144
Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP Bengkulu Tahun ke-8, No. 2, Desember 2019 PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN SIMULASI PHET (PHYSICS EDUCATION AND TECHNOLOGY) DALAM MUATAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR Desi Rusnita SDN 4 Kepahiang abstract This article was aimed to describe the utilization of information and communication technology-based learning media in an applications, namely learning media PhET simulation. In the content of science learning was in elementary schools, in which many learning materials were still abstract so students do not understand the learning concept. The teacher has tried to use learning media in the learning process in the classroom, but on certain materials were difficult to teach in real terms. This certainly has implications for learning outcomes. Affective, cognitive, and psychomotor learning outcomes have not yet reached the established criteria. PhET simulation media involved students in scientific exploration and to increased students' interest in science. PhET simulations are designed to make learning fun, interactive, and connected to the real world. PhET simulation helps students understand the concept of learning, especially in science learning in elementary schools, where much natural science material is still abstract and requires semi-concrete or concrete media to inform students, one alternative is the use of learning media for PhET simulation. Keywords: Learning Media, PhET Simulation, Scienceg Landscapes | V 64 ol. 6, No. 2, Spring 2013 PENDAHULUAN Pembelajaran IPA di sekolah dasar memiliki karakteristik belajar dengan pendekatan saintifik dan menemukan konsep. Dalam mengajarkan muatan pelajaran IPA, guru terkadang tidak mempertimbangkan 1

lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN SIMULASI PHET (PHYSICS EDUCATION AND TECHNOLOGY)

DALAM MUATAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

Desi RusnitaSDN 4 Kepahiang

abstract

This article was aimed to describe the utilization of information and communication technology-based learning media in an applications, namely learning media PhET simulation. In the content of science learning was in elementary schools, in which many learning materials were still abstract so students do not understand the learning concept. The teacher has tried to use learning media in the learning process in the classroom, but on certain materials were difficult to teach in real terms. This certainly has implications for learning outcomes. Affective, cognitive, and psychomotor learning outcomes have not yet reached the established criteria. PhET simulation media involved students in scientific exploration and to increased students' interest in science. PhET simulations are designed to make learning fun, interactive, and connected to the real world. PhET simulation helps students understand the concept of learning, especially in science learning in elementary schools, where much natural science material is still abstract and requires semi-concrete or concrete media to inform students, one alternative is the use of learning media for PhET simulation.

Keywords: Learning Media, PhET Simulation, Scienceg Landscapes | V 64 ol. 6, No. 2, Spring 2013

PENDAHULUAN

Pembelajaran IPA di sekolah dasar memiliki karakteristik belajar dengan

pendekatan saintifik dan menemukan konsep. Dalam mengajarkan muatan

pelajaran IPA, guru terkadang tidak mempertimbangkan adanya konsep awal

yang dimiliki siswa. Guru juga kadang kurang mempertimbangkan bahwa

materi-materi yang diajarkan sifatnya abstrak, sedangkan perkembangan

siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkret. Pada tahap

operasional kongkret membutuhkan pembelajaran yang kongkret dengan

fakta-fakta yang bisa diamati siswa secara langsung. Hal demikian sering

terlupakan oleh guru. Kekhilafan guru akan hal ini dapat menyebabkan

konsep yang terbentuk dalam struktur kognitif siswa tidak sempurna. Pada

akhirnya akan terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi)

Tujuan belajar ilmu pengetahuan agar siswa dapat memiliki penguasaan

konsep, keterampilan proses dan sikap, hal ini berlaku secara menyeluruh.

1

Page 2: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa atau dipilih sehingga dapat

berhubungan dengan kebutuhan dan pengalaman sehari-hari siswa, untuk

menumbuhkan rasa ingin tahu dengan melibatkan mereka aktif dalam

pembelajaran dan berusaha untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada

kehidupan nyata.

Sebaiknya pembelajaran IPA secara aktif dapat mengkonstruksi

pembentukan konsep-konsep yang sudah ada dalam diri siswa dengan konsep

yang selanjutnya akan dipelajari. Pemahaman konsep sangat penting bagi

siswa. Tentunya guru perlu memahami konsep yang diajarkan terlebih dahulu.

Meskipun dalam praktiknya guru sudah menggunakan berbagai metode, model

pembelajaran, maupun berbagai media pembelajaran, terkadang siswa masih

belum bisa memahami konsep yang telah diajarkan. Mereka masih bingung

menerima materi yang diajarkan. Masih ada hal-hal abstrak yang mereka

amati.

Sebagai contoh dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar, beberapa

materi tentang pencernaan, pernapasan, perpindahan panas, peredaran darah,

kelistrikan, dan lainnya. Materi tersebut dipraktikkan oleh guru bersama siswa

menggunakan alat peragapun masih ada hal-hal abstrak yang belum bisa

mereka saksikan secara kongkret. Misalnya pada materi perpindahan panas

secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Siswa dapat mendefinisikan

pengertiannya, namun secara nyata mereka tidak bisa melihat bagaimana

panas dapat mengalir, dan melalui apa. Tentunya akan terjadi kesalahan

konsep dalam kognitif siswa.

Untuk itu diperlukan suatu media yang dapat menunjukkan bagaimana

hal-hal yang abstrak itu dapat divisualisasikan secara nyata, sehingga dapat

terlihat nyata, yaitu dengan media simulasi PhET (Physics Education

Technology).

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis akan mengkaji lebih dalam

lagi tentang media simulasi. penulis ingin mengkaji apakah media

pembelajaran PhET dan bagaimana pemanfaatan dan penerapannya pada

pembelajaran IPA di sekolah dasar. Adapun tujuan dari pengkajian artikel ini

2

Page 3: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

adalah untuk mencari informasi mengenai pemanfaatan media simulasi PhET

pada pembelajaran IPA di sekolah dasar.

MEDIA PEMBELAJARAN

Dalam bahasa Latin kata media berasal dari kata medius yang secara

harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Mustaji (2013:1) mengatakan

media adalah sarana fisik yang berisi pesan atau sarana untuk menyampaikan

pesan. Sumber belajar meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan

lingkungan.

Cecep Kustandi, dkk (2011:8) menyebutkan bahwa media

pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan

berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat

mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah perantara dalam

proses pembelajaran yang berfungsi untuk menjelaskan sebuah konsep

sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Heinich dalam Mustaji (2013:7) mengklasifikasikan media ke dalam

dua kelompok yaitu media yang tidak diproyeksikan dan media yang

diproyeksikan. Media yang tidak diproyeksikan misalnya benda nyata, tiruan

benda, model, mock-up, multimedia kit, bahan cetak,herbarium, insectarium,

benda pajangan, dan sebagainya. Sedangkan benda yang diproyeksikan

misalnya Overhead Projector (OHP), komputer multimedia yang

diproyeksikan, film suara, slide suara, filmstrips, video, opaque, presentasi

multimedia, dan sebagainya. Media dapat pula diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya dalam pembelajaran, yaitu media sebagai alat bantu pembelajaran

atau mediayang digunakan untuk belajar mandiri.

Secara garis besar fungsi media dalam pembelajaran sebagai alat bantu

pembelajaran dan media yang dapat digunakan untuk belajar sendiri tanpa

bantuan pendidik. Media sebagai alat bantu pengajaran berarti media tersebut

masih bergantung pada pendidik. Lebih lanjut Mustaji (2013:6) menjelaskan

fungsi media pembelajaran sebagai berikut: 1) memperjelas konsep; 2)

menyederhanakan materi pelajaran yang kompleks; 3) menampakdekatkan

3

Page 4: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

yang jauh dan menampakjauhkan yang dekat; 4) menampakbesarkan yang

kecil dan menampakkecilkan yang besar, 5) menampakcepatkan dan

menampaklambatkan proses; 6) memperlambat gerakan yang cepat (slow

motion); 7) menampakgerakkan yang statis dan menampakstatiskan yang

gerak; 8) menampilkan suara dan warna sesuai aslinya.

Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada

pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media

pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar

mengajar. Prinsip pemilihan media dalam pembelajaran menurut Rayandra

Asyar (2012:82) adalah sebagai berikut: 1) Kesesuaian Media yang dipilih

harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik dan

materi yang dipelajari, serta metode atau pengalaman belajar yang diberikan

kepada peserta didik. 2) Kejelasan sajian. Seharusnya, jenis media dan sumber

belajar diracang dengan mempertimbangkan ruang lingkup materi

pembelajaran serta memperhatikan tingkat kesulitan penyajiannya. 3)

Kemudahan akses, Media seharusnya mudah diakses oleh siswa dan dalam

pengadaannya memerhatikan alat pendukung, lokasi, serta kondisi. 4)

Keterjangkauan, Keterjangkauan di sini berkaitan dengan besar kecilnya biaya

yang diperlukan untuk mendapatkan media. 5) Ketersediaan, Ketersediaan

suatu media perlu dipertimbangkan. Apabila media yang diperlukan tidak

tersedia, maka perlu media pengganti. 6) Kualitas, Dalam pemilihan media

pembelajaran, kualitas media hendaknya diperhatikan. Sebaiknya, dipilih

media yang berkualitas tinggi. 7) Ada alternatif . Dalam pemilihan media,

salah satu prinsip yang juga penting diperhatikan adalah bahwa guru tidak

tergantung hanya pada media tertentu saja. 8) Interaktivitas ,Media yang baik

adalah media yang dapat memberikan komunikasi dua arah secara interaktif.

9) Organisasi, Pertimbangan lain yang juga tidak bisa diabaikan adalah

dukungan organisasi. Misalnya diperolehnya dukungan dari pimpinan sekolah

atau pimpinan yayasan. Lalu apakah di sekolah terdapat pusat penyimpanan

ataukah tidak. 10) Kebaruan, Kebaruan dari media yang akan dipilih juga

harus menjadi pertimbangan sebab media yang lebih baru biasanya lebih baik

dan lebih menarik bagi siswa. Pemilihan media perlu disesuaikan dengan

4

Page 5: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

kebutuhan, situasi, dan kondisi setiap pembelajaran. Guru dapat memilih atau

membuat media berdasarkan isi, tujuan pembelajaran, serta karakteristik

siswa

MEDIA SIMULASI PHET

Udin Syaefudin Sa’ud (2005:129) simulasi adalah sebuah replikasi atau

visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan

pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu. Selain itu, menurut

Nagara (2002:340) Simulasi adalah metode pelatihan yang memperagakan

sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sebenarnya.

Dapat disimpulkan simulasi merupakan metode atau teknik dalam

pembelajaran untuk memeragakan sesuatu yang mirip dengan keadaan yang

sebenarnya. Teknik simulasi digunakan dalam pembelajaran, terutama dalam

desain instruksional yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku.

Latihan-latihan keterampilan menuntut praktik yang dilaksanakan di dalam

situasi kehidupan nyata

PhET (Physics Education Technology) merupakan merupakan

proyek di University of Colorado yang mengembangkan serangkaian simulasi

fisika dengan memanfaatkan kecanggihan komputer untuk menangani

masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan alat lain (Finkelstein, 2005:2).

PhET adalah program simulasi computer interaktif berbasis penelitian untuk

belajar dan mengajarkan fisika, kimia, matematika, dan ilmu-ilmu lainnya.

Simulasi-simulasi PhET merupakan gambar bergerak (animasi),

interaktif dan dibuat seperti layaknya permainan dimana siswa dapat belajar

dengan melakukan eksplorasi. Simulasi-simulasi tersebut menekankan

korespondensi antara fenomena nyata dan simulasi komputer kemudian

menyajikannya dalam model-model konseptual fisis yang mudah dimengerti

oleh para siswa.

Proyek Simulasi Interaktif PhET (http://phet.colorado.edu) telah mulai

mendesain fitur-fitur inklusif ke rangkaian simulasi HTML5 yang baru.

Dengan 130+ simulasi matematika dan sains, termasuk lebih dari 30 simulasi

kimia - proyek PhET bertujuan untuk memastikan bahwa semua siswa

5

Page 6: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

memiliki akses ke sumber daya pendidikan terbuka ini. Fitur inklusif meliputi:

navigasi keyboard, deskripsi text-to-speech dan pendengaran, dan sonifikasi.

Fitur-fitur ini akan memungkinkan siswa untuk terlibat dengan simulasi dalam

berbagai mode, dengan representasi visual, auditori, dan tekstual tersedia,

bersama dengan opsi yang diperluas untuk metode input dan output (keyboard,

pembaca layar, dll.). Fitur-fitur inklusif ini berpotensi meningkatkan

efektivitas simulasi untuk semua siswa - termasuk mereka yang cacat.

PhET dapat dapat dijalankan secara online atau di download secara

gratis dari website PhET (http://www.phet.colorado.edu). Sejak 2002, proyek

Simulasi Interaktif PhET di University of Colorado Boulder telah dilibatkan

penelitian seputar strategi desain simulasi yang efektif untuk mendukung

pembelajaran sains berbasis inkuiri. Secara offline PhET dapat menggunakan

java dan flash atau menggunakan web browser standar dengan syarat flash dan

java telah ter-instal. Simulasi PhET sangat interaktif dimana pada simulasi ini

siswa dapat menggunakan secara mandiri ataupun di bantu oleh guru dalam

penggunaannya.

PhET menyediakan simulasi percobaan, animasi yang interaktif, dan

lingkungan permainan dimana siswa belajar melalui eksplorasi. Untuk

eksplorasi secara kuantitatif, simulasi PhET ini memiliki alat-alat ukur di

dalamnya seperti penggaris, stop-watch, voltmeter, dan termometer. Kita

tinggal memakainya untuk mengukur suatu besaran. Melalui media simulasi

PhET seolah-olah kita memiliki laboratorium fisika sendiri, namun yang kita

miliki ialah laboratorium virtual.

Menurut Perkins, dkk (2013) media simulasi PhET sangat tepat di

untuk kegiatan eksplorasi di laboratorium untuk kelompok kecil. Hal yang

sama juga disampaikan Finkelstein (2005) bahwa media simulasi PhET

memiliki karakteristik kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa dan

interaktif, adanya umpan balik dan dengan pendekatan konstruktivis.

Simulasi yang disediakan PhET sangat interaktif yang mengajak

peserta didik untuk belajar dengan cara mengeksplorasi secara langsung.

Simulasi PhET ini membuat suatu animasi fisika yang abstrak atau tidak dapat

dilihat oleh mata telanjang, seperti : atom, elektron, foton, dan medan magnet.

6

Page 7: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Interaksi yang dilakukan berupa menekan tombol, menggeser benda atau

memasukkan sesuatu. Kemudian saat itu juga akibat dari interaksi yang

dilakukan akan segera terlihat langsung oleh siswa.

PhET menekankan hubungan antara fenomena kehidupan nyata dan

ilmu yang mendasari, dan membantu membuat model visual dan konseptual.

Simulasi PhET awalnya dikembangkan di dan diuji untuk universitas dan

sekolah tinggi, tetapi kemudian berkembang bagi siswa mulai dari sekolah

dasar.

Untuk membantu peserta didik memahami konsep visual, program

simulasi PhET menghidupkan apa yang terlihat oleh mata melalui penggunaan

grafis dan kontrol intuitif seperti klik dan Tarik, slider dan tombol radio. PhET

diproduksi menggunakan proses desain interaktif. Untuk setiap simulasi ada

tim dari 3-5 desainer termasuk pengembang perangkat lunak professional,

seorang ahli ilmu konten, pendidik, dan ahli komunikasi. Tim ini dimulai

dengan memproduksi daftar rinci tujuan pembelajaran berdasarkan

pengalaman mengajar mereka sendiri dan topik penelitian ke dalam

pemahaman peserta didik. Tim PhET kemudian menghasilkan desain

antarmuka pengguna awal untuk simulasi didasarkan pada tujuan

pembelajaran dan penelitian bagaimana siswa belajar. Desain awal disajikan

untuk seluruh tim PhET sebagai umpan balik, dan kemudian pengembang

perangkat lunak menghasilkan versi awal dari simulasi. Sebanyak 4-6 siswa

bermain dengan simulasi kemudian dilakukan wawancara untuk

mengungkapkan masalah dalam desain simulasi , dimana siswa tidak belajar

konten yang relevan, mempelajari hal yang salah, dan/atau mengalami

kesulitan menggunakan kontrol. Simulasi ini kemudian didesain ulang, dan

wawancara lebih lanjut dilakukan sesuai kebutuhan.

Simulasi yang di-posting ke website PhET dengan kode “under

contruction” merupakan posting-an setelah wawancara awal. Setelah

dilakukan wawancara lebih lanjut dan menunjukkan bahwa simulasi bekerja

dengan baik, berikutnya diuji lebih lanjut dengan menggunakannya dalam

kontek kelas. Masalah yang mungkin muncul diperbaiki lebih lanjut, yang

kemudian menjadi versi final dan di-posting ke website dengan tanda centang.

7

Page 8: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Bahkan setelah versi final di-posting, perubahan kecil dapat dilakukan jika ada

umpan balik dari pengguna.

Selain tujuan mempromosikan pemahaman konseptual siswa tentang

sains, simulasi PhET bertujuan untuk melibatkan siswa dalam eksplorasi

ilmiah dan untuk meningkatkan minat siswa dalam sains. Simulasi PhET

dirancang untuk menjadi menyenangkan dan interaktif, untuk terhubung ke

dunia nyata, untuk memberikan banyak representasi, dan untuk

memungkinkan siklus penyelidikan yang cepat. Proyek PhET dipandu oleh

penelitian kognitif tentang bagaimana orang belajar, penelitian berbasis

disiplin pada pemahaman konseptual siswa, dan penelitian tentang desain alat

pendidikan.

Pada zaman sekarang, penting sekali membelajarkan peserta didik

untuk melakukan praktik. Tentunya sudah tidak jaman lagi bagi guru IPA

umumnya untuk tidak melaksanakan praktikum di laboratorium dengan alasan

klasik tidak tersedianya fasilitas sarana-prasarana laboratorium IPA. Physics

Education Technology atau PhET merupakan sebuah solusi yang tanggap

jaman terhadap perkembangan teknologi pembelajaran. PhET dikembangkan

oleh Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at

Boulder) dalam rangka menyediakan simulasi pengajaran dan pembelajaran

MIPA berbasis laboratorium maya (virtual laboratory) yang memudahkan

guru dan siswa dalam pembelajaran

Adapun kelebihan Software aplikasi PhET adalah, simulasi interaktif

PhET sangat menarik sekali karena sangat asyik, mudah, dan menyenangkan

sekali. Selain online langsung, Simulasi interaktif PhET juga dapat digunakan

secara offline di kelas atau dirumah. Simulasi ini ditulis dalam Java dan Flash

dan dapat dijalankan dengan menggunakan web browser baku selama plug-in

Flash dan Java sudah terpasang . tidak perlu bingung tidak mempunyai

softwarenya karena di PhET sendiri menyediakan download paket simulasi +

Java + flash.

Dengan kata lain, simulasi-simulasi interaktif PhET merupakan

simulasi yang ramah pengguna (user friendly) dan gratis di download untuk

kepentingan pengajaran di kelas atau dapat digunakan untuk kepentingan

8

Page 9: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

belajar individu, softwarer PhET juga tidak mudah terserang virus dan hang

dan juga memiliki file lebih kecil. Simulasi-simulasi interaktif PhET

merupakan gambar bergerak (animasi), interaktif dan dibuat seperti layaknya

permainan dimana siswa dapat belajar dengan melakukan eksplorasi.

Simulasi-simulasi tersebut menekankan korespondensi antara fenomena nyata

dan simulasi komputer kemudian menyajikannya dalam model-model

konseptual fisis yang mudah dimengerti oleh para siswa.

Kekurangan PhET Simulation sebagai media pembelajaran yang

berbasis laboratorium virtual, di antaranya sebagai berikut :

1. Keberhasilan pembelajaran berbantuan laboratorium virtual bergantung

pada kemandirian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.

2. Akses untuk melaksanakan kegiatan laboratorium virtual bergantung pada

jumlah fasilitas komputer yang disediakan sekolah.

3. Siswa dapat merasa jenuh jika kurang memahami tentang penggunaan

komputer sehingga dapat menimbulkan respon yang pasif untuk

melaksanakan percobaan virtual.

Manfaat dari simulasi PhET yang telah diuji dapat diuraikan sebagai

berikut : 1) Dapat dijadikan suatu pendekatan yang membutuhkan keterlibatan

dan interaksi dengan siswa; 2) Memberikan feedback yang dinamis ; 3)

Mendidikan siswa agar memiliki pola berfikir kontruktivisme, dimana siswa

dapat menggabungkan pengetahuan awal dengan temuan-temuan virtual dari

simulasi yang dijalankan ; 4) Membuat pembelajaran lebih menarik karena

siswa dapat belajar sekaligus bermain pada simulasi tersebut ; 5)

Menvisualisasi konsep-konsep fisika dalam bentuk model. Seperti elektron,

photon, molekul, dan lainnya.

Beberapa penelitian yang relevan, Adams W. K. 2010, dengan Judul

“Student Engagement and Learning With PhET Interactive Simulations”

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa dengan menggunakan PhET

Interaktif simulasi siswa lebih terlibat dalam pengetahuan yang eksplorasi dan

meningkatkan hasil belajar serta lebih dalam konsep-konsep ilmiah. Selain itu

Finkelstein, Noah dkk. 2006. Dengan Judul “PhET: Interactive Simulations

for Teaching and Learning Physics”. University of Colorado at Boulder. Dari

9

Page 10: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

penelitian yang dilakukan terdapat peningkatan hasil belajar serta membangun

pemahaman konseptual yang kuat pada mata pelajaran fisika melalui

eksplorasi. Dengan demikian sangat menguatkan jika media simulasi PhET

dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran di kelas.

PENERAPAN MEDIA SIMULASI PHET DALAM PEMBELAJARAN

IPA DI SEKOLAH DASAR

Media pembelajaran simulasi PhET dapat diterapkan di sekolah dasar

pada materi kelistrikan khususnya dan terbukti dapat meningkatkan

pemahaman konsep dan mereduksi miskonsepsi yang dialami siswa. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh salah seorang guru di

SDN 8 Kepahiang, Ramon S. Putrama pada tahun 2015. Didukung juga oleh

penelitian yang dilakukan oleh Azni Aslinda, ada pengaruh yang signifikan

melalui PhET Simulation terhadap pemahaman konsep siswa. Dengan

demikian media PhET dapat diterapkan di sekolah dasar.

Pembelajaran dengan menggunakan laboratorium virtual PhET tidak

membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaannya dibandingkan

pembelajaran dengan menggunakan laboratorium nyata (riil). Sehingga guru

tetap dapat menyelesaikan materi tepat pada waktunya dan siswa tetap dapat

melakukan.

Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam banyak sekali materi

yang memerlukan praktikum dalam pembelajarannya. Artinya secara fisik

siswa perlu memerhatikan proses sehingga akan menghasilkan suatu konsep

dalam pemikiran mereka. Siswa mengerti apa yang sedang dipelajari.

Kenyataannya, materi-materi IPA banyak yang tidak bisa secara fisik langsung

disaksikan misalnya, proses pencernaan, pernapasan, perpindahan panas,

peredaran darah, kelistrikan, dan lainnya. ada keterbatasan panca indera untuk

menyaksikan proses tersebut. Phisics Education Technology dapat menjadi

salah satu alternatif media pembelajaran untuk menjawab permasalahan

tersebut. PhET dapat menampilkan materi- materi yang tidak bisa disaksikan

langsung pada benda kongkritnya, dikemas dalam bentuk animasi dan simulasi

interaktif sehingga siswa juga dapat menyaksikan bagaimana proses suatu

10

Page 11: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

fenomena terjadi. Simulasi PhET bersifat kontekstual seperti yang ditemukan

dalam kehidupan sehari-hari sampai ke hal-hal mikroskopis yang tidak dapat

dibayangkan atau tergambarkan secara nyata. Misalnya simulasi radiasi

elektromagnetik yang dapat divisualisasikan sehingga pengguna dapat

mengetahui proses radiasi tersebut secara makro dan dapat melakukan analisis

kuantitatifnya. Contoh lainnya  simulasi PhET dapat meniru perilaku sistem

nyata, suatu strategi pembelajaran yang dapat mempermudah memahami

konsep berdasarkan informasi yang terkandung pada rangkaian listrik,

menarik, membangkitkan kesadaran tentang konsep atau prinsip, menuntut

partisipasi aktif, dan belajar banyak hal. Berikut beberapa tampilan pada media

simulasi PhET

Gambar 1. Tampilan simulasi PhET di computer

Gambar 2. Pilihan Simulasi PhET di sekolah dasar

11

Page 12: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Gambar 3. Contoh simulasi rangkaian listrik

TEORI YANG MENDASARI PENGGUNAAN MEDIA SIMULASI

PHET DI SEKOLAH DASAR.

Psikolog Swiss Jean Piaget mengembangkan sebuah teori tentang

bagaimana manusia berkembang dan memahami dunianya. Dari persfektif

Piaget, manusia selalu berusaha memahami lingkungan, kematangan

biologisnya, interaksinya dengan lingkungan, dan pengalaman sosialnya saling

berkombinasi dan memengaruhi bagaimana mereka memikirkan berbagai hal.

Arends (2008:327) menjelaskan pembagian tahapan-tahapan

perkembangan kognitif oleh Piaget menjadi empat yaitu : 1) tahap

sensorimotor (lahir-2 tahun), mulai mengenali objek-objek, dapat meniru; 2)

tahap preokupasional (2-7 tahun), mengembangkan penggunaan Bahasa,

mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara simbolis, dapat melihat

dari sudut pandang orang lain, belum memiliki operasi mental biologis pada

tahap ini; 3) tahap operasional kongkrit (7-11 tahun), dapat menyelesaikan

masalah secara logis, mampu mengklasifikasikan; 4) tahap operasional formal

(11-15/dewasa), dapat menyelesaikan berbagai masalah abstrak, memiliki

kepedulian terhadap isu-isu sosial.

Siswa sekolah dasar sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget

berada pada tahap operasional konkret (7-11 tahun). Ciri pokok perkembangan

pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas

dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekelan (Budiningsih, 2012:38).

Proses dan perkembangan belajar anak sekolah dasar memiliki kecenderungan

berawal dari hal-hal yang kongkret, memandang sesuatu yang dipelajari

sebagai suatu kebutuhan terpadu dan melalui proses manipulatif. Oleh karena

itu pembelajaran di sekolah dasar harus direncanakan, dilaksanakan, dan pada

gilirannya dinilai berdasarkan kecenderungan-kecenderungan di atas.

12

Page 13: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Media simulasi PhET dapat membantu penanaman konsep siswa pada

banyak materi-materi IPA dengan cara memvisualisasikan hal-hal yang

abstrak sehingga dapat dilihat secara langsung. Media simulasi PhET bersifat

semi kongkret sehingga sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa di

sekolah dasar.

Contoh penerapan media simulasi PhET dalam pembelajaran IPA

tentang rangkaian listrik. Simulasi yang digunakan adalah Circuit Contruction

Kit (DC Only) yang memungkinkan siswa untuk membangun rangkaian

baterai virtual, kabel, lampu, resistor, saklar, dan (dalam versi AC) kapasitor

dan induktor. Selain itu disediakan juga voltmeter dan anmeter sebagai alat

untuk mengukur tegangan dan arus listrik yang terjadi pada rangkaian.

Simulasi dapat digunakan untuk mengganti atau melengkapi percobaan

dengan peralatan nyata. keunggulannya adalah bahwa simulasi memungkinkan

siswa untuk melihat model visual untuk aliran (elecktron maya yang mengalir

melalui kabel), peralatan tidak pernah rusak atau habis dipakai, dan siswa

dapat mencoba-coba tanpa takut terjadi hubungan arus pendek listrik. Simulasi

PhET memberikan kemudahan bagi siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Media pembelajaran dapat menjadi salah satu alternatif dalam

memudahkan penyampaian informasi dalam proses pembelajaran. Salah

satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

komputer, yaitu menggunakan media pembelajaran berbantuan komputer.

Media simulasi PhET dapat membantu penanaman konsep siswa pada banyak

materi-materi IPA di sekolah dasar. Media PhET memberika pengaruh

terhadap pembelajaran IPA di sekolah dasar.. Media simulasi PhET bisa

menjadi alternatif dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar.

Saran

Dalam menerapkan media simulasi PhET sebagai guru kita perlu

mengondisikan sarana dan prasarana, misalnya ketersediaan komputer di

sekolah. Agar maksimal penerapannya dan siswa memahami, dalam

13

Page 14: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

pembelajaran tersedia komputer (laptop) dan LCD. Siswa juga sudah

mempunyai kemampuan awal (dasar) dalam menggunakan komputer.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, W.K.2010. Student Engagement and Learning with PhET Interactive Simulations”. Boulder: publicato online il 23 Luglio 2010 DOI 10. 1393/ncc/ i2010-10623-0.

Arends, R.2008. Learning To Teach. Toronto: McGraw-Hill International Companies, Inc 1221 Avenue of Amiricas New York.

Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo persada.

Asyhar, R. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi Jakarta.

Aslinda, Azni. 2018. Pengaruh Phet Simulation Terhadap Peningakatan Pemahaman Konsep Siswa. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. http://digilib.unila.ac.id/view/divisions/Fisika/2018.type.html. Diakses pada 31Maret 2019.

Budiningsih, A. 2012. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Cecep kustandi dan Bambang Sutcipto. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Finkelstein, N. dkk. 2005a. When learning about the real world is better done virtually: A study of substituting computer simulations for laboratory equipment edu/physics/ EducationIssues/papers/CCK.

Finkelstein,  N.D.  and  Pollock,  S.J.  2005b.  Replicating  and  Understanding Successful  Innovations: Implementing  Tutorials  in  IntroductorPhysics,  Physical  Review,  Spec  Top:  Physics  Education  Research.

Finkelstein,  N.D.  et  al.  2005c.  When  learning  about  the  real  world is better  done  virtually:  a  study  of substituting  computer  simulations  for  laboratory  equipment,  Physical  Review,  Special  Topics:  Physics Education Research.

14

Page 15: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Mustaji. (2013). Media Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.

Perkins, K, dkk. (2013a). About PhET (online), tersedia di: http://phet.colorado.edu (diakses pada 13 Februari 2019)

Perkins, dkk. (2014b). Blending Implicit Scaffolding and Games in PhET Interactive Simulations , The International Conference of the Learning Sciences (ICLS) : Learning and becoming in practice (online), Boulder, CO (Vol. 3, pp 1201-1202). tersedia di https://phet.colorado.edu/en/research. Diakses pada 14 Maret 2019

Sinkiriwang,Putrama. (2016).Remediasi Miskonsepsi Ipa Materi Kelistrikan Sekolah Dasar Menggunakan Strategi Poe Berbantuan Media Simulasi Physics Education Technology Phet.https://docplayer.info/29591939-Remediasi-miskonsepsi-ipa-materi-kelistrikan sekolah-dasar-menggunakan-strategi-poe-berbantuan-media-simulasi-physics-education technology-phet.html . diakses pada 31 Maret 2019.

Syaefudin, Udin., Syamsuddin, Abin. 2005.Perencanaan Pendidikan Pendekatan Komprehensif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

15

Page 16: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

PENGGUNAAN KARTU BILANGAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIFITAS SISWA DALAM

PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG PERKALIAN DI KELAS DUA SEKOLAH DASAR

Mery Meilina HerawatiSDIT IQRA’ 2 Kota Bengkulu

abstract

One of the mathematics learning goals that it can be applied to increase student activities by learning to use number card props. By using a number card could be teaching aids in multiplication learning attract students' attention, it means learning while playing in groups. Because in completing group assignments, each group works together and helps to understand a teaching material. The purpose of this study was to determine student activities by using the number card props on the subject of multiplication operations in second grade. This type of research is Classroom Action Research. This research was conducted in two cycles. The subject of this research is the second grade students, amounting to 27 students. Data collection was carried out using student observation sheets. The data obtained were analyzed by quantitative descriptive. The results of classroom action research that have been carried out using the multiplication card number props in the second class show an increase. The average score of student activity in cycle I was 84.75% and increased in cycle II to 97.5%.

 Keywords: number cards, activities, multiplication

PENDAHULUAN

Rasa takut terhadap pembelajaraan matematika sering kali

menghinggap perasaan siswa di Sekolah Dasar. Hal ini antara lain disebabkan

oleh penekanan berlebihan pada menghafal semata, penekanan pada kecepatan

berhitung, pengajaran oteriter, kurangnya variasi dalam proses belajar

mengajar dan penekanan berlebihan pada prestasi individu.

Matematika yang tercantum dalam kurikulum SD adalah matematika

yang telah dipilih dan disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan

berfikir siswa SD. Mengajarkan matematika kepada siswa SD sesungguhnya

16

Page 17: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

tidaklah terlalu sulit. Hal utama untuk menarik minat belajar siswa terhadap

matematika dengan cara menciptakan suasana senang dalam belajar

matematika. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan materi

pembelajaran dalam suasana permainan.

Keberhasilan dari suatu pembelajaran merupakan tujuan utama

seorang guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Oleh karena itu

berbagai upaya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam

pembelajaran komponen utamanya adalah guru dan siswa di samping

komponen-komponen lain sebagai pendukung. Ditinjau dari komponen guru,

maka seorang guru harus mampu membimbing siswa sehingga dapat

mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarinya.

Ditinjau dari komponen siswa, keberhasilan belajar sangat ditentukan

oleh kemampuan berlatih dan juga konsep-konsep awal yang telah diterima

sebelumnya. Pada kenyataannya ketidak berhasilan siswa dalam belajar sering

kali diakibatkan karena kempuan berlatih sangat kurang dan minimnya konsep

awal yang diterima. Sering kali kita mendengar bahwa matematika dipandang

sebagai mata pelajaran yang kurang diminati atau dihindari oleh sebagian

siswa, padahal siswa seharusnya menyadari bahwa kemampuan logis, rasional,

kritis, cermat, dan efektif yang menjadi ciri matematika sangat dibutuhkan.

Karena itu kreatifitas dalam mengajarkan matematika merupakan faktor kunci

agar matematika menjadi pelajaran yang menarik di kelas.

Informasi dan pengalaman peneliti mengajarkan konsep dasar

perkalian pada siswa kelas dua SD mempunyai kesulitan tersendiri baik dalam

pemahaman konsep dasar maupun penyelesaian yang berkaitan dengan

perkalian. Kesulitan tersebut terjadi karena susahnya siswa dalam memahami

penjelasan guru, serta monotonnya metode pengenalan konsep dasar perkalian

oleh guru. Guru biasanya hanya menjelaskan bahwa perkalian adalah

penjumlahan berulang, dengan memberikan contoh di papan tulis, lalu siswa

disuguhkan dengan lembar kerja siswa. Kurangnya alat peraga juga makin

memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang

sangat menakutkan.

17

Page 18: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Bermain adalah salah satu kebiasaan yang sangat digemari siswa SD.

Untuk itu peneliti mencoba membuat seperangkat permainan yang berupa

kartu bilangan yang nantinya akan digunakan sebagai alat peraga saat belajar

perkalian. Dengan permainan yang coba diciptakan oleh peneliti, diharapkan

mampu menarik minat anak dalam belajar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keaktifan siswa

dengan menggunakan alat peraga kartu bilangan pada operasi perkalian di

kelas Dua.

Keaktifan Siswa

Menurut Silberman (Daryanto, 2009:3) keaktifan artinya siswa

melakukan sebagian besar dari pekerjaan. Mereka menggunakan otaknya

untuk mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan

apa yang mereka pelajari. Belajar aktif berjalan dengan cepat, menyenangkan,

memberi dukungan, dan melibatkan diri terutama siswa perlu “ melakukannya

“ berusaha memahaminya sendiri, mencari contoh-contoh, menerapkan

keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang bergantung pada

pengetahuan yang sudah dimiliki atau harus dimiliki.

Kegiatan belajar, subjek didik/siswa harus aktif berbuat. Dengan kata

lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukannya aktifitas. Tampa aktifitas,

proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. (Sadirman, 2011:97)

Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan

terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang

beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa (Syaiful, 2006:1).

Tidak dipungkiri lagi bahwa matematika banyak memiliki kegunaan

dan kegunaan matematika tidak hanya tertuju pada peningkatan kemampuan

perhitungan campuran kuantitatif saja tetapi juga untuk penataan cara berfikir,

khususnya dalam pembentukan kemampuan analisis, membuat sintesis dan

evaluasi hingga mampu memecahkan masalah.

Enam tahap yang berurutan dalam belajar matematika, antara lain:

a. Permainan Bebas ( Free Play )

18

Page 19: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Dalam permainan bebas tahap belajar konsep yang terdiri dari aktivitas

yang tidak terstruktur dan tidak terarahkan yang memungkinkan siswa

mengadakan eksperimen dan manipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dan

unsur-unsur konsep yang dipelajari. Pada tahap ini adalah tahap yang

terpenting karena pengalaman pertama.

b. Permainan yang Menggunakan Aturan ( Games)

Pada tahap ini merupakan tahap belajar konsep setelah didalam periode

tertentu permainan bebas terlaksana. Siswa mulai meneliti polapola dan

keteraturan yang terdapat didalam konsep itu. Siswa memperhatikan aturan-

aturan tertentu yang terdapat didalam konsep, aturan-aturan itu ada kalanya

berlaku untuk suatu konsep, namun tidak berlaku untuk konsep yang lain.

c. Permainan Mencari Kesamaan Sifat ( Searching for Comunalities )

Tahap ini berlangsung setelah siswa memainkan permainan yang

disertai aturan yang telah disebutkan diatas. Siswa dibantu untuk dapat melihat

kesamaan struktur yang mentranslasikan dari suatu permainan yang lain,

sedang sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam permainan itu tetap tidak

berubah dengan translasi.

d. Permainan Representasi

Dalam permainan reprentasi siswa mencari kesaman sifat dari situasi

yang serupa dan mencari gambaran konsep tersebut, tentu saja biasanya

menjadi lebih abstrak daripada situasi yang disajikan.

e. Permainan dengan Simbolisasi

Dalam tahap ini permainannya menggunakan simbol-simbol yang

merupakan tahap belajar konsep dimana siswa perlu merumuskan representasi

dari setiap konsep yang menggunakan simbol matematika atau perumusan

verbal yang sesuai.

f. Permainan Formalitas

Pada tahap permainan ini merupakan tahap belajar konsep akhir.

Setelah siswa mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling

19

Page 20: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

berhubungan, siswa harus mengurutkan sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan

sifat-sifat baru.

Kartu Bilangan

a. Prinsip penggunaan kartu bilangan

Kartu bilangan disini maksudnya adalah sebuah kartu yang terbuat

dari kertas tebal berbentuk persegi panjang, yang tertuliskan bilangan. Kartu

bilangan didesain mirip dengan kartu remi atau bridge, warna disesuaikan agar

lebih menarik. Contoh bentuk kartu bilangan sebagai berikut: Ada 4 warna

yaitu biru, kuning, hijau dan merah. Warna biru untuk bilangan pengali, warna

kuning untuk bilangan yang di kalikan, warna hijau untuk proses perkalian

atau proses penjumlahan berulangnya, warna merah untuk hasil dari proses

perkalian.

b. Penggunaan Kartu Perkalian

Cara penggunaan kartu perkalian ini dilakukan secara berkelompok

dan jumlah siswa kelompok disesuaikan dengan kondisi siswa dalam kelas.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Mula-mula siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.

2. Setiap kelompok terdiri dari 5 anak.

3. Guru membagikan 1 set kartu perkalian dan lembar evaluasi pada

masing-masing kelompok.

4. Guru kemudian menjelaskan bagaimana cara penggunaan kartu

perkalian.

5. Siswa melakukan hompimpa.

6. Siswa yang menang, melakukan permainan terlebih dahulu dan

siswa yang mendapat giliran berikutnya yang mengisi lembar

evaluasi.

7. Kartu diacak, kemudian siswa mengambil 2 kartu dan disusun

mendatar dengan posisi terbuka.

20

23

Page 21: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

8. Kemudian salah satu siswa yang lain mengurutkan proses konsep

dasar operasi perkalian.

9. Jika siswa yang mengurutkan kartu proses konsep dasar perkalian

maka siswa yang lain menghitung hasilnya dan meletakkan kartu untuk

hasil perkalian.

10. Kemudian jika siswa yang bertugas sudah berhasil menyelesaikan

proses perkalian, siswa yang bertugas mengisi lembar evaluasi

memberi tanda silang pada lembar evaluasi permainan sesuai dengan

nama siswa yang bermain.

11. Siswa melakukan terus menerus sampai waktu yang ditentukan habis

(setiap siswa 10 menit).

12. Setiap siswa bergiliran sampai seluruh kelompok dapat mencoba atau

seluruh anggota kelompok dapat giliran bermain menggunakan kartu

bilangan.

13. Setelah bermain beberapa tahap, guru sebagai pengamat dan penilai,

mengevaluasi lembar pengamatan kemudian mengumumkan

kelompok mana yang lebih cepat selesai dan paling baik hasilnya.

METODE PENELITIAN

21

++2 2 2

6=2x3

Page 22: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Penelitian dilakukan pada kelas dua. Subjek dalam penelitian ini adalah

siswa kelas dua, yang terdiri dari satu kelas dengan siswa sebanyak 27 siswa.

Siswa laki-laki sebanyak 15 siswa dan siswa perempuan sebanyak 12 siswa.

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas yaitu

model spiral tindakan kelas menurut Hopkins (dalam Aqib, 2006:31) dengan

pelaksanaannya dua siklus dalam proses pelaksanaannya. Langkah-langkah

dalam penelitian ini adalah refleksi awal, Rencana tindakan, Implementasi

tindakan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu lembar observasi siswa.

Observasi dilakukan pengamatan terhadap semua kegiatan siswa saat proses

belajar mengajar berlangsung. Observer dalam penelitian ini adalah peneliti

dan teman sejawat dari peneliti sendiri.

Teknik analisis data yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan

menggunakan lembar observasi siswa untuk setiap aspek yang diamati.

Kategori yang digunakan baik (B), cukup (C), dang kurang (K) dengan

memberi tanda conteng (v). Data hasil observasi siswa akan dianalisis dengan

skala penilaian.

Rata-rata ¿jumlah skor

jumlah pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan pembelajarn dengan menggunakan alat peraga kartu

bilangan pada pokok bahasan perkalian di kelas dua pada mata pelajaran

matematika telah dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang

telah dibuat. Langkah-langkah pembelajaran secara sistemtis yaitu guru

membuka pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan

materi pelajaran materi perkalin dengan menggunakan kartu bilangan,

selanjutnya guru membentuk kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari

5-6 siswa. Setelah kelompok terbentuk, dilanjutkan siswa berdiskusi dengan

kelompoknya bermain menggunkan kartu bilangan, dilanjutkan dengan

menuliskan hasil permainan menggunakan kartu bilangan perkalian pada

lembar evaluasi proses perkalian yang telah di bagikan oleh guru.

22

Page 23: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Peningkatan aktifitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika

menggunakan alat peraga kartu bilangan dilihat dari rata-rata hasil observasi

aktifitas siswa terlihat dari siklus I sampai siklus dua, yang dapat disajikan

pada tabel berikut ini:

Hasil lembar observasi guru dan siswa dapat dilihat pada tabel 1

berikut ini :

Tabel.1 Hasil Lembar Aktifitas Siswa

Siklus I Jumlah Skor Rata-rataAktifitas 169,5 84,75%Siklus II Jumlah Skor Rata-rataAktifitas 195 97,5%

Berdasarkan hasil lembar observasi guru dan siswa pada tabel 1 pada

I dan siklus II diketahui bahwa keaktifan siswa selama pembelajaran

matematika dengan menggunakan kartu bilangan pada kategori baik. Hal ini

dapat dilihat dari peningkatan aktifitas siswa sebesar 84,75% pada siklus I dan

meningkat pada siklus II sebesar 97,5%.

Tabel 2. Lembar evaluasi permainan menggunakan alat peraga bilangan

Siklus I (banyak kelompok) Hasil yang didapatPertemuan ke 1 : 1 kelompok 16 proses perkalianPertemuan ke 2 : 2 kelompok 18 proses perkalianSiklus II (banyak kelompok) Hasil yang didapatPertemuan ke 1 : 3 kelompok 20 proses perkalianPertemuan ke 2 : 4 kelompok 20 proses perkalian

Berdasarkan tabel 2 hasil lembar observasi permainan kartu bilangan

proses perkalian setiap kelompok, terlihat bahwa pada siklus I pertemuan 1

dan pertemuan ke 2 ada 3 kelompok yang melakukan proses perkalian yang

terbanyak. Pada siklus II pertemuan 1 dan pertemuan 2 ada 7 kelompok yang

berhasil mendapatkan 20 proses perkalian dengan menggunakan kartu

bilangan pada pokok bahasan perkalian. Hal ini menunjukkan bahwa

pembelajaran menggunakan kartu bilangan pada pembelajaran pokok bahasan

perkalian dapat meningkatkan pemahaman konsep dasar perkalian pada siswa.

Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan alat

peraga bilangan di kelas dua tidak terlepas dari adanya kendala-kendala baik

dari pihak guru maupun siswa. Kendala-kendala tersebut yaitu : sikap

23

Page 24: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

individualitas siswa dan kurangnya kerjasama dalam kelompok dan sebagai

guru dibutuhkan kesabaran yang lebih untuk memotivsi siswa terlibat aktif

dalam pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Pelaksanaan kegiatan tindakan kelas di kelas dua disimpulkan bahwa

dengan menggunkan permainan kartu bilangan pada pokok bahasan perkalian,

aktifitas siswa selama proses pembelajaran adalah baik. Penggunaan

permainan kartu bilangan pada pokok bahasan perkalian, aktifitas siswa dalam

pembelajaran dapat menumbuh kembangkan kerjasama antar siswa dalam

kelompok.

Saran-saran penelitian ini adalah 1. Kepada guru matematika di SD

agar dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan kartu bilangan

untuk meningkatkan prestasi belajar dan mengajar terhadap pelajaran

matematika pada pokok bahasan perkalian. Pembelajaran dengan

menggunakan kartu bilangan ini dikembangkan untuk pokok bahasan lain

dalam pembelajaran matematika. 2. Walaupun pembelajaran dengan

menggunakan kartu bilangan ini baik. Namun subjek yang diambil masih

terbatas pada siswa kelas dua saja. Untuk penelitian ini selanjutnya disarankan

subjek diperluas pada kelas lainnya kemudian dilihat apakah pembelajaran

dengan menggunkan kartu bilangan ini masih efektif.

Dokumentasi

24

Page 25: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

Ani, C.T.2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press

Aqib, Zainal. 2006. Penelitin Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya

Daryanto. 2018. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah. Yogyakarta: Gava Media

Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inofatif. Jakarta

Irene,dkk. 2017. 2b Bermain di Lingkunganku. Jakarta. Erlangga

Sardiman.2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Syaiful. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta

Sadirman. 1986. Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Melalui https://www.kajianpustaka.com. diakses tanggal 1 Maret 2019

25

Page 26: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARANMAKE AND MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR SISWA KELAS III SD NEGERI 1 KOTA BENGKULU PADA MUATAN PELAJARAN PKn

Lilik Muharian SariSDN 01 Kota Bengkulu

abstract

Make and Match (MaM) learning model was a Cooperative Learning model where children were required to find opponents or partners from their drawing groups with groups of images held by other groups. This Make and Match (MaM) learning model had a positive influence on student learning outcomes, seen from differences in the results of achieving the value they got in cycle 1 and cycle II. This study was aimed to improve the learning outcomes and learning activities of students in class IIIB of SD Negeri 1 Bengkulu Municipality on Theme 5 Subtheme 1 content of PKn Proud of Indonesian Diversity. The number of students in class IIIB was 28 people. The average achievement of the grade grades in the pre cycle 65.35, then cycle 1 66.79 without using learning media aids while in cycle 2 there was an increase to 83.93 using learning media aids. Learning outcomes data were assessed by means of average and classical learning completeness of students. Based on the results of research conducted in 2 cycles increased in the results and learning activities of students.

Keywords: Classroom action research, MaM, PKn

26

Page 27: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

PENDAHULUAN

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata

pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan pada jenjang Sekolah

Dasar (SD). Ruminiati (2007: 1.15) menyatakan bahwa pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu pelajaran yang

berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada

pendidikan afektif. Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai

wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang

berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan

dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu

dan anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Meskipun pada saat sekarang ini pelajaran PKn di tingkat satuan

pendidikan dasar tidak lagi menjadi mata pelajaran bidang studi akan tetapi

terintegrasi kedalam tematik mengikuti pola aturan kurikulum 2013 yang

berlaku saat ini. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang

memakai tema untuk mengkaitkan beberapa mata pelajaran sehingga peserta

didik mendapatkan pengalaman yang bermakna. Penerapan Model

Pembelajaran Make And Match (MaM) untuk meningkatkan hasil belajar

peserta didik di kelas IIIB SD Negeri 1 Kota Bengkulu pada Tema 5 Subtema

1 muatan pelajaran PKn materi tentang “ Bangga Akan Keberagaman Bangsa

Indonesia“. Model pembelajaran ini diterapkan selain untuk meningkatkan

hasil belajar peserta didik juga untuk memotivasi peserta didik agar lebih

semangat pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung, ini dikarena

peserta didik terkadang merasa PKn merupakan pelajaran yang sangat

membosankan.

Adapun proses indentifikasi masalah yang penulis lakukan adalah

memfokuskan kepada peserta didik yang masih memperoleh nilai di bawah

angka 75 yang merupakan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), peserta

didik tersebut dianggap masih belum memahami tentang materi yang

disampaikan, peserta didik juga terlihat masih kurang aktif dalam berdiskusi

dan kurang terampil dalam berkomunikasi dengan teman sebaya. Berdasarkan

hasil pengamatan dan identifikasi masalah yang telah penulis lakukan, maka

27

Page 28: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

penulis mencari faktor penyebab dari masalah yang telah diamati dalam

beberapa kali pertemuan dengan cara melakukan refleksi, bertanya kepada

peserta didik apa yang menjadi kendala mereka dalam proses pembelajaran

dan melakukan diskusi dengan teman sejawat sebagai bahan pertimbangan

untuk masukan dan saran.

Dari hasil diskusi yang dilakukan dengan teman sejawat penulis

menyimpulkan bahwa penyebab peserta didik belum memahami materi yang

guru sampaikan karena guru tidak menggunakan alat peraga sebagai media

untuk memudahkan peserta didik memahami materi yang sedang diajarkan,

dan juga proses pembelajaran yang sifatnya mononton dari awal sampai akhir

proses pembelajaran, yang pada akhirnya mendorong penulis untuk mencoba

menerapkan model pembelajaran Make and Match ini yang dicobakan di kelas

IIIB SD Negeri 1 Kota Bengkulu pada Tema 5 Subtema 1 muatan pelajaran

Pkn “Bangga Akan Keberagaman Bangsa Indonesia” .

METODE

Metode yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Adapun langkah penelitian ini

dapat terlihat pada gambar siklus PTK dibawah ini:

Gambar 1. Siklus PTK

28

PELAKSANAAN

PERENCANAAN

PENGAMATAN

REFLEKSI

REFLEKSI

PELAKSANAAN

PENGAMATAN

PERENCANAAN

Siklus

Siklus

Page 29: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Subjek penelitian ini adalah peserta didik di kelas IIIB SD Negeri 1

Kota Bengkulu yang berjumlah 28 orang dan dilaksanakan di SD Negeri 1

Kota Bengkulu. Waktu pelaksanaan tanggal 14 Januari sampai dengan tanggal

04 Februari 2019 dalam 3 siklus ( pra siklus, siklus I, dan siklus II) yang

dibantu rekan sejawat sebagai observer. Desain prosedur pada proses

pembelajaran melalui empat tahapan yaitu; perencanaan, pelakasanaan,

pengamatan dan refleksi.

Mengapa Make and Match? Karena model pembelajaran ini dirasa

mudah untuk diterapkan dan dapat membuat aktivitas belajar peserta didik

lebih bersemangat. Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2007:77) yang

menyatakan bahwa Make a Match (MaM) merupakan model pembelajaran

mencari pasangan sambil belajar konsep dalam suasana yang menyenangkan.

Maka dari itu Make and Match (MaM) dianggap sesuai menjadi model

pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dalam

pembelajaran PKn pada tema 5 subtema 1 materi tentang Bangga Akan

Keberagaman Bangsa Indonesia.

Tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah data

kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan sejak awal penelitian

samapai akhir pembelajaran untuk melihat optimalisasi pada media yang

digunakan selama proses pembelajaran. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini merupakan tehnik analisis kualitatif statis sederhana

sebagai berikut : Jumlah nilai siswa

Rata-rata nilai evaluasi Jumlah siswa keseluruhan

Jumlah nilai siswa diatas 70Presentase Ketuntasan X 100%

Jumlah siswa keseluruhan

Adapun tujuan yang ingin dicapai tujuan dari penulisan dan penelitian

ini selain untuk meningkatkan hasil belajar juga untuk meningkatkan

keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar serta guru ingin

memberikan contoh nyata melalui Bangga Akan Keberagaman Bangsa

29

Page 30: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Indonesia dalam kelompok belajar yang menuntut kerjasama dalam tim

(Cooperative Learning), memberikan latihan dan bimbingan secara

menyeluruh pada pembelajaran muatan pelajaran PKn pada Tema 5 Subtema 1

materi tentang Rasa Bangga Akan Keberagaman Bangsa Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada proses penelitian menggunakan model pembelajaran Make a

Match (MaM) yang merupakan salah satu jenis model pembelajaran

Cooperative Learning yang memerlukan kerjasama dalam tim. Teknik ini

dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini

adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar. Peserta didik dalam

memahami suatu konsep atau topik dibawa kepada suasana yang

menyenangkan (Rusman, 201:223).

Model Make a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu

alternatif yang dapat diterapkan kepada peserta didik. Penerapan metode ini

dimulai dari teknik yaitu peserta didik disuruh mencari pasangan kartu yang

merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat

mencocokkan kartunya diberi poin. Gambar 2. Model Kartu Make and Match

Tampak Depan

Pada gambar diatas adalah contoh kartu yang digunakan dalam model

pembelajaran Make and Match yang digunakan pada muatan pelajaran PKn

Tema 5 Subtema 1 materi Bangga Akan Keberagaman Bangsa Indonesia,

yang menjadi bahan penelitian yang sedang diterapkan di kelas III B SD

Negeri 1 Kota Bengkulu.

30

Page 31: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Gambar 3. Model Kartu Make and MatchTampak Belakang

Pada gambar diatas adalah gambar kartu Make and Match (MaM)

tampak belakang yang berisi tentang identitas dari provinsi yang menjadi

bahan pertanyaan dalam proses pembelajaran.

Langkah-Langkah Pembelajaran Make And Match

Langkah-langkah penerapan model Make a Match sebagai berikut.

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya

kartu jawaban.

2. Setiap peserta didik mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan

soal/jawaban.

3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap peserta didik mencari pasangan kartu yang cocok dengan

kartunya.

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas

waktu diberi poin.

6. Jika peserta didik tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu

temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan

mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

31

KARTU IDENTITAS PROVINSI

Provinsi ini terletak di pulau Sumatera Nama ibukotanya NAD Julukannya adalah kota Serambi Mekkah Nama rumah adatnya rumoh Aceh Nama baju adatnya Peukayan Linto Baro Nama senjata tradisionalnya rencong Nama-nama suku yang ada disana gayo, singkil, tamiang Nama Tariannya seudati, saman Judul lagu daerahnya bungong jeumpa Nama Flora yang terkenal disana bunga jeumpa Nama Fauna yang berasal darisana Cempala Kuneng Nama makanan khasnya timphan Siapakah aku ? ....

Page 32: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

8. Peserta didik juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 peserta didik lainnya

yang memegang kartu yang cocok.

9. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap

materi pelajaran.

Kelebihan Model Pembelajaran Make And Match

Kelebihan model Make a Match menurut Miftahul Huda (2013: 253)

adalah:

1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif

maupun fisik karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan

2. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari

dan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik

3. Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil

presentasi

4. Efektif melatih kedisiplinan peserta didik menghargai waktu untuk

belajar.

Kelemahan Model Pembelajaran Make And Match

Menurut Miftahul Huda (2013: 254) kelemahan model pembelajaran

Make a Match adalah:

1. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang

terbuang;

2. Pada awal-awal penerapan metode, banyak peserta didik yang akan malu

berpasangan dengan lawan jenisnya;

3. Jika guru tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, akan banyak

peserta didik yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan;

4. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada peserta

didik yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu;

5. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan

kebosanan.

Pada proses prasiklus atau data awal diketahui bahwa hasil belajar

siswa rata-rata 65, ini menunjukkan bahwa pembelajaran belum tuntas secara

klasikal, karena KKM yang ditetapkan adalah 75. Ini dapat terlihat pada tabel

32

Page 33: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

dibawah ini yang merupakan hasil nilai belajar pada saat tes awal dilakukan

pada proses prasiklus tanpa menggunakan media gambar model Make and

Match (MaM). Ini berarti hasil nilai belajar yang telah dicapai pada prasiklus

masih belum memenuhi syarat atau masih kurang 15 point lagi untuk

mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal. Tabel 1. Hasil Nilai Belajar Peserta Didik Pra Siklus

No Nama Peserta Didik Nilai Ketuntasan

1 PD 1 70 Belum Tuntas2 PD 2 70 Belum Tuntas3 PD 3 70 Belum Tuntas4 PD 4 60 Belum Tuntas5 PD 5 50 Belum Tuntas6 PD 6 60 Belum Tuntas7 PD 7 70 Belum Tuntas8 PD 8 100 Tuntas9 PD 9 80 Tuntas10 PD 10 60 Belum Tuntas11 PD 11 70 Belum Tuntas12 PD 12 70 Belum Tuntas13 PD 13 60 Belum Tuntas14 PD 14 60 Belum Tuntas15 PD 15 70 Belum Tuntas16 PD 16 60 Belum Tuntas17 PD 17 80 Tuntas18 PD 18 50 Belum Tuntas19 PD 19 60 Belum Tuntas20 PD 20 70 Belum Tuntas21 PD 21 70 Belum Tuntas22 PD 22 70 Belum Tuntas23 PD 23 60 Belum Tuntas24 PD 24 50 Belum Tuntas25 PD 25 80 Tuntas26 PD 26 60 Belum Tuntas27 PD 27 50 Belum Tuntas28 PD 28 60 Belum TuntasJumlah Nilai 1830Rata-rata nilai 65,35

Setelah melihat hasil pada proses pembelajaran prasiklus ternyata

belum memuaskan maka penulis melakukan penelitian dan tindakan lanjutan

pada siklus 1, dimana pada proses pembelajaran siklus I ini penulis mulai

menerapkan model pembelajaran Make and Match (MaM) dengan

menggunakan media gambar.

Berdasarkan hasil refleksi tindakan perbaikan pembelajaran pada

siklus I, masih ada beberapa peserta didik yang ragu dan tidak terlibat aktif

33

Page 34: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

dalam melakukan demonstrasi. Penulis memberi pengarahan agar semua

peserta didik terlibat aktif dalam melakukan permaianan Make and Match

(MaM), baik dalam diskusi kelompok maupun kerja sama dalam

menyelesaikan tugas. Pada siklus I hasil evaluasi peserta didik masih banyak

yang rendah dan belum mencapai hasil yang maksimal, ini terlihat masih ada

18 peserta didik yang nilainya dibawah KKM dan tingkat ketuntasan kelas

masih 35%.

Maka dari hasil observasi kegiatan tersebut diatas, ternyata proses

pembelajaran dan tindakan perbaikan lanjutan pada siklus I belum juga

terlaksana dengan baik. Terlihat dari hasil nilai belajar peserta didik yang

belum tercapai sesuai kriteria ketuntasan minimal, kemungkinan yang bisa saja

terjadi dikarenakan kesiapan penulis dalam menyampaikan materi dirasakan

belum maksimal meski ada sedikit peningkatan dari proses sebelumnya

(prasiklus) terjadi sedikit peningkatan sekitar 35% dari hasil awal prasiklus

hanya 14%.

Dengan demikian maka tindakan perbaikan lanjutan pada siklus II

dilaksanakan dengan persiapan yang matang dan peserta didik diingatkan

untuk dapat mengikuti proses siklus II ini dengan baik. Penulis

mempersiapkan media gambar model pembelajaran Make and Match berupa

kartu-kartu yang dicetak dengan pola gambar berwarna dan terlihat lebih

menarik perhatian peserta didik untuk mengetahui dan mengenal lebih jauh

tentang keberagaman yang dimiliki Indonesia dan pada akhirnya membuat

susana belajar dan hasil nilai tercapai sesuai kriteria ketuntasan minimal

(KKM).Tabel 2. Hasil Nilai Belar Peserta Didik Siklus 1 dan Siklus 2

Tema 5 Subtema 1 Muatan PKn

No Nama PesertaDidik

Penilaian 2 SiklusSiklus 1 Ketuntasan Siklus 2 Ketuntasan

1 PD 1 70 Belum Tuntas 80 Tuntas2 PD 2 80 Tuntas 80 Tuntas3 PD 3 70 Belum Tuntas 90 Tuntas4 PD 4 60 Belum Tuntas 80 Tuntas5 PD 5 90 Tuntas 80 Tuntas6 PD 6 60 Belum Tuntas 80 Tuntas7 PD 7 70 Belum Tuntas 90 Tuntas8 PD 8 100 Tuntas 100 Tuntas9 PD 9 80 Tuntas 90 Tuntas10 PD 10 90 Tuntas 100 Tuntas

34

Page 35: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

11 PD 11 70 Belum Tuntas 100 Tuntas12 PD 12 70 Belum Tuntas 80 Tuntas13 PD 13 60 Belum Tuntas 80 Tuntas14 PD 14 60 Belum Tuntas 70 Belum Tuntas15 PD 15 70 Belum Tuntas 80 Tuntas16 PD 16 80 Tuntas 80 Tuntas17 PD 17 60 Belum Tuntas 80 Tuntas18 PD 18 50 Belum Tuntas 70 Belum Tuntas19 PD 19 60 Belum Tuntas 90 Tuntas20 PD 20 70 Belum Tuntas 90 Tuntas21 PD 21 80 Tuntas 80 Tuntas22 PD 22 70 Belum Tuntas 80 Tuntas23 PD 23 60 Belum Tuntas 90 Tuntas24 PD 24 50 Belum Tuntas 80 Tuntas25 PD 25 80 Tuntas 90 Tuntas26 PD 26 80 Tuntas 100 Tuntas27 PD 27 50 Belum Tuntas 80 Tuntas28 PD 28 80 Tuntas 60 Belum TuntasJumlah Nilai 1970 2350Rata-rata Kelas 70,35 83,93

Dari data tabel diatas terlihat bahwa hasil nilai belajar peserta didik

pada siklus I mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran

Make and Match dari jumlah ketuntasan yang pada awal prasiklus hanya

sekitar 14% meningkat menjadi 35% di siklus I dan 98% pada siklus II, hal

ini menandakan bahwa peningkatan hasil nilai belajar peserta didik yang

signifikan antara prasiklus, siklus I dan siklus II setelah penerapan model

pembelajaran Make and Match dan kesiapan penulis dalam penyampaian

materi diirasa cukup hanya batas siklus II saja

Tabel 3. Perbandingan Hasil Nilai Belajar dan PeningkatanNilai Rata – Rata Peserta Didik di Kelas IIIB Pada Pra siklus, Siklus 1 dan 2

No Ketuntasan Pra Siklus Siklus I Siklus IIJumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Tuntas 4 14%

10 35%

25 98%

2 Belum Tuntas 24 80%

18 64%

3 10%

3 Nilai rata -rata 65,35 70,35 83,93

Tabel diatas terlihat perbandingan jumlah ketuntasan yang diperoleh

pada setiap siklusnya, ini menandakan bahwa penerapan model pembelajaran

Make and Match (MaM) di kelas IIIB SD Negeri 1 Kota Bengkulu pada

muatan pelajaran PKn tema 5 subtema 1 materi tentang Bangga Akan

35

Page 36: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Keberagaman Bangsa Indonesia benar dapat meningkatkan nilai hasil belajar

peserta didik, aktivitas di kelas lebih bersemangat, lebih hidup dan belajarpun

jadi lebih menyenangkan.Grafik 1. Ketuntasan Kelas IIIB SDN 1

Prasiklus Siklus I Siklus II0%

10%20%30%40%50%60%70%80%90%

Setelah melihat hasil yang didapat oleh peserta didik selama proses

penelitian ini berlangsung selama lebih kurang 3 minggu, maka secara

keseluruhan dari hasil nilai rata-rata maupun ketuntasan belajar yang telah

dicapai diperoleh informasi bahwa pemanfaatan model pembelajaran Make

and Match ini berhasil meningkatkan nilai hasil belajar khususnya di kelas

IIIB SD Negeri 1 Kota Bengkulu dengan menerapkan model pembelajaran

Make and Match (MaM) pada muatan pelajaran PKn pada tema 5 subtema 1

materi tentang Bangga Akan Keberagaman Bangsa Indonesia ini.

SIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan, maka

didapat simpulan dan saran sebagai berikut:

1. Bahwa model pembelajaran Make and Match (MaM) juga dapat

meningkatkan aktivitas dan semangat belajar peserta didik khususnya

di kelas IIIB SD Negeri 1 Kota Bengkulu.

2. Bahwa penerapan model pembelajaran Make And Match (Mam) dapat

meningkatkan nilai hasil belajar peserta didik khususnya di kelas

IIIBSD Negeri 1 Kota Bengkulu muatan pelajaran Tema 5 Subtema 1

Materi Tentang “ Bangga Akan Keberagaman Bangsa Indonesia“,

yang ditandai dengan meningkatnya nilai hasil belajar mulai dari pra

36

Page 37: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

siklus 65,35 kemudian di siklus I 70,35 kemudian meningkat di siklus

II 83,93.

SARAN

1. Bagi guru, selalu dapat menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan, terutama bagi peserta didik usia Sekolah Dasar,

khususnya kelas IIIB SD Negeri 1 Kota Bengkulu. Karena suasana

belajar yang menyenangkan akan dapat menumbuhkan semangat

belajar pada peserta didik.

2. Bagi siswa, dengan adanya media pembelajaran hendaknya peserta

didik dapat aktif dan melibatkan diri dalam proses pembelajaran

sehingga hasil belajar yang akan dicapai dapat maksimal

3. Bagi sekolah, memberikan motivasi kepada guru-guru yang lain agar

dapat menggunakan dan menciptakan media pembelajaran yang sesuai

dan menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran serta

senantiasa mendukung peningkatan kualitas sekolah melalui perbaikan

proses pembelajaran oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA

Gofur, Abdul. 2017. Model Pembelajaran Make A Match. http://abdulgopuroke.blogspot.com/2017/03/model-pembelajaran make-match.html Diakses pada 29 Maret 2019

Mihtahul Huda. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riadi, Muchlisin. 2015. Model Pembelajaran tipe Make A Match.https://www.kajianpustaka.com/2015/03/model-pembelajaran-tipe-make-match.html. Diakses pada 29 Maret 2019

37

Page 38: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Syahrul, M. 2016. Pengertian, Landasan, Karakteristik, Langkah-Langkah, Prinsip dan Tahapan Pelaksanaan serta Keuntungan PembelajaranTematik. https://www.wawasanpendidikan.com/2016/07 Diakses pada 29 Maret 2019

MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED LEARNINGPADA MATERI FOTOSINTESIS DALAM

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERTANYA DAN BERFIKIR KRITIS DI KELAS VII.1 SMP NEGERI 10

KOTA BENGKULU

M. RozaliSMP Negeri 02 Kota Bengkulu

abstrak

The research was conducted to find out the increase in critical questioning and thinking skills by applying the Inquiry Based Learning (IBL) learning

38

Page 39: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

model with 6 levels of learning sequences, namely Discovery Learning, Interactive Demonstration, Inquiry Lesson, Inquiry Laboratory, Real-World Applications and Hypothetical Inquiry. The method was descriptive qualitative. Through this research, the results of the pretest and posttest of this learning activity showed a very significant improvement seen from the average scores of students. It can be seen from the average pretest score in this inquiry-based learning activity is 51.37 while the average posttest is 84.87. Based on these results, it can be seen an increase in the average pretest score to the average posttest score which is very significant, namely an increase in score of 33.50. Besides the improvement in learning achievement in observations also seen an increase in students' skills in asking questions and critical thinking skills. namely 17.24% of students who have very good grades, 44.82% of students have good grades, 34.48% of students have enough grades and 3.48% of students have less grades. Thus it can be said that the implementation of inquiry-based learning (IBL) in grade VII.1 students of SMPN 10 Bengkulu City in the 2018/2019 academic year was very effective and appropriate, and was able to encourage the skills of asking questions and critical thinking.

Keywords: Implementation, Inquiry-Based Learning (IBL), Learning Sequence

PENDAHULUAN

Pembelajaran berbasis inkuiri adalah cara ampuh untuk memahami

sains dimana peserta didik diberikan kesempatan untuk mengajukan

pertanyaan, merencanakan penyelidikan untuk menjawab pertanyaan,

mengumpulkan data/bukti berdasarkan hasil penyelidikan dari berbagai

sumber, mengkomunikasikan dan mempertahankan hasil penyelidikannya,

dimana dalam pembelajaran inkuiri memiliki enam level, antara lain:

Discovery Learning, Interactive Demonstration, Inquiry Lesson, Inquiry

Laboratory, Real-World Applications dan Hypothetical Inquiry. (Kaniawati, I.,

2017)

Enam level pembelajaran inkuiri tersebut diurutkan berdasarkan

kecerdasan intelektual dan pihak pengontrol (peran guru dan siswa dalam

pembelajaran). Kemampuan intelektual adalah kemampuan berpikir siswa

dalam membentuk pengetahuan. Adapun pihak pengontrol adalah peran guru

dalam memfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan

proses sains yang dipelajari. Kaitan antara kemampuan intelektual dan pihak

pengontrol dapat terlihat pada Gambar 1.

39

Page 40: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Gambar 1. Keberkaitan pihak pengontrol dan kemampuan intelektual pada level of inquiry (Wenning, 2005 dalam Asep Agus, dkk. 2018)

Pembelajaran IBL ini telah dikembangkan oleh P4TKIPA terdiri dari 2

unit. Salah satu unit yang dikembangkan pada materi topik fotosintesis.

Dimana pembelajaran topik fotosintesis termasuk bagian dari materi Energi

Dalam Sistem Kehidupan. Pada Kurikulum 2013 konsep ini disajikan untuk

siswa SMP kelas VII semester I (Widodo W., Rachmadiarti F., Hidayati S.N.

2016 ).

Topik fotosintesis yang disampaikan mencakup konsep-konsep:

1. Komponen fotosintesis

2. Tempat berlangsungnya proses fotosintesis

3. Proses fotosintesis

4. Produk Fotosintesis

5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi fotosintesis

6. Aplikasi konsep fotosintesis dalam kehidupan sehari-hari

Topik ini disampaikan menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri

dengan level of inquiry (Wenning, 2013 dalam Asep Agus, dkk. 2018)Topik

fotosintesis disampaikan dalam dua kali pertemuan, melalui lima level of

inquiry dengan rincian sebagai berikut.

Pertemuan ke-1 (3 X 40 menit): Level 1) Discovery learning,

2) Interactive demonstrations,

3) Inquiry lessons,

Pertemuan ke-2 (2 X 40 menit): Level 4) Inquiry Labs,

5) Real-world applications.

Penerapan pembelajaran berbasis inkuiri (IBL) pada materi

Fotosintesis untuk peserta didik kelas VII.1 SMP Negeri 10 Kota Bengkulu

untuk menjawab permasalahan bagaimana hasil implementasi IBL dan

peningkatan keterampilan bertanya serta berfikir kritis pada peserta didik.

40

Page 41: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Selain untuk tujuan implementasi hasil diklat guru yang diikuti oleh penulis,

penerapan strategi inkuiri ini sangatlah menarik bagi para peserta didik.

Mereka merasa tertantang untuk menemukan sendiri sesuatu melalui tahap-

tahap tertentu. Penerapannya pun mendorong para peserta didik untuk mampu

berpikir tingkat tinggi HOTS (Higher Order Thinking Skill). Sehingga dapat

meningkatkan keterampilan bertanya dan berfikir kritis.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif secara kualitatif. Penelitian

dilaksanakan di kelas VII. 1 SMP Negeri 10 Kota Bengkulu dengan jumlah

peserta didik 29 orang. Penelitian dilakukan dengan 2 (dua) kali pertemuan

dengan alokasi waktu 5 JP (5 x 40 menit) pada materi materi fotosintesis

menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri (IBL) dengan menerapkan

5 (lima ) level yakni Discovery Learning, Interactive Demonstration, Inquiry

Lesson, Inquiry Laboratory, Real-World Applications. Dalam unit fotosintesis

yang dikembangkan oleh P4TKIPA Bandung level Hypothetical Inquiry tidak

di lakukan karena untuk level ini biasanya digunakan untuk peserta didik

SMA.

Pertemuan ke-1 (3 X 40 menit): Level 1) Discovery learning, 2) Interactive demonstrations, 3) Inquiry lessons,

Pertemuan ke-2 (2 X 40 menit): Level 4) Inquiry Labs, 5) Real-world applications.

Data hasil tes siswa pada penelitian ini diolah dengan melihat

perbandingan hasil pretes dan postes untuk melihat tingkat pemahaman

konsep materi fotosintesis sebagai topik penelitian.

Untuk data keterampilan bertanya dan berfikir kritis siswa teknik

pengumpulan data melalui pengamatan langsung oleh observer di kelas

dengan menceklis kegiatan siswa dari lembar observasi yang telah disiapkan.

Data keterampilan bertanya dan berfikir kritis siswa tadi dianalisa

secara diskriptif dengan melihat persentase hasil pertemuan satu dan

pertemuan dua. Dimana data tersebut digunakan untuk merefleksi proses

pembelajaran yang telah dilaksanakan pada pertemuan I dan pertemuan II.

Data observasi ini diolah secara deskriptif. Selanjutnya, penilaian keterampilan

41

Page 42: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

bertanya dan berfikir kritis berpedoman pada rubrik penilaian. Setiap butir

observasi pada lembar observasi diberi kreteria penilaian dan skor pada table

berikut :

Tabel 1. kriteria penilaian untuk lembar observasi

Skor Rubrik penilaian

1 jika tidak pernah bertanya dan menjawab, pasif dalam pembelajaran, serta tidak punya ide dan solusi

2 jika kadang-kadang bertanya dan menjawab, aktif dalam pembelajaran, serta punya ide dan solusi

3 jika Selalu aktif bertanya dan menjawab,aktif dalam pembelajaran, sertapunya ide dan solusi pada saat pembelajaran

Sumber : Sudjana (2005)

Untuk kepentingan analisa data data diatas digunakan rumus mencari

kisaran nilai :

jadi, untuk kisaran skor penilaian lembar observasi ketrampilan bertanya dan

berfikir kritis di konfersi seperti pada table berikut:

Tabel 2. Pedoman konversi nilai

Skor Kualifikasi< 2,25 Kurang2,26 – 5,49 Cukup5,50 – 7,25 Baik7,26 – 9,00 Sangat baik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada waktu OJL (On Job Learning) peneliti sepakat dengan

pendamping (observer) dari P4TKIPA Bandung (bu Ai Deti dan Ibu Sumarni)

untuk dilaksanakan hari rabu dan kamis tanggal 19 dan 20 Oktober 2018 di

SMP N 10. Untuk pelaksanaan peneliti menggunakan kelas VII 1 SMP Negeri

10 Kota Bengkulu. Pelaksanaan OJL dilakukan dalam dua kali pertemuan

dengan menggunakan 5 (lima) level dalam pembelajaran berbasis inkuiri.

a. Pertemuan pertama, untuk level 1,2 dan 3 (level Discovery Learning,

Interactive Demonstration, dan Inquiry Lesson) dilaksanakan Hari

Rabu, tanggal 19 Oktober 2018 (3 JP), sedangankan

42

Kisaran Nilai = Skor Tertinggi = 9 = 2,25Banya Kualifikasi 4

Page 43: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

b. Pertemuan kedua, untuk level 4 dan 5 (level Inquiry Labs dan Real-

world Application) dilakukan, hari kamis, tanggal 20 Oktober 2018

(2JP)

Pada pertemuan pertama, materi yang dibahas adalah mengidentifikasi

komponen yang terlibat dalam fotosintesis, memprediksi hasil proses

fotosintesis, menjelaskan proses perubahan energi pada reaksi fotosintesis, dan

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Sebelum

pembelajaran dimulai, peserta didik diminta mengerjakan pretes. Setelah itu,

pembelajaran diawali dengan kegiatan pendahuluan, meliputi memberi salam,

mengajak berdoa, mengecek kehadiran peserta didik, diberikan apersepsi dan

pembangunan konsep tentang fotosintesis (level Discovery Learning). Pada

kegiatan inti, diawali dengan membagikan LKPD (Lembar Kerja Pengamatan

dan Diskusi) dengan kegiatan untuk mengamati bagian – bagian tanaman

(akar, batang, daun). Selanjutnya, peserta didik diajak mengamati demonstrasi

dari guru dari uji sach dan demonstrasi ingenhouz (level Interactive

Demonstration). Dari demonstrasi ini peserta didik dapat memprediksi hasil

uji sach dan ingenhouz, dalam pengamatan disini peserta didik keterampilan

dalam mengajukan pertanyaan masih sedikit, sehingga peneliti harus lebih

aktif memancing keterampilan bertanya dan berfikir kristis peserta didik

dengan mengajukan pertanyaan arahan (Leading Question). Di akhir

pertemuan pertama ini peserta didik diajak untuk merencanakan percobaan

pengaruh cahaya terhadap proses fotosintesis (level Inquiry Lesson), yaitu

dengan melihat jumlah gelembung yang dihasilkan tanaman air (Tanaman dari

Danau Dendam) terhadap intensitas cahaya. Di akhir pertemuan pertama

peneliti melakukan refleksi dengan pendamping (observer)

Memasuki pertemuan kedua, guru mengawali dengan kegiatan masuk

ke level inquiry laboratory. Pada tahapan level ini peserta didik melakukan

percobaan yang telah mereka rancang sebelumnya. Selama percobaan guru

berperan sebagai fasilitator. Setelah peserta didik melakukan percobaan

tersebut kemudian guru memberi leading questions untuk mereka jawab

berdasarkan percobaannya, sehingga mereka dapat memahami hubungan

antara pengaruh cahaya terhadap fotosintesis terbukti dari jumlah gelembung

43

Page 44: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

yang dihasilkan. Ternyata gelembung yang dihasilkan tanaman air yang

diletakkan di bawah cahaya matahari langsung (terang) gelembung yang

dihasilkan lebih banyak jika diletakkan di tempat yang redup (kurang Cahaya).

Guru memberi umpan balik dan penegasan. Selanjutnya,peserta didik diminta

untuk memberikan solusi jika mereka menjadi pemimpin di suatu kota atau

provinsi jika kota yang mereka pimpin penuh dengan polusi udara (level Real-

world Application). Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi mereka. Di

akhir kegiatan, guru meminta refleksi peserta didik dan melaksanakan postes.

Perolehan skor pretes dan postes peserta didik selengkapnya terlampir dalam

tabel.3 nilai hasil pretest dan posttest.

Tabel 3. Nilai Pretest dan Posttest

No Peserta didik NilaiPre Test Post Test

1 Siswa 1 4 72 Siswa 2 5 73 Siswa 3 5 84 Siswa 4 5 85 Siswa 5 6 96 Siswa 6 7 107 Siswa 7 5 88 Siswa 8 7 99 Siswa 9 5 810 Siswa 10 4 811 Siswa 11 5 812 Siswa 12 4 913 Siswa 13 5 914 Siswa 14 7 915 Siswa 15 5 816 Siswa 16 4 917 Siswa 17 6 818 Siswa 18 5 819 Siswa 19 5 820 Siswa 20 4 821 Siswa 21 4 922 Siswa 22 6 923 Siswa 23 5 1024 Siswa 24 5 925 Siswa 25 6 926 Siswa 26 5 8

44

Page 45: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

27 Siswa 27 4 928 Siswa 28 6 929 Siswa 29 5 8Jumlah Nilai 149 246rata-rata nilai 51.37 84.87

Rata-rata skor pretes dalam kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri ini

adalah 51,37 sedangkan rata-rata postes adalah 84,87. Berdasarkan hasil

tersebut, dapat dilihat adanya kenaikan rata-rata skor pretes ke rata-rata skor

postes yang sangat signifikan, yaitu kenaikan skor sebesar 33,50. Hal ini

menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran hari itu cukup berhasil.

Adapun perolehan rerata skor pretes dan postes secara inidividu,

ditunjukkan dalam Grafik berikut:

Grafik. 1. Hasil Pretes dan Postes Peserta didik

Pre test Post test0

50

100

Nilai Rata-Rata

Nilai Rata-Rata

Secara umum pada tiap level IBL terutama pada tigkat level Inquiri

labs peserta didik menunjukkan adanya peningkatan keterampilan bertanya

pada saat proses pembelajaran. Hal ini bisa dilihat dari lembar observasi

keterampilan bertanya dan berfikir kritis. Dimana secara kategori predikat

keterampilan ilmiah bisa dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. Keterampilan Bertanya dan Berfikir Kritis

NO NAMA SISWA

Aktif Bertanya dan Menjawab

Aktif Dalam Pembelajaran

Berfikir Kritis Jumlah Keterangan

1 Siswa 1 3 2 2 7 Baik2 Siswa 2 1 3 1 5 Cukup3 Siswa 3 3 3 2 8 SangatBaik4 Siswa 4 2 3 2 7 Baik5 Siswa 5 3 3 1 7 Baik6 Siswa 6 1 3 1 5 Cukup7 Siswa 7 1 3 1 5 Cukup8 Siswa 8 2 3 2 7 Baik9 Siswa 9 1 3 1 5 Cukup10 Siswa 10 3 2 2 7 Baik11 Siswa 11 3 3 2 8 SangatBaik12 Siswa 12 2 3 2 7 Baik13 Siswa 13 2 3 1 6 Baik14 Siswa 14 1 2 1 4 Kurang

45

Page 46: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

15 Siswa 15 2 3 1 6 Baik16 Siswa 16 2 3 1 6 Baik17 Siswa 17 3 3 2 8 SangatBaik18 Siswa 18 2 3 1 6 Baik19 Siswa 19 1 3 1 5 Cukup20 Siswa 20 1 3 1 5 Cukup21 Siswa 21 2 3 3 8 SangatBaik22 Siswa 22 1 3 1 5 Cukup23 Siswa 23 2 3 1 6 Baik24 Siswa 24 2 2 1 5 Cukup25 Siswa 25 2 3 1 6 Baik26 Siswa 26 2 3 1 6 Baik27 Siswa 27 3 3 2 8 SangatBaik28 Siswa 28 1 3 1 5 Cukup29 Siswa 29 1 3 1 5 Cukup

Di awal pembelajaran dengan model inkuri ditemukan ada beberapa

siswa yang masih belum terbiasa dari situasi yang membingungkan. Hal ini

sesuai pendapat Suchman (dalam Rustaman:2003) menyatakan jika siswa

dihadapkan pada situasi demikian maka secara alami siswa akan termotivasi

untuk memecahkan kebingungan tersebut. Lebih jauh lagi ini akan

meningkatkan kesadaran siswa akan proses inkuiri yang mereka miliki dan

mereka akan mempelajari prosedur ilmiah secara langsung dari situasi yang

dihadapi. Inkuiri berasal dari suatu keyakinan bahwa siswa memiliki

kebebasan dalam belajar. Model pembelajaran ini menuntut partisipasi aktif

siswa dalam berinkuiri atau penyelidikan ilmiah.

Keterlibatan dalam pembelajaran mengandung makna proses skill dan

attitude yang memberikan kesempatan untuk mencari pemecahan-pemecahan

pada pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu ketika membangun pengetahuan baru.

Aplikasi yang bermanfaat dari pembelajaran inkuiri membutuhkan beberapa

faktor, yaitu konteks pertanyaan-pertanyaan, kerangka pertanyaan, fokus

pertanyaan, dan level-level yang berbeda dari pertanyaan.

Namun pada penilaian keterampilan bertanya dan berfikir kritis peserta

didik kelas VII 1. SMP Negeri 10, ini menunjukkan keragaman yang terlihat

selama pembelajaran. Hal ini bisa dilihat dari tabel nilai keterampilan bertanya

dan berfikir kritis peserta didik selama proses pembelajaran.

Tabel 5. Persentase Nilai Keterampilan Bertanya Dan Berfikir Kritis

46

Page 47: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

No JumlahPeserta didik NilaiKategori Keterangan Persentase

1 5 7,5 – 9 SangatBaik 17,24%2 13 6 - 7,4 Baik 44,82%3 10 4,5 - 5,9 Cukup 34,48%4 1 ≤ 4,4 Kurang 3,48%

Dari data di atas ada 17,24% peserta didik yang memiliki nilai yang

sangat baik pada pembelajaran, 44,82% bersikap baik, 34,48% bersikap cukup

dan 3,48% kurang. Keterampilan ilmiah terbentuk dari seiring dengan proses-

proses ilmiah yang dilakukan peserta didik . Nilai keterampilan bertanya dan

berfikir kritis yang muncul pada peserta didik kelas VII 1 pada saat

pembelajaran dengan model IBL ini mencerminkan kebiasaan pada

pembelajaran sehari-hari, dimana peserta didik kebanyakan menunggu apa

yang disampaikan oleh guru, hanya sekali-kali bertanya bila diberi kesempatan

guru untuk bertanya. Peserta didik belum terbiasa menanyakan hal-hal yang

belum diketahuinya peserta didik akan menunggu informasi yang diberikan

oleh guru. Stimulus yang diberikan oleh guru kurang direspon oleh peserta

didik sehingga guru masih harus memberikan arahan untuk menggiring

pertanyaan dan ketika jawaban itu ada dari peserta didik hanya beberapa orang

yang berani berpendapat, hal ini bisa terlihat dari diagram pie dibawah ini.

17%

45%

34%

3%

Diagram Nilai Keterampilan bertanya dan berfikir kritis

baikcukup

kurang sangat baik

Dari diagram diatas terlihat ternyata sekitar 17 % peserta didik yang

memiliki kreteria yang memenuhi pembelajaran aktif, selalu bertanya, dan

mempunyai gagasan dan solusi setiap permasalahan yang ditemukan pada saat

pembelajaran. Selebihnya hampir 45 % peserta didik sudah baik yakni aktif

47

Page 48: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

bertanya tetapi belum bisa memberikan solusi dikarenakan masih menunggu

arahan dari guru untuk menyelesaikan persoalan yang ditemukan. Secara

umum tujuan pembelajaran IBL dapat meningkatkan keterampilan bertanya

dan berfikir kritis peserta didik.

2. Permasalahan yang Dihadapi

Meskipun hasil postes menunjukkan kenaikan yang signifikan bila

dibandingkan dengan hasil pretes, penulis selaku guru pengajar mengalami

beberapa permasalah dalam mengimplementasikannya. Adapun permasalahan

teridentifikasi adalah sebagai berikut:

a. Guru sebagai fasilitator belum sepenuhnya mampu menggali kemampuan

awal peserta didik melalui variasi tehnik bertanya sehingga kemampuan

awal/dasar peserta didik belum tergali secara maksimal.

b. Dalam praktek uji sach bahan untuk daun yang akan di praktekkan ada

kendala dalam uji prakteknya walaupun daun tersebut sudah seminggu yang

lalu di tutupi pakai kertas alumunium foil, sehingga ketika di tetesi lugol

warna yang diharapkan kurang tampak/jelas

c. Guru belum bisa mengelola waktu sesuai skenario sehingga kegiatan

pembelajaran tidak dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai skenario.

3. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Adapun langkah–langkah yang harus dilakukan untuk mencari solusi

permasahan di atas adalah sebagai berikut :

a. Guru diharapkan terus melatih kemampuan bertanya dan mengembangkan

variasi teknik-teknik ketrampilan bertanya untuk memberikan motivasi,

dorongan, arahan, bimbingan dalam menggali kemampuan awal atau dasar

peserta didik dengan harapan peserta didik bisa terbawa ikut terlibat masuk

dalam setiap kegiatan pembelajaran sehingga memacu berpikir kritis dan

dapat menikmati kegiatan dengan kesadaran.

b. Untuk percobaan sach ada baiknya guru menutup dau yang akan di

praktekkan mencari daun yang tipis dan waktu penutupan lebih dari

seminggu

48

Page 49: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

c. Dari pengalaman kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri mengendalikan

waktu perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada materi Fotosintesis waktu

yang disediakan 5 jam x (40 menit ) terasa kurang cukup dikarenakan guru

harus sabar saat memberikan berbagai teknik pertanyaan untuk mengiring

peserta didik berfikir kritis dengan berbagai macam tehnik pertanyaan yang

dapat mendorong, mengali, mengarahkan dan membimbing untuk

menemukan atau memecahkan permasalahan sendiri

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Inquiry-Based Learning (IBL) adalah cara ampuh untuk memahami

sains dimana peserta didik diberikan kesempatan untuk mengajukan

pertanyaan, merencanakan penyeledikan untuk menjawab pertanyaan,

mengumpulkan data/bukti berdasarkan hasil penyelidikan dari berbagai

sumber, mengkomunikasikan dan mempertahankan hasil penyelidikannya,

dimana dalam pembelajaran inkuiri memiliki enam level, antara lain: Discover

Learning, Interactive Demonstration, Inquiri Lesson, Inquiry Laboratory,

Real-Word Applications dan Hypothetical Inquiry.

Peneliti telah merancang dan mengimplementasikan IBL di kelas.

Dalam implementasinya peneliti mendapati bahwa materi Fotosintesis dapat

dipahami oleh peserta didik dengan baik. Materi tersebut dipahami peserta

didik melalui serangkaian langkah-langkah tertentu sesuai sintaks IBL. Hasil

pretes dan postes kegiatan pembelajaran ini menunjukkan peningkatan yang

sangat signifikan, baik secara rata-rata skor, maupun skor individu peserta

didik. Peningkatan ini menunjukkan bahwa penerapan kegiatan pembelajaran

berbasis inkuiri (IBL) cukup berhasil.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi inquiry-

based learning (IBL) pada unit materi fotosintesis untuk peserta didik kelas

VII.1 SMPN 10 Kota Bengkulu tahun pelajaran 2018/2019 sangat efektif dan

tepat, serta mampu mendorong ketrampilan berkomunikasi dan berpikir kritis.

Saran

49

Page 50: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Saran-saran yang dapat disampaikan sebagai hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Skenario pre dan postes sebaiknya dari awal sudah dipertimbangkan agar

tidak mengurangi alokasi waktu proses pembelajaran. Penyiapan alat dan

bahan sebaiknya disiapkan oleh laboran

b. Guru lebih inovatif dalam mengembangkan pembelajaran IPA berbasis

inkuiri level , sehingga pembelajaran tidak monoton dan lebih

menyenangkan.

c. Dengan mengacu pada uraian kesimpulan di atas, bahwa penerapan IBL

sangat efektif dan tepat serta mampu mendorong ketrampilan

berkomunikasi dan berpikir kritis pada peserta didik, maka penulis

menyarankan agar guru-guru, khususnya mata pelajaran IPA, untuk

mencoba merancang dan menerapkan IBL dalam pembelajarannya.

50

Page 51: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

Kaniawati, I. 2017. Konsep dan Level Inkuiri. Handout. Bandung: PPPPTK IPA

Rustaman. 2003. Modul-Modul Pembelajaran . Bandung. PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sulaeman, A.A. 2018. Fotosintesis Unit Pembelajaran IPA SMP Berbasis Inkuiri. Bandung: PPPPTK IPA

Widodo W., Rachmadiarti F., Hidayati S.N. 2016. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VII SMP/MTs. Jakarta. Kemendikbud

51

Page 52: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 10

KOTA BENGKULU PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

INVESTIGASI KELOMPOK (MPIK)

Yuliza WidartiSMPN 10 Kota Bengkulu

abstract

This research has been conducted on 32 students of class VIII A in the 2018/2019 school year, which was aimed to find out how to improve students' critical thinking skills through the application of the Group Investigation Learning Model. This research is a classroom action research (CAR) with two cycles and the data for each cycle were analyzed qualitatively and quantitatively to determine corrective actions in the next cycle. Data were analyzed descriptively by determining cognitive values on critical thinking skills and percentages classically. The critical thinking ability of students has increased which includes: in the first cycle obtained an average of 62.83 and in the second cycle an average of 77.09 was obtained with a good category. By applying the group investigation learning model (MPIK) students' critical thinking skills can be improved.

Keywords: Group Investigation, Critical Thinking

PENDAHULUAN

Dalam pengajaran IPA dibutuhkan kemampuan pemikiran dan skill

yang cukup bagi individu dan manusia. IPA pada hakikatnya meliputi empat

unsur utama yaitu sikap,proses,produk,dan aplikasi sehingga tercapat tujuan

dari pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA

seharusnya dapat meningkatkan kesadaran diri peserta didik untuk

membangun kemampuan belajar IPA akan hal-hal baru. Pada penerapan

kurikulum 2013 pembelajaran lebih mengacu pada aplikasi dunia nyata yang

disesuaikan dengan materi yang diajarkan.

Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh terlihat bahwa pengetahuan

kognitif peserta didik dalam pembelajaran IPA masih kurang ini terlihat dari

hasil ulangan harian khususnya soal hitungan yang berupa soal uraian dijawab

secara singkat tanpa urutan sistematis dalam tahapan kognitif yang diharapkan.

52

Page 53: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Untuk itu dalam pemberian soal yang cenderung berupa soal HOTS peserta

didik perlu dilatih dalam pengerjaan soal secara sistematis.

Dalam lingkup sekolah, guru mata pelajaran IPA seharusnya dapat

mengajarkan IPA dengan melibatkan peserta didik, dengan menggunakan

aktivitas praktis, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir

sendiri, sehingga peserta didik mampu mengembangkan ide-ide dan

menyadari potensi pada dirinya. Oleh karena itu, dalam proses pengajaran

selalu ada hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik, sebab dalam

proses tersebut tidak terlepas dari komponen-komponen (materi pelajaran,

tujuan yang akan dicapai, peserta didik yang belajar, guru yang mengajar) dan

berbagai metode pengajaran yang saling berhubungan dengan yang lainnya.

Kurangnya keaktifan peserta didik dan perolehan nilai rata-rata baik

pada latihan soal yang diberikan atau ulangan harian ditunjukkan rendahnya

frekuensi peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan kurangnya

kemampuan peserta didik menerapkan rumus-rumus/jawaban yang

membutuhkan alasan dalam menyelesaikan soal-soal atau permasalahan IPA.

Jika diadakan diskusi kelompok, peserta didik yang yang memiliki

pengetahuan diatas rata-rata yang terlihat aktif. Peserta didik tidak terbiasa

dilatih dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan berpikir dalam

memecahkan masalah.

Maka dalam mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan suatu

upaya untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang mendorong

kemampuan peserta didik dalam berpikir yaitu melalui model pembelajaran

Investigasi kelompok dengan pendekatan berbasis masalah. Upaya untuk

melaksanakan pembelajaran dengan kegiatan penyelidikan bertujuan untuk

melatih peserta didik bertanya dan berpikir kritis serta mengusahakan berbagai

kemungkinan jawaban dari suatu masalah.

Menurut Muliana (2016) menyatakan bahwa “kompetesi penting yang

harus dimiliki setiap individu pada era globalisasi adalah berpikir kritis yang

tertuang dalam tujuan kurikulum 2013”.

Dalam konteks berpikir, berpikir kritis menurut Ennis (1995)

merupakan kemampuan dalam merumuskan masalah, memberikan argumen,

53

Page 54: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban, kemampuan siswa

memecahkan masalah dari sudut pandang yang berbeda, dan kemampuan

siswa mengambil keputusan.

Rifa'I dan sartika (2018) menarik kesimpulan sebagai berikut “Hasil

belajar matematis peserta didik yang memperoleh pembelajaran investigasi

kelompok lebih baik daripada hasil belajar matematis peserta didik yang

memperoleh pembelajaran konvensional”.

Sedangkan menurut Ummul (2015) menyimpulkan bahwa:

“peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat penerapan

dengan model pembelajaran investigasi kelompok lebih baik dari siswa yang

mendapat pembelajaran konvensional”.

Di dalam model pembelajaran investigasi kelompok ini terdapat 3

materi utama, yaitu penyelidikan (inquiry), pengetahuan (knowledge), dan

dinamika belajar kelompok (the dynamics of the learning group).

(Winataputra, 2001).Diagram 1. kegiatan MPIK melalui tahapan kemampuan berpikir:

Langkah Pokok MPIKTahapan Kemampuan Berpikir Kritis

s

Keterangan : pada tahapan 3, 4, dan 5 siswa telah Mencari jawaban atas permasalahan yang diberikanberdasarkan tahapan berpikir.

54

3. Perumusan tugas belajar

4. mengambil keputusan

3. memecahkan masalah dari sudut pandang berbeda

1. merumuskan masalah dan memberikan argumen

2. mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban

1. Situasi Bermasalah

6. Perulangan

5. Analisis kemajuan

4. Kegiatan belajar

2. Eksplorasi

Page 55: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Situasi Bermasalah

Eksplorasi

Perumusan Tugas Belajar

Kegiatan Belajar

Analisis Kemajuan

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Berdasarkan uraian tersebut perlu diterapkan model pembelajaran

investigasi kelompok (MPIK) di kelas VIII A SMP N 10 karena menekankan

pada kegiatan aktif siswa dan mengembangkan pemahaman melalui berbagai

kegiatan yang biasanya dimulai dengan soal-soal atau permasalahan-

permasalahan. Yenda (2015). Untuk itu melalui penerapan model

pembelajaran Investigasi Kelompok (MPIK) bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA tingkat SMP.

METODE

Peserta didik dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan tingkat

kemampuan bervariasi (tinggi, sedang, dan rendah) yang berdasarkan pada

hasil tes awal. Setelah kelompok terbentuk, guru mengkondisikan kelas

sehingga masing-masing anggota kelompok bisa duduk berdekatan dan

memungkinkan untuk melakukan diskusi tentang materi yang dibahas melalui

tahapan model pembelajaran Investigasi Kelompok. Diagram 2. Model Pembelajaran Investigasi Kelompok(MPIK)

KEGIATANGURU

LANGKAHPOKOK

KEGIATANPESERTA DIDIK

1. Menyajikan situasi 1. 1. Mengamati Situasi BermasalahBermasalah

2. Membimbing Proses 2. - Melakukan eksplorasi

Ekplorasi - Menemukan situasi permasalahan

3. Memacu Diskusi 3. - Merumuskan apa yang Kelompok harus dilakukan

- Mengatur pembagian tugas

dalam kelompok

4. Memantau Kegiatan 4. - Belajar Individual atau

Belajar kelompok - Cari tugas yang

harus Dikerjakan5. Mengecek Kemajuan 5.

Mengecek proses dan hasil Belajar Kelompok penelitian kelompok

55

Page 56: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Perulangan

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

6. Mendorong Tindakan 6. Melakukan tindak lanjut

Pelaksanaan Kegiatan

Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan tindakan pada

siklus I dan II adalah :

1) Melaksanakan KBM dengan MPIK pada materi Gerak Benda dan

Makhluk Hidup yaitu :

a. Tahap situasi bermasalah. Siswa dihadapkan pada situasi

bermasalah untuk menyelesaikan permasalahan yang mencakup

materi Gerak Lurus

b. Tahap eksplorasi. Siswa melakukan eksplorasi (dengan cara

menghimpun informasi/data dari berbagai sumber-sumber yang

relevan dengan situasi bermasalah) sebagai reaksi terhadap situasi

bermasalah. Pada tahapan ini, guru menjelaskan tahapan berpikir

yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yaitu : 1)

merumuskan masalah dan memberikan argumen, (2) mengemukakan

pertanyaan dan memberikan jawaban, (3) memecahkan masalah dari

sudut pandang yang berbeda, dan (4) mengambil keputusan. Dalam

kegiatannya, guru membimbing siswa dalam proses eksplorasi.

c. Tahap perumusan tugas belajar. Siswa dalam kelompok

merumuskan tugas-tugas belajar dan mengorganisasikannya untuk

membangun suatu proses penyelidikan. Dalam tahapan ini, siswa

menyelesaikan permasalahan sesuai dengan tahapan berpikir.

d. Tahap kegiatan belajar. Dalam kegiatan investigasi kelompok ini,

guru memantau kegiatan siswa sesuai dengan pembagian tugas

masing-masing dan melihat kebersamaan dalam kelompok.

e. Tahap analisis kemajuan. Siswa menganalisis kemajuan dan proses

belajar yang dilakukan dalam proses kegiatan kelompok/individual.

f. Tahap perulangan. Guru memberikan penjelasan tentang

permasalahan yang belum diselesaikan oleh siswa, dan untuk siswa

yang telah dapat menyelesaikannya akan diberikan permasalahan

56

Page 57: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

kembali agar siswa dapat berlatih dalam proses berpikir melalui

pemecahan masalah.

2) Dilakukan evaluasi belajar

Evaluasi hasil belajar dilakukan dengan memberikan tes tertulis

yang menuntun siswa untuk berpikir sesuai dengan materi yang mereka

pelajari dalam proses pembelajaran dengan MPIK.

Tabel.1. Tahapan berpikir kritis.

Materi Siklus/Sub Materi

Tahapan Berpikir Indikator

Gerak Benda dan Makhluk Hidup

I/ GERAK

LURUS

II/ GERAK

LURUS

I. Merumuskan masalah dan memberikan argument

Menterjemahkan masalah dengan menganalisis masalah- kunci permasalahan- Analisis masalah- Analisis gambar

II. Mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban

Penyusunan rancangan penyelesaian- Penentuan variabel dalam SI- Penentuan persamaan yang

sesuai dengan situasi masalah- Memberikan solusi

permasalahanIII. Menghasilkan jawaban bervariasi/memecahkan masalah dari sudut pandang berbeda

Solusi Lain- Persamaan umum yang digunakan

- HasilIV. Mengambil keputusan Kesimpulan secara keseluruhan

Data diolah berdasarkan tahap-tahap dalam penyelesaian yang

dilakukan peserta didik. Jumlah skor tiap-tiap soal ditetapkan berdasarkan

kesepakatan dengan guru bidang studi yang disesuaikan dengan kesulitan soal.

a. Nilai Keterampilan Berpikir kritis setiap siswa diperoleh dengan rumus

:

Keterangan :

NP = nilai yang dicari atau diharapkanR = skor mentah yang diperoleh siswaSM = skor maksimum dari tes yang ditentukan100 = bilangan tetapPurwanto (2008).

Tabel 1. Kategori Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Per Individu Berdasarkan Perolehan Nilai.

No. Rentang Nilai Kategori1 N>80 Sangat Baik2 60<N≤80 Baik

57

Page 58: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

3 40<N≤60 Cukup Baik4 20<N≤40 Kurang Baik5 N≤20 Sangat kurang

(Poerwanti, 2008).

b. Nilai persentase keterampilan berpikir kritis siswa secara klasikal

diperoleh dengan rumus :

Tabel 2. Kriteria Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Secara Klasikal dalam Satuan Persen (%)

≥80 Sangat Baik60 – 79 Baik40 – 59 Cukup Baik20 – 39 Kurang Baik≤20 Sangat kurang

(Poerwanti, 2008).

Lembar Observasi Guru dan Peserta didik

- Rata-rata skor =

jumlah skorjumlah observer

- Skor tertinggi = (Jumlah butir observer) x (Skor tertinggi tiap

butir)

- Kisaran nilai untuk tiap kriteria =

skor tertinggi keseluruhan¿ skor tertinggi tiap butir observasi ¿¿

¿

Tabel 3. Kriteria observasi guru dan siswaGuru SiswaJumlah butir obervasi = 13 Jumlah butir obervasi = 12Skor tertinggi = 3 Skor tertinggi = 3Skor tertinggi tiap butir = 39 Skor tertinggi tiap butir = 36Kisaran nilai untuk tiap kriteria = 13 Kisaran nilai untuk tiap kriteria = 12Kisaran untuk kriteria pengamatan : 1 – 13 (Kurang), 14 – 26 (Cukup), 15 – 39 (Baik)

Kisaran untuk kriteria pengamatan :1– 12 (Kurang), 13 – 24 (Cukup), 25 – 36 (Baik)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan rekan sejawat

guru IPA sebagai observer yaitu sebagai berikut:Tabel 4. Hasil observasi kegiatan guru pada pembelajaran.

Tahap Indikator Pengamat

58

Page 59: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

I II IIIIntiTahap ISituasi Bermasalah

3. Guru menyajikan situasi bermasalah ke dalam bentuk LKS yang mengarahkan peserta didik dalam kegiatan investigasi kelompok

2 2 2

Tahap IIEksplorasi

4. Guru menjelaskan tahapan penyelesaian permasalahan dalam kegiatan IK

5. Guru membimbing peserta didik menemukan kunci permasalahan dalam kegiatan eksplorasi

2

2

1

1

3

2

Tahap IIIPerumusan tugas Belajar

6. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan jawaban permasalahan dan membimbing peserta didik dalam kegiatan investigasi kelompok

2 2 3

Tahap IVKegiatan Belajar

7. Guru memantau kegiatan kelompok dalam melakukan kegiatan investigasi kelompok

8. Guru membimbing peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan

3

3

2

2

3

2

Tahap VAnalisis Kemajuan

9. Guru melakukkan evaluasi terhadap proses pencapaian hasil kegiatan investigasi

10. Guru meminta salah satu peserta didik untuk memberikan jawaban dari permasalahan yang diberikan

2

2

2

2

2

2

Tahap VIPerulangan

11. Guru melakukan perulangan kembali terhadap permasalahan yang sulit diselesaikan oleh peserta didik

12. Guru memberikan tes siklus yang berisi situasi bermasalah

3

3

2

2

2

2

Akhir13. Guru memberikan kesimpulan 2 2 2

Jumlah Skor 26 20 25Total Skor 71

Rata-rata skor 23,67Kategori Cukup

Hasil penilaian dari aktivitas guru pada pembelajaran diperoleh dengan

kategori cukup dengan rata-rata skor 23,67.

Tabel 5. Hasil observasi kegiatan peserta didik pada pembelajaran.

Tahap Indikator PenilaianI II III

AwalOrientasi peserta didik

1. Peserta didik mencari dan mengajukan permasalahan2. Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri dari 4

orang yang heterogen

33

33

32

IntiTahap ISituasi Bermasalah

3. Masing-masing peserta didik memahami permasalahan yang diberikan

3 3 3

Tahap IIEksplorasi

4. Peserta didik menanyakan kesulitan dalam mencari penyelesaian suatu masalah kepada guru/teman

3 3 3

Tahap IIIPerumusan Tugas Belajar

5. Peserta didik aktif dalam kegiatan IK dengan bekerja sama menyelesaikan permasalahan yang ada

3 3 3

Tahap IVKegiatan Belajar

6. Peserta didik melakukan kegiatan belajar individual dan kelompok dalam melaksanakan penyelidikan

7. Peserta didik bekerjasama dan berdiskusi untuk memecahkan masalah

2

3

2

3

3

3

59

Page 60: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

8. Peserta didik aktif mengkomunikasikan hasil jawabannya

3 3 3

Tahap VAnalisis Kemajuan

9. Peserta didik mengecek kembali proses dan hasil penyelesaian permasalahan

10. Peserta didik dapat menyimpulkan hasil investigasi

2

3

2

3

3

3

Tahap VIPerulangan

11. Peserta didik menyelesaikan permasalahan sesuai dengan tahapan-tahapan berpikir

3 3 3

Akhir12. Peserta didik mengetahui penyelesaian atas

permasalahan3 3 3

Jumlah skor 34 34 35Total Skor 103Rata-rata skor 34,33Kategori Baik

Pada hasil observasi terhadap siswa juga dikategorikan Baik dengan

rata-rata skor 34,33.

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Tes dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis peserta

didik yang ditunjukkan oleh kemampuan peserta didik menyelesaikan

permasalahan sesuai tahapan berpikir. Tabel 6. Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis

NoNama

SIKLUS1 2

KD

1 Ad 83 952 Ag 65 753 As 70 854 Am 70 855 An 80 956 Ap 50 707 Fr 50 708 Fa 50 609 Ga 55 6010 Ha 56 7011 Hr 54 6512 Hs 58 8013 Hi 80 8514 Hl 70 8515 Ir 70 8016 Is 80 9217 Ju 82 9218 Mu 78 8819 Ma 70 8420 Mg 60 8321 Na 70 8622 No 66 8523 Ra 60 80

60

Page 61: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

24 Rh 70 8525 Ry 45 7526 Ri 54 7527 Rp 62 7828 Si 56 7529 To 40 5030 Tr 55 5631 Vi 42 5532 Wi 60 68

Persentase kemampuan menyelesaikan permasalahan sesuai tahapan berpikir

kategori sangat baik berjumlah 8 orang dengan persentase 8% dari 32 peserta

didik, kategori baik berjumlah 16 orang dengan persentase 16%, kategori

cukup berjumlah 8 orang dengan persentase 8%.

NT NR rata-rata0

20

40

60

80

100

83

4062.84

rata-rataNilai terendahNilai tertinggi

Grafik 1. Skor Hasil siklus 1

Dari grafik di atas persentase tahapan berpikir rata-rata adalah 62,84%,

dengan nilai terendah 40. Dari grafik dapat diketahui, bahwa jika pada tahapan

I peserta didik belum menjawab secara lengkap dan tepat maka ini akan

berpengaruh pada tahapan berikutnya, sehingga dari diagram tersebut terdapat

penurunan pada tiap tahapan berpikir

NT NR rata-rata0

20

40

60

80

100

95

5677.09

rata-rata

Nilai terendah

Nilai tertinggi

Grafik 2. Skor Hasil siklus II

61

Page 62: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Pada hasil siklus II melalui observasi siswa diketahui aktivitas siswa

dalam penyelesaian tahapan permasalahan menunjukkan hasil yang baik. Hal

ini juga terlihat pada hasil kemampuan berpikir kritis peserta didik

Untuk mengetahui kemampuan berpikir masing-masing peserta didik

melalui tahapan penyelesaian permasalahan, diadakan tes akhir (post test)

untuk masing-masing individu yang terdiri atas 3 permasalahan kembali.

Ruang lingkup permasalahan tersebut disesuaikan dengan tingkat kesulitan

taksonomi Bloom dan sesuai dengan kisi-kisi tes kemampuan berpikir.

I II III IV I II III IV I II III IV0

20

40

60

80

100 90 8794

8493

95.33

81.40 75.23

47.76

61

41.6750.67

I

II

III

IV

Permasalahan1 Permasalahan2 Permasalahan3

Nila

i (%

)

Grafik 3. Tahapan Berpikir Siswa Post Test (N =32)

Dari grafik diatas, untuk post test seluruh materi Gerak Benda dan Makhluk

Hidup, diketahui bahwa peserta didik telah mampu menyelesaikan setiap

tahapan penyelesaian permasalahan. Ini ditunjukkan dengan 90,47% mampu

menyelesaikan pada tahapan merumuskan masalah dan memberikan argumen,

88,73 % pada tahapan mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban.

Pada tahapan memberikan jawaban bervariasi dari sudut pandang berbeda

capaian baru 68% ini dikarenakan peserta didik dalam menganalisa jawaban

yang bervariasi hampir sebagian peserta didik memiliki keseragaman analisa

jawaban dan pada tahapan mengambil kesimpulan juga hanya mencapai

50,98% dalam hal ini siswa belum terarah dalam membuat kesimpulan

jawaban berupa analisa keseluruhan jawaban. Untuk itu dalam penelitian ini

pada tahapan ketiga dan keempat masih perlu diarahkan kembali ke siswa

sehingga setiap tahapan berpikir kritis akan tercapai.

62

Page 63: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut : Pembelajaran IPA dengan MPIK pada materi

Gerak Benda dan Makhluk Hidup berpengaruh terhadap cara belajar siswa

yang menunjukkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran sehingga dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan menggunakan

tahapan-tahapan berpikir dalam menyelesaikan permasalahan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka disarankan :

peserta didik sebaiknya sering melatih mengerjakan atau menyelesaikan soal-

soal essay kaya konteks sehingga kemampuan berpikir peserta didik dapat

terlatih dengan baik. Bagi guru diharapkan sering memberikan latihan soal

dengan menerapkan langkah-langkah pemecahan masalah.

63

Page 64: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

Ennis, R. 1995. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall.

Firiah, Ummul. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Negeri 10 Banda Aceh. Etd.unsyiah.ac.id/index.php/p=show_detail&id=13923. Di akses 30 Maret 2019.

Poerwanti,Endang,dkk.2008. Assesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya.

Putri,Bella Yenda. 2012. Model Pembelajaran Investigasi Kelompok dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dalam Pembelajaran Matematika. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/download/21425/10165/. Diakses 29 maret 2019

Rusdian, Rifa'I dan Sartika, Nenden.2008. Penerapan Pembelajaran Investigasi Kelompok terhadap Hasil Belajar Matematis Peserta didik Sekolah Menengah Pertama. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/article/view/1960 . diakses 29 maret 2019

Sari, Muliana, dkk. 2016. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII-di SMP Negeri 1 Gambut. jurnal.fkip.uns.ac.id/index php/snmpm/article/view/10831. Diakses 30 Maret 2019.

Winataputra, Udin, S. 2001. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Depdiknas.

64

Page 65: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TEKNIK GNT TERHADAP HASIL BELAJAR PADA KONSEP ORGANISASI KEHIDUPAN

KELAS VII SMP

Eka SusitaSMPN 04 Mukomuko

abstractThis study was intended to analyse the impact of cooperative learning model of STAD with technique on student’s the learning achievement of biological organization concept at class VII in SMPN 04 Mukomuko. The metode used was quasi experiment research using two group pretest – posttest design. The population was the students at class VII in SMPN 04 Mukomuko. The sample was taken by using simple random sampling technique in which the sample taken VII c as an experiment class ( which used GNT technique of STAD cooperative learning model), and VII b as the controlling class (which used cooperative learning STAD model). The instrument was about achievement test formed 20 multiple choice question. The data analysed in this study was t-test, and based on the calculation ot t-test showed t-count 3.87 and t-table 1.67 at the significance level of 5%. Which means t-count > t-table ( 3.87 > 1.67). The result showed that can be there was an impact of cooperative learning STAD model with technique on students’ the learning achievement on the biological organization concept at class VII in SMPN 04 Mukomuko.

Keyword: STAD, Cooperative learning model, GNT technique, learning achievement

PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab 1 Pasal 1 (2003:2) mengatakan bahwa “ Pendidikan merupakan

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar siswa secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dalam

masyarakat”. Melalui pembelajaran pendidik dapat memberikan ilmu dan

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta sikap dan kepercayaan

pada siswa. Setiap proses apapun bentuknya, memiliki tujuan yang sama,

yaitu mencapai hasil yang memuaskan. Begitu pula proses pembelajaran yang

diselenggarakan dengan tujuan agar siswa mencapai hasil yang memuaskan

terhadap materi yang diajarkan. Oleh karena itu , berbagai upaya perlu

65

Page 66: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

dilakukan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang

diajarkan.

Pujiati (2008) berpendapat bahwa banyak siswa yang belum mencapai

KKM 75, karena masalah-masalah seperti masalah belajar siswa di kelas,

desain dan strategi pembelajaran di kelas, media ajar, sumber belajar, sistem

penilaian, proses evaluasi, atau metode dan model pembelajaran yang kurang

tepat. Sehingga setiap sekolah menetapkan batas ketuntasan belajar yang

bervariasi, bahkan kurang dari 75 % batas yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah penting

bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar IPA. Menurut Pratowo (2011)

masalah lain yang ada dalam pembelajaran IPA adalah kebanyakan guru

dalam mengelola pembelajarannya secara konvensional, proses pembelajaran

seperti ini dapat menimbulkan kejenuhan, kurangnya sikap antusias siswa,

dan dapat pula menyebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap materi

yang diajarkan. Untuk itu guru perlu melakukan perubahan paradigma dalam

menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru, khususnya

pada proses pembelajaran IPA. Langkah yang dapat dilakukan untuk menarik

minat belajar siswa adalah seorang guru harus mampu mengembangkan

berbagai metode atau model pembelajaran yang dapat meningkatkan

konsentrasi siswa salah satunya adalah dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD).

Slavin (2013) menyatakan bahwa STAD merupakan model

pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok – kelompok

kecil, yang anggota-anggotanya memiliki tingkat kemampuan yang berbeda.

Model STAD dapat ditunjang dengan media pembelajaran seperti LKS,

handout, dan modul . Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe

STAD ini, agar siswa berlatih berfikir , berani bertanya, dan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri serta diharapkan

mampu memecahkan masalah sendiri. Pembelajaran kooperatif tipe STAD

membutuhkan dukungan pengalaman siswa baik berupa pengetahuan awal

maupun kemampuan bertanya jawab. Oleh karena itu diperlukan teknik yang

tepat untuk mendukung Proses Pembelajaran, salah satu teknik yang dapat

66

Page 67: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

digunakan adalah teknik Guided Note Taking (GNT). Sulistyoningrum,

Santoso dan Arianto (2012) dari hasil penelitiannya tentang pengaruh Strategi

pembelajaran GNT dengan mengoptimalakan alat peraga dapat disimpulkan

sebagai berikut: Strategi pembelajaran GNT dengan mengoptimalkan alat

peraga berpengaruh nyata terhadap hasil belajar Biologi siswa ranah kognitif,

afektik, dan psikomorik.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tehnik GNT

terhadap hasil belajar pada konsep organisasi kehidupan kelas VII SMPN 04

Mukomuko. Dari hasil penelitian Williams dan Eggert (2002) menunjukkan

bahwa penggunaan teknik GNT adalah salah satu teknik yang bermanfaat

dalam proses pembelajaran. Mencatat penjelasan guri sambil mendengarkan

ceramah membantu memperkuat penerimaan informasi dalam memori.

Dalam hal ini siswa telah banyak banyak melakukan kegiatan belajar yaitu

mendengarkan, menghafal dan memahami sambil mengambil catatan.

Murpy dan Cross (2002) menyebutkan bahwa siswa dengan catatan

terbimbing mendapatkan nilai akhir tinggi dari pada siswa tanpa catatan.

Jahidin (2010) dengan penelitiannya yang berjudul pengaruh startegi

pembelajaran terhadap penguasaan konsep biologi menyimpulkan bahwa

strategi kooperatif tipe STAD lebih efektif meningkatkan pengusaan konsep

biologi dibanding strategi konvensional.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat

pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

teknik GNT terhadap hasil belajar Siswa pada konsep organisasi kehidupan

kelas VII SMPN 04 Mukomuko ?

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan teknik GNT terhadap hasil

belajar siswa SMPN 04 Mukomuko kelas VII pada konsep Organisasi

Kehidupan.

METODE

67

Page 68: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi

eksperimen atau eksperimen semu, yakni metode penelitian yang dilakukan

dengan pengontrolan sesuai dengan kondisi yang ada (Arikunto, 2010).

Desain penelitian yang digunakan adalah two group pretest-posttest design,

yaitu desain yang dilakukan terhadap dua kelas subjek. Desain ini

menggunakan dua kelas, dimana kelas eksperimen menggunakan model

kooperatif tipe STAD dengan teknik GNT dan kelas kontrol menggunakan

model kooperatif tipe STAD saja. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas

VII SMPN 04 Mukomuko. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan

data yaitu tes hasil belajar yang berupa tes objektif yang berbentuk pilihan

ganda. Materi tes yang diberikan adalah tentang konsep organisasi kehidupan.

Tes tersebut disusun berdasarkan ranah kognitif taksonomi Bloom, pada

jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), dan C4

( menganalisis).Tes ini berjumlah 20 butir soal yang dilakukan dua kali

terhadap siswa.Tes pertama diberikan kepada siswa sebelum dilakukan

pembelajaran (pretest) dan tes kedua diberikan kepada siswa setelah

dilakukan pembelajaran (posttest). Serta sebagai data pendukung

menggunakan lembar observasi guru dan siswa selama pembelajaran

berlangsung.

DATA DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Belajar

Temuan penelitian untuk hasil belajar pretest dan hasil posttest pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol tersaji pada distribusi frekuensi sebagai

berikut:Tabel 1

Statistik Deskriptif Hasil PenelitianStatistik Hasil Belajar Kelas

EksperimenHasil Belajar Kelas Kontrol

Pretest Postest Pretes Posttest

Nilai terendah 15 60 15 50

Nilai Tertinggi 55 90 55 85

Mean 41,5 78,93 35,63 72,3

Varians 130,720 54,46 89,648 34,510

Jumlah Sample 31 31 30 30

68

muzanip alperi, 30/03/19,
Agar konsisten penulisan
muzanip alperi, 30/03/19,
Setiap memulai paragraf agar konsisiten pengaturannya, diberi beberapa ketukan kedalam
Page 69: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Berdasarkan hasil perhitungan pretest terlihat bahwa pada kelas

eksperimen, nilai yang paling banyak banyak diperoleh siswa berada pada

interval 36-42 yaitu sebanyak 8 siswa artinya dari 31 siswa yang paling

banyak adalah mendapatkan nilai pada interval 36-42 atau sebesar 25,80 %.

Sedangkan perhitungan pada kelas kontrol, nilai yang paling banyak

diperoleh terletak pada interval 36-42 yaitu sebanyak 8 siswa atau sebesar

26,67 %. Berdasarkan perbandingan data hasil belajar possttest siswa pada

tabel 4.1, hasil belajar kelas eksperimen yang diberi teknik GNT pada

pembelajaran kooperatif STAD lebih tinggi dari pada hasil belajar kelas

kontrol yang hanya diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD saja.

Hal ini tersebut dapat dilihat dari rata-rata kelas eksperimen sebesar 75,50

dengan rentang nilai 60-90. Sedangkan rata-rata kelas kontrol hanya 70,00

dengan rentang nilai 50-85 dengan jumlah sample untuk kelas eksperimen 31

siswa dan kelas kontrol 30 siswa.

2. Data Peningkatan Hasil Belajar ( N-Gain)

Menghitung skor Gain yang dinormalisasi berdasarkan rumus menurut

Archambaul (2008) yaitu:

N-Gain ¿skor postest−skor pretest

skor maks−skor pretes x 100

Hasil skor Gain Ternormalisasi dibagi dalam tiga kategori yaitu:Tabel 2

Kreteria Gain Ternormalisasi

Persentase Klasifikasi

N-Gain > 70 Tinggi

30 ≤ N-Gain ≤ 70 Sedang

N-Gain < 30 rendah

(Sumber: Archambaul, 2008)

Pada penelitian ini diperoleh peningkatan hasil belajar siswa (N-Gain)

seperti tertera pada table dibawah ini:Tabel 3

Persentase Peningkatan Hasil Belajar N-GainKategori Frekuensi Persentase %

Eksperimen KontrolTinggi 40 30Sedang 60 70

69

Page 70: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Rata-rata 0,71( Tinggi) 0,6 ( Sedang)

Responden kelas eksperimen sebanyak 31 siswa, data rata-rata N-Gain

hasil belajar yang diperoleh adalah menunjukkan bahwa nilai rata-rata N-

Gain siswa kelas eksperimen adalah 0,71 dengan kategori tinggi . Sedangkan

pada kelas kontrol dengan responden sebanyak 30 orang, dan rata-rata N-

Gain hasil belajar yang diperoleh adalah 0,6 menunjukkan rata-rata N-Gain

kelas kontrol dengan sedang .

Berdasarkan persentase tabel 3, siswa kelas eksperimen yang

termasuk dalam kreteria tinggi sebanyak 13 siswa, 18 siswa berada pada

kreteria sedang dan tidak ada yang berkreteria rendah, maka dapat dikatakan

bahwa peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen pada konsep

Organisasi Kehidupan termasuk tinggi. Pada kelas kontrol terdapat 7 siswa

yang termasuk kreteria tinggi, 23 siswa kreteria sedang, dan tidak ada juga

yang kreteria rendah, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil belajar

siswa kelas kontrol pada konsep Organisasi Kehidupan termasuk sedang.

3. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis dan Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian prasyarat analisis menggunakan uji normalitas dan uji

homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sample

yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Setelah data nilai pretest

terkumpul, maka dapat dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu uji

normalitas menggunakan rumus liliefors dan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4

Hasil Uji Normalitas Pretest

αEksperimen Kontrol Keterangan

L hitung(Lo)

L table( Lt)

L hitung(Lo)

L tabel( Lt)

Sample terdistribusi

normal0,05 0,194 0,155 0,102 0,158

Dari hasil penghitungan uji normalitas data pretest terlihat pada tabel

4 untuk normalitas pretest kelas eksperimen diperoleh nilai L hitung < L

tabel maka sampel pada kelas eksperimen berdistribusi normal. Untuk

normalitas kelas kontrol diperoleh nilai Lhitung < L tabel maka sampel pada

70

Page 71: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

kelas kontrol berdistribusi normal. Sedangkan hasil penghitungan uji

normalitas data posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5Hasil Uji Normalitas Posttest

αEksperimen Kontrol Keterangan

L hitung(Lo)

L tabel( Lt)

L hitung(Lo)

L tabel( Lt)

Sample terdistribusi

normal0,05 0,1357 0,155 0,1314 0,158

Dari hasil penghitungan uji normalitas data posttest terlihat pada tabel

4 untuk normalitas posttes kelas eksperimen diperoleh nilai L hitung < L

tabel maka sample pada kelas eksperimen berdistribusi normal. Untuk

normalitas kelas kontrol diperoleh nilai Lhitung < Ltabel maka sampel pada

kelas kontrol berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua

kelompok sample berasal dari populasi yang homogen atau tidak . Uji

homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Fisher, dengan

kreteria pengujian yaitu apabila F hitung < F Tabel diukur pada taraf

signifikan 0,05 , kedua kelompok dikatakan homogen. Jika F hitung > F tabel

maka kedua kelompok tidak homogen. Beradasarkan pengujian homogenitas

belajar pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh hasil sebagai

berikut:Tabel 6

Hasil Uji homogenitas pretest

`Varians Taraf signifikan

F hitung

F tabel Keterangan

Eksperimen Kontrol130,720 89,648 0,05 1,458 1,85 Data homogen

Dari hasil penghitungan, F hitung < F tabel (1,458 < 1,85 ) maka Ho

diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat dilakukan pretes kedua

kelompok berasal dari populasi yang homogen. Berdasarkan kesimpulan ini

dapat dikatakan sampel yang diambil pada kedua kelas adalah merupakan

71

Page 72: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

sampel yang memiliki kemapuan yang sama. Selanjutnya berdasarkan hasil

penghitungan uji homogenitas data pada kedua kelas untuk nilai posttest

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7

Hasil Uji homogenitas posttest

`Varians Taraf

signifikan

F

hitung

F tabel Keterangan

Eksperimen Kontrol

54,46 34,510 0,05 1,578 1,85 Data homogen

Dari hasil penghitungan, F hitung < F tabel (1,578 < 1,85 ) maka Ho

diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat dilakukan posttest

kedua kelompok berasal dari populasi yang homogen. Artinaya, tidak

terdapat perbedaan latar belakang maupun kemampuan dari sampel yang

mempengaruhi hasil penelitian.

c. Uji Hipotesis Penelitian

Uji Pretest yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui

kemampuan awal yang sama antara kelas eksperimen dan kelas Kontrol.

Hasil penghitungan Uji-t pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat

dilihat pada tabel berikut:Tabel 8

Hasil uji –t pretestT hitung T tabel kesimpulan

1,19 1,67 Tolak Ha dan terima Ho

Berdasarkan penghitungan didapat t hitung < t tabel sehingga t hitung

didalam daerah penerimaan Ho atau dapat dikatakan Ho diterima. Artinya

nilai rata-rata pretest kedua kelas sama. Dengan mengasumsikan nilai pretest

konsep organisasi kehidupan sebagai kemampuan awal , maka kedua kelas

dikatakan memeliki kemampuan awal yang sama. Pengujian Ho yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh hasil belajar biologi siswa yang diajar

72

muzanip alperi, 30/03/19,
Agar konsisten dalam setiap penulisan untuk 1 artikel
Page 73: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

dengan teknik GNT pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

hasil belajar siswa yang hanya diberi model pembelajaran kooperatif tipe

STAD saja digunakan uji –t posttest. Dengan kreteria pengujian yaitu, jika t

hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika t hitung > t

tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil penghitungan uji –t kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.8

Hasil Uji-t PosttestT hitung T tabel kesimpulan

3,87 1,67 Tolak Ho dan terima Ha

Berdasarkan penghitungan didapat t hitung > t tabel. Sehingga t

hitung diluar daerah penerimaan Ho atau dapat dikatakan Ho ditolak.

Artinya , terdapat pengaruh hasil belajar siswa yang dengan teknik GNT

pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan hasil belajar siswa

yang hanya diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD saja.

Dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan didapat hasil

bahwa thitung > ttabel dan dapat dikatakan Ho ditolak. Artinya, hipotesis

alternatif ( Ha) diterima, yang menyatakan terdapat pengaruh hasil belajar

siswa yang dengan teknik GNT pada model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dengan hasil belajar siswa yang hanya diberi model pembelajaran

kooperatif tipe STAD saja pada taraf signifikan 5 %. Hal ini didukung dengan

penelitian pratisara ( 2011) yang menyatakan bahwa Guided Note Taking

meningkatkan hasil belajar siswa ranah kognitif. Slameto (1995 ) menyatakan

bahwa hasil belajar merupakan akibat dari proses belajar, dimanapun siswa

berada mereka mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar dan

memahami sesuatu. Karena itu berlajar berlangsung terus-menerus

berdasarkan pengalaman, pergaulan, dan komunikasi dengan orang lain.

Adanya perbedaan hasil belajar pada kedua kelas tersebut disebabkan

perbedaan perlakuan pada saat proses pembelajaran yang dilakukan, proses

pembelajaran pada kelas kontrol hanya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dimana siswa hanya diberikan materi dengan ceramah

tanpa melibatkan siswa secara aktif. Sementara proses pembelajaran pada

73

Page 74: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

kelas eksperimen menggunakan teknik GNT pada model pembelajaran tipe

STAD, yaitu pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas siswa secara

keseluruhan dan siswa terlihat sangat aktif mendengar penjelasan guru sambil

membuat catatan poin –poin penting materi pelajaran melalui pengisian hand-

out yang diberikan kepada siswa. Zaini, Munthe dan Aryuni ( sebagaimana

dikutip dalam Musrifah, 2013) mendefinisikan teknik GNT merupakan teknik

pembelajaran dimana seorang guru menyiapkan bagan atau skema atau lain

yang dapat membantu perseta didik dalam membuat catatan ketika guru

menerangkan. GNT atau catatan terbimbing dirancang supaya metode

ceramah yang digunakan oleh guru mendapat perhatian siswa.

SIMPULAN

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Division

(STAD ) dengan tipe Guided Note Taking ( GNT) berpengaruh secara

signifikan terhadap hasil belajar siswa pada Konsep Organisasi Kehidupan

kelas VII SMPN 04 Mukomuko. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil

belajar siswa yang diajarkan dengan teknik GNT lebih tinggi dibanding

dengan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan tipe STAD saja dengan

hasil penghitungan t hitung = 3,87 > ttabel = 1,67 . Hasil belajar kedua kelas

berbeda signifikan.

SARAN

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan teknik GNT yang bisa

meningkatkan hasil belajar sebaiknya dilakukan dengan langkah – langkah

sebagai berikut: 1) Dalam menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan

teknik GNT ,guru harus senatiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada

siswa agar catatan yang dihasilkan dari handout sesuai dengan apa yang

menjadi rangkuman dalam pembelajaran, 2) Pemilihan kelompok kooperatif

STAD harus benar-benar homogen, 3) Pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan teknik GNT dapat dijadikan alternatif serta variasi dalam teknik

pembelajaran.

74

Page 75: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

Archambault, J. 2008.The Effekof Developing Kinematics Concepts Graphically Prior to Introducing Algebraic Problem Solving Techiques. Action Research Required For The Master Of NaturalScience Degree With Concentration in Physics Arizona State University. Jurnal EduBio Tropika, 3 (2) : 51-97, Oktober 2015

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dyah Erlina Sulistianingrum, Slamet Santoso, dan Joko Arianto. (2012). Pengaruh Strategi GNT Dengan Mengoptimalkan Penggunaan Alat Peraga.Jurnal Pendidikan Biologi

Irma Pujiati. (2008). Peningkatan Motivasi dan ketuntasan Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.Jurnah Ilmiah kependidikan, 1.2008.70.

Jahidin.(2010). Pengaruh Strategi Pembelajaran Terhadap Penguasaan Konsep Biologi.Jurnal Evaluasi Pendidikan

Murphy, T. M, and Cross. ( 2002 ). Should Student get the instructor’s lecture notes. Journal of Bilogical Education, Vol 5, No. 36, 72-75

Musrifah. (2013). Pengaruh Teknik GNT Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII Pada Konsep Organisasi Kehidupan. Jakarta: Tugas Akhir Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pratisara, A. ( 2011 ). Strategi Guided Note Taking berbantuan Media Cakram Padat (cp) Pembelajaran pada Materi Sistem Regulasi Manusia di SMA Institut Indonesia Semarang.Skripsi S1. Semarang: Pendidikan Biologi UNNES.

75

muzanip alperi, 03/30/19,
Perhatikan aturan APA dalam penulisan Daftar Pustaka untuk jurnal, buku dan seterusnya....
Page 76: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Pratowo,A. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press

Slameto. ( 2003 ). Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Slavin, Robert E.( 2013). Cooperatif Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung.

Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tenatang sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: 2003.

Williams, R.L. dan Eggert, A. (2002 ). Notetaking Predictors of test performance.Teaching of Psychology.

76

Page 77: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

PENERAPAN MODEL PBM BERBANTUAN ALAT PERAGA BUPE UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SDN 01 KOTA BENGKULU

Desi AndrianiSD Negeri 01 Kota Bengkulu

abstract

This study was to describe the application of the problem-based learning model (PBM) assisted by BUPE teaching aids to improve the activities and learning outcomes of Mathematics in class IV B at SDN 1 Bengkulu Municipality. Against the backdrop of the lack of teaching aids that are less interesting and the low activity and results of learning mathematics, student learning outcomes were still under the minimal criteria score, to overcome the problems above are needed teaching aids learning mathematics that was able to present concrete visualization of abstract concepts. Therefore the researchers applied BUPE teaching aids in combination with a problem based learning model. The research methodology used CAR, with 36 subjects. Data collection techniques were observation, documentation and testing. The results of the study proved that the average learning activity in cycle 1 an average score of 54 this was classified as lacking and in the second cycle a score of 79 was considered sufficient. The average pre and post test results increased, namely pre test 60 to 79 cycles 1 and 85 in cycles 2, mastery learning from 64% to 86.1% cycle 1 and in cycle 2 to 90%. The conclusion of this study was the increase in activity and the results of mathematics learning for fourth grade students of SDN 1 Bengkulu Municipality.

             Keywords: PBM Model, BUPE, activities, learning outcomes.

PENDAHULUANPembelajaran di harapkan dapat mengubah perilaku siswa dari yang

belum tahu menjadi tahu, dari yang belum baik menjadi baik. Begitu pula

yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran matematika di sekolah

77

Page 78: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

dasar. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran dapat di lihat dari hasil

evaluasi yang dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Untuk melihat bagaimana taraf keberhasilan guru dalam pembelajaran siswa

secara tepat dan dapat dipercaya, kita memerlukan informasi yang didukung

oleh data yang objektif dan memadai tentang indikator–indikator perubahan

perilaku dan pribadi para siswa. Peran guru menjadi fungsi keberhasilan

dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah, selain bertanggung

jawab untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif

yang mendorong siswa untuk melaksanakan pembelajaran.

Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru di mulai

dari perencanaan pembelajaran yang baik. Memilih model dan alat peraga

yang tepat dalam pembelajaran matematika akan menarik minat siswa untuk

lebih memahami materi yang di ajarkan siswa.

Guru merupakan orang yang sangat berperan dalam penyelenggaraan

pembelajaran di kelas. Agar pembelajaran berhasil, guru harus aktif di

antaranya dalam hal mendorong siswa untuk aktif belajar dan memberikan

pengalaman belajar yang memadai kepada siswa, keterlibatan siswa dalam

pembelajaran mampu memberikan kesempatan yang luas pada siswa untuk

terlibat dalam proses pemecahan masalah di dalam lingkungan belajar

sebagaimana realita yang ada. Terutama pembelajaran matematika sangat di

butuhkan oleh siswa dalam pemecahan masalah sehari-hari yang berkaitan

dengan realita di kehidupanya

Sebagian besar materi matematika memerlukan penanaman konsep

awal yang mendalam agar siswa dapat lebih memahami materi-materi

berikutnya yang lebih lengkap. Kurangnya penanaman konsep awal tentang

pecahan akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan-kesulitan dalam

penyelesaian soal-soal yang berhubungan dengan materi pecahan (Sutrisno,

2008:2).

Dalam memahami materi pembelajaran matematika seorang guru

harus memahami aktivitas belajar siswa yang baik agar pembelajaran dapat

terlaksana dengan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di inginkan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas artinya adalah

78

Page 79: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

“kegiatan/keaktifan”.  W.J.S. Poewadarminto (2002) menjelaskan aktivitas

sebagai  suatu kegiatan atau kesibukan. Belajar menurut Dimyati dan

Mudjiono (1999:7) merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. 

Selanjutnya Sardiman (1994:24) menyatakan: “Belajar sebagai suatu proses

interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud

pribadi, fakta, konsep ataupun teori”. Dengan demikian aktivitas belajar

adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (antara guru

dan siswa) untuk mencapai tujuan pembelajaran.  Aktivitas yang

dimaksudkan adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam

pembelajaran akan berdampak terciptanya situasi belajar aktif.

Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman

atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku

(Hudoyo, 1979:107). Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah

laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang

mendorong pribadi yang bersangkutan. Hasil belajar merupakan hal yang

tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena pembelajaran merupakan

proses, sedangkan hasil belajar merupakan hasil dari pembelajaran. Untuk itu

para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan

pandangan yang mereka anut. Hasil belajar adalah hasil pengukuran dari

penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun

kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada

periode tertentu.

Belajar matematika merupakan suatu bentuk pembelajaran

menggunakan bahasa simbol dan membutuhkan penalaran serta pemikiran

yang logik dalam pembuktiannya. Dalam belajar matematika pengalaman

belajar yang lalu memegang peranan untuk memahami konsep-konsep baru.

Materi pembelajaran yang di ambil oleh peneliti adalah materi Pecahan.

Menurut Nuharini ( 2016:17) Pecahan adalah pembagian dua bilangan bulat

dengan bilangan yang dibagi disebut pembilang dan bilangan pembagi

disebut penyebut.

.Aktivitas siswa yang baik akan menhasilkan pembelajaran yang

sesuai dengan tujuan hal ini juga di pengaruhi oleh model pembelajaran yang

79

Page 80: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

di pilih oleh guru. Satu diantara banyak model pembelajaran, model

pembelajaran berbasis masalah menjadi pertimbangan peneliti untuk

mencobanya.

Menurut Husnidar (2014:73) menghendaki agar siswa aktif untuk

memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Agar siswa aktif diperlukan

desain bahan ajar yang sesuai dengan mempertimbangkan pengetahuan siswa

serta guru dapat memberikan bantuan atau intervensi berupa petunjuk

(scaffolding) yang mengarahkan siswa untuk menemukan solusinya.

Menurut Faturrohman ( 2006:5) menarik kesimpulan :“pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan adanya permasalahan. Masalah yang dijadikan pembelajaran dapat muncul dari mahasiswa atau dosen. Sehingga mahasiswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dijadikan pembelajaran”

Pembelajaran yang di dasarkan pada banyaknya permasalahan yang

membutuhkan penyelidikan autentik yaitu penyelesaian nya ta dari

permasalahan nyata (Trianto 2011:67) menurut Trianto pembelajaran berbasis

masalah ada 5 sintak yang harus di perhatikan yaitu fase 1. Orientasi siswa

kepada masalah. Fase 2. Mengorganisasikan siswa, fase 3. Membimbing

penyelidikan individu dan kelompok, Fase 4. Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya, Fase 5. Menganalisa dan mengevalusi proses

pemecahan masalah.

Model pembelajaran berbasis masalah di padukan dengan sebuah alat

peraga yang di beri nama BUPE. Alat peraga bunga pecahan ( BUPE )

merupakan alat peraga berbentuk bunga yang jumlah kelompaknya

disesuaikan dengan jumlah pecahan dan terbuat dari kain flannel dan karton

padi.

Gambar 1. Media BUPE

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa dalam penyajian

materi pelajaran guru masih menggunakan media yang kurang menarik. Nilai

yang diperoleh siswa dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk

nilai KKM mata pelajaran matematika pada tahun pelajaran 2018/2019 yaitu

80

Page 81: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

70 sedangkan diperoleh nilai KKM mata pelajaran matematika hanya 60. Satu

cara menyelesaikan permasalahan di atas penulis mengadakan Penilaian

Tindakan Kelas (PTK) dengan judul Penerapan Model PBM berbantuan alat

peraga BUPE untuk meningkatkan aktivitas dan hasil pembelajaran

matematika di Kelas IV B SDN 1 Kota Bengkulu.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Apakah ada peningkatan aktivitas dan hasil pembelajaran dengan

menggunakan BUPE pada pembelajaran Matematika di Kelas IV B Sekolah

Dasar Negeri 1 Kota Bengkulu ?

Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatnya aktivitas dan hasil

pembelajaran matematika di kelas IV B SDN 1 Kota Bengkulu yang

berakibat meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi matematika

khususnya meteri tentang pecahan di Kelas IV B SDN 1 Kota Bengkulu.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini gabungan antara Kualitatif dan

kuantitatif. Desain Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas yang terdiri

atas 2 siklus. Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart

(Arikunto, 2014:137) yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan ; 3) observasi dan

4) refleksi. Waktu pelaksanaan penelitian bulan Agustus 2018 di Kelas 4 B

SD Negeri 1 Kota Bengkulu dengan jumlah siswa 36 orang siswa yang terdiri

atas 17 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.Tabel 1. Metode dan Instrumen penelitian

NO

Jenis data Metode Instrumen Pelaksanaan

1 Aktivitas belajar

Observasi Lembar observasi

Pembelajaran berlangsung

2 Hasil belajar Tes Tes Akhir pembelajaran

Berdasarkan tabel 1 di atas untuk mengukur penilaian konsep

berdasarkan hasil belajar siswa yang diberikan berupa tes di akhir pembelajar

hal ini dianalisis menggunakan kriteria ketuntasan minimal (KKM) SDN 1

Kota Bengkulu yaitu 70, dan aktivitas belajar menggunakan lembar observasi

81

Page 82: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

yang di analisis secara deskriptif untuk melihat aktivitas belajar siswa dengan

skor sangat baik jika skor 90 sampai 100, kriteria baik jika skor 80 sampai 89,

kriteria cukup jika skor 70 sampai 79 dan kriteria kurang jika skor 0 sampai

69. Aktivitas berhasil jika minimal kriteria aktivitas siswa terkatogori cukup.

Peningkatan pemahaman konsep dari penelitian tindakan kelas di

hentikan jika ketuntasan belajar minimal 75% dari jumlah siswa diatas KKM

70 dan tingkat aktivitas belajar siswa rata-rata minimal 70.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertemuan pertama peneliti memberikan soal pre tes dengan waktu 1

x 35 menit. Siswa mengerjakan soal dengan baik dalam waktu 30 menit yang

dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Agustus 2018 yang sebelumnya sudah di

laksanakan pembelajaran yang belum menggunakan media pembelajaran

dengan KKM 70.

Penulis bersama observer menentukan indikator materi tentang bentuk

bentuk pecahan dan menyiapkan rencana pembelajaran, lembar observasi dan

soal tes.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah melalui tahapan yaitu :

Fase 1 Orientasi siswa kepada masalah: Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan alat dan bahan yang digunakan kan untuk

pembelajaran dan siswa terlibat aktif dalam pemecahan masalah.

Fase 2 Mengorganisasikan siswa: Siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan  dengan masalah

pecahan, siswa dibentuk menjadi 6 kelompok yang setiap kelompok terdiri

atas 6 orang siswa.

Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok: Siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah pecahan

82

Page 83: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: Siswa

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan

berbagi tugas dengan teman dalam diskusi kelompok masing masing.

Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah:

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi pecahan dan meminta kelompok

presentasi hasil diskusi.

Hasil belajar siswa dalam bentuk histogram seperti yang terlihat pada grafik 1

Grafik 1. Hasil pre tes dan post test siswa

Berdasarkan hasil pre test diperoleh rata-rata nilai siswa 60 dan

ketuntasan 64%. Sedangkan untuk hasil post testnya diperoleh nilai rata –

rata 79 dan ketuntasan 86,1%. Secara klasikal ketuntasan belajar siswa 86,1

% sehingga disimpulkan pembelajaran dengan penerapan model

pembelajaran berbasis masalah berbantuan alat peraga BUPE dikategorikan

tuntas, karena kelas dianggap tuntas dalam pembelajaran matematika di SDN

1 Kota Bengkulu apabila 70% dari jumlah siswa memperoleh nilai lebih dari

70 tetapi berdasarkan hasil refleksi di siklus 1 aktivitas pembelajaran masih

memperoleh skor 54 dengan kriteria kurang, berdasarkan data ini peneliti

melanjutkan di siklus ke 2.

Pelaksanaan siklus 2 ini pelaksanaannya hampir sama dengan siklus 1

yang membedakan indikator materinya tentang membandingkan pecahan

biasa, untuk pengelompokan siswa di siklus 1 siswa di beri kebebasan

menetukan teman sendiri sedangkan disiklus 2 anggota kelompok di buat

heterogen dan guru yang menentukan.

Aktivitas dan hasil belajar siswa dapat di lihat di grafik di bawah ini.

83

Page 84: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Grafik 2. Aktivitas pembelajaran siswa

Grafik 3. Grafik hasil pembelajaran

Berdasarkan hasil siklus 1 diperoleh rata-rata nilai siswa 79 dan

ketuntasan 86,1 %. Untuk hasil belajar diperoleh nilai rata – rata 85 dan

ketuntasan 90 %.

Secara klasikal ketuntasan belajar siswa 90% sehingga disimpulkan

pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah

berbantuan alat peraga BUPE dikategorikan tuntas, karena kelas dianggap

tuntas dalam pembelajaran matematika di SDN 1 Kota Bengkulu apabila 70%

dari jumlah siswa memperoleh nilai lebih dari 70 tetapi bersadarkan hasil

refleksi di siklus 1 aktivitas pembelajaran masih memperoleh skor 54 dengan

kriteria kurang, dan siklus ke 2 menjadi 79 dengan kriteria Cukup. Hal ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya dari Wulandari ( 2019:12) Penerapan

model Pembelajaran Berbasis Masalah pada proses pembelajaran siswa kelas

SMP Negeri 14 Pekanbaru telah dapat membuat siswa menjadi lebih aktif

dalam kegiatan pembelajaran. Siswa juga lebih berpartisipasi aktif dalam

kegiatan diskusi kelompok sehingga siswa dapat lebih memahami konsep

materi yang diajarkan dan dapat secara mandiri dalam penyelesaian masalah.

Berdasarkan hal inilah siklus 2 kita hentikan.

84

Page 85: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Gambar 2. Pembelajaran PBM berbantuan BUPE

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan penerapan

model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media BUPE dapat

meningkatkan aktivitas pembelajaran hal ini terbukti adanya peningkatan

aktivitas pembelajaran dari skor 54 menjadi 79 dengan kriteria dari kurang

menjadi cukup, dan meningkatnya hasil pembelajaran siswa nilai Pretest 60

menjadi 79 siklus 1 dan 85 siklus ke 2 dengan ketuntasan belajar dari 64 %

menjadi 86,1% siklus 1 dan siklus ke 2 menjadi 90%.

Saran

Saran dari penelitian ini hendaknya guru menggunakan media dan model

pembelajaran dalam melaksanakan pembelajaran matematika karena

karakteristik siswa sekolah dasar lebih memahami konsep jika menggunakan

benda nyata tanpa menghayalkan dan menggunakan model pembelajaran

yang lebih menyenangkan.

85

Page 86: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hudoyo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya didepan kelas. Surabaya : IKIP Surabaya.

Husnidar, 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa.

Jurnal Didaktik Matematika. file:///C:/Users/ASUS/Downloads/SM.pdf. Diundah 30 Maret 2019

Faturrohaman. 2006. Model-model Pembelajaran. Publikasi pada pelatihan guru Traumatik.Universitas Negeri Yogyakarta. http://staffnew.uny.ac.id/upload/pengabdian/model-model-pembelajaran.pdf di unduh tanggal 30 Maret 2019

Nuharini. 2016. Buku Guru Mari Belajar Matematika untuk SD Kelas IV. Jawa Tengah: Usaha Makmur.

Poewardarminto. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Sardiman, 1994. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Surabaya : Usaha Nasional.

Sutrisno, 2008. Study tentang Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal Operasi Hitung Bilangan Pecahan di Kelas V SDIT IQRA’ Kota Bengkulu. Bengkulu. UMB.

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Wulandari Tri. 2019. The Implementation Of Problem Based Learning Model To Increase The Outcomes Of Mathmatich Leraning Of The Students Of Class In SMP NEGERI 14 PEKANBARU. Jurnal. JOM FKIP – UR Volume 6

86

Page 87: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Edisi 1 JANUARI – JUNI 2019. file:///C:/Users/ASUS/Downloads/SM%20(1).pdf. Di unduh tanggal 30 Maret 2019

PENGGUNAAN MEDIA KARBU UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR

PPKN DI KELAS V SDN 01 KOTA BENGKULU

SyarmayeniSDN 01 Kota Bengkulu

abstract

This Classroom Action Research was aimed to improve PPKn learning activities and aotcomes. The Subject of this Classroom Action Research was 30 students of class VA SDN 1 Kota Bengkulu. Data collection technique was used a test. Processing data was used qualitative analysis techniques using simple statistics. The results obtained were an increasing in learning activities. Before the cycle there were 25 students not yet be in minimal ctriteria level. In cycle I, there were 12 students or 40% of students not yet be in minimal criteria level. After reflecting and doing improvement in cycle II only 3 students or 10% not be in minimal criteria level. Minimal criteria level in SDN 1 Kota Bengkulu is 70.Based on the results obtained in terms of mastery learning and class averages, it was concluded that PPKn learning by using karbu media could improve learning activities outcomes seen from the values before using the karbu media average class 60. The average increased from 70 in cycles 1 to 81 in cycles 2.

Keywords: media karbu, learning activities, PPKn

PENDAHULUAN

Hasil evaluasi siswa pada semester 1 tahun pelajaran 2018/2019 pada

tanggal 28 Juli 2018 masih rendah. Hasil evaluasi menunjukkan 83% (25

siswa dari 30 siswa) belum mencapai nilai KKM 70. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya aktivitas siswa dalam belajar. Strategi yang digunakan untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan media.

Munir (2008: 138) Media berasal dari kata Medium yang artinya

perantara atau pengantar. Dengan demikian media pembelajaran dapat

diartikan sebagai perantara sampainya pesan belajar (message learning) dari

87

Page 88: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

sumber pesan (message resource) kepada penerima pesan (message receive),

sehingga terjadi interaksi belajar mengajar. Media dalam penelitian ini berupa

kartu yang dirancang oleh guru. Kartu tersebut berisi butir-butir yang ada di

dalam kelima sila Pancasila, sehingga dinamakan kartu butir-butir yang

selanjutnya dinamakan karbu. Karbu terdiri dari 45 kartu, setiap kartu

memuat 1 butir Pancasila.

Wulandari dan Sukirno (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan

bahwa aktivitas siswa dapat meningkat dengan menggunakan media

monopoli. Mursalina (2014) menyatakan bahwa media kartu pintar efektif

terhadap aktivitas dan hasil belajar.

Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

adalah salah satu mata pelajaran pokok di sekolah dasar. Dalam kaitannya

dengan pembentukan warga negara Indonesia yang demokratis dan

bertanggung jawab, pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(PPKn) memiliki peranan yang strategis dan penting, yaitu membentuk sikap

siswa dalam berperilaku keseharian, sehingga diharapkan setiap individu

mampu menjadi pribadi yang baik, pribadi yang mengamalkan nilai-nilai

pancasila dan norma-norma konstitusi di sekolah.

Berdasarkan paparan masalah yang telah dijelaskan, guru perlu

merancang pembelajaran yang lebih menarik. Pembelajaran yang menarik ini

bisa dicapai melalui penciptaan media pembelajaran yang dapat

menumbuhkan antusiasme peserta didik. Hal lain yang dapat dilakukan guru

adalah melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran. Guru juga

perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat

menghasilkan sebuah produk yang dapat mengembangkan kemampuan,

keterampilan dan kreativitas serta dapat mengkomunikasikannya dengan baik.

Uraian di atas menjadi acuan bagi penulis sebagai guru PPKn SD untuk

melakukan perbaikan terhadap pembelajaran PPKn dengan merancang

pembelajaran dengan menggunakan media kartu butir-butir Pancasila (karbu).

Butir-butir Pancasila yang sebelumnya berjumlah 36 butir, sekarang

sudah berjumlah 45 butir. Berikut ini 45 butir –butir Pancasila :Tabel 1 Butir-butir Pancasila

88

Page 89: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Materi pembelajaran PPKn di kelas 5 semester 1 meliputi:

mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari (KD 3.1),

memahami hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga dalam

kehidupan sehari-hari (KD 3.2), menelaah keberagaman sosial budaya

masyarakat (KD 3.3), menggali manfaat persatuan dan kesatuan untuk

membangun kerukunan hidup (KD 3.4), Media karbu digunakan guru untuk

membantu siswa mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan

sehari-hari.

Media ini dirancang pada kertas kambing dengan ukuran 7cm x 10cm,

yang berisi butir-butir Pancasila. Pada sisi depan terdapat gambar lambang

sila dari Pancasila dan sisi belakangnya berisi tentang salah satu butir dari

Pancasila. Berikut ini gambaran media karbu:

89

Page 90: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Sisi depan Sisi belakang

Gambar 1 Rancangan Media Karbu

Media ini dibuat sebanyak 45 buah, sesuai jumlah butir-butir dalam

Pancasila. Tulisan di ketik dengan menggunakan komputer, kemudian diprint

dan digunting.

Langkah-langkah penyajian program pembelajaran dapat dilihat pada

tabel 2.Tabel 2 Rancangan Media Karbu

Kegiatan

Awal

a. Penyampaian tujuan

pembelajaran serta tugas-

tugas yang harus dilakukan

selama proses pembelajaran.

b. Pembagian kelompok.

c. Memotivasi siswa dengan

memberikan apersepsi berupa

pertanyaan yang mengarah

pada materi pembelajaran.

Kegiatan

inti

a. Guru memulai pembelajaran

dengan memberikan

informasi singkat tentang

materi sesuai indikator

pembelajaran Siswa diberi

tugas berkelompok

b. Guru membagikan media

karbu dan lembar kerja

c. Siswa berdiskusi dan

membagi tugas di dalam

kelompok, masing masing

siswa mendapat satu tugas

90

Sila pertamaKetuhanan Yang Maha Esa

BUTIR 1Bangsa Indonesia menyatakan

kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

Page 91: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

untuk memahami butir-butir

Pancasila yang terdapat pada

media karbu.

d. Siswa mempresentasikan

hasil kerja kelompok

Kegiatan

penutup

a. Pengumuman kelompok

terbaik

b. Evaluasi

c. Menyimpulkan pelajaran

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan di

SD Negeri 1 Kota Bengkulu tahun ajaran 2018/2019 semester 1. Subjek

penelitian adalah siswa kelas VA yang berjumlah 30 orang. Penelitian

dilakukan pada bulan Agustus 2018. Penelitian ini dilakukan 2 siklus. Setiap

siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, tindakan,

pengamatan.

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati

kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah

tindakan yang dimunculkan (Mulyasa, 2013:11). Tindakan yang diberikan

dalam penelitian ini berupa penggunaan media kartu butir-butir (karbu).

Cara penggunaan media karbu adalah sebagai berikut:

1. Media karbu dibagikan kepada setiap kelompok.

2. Siswa memperlajari dan memahami setiap informasi yang ada di media

karbu.

3. siswa berdiskusi sesuai lembar kerja.

4. siswa bertanya jawab dengan teman satu kelompok untuk memantapkan

saat mempresentasikan hasil kelompok.

91

Page 92: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Tindakan siklus 1 dilakukan untuk menemukan dan mengidentifikasi

kelemahan pada pra siklus, kemudian siklus 2 untuk memperbaiki kelemahan

siklus 1.

Teknik pengumpulan data pada penelitian adalah data kualitatif

melalui teknik tes dan obervasi. Tes dilakukan pada setiap akhir siklus yang

digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Tes uji kompetensi

dilaksanakan pada materi tematik yang memuat mupel PPKn KD 3.1

Mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Observasi

dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu soal tes pilihan

ganda, lembar pengamatan aktivitas belajar, dan lembar pengamatan

pelaksanaan pembelajaran. Soal tes pilihan ganda digunakan untuk menilai

hasil belajar siswa. Lembar aktivitas belajar digunakan untuk menilai

aktivitas belajar siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya

atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif,

baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping

menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar,

dan rasa percaya diri sendiri (E.Mulyasa, 2006). Indikator keberhasilan dalam

penelitian ini adalah meningkatnya aktivitas belajar yang dicapai oleh siswa

selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan media kartu

sekurang-kurangnya aktivitas belajar siswa dapat mencapai 75%. Aktivitas

belajar dalam penelitian ini adalah (1) aktivitas bertanya, (2) aktivitas

berpendapat, (3) aktivitas mengungkapkan kembali, (4) mencatat hal-hal

penting. Berikut ini tabel aktivitas dan hasil belajar siswa pada siklus 1 dan

siklus 2 menggunakan media karbu:Tabel 1 Aktivitas Belajar

N

o

Siklus Aktivitas 1 Aktivitas 2 Aktivitas

3

Aktivitas

4

1 S1 18 10 18 20

2 S2 12 23 25 29

92

Page 93: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

Pada siklus 1 aktivitas 1 siswa yang bertanya terdapat 18 siswa atau

60% menurun menjadi 12 siswa atau 40%. Aktivitas 2 siswa yang

berpendapat meningkat dari 10 siswa atau 33% meningkat menjadi 23 siswa

atau 76%. Aktivitas 3 siswa yang mengungkapkan kembali meningkat dari 18

siswa atau 83%. Aktivitas 4 siswa yang mencatat hal penting terdapat 20

siswa atau 67% meningkat menjadi 29 siswa atau 97%. Secara umum

aktivitas siswa meningkat kecuali pada aktivitas 1 yaitu aktivitas siswa

bertanya terjadi penurunan dikarenakan siswa sudah mulai terlibat aktif dan

terbiasa dalam menggunakan media karbu. Berbeda pada siklus 1 siswa lebih

banyak mendekati guru dan bertanya bagaimana cara menggunakan media

karbu dan cara mengerjakan LKS.Tabel 2 Hasil evaluasi

No Siklus Rata-rata Tertinggi Terendah % Tuntas

1 S1 70 90 30 60

2 S2 81 100 50 90

Pada Siklus 1 sebanyak 18 orang sudah menguasai dan 12 orang

belum menguasai kompetensi dasar karena memperoleh nilai kurang dari 70.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) muatan pelajaran PPKn adalah 70.

Ketuntasan kelas 60% dengan nilai rata-rata kelas 70. Terdapat 12 orang

siswa memperoleh nilai di bawah KKM. Pada Siklus 2 meningkat siswa yang

menguasai kompetensi dasar 27 orang dan yang belum menguasai kompetensi

dasar sebanyak 3 orang. Ketuntasan kelas 90% dengan rata-rata nilai 81.

Dengan melihat hasil yang diperoleh maka secara ketuntasan belajar

maupun rata-rata kelas, disimpulkan bahwa pembelajaran PPKn dengan

menggunakan media karbu berhasil dengan baik dalam mengidentifikasi

nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan

tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikemukan oleh (Aqib,

2018:13) yaitu peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil

pembelajaran.

93

Page 94: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran PPKn dengan menggunakan media karbu dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mengidentifikasi nilai-nilai pancasila

dalam kehidupan sehari-hari.

Saran

Saran yang ingin disampaikan melalui tulisan ini adalah walaupun

PPKn di sekolah dasar diajarkan oleh guru kelas, namun harus tetap kreatif

dalam mengembangkan pembelajaran PPKn terutama dalam pengembangan

media pembelajaran. Sebagai guru diharapkan mampu mencari metode

pembelajaran PPKn yang interaktif agar siswa tidak merasa bosan.

94

Page 95: lpmpbengkulu.kemdikbud.go.id · Web viewKurangnya alat peraga juga makin memparah kondisi, sehingga belajar matematika memang menjadi suatu yang sangat menakutkan. Bermain adalah

Jurnal Pendidikan Bumi Rafflesia Copyright 2019 by LPMP BengkuluTahun ke-8, No. 2, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

E.Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Munir.2008.Kurikulum Berbasis Teknologi dan Informasi.Bandung: Alfabeta.

Mursalina. 2014. Keefektifan Kartu Pintar Pengetahuan Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Struktur Bumi. Jurnal of Eelementary Education Volume 3 No 2. Diakses 24 Maret 2019.

Wulandari, Erma dan Sukirno. 2012. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Monopoli Dalam Peningkatan Aktivitas Belajar Akuntasi Siswa Kelas X Akutansi 2 SMK Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Akutansi Indonsia X (1) hal 135-161. Diakses 24 Maret 2019

95