Peran Service Quality serta Loyalty Program dalam
membentuk Loyalitas Nasabah Mandiri Fiesta Poin
Whony Rofianto, Brilyan Wicaksono dan Rachdiaz Judha D
Program Studi Manajemen, Indonesia Banking School, Jakarta, Indonesia
ABSTRACT
Kebanyakan bisnis seperti bisnis ritel melaksanakan program loyalitas untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan mereka dan mencegah pelanggan mereka berpindah ke pesaing mereka. Namun,
keberhasilan program ini tidak dibuktikan. Muncul masalah bahwa loyalitas program yang dibuat
oleh Bank tidak berhasil menciptakan kesetiaan. Mekanisme loyalitas ini tidak menciptakan kesetiaan
kepada satu supermarket karena pelanggan milik lebih dari satu program loyalty supermarket untuk
mendapatkan harga spesial dan promosi. Dengan demikian, penelitian ini ditujukan untuk menyelidiki
hubungan antara loyalty program, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan di industri
perbankan. Temuan menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif signifikan dan negatif antara
loyalitas program, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Temuan mengkonfirmasi bahwa
Loyalitas Program tidak serta merta menumbuhkan loyalitas pelanggan karena untuk mendapatkan
poin di loyalty program cukup sulit sehingga konsumen merasa dipersulit untuk mendapatkan hadiah.
Implikasi-implikasi dari temuan akan dibahas pada penelitian ini.
Keywords:loyalty program; customer satisfaction; customer loyalty; servqual
Pendahuluan
Sejak industri penerbangan memperkenalkan program loyalitas pertama di awal 1980-
an, program loyalitas yang umum berkembang di banyak sektor termasuk hotel, restoran,
kasino, dan perbankan (Kim & Ph 2006). Sebagai salah satu dari banyak taktik pemasaran,
program loyalitas bertujuan untuk mengembangkan pembelian berulang oleh pelanggan
dengan manfaat tambahan seperti pengakuan, perlakuan istimewa, akses ke produk khusus
dan jasa, serta insentif (Kivetz & Simonson 2002) . Hal tersebut juga bertujuan untuk
menumbuhkan loyalitas pelanggan dengan membangun lebih dekat dan hubungan jangka
panjang antara perusahaan dan pelanggan (Yi 2003). (Meyer-Waarden 2008) menunjukkan
bahwa anggota program loyalitas dan bukan anggota memiliki perilaku pembelian yang
berbeda. Anggota program loyalitas mengidentifikasi lebih kuat dengan perusahaan (Oliver
1999). Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa program-program yang dirancang
untuk mempengaruhi loyalitas sikap dan perilaku (Kivetz & Simonson 2002) penelitian
empiris juga menunjukkan lemah atau tidak ada dampak signifikan dari program pada sikap
atau perilaku (Dowling & Uncles 1997).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji loyalitas pelanggan dalam konteks
perbankan; terutama secara empiris unutk menguji apakah loyalitas program dapat
mengarahkan konsumen kepada sikap loyalitas mereka.
Tinjauan Pustaka
Service Quality
(Tjiptono 2005) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai kemampuan sebuah
organisasi memberikan layanan untuk memenuhi harapan pelanggan. Definsi tersebut
menekankan pada pemenuhan harapan pelanggan, tetapi masih belum mencerminkan suatu
keunggulan dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini ditulis oleh (Lovelock &
Gummesson 2004), “Service quality merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginana pelanggan.”
Service dapat dikatakan berkualitas jika kinerja service dapat memenuhi harapan
pelanggan. Hal ini menunjukan bahwa ada dua faktor utama yang memperngaruhi service
quality, yaitu layanan yanag diharapkan (expectation) dan layanan yang diterima
(performance). Apabila performance dari service sesuai dengan expectation, maka service
quality dipersepsikan baik oleh pelanggan. Apabila performance dari service melampaui
expectation, maka service quality dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika
performance dari service lebih rendah dari expectation, maka service quality dipersepsikan
buruk oleh pelanggan. Dengan demikian, baik atau buruk service quality suatu bisnis atau
usaha tergantung pada kemampuan bisnis tersebut dalam memenuhi harapan pelanggan secara
konsisten.
Kualitas layanan dalam implementasi memiliki beberapa dimensi, yang
keberadaannya perlu diperhatikan dan diterapkan dengna baik agar bisnis dapat unggul dalam
bersaing. Menurut (Mosahab 2010), ada lima dimensi kualitas layanan, yaitu tangibles,
emphaty, assurance, realibility, dan responsivenes, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tangibles (bukti fisik), berkaitan dengan penampilan fisik, peralatan, karyawan,
dan material-material yang dimiliki oleh badan usaha.
2. Emphaty (kepedulian), berkaitan dengan kepedulian dan perhatian karyawan
atau pemilik bisnis kepada pelanggan, meliputi kemudahan melakukan hubugan
atau komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para
pelanggan.
3. Assurance (jaminan), berkaitan dengan perilaku karyawan mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap bisin dan bisnis bisa
menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Assurance juga berarti bahwa
karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk menjawab setiap pertanyaan atau menangani masalah
pelanggan.
4. Realibility (keandalan), berkaitan dengan kemampuan bisnis untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan layanan sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan, akurat, dapat
dipercaya, dan konsisten.
5. Responsivenss (daya tanggap), berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan
karyawan membantu para pelanggan dan merespons permintaan pelanggan, serta
mengkonfirmasikan kapan saja layanan akan diberikan, dan memberikan
layanan dengan tanggap.
Perceived Value
Perceived value customer atau delivered value (nilai yang diterima pelanggan),
menurut (Kotler & Armstrong 2010) adalah selisih antara total customer value (jumlah nilai
bagi pelanggan)dan total customer cost (biaya total bagi pelanggan). Total customer value
(jumlahnilai bagi pelanggan) adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh
pelanggandari produk atau jasa tertentu. Total customer cost (biaya total bagi pelanggan)
adalahkumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam
mengevaluasi,memperoleh, dan menggunakan produk atau jasa tersebut.
Penelitian (Fornell 1992) menunjukkan perceived value dipengaruhi oleh
perceivedquality. Perceived quality dalam penelitian Fornell merupakan persepsi konsumen
atasdimensi-dimensi kualitas jasa.
Customer Satisfaction
Banyak definisi mengenai kepuasan, definisi yang dominan dan banyak diacu
dalamliteratur pemasaran adalah definisi yang didasarkan pada disconfirmation paradigm
(Oliver 1999). Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan pelanggan dirumuskan
sebagaievaluasi pasca pembelian di mana persepsi terhadap kinerja dari alternatif produk
ataujasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan, maka yang terjadi adalah kepuasan.
Berdasarkan perspektif psikologis, ada dua model kepuasan konsumen yaitu
modelkognitif dan model afeksi. Pada model kognitif, penilaian konsumen didasarkan
padaperbedaan antara atribut yang dipandang ideal dengan persepsi tentang kombinasi
atributyang sebenarnya.Sedangkan kepuasan dari sisi model afeksi, menunjukkan
bahwapenilaian individual terhadap suatu produk tidak semata-mata berdasarkan
perhitunganrasional tetapi juga berdasarkan kebutuhan subyektif, aspirasi, dan pengalaman.
Customer Loyalty
Menurut (Tjiptono 2005) perilaku pembelian ulang kerapkali dihubungkan dengan
loyalitas (loyalty), meskipun sebenarnya hal tersebut berbeda. Loyalitas merek mencerminkan
komitmen psikologis terhadap merek tertentu, sedangkan pembelianulang semata-mata
menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang(bisa karena hanya satu-
satunya merek yang tersedia, merek termurah, dan sebagainya).
Menurut Brody dan Cunningham (1968), loyalitas didefinisikan sebagai pembelian
berulang produk tertentu dalam suatu periode waktu tertentu.Untuk alasan ini, frekuensi
pembelian merek tertentu dan kemungkian pembelian (Farley 1964) sering diusulkan sebagai
sarana mengukur loyalitas merek (Yi 2003).
Pernyataan ini didukung oleh Oliver yang mengatakan bahwa loyalitas merupakan
sebuah komitmen yang di pegang konsumen untuk melakukan pembelian kembali terhadap
suatu produk atau layanan secara konsisten di masa depan, meskipun adanya pengaruh atau
upaya pemasar brand lain yang memiliki potensi perilaku konsumen beralih. (Jones et al.
2002). Menurut Ehrenberg, mengatakan bahwa biasanya peneliti mengukur lima jenis
perilaku selama interval waktu tertentu untuk mengoperasionalkan loyalitas dalam pasar yang
kompetitif, yaitu : (Yi 2003)
1. Persentase pembelian produk perusahaan oleh konsumen.
2. Jumlah pembelian yang dibeli konsumen.
3. Persentase konsumen yang selalu membeli produk perusahaan.
4. Persentase konsumen yang 100% loyal terhadap perusahaan.
5. Persenatase konsumen yang juga membeli produk perusahaan lain.
Namun, menurut (Dodds et al. 1991) definisi perilaku tersebut telah di kritik karena
keterbatasannya dalam memprediksi perilaku di masa depan, yaitu ketidakmampuan untuk
membedakan antara perilaku pembelian ulang yang disebabkan karena kenyamanan dengan
komitmen. Selain itu, ketidakmampuan dalam menjelaskan loyalitas multi-brand dalam
konteks konsumen yang membeli dua atau lebih produk merek lain. (Yi 2003).
Hipotesis Penelitian
Service Quality and Perceived Value
Suatu kualitas pelayanan yang diberikan perushaan terhadap pelanggannya membuat
seorang nasabah mampu untuk mengevaluasi palayanan tersebut baik atau buruk. Menurut
(Parasuraman et al. 1985) Pelanggan dapat menilai suatu pelayanan dapat berdasarkan unsur-
unsur yang terdapat pada kualitas pelayanan yaitu tangible, emphaty, reliability,
responsiveness, dan assurance. Kemudian menurut (Yi 2003), mengatakan bahwa kualitas
pelayanan pada suatu bank memiliki hubungan dengan reputasi bank itu sendiri, dimana
kelima dimensi pada kualitas pelayanan memiliki dampak langsung terhadap reputasi bank di
mata pelanggannya. Sehingga dapat disimpulakn bahwa, kualitas pelayanan yang ditunjukan
suatu perusahaan mampu mempengaruhi nilai yang dirasakan pelanggannya. (Mosahab 2010)
H1: Service quality memiiki pengaruh positif terhadap Perceived Value
Perceived Value and Customer Satisfaction
Suatu tingkat kepuasan konsumen didukung oleh seberapa besar seorang konsumen
menilai produk yang digunakannya atau pun dikenalnya. Karena seorang konsumen merasa
akan merasa puas berdasarkan nilai dari manfaat yang mereka dapatkan dari suatu produk
atau layanan. Menurut Sweenay dan Soutar, menyatakan bahwa perceived value masuk
kedalam proses pembelian produk dan jasa pada tahap pra-pembeliam. Sedangkan
kepuasanan pelanggan berkaitan dengan pengalaman menggunakan produk dan jasa pasca
pembelian. Maka perceived value merupakan faktor sebelum terciptanya tingkat kepuasan
pelanggan, sedangkan tingkat kepuasan berperan sebagai faktor yang dihasilkan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa perceived value memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan.(E.
Choi, 2013). Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa Perceived Value memiliki dampak
secara langsung yang berpengaruh pada kepuasan pelanggan. Hubungan antara Percieved
value dan kepuasan pelanggan telah diperdebatkan dalam literatur pelayanan pemasaran.
Sementara Anderson berpendapat bahwa suatu nilai memiliki dampak langsung pada seberapa
besarnya kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dan menurut Ravald (1996), kepuasan
pelanggan bergantung pada nilai, lalu menurut Lemmink (1998) sedikit perhatian yang telah
dibayarkan untuk penilaian pelanggan dalam mengevaluasi pelayanan (McDougall &
Levesque 2000). Dengan demikian, peneliti mengusulkan hipotesis berikut:
H2: Perceived Value memiliki pengaruh positif terhdap Customer Satisfaction
Customer satisfaction and Loyalty
Kepuasan pelanggan, yang mengacu pada "negara ringkasan Psikological yang
dihasilkan ketika emosi yang mengelilingi harapan tidak dibenarkan digabungkan dengan
perasaan konsumen sebelumnya tentang pengalaman konsumsi" (Oliver 1999), sering
dianggap sebagai penentu penting niat pembelian kembali (Liao , Palvia, & Chen, 2009) dan
loyalitas pelanggan (Eggert & Ulaga, 2002). Jika nasabah memiliki pengalaman yang baik
menggunakan Bank Mandiri dari waktu ke waktu, maka ia akan memiliki kepuasan pelanggan
kumulatif. Literatur sebelumnya berteori bahwa kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis: kepuasan transaksi-khusus dan umum kepuasan keseluruhan (Yi, 1991).
Transaksi spesifik kepuasan pelanggan mengacu pada penilaian pelanggan membuat setelah
pengalaman pembelian tertentu, dan kepuasan keseluruhan berarti Peringkat pelanggan dari
merek berdasarkan pengalaman mereka (Johnson & Fornell, 1991). Dari penjelasan ini, kita
dapat melihat kepuasan secara keseluruhan sebagai kombinasi dari semua kepuasan spesifik
transaksi sebelumnya (Jones & Suh, 2000). Fournier dan Mick (1999) berpendapat bahwa
hanya penelitian spesifik transaksi kepuasan akan mempersempit batas-batas konseptual, dan
mereka menyerukan penelitian tentang kepuasan non-transaksional, serta peneliti lain
(Anderson, Fornell, & Lehmann, 1994). Di sisi lain, tingkat tinggi kepuasan pelanggan dapat
memiliki dampak positif terhadap loyalitas pelanggan (Mittal, Ross, & Baldasare, 1998).
Loyalitas merek didefinisikan sebagai "komitmen yang dipegang teguh untuk membeli
kembali produk/jasa secara konsisten di masa depan, sehingga menyebabkan pembelian
merek-set yang sama secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran
yang berpotensi untuk menyebabkan perilaku beralih "(Oliver, 1999). Menurut Sivadass dan
Baker-Prewitt (2000), loyalitas pelanggan adalah tujuan akhir dari pengukuran kepuasan
pelanggan.Hal ini ditemukan untuk menjadi penentu utama dari merek jangka panjang
viability (Krishnamurthi & Raj, 1991).Selain itu, dibandingkan dengan pelanggan setia,
pelanggan non-loyal yang jauh lebih dipengaruhi oleh informasi negative tentang produk atau
jasa (Donio, Massari, & Passiante, 2006).Oleh karena itu, mempertahankan pelanggan yang
sudah ada dan memperkuat loyalitas pelanggan tampaknya sangat penting bagi industry jasa
perbankan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif. Dalam studi ini, kita mengukur
loyalitas pelanggan sebagai niat perilaku pelanggan untuk terus menggunakan layanan jasa
Bank Mandiri serta kecenderungan mereka untuk merekomendasikan Bank Mandiri kepada
orang lain.
Pengguna puas akan memiliki tingkat penggunaan yang lebih tinggi dari layanan Bank
Mandiri daripada mereka yang tidak puas, dan mereka lebih cenderung untuk memiliki niat
terus menerus lebih kuat dan untuk merekomendasikan Bank Mandiri kepada teman-teman
atau kerabat mereka (Zeithaml et al. 1988) . Jika penyedia layanan dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan lebih baik dibandingkan pesaingnya, lebih mudah untuk menciptakan
loyalitas (Oliver 1999)(Fornell 1992) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan yang tinggi
terutama disebabkan oleh kepuasan pelanggan yang tinggi. Clarke (2001) mengusulkan
bahwa kepuasan efektif harus mampu menciptakan loyalitas antara pelanggan.Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap
loyalitas pelanggan (Choi, Seol, Lee, Cho, & Park, 2008) atau secara negatif mempengaruhi
beralih niat (Walsh, Dinnie, & Wiedmann, 2006). Setelah pelanggan merasa tidak puas
dengan penyedia layanan karena kualitas pelayanan rendah atau faktor-faktor lain, maka dia
akan jauh lebih mungkin untuk mengubah ke yang lain. Beberapa pelanggan yang tidak puas
mungkin mengeluh setelah layanan yang buruk, tapi tidak akan beralih. Namun, banyak
pelanggan yang tidak puas tidak akan mengeluh tetapi akan beralih diam-diam dan membuat
kata negatif dari mulut ke mulut (Dube & Maute, 1996). Kita bisa menarik hipotesis bahwa
ini hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan akan berlaku di Bank
Mandiri. Dengan demikian, peneliti mengusulkan hipotesis berikut:
H3: Customer satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap Loyalty
Service Quality and Customer Satisfaction
Menyediakan kualitas layanan tingkat tinggi sangat penting bagi penyedia layanan
untuk bersaing dengan kompetitor lain (Bharati & Berg, 2005; Kemp, 2005; Yoo & Park,
2007).Zeithaml et al. (1996) dijelaskan kualitas pelayanan sebagai "tingkat ketidaksesuaian
antara harapan pelanggan dan persepsi". Dabholkar, Shepherd, dan Thorpe (2000)
menyatakan bahwa sejak kualitas layanan memiliki sub-dimensi keandalan dan daya tanggap,
hal itu akan menyebabkan kepuasan pelanggan. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
(1988), kualitas layanan meliputi lima dimensi: reliability, tangibles, responsiveness,
assurance, dan empati. Mereka dan banyak peneliti lainnya menunjukkan validitas dan
reliabilitas dari langkah-langkah untuk kualitas pelayanan yang dirasakan (Cronin & Taylor,
1992; Soteriou & Chase, 1998).Literatur tentang hubungan antara kepuasan pelanggan dan
kualitas layanan ambigu (Chong, Kennedy, Riquire, & Rungie, 1997). Ada tiga teori bersaing
tentang hubungan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan: kepuasan adalah pendahuluan
kualitas layanan, kualitas layanan adalah prediktor kepuasan, dan dua konstruksi yang
dipertukarkan (Kassim & Abdullah, 2008). Selain itu, Shin dan Kim (2008) mengemukakan
kualitas pelayanan adalah keseluruhan kesan konsumen dari efisiensi relatif dari penyedia
layanan, dan mereka menemukan bahwa kualitas layanan berhubungan signifikan dengan
kepuasan pelanggan.Pandangan peneliti tentang hubungan antara dua konstruksi didasarkan
pada klaim bahwa persepsi kualitas layanan merupakan prediktor kepuasan pelanggan.
Beberapa studi empiris menegaskan bahwa tingkat yang lebih tinggi kualitas pelayanan terkait
dengan tingkat yang lebih tinggi kepuasan pelanggan (Brady & Robertson, 2001; Cronin,
Brady, & Hult, 2000; Dabholkar et al, 2000;.Yang, Wu, & Wang, 2009). (Zeithaml et al.
1988) juga menyatakan pelanggan per-konsepsi kualitas pelayanan merupakan faktor utama
memprediksi kepuasan pelanggan.Layanan berkualitas tinggi bisa menarik pelanggan baru,
mempertahankan pelanggan yang sudah ada, dan bahkan memikat pelanggan dari com-
petitors yang kualitas pelayanan yang dianggap lebih rendah (Babakus, Bienstock, & Scotter,
2004). Seperti dalam konteks peneitian ini, ketika konsumen merasa bahwa kualitas
pelayanan dari penyedia layanan jasa perbankan lebih tinggi, mereka akan mengalami
peningkatan kepuasan, yang pada gilirannya akan mengarah pada loyalitas pelanggan yang
lebih tinggi.
H4: Service quality memiliki pengaruh positif terhadap Customer satisfaction
Loyalty Program and Perceived Value
Loyalty program memiliki hubugan nilai dengan mempengaruhi Perceived value
pelanggan. Hal ini didukung oleh O’Brien dan Jones (1995) yang mengusulkan bahwa
perceived value pelanggan adahal yang diperlukan dalam mengembangkan loyalitas merek
melalui Loyalty program. Dimana, loyalty program harus dianggap memiliki nilai lebih
terhadap pelanggan. Menurut O’Brien, Loyalty program memiliki lima unsur dalam
menentukan nilainya pada pelanggan, yaitu: (1) cash value dalam penebusan penghargaan, (2)
keragaman pilihan penghargaan, (3) nilai aspirasi terhadap penghargaan, (4) Adanya peluang
atau kesempatan mendapat penghargaan, dan (5) Adanya kemudahan dalam saat penggunaan
penghargaan.(Yi 2003)
Namun masih ada beberapa pendapat lain pada perceived value. Menurut Johnson
(1999) yang mengatakan bahwa kemampuan dalam mendapat penghargaan, perilaku me-
redeem penghargaan, dan relevansi menentukan nilai dari loyalty program itu sendiri.
(Dowling & Uncles 1997) menambahka manfaat psikologis pada program dan akumulasi
poin.Mereka mencatat bahwa ringkasan akumulasi poin dan kualifikasi untuk hadiah bisa
dianggap sebagai imbalan psikologis bagi para pelanggan yang sering menggunakan
program.Persepsi nilai juga dapat dikatakan sebagai jenis penghargaan. (Kivetz & Simonson
2002) menemukan bahwa kemewahan dapat dijadikan imbalan yang lebih dihargai daripada
kebutuhan sebagai penghargaan. Umumnya gaya perilaku mewah terkait dengan perilaku
hedonis, sedangkan sebagian besar kebutuhan merupakan sebuah penggunaan item. Menurut
sudut pandang merekan, loyalty program dapat memilki dampak yang lebih kut terhadap
pelanggan yang cenderung merasa bersalah dengan gaya hidup mewah.(Yi 2003)
H5: Loyalty program memiliki pengaruh positif terhadap Perceived value
Loyalty Program and Loyalty
Seorang konsumen yang diberikan berupa bonus atau penghargaan dari hasil
penggunaan produk mebuat konsumen merasa dihargai. Hal tersebut mendukung loyalitas
konsumen terhadap brand. Sehingga dapat dikatakan bahwa loyalty program memiliki
pengaruh terhadap loyaltas terhdap brand. Hal ini didukung oleh O’Brien dan Jones (1995),
yang mengatakan bahwa loyalty program dapat mendukung atau mempercepat siklus hidup
loyalitas, dengan mendorong pelanggan pada tahun tahun pertama dan kedua menjadi seperti
pelanggan yang sudah bertahun-tahun lebih. Pelanggan ini membangun kelangsungan bisnis
dengan jumlah pembelian yang lebih banyak, melakukan pembelian produk dengan harga
premium, dan mampu membawa pelanggan baru. (Yi 2003)
Kemudian dalam jangka panjang menurut Sharp (1997), dengan meningkatnya biaya
perpindahan menimbulkan implikasi yang penting terhadap loyalitas pelanggan. Pertama,
semakin lamanya pelanggan bertahan terhadap program tersebut, kepentingan yang lebih
pribadi yang akan pelanggan miliki dan akan banyak yang dipertaruhkan apabila
meninggalkan perusahaan. Kedua, biaya perpindahan yang semakin bertambah menyebabkan
pelanggan menjadi kurang suka apabila menggunakan produk perusahaan lain dan
menurunkan kemampuan untuk memilih produk perusahaan lain. (Y. Liu, 2007)
H6: Loyalty program memiliki pengaruh positif terhadap Loyalty
Gambar 1. Model Penelitian
H1: Service quality memiiki pengaruh positif terhadap Perceived Value
H2: Perceived Value memiliki pengaruh posiitf terhdap Costumer Satisfaction
H3:Customer satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap Loyalty
H4:Service quality memiliki pengaruh positif terhadap Customer satisfaction
H5:Loyalty program memiliki pengaruh positif terhadap Perceived value
H6: Loyalty program memiliki pengaruh positif terhadap Loyalty
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian descriptive, yaitu penelitian
yang dirancang untuk membantu keputusan dalam menentukan, mengevaluasi, serta
memilih alternative terbaik dalam memecahkan masalah. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan peneltian deskriptif kuantitatif yang akan dilakukan dalam satu periode
(cross sectional design).Cross sectional design adalah jenis ranangan riset yag terdiri
dari pengumpulan informasi mengenai sampel tertentu dari elemen populasi hanya
satu kali (Maholtra 2009).
Populasi
Menurut (Griffin et al. 2012)), populasi adalah jumlah atau kumpulan
elemen-elemen yang kita ingin buat dari beberapa kesimpulan yang telah
diambil. Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah PT. Bank Mandiri
Tbk., Di Jakarta.
Sampel Penelitian
Sampel adalah sekelompok dari kasus, partisipan, peristiwa, atau
catatan yangterdiri dari sebagian target populasi, pilihlah dengan cermat
untuk mewakili suatupopulasi (Griffin et al. 2012). Selanjutnya, proses dalam
memilih beberapaelemen dari suatu populasi untuk mewakili populasi disebut
sebagai sampling (Griffin et al. 2012).
Metode Analisis Data
Pada penelitian ini, peneliti ingin menguji hipotesis dari hubungan atau pengaruh
beberapa variabel yang terkait, maka dari itu metode analisis yang digunakan adalah SEM
(Structural Equation Model). SEM adalah tehnik statistik multivariat yang merupakan
kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi atau korelasi yang bertujuan untuk
menguji hubungan antar variabel yang terdapat pada model framework. Pada penggunaan
metode analisis SEM ini, peneliti menggunakan software AMOS 21.
Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini, pengambilan sampel pada responden menggunakan tehnik
convinience sampling. Penggunaan tehnik convinience sampling ini bertujuan untuk
mempermudah peneliti dalam pengambilan data responden. Pada saat pengambilan data kami
menggunakan responden yang memiliki rekening tabungan pada Bank Mandiri dan juga
pernah menggunakan fasilitas Mandiri fiestapoin. Kemudian pada saat pengolahan data, kami
telah menyaring jumlah responden berdasarkan ketentuan dari kelengkapan data, hal tersebut
dilakukan agar mendapat hasil yang lebih efektif dengan total jumlah responden sebesar 115
orang. Responden terdiri dari laki-laki sebesar 36% dan perempuan 64% dari total jumlah
responden. Kemudian selanjutnya adalah hasil dari pengolahan data responden pada
penelitian kami yang telah diuraikan berdasarkan variabel-variabel terkait:
Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variable Indicator SLF kesimpulan AVE kesimpulan CR kesimpulan
CS
CS1 0,773 VALID
0.541 REALIBLE 0.855 REALIBLE CS2 0,776 VALID
CS3 0,756 VALID
CS4 0,712 VALID
CS5 0,655 VALID
CL
CL1 0.621 VALID
0,521 REALIBLE 0.844 REALIBLE CL2 0.692 VALID
CL3 0.680 VALID
CL5 0.813 VALID
CL4 0.787 VALID
PV
PV1 0.561 VALID
0.505 REALIBLE 0.8 REALIBLE PV2 0.712 VALID
PV3 0.825 VALID
PV4 0.719 VALID
SQ
SQ1 0.693 VALID
0.482 NOT
REALIBLE 0.846 REALIBLE
SQ2 0.775 VALID
SQ3 0.558 VALID
SQ4 0.798 VALID
SQ5 0.724 VALID
SQ6 0,581 VALID
LP LP1 0.505 VALID
0.543 REALIBLE 0.817 REALIBLE LP2 0.939 VALID
LP3 0.836 VALID
Gambar 2. Hasil Uji Hipotesis
Tabel 3 : Goodness Of Fit
KOEF KRITERIA NILAI KESIMPULAN
ᵡ²/df ≤3 2,667 Fit
CFI ≥0,9 0,761 Poor Fit
RMSEA ≤0,05 0,121 Poor fit
Dari hasil pengolahan data penelitian di atas maka dapat kami simpulkan bahwa
Service Quality memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel Perceived Value
dimana hasil uji validitasnya menunjukan P****, hal tersebut menyatakan bahwa kualitas
pelayanan yang diberikan Bank Mandiri sangat baik sehingga nilai yang dirasakan nasabah
juga baik. Kemudian variabel Perceived Value juga menunjukan hasil bahwa memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction dengan hasil uji
validitas P****, dimana hal ini membuktikan bahwa nilai yang dirasakan nasabah Bank
Mandiri mendukung timbulnya kepuasan terhadap Bank Mandiri. Data selanjutnya
menunjukan bahwa Customer Satisfaction memiliki pengaruh signifikan dengan variabel
Loyalty. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis kami terbukti dengan adanya kepuasan nasabah
terhadap produk dan layanan Bank Mandiri membuat nasabah menjadi loyal terhadap bank.
Lalu ada hasil dari Service Quality yang juga memiliki pengaruh positif terhadap Customer
Satisfaction, dimana hal tersebut menunjukan bahwa kualitas pelayanan pada nasabah dapat
berdampak langsung terhadap kepuasan nasabah Bank Mandiri tanpa melalui Perceived
Value. Selanjutnya variabel Loyalty Program yang menunjukan adanya pengaruh positif yang
siignifikan terhadap Perceived Value, hal tersebut membuktikan bahwa adanya program
Mandiri Fiestapoin efektif mempengaruhi nasabah melalui nilai yang dirasakan dengan
adanya reward-reward yang ditawarkan dari hasil akumulasi fiestaspoin. Namun pada hasil
selanjutnya, variabel Loyalty Program menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh positif
terhadap variabel Loyalty. Hal ini mengartikan bahwa hipotesis kami ditolak, di karenakan
dalam mengakumulasi atau menaikan fiestapoin, nasabah diharuskan melakukan transaksi
pada rekeningnya, tetapi untuk setiap kali melakukan transaksi, nasabah hanay mendapat
akumulasi poin yang kecil, sehingga jumlah fiestapoin di pengaruhi oleh jumlah kuantitas
transaksi pada rekening nasabah itu sendiri. Namun hal tersebut dapat juga disebabkan oleh
tehnik sampling kami yang menggunakan responden secara umum, apabila kami memilih
responden dengan ketentuan jumlah rekening nasabah yang besar, hal tersebut mungkin dapat
menunjukan hasil yang berbeda. Kemudian Bank Mandiri juga memberikan kebijakan
pemberian fiestapoin yang tidak besar untuk setiap transaksinya, dikarenakan untuk menutup
peluang nasabah untuk lebih tertarik dengan program loyalitasnya dibandingkan dengan
produk layanan Bank Mandiri. Hal tersebut didukung oleh (Dowling & Uncles 1997) yang
mengatakan bahwa nilai yang dirasakan nasabah dari adanya program loyalitas bukan berarti
dapat berubah menjadi loyalitas nasabah, khususnya untuk tingkat keterlibatan yang rendah.
Hal ini dikarenakan pelanggan terkadang merubah nilai dari program loyalitas menjadi lebih
tinggi dibandingkan dengan produk, menjadikan ketertarikan nasabah cendurung mengarah ke
program loyalitas (Yi 2003). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa program Mandiri
Fiestapoin tidak mempengaruhitingkat loyalitas nasabah Bank Mandiri.
Kesimpulan
1. Service quality memiiki pengaruh positif signifikan terhadap Perceived Value.
2. Perceived Value memiliki pengaruh posiitf terhdapsignifikanCostumer Satisfaction.
3. Customer satisfaction memiliki pengaruh positif signifikanterhadap Loyalty.
4. Service quality memiliki pengaruh positif signifikanterhadap Customer satisfaction.
5. Loyalty program memiliki pengaruh positif signifikanterhadap Perceived value.
6. Loyalty programTIDAKmemiliki pengaruh positif terhadap Loyalty.
Daftar Kepustakaan
Bahia, K., Nantel, J. & Hautes, Â.E., 2000. A reliable and valid measurement scale for the
perceived service quality of banks. , pp.84–91.
Brakus, J.J., Schmitt, B.H. & Zarantonello, L., 2009. Brand Experience: What Is It? How Is It
Measured? Does It Affect Loyalty? Journal of Marketing, 73(3), pp.52–68. Available at:
http://journals.ama.org/doi/abs/10.1509/jmkg.73.3.52.
Dodds, W.B., Monroe, K.B. & Grewal, D., 1991. Effects of Price, Brand, and Store
Information on Buyers’ Product Evaluations. Journal of Marketing Research, 28(3),
p.307.
Dowling, G.R. & Uncles, M., 1997. Do customer loyalty programs really work? Sloan
Management Review.
Fornell, C., 1992. A National Customer Satisfaction Barometer.
Griffin, M. et al., 2012. Business Research Method, Cengage Learning.
Jones, M. a., Mothersbaugh, D.L. & Beatty, S.E., 2002. Why customers stay: Measuring the
underlying dimensions of services switching costs and managing their differential
strategic outcomes. Journal of Business Research, 55(6), pp.441–450.
Kim, M. & Ph, D., 2006. Are Loyalty Programs Members More Loyal Than NonMembers?
Kivetz, R. & Simonson, I., 2002. Earning the right to indulge : Effort as a determinant of
customer preference.
Kotler, P. & Armstrong, G., 2010. Principles of marketing, (13th ed.), New Jersey: Prentice
Hall.
Lovelock, C. & Gummesson, E., 2004. Whither Services Marketing?: In Search of a New
Paradigm and Fresh Perspectives. Journal of Service Research, 7(1), pp.20–41.
Luarn, P. & Lin, H., 2004. A CUSTOMER LOYALTY MODEL FOR E-SERVICE
CONTEXT. Journal of Electronic Commerce Research, 4, pp.156–167.
Maholtra, naresh k., 2009. Marketing Research.
McDougall, G.H.G. & Levesque, T., 2000. Customer satisfaction with services: putting
perceived value into the equation. Journal of Services Marketing, 14(5), pp.392–410.
Meyer-Waarden, 2008. The influence of loyalty program membership on customer purchase
behavior. European Journal of Marketing.
Mosahab, R., 2010. Service Quality , Customer Satisfaction and Loyalty : A Test of
Mediation. , 3(4), pp.72–80.
Oliver, R., 1999. Whence Consumer Loyalty? The Journal of Marketing, 63(Journal Article),
pp.33–44.
Parasuraman, A., Zeithaml, valerie a. & Berry, leonard l., 1985. Delivering quality service
Balancing customer perception & expectation. , pp.41–50.
Tjiptono, F., 2005. Pemasaran Jasa, edisi pertama, Malang: Bayumedia Publishing.
Wirtz, J., Mattila, a. S. & Oo Lwin, M., 2007. How Effective Are Loyalty Reward Programs
in Driving Share of Wallet? Journal of Service Research, 9(4), pp.327–334.
Yi, Y., 2003. Journal of the Academy of Marketing Science Effects of Loyalty Programs on
Value Perception , Program Loyalty , and Brand Loyalty.
Zeithaml, V.A., Parasuraman, A. & Nerry, L.L., 1988. Parasuraman, A (1988) SERVQUAL-
A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality.
Lampiran 1. Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Measurement Alat Ukur
Customer
satisfaction
(CS)
Tingkatan dimana anggapan kinerja akan
sesuai dengan harapan seorang pelanggan.
(Kotler & Armstrong 2010)
CS1 I am satisfied with the brandand its
performance
CS2 If I could do it again, I wouldbuy a brand
different from that brand
CS3 My choice to get this brand has been a
wise one
CS4 I feel bad about my decision to get this
Brand
CS5 I am not happywith what I did with this brand
CS1. Saya puas dengan layanan Bank
Mandiri
CS2. Menggunakan layanan Bank
Mandiri adalah pilihan yang
bijak
CS3. Menggunakan layanan Banki
Mandiri adalah keputusan yang
tepat
CS4.Saya senang telah menggunakan
layanan Bank Mandiri
(Brakus et al. 2009)
CS5. Layanan Bank Mandiri memenuhi
harapan saya (Luarn & Lin 2004)
Customer
Loyalty
(CL)
Perilaku pelanggan membeli ulang suatu
produk, memiliki disposisi positif terhadap
penyedia jasa, dan hanya menggunakan
penyedia jasa saat membutuhkan.(Gremler
& Brown, 1996)
CL1 In the future, I will be loyal to this brand”; CL2
“I willbuy this brand again”;
CL3“This brand will be my first choice in
the future”;
CL4 “I will not buy other brands if this brand is
available at the store”; and
CL5 “I will recommend this brand to
others.”
CL1. Saya akan memberitahukan hal
positif tentang Bank Mandiri
kepada orang lain
CL2. Saya akan merekomndasikan
Bank Mandiri ke orang terdekat
Saya
CL3. Saya berniat untuk tetap
menggunakan layanan Bank
Mandiri
(Luarn & Lin 2004)
CL4 Saya tidak akan memilih bank lain
jika masih ada Bank Mandiri
CL5 Bank Mandiri akan senantiasa
menjadi pilihan pertama saya
(Brakus et al. 2009)
Perceived
Value
(PV)
Penilaian yang diberikan konsumen dari
hasil penggunaan produk berdasarkan
manfaat yang di terima atau respon yang
diberikan.
(Zeithaml et al. 1988)
PV1. The benefit ireceive from xyz are in line
with sacrifice I have to make
PV2. My association with xyz has been value to me.
PV3. Xyz is more interesting than others
PV4. The service has been given is more competitive than others
PV1. Manfaat yang saya dapatkan dari
Bank Mandiri sebanding dengan
biaya yang saya keluarkan
PV2. Layanan Bank Mandiri sangat
bernilai bagi saya
(webb & jagun, 1997)
PV3. Dibandingkan dengan Bank lain,
Bank Mandiri menawarkan layanan yang lebih menarik.
PV.4 Dibandingkan dengan Bank lain,
bank Mandiri memberikan layanan yang lebih kompetitif.
(McDougall & Levesque 2000)
Loyalty
Program
(LP)
Strategi perusahaan yang dibentuk untuk
mempertahankan loyalitas konsumen
dengan cara memberikan penawaran
berupa bonus atau hadiah bagi konsumen
(Bell & Lall, 2002; dalam Gomez, 2006)
Using the following scales, indicate your attitude
toward XYZ credit card’s loyalty program compare
to other loyalty program (semantic differential scales anchored in)
Favorable / Unfavorable
Attractive / Unattractive
Excellent / Poor
Menggunakan skala berikut,
mengindikasikan sikap Anda terhadap
program Mandiri Fiesta Poin
dibandingkan dengan program loyalitas
dari Bank lainnya (menggunakan skala
semantic differential):
• Menguntungkan/merugikan
• Menarik/ tidak menarik
• Baik/buruk
• (Wirtz et al. 2007)
Service
Quality
(SQ)
Instrumen yang digunakan oleh konsumen
dalam menilai pelayanan jasa yang
diberikan oleh perusahaan (Llosa,
Chandon dan Orsingher, 1998)
SQ1. Sufficient number ATMs per branch
SQ2. Modern Equipment
SQ3. Reasonable fees for administration of the accounts
SQ4. Cleanliness of facilities
SQ5. Well-trained personnel
SQ6. The range of service is consistence with the latest innovation in banking service
SQ1. Bank Mandiri memiliki jumlah
ATM yang sangat memadai
SQ2. Bank Mandiri memiliki fasilitas
layanan yang modern
SQ3. Bank Mandiri membebankan
biaya administrasi yang masuk
akal
SQ4. Bank Mandiri memiliki Fasilitas
yang bersih
SQ5. Bank Mandiri memiliki
Karyawan yang sangat terlatih
SQ6. Rentang layanan bank Mandiri
konsisten dengan inovasi
terbaru dalam layanan
perbankan (Bahia et al. 2000)