7
Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26 Yohan, et al. 20 * Corresponding author. Email address : [email protected] (Yohan) RADIATION GRAFTING OF STYRENE ONTO PTFE FILM Pencangkokan Radiasi Stirena Pada Film PTFE Yohan * , Rifaid M. Nur, Lilik Hendrajaya and E. S. Siradj Metallurgical and Material Department, Faculty of Engineering, University of Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424, Indonesia Received 10 February 2006; Accepted 27 February 2006 ABSTRACT Radiation grafting of styrene monomer onto poly(tetrafluoroethylene) (PTFE) film has been investigated. This research is emphasized on the conditioning of PTFE film. It was irradiated by -ray radiation at various irradiation dose from 2.5 12.5 kGy with dose rate 1.9 kGy/hour. Irradiated copolymer was then grafted by styrene monomer under various conditions. The results showed that degree of grafting increased by increasing irradiation dose, solvent concentration, temperature and time of grafting. The optimum condition of radiation grafting relatively was obtained at irradiation dose of 10 kGy, 2-propanol solvent, styrene concentration of 40 volume%, temperature and time of grafting of 70 o C and 6 hours each. Keywords: Radiation grafting, PTFE, Fuel cell.. PENDAHULUAN Sel bahan bakar (fuel cell) adalah suatu sel elektrokimia yang bekerja dengan cara mengubah energi kimia (reaksi antara hidrogen dan oksigen) menjadi energi listrik. Alat ini dianggap sebagai salah satu sumber energi listrik yang ramah lingkungan mengingat cara kerjanya yang secara keseluruhan tidak menghasilkan bahan-bahan yang membahayakan lingkungan. Berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan saat ini telah dikenal sel bahan bakar yang bernama Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC). PEMFC menggunakan polimer sebagai membran elektrolit dan biasanya sel ini beroperasi pada suhu yang relatif rendah (70-90 o C) dengan kerapatan daya yang cukup tinggi. Karena sifat-sifat inilah maka PEMFC banyak digunakan sebagai sumber daya bagi alat-alat elektronik portable dan alat-alat tranportasi [1]. Membran polimer merupakan komponen yang sangat penting dalam PEMFC mengingat peran komponen ini dalam memisahkan reaktan dan menjadi sarana transportasi ion hidrogen yang dihasilkan oleh reaksi anoda menuju katoda sehingga reaksi katoda yang menghasilkan energi listrik dapat terjadi. Persamaan reaksi yang terjadi di anoda dan katoda dapat dituliskan sebagai berikut: Anoda :H 2 2H + + 2e - Katoda : ½O 2 +H + + 2e - H 2 O Saat ini membran yang digunakan terbuat dari fluoro-polimer, yaitu politetrafluoroetilena (PTFE), dengan rantai cabang mengandung gugus asam sulfonat dan dikenal dengan nama dagang Nafion . Kemampuan Nafion untuk memisahkan reaktan dan menghantar proton sudah terbukti efisien. Namun, untuk mengembangkan PEMFC lebih lanjut, penggunaan terhadap bahan ini secara tekno-ekonomi menjadi kendala karena mahal dan secara teknis bahan ini masih kurang sempurna dalam hal menahan gas dan belum dapat mencegah fuel cross-over secara baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang mendasar dan sistematik guna mendapatkan membran alternatif yang di satu sisi mempunyai efisiensi pemisahan yang tinggi dan di sisi lain lebih ekonomis. Pencangkokan secara radiasi adalah salah satu metode untuk memodifikasi bahan-bahan polimer. Metode ini telah banyak digunakan misalnya untuk menyiapkan membran selektif penukar ion [2], membuat bahan elastomer [3], mengembangkan polimer yang ramah lingkungan [4], dan pengujian proses pembuatan membran penukar ion. Pada teknik ini radiasi seperti sinar- diperlukan sebagai suatu penginisiasi terjadinya proses polimerisasi. Pencangkokan dilakukan setelah polimer diiradiasi (pencangkokan iradiasi awal) [5,6]. Agar terjadi reaksi kimia antara bagian aktif polimer dan monomer maka pencangkokan metoda iradiasi dilakukan dalam suasana vakum [7] atau jenuh gas nitrogen [8]. Mekanisme reaksi kopolimerisasi meliputi tahap- tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi [6]. Pada pencangkokan secara radiasi, inisiasinya adalah radikal yang dihasilkan dari proses iradiasi polimer. Radikal polimer yang terbentuk pada tahap propagasi akan bereaksi dengan monomer. Selanjutnya pada tahap terminasi aktivitas pertumbuhan polimer akan terhenti.

RADIATION GRAFTING OF STYRENE ONTO PTFE FILM

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

20

* Corresponding author.Email address : [email protected] (Yohan)

RADIATION GRAFTING OF STYRENE ONTO PTFE FILM

Pencangkokan Radiasi Stirena Pada Film PTFE

Yohan*, Rifaid M. Nur, Lilik Hendrajaya and E. S. Siradj

Metallurgical and Material Department, Faculty of Engineering, University of IndonesiaKampus Baru UI Depok 16424, Indonesia

Received 10 February 2006; Accepted 27 February 2006

ABSTRACT

Radiation grafting of styrene monomer onto poly(tetrafluoroethylene) (PTFE) film has been investigated. Thisresearch is emphasized on the conditioning of PTFE film. It was irradiated by -ray radiation at various irradiationdose from 2.5 – 12.5 kGy with dose rate 1.9 kGy/hour. Irradiated copolymer was then grafted by styrene monomerunder various conditions. The results showed that degree of grafting increased by increasing irradiation dose,solvent concentration, temperature and time of grafting. The optimum condition of radiation grafting relatively wasobtained at irradiation dose of 10 kGy, 2-propanol solvent, styrene concentration of 40 volume%, temperature andtime of grafting of 70

oC and 6 hours each.

Keywords: Radiation grafting, PTFE, Fuel cell..

PENDAHULUAN

Sel bahan bakar (fuel cell) adalah suatu selelektrokimia yang bekerja dengan cara mengubahenergi kimia (reaksi antara hidrogen dan oksigen)menjadi energi listrik. Alat ini dianggap sebagai salahsatu sumber energi listrik yang ramah lingkunganmengingat cara kerjanya yang secara keseluruhan tidakmenghasilkan bahan-bahan yang membahayakanlingkungan.

Berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan saat initelah dikenal sel bahan bakar yang bernama ProtonExchange Membrane Fuel Cell (PEMFC). PEMFCmenggunakan polimer sebagai membran elektrolit danbiasanya sel ini beroperasi pada suhu yang relatifrendah (70-90

oC) dengan kerapatan daya yang cukup

tinggi. Karena sifat-sifat inilah maka PEMFC banyakdigunakan sebagai sumber daya bagi alat-alatelektronik portable dan alat-alat tranportasi [1].

Membran polimer merupakan komponen yangsangat penting dalam PEMFC mengingat perankomponen ini dalam memisahkan reaktan dan menjadisarana transportasi ion hidrogen yang dihasilkan olehreaksi anoda menuju katoda sehingga reaksi katodayang menghasilkan energi listrik dapat terjadi.Persamaan reaksi yang terjadi di anoda dan katodadapat dituliskan sebagai berikut:

Anoda : H2 2H+

+ 2e-

Katoda : ½O2 + H+

+ 2e- H2O

Saat ini membran yang digunakan terbuat darifluoro-polimer, yaitu politetrafluoroetilena (PTFE),dengan rantai cabang mengandung gugus asamsulfonat dan dikenal dengan nama dagang Nafion.

Kemampuan Nafion untuk memisahkan reaktan danmenghantar proton sudah terbukti efisien. Namun,untuk mengembangkan PEMFC lebih lanjut,penggunaan terhadap bahan ini secara tekno-ekonomimenjadi kendala karena mahal dan secara teknisbahan ini masih kurang sempurna dalam hal menahangas dan belum dapat mencegah fuel cross-over secarabaik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yangmendasar dan sistematik guna mendapatkan membranalternatif yang di satu sisi mempunyai efisiensipemisahan yang tinggi dan di sisi lain lebih ekonomis.

Pencangkokan secara radiasi adalah salah satumetode untuk memodifikasi bahan-bahan polimer.Metode ini telah banyak digunakan misalnya untukmenyiapkan membran selektif penukar ion [2],membuat bahan elastomer [3], mengembangkanpolimer yang ramah lingkungan [4], dan pengujianproses pembuatan membran penukar ion. Pada teknikini radiasi seperti sinar- diperlukan sebagai suatupenginisiasi terjadinya proses polimerisasi.Pencangkokan dilakukan setelah polimer diiradiasi(pencangkokan iradiasi awal) [5,6]. Agar terjadi reaksikimia antara bagian aktif polimer dan monomer makapencangkokan metoda iradiasi dilakukan dalamsuasana vakum [7] atau jenuh gas nitrogen [8].

Mekanisme reaksi kopolimerisasi meliputi tahap-tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi [6]. Padapencangkokan secara radiasi, inisiasinya adalahradikal yang dihasilkan dari proses iradiasi polimer.Radikal polimer yang terbentuk pada tahap propagasiakan bereaksi dengan monomer. Selanjutnya padatahap terminasi aktivitas pertumbuhan polimer akanterhenti.

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

21

Pada penelitian ini dikembangkan teknikpencangkokan iradiasi awal menggunakan film PTFEdan monomer stirena. Membran yang akan dihasilkandiharapkan mempunyai sifat daya hantar proton yanglebih tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat fuel cross-over pada Nafion. Oleh karena itu, pada penelitian iniakan diarahkan pada proses pengkondisian film PTFEpada berbagai suhu dan dosis radiasi.

METODE PENELITIAN

BahanBahan yang dipakai adalah PTFE dengan ketebalan

50 m buatan Chukoh Jepang, Stirena, 2-propanol,etanol, toluena, dan kloroform masing-masing buatanMerck, dan gas N2 dengan kemurnian tinggi.

PeralatanAlat yang digunakan untuk proses pencangkokan

dengan teknik radiasi awal adalah gelas cuplikan danalat vakum gelas yang didisain secara khusus, pompavakum, vacuum controller, penangas air, tabung gasnitrogen dan flowmeternya, oven, neraca analitik,seperangkat peralatan refluks, dan iradiator panoramaserbaguna – BATAN (aktivitas 13,9 kCi pada 15Februari 2005) dan iradiator karet alam – BATAN(aktivitas 94,1 kCi pada 13 April 2005).

Prosedur

Pengkondisian Film PTFECuplikan film PTFE berukuran 5x6 cm diekstraksi

12 jam dengan etanol lalu dikeringkan dalam oven.Cuplikan divakumkan kemudian dialiri dengan gasnitrogen. Selanjutnya cuplikan diiradiasi dengan sinar-pada dua kondisi. Kondisi pertama dilakukan diIndonesia (menggunakan iradiator karet alam – BATAN)pada suhu kamar dengan laju dosis 7,24 kGy/jam dandosis total dari 50 sampai 150 kGy. Kondisi kedua dilakukan di JAERI – Jepang pada suhu 34010

oC

dengan laju dosis 7,5 kGy/jam dan dosis total 60 kGy.Cuplikan film PTFE yang tidak dikondisikan dan

yang dikondisika masing-masing diberi kode sepertiyang terlihat pada Tabel 1.

Pembuatan Bahan MembranCuplikan film PTFE (Tabel 1) masing-masing

ditimbang hingga diperoleh berat konstan, kemudiandivakumkan dan dialiri dengan gas nitrogen. Selanjutnyacuplikan diiradiasi dengan sinar- (menggunakaniradiator panorama serbaguna – BATAN) dengan lajudosis 1,9 kGy/jam dan dosis total dari 2,5 sampai 12,5kGy. Setelah itu cuplikan yang telah diiradiasidivakumkan kembali dan ditambahkan stirena yang telahdialiri gas nitrogen lalu dicangkok pada suhu 70

oC

selama 4 jam. Hasil optimasi dari percobaan variasidosis total digunakan untuk mengulangi percobaan

Tabel 1 Pengkodean Cuplikan Film PTFENo Kode

cuplikanKeterangan

1. PTFE–Blanko

Film PTFE awal, tidak dikondisikan

2. PTFE–50/K

Film PTFE dikondisikan padasuhu kamar dengan dosis 50 kGy

3. PTFE–75/K

Film PTFE dikondisikan padasuhu kamar dengan dosis 75 kGy

4. PTFE–100/K

Film PTFE dikondisikan padasuhu kamar dengan dosis 100kGy

5. PTFE–125/K

Film PTFE dikondisikan padasuhu kamar dengan dosis 125kGy

6. PTFE–150/K

Film PTFE dikondisikan padasuhu kamar dengan dosis 150kGy

7. PTFE–60/340

Film PTFE dikondisikan padasuhu 34010

oC dengan dosis 60

kGy.

dengan variasi jenis dan konsentrasi pelarut, kemudianvariasi suhu dan waktu pencangkokan. Cuplikantercangkok stirena diekstraksi dengan kloroform danselanjutnya dikeringkan hingga diperoleh beratkonstan. Persen pencangkokan (PP) dihitung denganmenggunakan Persamaan 1.

%100xm

mmPP

a

ac (1)

di mana ma adalah massa film mula-mula dan mc

adalah massa film tercangkok.

Karakterisasi Bahan MembranGugus fungsi film tercangkok diuji dengan FTIR-

410 buatan JASCO dan topografi permukaannya diujidengan SEM JSM-840A buatan JEOL.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Politetrafluoroetilena (PTFE) adalah salah satupolimer yang tergolong dalam kelompok material yangmengandung fluor atau yang sering disebut sebagaikelompok fluoro-polimer. Seperti halnya jenis-jenisfluoro-polimer lainnya, PTFE mempunyai kestabilandan konduktivitas yang sangat baik. Pada penelitian ini,PTFE yang digunakan mempunyai ketebalan 50 mdan persen kristalinitas sebesar 14% [8]. Karena masihstudi awal, maka makalah ini hanya akanmendiskusikan pengaruh pengkondisian film PTFEterhadap hasil pencangkokan dengan teknik iradiasiawal. Faktor-faktor yang mempengaruhi proseskopolimerisasi pencangkokan iradiasi awal jugadipelajari, yaitu dosis total radiasi, jenis dankonsentrasi pelarut, serta suhu dan waktupencangkokan.

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

22

Pengkondisian Film PTFE

Apabila polimer diiradiasi pada kondisi inert, makaada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu terdegradasi(chain scissioning) atau berikatan silang (cross-linking).Pada proses degradasi terjadi pemutusan ikatan rantaiutama polimer, sedangkan pada pengikatan silangterbentuk ikatan antara molekul polimer [5,9].Perfluoropolimer diketahui sebagai polimer yang sensitifterhadap radiasi pengion. Bila diradiasi, maka PTFEakan mengalami degradasi yang permanen. Namun,bila kondisi radiasinya dibuat khusus, maka beberapaperfluoropolimer, seperti PTFE, dapat membentukikatan silang [10].

Gambar 1 memperlihatkan Perbedaan topografipermukaan antara film PTFE-Blanko dan film PTFEsetelah dikondisikan/diiradiasi dengan sinar- serta filmPTFE setelah proses pencangkokan (film PTFE-g-S).Terlihat bahwa permukaan film PTFE-Blanko beradapada kondisi struktur ikatan yang utuh (Gambar 1 (a)).Namun, ketika dikondisikan film PTFE mengalamiperubahan. Ternyata iradiasi film PTFE yang dilakukandi bawah kondisi suhu kamar menyebabkan terjadinyapemutusan ikatan. Makin tinggi dosis radiasi yangdiberikan menyebabkan ikatan rantai PTFE semakin

rusak. Hal ini dimungkinkan mengingat dengansemakin tingginya dosis radiasi pengaruh radiasiterhadap ikatan polimer semakin besar. Nampak padaGambar 1 (b) permukaan film PTFE mengalamikerusakan. Tetapi bila iradiasi dilakukan pada kondisisuhu 340

oC maka ikatan polimer PTFE tidak

mengalami kerusakan, malahan nampak adanyaikatan-ikatan silang (Gambar 1 (c)). Hal ini disebabkanpada suhu 340

oC kristalinitas film PTFE yang sebesar

14% mengalami pelelehan yang kemudian disusuldengan pembentukan amorf yang selanjutnya olehradiasi dapat membentuk ikatan-ikatan silang.

Menurut Sun [10] pembentukan struktur ikatansilang pada PTFE dapat menyebabkan terjadinyapenurunan titik leleh, kenaikan suhu transisi gelas dannilai ZST (Zero Strength Temperature). Kondisi iniberpengaruh pada saat terjadinya perubahan strukturikatan dari molekul linier menjadi struktur jaringan tigadimensi.

Perubahan struktur ikatan seperti yangdiperlihatkan pada Gambar 1 berdampak pada Massamolekul relatif (Mr) dan kekuatan mekanik masing-masing film. Pada peristiwa degradasi terjadi

Gambar 1 Pengaruh pengkondisian film PTFE Terhadap Struktur Ikatan Polimer. (a) FilmPTFE–Blanko; (b) film PTFE–100/K; (c) film PTFE–60/340; dan (d) film PTFE-g-S.

(a) (b)

(c) (d)

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

23

pengurangan Mr yang berdampak pada penurunan sifat-sifat mekanik. Pada pengikatan silang terjadipertambahan Mr karena adanya rantai cabang padapolimer. Pertambahan Mr ternyata sama sekali tidakberdampak pada penambahan kekuatan ikatan,malahan sifat-sifat mekaniknya mengalami sedikitpenurunan [10].

Ketika film PTFE, baik yang mula-mula maupunyang telah dikondisikan, dicangkok dengan teknikiradiasi awal ternyata semua topografi permukaannyahampir menyerupai. Gambar 1 (d) adalah contohtopografi permukaan pada film PTFE setelahdikondisikan pada dosis radiasi 60 kGy dan suhu 340oC. Hal ini menunjukkan bahwa proses pencangkokan

tetap berjalan pada berbagai kondisi film. Namunberapa besar persen pencangkokannya dan berapabesar kekuatan mekaniknya akan didiskusikan dalammakalah ini.

Proses Pencangkokan dengan Teknik Iradiasi Awal

Pengaruh Dosis Total RadiasiPengaruh dosis total radiasi terhadap persen

pencangkokan film PTFE (PTFE-g-S) ditunjukkan padaGambar 2. Terlihat bahwa pada semua kondisi filmPTFE ternyata persen pencangkokan PTFE-g-Ssemakin meningkat dengan semakin besarnya dosistotal radiasi yang diberikan. Hal ini dimungkinkanmengingat dengan semakin besarnya dosis radiasimaka jumlah radikal bebas yang akan terbentukmenjadi semakin banyak.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15

DOSIS TOTAL RADIASI [kGy]

PE

RS

EN

PE

NC

AN

GK

OK

AN

[%B

ER

AT

]

PTFE-BLANKO

PTFE-50/K

PTFE-75/K

PTFE-100/K

PTFE-125/K

PTFE-150/K

PTFE-60/340

Gambar 2. Pengaruh dosis total radiasi terhadap persenpencangkokan PTFE-g-S (Kondisi percobaan: laju dosis1,9 kGy/jam, monomer stirena 40% volume, pelarut 2-propanol, waktu pencangkokan 4 jam dan suhupencangkokan 70

oC).

Akibatnya reaksi kopolimerisasi dengan monomermenjadi semakin tinggi. Pada dosis total 2,5 kGyhingga 10 kGy peningkatan persenpencangkokannya proporsional. Namun setelah 10kGy peningkatan persen pencangkokannya tidak lagiproporsional.

Pengkondisian film PTFE sebelum prosespencangkokan dengan teknik iradiasi awal ternyataberpengaruh pada persen pencangkokan. Padaberbagai dosis total radiasi, seluruh film PTFE yangdikondisikan mempunyai persen pencangkokan yanglebih besar dari film PTFE mula-mula. Hal inidiperkirakan karena adanya pembentukan ikatansilang pada film-film yang terkondisikan. Adanyaikatan silang berpengaruh pada proses kopolimerisasi.Pengkondisian film pada suhu kamar memperlihatkanbahwa semakin besar dosis radiasi semakinberkurang persen pencangkokannya. Hal inidisebabkan dengan semakin besarnya dosis radiasimaka degradasi ikatan menjadi semakin besar.

Namun, pada pengkondisian yang dilakukan tidakpada suhu kamar, yaitu pada suhu 340

oC, diperoleh

persen pencangkokan relatif lebih tinggi dibandingkanfilm-film lainnya. Hal ini terjadi karena pada filmterbentuk ikatan silang. Semakin banyak ikatan silangmaka semakin besar pula kemungkinan terjadinyapencangkokan monomer.

Bila dosis total dinaikkan hingga melampauidosis total 12,5 kGy diperkirakan derajatpencangkokannya pun akan semakin meningkat.Namun kenaikan dosis total di atas 12,5 kGy perludihindarkan untuk mencegah kemungkinan terjadinyapenurunan sifat-sifat mekanik bahan membran yangdihasilkan [11]. Pencangkokan akan mencapai batastertentu pada dosis yang lebih tinggi karena adanyarekombinasi antara radikal-radikal bebasnya [12].Pada polimer semikristalin semacam PTFE, dosis totalyang tinggi akan menyebabkan peningkatankristalinitas. Peningkatan kristalinitas akanmenurunkan kecepatan difusi monomer pada filmpolimer. Dengan demikian, dosis yang terlalu tinggiakan menurunkan efisiensi radikal pada reaksipencangkokan. Dengan memperhitungkan aspekekonomi, waktu dan kemungkinan buruk yang dapatterjadi bila dosis total terlalu tinggi maka untukkeperluan preparasi bahan membran PTFE-g-Sselanjutnya akan dipakai dosis total 10 kGy.

Pengaruh Jenis PelarutDifusi monomer ke dalam bagian aktif film

polimer membutuhkan media pembawa, yaitu pelarut.Oleh karena itu, mobilitas media pelarut dalammembantu proses difusi merupakan salah satu faktoryang sangat penting. Gambar 3 memperlihatkanpengaruh jenis pelarut terhadap persenpencangkokan. Terlihat bahwa pada setiap film PTFE

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

24

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

PTFE-

BLANKO

PTFE-50/K PTFE-75/K PTFE-100/K PTFE-125/K PTFE-150/K PTFE-60/340

KONDISI PTFE [-]

PE

RS

EN

PE

NC

AN

GK

OK

AN

[%B

ER

AT

]

Stirena murniStirena:Etanol=1:1Stirena:Propanol=1:1Stirena:Toluena=1:1

Gambar 3 Pengaruh jenis pelarut terhadap persenpencangkokan PTFE-g-S (Kondisi percobaan: laju dosis1,9 kGy/jam, dosis total 10 kGy, waktu dan suhupencangkokan masing-masing 4 jam dan 70

oC).

ternyata pelarut etanol memberikan persenpencangkokan yang lebih tinggi dibandingkan pelarutlainnya. Setelah itu pelarut 2-propanol, dan terakhirpelarut toluena. Berarti kemampuan etanol dalammembawa stirena ke bagian aktif film PTFE jauh lebihtinggi dibandingkan dua pelarut lainnya. Hal inidimungkinkan bila memperhatikan Mr dari masing-masing pelarut. Semakin ringan suatu material makapergerakan material tersebut akan semakin cepat pula.Dibandingkan dengan 2-propanol (Mr=60) dan toluena(Mr=92), maka etanol (Mr=46) mempunyai mobilitasyang lebih tinggi kemudian disusul dengan 2-propanol.Meskipun demikian pada variasi percobaan berikutnyapelarut yang akan digunakan adalah 2-propanol. Hal inidisebabkan pada studi awal terhadap sifat-sifat mekanikternyata pemakaian pelarut ini memberikan sifat-sifatmekanik film hasil pencangkokan yang lebih baikdibandingkan pemakaian kedua pelarut lainnya.

Pengaruh Konsentrasi MonomerSalah satu aspek kinetika dan fenomena transfer

yang paling berperan dalam metode pencangkokandengan inisiasi radiasi adalah konsentrasi monomer.Pengaruh konsentrasi monomer terhadap persenpencangkokan diperlihatkan pada Gambar 4. Tampakdengan jelas bahwa pada setiap film PTFE, persenpencangkokan meningkat dengan semakin tingginyakonsentrasi monomer. Konsentrasi monomer memberipengaruh pada persen pencangkokan karena berkaitandengan difusibilitas monomer atau kemampuanmonomer berdifusi ke dalam matriks film PTFE.Difusibilitas monomer akan meningkat denganmeningkatnya konsentrasi monomer. Persenpencangkokan terus naik sampai puncaknya pada

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 10 20 30 40 50 60 70

KONSENTRASI STIRENA [% VOLUME]

PE

RS

EN

PE

NC

AN

GK

OK

AN

[%B

ER

AT

]

PTFE-BLANKO

PTFE-50/K

PTFE-75/K

PTFE-100/K

PTFE-125/K

PTFE-150/K

PTFE-60/340

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi pelarut terhadappersen pencangkokan PTFE-g-S (Kondisi percobaan:laju dosis 1,9 kGy/jam, dosis total 10 kGy, waktu dansuhu pencangkokan masing-masing 4 jam dan 70

oC).

konsentrasi stirena 40% volume. Pada konsentrasi diatas 40% volume terjadi persen pencangkokanyang relatif konstan. Hal ini disebabkan adanyapengaruh viskositas dan meningkatnya lajuhomopolimerisasi.

Homopolimerisasi adalah peristiwa polimerisasimonomer dengan monomer sejenisnya. Tingginyakadar homopolimer sangat berpengaruh padakonsentrasi monomer dan terhadap kemampuanmonomer untuk menembus matriks film polimer.Perbedaan konsentrasi memberikan perbedaan hasilpencangkokan. Konsentrasi monomer sangattergantung pada berbagai faktor, di antaranya jenispelarut monomer, bahan polimer induk, dan dosis total.

Pengaruh Suhu PencangkokanAspek lain yang berkaitan erat dengan kinetika

proses pencangkokan adalah suhu pencangkokan.Suhu pencangkokan memberikan pengaruh secarabersamaan terhadap kelarutan dan daya difusi, lajuatau kecepatan propagasi, dan kecepatan terminasirantai yang merupakan kontrol pada proses difusimonomer. Hal itu menunjukkan bahwa lajupencangkokan dapat meningkat atau menuruntergantung pada dua parameter pertama. Sementaraparameter ketiga menjadi tahap pengontrol lajupencangkokan. Dengan demikian, semakin tinggi suhumaka kecepatan terminasi akan semakin meningkat[6]. Pada penelitian ini dipelajari variasi suhupencangkokan dari 30

oC sampai 90

oC.

Sebagaimana terlihat pada Gambar 5, persenpencangkokan meningkat dari suhu 30

oC hingga 70

oC namun menurun drastis pada suhu 90

oC.

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

25

0

5

10

15

20

25

30

35

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

SUHU PENCANGKOKAN [oC]

PE

RS

EN

PE

NC

AN

GK

OK

AN

[%B

ER

AT

]

PTFE-BLANKO

PTFE-50/KPTFE-75/K

PTFE-100/KPTFE-125/KPTFE-150/K

PTFE-60/340

Gambar 5. Pengaruh suhu pencangkokan terhadappersen pencangkokan PTFE-g-S (Kondisi percobaan:laju dosis 1,9 kGy/jam, dosis total 10 kGy, pelarut 2-propanol, monomer stirena 40% volume, dan waktupencangkokan 4 jam).

Kenaikan persen pencangkokan dari 30oC ke 70

oC disebabkan pada suhu yang tinggi (akibat

pemanasan), radikal bebas polimer akan bergerak lebihcepat sehingga reaksi rekombinasi antara radikal akanlebih cepat pula. Di samping itu, antara radikal polimerdan monomer terjadi reaksi aditif yang membentukkopolimer cangkok yang cepat pula. Di antara peristiwaitu akan terjadi kompetisi.

Penurunan persen pencangkokan pada suhu 90oC dimungkinkan mengingat pada suhu 90

oC terjadi

rantai-rantai cabang polimer secara cepat pada tahappropagasi, tetapi kemudian cabang-cabang itu terjebakdalam medium viskos karena proses terminasi yangterlalu cepat juga. Bila terjadi difusi udara pada suhu 90oC maka terjadi gugus-gugus hidroperoksil yang

meningkatkan homopolimerisasi dan pada suhu inibagian-bagian polimer yang bersifat kristalin melelehdalam medium reaksi.

Pengaruh Waktu PencangkokanKeleluasaan radikal bebas untuk bereaksi dengan

monomer dan difusi monomer ke film polimer PTFEsangat dipengaruhi oleh waktu. Pengaruh waktupencangkokan terhadap persen pencangkokan PTFE-g-S diperlihatkan pada Gambar 6. Terlihat bahwa padaberbagai kondisi film PTFE, maka persenpencangkokan meningkat dengan semakinbertambahnya waktu pencangkokan. Pada waktu 6 jampertama, terjadi kenaikan laju kopolimerisasi cangkokpada masing-masing suhu yang lebih besardibandingkan pada jam-jam berikutnya. Hal inidisebabkan radikal bebas masih lebih banyak dan lebihleluasa untuk bereaksi dengan monomer. Kecepatan

0

10

20

30

40

50

60

0 2 4 6 8 10 12 14

WAKTU PENCANGKOKAN [JAM]

PE

RS

EN

PE

NC

AN

GK

OK

AN

[%B

ER

AT

]

PTFE-BLANKO

PTFE-50/K

PTFE-75/K

PTFE-100/K

PTFE-125/K

PTFE-150/K

PTFE-60/340

Gambar 6 Pengaruh waktu pencangkokan terhadappersen pencangkokan PTFE-g-S (Kondisi percobaan:laju dosis 1,9 kGy/jam, dosis total 10 kGy, pelarut 2-propanol, monomer stirena 40% volume, dan suhupencangkokan 70

oC).

reaksi propagasi pada jam-jam ini sangat tinggi,sementara laju pembentukan homopolimer masih kecil.Namun pada jam-jam berikutnya terlihat persenpencangkokan tidak sebesar pertambahansebelumnya. Hal ini dapat dimengerti mengingatjumlah radikal bebas yang semakin mengecil berakibatpada menurunnya laju propagasi.

Karakterisasi Film Tercangkok

Spektrum Serapan Sinar InframerahSpektrum serapan inframerah film PTFE sebelum

dan sesudah pencangkokan diperlihatkan padaGambar 7. Mengingat bahwa pada semua spektrumfilm PTFE dan PTFE-g-S mempunyai posisi serapanyang sama, maka yang diperlihatkan pada gambarhanyalah salah satunya saja. Hal ini menunjukkanbahwa pengkondisian film PTFE akan tetapmemberikan spektrum inframerah yang sama. Jugaterlihat bahwa proses pencangkokan tidak mengubahpuncak serapan di daerah finger print film mula-mula.Hal ini menunjukkan bahwa proses pencangkokantidak sampai mengubah struktur asli dari film PTFE.

Film PTFE mula-mula (sebelum pencangkokan)memiliki sidikit serapan dengan puncak yang kuat. Pitaserapan yang kuat terlihat pada 2350 dan 1675 cm

-1

yang merupakan vibrasi ulur gugus metilen –CH2–.Selain itu terlihat pula pita serapan vibrasi tekuk –CH2–pada bilangan gelombang 1475 cm

-1, pita serapan

yang sangat kuat dari gugus fungsi –CF2– padabilangan gelombang 1000-1300 cm

-1dan pita-pita

serapan pada daerah finger print.

Indo. J. Chem., 2006, 6 (1), 20 - 26

Yohan, et al.

26

Gambar 7 Spektrum serapan inframerah. (a) Film PTFEsebelum pencangkokan dan (b) Film PTFE setelahpencangkokan (PTFE-g-S).

Pita-pita serapan ini muncul kembali pada filmPTFE-g-S. Karena tercangkok stirena maka pada filmPTFE-g-S muncul pita-pita serapan baru (tambahan)dari gugus-gugus fungsi senyawa stirena, seperti pitaserapan vibrasi tekuk =C=C= pada bilangan gelombang2900 dan 3050 cm

-1. Juga nampak pita serapan vibrasi

tekuk –C=C- aromatik pada bilangan gelombang 1475 –1675 cm

-1.

KESIMPULAN

1. Persentase pencangkokan semakin meningkatdengan semakin bertambahnya dosis total,konsentrasi pelarut, dan suhu serta waktupencangkokan.

2. Kondisi optimum pencangkokan dengan laju dosis1,9 kGy/jam diperoleh pada pemakaian dosis total10 kGy, pelarut 2-propanol, suhu pencangkokan 70oC, dan waktu pencangkokan 6 jam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaKementerian Negara Riset dan Teknologi untukbeasiswa S-3 dan kepada BATAN dan JAERI atasfasilitas iradiasinya sehingga penelitian ini bisa berjalandengan baik, serta kepada Dr. Agung Basuki, NusinSamosir, B.Sc., dan Maskur, SST. atas bantuanpengukuran cuplikan dengan alat SEM dan FTIR.

DAFTAR PUSTAKA

1. William, M. C., 2000, Fuel Cell Handbook, FifthEdition. U.S. Department of Energy. Morgantown,West Virginia, 352 pp.

2. Hegazy, E. A., Abd El-Rehim, H. A., and Shawky,H. A., 2000, Radiation Physics and Chemistry, 57,85-95.

3. Machi, S., Matsuda, O., Ito, M., Tabata, Y., andOkamoto, J., 1997, Radiation Physics andChemistry, 9, 403-417.

4. Hoffman, A., 1991, MRS Bull, XVI, 9, 42-46.5. Charlesby, A., 1960, Atomic Radiation and

Polymers, Pergamon Press, London, 556 pp.6. Nasef, M. M. and Hegazy, E.A., 2004, Progr in

Polym Sci., 29, 499-561.7. Subianto, Y.S., Makuuchi, K., and .Ishigaki, I.,

1987, Die Angewandte Makromolkulare Chemie,152, 159-168.

8. Walsby, N., Sundholm, F., Kallio, T., andSundholm, G., 2001, J Polym Sci part A: PolymChem, 39, 3008-3017.

9. Chapiro, A., 1962, Radiation Chemistry of Polymer,Interscience Publishers, London, 712 pp.

10. Sun J., Zhang Y., Zhong X., and Zhang W., 1993,Radiation Phys Chem, 42, 139-142.

11. Utama, M., 1986, Majalah BATAN, XVII, 2, 1-16.12. Hegazy, A., Taher, N.H., Rabie, A., Dessauki, M.A.

and Okamoto, J., 1981, J App Polym Sci, 26, 3872-3883.

(a)

(b)