan organ injury Paling sering menimbulkan gangguan
hemodinamik (CIRCULATION) – perdarahan yang tidak nampak HATI-HATI !!
PRIMARY SURVEY Kematian ↗ Organ yang cedera : terbanyak pada tubuh
manusia (lien, hepar, pancreas, gaster, usus, ginjal, ureter, VU, uterus, dll..)
Diagnosis Trauma Tumpul Abdomen
Pemeriksaan Fisik Paling berguna pada primary survey Pada secondary survey untuk identifikasi
kemungkinan cedera organ Pada kasus2 meragukan (equivocal): sensitivitas
50-60 % Harus sistematis, tepat & cepat
Foto polos Abdomen x-ray: tidak terlalu diandalkan Chest x-ray : mandatory
Laboratorium Serial Hb/Hct – untuk monitoring perdarahan :
tidak sensitif / perlu waktu Digunakan untuk baseline follow-up
USG FASTDPL (Diagnostic Peritoneal Lavage)CT scan abdomen
Chest x-ray
Mandatory procedure
Dapat menemukan pneumoperitoneum
Untuk evaluasi masalah2 di paru & pleura
Focused Abdominal Sonography for Trauma (FAST)
Diagnostic procedure of choice in the unstable patient
Fast, simple, portable, readily available
Short learning curve Positive finding: fluid
(blood) in peritoneal cavity 1-2
menit, di EMG
Abdominal CT Scan
Very specific (95-100%) Good sensitivity (85-99%) Can evaluate the
retroperitoneum Allows staging of blunt organ
injuries Most major injuries are operator
(reader) independent Dx modality of choice for
hemodynamically stable patients with suspected blunt abdominal injury
DPL VS ULTRASOUND VS CT SCAN PADA TRAUMA TUMPUL
DPLDPL USGUSG CT SCANCT SCAN
IndikasiIndikasi
Menentukan adanya perdarahan bila BP
Menentukan cairan bila BP
Menentukan organ cedera bila BP normal
KeuntungaKeuntunga
nn
Diagnosis cepat dan sensitif; akurasi 98%
Diagnosis cepat; tidak invasif dan dapat diulang; akurasi 86%-97%
Paling spesifik untuk cedera; akurasi 92%-98%
KerugianKerugian
Invasif, gagal mengetahui cedera diafragma atau cedera retroperitoneum
Tergantung operator distorsi gas usus dan udara dibawah kulit. Gagal mengetahui cedera diafragma usus, pankreas
Membutuhkan biaya & waktu tang lebih lama, tidak mengetahui cedera diafragma, usus dan pankreas
INDIKASI LAPARATOMI PASIEN TRAUMA Trauma abdomen dengan DPL positif atau USG positif
dengan hemodinamik tidak stabil. Hemodinamik tidak stabil berulang walaupun telah
diresusitasi cairan, tanpa adanya perdarahan eksterna/ di tempat lain
Luka tembus/ penetrans Eviscerasi organ abdomen Peritonitis dini atau menyusul Adanya udara bebas (free air), udara
retroperitoneum, atau ruptur diafragma CT kontras yang memperlihatkan ruptur trakturs
gastrointestinal atau cedera organ solid
Mekanisme yang menimbulkan kerusakan hepar pada trauma tumpul : efek kompresi dan deselerasi.
Trauma kompresi pada hemithorax kanan dapat menjalar melalui diafragma, dan menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan hepar.
Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain dan sering melibatkan vena cava inferior dan vena-vena hepatik.
Trauma tajam terjadi akibat tusukan senjata tajam atau oleh peluru.
Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma, penyebab, kekuatan, dan arah trauma.
Karena ukurannya yang relatif lebih besar dan letaknya lebih dekat pada tulang costa, maka lobus kanan hepar lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri, Sebagian besar trauma hepar juga mengenai segmen hepar VI,VII, dan VIII.
Gambaran trauma hepar mungkin dapat seperti :
(1)subcapsular atau intrahepatic hematom,(2)laserasi,(3)kerusakan pembuluh darah hepar,(4)perlukaan saluran empedu.
Diagnosis
anamnesis, px.fisik (tanda dan gejala klinik), px.lab dan px.penunjang (USG, CT-Scan).
Manifestasi Klinis
nyeri pada epigastrium kanan tanda-tanda syok hipovolemik : hipotensi,
takikardi, penurunan jmlh urin, tekanan vena sentral yang rendah, distensi abdomen
Tanda-tanda iritasi peritoneum akibat peritonitis biliar dari kebocoran saluran empedu : nyeri, rigiditas abdomen, mual dan muntah.
Px. lab
Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan diikuti dengan :
pe↓ Hb & Ht leukositosis >15.000/ul, biasanya setelah
ruptur hepar akibat trauma tumpul Kadar enzim hati yang ↑ dlm serum darah
(menunjukkan bahwa terdapat cidera pada hepar)
Pe↑ serum bilirubin, ditemukan pada hari ke3 - ke4 setelah trauma.
CT-Scan
menentukan lokasi dan luas trauma hepar, menilai derajat hemoperitoneum, memperlihatkan organ intraabdomen lain
yang mungkin ikut cidera, identifikasi komplikasi yang terjadi setelah
trauma hepar yang memerlukan penanganan segera terutama pada pasien dengan trauma hepar berat,
untuk monitor kesembuhan.
Penanganan
Resusitasi Jalan nafas yg adekuat harus dipertahankan & Kontrol perdarahan dan syok.Infus 2000 ml Ringer Laktat mengembalikan atau menjaga BP normal pasien jika kehilangan darah < 15% volume darah total tanpa perdarahan lanjut yang signifikan.Jika kehilangan darah > 15% volume darah atau jika perdarahan masif tetap berlangsung tekanan darah biasanya meningkat hampir mencapai normal kemudian jatuh atau turun dengan cepat.
Non-operatifKriteria untuk penatalaksan non operatif
adalah: Hemodinamik stabil setelah resusitasi, Status mental normal Tidak ada indikasi lain untuk laparatomi.
Indikasi operasi - Trauma hepar dengan syok - Trauma hepar dengan peritonitis - Trauma hepar dengan hematom yang
meluas - Trauma hepar dengan penanganan
konservatif gagal - Trauma hepar dengan cedera lain intra
abdominal
Prinsip penatalaksanaan operatif trauma hati : Kontrol perdarahan yang adekuat Pembersihan seluruh jaringan hati yang
telah mati (devitalized liver) Drainase yang adekuat dari lapangan
operasi
Perawatan Pasca Bedah Penderita dirawat di ICU atau ruang perawatan
akut Bedrest, pasang NGI dan kateter usus Diet per oral diberikan bila saluran pencernaan
telah berfungsiFollow-up Bila cedera hepar cukup signifikan dan dilakukan
non operatif managemen: Bedrest 2-3 hari Follow-up CT-scan hari 5-7 pasca trauma,
kemudian 1 bulan berikutnya
Prognosis
Mortalitas pada trauma hepar 10-15 %.
Trauma duodenum jarang terjadi, 5% dari cedera abdomen.
>>disebabkan oleh trauma tembus, luka tembak (75 %), luka tikaman (20%).
Cedera akibat tikaman pisau biasanya menyebabkan laserasi pada dinding duodenum,
Insiden bervariasi pada lokasi anatomis dari duodenum, paling sering terkena
D2(33%),D3 dan D4 (20%),D1(15%).
Trauma tembus bisa terjadi diseluruh bagian duodenum sedang pada trauma tumpul, mayoritasnya terjadi pada D2, D3.
Perubahan klinis pada awal cedera tidak terlihat jelas dan akan tampak bila keaadan memberat dan berkembang menjadi peritonitis.
Pada perforasi retroperitoneal yang masif, keluhan yang muncul : kekakuan pada abdomen bag.atas dengan peningkatan suhu yang progresif, takikardi, mual.
Setelah beberapa jam isi duodenum akan mengalami ekstravasasi kedalam kavum peritoneum dan berkembang menjadi peritonitis.
Px.penunjang : Foto polos abdomen Ct-scan
KLASIFIKASI TRAUMA DUODENUM
Grade Deskripsi cederaI Hematoma melibatkan satu segmen duodenum
Laserasi laserasi sebagian ketebalan dinding, ≠perforasiII Hematoma melibatkan lebih dari satu segmen duodenum
Laserasi laserasi < 50% sirkumferensiIII Laserasi laserasi 50 sampai 75% sirkumferensi D2
50 sampai 100% sirkumferensi segmen D1,D3,D4IV Laserasi laserasi >75% sirkumferensi D2
Melibatkan ampulla vater atau distal saluran empedu
V Laserasi laserasi luas dari duodenumpankreaticoVaskular devaskularisasi duodenum
NO DERAJAT Determinant keparahan Cedera
Duodenum RINGAN
BERAT
1 Agent Luka Tusuk Tumpul / Peluru
2 Ukuran < 75% Diameter >75% Diameter
3 Lokasi Duodenum Pars III, IV Pars I, II
4 Waktu cedera-Operasi < 24 Jam > 24 Jam
5 Cedera Penyerta Tidak ada Ada (Pankreas, CBD,
dll)
6 Prognosis Mortalitas 0 % 6%
Morbiditas 6 % 14 %
Terapi
Grade I & II tanpa pembedahan; pengobatan konservatif & drainase.penanganan konservatif slm 3 minggu dgn aspirasi NGT secara kontinyu dan nutrisi parenteral total.
Bila tanda obstruksi tidak mereda, evaluasi dengan pemeriksaan kontras saluran cerna bagian atas dgn interval 5-7 hari.
Bila tidak ada perkembangan laparotomi.
Terapi
Grade III reseksi organ Grade IV & V,cedera duodenum dan pankreas paling
baik di tangani dengan pancreaticiduodenectomi
Prognosis Mortalitas bervariasi dari 5 – 25 % (± 15 %).
Kebanyakan mortalitas pada pasien cedera duodenum disebabkan oleh cedera2 penyerta dari organ lain.
Kematian pada awal cedera duodenum berhubungan dengan adanya cedera pada pembuluh darah besar pasien menunjukkan gejala syok.
mortalitas trauma tumpul > pd trauma tembus (20% vs 15 %)
Keterlambatan mendiagnosa cedera duodenum >24 jam meningkatkan angka mortalitas sampai 40%.
Thank you for your attention