Artikulasi Ganda Pada Musik Yudi Wahyu Widiana,M.Pd
“Levi Strauss (1964) and other semioticians (cf. Nattiez; 1975:199-208) ascribe a double articulation (cf. Language 4.1) to music. This asumtion presupposes a level of musical signs with meanings. Like morphemes (or words) of language, of level musical “phonemes” and the possibility of generating new musical “morphemes” by the exchange of “phoneme-tones” Benveniste (1969) reject the assumption of double articulation........”
“Levi Straus (1964) dan para ahli semiotic lainnya (seperti Nattiez)
berangapan terdapat dua artikulasi untuk musik. Asumsi ini
mengisyararatkan mutu dari tanda musik dengan makna-makna, seperti
pada morfem (kata-kata) dari sebuah bahasa, mutu musikal “morfem”
dan kemungkinan membangkitkan musikal baru ”morfem” berubah
menjadi “Phonemetones” (morfem nada). Benveniste (1969) menolak
asumsi dua artikulasi karena “elemen dan grup yang berbeda dari kedua
jenis tersebut........”
A. PENDAHULUAN 1. Riwayat Claude Levi Strauss
Claude Levi Strauss lahir 28 November 1908 meninggal 30
Oktober 2009 pada umur 100 tahun adalah antropolog dan etnolog
Prancis, dan disebut sebagai "bapak antropologi modern".
Dia berpendapat bahwa "pikiran primitif" memiliki struktur yang
sama dengan pikiran yang "beradab" dan bahwa ciri-ciri manusia itu
sama saja di mana-mana. Pengamatannya ini berpuncak pada
bukunya yang terkenal, Tristes Tropiques, yang menempatkan dia
sebagai tokoh utama dalam aliran pemikiran strukturalis, tempat di
mana gagasan-gagasannya menjangkau berbagai bidang, termasuk
semiotika, humaniora, sosiologi dan filsafat. Strukuralisme
didefinisikan sebagai "pencarian pola-pola pikiran tersembunyi di
dalam segala bentuk kegiatan manusia". Dia telah menerima
kehormatan dari berbagai universitas di seluruh dunia dan memimpin
Antropologi Sosial di Collège de France (1959–1982). Dia terpilih
sebagai anggota Akademi Prancis atau Académie Française pada
1973.
2. Dua Artikulasi dalam Bahasa
Pernyataan Levi Strauss yang menyatakan bahwa tanda-tanda
musik memiliki dua artikulasi seperti dalam bahasa juga didukung oleh
para ahli semiotik lainnya, yaitu Nattiez. Untuk itu kita coba membahas
terlebih dahulu pada bagian 4.1 yaitu tentang double articultion dalam
bahasa yang pada bagian ini dijelaskan oleh Mattinez (1949:80)
sebagai berikut;
“The principle of double articultion or duality of patterning has often been considered to be the principlal or even the single distinguishing feature of human leaguage”
“Prinsip dari dua artikulasi atau dualitas pola kerap kali menjadi pokok utama atau satu keistimewaan pembeda yang sama dari bahasa manusia“
Dalam penuturan Martinez di atas menjelaskan bahwa dua
artikulasi menjadi keistimewaan pembeda dari bahasa manusia yang
hingga kini dalam bahasa, dikenal morfem, fonem serta fonetik dan
fonemik.
Untuk lebih menjelaskan konsep Fonologi bidang linguistik yg
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya mendefinisikan
morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil (kata) yg mempunyai
makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yg lebih kecil, Fonem adalah satuan bunyi terkecil yg
mampu menunjukkan kontras makna (misal /h/ adalah fonem karena
membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/ adalah dua
fonem yang berbeda karen bara dan para beda maknanya;
Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-
bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana
menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi ujaran dalam fungsinya
sebagai pembeda arti. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala
macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta
bagaimana tiap-tiap bunyi itu diproduksi, maka dalam fonemik kita
mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-
ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk
membedakan arti.
Hal senada juga diutarakan oleh Bruno Nettl tentang
pendekatan transkripsi musik dalam buku Theory and Method in
Etnomucologi (1963:104), sbb:
“The problem is similar to one linguistics, where the distinction between phonetics and phonemics has long been recognized, the former being the study of speech sound as they occur and the latter being concerned with distinctions among speech sound which produce, in a given language, distinctions in meaning” “Masalah yang sama dengan ilmu bahasa dimana perbadaan antara fonetic dan fonemik telah lama dikenal, yang pertama studi tentang bunyi ujaran, hal ini menjadi koncern perbedaan antara bunyi ujaran yang menghasilkan bahasa tertentu, serta perrbedaan arti”
Menurut Bruno Nettl (1963:98) menjelaskan dua
pendekatan utama untuk mendeskripsikan musik, yaitu:
a. Kita dapat menganalisis dan menggambarkan apa yang kita
dengar, dan
b. Kita dapat dengan beberapa cara menuliskan diatas kertas apa yang kita dengar, serta menjelaskannya
3. Transkripsi dan Artikulasi dalam Musik
Dalam etnomusikologi, proses penotasian bunyi, reduksi bunyi,
menjadi simbol visual disebut transkripsi. Artikulasi notasi balok dengan
nada mutlak maupun menggunakan relatif do akan berhubungan dengan
“pitch” dan “duration” sumber suara dari alat musik (instrumen maupun
vokal) yang dimainkan, karna dalam kontek penotasian musik menurut
Seeger (1958) ada dua permasalahan yaitu:
a. Perskriptip yaitu Tujuan yang mengarah pada pemain, dan pandangan
kelayakan notasi perscriptif dinilai dari kecukupan notasi tersebut
terhadap penampilan pemain, atau sejauhmana seorang pemain
merasakan melalui notasi keinginan sang komposer
b. Deskriptif yaitu notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan
kepada pembaca karakteristik dan detail dari komposisi musik yang
pembaca tidak ketahui.
Transkripsi/Penotasian musik barat menggunakan notasi balok
dalam kenyataannya memang memiliki dua arikulasi. Penyebutan untuk
notasi musik digunakan dengan nada mutlak dan juga nada relatif Do.
artikulasi nada mutlak dalam musik menggunakan huruf, yaitu dari huruf
“A” sampai dengan hurup “G”, sedangkan penyebutan untuk nada relatif
do yaitu yang dikenal dengan sebutan solmisasi yaitu do-re-mi-fa-sol-la-si-
do.
Artikulasi solmisasi diperkenalkan oleh seorang pendeta
benedictine juga seorang master paduan suara yang menjadi salah satu
tokoh penting dalam pengembangan teori musik, nama lengkapnya Guido
d’ Arezzo atau Guido of Arezzo. Dia lahir tahun 995 dan meninggal pada
tahun 1050, namun mengenai tempat kelahiran terdapat perbedaan
pendapat dari para ahli sejarah. Namun para sejarahwan sebagian besar
berpendapat dia dilahirkan di Prancis. Dalam ensiclopedia musik karya
Norman Lloyd (1968:219) menjelaskan Guido dalam menyusun solmisasi
mengambil dari suku kata pertama dari bahasa latin dan merubah suku
pertama yang sebelumnya “ut” dirubah menjadi “doh”.sbb:
“More than nine hundred year ago he tought his singers to sight read by using syllables. He extracted his syllable names from a hymn to St. John- which was eigth century song sung on the feast of Saint John the Baptist, June 24, in this song begining notes of each phrase move up the first six notes of the C major scale. The latin syllable that was sung with the note become the name of that note. Ut was later changed to doh, and si was added a century later to complete this scale”.
Lebih dari sembilan ratus tahun lalu dia memiliki ide pada
para penyanyinya untuk membaca menggunakan suku kata. Dia
mengambil suku kata dari sebuah himne dari St. John yang di abad
kedelapan menyanyikan lagu untuk pesta saat St. John di Baptis
pada bulan Juni. Lagu ini dimulai not untuk tiap prase bergerak naik
sampai not keenam pertama dari tangganada C mayor. Suku kata
dari bahsa Latin yang dinyanyikan menggunakan not menjadi
nama/sebutan dari not solmisasi. Ut sebagai suku kata pertama di
rubah menjadi “doh”, dan dia menambahkan di abad berikutnya
dengan melengkapi tangganada ini.
Lebih jelasnya asal muasal artikulasi solmisasi Guido de
Arezzo tampak pada gambar dibawah ini:
Solmisasi Guido de Arezzo memang diperuntukan untuk latihan
vocal, dan suku kata yang digunakan memang cocok untuk melatih
pelafalan hurup hidup o yaitu Doh, e yaitu Re, i yaitu Mi, a yaitu Fa, dst,
dan berikutnya Guido melengkapi untuk satu oktav tangganada yaitu
menambah suku kata si, dan artikulasi untuk relatif do selalu berubah,
seperti contoh berikut:
do re mi fa sol la si do
Artikulasi Solmisasi dalam tangganada natural C=do
do re mi fa sol la si do
Artikulasi Solmisasi dalam tangganada 2 Kres D=do
Notasi musik menggunakan tanda dan simbol-simbol dalam
penulisannya, seperti yang ditulis Norman Lloyd (1968:356), dalam The
Golden Encyclopedia of Music, sbb;
“Notation of music the use of signs and symbols on the writing of music. Music is form of language with its own ABC’s-note. Each note tells how high the musical sound should be (pitch) and how long it should last (musical timing)
“penotasian musik menggunakan simbol-simbol dalam penulisannya. Musik terbentuk dari bahasa dengan penggunaan not ABC. Tiap note memiliki makna seberapa tinggi bunyinya, dan berapa panjang durasinya”
Dalam notasi mutlak posisi nada tiap not tidak berubah posisinya,
seperti contoh di bawah ini;
C D E F G A B C
Notasi mutlak
Simbol-simbol musik dituliskan pada staff, yaitu lima buah garis
yang sejajar dengan empat buah spasi seperti gambar sbb:
Simbol notasi balok yang dituliskan pada staff tidak akan memiliki arti
apapun jika pada staff tersebut tidak dituliskan tanda kunci. Jadi tanda
kunci memiliki arti yang sangat penting untuk mengartikulsikan nada
dengan penyebutan nama nada tersebut serta frekwensinya. Seperti
yang dijelaskan dalam buku ensiklopedia musik (Norman
Llyod:1968:114),sbb:
“Clef a sign placed at the begining of each musical to indicate the pitch of the notes. Without a clef, a note on a staff has no meaning: this could B, D, C, or A”.
Dalam musik dikenal tiga buah tanda kunci Sbb:
a. Kunci “G” atau disebut juga “Treble Clef”
Artikulasi nada-nada dalam kunci G adalah sbb:
b. Kunci “F” atau disebut juga “Bass Clef”
Arikulasi nada-nada dalam kunci F adalah sbb:
c. Kunci “C” memiliki tiga bentuk penempatan penulisan dalam staff,
sesuai dengan peruntukan sopranno, alto dan tenor, sbb:
Simbol-simbol yang digunakan dalam notasi musik yang biasa
disebut not dan tanda istirahat, dan masing-masing bentuk memiliki nilai
durasi yang relatif, yang di pengaruhi oleh tanda birama , sbb:
4. Dua Artikulasi Dalam Musik
Notasi musik menggunakan tanda dan simbol-simbol dalam
penulisannya, seperti yang ditulis Norman Lloyd (1968:356), dalam
The Golden Encyclopedia of Music, sbb;
“Notation of music the use of signs and symbols on the writing of music. Music is form of language with its own ABC’s-note. Each note tells how high the musical sound should be (pitch) and how long it should last (musical timing)
“penotasian musik menggunakan simbol-simbol dalam penulisannya. Musik terbentuk dari bahasa dengan penggunaan note ABC. Tiap note memiliki makna seberapa tinggi bunyinya, dan berapa panjang durasinya”
Berdasar pada penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
memang benar bahwa musik memiliki dua artikulasi. Yang dimaksud dua
artikulasi dalam musik ini bukan artikulasi solmisasi yang menggunakan
do, re, mi, dst, dengan artikulasi notasi mutlak yang menggunakan
alfabet A, B, C, dst, tetapi simbol musik selain memiliki artikulasi dengan
solmisasi ataupun notasi mutlak, juga memiliki artikulasi yang lain yaitu
yang dikenal dengan sebutan “pitch” dan ”duration”.
Pengertian pitch menurut buku “Rudiments and Theory of Music “
yang diterbitkan Royal Schools of Musik London (1958:1), sbb:
“The word pitch is use to describe how high or how low a sound is”
”Kata pitch digunakan untuk menggambarkan seberapa tinggi atau seberapa rendah dari sebuah bunyi nada”
Pitch menurut buku ensiklopedia musik (1968:430), sbb:
“pitch the higness or lownes of a sound. Pitch is determined by frequency of vibration- that is, how many
times persecond the sound-making material (string, reed, or whatever)”
“Pitch adalah tinggi rendah bunyi. Pitch ditentukan oleh frekwensi dari getaran, berapa banyak getaran perdetik dihasilkan sumber bunyi (alat gesek, alat musik tiup menggunakan reed atau apapun)
“The basic pitch to wich intruments a tuned is the A above midle C. The first attempt to standarize pitch accurred in 1834 when a group of German physicist advocated an “A” of 440 Herz”
“Dasar pitch yang mana menjadi patokan penalaan adalah nada A diatas nada midle C. Percobaan pertama untuk standarisasi pitch terjadi tahun 1834 dimana kelompok ahli fisika German menganjurkan untuk nada “A” pada frekwensi 440 Herz.”
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap
nada dalam musik memiliki frekwensi tertentu, sehingga bila kita
menyebutkan nada musik secara otomatis didalamnya terdiapat dua
arikulasi, yaitu artikulasi yang dihasilkan menggunakan sebutan nada, baik
solmisasi maupun notasi mutlak, juga artikulasi berupa tinggi rendah nada
tersebut.
Dua artikulasi pada musik melekat secara otomatis pada setiap
nada, jadi misalnya jika kita menyebutkan nada do maka kita harus
menghasilkan artikulasi nada do tersebut dengan artikulasi pich nada
tersebut secara tapat.
5. Dua Artikulasi Musik dalam Kehidupan
Karena simbol-simbol musik memiliki dua artikulasi, maka dalam
kehidupan sehari-hari banyak ditemukan kesulitan dalam membaca simbol
musik tersebut, seperti kesulitan para pelajar disekolah dalam membaca
notasi balok. Kesulitan tersebut dikarenakan dalam setiap satu simbol
musik siswa harus mengerti banyak hal , berkenaan isi atau konten dari
setiap simbol musik, yaitu:
a. Mengetahui nama-nama nada serta posisi nada-nada tersebut dalam
paranada/staff
b. Mengetahui pitch setiap nada-nada, yaitu siswa dapat
mengartikulasikan setiap nada-nada sesuai dengan frekweksinya baik
menggunakan suara maupun menggunakan instrumen musik, dan
untuk yang memainkan artikulasi notasi musik dengan instrumen
musik maka diwajibkan pula mengetahui produksi nada dari instrumen
tersebut untuk menghasilkan nada yang sesuai dengan notasi musik
tersebut.
c. Mengetahui durasi setiap simbol pada notasi musik.
Kesulitan juga dialami para pemain musik yang terbiasa
membaca notasi balok dalam kunci G, seperti pemain musik gitar kecuali
gitar bass, pemain alat musik tiup, pemain Violin, dan pemain yang
memainkan alat musik yang penulisan notasi baloknya menggunakan
kunci G akan mengalami kesulitan saat membaca notasi balok dalam
kunci F. Demikian juga sebaliknya bagi pemain musik yang alat musiknya
ditulis dalam kunci F akan mengalami kesulitan dalam membaca notasi
balok dalam kunci G.
Alat musik yang partiturnya ditulis menggabungkan kunci G dan
F adalah piano dan Keyboard. Penggabungan penulisan kunci G dan F
disebut “Great Staff”, seperti gambar berikut:
Bagi pemain piano terlatih membaca notasi balok dalam kunci G
dan F mungkin juga akan mengalami kesulitan untuk membaca notasi
balok dalam kunci C,
DAFTAR PUSTAKA
Dawey, John. (2004). Filsafat Seni Modern. Bandung : Angkasa Press
Remisilado. (1997). Apresiasi Seni. Bandung : Angkasa Press
Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung : ITB Press
Lloyd, Norman. (1968). The Golden Ensyclopedia of Music. New York : A Division of Western Publishing Company INC.
Nettl, Bruno. (1964) Theory and Method In Ethnomusicologi. London : The
Free Press of Glencoe Co;;ier-Macmillan Limited
Noth, Winfried (1990). Handbook of Semiotics. New York : Indiana University Press..
Percy, A. Scholes (1977). The Concise Oxford Dictionary Music. London :
Oxford University Press
DAFTAR ISI
Analisis Lagu-lagu Karya Doel Sumbang
1. Pendahuluan ........................................... 1
2. Lagu Berekspresi Kritik ................................ 2
3. Lagu Berekspresi Humor ............................. 3
4. Lagu berekspresi Cinta ................................ 4
5. Analisis Karya Doel Sumbang dalam
Kontek Sosial Budaya ................................. 11
6. Analisis Nilai Seni Lagu-lagu Doel Sumbang 12
7. Daftar Pustaka .................................................... 17