12
@daya dimensi 2006 EDISI 6 www.dayadimensi.co.id—www.ddiword.com MKT/NL/6/06 MKT-NL-VI-06 Partner of Choice. People Solution. Better Indonesia. © Daya Dimensi Indonesia, MMVI. All rights reserved. TOPIK EDISI INI Salam DDI HR Trends Just a Thought Road Map to Success Indonesianya Indonesiaku Top Notch Highlight What’s On Disclosure The Happenings 1 2 3 4 5 6 7 8 11 12 M engidentifikasi leadership potential sudah menjadi kebutuhan penting organisasi. Ada banyak cara yang dapat dilakukan organisasi untuk mengidentifikasi kemampuan calon pemimpinnya. Sayangnya, cara-cara yang umum ditempuh memiliki banyak keterbatasan, antara lain kentalnya warna subyektifitas dalam organisasi yang memiliki jumlah karyawan cukup besar. Keterbatasan itulah yang antara lain coba dijawab dengan menggunakan metode-metode seperti Assessment Center (AC). Proses AC dirancang sebagai simulasi dari situasi dan tantangan yang nyata ada dalam lingkungan pekerjaan. Dalam edisi @dayadimensi kali ini kami memaparkan program Assessment Center Enhancement (ACE), yang menyediakan gambaran situasi lebih nyata dengan penggunaan perangkat komputer sebagai alat kerja bagi peserta asesmen. Pada masa mendatang, prasarana pendukung akan terus ditingkatkan agar situasinya makin mendekati kenyataan. Jika calon-calon pimpinan telah ditemukan, langkah selanjutnya ialah membekali mereka dengan program pengembangan. Banyak cara yang dapat dilakukan organisasi, antara lain dengan training, coaching, job assignment dan lain sebagainya. Tema utama edisi kali ini ialah Identifying Leadership Strength and Development Opportunities. Cermati bagaimana organisasi besar dan ternama seperti Gramedia Majalah mengelola Sumber Daya Manusia mereka, mempersiapkan para leader dan menyediakan jenjang karir bagi para karyawannya. Dari hasil survei terakhir (2005) mengenai karakteristik para pimpinan di Indonesia nampak jelas kecenderungan melihat seorang leader sebagai sosok yang serba bisa. Jawaban atas kualitas ketrampilan memimpin apa yang paling dihargai dan dibutuhkan adalah kemampuannya untuk mengambil keputusan yang sulit. Bandingkan misalnya dengan respons pada tingkat dunia, yang lebih mementingkan kemampuan untuk membuahkan hasil. Kami membedahnya lebih dalam di rubrik Top Notch. Last but not least, jangan lupa menyimak artikel mengenai upaya ibu Titik Winarti yang mempekerjakan tenaga cacat fisik dan memaparkan pengalaman usahanya di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Selamat Membaca! Salam DDI Dwiputri Adimuktini, Dian Rosdiana, Eliseo Font Raket, Rike Ervina, Iwan, Kokok @dayadimensi adalah media komunikasi yang diproduksi oleh Daya Dimensi Indonesia dan tidak diperjualbelikan. Alamat Redaksi: Kantor Taman E3.3, Unit B3-3A, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta 12950, |T| 62 21 5764455 |F| 62 21 5764466 |W| www.dayadimensi.co.id Redaksi menerima tulisan dari pembaca, tema tulisan terkait dengan SDM. Kirimkan via email ke [email protected]. Redaksi @dayadimensi Juni Kuntari

Daya Dimensi Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Daya Dimensi Indonesia

Citation preview

Page 1: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006 EDISI 6www.dayadimensi.co.id—www.ddiword.com

MKT/NL/6/06

MKT-NL-VI-06P

artn

er o

f Cho

ice.

Peo

ple

Sol

utio

n. B

ette

r Ind

ones

ia.

© Daya Dimensi Indonesia, MMVI. All rights reserved.

TOPIK EDISI INISalam DDI

HR Trends

Just a Thought

Road Map to Success

Indonesianya Indonesiaku

Top Notch

Highlight

What’s On

Disclosure

The Happenings

1

2

3

4

5

6

7

8

11

12

Mengidentifi kasi leadership potential sudah menjadi kebutuhan penting organisasi.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan organisasi untuk mengidentifi kasi kemampuan calon pemimpinnya. Sayangnya, cara-cara yang umum ditempuh memiliki banyak keterbatasan, antara lain kentalnya warna subyektifi tas dalam organisasi yang memiliki jumlah karyawan cukup besar. Keterbatasan itulah yang antara lain coba dijawab dengan menggunakan metode-metode seperti Assessment Center (AC). Proses AC dirancang sebagai simulasi dari situasi dan tantangan yang nyata ada dalam lingkungan pekerjaan. Dalam edisi @dayadimensi kali ini kami memaparkan program Assessment Center Enhancement (ACE), yang menyediakan gambaran situasi lebih nyata dengan penggunaan perangkat komputer sebagai alat kerja bagi peserta asesmen. Pada masa mendatang, prasarana pendukung akan terus ditingkatkan agar situasinya makin mendekati kenyataan. Jika calon-calon pimpinan telah ditemukan, langkah selanjutnya ialah membekali mereka dengan program pengembangan. Banyak cara yang dapat dilakukan organisasi, antara lain dengan training, coaching, job assignment dan lain sebagainya. Tema utama edisi kali ini ialah Identifying Leadership Strength and Development Opportunities. Cermati bagaimana organisasi besar dan ternama seperti Gramedia Majalah mengelola Sumber Daya Manusia mereka,

mempersiapkan para leader d a n menyediakan jenjang karir bagi para karyawannya. Dari hasil survei terakhir (2005) mengenai karakteristik para pimpinan di Indonesia nampak jelas kecenderungan melihat seorang leader sebagai sosok yang serba bisa. Jawaban atas kualitas ketrampilan memimpin apa yang paling dihargai dan dibutuhkan adalah kemampuannya untuk mengambil keputusan yang sulit. Bandingkan misalnya dengan respons pada tingkat dunia, yang lebih mementingkan kemampuan untuk membuahkan hasil. Kami membedahnya lebih dalam di rubrik Top Notch. Last but not least, jangan lupa menyimak artikel mengenai upaya ibu Titik Winarti yang mempekerjakan tenaga cacat fi sik dan memaparkan pengalaman usahanya di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Selamat Membaca!

Salam DDI

Dwiputri Adimuktini, Dian Rosdiana, Eliseo Font Raket,

Rike Ervina, Iwan, Kokok @dayadimensi adalah media

komunikasi yang diproduksi oleh Daya Dimensi Indonesia dan tidak

diperjualbelikan.

Alamat Redaksi: Kantor Taman E3.3, Unit B3-3A,

Kawasan Mega Kuningan, Jakarta 12950,

|T| 62 21 5764455|F| 62 21 5764466

|W| www.dayadimensi.co.id

Redaksi menerima tulisan dari pembaca, tema tulisan terkait

dengan SDM. Kirimkan via email ke [email protected].

Redaksi @dayadimensi

Juni Kuntari

Page 2: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 2 www.dayadimensi.co.id

Beberapa permasalahan itu sempat dilihat bersama di Indonesia ketika krisis ekonomi, kasus

Enron dan Worldcom, dan masih banyak yang lain. Tidak hanya dituntut untuk terus stay alert, namun leader juga harus memegang teguh integritas, dan berani mengambil keputusan di samping tentunya harus mampu mendatangkan result lebih baik untuk organisasi. Tren ini sepertinya akan terus ber-lanjut dan justru dorongan untuk mencari leader yang berorientasi hasil akan makin kuat. Salah satunya adalah kenyataan bahwa Ford Motor Co—perusahaan otomotif terbesar kedua di Amerika Serikat melakukan PHK massal karena kegagalan menghadapi kompetisi ketat. Perusahaan otomotif raksasa dengan total karyawan 122.877 itu, telah merajai pasar Amerika Serikat semenjak 1920. Namun 2005 adalah masa kelabu bagi Ford Motor. Penjualannya mencapai titik terendah selama satu dekade terakhir. Kerugian perusahaan per kuartal ketiga 2005 saja mencapai USD 1,6 miliar (sekitar Rp 14-15 triliun). Hal ini terjadi karena beberapa hal terlambat diantisipasi oleh Ford, antara lain kenaikan harga BBM dan gas serta masuknya mobil Jepang. Selama 10 tahun terakhir, Ford kewalahan menghadapi raksasa otomotif Asia yang kian perkasa. Pangsa pasar Ford dalam 10 tahun terakhir turun drastis dari kisaran 26 persen menjadi 17 persen, penjualan Ford turun hingga 30 persen

HR trendsTantangan Top Leaders

di Top Organizations

Escape Hybrid (Sumber: www.ford.com)

Semakin tinggi pohon semakin kencang anginnya. Peribahasa ini sepertinya sangat pas untuk orang yang menduduki jabatan tinggi di organisasi besar. Konsekuensi leader ketika salah memprediksi kompetisi, gagal mengantisipasi kejadian di luar dugaan, dapat mengakibatkan organisasi mengalami masalah yang serius.

General Motor (26,3%) Ford Motor Co (18,4%) DaimlerChrysler (13,7%)

Toyota (13,3%) Honda (8,6%) Nissan (6,4%)

selama 10 tahun. Sementara itu General Motor yang kini masih menguasai 26,3 persen pangsa pasar mencatatkan penurunan penjualan 20 persen, dan Daimler Chrysler dengan pangsa pasar 13,7 persen turun penjualan 7 persen. Usaha Ford Motor untuk bertahan hidup masih banyak dipertanyakan analis mengingat butuh suatu breakthrough yang serius. Ford menargetkan per-usahaan akan kembali meraih laba normal pada 2008-2010. Beberapa langkah yang diambil para pe-mimpin di Ford antara lain adalah merencanakan menutup 14 pabrik ber-biaya tinggi di daerah Amerika Utara dan meng-gantinya dengan pabrik

berbiaya rendah. Selanjutnya untuk menghadapi kenaikan BBM, Ford akan konsentrasi memproduksi kendaraan hybrid (hemat BBM) sebanyak 250 ribu hingga 2010. Yang paling berani adalah kebijakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap 25-30 ribu karyawan. Kebijakan ini juga tantangan bagi para pemimpin Ford saat implementasi. Peristiwa yang menimpa Ford ini tentunya dapat menjadi pengalaman bagi leader di organisasi besar atau organisasi yang menjadi market leader di bidang apapun. Pelajaran berharga adalah pentingnya mengantisipasi kom-petisi dan kejadian buruk yang sifatnya tiba-tiba. Di sini peran leader yang dapat memberikan hasil dan berani mengambil keputusan di situasi yang sulit sangat dibutuhkan untuk dapat mengantisipasi hal-hal yang dapat terjadi di masa yang akan datang.

RENCANA FORD MOTOR – Mengurangi 25-30 ribu karyawan

pada 2012.– Menutup 14 pabrik.– Mengurangi kapasitas perakitan

sebesar 26 persen.– Merencanakan membangun pabrik

baru dengan biaya rendah.

Sumber: Media Indonesia

Page 3: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 3 www.dayadimensi.co.id

Ini bukan mau promosi. Beberapa waktu yang lalu istri saya ditawari menjadi shareholder salon. Ia me-

nerima dan bersama dua shareholders lainnya mengelola salon kecil dekat rumah. Memang exciting menjadi business owner baru, namun belum genap se-minggu menandatangani kontrak, se-buah surat keluhan datang. Seorang pelanggan telah kecewa berat! Tidak mudah bagi istri saya untuk menyalurkan semangat mengelola bis-nis salon yang menggebu-gebu dan menerjemahkannya ke cara menanggapi keluhan pelanggan. Sebelum membuka surat, ia semangat dan bangga karena mengira berita dirinya menjadi shareholder sampai ke pelanggan dengan cepat. Namun kekecewaan yang terpancar dari wajahnya usai membaca surat sungguh berbanding terbalik dengan raut awal. Diawali dengan sesi penumpahan kekecewaan kepada saya karena pelang-gan hanya menitipkan surat di depan pintu rumah dan isi yang tidak ramah atau pendeknya jauh dari “standar” istri saya, (paling tidak begitulah yang ia ungkapkan), akhirnya adalah sebuah proses menyiapkan jawaban yang ma kan waktu hampir dua minggu!. Ini dilanjutkan dengan pembenaran diri, kemudian mencari kesalahan pelanggan, lalu (ini yang lucu, karena dilakukan terakhir) mencari tahu apa

yang sesungguhnya terjadi dengan me-

Eliseo Font Raket

Empati dalam BisnisKunci Merebut Hati Pelanggan

nelepon dan mendatangi salon serta secara rinci melakukan klarifi kasi si tuasi. Itu pun mudah ditebak, semua pihak aff ected! Saya sengaja tidak menceritakan isi keluhan pelanggan tersebut agar fokus kita tetap terhadap konteks, yaitu bagaimana menanggapi keluhan serius pelanggan!. Ketika “kekecewaannya” mulai reda, ia kemudian minta pendapat saya. Saya ingat betul respons awal saya, yaitu bisa mengerti kekecewaannya, apalagi masih relatif baru menjadi pemilik sebuah bisnis jasa. Berikutnya saya katakan bahwa seharusnya ia berterima kasih pada pe-langgan tersebut karena memberikan “sign” bahwa something needs to be improved! How lucky you are! Bayangkan kalau ia diam saja dan walk away! Tidak lama kemudian kita bisa mendengar berita “miring” mengenai salon, dari orang yang belum pernah melihat salon kita, karena si pelanggan yang kecewa menumpahkan keluhannya di “tempat lain”. Lagi pula, pelanggan tersebut mempunyai hak penuh untuk mengeluh dan sudah menjadi kewajiban bagi istri saya—dalam posisi pemilik—untuk menyimak dengan seksama “kegundahan” yang ditumpahkan, regardless of the context and content! Mungkin saja salon tidak salah. Mungkin saja si pelanggan yang salah mengerti. Tapi itu tidak penting, yang penting adalah pelanggan tidak puas dan tugas kita adalah empati terhadap perasaan tidak puas tersebut. Daripada menyulut kemarahan sendiri dan menambah keruh sua sana, lebih baik mengajukan permohonan maaf atas “keadaan tidak menyenangkan yang dialami si pelanggan”. Tidak perlu minta maaf dalam arti “mengaku bersalah” dan mengakui “memang ada yang salah”, karena believe it or not, ini bukan yang diharapkan pelanggan. Pelanggan ke cewa karena situasi tidak nyaman, bukan karena ia mendeteksi kesalahan prosedur atau teknis. Itu

hanya substansi pengantar saja. Yang perlu adalah membuka

peluang untuk membuat pelanggan senantiasa nyaman dan siap menerima tindakan yang akan kita lakukan untuk mengendalikan keadaan. Ini yang namanya take charge. Tapi ini bisa terwujud hanya kalau kita bisa menempatkan diri kita di posisi pelanggan. Saya ajak istri saya untuk melihat bahwa si pelanggan yang kecewa tersebut bisa kita jadikan media yang baik untuk promosi atau program pemasaran yang baik bila persoalan kenyamanannya yang terusik terselesaikan sebaik mungkin. Justru sebaliknya jika tidak menanggapi keluhan, dapat mengakibatkan long-term counter productive eff ect-semakin berkurangnya pelanggan dan tidak tumbuhnya jumlah pelanggan baru. Istri saya langsung menyiapkan surat panjang yang isinya lebih me-nyentuh kenyamanan pelanggan. Ma salahnya, surat tersebut baru siap setelah satu minggu karena prosesnya penuh pertimbangan agar tidak makin mengecewakan pelanggan. Istri saya berpendapat itu lebih baik, supaya pelanggan menerima respons yang “menyeluruh”. “Demi pelanggan”, kilah-nya. Walau pun tetap mengkhawatirkan “lamanya” respons tersebut sampai ke tangan pelanggan, saya sangat surprised dan bangga dengan perubahan yang terjadi. At least “hubungan” istri saya dan si pelanggan, ada harapan.

Just a Thought

Page 4: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 4 www.dayadimensi.co.id

Road Map to SuccessMenjaga Kesinambungan Kebutuhan SDMdalam Kompetisi KetatBerkaca Kesuksesan Gramedia

Gramedia Majalah, salah satu kelompok usaha dari Kompas Gramedia Group, merupakan

satu diantara pemain utama bisnis media di Indonesia. Kualitas produk-produknya pun telah diakui oleh masyarakat luas di Indonesia. Melahirkan produk yang berkualitas dan berkesinambungan bukan persoalan mudah. Di dalam bisnis yang mengutamakan kompetisi kreativitas dan eksklusivitas informasi, sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu roda penting agar bisnis tersebut dapat berjalan berkelanjutan. Saat ini persaingan media sangat keras. Media-media baru tumbuh dengan dukungan permodalan yang kuat dan siap “membajak“ personal-personal stra-tegis dari kelas operasional hingga leader. Bagaimana kiat Gramedia Majalah menyi-kapi career path, succession plan, dan development program untuk SDM-nya? Berikut adalah bincang-bincang dengan Krisnawan Putra, Gramedia Majalah Training Section Head, yang berhasil ditemui tim newsletter DDI di tengah kesibukannyaKompetisi bisnis media semakin ketat. Karyawan hingga leader yang memiliki kemampuan lebih tak jarang “dirayu“ kompetitor. Bagaimana Gramedia Majalah menghadapi kenyataan ini?Kami memiliki kultur dan sistem ker-ja yang sejauh ini masih terbukti baik untuk seluruh level SDM. Dua di antaranya yang kami anggap strategis adalah, menciptakan lingkungan ker ja yang kondusif (menyenangkan, team-work yang baik, kekeluargaan), serta mengembangkan sistem kesejahteraan yang kompetitif dalam sektor industri sejenis. Dapat dikatakan suasana bekerja yang enjoy dan fun serta dipenuhinya kebutuhan hidup, menjadi prasyarat penting dan sangat berpengaruh terhadap tingkat produktifi tas kerja karyawan di industri media, yang memang menuntut proses dan hasil kerja kreatif.

Mengelola orang-orang kreatif tidak lah mudah. Dibutuhkan leader yang memiliki kemampuan khusus. Bagaimana Gramedia Majalah menjawab kebutuhan tersebut?Pemimpin tidak dapat tercipta secara instant. Kami percaya, untuk melahirkan pemimpin yang memiliki kompetensi kepemimpinan yang dibutuhkan, harus dilakukan dengan proses yang terstruktur dan komprehensif. Yang paling dasar adalah memetakan kompetensi masing-masing leader. Gramedia Majalah, bekerja sama dengan Daya Dimensi Indonesia, telah membuat competency profi le untuk seluruh jabatan leader di Gramedia Majalah. Dari data dasar ini, kami melakukan program assesment untuk mendapat gambaran tingkat kompetensi yang dimiliki oleh setiap leader, kemudian menentukan program pengembangan leader, mempersiapkan jenjang karir, hingga succession plan.

Bagaimana Gramedia mempersiapkan de-velopment program?Kami melakukan berbagai macam program pengembangan untuk meningkatkan kompetensi SDM. Antara lain melalui training, coaching, learning forum dan mentoring. Saat ini kami lebih banyak menyelenggarakan training secara in house. Dengan in house training kami dapat menyusun materi, bahan diskusi, dan contoh-contoh soal secara tailor made, bersama-sama dengan vendor training seperti DDI. Untuk mempersiapkannya program pengembangannya, kami dari HRD memposisikan diri sebagai mitra dan lebih bersifat melakukan pendampingan. Misalnya, ketika kami akan membuat sebuah program training, sebelumnya kami akan menjelaskan kepada para pimpinan unit kerja tentang latar belakang dan tujuan dari program training tersebut. Kemudian mendiskusikan anggota tim mana yang tepat mengikuti program. Intinya, kami selalu akan melakukan

Training Needs Analysis (TNA) sesuai kebutuhan spesifi k unit-unit kerja.

Apakah metode pengembangan khusus dapat dipilih pimpinan dan karyawan?Kami sudah menyusun secara baku mekanisme usulan kebutuhan training Usulan awal kebutuhan training dapat muncul dari mana saja, baik pimpinan maupun karyawan. Namun, secara formal yang berhak mengajukan adalah pimpinan unit kerja. Mengapa? karena yang paling memahami kinerja anggota tim dan bertanggung jawab terhadap program penggembangan karyawan adalah pimpinan unit kerja setempat. Tentu sebelumnya kami akan mengidentifi kasi terlebih dahulu permasalahannya, apakah bisa diintervensi dengan training atau memerlukan tindakan lain yang lebih bersifat non training.

Apa pandangan Anda mengenai leader-ship?Menurut saya, kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk melihat/menemukan potensi setiap anggota tim, kemudian mengembangkannya, sampai akhirnya dia mampu secara mandiri menjalankan perannya, sesuai atau bahkan melebihi dari tuntutan yang diberikan oleh perusahan.

Apakah Gramedia Majalah juga menyiap-kan suksesi? Tentu saja. Bila akan ada kebutuhan jabatan leader yang perlu diisi, manajemen Gramedia Majalah sudah memiliki kader untuk mengisinya. Dengan memiliki competency profi le, tentunya perencanaan suksesi dapat lebih berkesinambungan karena kandidat telah dipersiapkan jauh-jauh hari, dengan sejumlah pembekalan yang komprehensif di bidang manajerial melalui program-program training dan coaching.

Page 5: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 5 www.dayadimensi.co.id

Mengangkat Harkat Penyandang CacatCerita sukses Titik Winarti

Titik Winarti, pengusaha kera-jinan tangan asal Surabaya. Titik mendapatkan kesempatan

berpidato di sidang PBB pada bulan November 2004 atas dedikasinya dalam membina dan memperkerjakan tenaga cacat fi sik. Titik mengawali usaha pada 1995 dengan membuat kerajinan dari limbah rumah tangga bermodalkan sisa uang belanja. Baru pada tahun 1997 dia berani meminjam dana Rp 500 ribu dari temannya. Kaleng, botol dan bekas tempat kue diubahnya menjadi berbagai macam kerajinan tangan. Singkat cerita usahanya sukses dan kini dengan bendera usaha Tiara Handicraft. Produk yang dihasilkan berupa perlengkapan rumah tangga seperti tutup galon, tutup lemari es, taplak meja makan, sarung bantal ruang tamu, sprei, bed cover, gorden dan lainnya. Bahkan produknya meluas sampai perlengkapan bayi, perlengkapan pengantin, aksesori, busana, dan tas. Mengenai omset penjualan, Tiara Handicraft bisa mengumpulkan Rp 25-35 juta per bulan. Keuntungan bersih dari penjualan sebesar 35 persen. Sebesar 15 persen dari keuntungan bersih digunakan untuk pembinaan dan pelatihan dan kesehatan. Titik selalu mengajak satu orang penyandang cacat bekerja. Dia mengaku mendapat ilham dari penyandang cacat yang akrab dengannya. Penyandang cacat itu bertanya kenapa dia tidak memberi kesempatan kepada lulusan Panti Rehabilitasi Bina Daksa. Anak asuhnya itu menceritakan bahwa para penyandang cacat sering mendapat diskriminasi dalam peluang kerja.

Titik Winarti

Titik pun menyadari di negeri ini orang berfi sik normal saja sulit mendapat pekerjaan apalagi yang cacat. “Saya ingin masyarakat terlebih pengusaha memiliki persepsi bahwa mereka yang memiliki kekurangan tidak selalu harus disisihkan, tapi harus diberi kesempatan berkarya,” kata ibu tiga anak ini. Ternyata benar, karya-karya yang dibuat para penyandang cacat di Tiara Handicraft menjadikan mereka lebih percaya diri. Tidak hanya bekal kete-rampilan, Titik juga selalu menanamkan pesan bijak kepada karyawan penyandang cacat. “Jangan manja oleh belas kasihan, hidup ini perjuangan bagi semua orang. Kesempatan akan datang jika kita mau berusaha,” kata dia. Menurut Titik, Tuhan men-ciptakan penyandang cacat dengan kekurangan dan kelebihan. Ini dibuktikan salah satu anak asuhnya yang cacat tangan. “Ternyata orang

tersebut terampil memasang payet dan ornamen. Orang normal saja belum tentu sanggup,” ujar Titik. Kini, di Tiara Handicraft terdapat 54 orang penyandang cacat dan 16 orang remaja putus sekolah yang bekerja. Titik menambahkan sekarang banyak pengusaha yang mengikuti jejaknya dengan mencari lulusan Panti Rehabilitasi Bina Daksa. “Alhamdulillah sebagian dari misi dan visi saya tercapai, mereka kini lebih dihargai,” kata Titik. Rencana Titik berikutnya adalah membuka jaringan bagi penyandang cacat. Dengan membentuk kelompok usaha, otomatis mengangkat teman-temannya sesama penyandang cacat. Dengan beragam ketrampilan yang mereka bisa, Titik ingin mengkoordinir kelompok-kelompok usaha sehingga bisa menjadi sentra industri tujuan wisata belanja. Di mana konsumen bisa melihat langsung aktivitas penyan-dang cacat dan mendapatkan hasil produksinya.

Sebagian masyarakat mempersepsikan cacat fi sik berarti tidak mempunyai kemampuan. Persepsi itu yang ingin diubah Titik Winarti.

gatr

a.co

m

Page 6: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 6 www.dayadimensi.co.id

Survei mengenai kepemimpinan (Leadership) yang digelar oleh Development Dimensions Inter-

national dan Center for Applied Behavior Research (CABER) memunculkan be berapa fenomena menarik. Dalam survei bertajuk Leadership Forecast Survey (LFS) 2005-2006 tersurat adanya perbedaan akan kebutuhan sosok pemimpin di Indonesia dibandingkan tren global. Berbeda dengan tren global yang menginginkan pemimpin dengan kemampuan menda tangkan lebih banyak bisnis untuk perusahaan (posisi teratas dengan 29 persen responden), Indonesia justru membutuhkan sosok pemimpin yang mampu mengambil keputusan dalam situasi sulit (posisi teratas dengan 61 persen responden). Ria Gunawan, Direktur Daya Dimensi Indonesia (DDI) menyatakan tren glo bal dan Indonesia selalu dipengaruhi beberapa faktor dan kenyataan yang tengah dialami perusahaan. Sebagai ilustrasi ketika LFS 2001 digelar, tren global memperlihatkan kebutuhan leader yang mampu bekerja fl eksibel dengan integritas tinggi. Hal itu sangat dipengaruhi kasus Enron (manipulasi keuangan dalam skala besar yang menggoncang bursa saham di AS). Ketika LFS 2005 digelar, perekonomian dunia mulai menunjukkan tren yang membaik— sehingga sekarang yang dibutuhkan adalah kesejahteraan dan kenyamanan”, jelas Ria. Kondisi ini sangat berbeda dengan Indonesia. Menurut Ria, kondisi Indonesia nyata-nyata belum “sembuh” total dari krisis. Akhirnya, tahapan Indonesia masih memimpikan pemimpin yang berani mengambil keputusan. “Tren di Indonesia memperlihatkan gambaran ekonomi yang belum pulih sepenuhnya,” jelas Ria.

Krisis Leadership di Depan Mata Selain keadaan ekonomi, faktor kul-tur dan kesadaran masyarakat membuat

kepemimpinan di Indonesia terkesan jalan di tempat. Ataupun jika berjalan, percepatannya sangat lambat. Faktor kultur yang begitu berpengaruh antara lain sistem paternalistik (father knows best) membuat perusahaan begitu bergan-tung dengan “mitos“ bahwa seorang pemimpin mampu melakukan perubahan sendiri. “Kultur paternalistik juga mempengaruhi belum adanya konsep pemberdayaan (empowerment) yang baik. Semuanya masih diputuskan atasan dari hal-hal kecil hingga besar,“ jelas Ria. Karena itulah, pemimpin yang berani mengambil sikap dan menelurkan kebijakan dianggap perlu oleh responden Indonesia. “Namun juga perlu dikha-watirkan adalah apakah kebijakan yang telah dibuat memberikan hasil yang terbaik? Seringkali kebijakan-kebijakan dikeluarkan tanpa ada kajian terhadap hasilnya,“ kata Ria. Hasil Assessment Center DDI memper-lihatkan Indonesia dapat mengalami krisis kepemimpinan yang cukup se rius. Dari assessment yang dilakukan DDI memperlihatkan bahwa para pemimpin (terutama organisasi bisnis) tidak memiliki kualitas di kepemimpinan yang memadai.

Apa yang harus dilaku kan untuk lepas dari krisis leadership? Ria menggarisbawahi hal mengenai personal commitment dari pucuk pimpinan organisasi untuk terlibat dalam proses mempersiapkan model kepemimpinan yang baik dan kesadaran masyarakat untuk mengubah kultur yang cenderung negatif dan mendorong agar organisasi terus melakukan perbaikan di sisi kepemimpinan dan kinerja.

Mempersiapkan Pemimpin Organisasi LFS 2005-2006 memperlihatkan bahwa special job assignment, mentoring dan membaca merupakan bentuk leadership development program yang paling efektif. Program-program tersebut dipilih responden jauh lebih banyak dibandingkan leadership training. Ria menyatakan teori leadership adalah sebuah proses dan bukan sebuah program. Kepemimpinan lahir dari suatu proses yang sudah dipersiapkan secara bertahap, sama sekali bukan sebuah program. “Kombinasi antara job assignment, training dan mentoring memperlihatkan tendensi organisasi yang cukup baik. Sebuah organisasi dapat mempersiapkan berbagai macam perangkat leadership development program karena tiap-tiap anggota organisasi mungkin memiliki cara yang berbeda dalam mengembangkan kemampuannya,” tuturnya. Mengenai succession planning (peren-canaan suksesi) kepemimpinan, dalam LFS 2005-2006 memperlihatkan mayoritas responden Human Resources Department (SDM) mengaku memiliki succession planning. Namun kenyataannya adalah organisasi telah sulit mencari pengganti pemimpin baik itu jabatan lowong ataupun jabatan baru. “Terjadi gap antara keinginan manajemen dan

TOP Notch

Apa yang Salah di Leadership Indonesia?

Leadership adalah sebuah proses dan bukan sebuah program. Kepemimpinan

lahir dari suatu proses yang sudah dipersiapkan

secara bertahap

Ria Gunawan

Page 7: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 7 www.dayadimensi.co.id

kandidat yang diberikan HR. Hal itu terjadi karena adanya communication break down atau pemahaman bahwa suksesi adalah Corporate Plan, bukan HR Plan semata,“ tegas Ria. Untuk mengurangi gap dan mem-percepat roda suksesi agar organisasi terus berjalan, menurut Ria, beberapa hal yang harus ditempuh antara lain menempatkan orang-orang yang memiliki pengalaman bisnis ke HR dan juga sebaliknya. “Ini dapat mempersempit gap yang terjadi,” kata-nya.

Prediksi Dapat disimak dari LFS 2005-2006 turn over leadership di Indonesia dapat dikatakan jauh lebih rendah dibandingkan 2001. Apakah ini bentuk retention program yang berjalan baik di perusahaan? Ternyata tidak sepenuhnya benar. “Peluang pindah tidak tinggi karena bisnis mengalami penurunan di Indonesia. Hal ini berbeda diban-dingkan 2001 yang memberikan banyak kesempatan,” jelas Ria. Ria berpendapat tahun 2006 akan tetap sama dengan tahun lalu. “Jika Indonesia sukses tahun ini, ada kemungkinan 2007 akan kembali diwarnai dinamika kompetisi memperoleh pemimpin efektif dan mempertahankan leader atau karyawan strategis,“ ujar Ria. Dalam kesempatan yang sama Ria menyatakan bayangan krisis leadership ini seharusnya tidak hanya disadari oleh organisasi namun juga oleh peme-rintah. “Misalnya diwujudkan dalam mempersiapkan pendidikan yang memadai untuk pemimpin. Indonesia membutuhkan setidaknya satu generasi untuk mempersiapkan leader dengan kapabilitas leadership yang memadai,“ tegasnya.

Terkait hasil Leadership Fore-cast Survey (LFS) DDI 2005, cendekiawan muslim, Koma-

ruddin Hidayat menyatakan kondisi Indonesia-lah yang berpengaruh be sar dalam melihat fi gur pemimpin. “Kon-disi Indonesia yang belum stabil secara politik dan ekonomi membutuhkan se-orang pemimpin yang berani mengambil keputusan sulit,” jelas Komaruddin. Dia mengilustrasikan Indonesia adalah sebuah mobil yang harus melewati jalanan dengan tanjakan yang terjal dan tikungan-tikungan tajam dimana dibutuhkan pengemudi yang piawai agar mobil dan penumpangnya dapat sampai dengan selamat. Komaruddin menjelaskan fakta saat ini memperlihatkan Indonesia belum mapan dari sisi demokrasi. Banyaknya koruptor yang tidak juga ditindak tegas. “Bukan suatu hal yang aneh jika Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani mengambil keputusan,” tegasnya. Namun Komaruddin menambahkan, untuk mengambil keputusan yang

g e n t i n g , s e o r a n g pemimpin tidak boleh hanya membutuhkan keberanian saja. “Pemimpin ha-rus visioner. Ke putusan yang diambil memang butuh keberanian namun hasilnya harus tetap dijaga agar tetap benar dan terarah. Jangan sampai keputusan yang dihasilkan justru mem buat kondisi semakin buruk,“ jelasnya. Komaruddin juga mengatakan kondisi global terutama negara maju pasti sangat berbeda. Menurutnya, di dunia maju, pasti dibutuhkan pemimpin yang dapat memberikan keuntungan bisnis yang besar (sesuai juga dengan hasil LFS DDI 2005). Hal ini jamak terjadi di dunia bisnis karena ketatnya persaingan kualitas service. Di negara maju, kualitas layanan sudah relatif lebih baik dan tidak jauh berbeda satu sama lain. Tinggal bagaimana bersaing dalam hal sales dan marketing.

Komarudin Hidayat:Mengambil KeputusanTidak Hanya Butuh Keberanian

“Being ignorant is not so much a shame as being unwilling to learn“Benjamin Franklin, U.S. Founding Father, Diplomat, Author and Philosopher

“Leadership and learning are indispensable to each other”Jhon Fitzgerald Kennedy, U.S. President & Author of Profi les in Courage

Page 8: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 8 www.dayadimensi.co.id

Strategic Leadership Experience

(SLE)Are your leaders prepared for the challenges of senior strategic leaderships? Equip them for success with . . .Strategic Leadership Experience (SLE) adalah workshop yang diadakan selama empat hari menawarkan kepada organisasi untuk memiliki seorang leader yang siap menghadapi tantangan menjadi seorang Senior Strategic Leader. Workshop ini memberikan manfaat mengenai nine roles of effective senior strategic leader, meningkatkan kemampuan untuk membawa hasil dalam bisnis dan networking. Peserta juga akan memahami perbedaan antara Operational Leadership dengan Strategic Leadership. Dengan mengikuti SLE, pe-serta akan dihadapkan pada simulasi bisnis dalam menghadapi tantangan bisnis di organisasi dan akan melihat hasil keputusan-keputusan yang diambil dari sisi positif dan negatif terhadap organisasi yang dipimpinnya. SLE sangat tepat diikuti oleh seorang strategic leader di organisasi ataupun seorang leader dari level operational yang akan masuk ke level strategic dalam organisasi.

Ravito Karismael

What’s On

“Selamat Bu Sita, kami semua yakin bahwa masuknya Ibu ke dalam Tim Manajemen akan

memperkuat perusahaan kita! Kami punya harapan besar atas Ibu,” ujar sang Direktur Utama sambil tersenyum menyalami Sita. Hari itu boleh dibilang adalah salah satu pencapaian utama dalam karir Sita. Dia ditunjuk untuk mengisi satu posisi kosong di Dewan Direksi yang baru saja ditinggalkan oleh pejabat lamanya. Sita tentu bangga atas kepercayaan yang diperolehnya. Di lain pihak, ia pun tak dapat memungkiri rasa waswas yang ikut muncul dalam benaknya. Akankah ia meraih keberhasilan yang sama seperti yang selama ini dicapainya di berbagai jabatan sebelumnya? Lompatan dari jenjang pemimpin madya ke jajaran eksekutif seperti yang dialami Sita membawa perubahan yang mendasar dalam banyak hal. Lingkup kekuasaan yang luas mengakibatkan konsekuensi yang tak terpisahkan: se orang pemegang jabatan puncak otomatis menjadi pusat perhatian serta acuan dari karyawan dan stakeholders lainnya. Kesalahan langkah yang paling kecil pun akan berdampak luas bagi keseluruhan organisasi. Sebuah penelitian yang dilakukan Manchester Partners International pada tahun 1997 menunjukkan bahwa empat dari 10 eksekutif yang baru dipromosikan menemui kegagalan dalam 18 bulan pertama di posisi baru mereka! Sejatinya, seorang eksekutif puncak punya sungguh banyak peran yang harus dijalankan dengan baik dan seimbang. Dari pengalaman lebih dari 30 tahun membantu banyak perusahaan global terkemuka di dunia macam BASF, GM, Motorola dan Toyota, DDI menyimpulkan bahwa paling tidak ada sembilan peran penting yang harus dimainkan para eksekutif. Peran-peran ini mencerminkan fungsi-fungsi terpenting yang dibutuhkan oleh para pemimpin senior saat ini. Apa saja ke-sembilan peran utama tadi?Navigator—Para eksekutif punya fungsi untuk dapat dengan cepat dan jelas menangani berbagai masalah

dan peluang bisnis yang kompleks. Navigator menganalisa sejumlah besar informasi yang bukan tak mungkin saling bertentangan. Mereka paham betul apa yang menjadi faktor penyebab, serta mampu menentukan serangkaian tindakan yang bisa mengatasinya. Strategist—Peran ini menuntut eksekutif untuk menyusun rencana tindakan dan/atau tujuan bisnis jangka panjang yang selaras dengan visi organisasi. Dalam peran ini, eksekutif memandang jauh ke depan, tidak dibatasi pada keadaan yang terjadi pada tahun ini belaka. Mereka musti paham isu perusahaan secara utuh, serta mengenali faktor-faktor apa yang mendorong serta menghambat bisnis secara keseluruhan.Entrepreneur—Para pemimpin puncak juga harus memegang peran utama dalam mengenali dan memanfaatkan peluang untuk produk/program baru serta untuk menciptakan pasar baru. Entrepreneur harus selalu awas terhadap ide segar dan kreatif. Mereka bisa menciptakannya sendiri, atau memutuskan untuk mencoba menjalankan terobosan yang ditawarkan pihak lain.Mobilizer—Di sisi ini, eksekutif sela-yaknya mampu meng himpun semua dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan demi tercapainya tujuan bisnis. Mereka diharapkan mampu memperkirakan dan mengatasi rintangan; serta secara kreatif mendayagunakan jejaring untuk mendapatkan hasil akhir yang diinginkan.Talent Advocate—Peran talent advocate mewajibkan eksekutif untuk selalu dapat mengundang, menumbuhkan, dan mempertahankan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan sekarang maupun di masa depan. Mereka seharusnya tidak terlalu ambil pusing perihal pengisian suatu jabatan lowong tertentu, tapi lebih berkonsentrasi pada menarik dan mempertahankan karyawan-karyawan potensial.Captivator—Inilah peran untuk me-ngembangkan rasa saling percaya (trust) yang menjadi dasar dalam organisasi, dan menanamkan gairah (excitement)

Tantangan di Jenjang Eksekutif:9 Peran Pemimpin Strategis

Page 9: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 9 www.dayadimensi.co.id

Assessment Center (AC) kini mulai menjadi kebutuhan organisasi. Berbagai organisasi mulai menyan-

darkan perekrutan berbasis kompetensi dan pemotretan kemampuan pemegang jabatan melalui AC. Krisis ekonomi yang cukup panjang dialami Indonesia, telah menyadarkan banyak organisasi terutama organisasi bisnis bahwa kompetensi pemegang jabatan sangat dibutuhkan untuk pengembangan yang berkelanjutan. Apa hubungan AC dengan kemampuan perusahaan merekrut karyawan yang kompeten? Hal ini didasarkan pada keunikan AC yang menghadapkan seseorang kepada situasi kehidupan yang nyata (real-life situation). Semakin nyata situasi yang dihadapi dalam pekerjaan atau pengambilan keputusan, semakin muncul dan mengerucut pula perilaku berikut kompetensi yang dimiliki. perilaku (Behaviour) seseorang akan muncul apabila stimulus yang digunakan tepat,“ demikian diungkapkan Dicky Herlambang, Direktur Daya Dimensi Indonesia. Dicky menambahkan bahwa melalui Assessment Center akan dapat menampakkan behaviour yang diperlukan untuk jabatan tertentu.

Assessment Center Enhancement (ACE)Real-life situation yang dihadapi dalam AC tentu saja harus senantiasa up to date dengan real-life situation yang dihadapi oleh pemegang jabatan. AC dari masa ke masa terus mengikuti perkembangan keadaan terutama teknologi. Untuk itulah Daya Dimensi Indonesia mengagas Assessment Center Enhancement (ACE) atau Assessment Center yang disempurnakan. “Kami melihat ACE diperlukan untuk mendekatkan keadaan yang lebih mendekati kenyataan untuk dihadapi oleh seseorang,” jelas Dicky. ACE merupakan program Assessment Center yang menggunakan piranti

komputer yang saat ini lazim digunakan di perusa-h a a n . S e b a g a i c o n t o h s e d e r h a n a , p e r u s a h a a n saat ini mu-lai jarang m e n g g u n a -kan kertas dan pensil dalam aktifi tasnya, karena di posi si tertentu, selu ruh kegiatan sudah teroganisir oleh komputer dan terutama peralatan lainnya. “Karyawan di level posisi tertentu, sudah tidak lagi terbiasa berkomunikasi secara manual karena lebih akrab dengan komputer. Demikian juga keberadaan internet, telepon genggam, dan lain sebagainya,“ tutur Dicky. Menurut Dicky, ACE ini adalah upaya Daya Dimensi Indonesia untuk senantiasa mendekatkan pelayanan agar lebih menjawab kebutuhan klien. ACE melibatkan seperangkat peralatan moderen yang sudah biasa ditemui di perkantoran, antara lain komputer dengan program visual basic dan internet browser, note book, printer, fax, dan peralatan pendukung lainnya. Bukan tidak mungkin di masa yang akan datang, ACE akan lebih banyak melibatkan peralatan elektronik dan komunikasi canggih yang di masa datang telah menjadi kebutuhan dasar seseorang dalam menjalankan fungsinya dalam organisasi. Saat ini ACE sedang dalam tahap penyempurnaan. Sebagai pilot project DDI melakukan program assessment center enhancement ini terhadap anggota tim sales dan marketing dengan mengaplikasikan ACE. Program ACE ini dapat diluncurkan ke pasar pada pertengahan Februari 2006.

“Reality Show” Dibutuhkan di Assessment Center

Lebih Dalam Mengenai Assessment Center Enhancement (ACE)

Dicky Herlambang

dan perasaan memiliki (sense of belonging) dalam setiap diri karyawan. Seorang captivator akan memancarkan energi positif lewat pesan-pesannya hingga membuat orang lain merasa menjadi bagian dari visi organisasi serta bertanggung jawab atas pencapaiannya.Global Th inker—Dalam peran yang satu ini, seorang eksekutif memadukan informasi dari berbagai sumber untuk memperoleh perspektif yang utuh dari banyak sudut pandang dengan tujuan mengoptimalkan kinerja organisasi. Ia harus paham dan bisa menerima perbedaan budaya, serta mengambil tindakan berdasar perspektif yang berbeda-beda.Change Driver—Menciptakan iklim yang memungkinkan orang menerima perubahan dengan mudah serta menciptakan perubahan itu sendiri, inilah inti dari peran change driver. Fokusnya adalah pada perbaikan berkesinambungan; untuk itu change drivers mempertanyakan status quo dan mendobrak paradigma, mengidentifi kasi perlunya perubahan dan menjadi pendorong utama terjadinya perubahan.Enterprise Guardian—Di sini, seorang pemimpin puncak menjadi penjaga nilai para pemegang saham (shareholder value). Mereka berperan untuk membuat keputusan-keputusan dan terobosan-terobosan yang menguntungkan per usahaan secara keseluruhan. Dalam peran ini, eksekutif mengutamakan kepentingan jangka panjang serta berani mengambil keputusan tidak populer dan menanggung akibatnya. Buat Anda para pemimpin puncak atau yang punya aspirasi menduduki posisi eksekutif ini dalam waktu segera, tentu tak ada salahnya untuk mengevaluasi diri berdasar ke-9 peran di atas. Mana yang sudah ”mendarah daging” bagi Anda, dan mana lagi yang masih perlu dikembangkan. Mudah-mudahan jadi masukan yang berarti untuk peningkatan diri sendiri.

Meike Malaon

Artikel ini pernah dimuat di Majalah Eksekutif, April 2005

Page 10: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 10 www.dayadimensi.co.id

Salah satu hal penting untuk senantiasa mengelola kesinambungan usaha adalah mengetahui apa kebutuhan klien, mengetahui apakah produk dan layanan dapat memenuhi kebutuhan, dan sejauh mana implementasi atas program dapat memberikan manfaat bagi klien. Pendek kata, sangat penting melihat positioning perusahaan di mata klien sekaligus mengetahui keunggulan utama dan hal-hal yang perlu dipertajam perusahaan. Dilandasi dengan semangat un-tuk mengetahui posisi Daya Dimensi Indonesia (DDI) di mata klien sekaligus melihat keunggulan utama berikut areas for improvement, DDI menjalankan Relationship Assessment Process (RAP)—

pada Oktober-Desember tahun lalu. RAP DDI melibatkan 70 responden yang tersebar di 37 organisasi dan mencakup 14 industri. “Dapat dikatakan RAP ini adalah sebuah proses untuk melakukan assessment secara berkala mengenai kemi-traan DDI dengan klien,“ jelas Corporate Marketing Manager DDI, Dwiputri Adimuktini. Selanjutnya Dwi menambahkan, dari RAP diharapkan dapat diketahui input klien mengenai keunggulan utama DDI dan area mana yang butuh pengembangan lebih lanjut. Dwi lantas menjelaskan proses dise-lenggarakannya RAP diawali dengan me-lakukan structured interview (wawancara terstruktur) dengan klien-klien DDI. Klien yang diwawancara memiliki kriteria antara lain; sudah menjadi klien DDI lebih dari tiga tahun, dan juga klien-klien potensial. T e r d a p a t tujuh indikator yang di gunakan dalam melakukan assessment tersebut. Tujuh indikator tersebut ada lah: Quality of Product and Services, Delivery and Implementation, Easiness in Doing Business, Market Leadership, Understanding client’s business needs, value, partnering. “Kami melakukan RAP bersandar terhadap assessment tujuh indikator tersebut,” ungkap Dwi.

Dari hasil structured interview RAP diketahui indikator; Quality of products and Services, Understanding your business, Value, Delivery and implementation, adalah indikator yang dipersepsikan penting oleh responden RAP. Dalam RAP terdapat informasi bahwa DDI memiliki performa yang unggul di bidang Quality of Product and Services, Delivery and Implementation. Untuk tiga indikator lainnya yaitu: Easiness of Doing Business, Market Leadership dan Partnering, DDI juga mencatatkan persepsi yang positif. Sedangkan untuk Value dan Understanding Business akan menjadi fokus utama pengembangan DDI saat ini. Dwi menyatakan DDI akan terus melakukan penajaman di seluruh indi-kator yang dipergunakan dalam RAP dengan memberikan prioritas lebih kepada empat indikator yang dipersepsikan pen-ting oleh klien. “Sebagai salah satu usaha untuk terus meningkatkan pelayanan DDI akan membangun sistem informasi yang kuat tentang industri dan bisnis klien sehingga layanan yang diberikan dapat lebih customized dan sesuai harap-an klien,” tuturnya.

Melihat Lebih Dekat Persepsidan Kebutuhan Klien

Sekilas Tentang Relationship Assessment Process

Dwiputri Adimuktini

Page 11: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 11 www.dayadimensi.co.id

Menikmati Membagi IlmuAwalnya, saya mendengar nama

Daya Dimensi Indonesia (DDI) dari teman-teman sesama associate.

Mungkin ini yang namanya jodoh, tidak lama kemudian saya ikut salah satu seminar yang diselenggarakan oleh DDI dan saya tertarik dengan metodologi atau pendekatan yang digunakan DDI. Saat itu, saya langsung berpikir, pasti luar biasa kalau bisa bergabung dengan DDI. Akhirnya, cita-cita pun kesampaian juga. Karena di bulan April 2004 saya diterima di DDI sebagai associate. Dan baru efektif bekerja pada bulan Juni setelah sebelumnya menjalani serangkaian tes dan training. Tugas pertama yang langsung saya kerjakan adalah menjadi team member untuk proyek jangka panjang dari salah satu klien besar DDI dari bulan Juli sampai Desember 2004. Pada bulan September 2005, saya bergabung menjadi konsultan tetap DDI. Ada perubahan besar setelah saya bergabung DDI. Saat menjadi associate, saya baru mempelajari kotak kecilnya saja. Sekarang setelah di DDI baru terbuka dan saya bisa belajar banyak karena semua akses dibuka. Walaupun pekerjaan yang harus saya kerjakan memang semakin menantang namun

senangnya adalah, lingkung an pekerjaan yaitu

teman-teman sangat banyak membantu dan mendukung. Sewaktu mengerjakan proyek jangka panjang tersebut saya langsung bekerja sama bersama teman-teman DDI yang sudah memiliki jam terbang sangat tinggi di dunia HR Consulting. Namun demikian, saya merasa sangat mendapat dukungan karena setiap kali saya bertanya pasti mendapatkan jawaban yang informatif. Kalaupun akhirnya mentok, saya pasti direkomendasikan untuk membaca buku-buku yang bisa membantu. Tidak hanya di situ, saya merasakan kesempatan dari DDI untuk mengikuti training dan seminar-seminar merupakan bentuk dukungan untuk belajar. Saya sangat senang diberi kesempatan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan. Salah satu pengalaman training yang berkesan adalah saat saya mengikuti project training Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang mempelajari mengenai personality type inventory. Program ini diadakan Iradat Consulting di tahun 2005 lalu. Saya mengikuti training tersebut selama lima hari. Materi training me ngenai bagaimana kecendrungan kepribadian

sese orang, yang terbagi dalam kategori tipe-tipe kepribadian tertentu. Kita diajarkan mengetahui sifat seseorang,

dan penggambarannya seperti apa. Jadi banyak hal baru yang saya dapat. Tadinya saya tidak tahu akan ada tes pada hari terakhir training. Langsung, yang ada dalam pikiran saya bagaimana caranya saya lulus. Karena DDI telah berinvestasi untuk mengikutsertakan saya. Alasan lain adalah saya ingin melakukan checking terhadap penguasaan materi training karena hal ini pastinya berguna dalam pekerjaan saya sebagai konsultan.

Mengenai hasil tesnya sendiri akhirnya, puji Tuhan, saya tahu dari atasan bahwa hasilnya sangat memuaskan. Bagi saya, proses belajar tidak

hanya diperoleh pada saat saya menerima ilmu, tapi yang

lebih penting adalah saat membagikan ilmu kepada orang-orang di sekitar saya. Terlebih lagi DDI mewajibkan semua karyawan yang mengikuti seminar/pelatihan untuk membagikan ilmu. Jadi setelah selesai dari program tersebut, saya excited dan menikmati saat harus mengadakan sharing session dengan teman-teman DDI. Saya memetik pelajaran yang sangat besar maknanya selama bekerja di DDI antara lain kesempatan untuk maju, atmosfer kerja yang baik, dan keinginan belajar yang selalu dipacu serta berbagi ilmu yang diperoleh. Saya yakin, bekal dari DDI ini sangat berarti untuk masa depan saya.

Disclosure

Anna Dauhan

Page 12: Daya Dimensi Indonesia

@daya dimensi 2006, Edisi VI 12 www.dayadimensi.co.id

The Happenings

Mengambil tempat di Four Season Hotel, DDI mengadakan launching hasil Leadership Forecast Survey, 2005-2006 sebuah survei global yang diikuti oleh 42

negara dengan respponden sebanyak 4.559 pemimpin dan 944 orang perwakilan divisi HR dari berbagai organisasi. Survei yang secara periodik dijalankan oleh Center for Applied Behaviour Research—Development Dimensions International ini secara umum memiliki tujuan untuk melihat tren kepemimpinan di tahun 2005-2006. Launching ini dihadiri oleh 79 peserta yang merupakan perwakilan organisasi yang menjadi klien DDI.

LaunchingLeadership Forecast Survey 23 November 2005

POGRAM Feb. Mar. Apr.

Facilitation Skills Workshop 6-10Targeted Selection Administrator 20-24 24-28Targeted Selection Interviewer 20-21 24-25Supervisory Development Program 22-24Strategic Leadership Experience 17-20Presentation Skills 27-28HR for non HR 2-3Competency Based Human Resources 24Simulating Finance for Business Acumen 22-23 6-7 17-18HR Practitioner Program - Basic 20Career Management 13-16 11-14Recruitment and Selection 13-16 20-23People Development 13-16 11-14Compensation and Benefi t 27-2 24-27Performance Management 27-2 24-27Employee Relation and Separation Management 13-16Personnel Administration and HR Information System 21-31