21
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya Dalam Riset-Riset Akuntansi VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011 57 PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN RELEVANSINYA DALAM RISET-RISET AKUNTANSI Febrianty Universitas Tridinanti Palembang Abstract This paper aims to provide a picture of cognitive moral development model and the characters who build the theory and its relevance in accounting research and strengthen the evidentiary mereflikasi cognitive moral theory. This description will begin with the importance of moral and cognitive psychology in understanding human behavior and interaction related to the particular demands of morality and ethics of accounting research that focuses on 1. Moral Development, 2. Moral considerations, and 3. Ethics Education. Progress will be indicated by the moral and ethical understanding and relationship between them based on reasonable assumptions and testing for relevanced and developed for other accounting research in the future. This is because given that psychology and human behavior continue to develop in accordance with the civilization and the complexity of pemasalahan menunutut they face and to resolve them appropriately. Keywords : Development, Moral, Cognitive, Research Accounting PENDAHULUAN Etika akuntan telah menjadi isu yang sangat menarik. Di Amerika Serikat isu ini antara lain dipicu oleh terjadinya crash pasar modal tahun 1987 (Chua et. al., 1994). Skandal Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS yang terlibat rekayasa akuntansi dalam laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002. Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal dibidang keuangan dan mendapat hukuman 10 tahun penjara. Akibatnya pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham. Sedangkan di Indonesia, isu ini berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah (Machfoedz, 1999). Secara historis, akuntan merasa lebih etis dibanding dengan profesi-profesi lain, padahal isu pelanggaran etika yang dilakukan auditor semakin nyata terjadi. Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika ini dapat ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan pertanggungjawaban pengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya 21 kasus yang melibatkan 53 KAP (Husada, 1996). Isu-isu etika lainnya dalam dunia bisnis belakangan ini juga telah

PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

  • Upload
    lydiep

  • View
    227

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya Dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

57

PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIFDAN RELEVANSINYA DALAM RISET-RISET AKUNTANSI

FebriantyUniversitas Tridinanti Palembang

Abstract

This paper aims to provide a picture of cognitive moral development model and thecharacters who build the theory and its relevance in accounting research andstrengthen the evidentiary mereflikasi cognitive moral theory. This description willbegin with the importance of moral and cognitive psychology in understanding humanbehavior and interaction related to the particular demands of morality and ethics ofaccounting research that focuses on 1. Moral Development, 2. Moral considerations,and 3. Ethics Education. Progress will be indicated by the moral and ethicalunderstanding and relationship between them based on reasonable assumptions andtesting for relevanced and developed for other accounting research in the future. Thisis because given that psychology and human behavior continue to develop inaccordance with the civilization and the complexity of pemasalahan menunutut theyface and to resolve them appropriately.

Keywords : Development, Moral, Cognitive, Research Accounting

PENDAHULUAN

Etika akuntan telah menjadi isu yang sangat menarik. Di Amerika Serikat isu iniantara lain dipicu oleh terjadinya crash pasar modal tahun 1987 (Chua et. al., 1994).Skandal Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS yang terlibat rekayasaakuntansi dalam laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcommengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002.Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS danmenyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalamperkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminaldibidang keuangan dan mendapat hukuman 10 tahun penjara. Akibatnya pada saat itu, parainvestor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.Sedangkan di Indonesia, isu ini berkembang seiring dengan terjadinya beberapapelanggaran etika yang terjadi, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern,maupun akuntan pemerintah (Machfoedz, 1999). Secara historis, akuntan merasa lebih etisdibanding dengan profesi-profesi lain, padahal isu pelanggaran etika yang dilakukanauditor semakin nyata terjadi. Untuk kasus akuntan publik, beberapa pelanggaran etika inidapat ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan pertanggungjawabanpengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya 21 kasus yang melibatkan 53KAP (Husada, 1996). Isu-isu etika lainnya dalam dunia bisnis belakangan ini juga telah

Page 2: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya Dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

58

banyak menarik perhatian masyarakat. Kasus deforestation, impor dan ekspor ilegal,pekerja-pekerja Indonesia ilegal, illegal logging, kasus Buyat/Minahasa, kasus Freeport,manipulasi laporan keuangan PT KAI, kasus penggelembungan nilai (mark up) PT. KimiaFarma Tbk pada tahun 2001 (Arifin, 2005). Laba bersih dilaporkan sebesar Rp 132 miliarlebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar, dan kasus Lapindo Brantasserta banyak lagi kasus lainnya.

Terbongkarnya kasus-kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh para auditor danperusahaan besar lainnya yang terlibat dalam praktik manajemen laba semakinmemberikan kesadaran tentang pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakanSDM yang berkualifikasi dan bermoral. Prinsip-prinsip good corporate governance jugamenyatakan bahwa sikap independen, transparan, adil, dan akuntabel harus dimiliki olehsemua pengelola organisasi, baik swasta maupun pemerintah. Begitu pula halnya, perilakumoral para akuntan profesional penting untuk status dan kredibilitasnya terhadap etikaprofesi akuntansi. Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntanmempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moraldan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999).Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnyamemberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaanprofesi akuntan. Sudibyo (1995) dalam Khomsiyah dan Indriantoro (1998) mengemukakanbahwa dunia pendidikan akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilakuetika auditor. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral auditor(akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembagapendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memilikiketerkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output. Pertanyaan–pertanyaantentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan publik telahmenimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart (1993) memberikanargumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan meningkatnya campur tangan daripemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada matinya profesi akuntan,dimana masalah etika melekat dalam lingkungan pekerjaan para akuntan profesional (Finn,et al. 1988; Ponemon dan Gabhart, 1993; 1994; Leung dan Cooper, 1995). Dalam praktikprofesinya, para akuntan profesional harus berinteraksi dengan aturan-aturan etika profesidan bisnis dengan para stakeholder, yaitu terhadap individu-individu, perusahaan danorganisasi. Beberapa interaksi dalam banyak kasus dapat berpotensi munculnya konflikkepentingan. Para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamanamenemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, et al. 1985), artinyabahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkandengan suatu persoalan akuntansi.

Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi referensi sebagai acuan untukriset-riset akuntansi yang sedang dan akan menguji variabel-variabel moral kognitif danmengeksplorasi teori tersebut pada berbagai bidang ilmu.

MoralKata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Kata mos jika akan

dijadikan kata keterangan atau kata sifat lalu mendapat perubahan dan belakangannnya,sehingga membiasakan menjadi “morris” kepada kebiasaan moral dan lain-lain dan moraladalah kata nama sifat dari kebiasaan moral dan lain-lain, dan moral adalah kata nama sifatdari kebiasaan itu, yang semula berbunyi moralis. Kata sifat tidak akan berdiri sendiri

Page 3: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya Dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

59

dalam kehidupan sehari-hari selalu dihubungkan dengan barang lain. Begitu pula katamoralis dalam dunia ilmu lalu dihubungkan dengan scientia dan berbunyi scientis moralis,atau philosophia moralis. Karena biasanya orag-orang telah mengetahui bahwa pemakaianselalu berhubungan deangan kata-kata yang mempunyai arti ilmu maka untuk mudahnyadisingkat jadi moral.

Etika dalam bahasa latin adalah ethica, yang berarti falsafah moral. Menurut Keraf(1998) etika secara harfiah berasal dari kata Yunani, ethos (jamaknya ta etha), yangartinya sama dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan yang baik. Adat kebiasaan yang baikini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak ukur tingkahlaku yang baik dan buruk. Etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yangmenjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang olehmasyarakat sebagai perbuatan terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatanseseorang (Munawir, 1997). Etika sangat erat kaitannya dengan hubungan yang mendasarantar manusia dan berfungsi untuk mengarahkan kepada perilaku moral. Moral adalahsikap mental dan emosional yang dimiliki oleh individu sebagai anggota kelompok sosialdalam melakukan tugas-tugas atau fungsi yang diharuskan kelompoknya serta loyalitaspada kelompoknya (Sukamto, 1991; dalam Falah, 2006). Moral dalam Kamus BesarBahasa Indonesia (1998) ada dua pengertian yaitu:

1. Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dankewajiban, dan

2. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah danberdisiplin.

Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebutsama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaituetika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa Latin.(http://dehalban.tripod.com/id15.html).

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaanpengetahuan (Nelsser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilahkognitif menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umumyang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yangberhubungan dengan maslah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan,membayangkan memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yangberpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan)yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifitis, tingkat lakuseseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal ataumemikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Pemikiran MoralPemikiran moral mengacu pada penggunaan beberapa alasan untuk menilai sesuatu

kegiatan bisnis sebagai etika atau bukan. Ada empat gaya pemikiran yang mencerminkanhirarki dari pengembangan moral, yang mengingatkan apa tujuan pengembangan moral(Kohlberg et al., 1983). Empat gaya pemikiran tersebut adalah deontological, teleological,

Page 4: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

60

egois atau conventional (Fraedrich dan Ferrell, 1992a, 1992b; Harris dan Sutton, 1995;Reindenbach dan Robin, 1990).

Pemikiran deontological berfokus pada maksud untuk merealisasikan tujuantujuanyang penting, ideal, dan nilai-nilai yang diinginkan secara umum, yaitu meliputi kesetiaan(Barnett et al., 1994; Ellenwood & Ryan, 1991). Pada pendekatan deontological, perhatiantidak hanya pada perilaku dan tindakan, namun lebih pada bagaimana orang melakukanusaha dengan sebaik-baiknya dan mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran untuk mencapaitujuannya. Pemikiran teleological menekankan dalam maksimalisasi yang bermanfaatuntuk masyarakat atau sebanyak-banyaknya orang. Pada pendekatan teleological,perhatian tidak hanya pada perilaku dan tindakan, namun lebih pada bagaimana mencapaitujuan dengan sebaik-baiknya. Pemikiran conventional mengacu pada penyesuaian hukum,norma, dan kode etik profesional. Pemikiran egois memperoleh kebaikan dari kepentinganuntuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, hirarki akan memberikan tingkatan daripengembangan etika dari egois ke conventional lalu ke teleological dan akhirnya kedeontological. Teori pengembangan moral mengenai pemikiran moral sangat pentingsebagai konsep dari etika. Pemikiran moral akan mudah membuat pertimbangan moral danperilaku moral. Kemudahan ini akan mencerminkan hak yang lebih tinggi daripengembangan kognitif dalam pertimbangan dan perilaku. Oleh karena itu, seseorangcenderung untuk mempunyai pertimbangan moral menurut tingkat dari pengembangandalam pemikiran moral seseorang.

Perkembangan Model MoralSkema Moral Piaget

Jean Piaget (1896-1980) seorang psikolog Swiss: dikenal dgn teori perkembanganintelektual yang menyeluruh yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologidan psikologis. Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologiterhadap lingkungan. Contohnya manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untukmelindunginya dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewanpemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tetapimanusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian dan kendaraan untuktransportasi. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologiperkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagiPiaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia danmelakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teoriini membahas munculnya dan diperolehnya schemata, skema tentang bagaimana seseorangmempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorangmemperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori inidigolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yangmenggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dankemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitifkita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untukpengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yangdigunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasidengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

a. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)b. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)c. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)

Page 5: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

61

d. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan

tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang dalam berinteraksi dengan orang lain.Para pakar perkembangan anak mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir,berperilaku dan menyadari tentang aturan-aturan tersebut minat terhadap bagaimanaperkembangan moral yang dialami oleh anak membuat Piaget secara intensifmengobservasi dan melakukan wawancara dengan anak-anak dari usia 4-12 tahun. Adadua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai perkembangan moral anak danremaja:

1. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng, sambilmempelajari bagaimana mereka bermain dan memikirkan aturan-aturanpermainan.

2. Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan etis, misalnyamencuri, berbohong, hukuman dan keadilan.

Dari hasil studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan anak-anakberpikir dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang moralitas, tergantung padaperkembangan mereka, antara lain:

1. Heteronomous Morality- Merupakan tahap pertama perkembangan moral teori Piaget yang terjadi kira-

kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan sebagaisifat-sifat dunia yang lepas dari kendali manusia.

- Pemikir heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku denganmempertimbangkan akibat dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku.

- Misal: memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk daripadamemecahkan 1 gelas dengan sengaja, ketika mencoba mencuri sepotong kue.

- Pemikir Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dandigugurkan oleh otoritas yang berkuasa.

- Ketika Piaget menyarakan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalampermainan kelereng), anak-anak kecil menolak. Mereka bersikeras bahwaaturan harus selalu sama dan tidak boleh berubah.

- Meyakini keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturandilanggar, hukuman akan dikenakan segera.

- Yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan hukuman.2. Autonomous Morality

- Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang diperlihatkanoleh anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10 tahun atau lebih). Anakmenjadi sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan olehmanusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harusmempertimbangkan maksud-maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya.

- Bagi pemikir Autonomous, maksud pelaku dianggap sebagai terpenting.- Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomous, dapat

menerima perubahan dan mengakui bahwa aturan hanyalah masalahkenyamanan, perjanjian yang sudah disetujui secara sosial, tunduk padaperubahan menurut kesepakatan.

- Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi apabilaseseorang yang relevan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman punmenjadi tak terelakkan.

Page 6: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

62

Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi lebih pintar dalamberpikir tentang persoalan sosial, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan kerjasama. Pemahaman sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebayayang saling memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggotamemiliki kekuasaan dan status yang sama, merencanakan sesuatu denganmerundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Relasiantar orang tua dan anak, orang tua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknyakurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan dengan secaraotoriter.

Model Empat Komponen RestModel ini pertama kali diperkenalkan sebagai hasil penelitian dari psikologi moral

(Rest 1983). Selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah model dari komponen-komponenhipotetis yang mendasari setiap tindakan moral (Narvaez and Rest 1995; Rest, Bebeau, andVolker 1986; Rest et al. 1999). Rest menggagas suatu model empat komponen untukmeneliti pertimbangan proses pemikiran dan tingkah laku moral individu. Dia mengatakanbahwa untuk bertingkah laku secara moral, seorang individu melakukan empat prosespsikologi dasar:

1. Moral Sensitivity: menafsirkan situasi sebagai moral. Kemampuan untukmenafsirkan hubungan sebab-akibat dalam situasi di mana keputusan yangdiambil berpengaruh pada kesejahteraan orang lain.

2. Moral Judgment: memutuskan rangkaian tindakan mana yang paling benar.Kemampuan untuk membuat sebuah keputusan berdasarkan moral yang ideal.

3. Moral Motivation: memutuskan apa yang ingin dilakukan. Kemampuan untukmemprioritaskan moral yang menyangkut hal-hal yang akan dilakukan.

4. Moral Character: membangun dan mengimplementasikan sebuah rencana daritindakan, melawan gangguan, dan mengatasi rintangan seperti kelelahan danfrustasi. Kemampuan untuk mengubah tujuan menjadi kelakuan.

Sensitivitas moral mengacu pada kewaspadaan terhadap bagaimana tindakanseseorang mempengaruhi orang lain. Sensitivitas moral meliputi suatu kewaspadaantindakan dan bagaimana tindakan tersebut dapat mempengaruhi pihak-pihak yang terlibat.Sensitivitas moral meliputi penggagasan skenario yang tepat secara imajinatif,pengetahuan sebab-akibat rantaian peristiwa, empati, dan keahlian pengambilan peran.Sensitivitas moral adalah kemampuan untuk mengetahui masalah-masalah etika yangterjadi (Shaub, 1989; Hebert et al., 1990). Sensitivitas moral didefinisikan sebagaikemampuan untuk mengetahui bahwa suatu situasi memiliki makna etika ketika situasi itudialami individu-individu (Shaub, 1989), yaitu kemampuan untuk mengetahui masalah-masalah etika (Hebert et al., 1990). Sensitivitas moral meliputi persepsi dan interpretasidari sebuah kejadian dan hubungan dalam suatu situasi. Kebanyakan aspek dasar darisensitivitas memperlihatkan indikasi elemen sebuah keberadaan situasi etika.Pertimbangan moral menyangkut penilaian dari tindakan-tindakan etika seperti yangdibuktikan oleh komponen pertama, yaitu: sensitivitas moral yang lebih dapat dibenarkansecara moral (cukup atau hanya atau secara moral benar atau bagus). Pertimbangan moraladalah mengarah pada pembuatan sebuah keputusan mengenai apakah kebenaran yangpasti dari tindakan secara moral, seperti apa yang seharusnya dilakukan. Proses daritahapan ini meliputi pemikiran perspektif dari pertimbangan profesionalnya dalam sebuahpemecahan yang ideal untuk sebuah dilema etika (Thorne, 2000).

Page 7: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

63

Motivasi moral berhubungan dengan kepentingan yang diberikan pada nilai moralterhadap nilai-nilai lainnya. Motivasi moral dapat terjadi seperti halnya ketika aktualisasiatau proteksi terhadap kepentingan organisasi ditafsirkan lebih penting dari padamelakukan hal yang benar. Proses dalam tahapan ini meliputi pertimbangan nilai moraldalam menumbuhkan nilai lain untuk membangun pertimbangan perilaku moral.Pembangunan motivasi moral meliputi pertimbangan yang mendalam dalam pemikirandan pertimbangan moral untuk sebuah tujuan akuntan dalam latihan pertimbanganprofesionalnya (Thorne, 2000). Susilo, 1987 (dalam Simarmata, 2002) mengatakan bahwamotivasi adalah faktor-faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.Selanjutnya Widyastuti,dkk (2004) menyatakan bahwa motivasi seringkali diartikansebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untukberbuat, sehingga motivasi merupakan suatu tenaga yang menggerakkan manusia untukbertingkah laku di dalam perbuatannya yang mempunyai tujuan tertentu. Sebaliknya,karakter moral mengacu pada sifat-sifat seperti kekuatan ego, kekerasan hati (ketekunan),keteguhan hati dan kemampuan untuk mengatasi rintangan-rintangan (Rest, 1986).Tahapan ini meliputi kegiatan atau tindakan seorang akuntan terhadap tujuan mereka, yaituantara pelatihan pertimbangan profesional dan keikutsertaan dalam tindakan yang pasti.Thorne (2000) menyatakan bahwa respon akuntan untuk faktor sosial ketika pertimbanganprofesional ideal mereka dan respon terhadap dirinya sendiri dalam latihan pertimbanganprofesionalnya.

Rest menyatakan bahwa tingkah laku moral adalah hasil dari suatu proses yangsangat ruwet, semua empat komponen (sensitivitas moral, pertimbangan moral, motivasimoral dan karakteristik moral) adalah faktor-faktor dari ̀tindakan moral. Seseorangindividu yang memperlihatkan kecukupan dalam satu komponen tidak cukup padakomponen lainnya dan kegagalan moral dapat terjadi bila ada kekurangan dalam setiapkomponen. Contohnya: seorang individu yang memiliki kapasitas pemikiran moral yangbaik bisa saja gagal untuk merasakan suatu masalah etika, untuk mengabaikan suatu pihakyang terjepit dari evaluasi, atau salah menafsirkan pengaruh-pengaruh suatu pilihantingkah laku pada pihak yang terjepit adalah kegagalan komponen pertama. Seorangindividu yang telah membuktikan suatu masalah etika dalam suatu situasi bisa sajamemiliki pemikiran moral yang cukup atau tidak sempurna untuk menentukan tingkahlaku moral yang ideal adalah kegagalan komponen kedua. Seorang individu yang telahmenentukan tingkah laku moral yang ideal dalam suatu situasi, bisa saja memutuskanbahwa faktor-faktor lainnya lebih penting daripada mengembangkan tujuan-tujuan moralyang ideal adalah kegagalan komponen ketiga. Akhirnya, seorang idnividu yang telahmengembangkan suatu tujuan moral bisa saja gagal melaksanakan tingkah laku, adalahkegagalan komponen keempat. Individu-individu berbeda dalam kemampuannya untukmerasakan adanya masalah etika. Individu-individu kurang mendengarkan dan melihatsuatu situasi karena kesulitan untuk membuktikan peranannya (Shaub, 1978) atau merekagagal untuk mengetahui atau menafsirkan suatu situasi yang terjadi dalam keterbatasansensitivitas terhadap kebutuhan dan kesejahteraan orang lain (Rest, 1986). Selanjutnyabeberapa penelitian psikologi telah menemukan bahwa suatu situasi sosial dapatmenunjukkan tanggapan-tanggapan yang berpengaruh secara cepat terhadap penampilanseseorang dalam refleksi pertimbangan situasi tersebut (Zajonc, 1980; Hoffman, 1981).

Page 8: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

64

Komponen Intensitas Moral JonesJones (1991) menyatakan bahwa intensitas moral (moral intensity) terdiri atas enam

elemen, yaitu: Besaran Konsekuensi (the magnitude of consequences), Konsensus Sosial(social consensus), Probabilitas Efek (probability of effect), Kesegeraan Temporal(temporal immediacy), Kedekatan (Proximity), dan Konsentrasi Efek (concentration ofeffect). Flory, dkk. (1992, dalam Leisch, 2004) merangkum keenam komponen yangberkaitan dengan isu-isu (masalah) yang berhubungan dengan akuntansi ini dalam skenarioyang berkaitan dengan situasi akuntansi, dan dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Besaran Konsekuensi (the Magnitude of Consequences), didefinisikan sebagaijumlah kerugian (atau manfaat) yang dihasilkan oleh pengorbanan (ataukebermanfaatan) dari sebuah tindakan moral. Dimasukkannya besarankonsekuensi ini dalam konstruk intensitas moral didasarkan pada observasi padaperilaku manusia dan bukti-bukti yang diperoleh, seperti keputusan yangmenyertakan keinginan si pembawa moral (moral agent). Contohnya: skenariomengenai seorang akuntan manajemen di suatu perusahaan yang terpaksamengikuti permintaan rekan sekerjanya mengenai persetujuan laporan biaya yangseharusnya dilaporkan ke komisi audit.

2. Konsensus Sosial (Social Consensus) didefinisikan sebagai tingkat kesepakatansosial bahwa sebuah tindakan dianggap jahat atau baik. Sebagai contoh: skenariomengenai si A (seorang pengawas internal pada suatu perusahaan) yang dimintaoleh atasannya untuk menaikkan modal kerja dengan berbagai cara (sepertimenahan penjualan lebih lama atau meninjau ulang kerugian piutang). Ketika si Amendiskusikan hal ini dengan temannya, temannya tersebut mengatakan bahwahal tersebut wajar, dan kebanyakan pimpinan akan meminta hal yang samakepada bawahannya.

3. Probabilitas Efek (Probability Of Effect) merupakan sebuah fungsi bersama darikemungkinan bahwa tindakan tertentu akan secara aktual mengambil tempat dantindakan tersebut akan secara aktual menyebabkan kerugian (manfaat) yangterprediksi. Sebagai contoh: Kasus si A pada poin (2) di atas akan melakukanpertimbangan moral dengan mengasumsikan kecil sekali kemungkinankeputusannya tersebut akan mengakibatkan kerugian.

4. Kesegeraan Temporal (Temporal Immediacy) adalah jarak atau waktu antara padasaat terjadi dan awal mula konsekuensi dari sebuah tindakan moral tertentu(waktu yang makin pendek menunjukkan kesiapan yang lebih besar). KesegeraanTemporal ini adalah sebuah konstruk komponen dengan dua alasan. Pertama, jikanilai mata uang sekarang lebih besar dari pada pada masa yang akan datang,seorang pedagang cenderung mendiskon barang dagangan untuk memperolehuang secepatnya. Kedua, periode waktu antara tindakan yang ditanyakan danyang diharapkan dalam memperluas bidang usaha akan menyebabkan kerugianyang sedikit. Sebagai contoh: si A pada skenario pada poin (2) di atasmenganggap keputusannya tidak akan dengan segera menyebabkan kerugiandimasa mendatang, sehingga tindakannya di masadepan akan terbiasa untukmelakukan hal yang sama.

5. Kedekatan (Proximity) adalah perasaan kedekatan (sosial, budaya, psikologi, ataufisik) yang dimiliki oleh pembawa moral (moral agent) untuk si pelaku darikejahatan (kemanfaatan) dari suatu tindakan tertentu. Konstruk kedekatan inisecara intuitif dan alasan moral menyebabkan seseorang lebih peduli pada orang-

Page 9: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

65

orang yang berada didekatnya (secara sosial, budaya, psikologi ataupun secarafisik) daripada kepada orang-orang yang jaraknya jauh. Sebagai contoh: Si Apada skenario diatas memutuskan untuk mengambil tindakan akanmempertimbangkan apakah keputusannya tersebut akan mempengaruhi rekankerjanya atau tidak.

6. Konsentrasi Efek (Concentration Of Effect) adalah sebuah fungsi infers darijumlah orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sebuah tindakan yangdilakukan. Orang-orang yang memiliki perasaan kepentingan yang tertinggi akanbertindak secara amoral yang akan menghasilkan konsentrasi efek tinggi. Contoh:Si A pada skenario pada poin (2) di atas akan melakukan pertimbangan moralapakah keputusannya tersebut akan mengakibatkan kerugian (jika ada) bagisedikit orang atau tidak.

Moral Reasoning KohlbergTahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang

berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh LawrenceKohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicagoberdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dankekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Kohlberg menulis disertasidoktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaranmoral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembanganyang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiringpenambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika danmoralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluaspandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral padaprinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selamakehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis daripenelitiannya.

Dalam proses mewujudkan tahap perkembangan moralnya, setidaknya Kohlbergtelah mengalami 3 tahap pemikiran yang sarat dipengaruhi oleh John Dewey, Baldwin,Jean Pieget, dan Emile Durkheim. Hal yang menjadi kajian Kohlberg adalah tertumpupada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu sendiri. Melalui penelitian yangdilakukannya selama 14 tahun, Kohlberg kemudian mampu mengidentifikasi 6 (enam)tahap dalam moral reasoning yang kemudian dibagi dalam tiga taraf.

1. Periode pertama, tahun 1958-1970. Dimana Kohlberg mengembangkanpendekatan kognitif-developmental. Disini dia berhasil menelurkan karyanya:“Stage and Sequence” (1969).

2. Periode kedua, tahun 1970-1976. Kohlberg disini mengkonsentrasikanpemikirannya pada pengembangan strukturalisme Pieget dengan konsekuenpenerapannya pada perkembangan longitudinal individu. Pada periode diamencoba untuk melakukan ‘revisi’ atas karya sebelumnya dan munculah,”MoralStage and Moralization” (1976).

3. Periode ketiga, 1975-hingga wafatnya (1987). Kohlberg mencirikan pemikirannyapada peralihan ‘nauralistis’ terhadap ‘tindakan moral’ dalam konteks kelompokatau ‘suasana moral’ yang terlembaga. Kritiknya atas penjelasan yang sosiologis-irasional Durkheim yang kemudian ditarik kembali, secara tidak langsung dia

Page 10: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

66

terpengaruh atas itu, dan menjadi ilham baru atas pemikirannya mengenai‘suasana moral’. Pada periode ini Kohlberg mengeluarkan karyanya yangberjudul “The Moral Atmosphere of High School: A Comparative Study”(1984).(Tahap-tahap Perkembangan Moral,Lawrence Kohlberg:1995).

Pada tahun 1960-1970 Kohlberg mulai melakukan pematangan atas paradigma barudi dunia psikologi yang dia cetuskan berdasarkan hasil penelitian empirisnya bernama teorikognitif developmental nya. Teori kognitif developmental menegaskan bahwa pada intinyamoralitas mewakili seperangkat pertimbangan dan putusan rasional yang berlaku untuksetiap kebudayaan, yairu prinsip kesejahteraan manusia dan prinsip keadilan (Tahap-tahapPerkembangan Moral, Lawrence Kohlberg:1995).

Menurut Kohlberg bahwa prinsip keadilan merupakan komponen pokok dalamproses perkembangan moral yang kemudian diterapkan dalam proses pendidikan moral.Adapun buah pemikiran Lawrence Kohlberg mengenai 3 tingkat dan 6 tahapperkembangan moral manusia, menurut Prof. Dr. K. Bertens dalam bukunya “Etika”, yangkemudian menjadi sebuah teori moral yang mempengaruhi dunia psikologi dan filsafatmoral atau etika, yakni:1. Taraf Pra-Konvensional

Pada taraf ini anak telah memiliki sifat responsif terhadap peraturan dan cap baik danburuk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis (berdasarkan dengan enakdan tidak enak, suka dan tidak suka) kalau jahat dihukum kalau baik diberi hadiah. Anakpada usia ini juga menafsirkan baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itudiberi, orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada taraf ini terdiri dari dua tahapanyaitu :

- Punishment and Obedience Orientation. Akibat-akibat fisik dari tindakanmenentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari hukuman dan taat secarabuta pada yang berkuasa dianggap bernilai pada dirinya sendiri.

- Instrument-Relativist Orientation. Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwatindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskankebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubunganantar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar. Engkau menjual sayamembeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti menyenangkan saya.

2. Taraf Konvensional (Conventional Level)Pada taraf ini mengusahakan terwujudnya harapan-harapan keluarga atau bangsa

bernilai pada dirinya sendiri. Anak tidak hanya mau berkompromi, tapi setia kepadanya,berusaha mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha mewujudkansecara aktif, menunjang ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri mereka yangmengusahakan ketertiban sosial.Dua tahap dalam taraf ini adalah :

- Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation. Tingkahlaku yang lebih baik adalah tingkah laku yang membuat senang orang lain atauyang menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Supayaditerima dan disetujui orang lain seseorang harus berlaku “manis”. Orang berusahamembuat dirinya wajar seperti pada umumnya orang lain bertingkah laku. Intensitingkah laku walaupun kadang-kadang berbeda dari pelaksanaanya sudahdiperhitungkan, misalnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang hampirmati dianggap berintensi baik.

Page 11: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

67

- Tahap law and order orientation. Otoritas peraturan-peraturan yang sudahditetapkan dan pemeliharaan ketertiban sosial dijunjung tinggi dalam tahapini. Tingkah laku disebut benar, bila orang melakukan kewajibannya, menghormatiotoritas dan memelihara ketertiban sosial.

3. Taraf sesudah konvensional (Postoonventional Level)Pada taraf ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral

dan berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkanentah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana. Tahapannyaadalah:

- Social Contract Orientation. Dalam tahap ini orang mengartikan benar-salahnyasuatu tindakan atas hak-hak individu dan norma-norma yang sudah teruji dimasyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai yang bersiat relatif, maka perlu ada usahauntuk mencapai suatu konsensus bersama.

- The Universal Ethical Principle Orientation. Benar salahnya tindakan ditentukanoleh keputusan suara nurani hati. Sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dianutoleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat abstrak. Pada intinyaprinsip etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat padaharkat( nilai) manusia sebagai pribadi.

Dalam proses perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya seperti ituberlakulan dalil berikut :

1. Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya.2. Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berpikir dari tahap yang

lebih dari dua tahap diatasnya.3. Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertari pada cara berfikir

dari satu tahap diatas tahapnya sendiri. Anak dari 2 tahap 2 merasa tertarikkepada tahap 3. Berdasarkan inilah Kohlber percaya bahwa moral reasoningdapat dan mungkin diperkembangkan.

4. Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakansuatu diequilibrium kognitif pada diri si anak didik. Sesorang yang sudah mapandalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif sehingga ia terangsanguntuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia tetaptentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin adaperkembangan.

EtikaDari segi etimologi (ilmu asal usul kata), Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”

dalam bentuk tunggal artinya kebiasaan, adat; akhlak, watak, perasaan, sikap, caraberpikir; dan bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan oleh filsuf Yunani besarAristoteles (384-322 SM.), sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Maka “etika”berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens,2000). Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan etika maka pendekatan yangsangat perlu kita lakukan merinci prinsip-prinsip dasar etika. Prinsip ini terdiri atas dignity(harga diri/martabat), equity (keadilan), prudence (kehati-hatian), honesty (kejujuran),keterbukaan, good will (niat baik).

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Pengertian etika dalam kamus Echol dan Shadaly (1995) adalah

Page 12: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

68

bertindak etis, layak, beradab dan bertata susila. Menurut Boynton dan Kell (1996) etikaterdiri dari prinsip-prinsip moral dan standar. Moralitas berfokus pada perilaku manusiawi“benar” dan “salah”. Selanjutnya Arens-Loebbecke (1996) menyatakan bahwa etika secaraumum didefinisikan sebagai perangkat moral dan nilai. Dari definisi tersebut dapatdikatakan bahwa etika berkaitan erat dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Termasukpara akuntan diharapkan oleh masyarakat untuk berlaku jujur, adil dan tidak memihakserta mengungkapkan laporan keuangan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki manayang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauhyang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkahlaku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang samabagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik danburuk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usahamencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masinggolongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etikamemerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulahetika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah lakumanusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah lakumanusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia darisudut baik dan buruk .

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etikanormatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilaietika).Adapun jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut:

1. Etika FilosofisEtika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal darikegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etikasebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.Ada dua sifat etika, yaitu:a. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris

adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafattidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula denganetika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktualdilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidakboleh dilakukan.

b. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidakterbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”.Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsungberhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etikatidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisistema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb,sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dankelemahannya.

Page 13: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

69

2. Etika TeologisTerdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologisbukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etikateologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etikasecara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalametika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolakdari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembedaantara etika filosofis dan etika teologis.Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yangdiyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antaraagama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalammerumuskan etika teologisnya.

Model Sensitivitas Etika (Ethical Sensitivity Model)Hunt dan Vitell (1986) mengembangkan sebuah model untuk menjelaskan proses

pengambilan keputusan etika, dimana langkah awal individual menerima masalah etika,sampai pada pertimbangan etika (ethical judgment), berkembang pada niat, dan akhirnyaterbawa pada perilaku. Faktor-faktor dimana Hunt dan Vitell memprediksi pengaruhkemampuan seseorang untuk mempersiapkan masalah etika meliputi lingkungan budaya,lingkungan industri, lingkungan organisasi, dan pengalaman personal.Teori dalam penelitian ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhisensitivitas etika akuntan berdasarkan teori Hunt dan Vitell (gambar 2 pada lampiran).Secara khusus, lingkungan budaya akuntan (CPA), pengalaman personal, lingkunganindustri, dan lingkungan organisasional dihipotesiskan untuk mempengaruhi kemampuanmereka dalam mengenal situasi yang memuat etika. Lingkungan budaya dan pengalamanpersonal adalah diasumsikan bentuk orientasi etika akuntan dimana dalam penelitian inidiukur dengan menggunakan skala Forsyth (1980) yaitu idealisme (idealism) danrelativisme (relativism). Lingkungan industri atau pengaruh dari profesi akuntan (industri)seorang akuntan diukur dengan menggunakakan skala Aranya et al., (1981) yaitukomitmen profesional. Terakhir, lingkungan organisasi atau pengaruh perusahaan padaakuntan dievaluasi dengan menggunakan skala komitmen organisasi oleh Aranya dan Feris(1984).

Teori Orientasi Etika dalam Perspektif MoralForsyth (1980) memuat bahwa orientasi Etika dikendalikan oleh dua karakteristik,

yaitu idealisme dan relativisme. Idealisme mengacu pada luasnya seseorang individupercaya bahwa keinginan dari konsekuensi dapat dihasilkan tanpa melanggar petunjukmoral. Kurangnya idealistic prakmatis mengakui bahwa sebuah konsekuensi negatif(mencakup kejahatan terhadap orang lain) sering menemani hasil konsekuensi positif daripetunjuk moralnya dan ada konsekuensi negatif berlaku secara moral dari sebuah tindakan.Relativisme dalam arti lain menyiratkan penolakan dari peraturan moral yangsesungguhnya untuk petunjuk perilaku. Forsyth (1992) menyatakan bahwa suatu hal yangmenentukan dari suatu perilaku seseorang sebagai jawaban dari masalah etika adalahpilosopi moral pribadinya. Idealisme dan relativisme, dua gagasan etika yang terpisahadalah aspek pilosofi moral seorang individu (Forsyth, 1980; Ellas, 2002). Relativismeadalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai moral yang absolut dalam mengarahkan

Page 14: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

70

perilaku moral. Sedangkan idealisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya olehindividu dengan konsekuensi yang dimiliki dan diinginkannya tidak melanggar nilai-nilaimoral. Kedua konsep tersebut bukan merupakan dua hal yang berlawanan tetapi lebihmerupakan skala yang terpisah, yang dapat dikategorikan menjadi empat klasifikasiorientasi etika, yaitu: (1) Situasionisme; (2) Absolutisme; (3) Subyektif; dan (4)Eksepsionisme. Berikut ini adalah tabel klasifikasi orientasi etika:

Tabel 1. Klasifikasi Orientasi Etika

Riset-Riset Akuntansi yang Memfokuskan Pada Moral KognitifPenelitian atas persoalan moral dalam akuntansi difokuskan pada tiga kelompok

utama, yaitu: 1. Pengembangan Moral (Ethical developement), 2. Pertimbangan Moral(Ethical Judgment), dan 3. Pendidikan Etika (Ethics Education). Penelitianpengembangan moral berusaha mencari pokok-pokok yang mendasari proses pemikiranmoral para akuntan dan auditor dalam praktik (Tsui, 1994, Sweeny, 1995; Jeffrey danWeatherholt, 1996; Kite et al. 1996; Cohen et al. 2001; Ellas, 2002; Buchan, 2005).Penelitian pertimbangan moral, menguji hubungan antara pemikiran moral dan perilakumoral para akuntan dalam konteks akuntansi dan auditing (Allen and Ng, 2001; Chiu,2003; Chan dan Leung, 2006). Penelitian dalam pendidikan etika menginvestigasi tentangkeefektifan campur tangan pendidikan dalam memecahkan atau memperbaiki sikap moraldan keahlian atau pengetahuan tentang pemikiran moral dari mahasiswa akuntansi danpara praktisi (Jeffrey, 1993; Mele, 2005).

Riset-riset di bidang akuntansi telah difokuskan pada kemampuan para akuntandalam membuat keputusan etika dan berperilaku etis. Bagaimanapun, faktor yang pentingdalam penilaian dan perilaku etis adalah kesadaran para individu bahwa mereka adalahagen moral. Kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika atau moral dalam suatukeputusan inilah yang disebut sensitivitas etika.

1. Penelitian Hunt dan Vitell (1986) menyebutkan kemampuan seorang profesionaluntuk dapat mengerti dan sensitif akan adanya masalah-masalah etika dalamprofesinya dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat di mana profesiitu berada, lingkungan profesi, lingkungan organisasi dan pengalaman pribadi.

2. Arnold dan Ponemon (1991) telah menyelidiki hubungan antara pemikiranmoral auditor dengan persepsi whistle-blowing. Mereka melaporkan bahwaauditor intern dengan tingkat yang relatif lebih tinggi atas pemikiran moral lebih

Page 15: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

71

dapat mengidentifikasi dan mengetahui perilaku yang tidak moral. Mereka jugamenemukan bahwa prediksi atau ramalan-ramalan para auditor internaldipengaruhi oleh posisi individu yang telah menemukan pelanggaran etika.

3. Penelitian lain mengenai masalah etika pernah dilakukan oleh Stevens et al(1993) yang melakukan perbandingan evaluasi etis dari staf pengajar (faculty)dan mahasiswa sekolah bisnis (School of business). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa staf pengajar lebih berorientasi etis dibandingkanmahasiswa.

4. Glenn dan Van Loo (1993) melakukan penelitian untuk membandingkankeputusan dan sikap etis mahasiswa bisnis dengan keputusan dan sikap etispraktisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa mahasiswa membuat keputusanyang kurang etis dibandingkan praktisi bisnis lainnya.

5. Shaub, Finn dan Munter (1993) dalam penelitiannya tentang sensitivitas etikaauditor, meneliti hubungan orientasi etika auditor dengan komitmen profesionalauditor. Mereka menyatakan bahwa individu yang mempunyai idealisme secaraotomatis akan memelihara tatacara pekerjaannya sesuai dengan standarprofesional, sehingga standar profesional tersebut akan menjadi arahan dalambekerja. Hal ini akan searah dengan konsep non-relativisme yang menyatakantingkat absolutisme yang tinggi. Tujuan utama akuntan sebagai sebuah profesiaudit adalah juga termasuk menghindari kerugian yang diterima oleh penggunalaporan keuangan, sehingga seorang auditor yang memiliki orientasi etika idealisakan selalu merujuk kepada tujuan dan arahan yang ada pada standarprofesionalnya.

6. Ziegenfuss dan Singhapakdi (1994) melakukan penelitian tentang persepsi etisdan nilai-nilai individu terhadap anggota Institute of Internal Auditor. Merekamenyatakan bahwa orientasi etika internal auditor mempunyai hubungan positifdengan perilaku pengambilan keputusan etis. Internal auditor dengan skoridealisme yang tinggi akan cenderung membuat keputusan yang secara absolutlebih bermoral (favor moral absolute) dan sebaliknya.

7. Windsor dan Ashkanasy (1995) mengungkapkan bahwa asimilasi keyakinan dannilai organisasi yang merupakan definisi komitmen profesi mempengaruhiintegritas dan independensi auditor.

8. Fischer dan Rosenzweig (1995) menguji tentang sikap mahasiswa dan sikappraktisi yang berkaitan dengan akseptabilitas etis atas manajemen laba(earnings). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa danpraktisi memiliki beberapa sensitivitas etis yang sama namun tidak merata.

9. Karcher (1996) mengandalkan penelitian Shaub (1989) untuk menelitikemampuan para auditor untuk melihat kehadiran masalah moral. Suatuinstrumen eksperimen dengan masalah etika yang disatukan kedalam situasi-situasi akuntasi umum dilakukan untuk menemukan sensitivitas profesionalakuntansi terhadap masalah-masalah moral dan faktor-faktor yangmempengaruhi sensitivitas moral mereka dan persepsi-persepsi kepentinganmasalah moral. Karcher (1996) melaporkan bahwa para auditor dalampenelitiannya secara umum sensitif terhadap masalah-masalah etika. Faktor-faktor seperti sifat masalah moral, kepelikan masalah moral dan umur subjek(pelaku) ditemukan signifikan dalam pembuktian masalah etika, dimana posisi

Page 16: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

72

pekerjaan, keahlian, pembeberan utama terhadap suatu masalah moral dantingkat pendidikan subjek tidak signifikan.

10. Jeffrey dan Weatherholt (1996) menguji hubungan antara komitmen profesional,pemahaman etika dan sikap ketaatan terhadap aturan. Hasilnya menunjukkanbahwa akuntan dengan komitmen profesional yang kuat maka perilakunya lebihmengarah kepada ketaatan terhadap aturan dibandingkan dengan akuntandengan komitmen profesional yang rendah. Namun riset ini belum menunjukkanbagaimana komitmen profesi dan orientasi etika berhubungan dengan perilakuakuntan dalam situsai dilema etika.

11. Cohen et al. (1998) meneliti pengaruh gender terhadap aspek perilaku etika.Penelitian ditujukan pada pengaruh perbedaan latar belakang pendidikanakuntan dan non akuntan berdasarkan gender terhadap intensitas dan orientasietika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan intensitas moraldan orientasi etis antara pria dan wanita pada praktisi akuntan maupun non-akuntan.

12. Khomsiyah dan Indriantoro (1998) mengungkapkan juga bahwa komitmenprofesional mempengaruhi sensitivitas etika auditor pemerintah yang menjadisampel penelitiannya.

13. Penelitian tentang etika juga pernah dilakukan oleh Ludigdo & Machfoedz(1999) yang menemukan tidak terdapat perbedaan antara mahasiswa semesterawal dengan semester akhir.

14. Di New Zealand, Frey (2000) melakukan penelitian yang menginvestigasipengaruh intensitas moral dalam pembuatan keputusan pada para pembuatkeputusan (manajer) di perusahaan.

15. Silver dan Valentine (2000) melakukan penelitian mengenai intensitas moralmahasiswa terhadap skenario yang berhubungan dengan marketing.

16. Patterson (2001) telah menguji kepentingan relatif industri, organisasi danfaktor-faktor pribadi pada sensitivitas moral para akuntan publik. Pattersonmelaporkan bahwa industri, organsasi dan faktor pribadi ditemukan sebagaifaktor penyebab yang signifikan pada sensitivitas moral akuntan publik, tetapikonstruk industri dan organisasi yang berkolerasi negatif dengan faktor pribadi.

17. Douglas, Davidson dan Schwartz (2001) menyatakan bahwa nilai etikaorganisasi mempunyai hubungan yang positif dengan nilai kepribadian individu.

18. May dan Pauli (2002) melakukan riset pada mahasiswa Universitas Midwesternmengenai intensi moral, proses evaluasi moral, dimensi intensitas moral, danpengakuan moral.

19. Penelitian mengenai sensitivitas etis pernah dilakukan oleh Rustiana (2003)dengan subjek penelitian mahasiswa akuntansi di Universitas Atma JayaYogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan sensitivitas etisantara mahasiswa pria dan wanita.

20. L. Leitsch (2004) melakukan penelitian terhadap 110 orang mahasiswaakuntansi pada sebuah perguruan tinggi di Northeast (USA). Penelitiannyabertujuan untuk melihat perbedaan intensitas moral mahasiswa tersebut terhadapberbagai karakteristik isu dengan menggunakan empat skenario akuntansi yaitu:menyetujui pelaporan biaya yang dipertanyakan, memanipulasi pembukuanperusahaan, melanggar kebijakan perusahaan dan memperpanjang kredit yangdiragukan.

Page 17: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

73

21. Yulianty dan Fitriany (2005) menemukan bahwa mahasiswa semester akhircenderung berlaku etis dalam penyusunan laporan keuangan dibandingkanmahasiswa semester akhir.

22. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Bennie (2006) mengenaimotivasi moral dijelaskan bahwa hubungan tanggung jawab dari auditor kepadapihak lain yang luas seperti para stakeholder adalah menjadi perhatian yangpenting dalam memotivasi antara etika dengan nilai lainnya (sensitivitas,pertimbangan dan karakter) untuk membangun kecenderungan berperilakumoral.

23. Alleyne, dkk. (2006) melakukan penelitian terhadap mahasiswa Barbadosbertujuan untuk mengukur pengaruh berbagai faktor seperti: gender, umur,afiliasi keagamaan dan komitmen terhadap perbedaan persepsi intensitas moralyang didasarkan pada empat skenario yang berhubungan dengan isu-isu auditdan non-audit.

24. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Bennie (2006) mengenaimotivasi moral dijelaskan bahwa hubungan tanggung jawab dari auditor kepadapihak lain yang luas seperti para stakeholder adalah menjadi perhatian yangpenting dalam memotivasi antara etika dengan nilai lainnya (sensitivitas,pertimbangan dan karakter) untuk membangun kecenderungan berperilakumoral.

25. Budi Sasongko (2007) meneliti proses pembuatan keputusan moral denganresponden auditor internal, mengembangkan hipotesis yang dipengaruhi olehorientasi etis, komitmen profesional, pengalaman kerja, dan nilai etis perusahaan(corporate ethical values).

PENUTUP

Perkembangan teori moral kognitif didasari oleh perlunya tingkah laku moral yangmerupakan hasil dari suatu proses yang sangat ruwet yang terdiri dari berbagai unsur dandapat dikelompokkan berdasar tahapan/periode. Seseorang individu yang memperlihatkankecukupan dalam beberapa unsur tetapi tidak cukup pada unsur lainnya dan kegagalanmoral dapat terjadi bila ada kekurangan dalam setiap unsur. Model yang diajukan olehtokoh-tokoh seperti: Piaget, Rest, Jones, dan Kohlberg masing-masing memberikan sisipandang yang berbeda-beda yang terus dikembangkan oleh para peneliti selanjutnya dandapat menjadi dasar dalam memahami psikologi dan perilaku manusia untuk membedakanyang berlaku moral dan tidak moral, etis dan tidak etis.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, P.W. and Ng, C.K. (2001), “Self interest among CPAs may influence their moralreasoning”, Journal of Business Ethics, Vol. 33 No. 1, pp. 29-35.

Alleyne, P., Devonish D., Nurse, J. (2006), “Perception of Moral Intensity AmongUndergraduate Accounting Students in Barbados”, Journal of Eastern CarribeanStudies, Vol. 31, No. 3, pp. 1-26.

Page 18: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

74

Aranya, N., dan K. R. Ferris. 1984. Reexamination of Accountants’ Organizational-Professional Confic. The Accouting Review.

Aranya, N., J. Pollock, dan J. Amernic. 1981. An Examination of ProfessionalCommitmen in Publik Accounting. Accounting, Organization, and Society. Vol. 6.pp. 271-280.

Arens & Loebbecke. 1998. “Auditing: Integrated Appro-ach”. Prentice Hall. pp. 68.Arifin Sabeni. (2005), “Peran Akuntan dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate

Governance (Tinjauan Perspektif Agency Theory)”. Badan Penerbit UniversitasDiponegoro. Semarang.

Arnold, D. and Ponemon, L. (1991), “Internal auditors’ perceptions of whistleblowing andthe influence of moral reasoning: an experiment”, Auditing: A Journal of Practice& Theory, Fall, pp. 1-15.

Bebeau, M. J., J. R. Rest, dan C. M. Yamoor. 1985. Measuring Dental Students’ EthicalSensitivity. Journal of Dental Education. Vol. 49. pp. 225-235.

Bertens K., 2000. “Etika”, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. pp. 4-7.

Buchan, H.F. 2005. Ethical Decision Making in the Public Accounting profession: anextension of Ajzen’s theory of Planned behavior”, Journal of Business Ethics,Vol.61 No.2, pp. 165-81.

Budi Sasongko, dkk. (2007). Internal Auditor dan Dilema Etika. www.theakuntan.com.

Chua, F.C M.H.B. Perera and M.R Mathews. 1994. Integration of Ethics Into TertiaryAccounting Programes in New Zealand and Australia.

Cohen, J.R. and Bennie, N.M. (2006), “The Applicability of a Contingent Factors Modelto Accounting Ethics Research”, Journal of Business Ethics, Vol. 68, pp. 1-18.

Douglas, P. C., R. A. Davidson and B. N. Schwartz.2001. “The Effect of OrganizationalCulture and Ethical Orientation on Accountants‟ Ethical Judgements”, Journal of Business Ethics, Vol. 34(2), h. 101–121. Diakses tanggal 1 November 2009, dariSpringer Link.

Echols, J.M. dan Shadily, H. (1995), Kamus Inggris Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Ellias, R.Z. 2002. “Determinants of earnings management ethics among accountants”,Journal of Business Ethics, Vol. 40 No. 1, pp. 33-45.

Falah, S. 2006, Pengaruh Budaya Etis Organisasi dan Orientasi Etis terhadap SensitivitasEtis, Tesis Magister Sains Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang (tidakdipublikasikan).

Page 19: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

75

Finn, D.W., L.B Chonko, and J.D Hunt. 1988. “Ethical Problem in Public Accounting: TheView from The Top”. Journal of Bussiness Ethics, 7 , pp. 605 – 615.

Fischer, Marilyn, dan K. Rosenzweig, (1995). Attitudes of Students and AccountingPractitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Managements.Journal of Business Ethics 14:433-444.

Forsyth, D. R. 1980. “A taxonomi of ethical ideologies”. Journal of Personality and SosialPsychology 39 : 175 – 184.

Fraedrich, J.P., & Ferrell, O.C (1992a), Cognitive consistency of marketing managers inethical situations, Journal of Academy of Marketing Science, 20, 245-252.

Frey, B.F. 2000. “The Impact of Moral Intensity on Decision Making in a BusinessContext”. Journal of Busniess Ethics. No. 26: 181-195.

Hoesada, Jan. 1996. ”Etika Bisnis dan Profesi di Era Globalisasi”. Media Akuntansi. No.21hal. 5 – 7.

Hunt, S. D dan Vitell. 1986. “A General Theory of Marketing Ethics”. Journal ofMacromarketing 6 (Spring) pp. 5 – 16.

Jeffrey, C. and Weatherholt, N. (1996), “Ethical development, professional commitment,and rule observance attitudes: a study of CPAs and corporate accountants”,Behavioral Research in Accounting, Vol. 8, pp. 8-31.

Jones, T. M.. 1991. “Ethical decision making by individuals in oorganiszations” : An issue– contingent model”. Academy of Management Review 16 (2) : pp. 366 – 395.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, BalaiPustaka.

Karcher, J.N. (1996), “Auditors’ ability to discern the presence of ethical problems”,Journal of Business Ethics, Vol. 15 No. 10, pp. 1033-50.

Keraf, Sonny, 1998, “Kemerosotan Moral Profesi Akuntansi”, Seminar Nasional StrategiPendidikan Etika & Etika Profesi Akuntansi Di Indonesia. (Nopember). FE-Usakti.Jakarta.

Khomsiyah dan Nur Indriantoro. 1998. “Pengaruh Orientasi Etika terhadap Komitmen danSensitivitas Etika Auditor Pemerintah di DKI Jakarta”. Jurnal Riset AkuntansiIndonesia. vol.1 Januari hal. 13 – 28.

Leitsch, Deborah L., (2004), “Differences in the Perceptions of Moral Intensity in theMoral Decision Process: An Empirical Examination of Accounting Students”,Journal of Business Ethics 53: 313–323, 2004.

Page 20: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

76

Leung, P. and Cooper, B.J. (1995), “Ethical dilemmas in accountancy practice”, AustralianAccountant, May, pp. 28-32.

Ludigdo, Unti dan M. Machfoedz. 1999. Persepsi Akuntan dan mahasiswa Terhadap EtikaBisnis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.2 Jan:1-9.

Machfoedz, Mas’ud. (1999). “Studi Persepsi Mahasiswa terhadap Profesionalisme DosenAkuntansi Perguruan Tinggi” Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. vol 3 no 1juni 1999.

May, D. R. and K. P. Pauli. (2002), “The role of moral intensity in ethical decisionmaking: A review and investigation of moral recognition, evaluation, andintention”, Business and Society 41(1), 85–118.

Mele, D. (2005), “Ethical education in accounting: integrating rules, values and virtue”,Journal of Business Ethics, Vol. 57 No. 1, pp. 97-109.

Ponemon, L., and D. Gabhart. 1993. Ethical reasoning in Accounting and auditing.Reidenbach, R.E., & Robn, D.P. (1990), Toward the development of a multidemensional

scales for improving evaluations of business ethics, Journal of Business Ethics, 9,639-653.

Rest, J. R. 1983. “Morality,” in Handbook of Child Psychology, Volume III (4th ed.), P. H.Mussen (series ed.), J. H. Flavell and E. M. Markman (volume eds.), John Wiley &Sons, New York. pp. 556-629.

Rest, J.R., 1986. “Moral Development: Advances in Research and Theory”. New York, NY: Praegar.

Rustiana. (2003). “Studi Empiris novice accountant: Tinjauan Gender,” Jurnal StudiBisnis. vol 1 no 2.

Shaub, M. 1989. “An Empirical examination of the determinants of auditor ethicalsensitivity”. Unpublished Ph.D. desertation, Texas Tech University.

Simarmata, Jonner. 2002. ”Korelasi Motivasi Kerja dengan Kinerja”, Jurnal Akademika,Volume 6 No 1.

Sweeney, J. (1995), “The moral expertise of auditors: an exploratory analysis”, Researchon Accounting Ethics, Vol. 1, pp. 213-34.

Thorne, L. (2000), “The Development of Context-Specific Measures of Accountants’Ethical Reasoning”, Behavioral Research in Accounting 12, 139–170.

Tsui, J. (1994), Auditors’ ethical behaviour; a study of the determinants of auditors’decision making in an audit conflict situation, unpublished doctoral dissertation,The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong.

Page 21: PERKEMBANGAN MODEL MORAL KOGNITIF DAN …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/FEBRIANTY-JE... · ini kemudian menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Perkembangan Model Moral Kognitif dan Relevansinya dalam Riset-Riset AkuntansiVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

77

Volker, J. M., 1984. Couseling Experince, Moral Judgment, Awareness of Consequnces,and Moral Sensitivity in Counseling Practice. Unpublished Doctoral Disertation.Minneapolis, MN: University of Minnesota Press.

Widiastuti, Indah. 2004. Pengaruh Perbedaan Level Hirerarkis Akuntan publik dalamKantor Akuntan Publik terhadap Persepsi tentang Kode Etik Akuntan Indonesia.Jurnal Akuntansi & Bisnis. Vol.3 (1) Peb: 53-65.

Windsor, C. and Ashkanasy, N. (1995), “Moral reasoning development and belief in a justworld as precursors of auditor independence: the role of organizational cultureperceptions”, Proceedings of the Second Annual ABO Research Conference.

Yulianty dan Fitriany, (2005).”Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika PenyusunanLaporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 15-16 September 2005.

Ziegenfuss, D.E. dan A. Singhapakdi (1994), “Professional Values and Ethical Perceptionsof Internal Auditors”, Managerial Auditing Journal, Vol. 9 No. 1,