Upload
trankhanh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
- 1 -
Pengujian Kualitas KTI Adalah Upaya Pengembangan Profesionalisme Widyaiswara♣
Disusun Oleh :
1) Priyambudi Santoso 2) Kusdamayanti
Summary
Widyaiswara is the main pillars to supporting the development of quality assurance of the human resources state employees. For that professional development must continue to do well. With this paper discussed of the Forestry Widyaiswara and to development of the condition is essentially the value of credit-related, both internal assessment results and value by State Administrative Institutions. Although the values that are still not high, but the apparent increase in a fairly satisfactory. To further stabilize the value and quality of any Academic Writing the Forestry Widyaiswa it is considered important the establishment of the examiner team will work with the team of credit number evaluator.
Latar Belakang
etidaknya ada tiga pilar yang lazim dikenal dalam penyelenggaraan diklat
berkualitas dan berkontribusi terhadap peningkatan sumberdaya manusia
(SDM) profesional. Dalam hal ini adalah sarana-prasarana yang memadai,
Widyaiswara yang profesional, dan panitia pelaksana yang kompeten. Terkait
itu, jika kita kaji informasi dari perkembangan data tabulasi Penetapan Angka
Kredit (PAK) oleh LAN pada 2 tahun terakhir (Tabel dan Gambar : 1 di bawah),
terlihat bahwa rata-rata pencapaian nilai kredit unsur pengembangan profesi
Widyaiswara Dephut masih kurang dari 50% bahkan setiap periode penilaian
masih ada ± 2 orang yang usulannya bernilai ”nol”. Hal seperti ini dapat
mengindikasikan bahwa Widyaiswara Dephut sebagai salah satu pilar
penyangga terjaminnya hasil diklat berkualitas boleh dibilang belum cukup
memenuhi syarat profesional alias tidak atau belum sepenuhnya kompeten.
♣ Judul makalah di atas sebagai Prasaran untuk Bahan Presentasi dan Diskusi pada Pertemuan Ilmiah
(Temu Karya Nasional Widyaiswara Dephut) tanggal 4-5 Mei 2009 di Gunung Batu-Bogor.
- 2 -
Coba, jika hasil pencermatan dan analisa data atau kondisi penilaian tersebut
di atas dikaitkan dengan rencana uji kompetensi dan sertifikasi (Peraturan
Kepala LAN Nomor : 5 dan 6 Tahun 2008 tanggal 29 Agustus 2008 tentang
Standar Kompetensi dan Pedoman Sertifikasi Widyaiswara), maka keadaan
seperti itu sesungguhnya membutuhkan perhatian tersendiri, layak adanya
penanganan dini yang cukup serius, salah satunya adalah melalui pembinaan
dan pengembangan profesi Widyaiswara Dephut, khususnya dalam hal
membuat KTI yang berkualitas.
Melalui makalah berjudul ”Pengujian Kualitas KTI Dalam Rangka
Pengembangan Profesionalisme Widyaiswara” ini dicoba membahasnya,
walaupun bobotnya hanya difokuskan pada pengembangan profesi
Widyaiswara Dephut, khususnya dalam hal membuat KTI yang bermutu,
mengikuti kaidah-kaidah ilmah, serta teruji keabsahan dan kelayakannya.
Tabel : 1. Data Perkembangan Tabulasi LAN dalam Perolehan Angka Kredit Unsur Pengembangan Profesi Widyaiswara Dephut Periode Juli 2007 s/d Januari 2009.
Keterangan : - Bang = Pengembangan. - Bangprof = Pengembangan Profesi.
- 3 -
Okey... ! sebelum melanjutkan ke bahasan berikutnya, terlebih dahulu perlu
juga kita ketahui bersama kondisi internal kegiatan pembuatan KTI
Widyaiswara Dephut terkini, nada-nadanya ada kecenderungan untuk lebih
maju, lebih baik dan indikasinya akan bisa menuju kepada kualitas yang baik
pula. Bukti-bukti kuat yang mengindikasikan kinerja tinggi itu bisa dilihat data
pada Tabel : 2 di bawah. Tabel : 2. Data dan informasi keadaan kegiatan Pengembangan Profesi Widyaiswara
Dephut pada waktu pembahasan DUPAK oleh Tim Penilai Instansi bulan Pebruari 2009 di Bogor.
Gambar : 1. Diagram Perkembangan Hasil Penilaian Angka Kredit Unsur Pengembangan Profesi Widyaiswara Dephut selama 2 Tahun atau dalam Periode Penilaian Juli 2007 s/d Januari 2009 oleh LAN.
- 4 -
Padahal menurut Santoso (2004), di dalam periode penilaian DUPAK
Widyaiswara Dephut bulan Juli 2004 terbukti hanya mencapai 28 % atau 35
orang saja dari 126 orang Widyaiswara yang mengajukan DUPAK, dan yang
menyertakan KTI hanyalah 49 % saja atau 17 orang dari 35 orang (hanya
mencapai sekitar 13 % dari jumlah total Widyaiswara pada saat itu).
Jadi perkembangan kondisi seperti tertera pada Tabel : 2 di atas adalah benar-
benar menggembirakan. Dari jumlah total Widyaiswara Dephut sebanyak 144
orang, lebih dari separohnya atau ± 56 % mengajukan DUPAK periode Juli-
Desember 2008, dan dari 81 orang tersebut mencapai sebanyak 61 % yang
menyertakan usulan KTI-nya. Hal ini menampakkan keadaan yang cenderung
membaik dan jelas ada semangat dan harapan yang tinggi dalam kegiatan
pengembangan profesi. Kiranya kondisi internal seperti itu akan bisa merobah
hasil-hasil penilaian Pengembangan Profesi Widyaiswara Dephut oleh tim
penilai LAN (eksternal). Semoga !!
Pengembangan Profesi Widyaiswara Di dalam kamus Wikipedia-Online, profesi berasal dari Bahasa Inggris
profession artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu. Lebih lanjut Rahardjo Mudjia (2009) dalam
tulisannya berjudul ”Pengembangan Profesionalisme Guru” menyatakan bahwa
profession berasal dari kata Latin professus, derivasi dari kata profiteor, yaitu
menyatakan secara terbuka di hadapan umum, maka dari itu profesi berarti
suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut pendidikan tinggi khusus dan
rangkaian latihan intensif serta berjangka panjang (an occupation requiring
considerable training and specialized study). Walaupun syarat kualifikasi
pendidikan tinggi terpenuhi, tidak berarti dengan sendirinya seseorang bisa
bekerja profesional, sebab haruslah cukup bukti bahwa seseorang itu memiliki
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu tertentu.
Yang tidak bisa diabaikan sebagai syarat profesi berikutnya adalah pelatihan
dan praktik-praktik yang diatur secara mandiri (self-regulated training and
- 5 -
practice). Dalam hal profesi seperti itu, nampak bahwa pekerjaan seorang
profesional tidak membutuhkan kontrol ketat, pengawasan oleh atasan, karena
pekerjaan profesional memiliki derajat otonomi yang tinggi, bahkan cenderung
berprinsip kerja secara mandiri (PP Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional PNS dan Kepres Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan
Fungsional PNS).
Selaras dengan itulah Peraturan Kepala LAN Nomor : 5 dan 6 Tahun 2008
memandang perlu penetapan standar melalui uji kompetensi dan sertifikasi
Widyaiswara, sebagai upaya pengakuan kepada Widyaiswara yang
profesional, yang di dalamnya termasuk kemampuan menulis KTI yang terkait
dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.
Jika kita ikuti pengertian dan norma-norma profesi di atas, boleh sepintas kita
ulas tentang adanya kandungan kata mengakui, pengakuan, maupun
menyatakan mampu, maka wajar timbul pertanyaan kita : Siapa sebenarnya
yang mengakui? Siapa yang membuat pengakuan itu? dan Siapakah yang
mengatakan kita mampu melaksanakan pekerjaan tertentu itu?” Kalau
jawabannya adalah diri kita sendiri, maka sebenarnya tidak pas, tidak cocok,
atau tidaklah tepat, bahkan tidak etis.
Untuk itu, seseorang Widyaiswara yang menyandang profesi dan mengatakan
mampu melaksanakan pekerjaan tertentu, haruslah disertai bukti bahwa benar-
benar mampu melaksanakan pekerjaan yang dinyatakan sebagai keahliannya.
Kita semua memahami, bahwa yang sebenarnya paling tepat dan ideal yang
memberikan pengakuan itu mestinya datang dari masyarakat banyak, atau
masyarakat yang telah dilayani dan menikmati hasil kerja kita, khusus di dalam
bahasan makalah ini adalah yang terkait dengan nilai kemanfaatan dari karya-
karya ilmiah yang dihasilkan oleh para Widyaiswara selaku penyandang profesi
tersebut. Di sinilah terkandung suatu kewajiban Widyaiswara untuk menulis
KTI yang berkualitas secara terus-menerus.
- 6 -
Kita juga tahu, upaya pembinaan dan pengembangan guna mendorong
terwujudnya kualitas Widyaiswara yang dilakukan pemerintah, khususnya oleh
LAN maupun Pusat Diklat Kehutanan nampaknya tidak pernah berhenti, baik
melalui pelatihan, lokalatih, seminar, lokarya, temukarya, maupun melalui
pendidikan formal. Terkait itu, dan dalam rangka pengembangan profesi
Widyaiswara telah banyak ditetapkan aturan-aturan, diantaranya; mulai dari
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/66
/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya,
Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor : 7 Tahun 2005 dan Nomor : 17 Tahun 2005 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, Peraturan
Kepala LAN Nomor : 1 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, Peraturan Kepala LAN Nomor :
3 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Orasi Ilmiah Widyaiswara,
sampai dengan Peraturan Kepala LAN Nomor : 5 dan 6 Tahun 2008 tanggal
29 Agustus 2008 tentang Standar Kompetensi dan Pedoman Sertifikasi
Widyaiswara, serta adanya draft Peraturan Kepala LAN Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bagi Widyaiswara. Demikian pula
halnya pedoman-pedoman yang telah diterbitkan oleh Pusat Diklat Kehutanan,
pada kurun waktu selama tahun 2008 saja ada sebanyak 12 buku pedoman
menyangkut tugas kegiatan Widyaiswara, diantaranya; Pedoman Penyusunan
Karya Tulis Ilmiah Populer (Nomor : P.18/Dik-2/2008), Penyusunan Prasaran
Diklat (Nomor : P.08/Dik-2/2008), dan Pedoman Penelitian Kediklatan
Kehutanan (Nomor : P. 01/Dik-2/2008).
Di dalam Keputusan MENPAN Nomor : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 secara garis
besar diamanatkan kewajiban pengembangan profesi, Pertama; Pasal 12 Ayat
(6); Widyaiswara Madya yang akan naik pangkat menjadi Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b sampai dengan Widyaiswara Utama pangkat Pembina
Utama golongan ruang IV/e, dari angka kredit kumulatif yang disyaratkan paling
- 7 -
rendah 12 (dua belas) angka kredit harus berasal dari kegiatan pengembangan
profesi, dan Kedua; Pasal 25 Ayat (1); Untuk dapat diangkat dalam jabatan
Widyaiswara Utama disamping memenuhi angka kredit kumulatif yang
ditentukan wajib melakukan orasi ilmiah. Lebih lanjut dari Peraturan Kepala
LAN Nomor : 3 Tahun 2006 merinci tentang prosedur pelaksanaan orasi ilmiah
sebagai wujud akuntabilitas akademis atas profesi yang disandang seorang
Widyaiswara yang mampu mempertanggungjawabkan profesinya kepada
masyarakat. Kegiatannya diawali dengan pelaksanaan penelitian/kajian ilmiah
dan hasilnya dituangkan ke dalam KTI, setelah itu nilai essensial dari data,
fakta, dan pokok-pokok temuan yang bernilai tinggi dari analisis terhadap bukti
empiris dijadikan sebagai salah satu dasar menyusun sinopsis orasi ilmiahnya.
Jadi kegiatan pengembangan profesi bagi Widyaiswara merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan mengingat pengembangan profesi dengan
penulisan KTI memiliki nilai ganda yang dapat dipergunakan untuk kenaikan
pangkat sekaligus untuk pemantapan kompetensi dalam rangka sertifikasi. Hal
ini seperti di dalam Pasal 9 Ayat (2) a Peraturan Kepala LAN Nomor : 5 Tahun
2008, bahwa salah satu kompetensi substantif yang memiliki bobot 40 % dan
harus dimiliki Widyaiswara adalah mampu menulis karya tulis ilmiah yang
terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.
Pengelompokan Kegiatan Pengembangan Profesi Kegiatan pengembangan profesi bagi Widyaiswara sebagaimana diuraikan di
dalam Keputusan MENPAN Nomor : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 beserta petunjuk
teknis dan petunjuk pelaksanaannya pada dasarnya terdapat 5 macam
kegiatan; 1) membuat KTI, 2) menerjemahkan atau menyadur buku dan bahan
lain, 3) membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis, 4)
melaksanakan orasi ilmiah, dan 5) menjadi anggota tim penilai jabatan
fungsional Widyaiswara. Rincian lebih lanjut beserta besaran nilai angka-
angka kreditnya dapat diperhatikan pada Tabel : 3 di bawah.
- 8 -
Jika kita perhatikan, secara teori Widyaiswara memiliki kesempatan dan dapat
naik pangkat sampai jenjang Pembina Utama IV/e, tetapi perlu diingat, bahwa
mulai pangkat Pembina Tingkat I IV/b sampai dengan IV/e boleh di istilahkan
merupakan ”kapling atau arena bermain atau monopoli” bagi para Widyaiswara
yang mau dan mampu mengembangkan profesionalismenya.
Tabel : 3. Rincian Kegiatan Pengembangan Profesi Widyaiswara dan Besaran Nilai Kreditnya.
- 9 -
Pengertian Beberapa Istilah Dengan mengacu Keputusan MENPAN Nomor : PER/66/M.PAN/6/2005,
Peraturan Kepala LAN Nomor : 1 Tahun 2006, Nomor : 5 dan 6 Tahun 2008,
serta draft Peraturan Kepala LAN Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan
KTI Bagi Widyaiswara, maka ada beberapa pengertian yang perlu pemahaman
bersama terlebih dulu, yaitu :
1. KTI seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup
kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi Widyaiswara
Dephut adalah KTI yang disusun baik secara perorangan maupun kelompok
yang membahas suatu pokok bahasan seputar kediklatan maupun materi
Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan
spesialisasinya) dengan menuangkan gagasan-gagasan tertentu melalui
identifikasi dan deskripsi permasalahan, analisa permasalahan, dan saran-
saran pemecahannya.
2. KTI hasil penelitian, pengkajian, survei, dan atau evaluasi seputar kediklatan
maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau
pengembangan spesialisasinya) bagi Widyaiswara Dephut adalah suatu
karya tulis yang dihasilkan melalui proses kegiatan pengujian data atau
kondisi yang ditujukan untuk membuat suatu kesimpulan atau pembuktian
terhadap suatu hipotesis, yang dilaksanakan dengan langkah-langkah a.l.:
a. perumusan hipotesis;
b. penentuan rancangan penelitian, pengkajian, survei, dan atau evaluasi
c. pelaksanaan penelitian, pengkajian, survei, dan atau evaluasi;
d. pengolahan dan penganalisaan data; dan
e. perumusan kesimpulan.
3. KTI berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri seputar
kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan
dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi Widyaiswara Dephut adalah
suatu karya tulis yang dihasilkan melalui kegiatan analisis data atau kondisi
yang ditujukan untuk menanggapi atau memberikan suatu pendapat
terhadap suatu kondisi, yang dilaksanakan dengan langkah-langkah a.l.:
- 10 -
a. pengidentifikasian data atau kondisi yang ada;
b. penentuan rancangan tinjauan/ulasan ilmiah yang sesuai;
c. penganalisaan; dan
d. perumusan kesimpulan.
4. KTI populer seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi
Widyaiswara Dephut adalah suatu karya tulis yang bertujuan untuk
memperkenalkan dan menyebarluaskan IPTEK di bidang kediklatan
kehutanan dan/atau substansi spesialisasi dengan cara yang mudah
dipahami oleh masyarakat umum.
5. Makalah yang berisikan prasaran berupa tinjauan, gagasan atau ulasan
ilmiah di seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi
Widyaiswara Dephut adalah suatu makalah yang disusun dan
dikembangkan dari berbagai tulisan/karya ilmiah dengan memasukkan
penafsiran usulan evaluatif, koreksi ilmiah atau pengarahan pengembangan
sehingga menghasilkan pemikiran baru yang otentik di bidang kediklatan
kehutanan dan/atau substansi spesialisasi.
6. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode
ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan
yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau
ketidakbenaran suatu asumsi dan atau hipotesis di bidang IPTEK serta
menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan.
7. Metode ilmiah adalah metodologi penyusunan KTI yang ditandai dengan
adanya:
a. argumentasi teoritis yang relevan;
b. dukungan fakta atau kondisi yang ada;
c. analisa kajian yang mempertautkan antara argumentasi teoritis dengan
fakta yang ada;
d. penggunaan sistematika penyajian yang umum dan jelas; dan
e. bersifat obyektif dan didasarkan pada pertimbangan profesionalitas.
- 11 -
8. Pertemuan ilmiah adalah kegiatan berupa diskusi panel, konferensi,
seminar, lokakarya, atau pertemuan sejenisnya yang diadakan oleh
organisasi pemerintah atau organisasi profesi dan/atau lembaga lain yang
dapat berupa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan ruang lingkup
kegiatan bidang IPTEK.
9. Tingkat Keaslian atau Otentisitas KTI adalah materi penulisan KTI yang
merupakan hasil gagasan sendiri dan belum pernah dibahas atau ditulis
orang lain dalam pengertian bahwa topik bisa saja sama namun sudut
pandang penulisan adalah berbeda.
10. APIK adalah akronim yang di dalam draft Peraturan Kepala LAN Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan KTI Bagi Widyaiswara dijadikan
kriteria penulisan KTI yang harus dipenuhi, yaitu Asli, di Perlukan, Ilmiah
dalam pembuatannya, dan Konsisten dalam penulisannya.
10.Tim Penilai Teknis adalah Tim sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan
Bersama Kepala LAN dan Kepala BKN Nomor 7 Tahun 2005 dan Nomor 17
Tahun 2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Dalam hal ini implementasinya adalah:
a. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit membentuk Tim
Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para ahli, baik yang
berkedudukan sebagai PNS atau bukan PNS yang mempunyai
kompetensi teknis yang diperlukan.
b. Tugas pokok Tim Penilai Teknis adalah memberikan saran dan
pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan penilaian
atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang memerlukan
keahlian tertentu yang di dalam hal ini adalah KTI Widyaiswara Dephut.
11.Tim Penguji KTI atau selanjutnya di dalam hal ini disebut dengan Tim
Penguji pada dasarnya adalah tim yang bertindak selaku Tim Penilai Teknis
yang dalam tugasnya adalah sebagaimana tugas Tim Penilai Teknis yang
dibentuk oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja untuk memberikan dasar atau
rekomendasi yang memadai dalam mengesahkan atau tidak mengesahkan
KTI yang disusun oleh Widyaiswara Dephut yang akan diusulkan angka
- 12 -
kreditnya (misalnya seperti : Keputusan Kepala Pusat Diklat Kehutanan
Nomor : SK.11/Dik-1/2009 tanggal 17 Maret 2009 tentang Pembentukan
Tim Editing Buku Terbitan Pusat Diklat Kehutanan).
Kriteria Umum KTI Menurut Suharto R.L. (2008) dalam menguji kelayakan KTI diperlukan 3
tahapan. Pertama : uji komunikasi yang meliputi aspek; (a) pemilihan topik dan
judul KTI yang lingkupnya adalah seputar kediklatan maupun materi Diklat
(yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan
spesialisasinya), (b) memilih bentuk tulisan sesuai sasaran yang ingin dituju, (c)
media publikasi sesuai dengan jangkauan yang diinginkan, (d) menentukun
strutur format tulisan, (e) pemakaian bahasa yang baku, dan (f) menghormati
adanya hak cipta mulai dari tata cara pengutipan sampai dengan pengurusan
ISBN/ISSN. Kedua : uji kelayakan yang meliputi aspek keaslian, kebutuhan,
nilai ilmiah, dan konsistensi. Hal ini sebagaimana akronim APIK pada bahasan
pengertian di atas. Ketiga : uji keabsahan sebagaimana peraturan perudang-
undangan yang mengatur tentang KTI Widyaiswara, dan untuk hal ini akan
dibahas pada tahap-tahap uraian di bawah.
1. KTI hasil Penelitian, Pengkajian, Survei, dan/atau Evaluasi seputar
kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan
dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi Widyaiswara Dephut, dapat
diusulkan untuk disahkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk membuat suatu kesimpulan atau pembuktian terhadap
suatu hipotesis seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait
dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya).
b. Dalam penyusunannya menggunakan metode ilmiah.
c. Materi penelitian, pengkajian, survei, dan atau evaluasi merupakan hasil
gagasan sendiri yang belum pernah dibahas atau ditulis oleh orang lain.
d. Memenuhi kriteria dipublikasikan atau tidak dipublikasikan.
- 13 -
2. KTI berupa Tinjauan atau Ulasan Ilmiah Gagasan Sendiri seputar kediklatan
maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau
pengembangan spesialisasinya) bagi Widyaiswara Dephut dapat diusulkan
untuk disahkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk menanggapi atau memberikan suatu pendapat terhadap
suatu kondisi seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait
dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya).
b. Dalam penyusunannya menggunakan metode ilmiah.
c. Materi tinjauan/ulasan ilmiah merupakan hasil gagasan sendiri yang
belum pernah dibahas atau ditulis oleh orang lain.
d. Memenuhi kriteria dipublikasikan atau tidak dipublikasikan.
3. KTI Populer seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi
Widyaiswara Dephut yang disebarluaskan Melalui Media Massa atau Media
lainnya, dapat diusulkan untuk disahkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Bertujuan untuk menyampaikan atau memperkenalkan suatu gagasan
seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup
kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya).
b. Dalam penyusunannya menggunakan metode ilmiah.
c. Materi penulisan merupakan hasil gagasan sendiri yang belum pernah
dibahas atau ditulis oleh orang lain.
d. Memenuhi kriteria dipublikasikan.
4. Makalah yang berisikan Prasaran berupa Tinjauan, Gagasan atau Ulasan
Ilmiah seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup
kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi Widyaiswara
Dephut yang disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah, dapat diusulkan untuk
disahkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila memenuhi persyaratan:
a. Disampaikan dalam pertemuan ilmiah.
b. Dalam penyusunannya menggunakan metode ilmiah.
- 14 -
c. Memenuhi kriteria tidak dipublikasikan.
5. Terjemahan/Saduran seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait
dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) bagi
Widyaiswara Dephut, dapat diusulkan untuk disahkan oleh Kepala/Pimpinan
Unit Kerja apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Materi yang diterjemahkan/disadur adalah KTI yang berupa buku atau
artikel pada suatu media massa atau makalah yang merupakan hasil
penelitian, pengkajian, survei dan atau evaluasi ataupun berupa
tinjauan/ulasan ilmiah/penulisan populer seputar kediklatan maupun
materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau
pengembangan spesialisasinya) yang penerbitan aslinya menggunakan
suatu bahasa tertentu yang dialihbahasakan ke dalam bahasa yang lain.
b. Materi tersebut terkait dengan perkembangan dan kemajuan kediklatan
maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau
pengembangan spesialisasinya).
c. Materi belum pernah diterjemahkan atau disadur oleh orang lain.
d. Memenuhi kriteria dipublikasikan atau tidak dipublikasikan.
Kriteria Dipublikasikan dan Tidak Dipublikasikan 1. Kriteria Dipublikasikan.
a. Dipublikasikan dalam bentuk buku.
KTI dalam bentuk buku dapat diusulkan untuk disahkan oleh
Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila memenuhi persyaratan berikut:
(1) Diterbitkan oleh suatu organisasi/badan ilmiah/lembaga pemerintah
atau oleh organisasi profesi ilmiah, atau oleh penerbit profesional.
(2) Mempunyai nomor International Standard of Book Numbers (ISBN).
(3) Sekali terbit minimal 300 (≈1000) eksemplar, yang dibuktikan dengan
surat keterangan dari penerbit.
(4) Penampilan buku seperti layaknya suatu buku, bukan diktat.
b. Dipublikasikan dalam bentuk artikel pada majalah ilmiah atau media
massa lainnya.
- 15 -
KTI dalam bentuk artikel pada majalah ilmiah atau media massa lainnya
dapat diusulkan untuk disahkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(1) Diterbitkan oleh suatu organisasi/badan ilmiah/lembaga pemerintah
atau oleh organisasi profesi ilmiah, atau oleh penerbit.
(2) Mempunyai nomor International Standard of Serial Numbers (ISSN).
(3) Dimuat pada halaman atau kolom atau rubric khusus yang memang
ditujukan untuk pemuatan KTI.
c. Dipublikasikan melalui situs internet (website).
KTI dalam bentuk artikel yang dimuat pada situs internet (website) dapat
diusulkan untuk disahkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila
memenuhi persyaratan diterbitkan melalui website suatu
organisasi/badan ilmiah/lembaga pemerintah atau oleh organisasi
profesi ilmiah atau website dari media massa yang memiliki ISSN.
2. Kriteria Tidak Dipublikasikan Untuk KTI yang tidak dipublikasikan, dokumentasi hasil hendaknya
dituangkan dalam bagian-bagian yang sistematis sesuai dengan jenis KTI,
sebagaimana berikut:
a. Dokumentasi dalam bentuk buku KTI dapat diusulkan untuk disahkan
oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila memenuhi persyaratan :
(1) Berisi lebih dari 5.000 kata atau minimal 20 halaman kertas ukuran
A4 dengan spasi 1.5 dan karakter huruf Arial, atau yang sejenis
dengan ukuran 11.
(2) Penampilan buku sebagaimana layaknya suatu buku, bukan diktat.
(3) Didokumentasikan pada perpustakaan unit organisasi, dan
dibuktikan dengan surat keterangan.
b. Dokumentasi KTI dalam bentuk makalah dapat diusulkan untuk disahkan
oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja apabila memenuhi persyaratan berikut:
(1) Berisi lebih dari 2.500 kata atau minimal 10 halaman kertas ukuran
A4 dengan spasi 1.5 dan karakter huruf Arial, atau yang sejenis
dengan ukuran 11.
- 16 -
(2) Penampilan makalah: cover dicetak, manuskrip dicetak, bentuk
makalah sebagaimana layaknya suatu makalah.
(3) Didokumentasikan pada perpustakaan unit organisasi, dan
dibuktikan dengan surat keterangan.
(4) Untuk makalah dalam pertemuan ilmiah dilengkapi dengan surat
keterangan/sertifikat telah menjadi penyaji dalam pertemuan ilmiah.
Kriteria Hasil 1. KTI hasil Penelitian, Pengkajian, Survei, dan atau Evaluasi seputar
kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan
dan/atau pengembangan spesialisasinya), bukti fisik yang akan dilakukan
pengujian harus disampaikan :
a. Buku asli atau fotokopi yang akan disahkan oleh kepala/pimpinan unit
organisasi.
b. Majalah asli atau fotokopi pemuatan dalam majalah atau media massa
lainnya yang akan disahkan oleh Kepala/Pimpinan unit organisasi.
c. Hasil download dari website di mana KTI dimuat dengan identitas
lengkap alamat situs dan tanggal pemuatan yang akan disahkan oleh
Kepala/Pimpinan unit organisasi.
2. KTI berupa Tinjauan atau Ulasan Ilmiah Gagasan Sendiri seputar kediklatan
maupun materi Diklat (yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau
pengembangan spesialisasinya), bukti fisik yang harus disampaikan untuk
dapat dilakukan pengujian adalah:
a. Buku asli/otokopi yang akan disahkan pimpinan unit organisasi.
b. Majalah asli atau fotokopi pemuatan dalam majalah yang akan disahkan
oleh Kepala/Pimpinan Unit organisasi.
c. Makalah asli atau fotokopi yang akan disahkan oleh Kepala/Pimpinan
Unit organisasi.
d. Hasil download dari website di mana KTI dimuat dengan identitas
lengkap alamat situs dan tanggal pemuatan yang akan disahkan oleh
Kepala/Pimpinan unit organisasi.
- 17 -
3. KTI Populer seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya) yang
disebarluaskan melalui Media Massa, bukti fisik yang harus disampaikan
untuk dapat dilakukan pengujian adalah:
a. Majalah asli atau fotokopi pemuatan dalam majalah yang akan disahkan
oleh Kepala/Pimpinan Unit organisasi.
b. Hasil download dari website di mana KTI dimuat dengan identitas
lengkap alamat situs dan tanggal pemuatan yang akan disahkan oleh
Kepala/Pimpinan unit organisasi.
4. Prasaran berupa Tinjauan, Gagasan atau Usulan Ilmiah dalam Pertemuan
Ilmiah di seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya), bukti fisik
yang harus disampaikan untuk dapat dilakukan pengujian adalah:
a. Makalah asli atau fotokopi yang akan disahkan Pimpinan unit organisasi.
b. Sertifikat / surat keterangan menyampaikan prasaran dalam pertemuan
ilmiah dari penyelenggara.
5. Terjemahan/Saduran di seputar kediklatan maupun materi Diklat (yang
terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya),
bukti fisik yang harus disampaikan untuk dapat dilakukan pengujian adalah:
a. Buku dan/atau naskah asli atau fotokopi yang akan disahkan oleh
kepala/pimpinan unit organisasi.
c. Makalah asli/fotokopi yang akan disahkan Pimpinan unit organisasi.
d. Hasil download dari website di mana karya tulis ilmiah dimuat dengan
identitas lengkap alamat situs dan tanggal pemuatan yang akan
disahkan oleh Kepala/Pimpinan unit organisasi.
Secara ringkas mengenai penerapan kriteria-kriteria tersebut di atas terhadap
KTI yang telah disusun oleh Widyaiswara untuk dilakukan pengujian dapat
dilihat aliran ujinya sebagaimana pada Flowchart Gambar : 2 sampai dengan
Gambar : 4 pada halaman berikut.
- 18 -
Gambar : 2. Flowchart Pengujian KTI Hasil Penelitian, Pengkajian, Survei, dan/atau
Evaluasi, dan KTI Hasil Tinjauan atau Ulasan Ilmiah, serta Terjemahan/Saduran.
- 21 -
Tim Penguji dan Pengujian KTI Sebagai upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu KTI Widyaiswara
Dephut yang lingkup bahasannya di seputar kediklatan maupun materi Diklat
(yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan
spesialisasinya), maka pada unit kerja Pusat Diklat Kehutanan yang telah
dibentuk Tim Penilai Angka Kredit kiranya dapat dibentuk Tim Penguji KTI.
Pembentukan Tim Penguji tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa
Tim Penguji merupakan mitra kerja Tim Penilai Angka Kredit dalam
melaksanakan mekanisme penilaian angka kredit KTI yang disusun oleh
Widyaiswara. Pembentukan dan penunjukan Anggota Tim Penguji dilakukan
dengan keputusan Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit.
Keanggotaan Tim Penguji merupakan keanggotaan yang terpisah dari Tim
Penilai Angka Kredit sehingga diharapkan tidak terdapat perangkapan
keanggotaan. Koordinasi dan pelaksanaan administrasi kegiatan Tim Penguji
dilaksanakan oleh Sekretariat Tim Penilai Angka Kredit. Susunan keanggotaan
Tim Penguji paling tidak terdiri dari Pejabat Struktural, Widyaiswara dan/atau
dari pihak lain yang dibutuhkan, dengan jumlah sekurang-kurangnya 3 (tiga)
orang dengan rincian sebagai berikut:
a. Seorang ketua merangkap anggota,
b. Seorang sekretaris merangkap anggota, dan
c. Seorang anggota.
Pejabat yang ditugaskan sebagai Anggota Tim Penguji harus memiliki
kompetensi sesuai dengan materi KTI yang diuji, serta memiliki obyektivitas
agar proses pengujian yang dilakukan dapat berjalan efektif dan objektif. Bila
diperlukan, pejabat yang berwenang dapat memberikan penugasan Penguji
sementara (tambahan) untuk melakukan suatu pengujian terhadap hasil KTI
tertentu. Pengangkatan anggota Tim Penguji sementara (tambahan) dapat
dilakukan apabila:
- 22 -
a. Pejabat yang diangkat sebagai anggota Tim Penguji terlibat dalam kegiatan
penyusunan KTI yang akan diuji sebagai penulis,
b. Terdapat anggota Tim Penguji yang berhenti atau karena satu dan lain hal
tidak dapat melaksanakan tugas sebagai anggota Tim Penguji.
c. Menambah pemahaman dari sisi substansi.
Dalam pelaksanaan kegiatannya Tim Penguji bertugas untuk :
a. Menilai kualitas KTI, kompetensi penulis, maupun tingkat keterlibatan
Widyaiswara dalam penyusunan KTI.
b. Memberikan masukan, mempertajam analisa-analisa dan meningkatkan
mutu KTI.
c. Memberikan rekomendasi pengesahan KTI yang disusun oleh Widyaiswara
kepada Kepala/Pimpinan Unit Kerja.
KTI yang disusun oleh Widyaiswara dapat diusulkan dalam penilaian angka
kredit apabila telah diberikan pengesahan oleh Kepala/Pimpinan Unit Kerja
tempat Widyaiswara bertugas. Dasar dari pengesahan tersebut adalah
rekomendasi dari Penguji. Rekomendasi tersebut diberikan melalui mekanisme
pengujian yang sistematis yang didasarkan pada jenis KTI yang disusun.
Berdasarkan pertimbangan profesional dapat saja dilakukan perubahan
terhadap perubahan rekomendasi terhadap KTI yang pada awalnya telah
dilakukan pengujian serta penilaian angka kredit sebagai suatu karya tulis
ilmiah dengan kriteria tertentu, namun di kemudian hari oleh Widyaiswara yang
menulis KTI ditingkatkan gradasi penyajian maupun publikasinya. Dalam hal
seperti ini penting dilakukan Pengujian kembali terhadap KTI yang mengalami
perubahan dalam : 1) Perubahan Publikasi, dan 2) Perubahan Penyajian, serta
3) Perubahan Jenis KTI.
- 23 -
Pengujian yang dilakukan adalah lebih diarahkan kepada pemenuhan kriteria-
kriteria sebagaimana diuraikan di atas, demikian halnya terhadap kegiatan
yang dilaksanakan dalam pengujian perubahan gradasi penyajian maupun
publikasinya.
Penutup Demikian sekilas makalah sebagai prasaran untuk dibahas pada Temu Karya
nasional Widyaiswara Dephut Tahun 2009 di Bogor ini dibuat, hal-hal yang
masih perlu ditajami (divalidasi dan clarifikasi) lebih lanjut antara lain adalah :
1) Kiranya perlu dibuat pedoman atau Juklak/Juknis-nya oleh Kepala Pusat
Diklat Kehutanan menyangkut ”Pengujian KTI Widyaiswara Dephut”
beserta pembentukan Tim Pengujinya; dan
2) Khusus untuk hal-hal yang menyangkut pembahasan KTI yang
dipublikasikan di dalam situs internet (website).perlu validasi dan
diklarifikasikan lebih lanjut;
Akhirnya, merupakan harapan kita semua dengan pembinaan profesionalisme
Widyaiswara Dephut melalui pengembangan profesi yang gencar di bicarakan,
dan terus pula dilakukan upaya penyempurnaannya, serta diikuti
implementasinya oleh semua pihak terkait, khususnya oleh para personil
Widyaiswara, InsyaAllah, pada saatnya nanti akan dapat benar-benar
meningkatkan kualitas Widyaiswara yang pada akhirnya akan berdampak
positif pada kemajuan dunia kediklatan.
Tidak lupa, teriring permohonan penulis agar para pembaca makalah ini
berkenan menambah luang sedikit waktu guna membaca catatan di bawah ini,
semoga dengan khidmat memahami dan bisa memetik kandungan maknanya.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat. Amien!
- 24 -
Catatan : 1. Menurut Ibu R.Lintang Suharto (Widyaiswara Utama-LAN) :
”Jangan pernah menulis KTI dengan motivasi angka kredit”. Menulislah dengan keyakinan bahwa : ”Manakala tiba waktunya ajal menjemput; hanya ilmu yang anda tinggalkan sebagai amal di dunia ini, disamping anak yang saleh. Untuk itu marilah perbanyak amal dengan menulis KTI sebanyak-banyaknya”.
2. Puisi Az-Zamakhsyari (penafsir al-Qur’an), dikutip dari terjemahan
buku “DON’T BE SAD” oleh DR. Aidh bin Abdullah al-Qarni, 2004 : Malam-malam yang aku lalui untuk mengkaji suatu pengetahuan, lebih aku cintai daripada bersama atau bercumbu rayu dengan gadis yang menawan. Keasyikmasyukanku ketika memahami sebuah pelajaran yang sulit, serasa lebih lezat kurasakan dibandingkan minuman tersegar sekalipun. Sungguh terasa nyaman di telingaku suara gemerisik tanganku, menepuk-nepuk debu di atas kertas-kertas berserakan, dibandingkan bunyi gendang yang ditabuh oleh seorang wanita. Wahai yang mencoba meraih tingkatanku, dengan pemikiran yang bergairah, betapa jurang perbedaan menganga, antara orang yang merasakan kepedihan mendaki terus-menerus, dan antara dia yang mendaki dan sampai kepuncak tanpa kelelahan. Apakah aku bekerja keras sepanjang malam, di saat Anda tertidur lelap, padahal Anda berharap mengungguliku ?
- 25 -
Referensi Antonius, 2004. Petunjuk Praktis Menyusun Karya Tulis IImiah Untuk Naik Pangkat Ke
Golongan IV/b - IV/e. Yrama Widya. Bandung. Boeriswati Endry, 2004. Teknik Penulisan Karya IImiah. Lembaga Akta Mengajar,
Universitas Negeri Jakarta. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/66/M.PAN/6/2005
tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Peraturan Kepala LAN No. 1 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Peraturan Kepala LAN No. 5 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Widyaiswara. Peraturan Kepala LAN No. 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Sertifikasi Widyaiswara. Pusat Diklat Kehutanan. 2009. Bahan Pembahasan DUPAK Widyaiswara Departemen
Kehutanan. Periode Penilaian Juli-Desember 2008 pada Pebruari 2009. Rahardjo, Mudjia. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru.
http://www.mudjiarahardjo.com/viewd_artikel.php?pg=41. Download Internet tanggal 30 Maret 2009.
Santoso, P., 2004. Karya Tulis Ilmiah Hasil Penelitian Widyaiswara Kehutanan Masih Sebatas Wacana. Buletin Silvika Edisi 41/IX/2004. Pusat Diklat Kehutanan. Bogor.
Suharto, R.L., 2008. Cara Mudah Menulis Karya Ilmiah. Makalah Ceramah Umum Widyaiswara tanggal 29 Agustus 2008. Direktorat Pembinaan Widyaiswara-LAN. Jakarta.