Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED
DISCOVERY TERHADAP HASIL BELAJAR
SISWA SMA
Sulasfiana Alfi Raida
STAIN Kudus Jawa Tengah
Abstrak
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
keefektifan pembelajaran guided discovery terhadap hasil
belajar pada materi sistem regulasi. Penelitian ini
menggunakan quasi experimental design dengan bentuk pre-
test post-test non-equivalent control group design dan
menggunakan pre experimental design dengan model one
shot case study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
kelas MIA semester IV dengan sampel diperoleh 112 siswa
pada empat kelas di SMA Negeri 1 Salatiga tahun ajaran
2014/2015. Kelas MIA 2.4 dan MIA 5.4 sebagai kelompok
eksperimen dan kelas MIA 3.4 dan MIA 4.4 sebagai
kelompok kontrol. Data dalam penelitian ini diperoleh dari
tes akhir (hasil belajar pengetahuan). Data dianalisis dengan
analisis dengan uji t-test. Hasil penelitian antara lain: ada
perbedaan yang signifikan pada hasil belajar pengetahuan
(tes akhir) antara pembelajaran guided discovery dengan
pembelajaran model direct instruction dan rata-rata skor tes
akhir (hasil belajar pengetahuan) siswa ≥2,67. Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran guided discovery efektif
menuntaskan hasil belajar pada materi sistem regulasi.
Kata Kunci: Guided Discovery, Hasil Belajar Pengetahuan.
Abstract
This research aimed to analyze the effectiveness of guided
discovery learning towards that material learning outcomes
on regulatory system material. This research used quasi
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
62 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
experimental with pre-test post-test non-equivalent control
group design and pre-experimental design with one-shot case
study model. The population was all of the 4th semester MIA
with samples obtained 112 students on four classes of SMA
Negeri 1 Salatiga academic year 2014/2015. Class MIA 2.4
and MIA 5.4 as a group of experiments and class MIA 3.4 and
MIA 4.4 as control groups. The data in this research were
collected by cognitive learning outcome (final test). Data
were analyzed with descriptive analyzed and t-test. The result
showed as follows: there is a significant difference in the
end of the test scores (cognitive learning outcome) of
guided discovery learning compared with direct instruction
model learning; the average of student’s final test scores ≥
2,67 on guided discovery learning. It is concluded that guided
discovery learning is effective completed learning outcomes
on regulatory system material.
Keywords: Guided Discovery, Cognitive Learning Outcome.
A. PENDAHULUAN
Pembelajaran biologi ditujukan untuk menciptakan
manusia dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan mampu
memecahkan permasalahan kehidupan. Hal ini terlihat pada tujuan
pembelajaran materi sistem regulasi tingkat SMA, yaitu
mengarahkan siswa agar mampu memahami struktur dan fungsi
sistem regulasi tubuhnya. Selain itu siswa juga diharapkan mampu
menerapkan pengetahuannya dengan menjaga kesehatan sistem
regulasi tubuhnya, menghindarkan diri dari hal-hal yang
membahayakan sistem regulasi tubuhnya, dan mampu berperan
positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, pada pembelajaran
biologi siswa didorong untuk mencapai seluruh kompetensi dasar
pada suatu pembelajaran sehingga siswa mampu memenuhi
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa materi sistem
regulasi merupakan materi yang sulit dikuasai oleh siswa dalam
pembelajaran biologi. Hasil penelitian awal yang dilakukan di SMA
dan MA se-Kota Salatiga menunjukkan bahwa 51% siswa
menganggap materi sistem regulasi merupakan materi biologi
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 63
kelas XI semester genap yang paling sulit. Sebanyak 39% siswa
tersebut menganggap kesulitan materi sistem regulasi disebabkan
adanya konsep/istilah yang sulit dipahami dan 38% menganggap
materinya terlalu banyak. Materi sistem regulasi dianggap terlalu
banyak karena terdiri atas tiga sub materi, yaitu sistem saraf,
sistem indera, dan sistem endokrin.
Cimer (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
sistem endokrin merupakan salah satu materi biologi yang sulit.
Kesulitan ini dikarenakan materi yang dipelajari berbasis pada
hapalan, bersifat abstrak, terdiri atas kata latin, dan topik
kompleks. Cimer menyimpulkan tanggapan siswa dalam penelitian
tersebut, bahwa guru hendaknya menerapkan pembelajaran
efektif untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran biologi.
Guru dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan fenomena
dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam
pembelajaran biologi, guru sebaiknya menggunakan strategi
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi dan
menekankan proses berpikir. Belajar untuk memahami dalam
suatu pembelajaran di kelas membutuhkan suatu kegiatan yang
dirancang untuk mengolah pemikiran siswa, sehingga siswa
mampu merekonstruksi pengetahuan awal yang dimilikinya
(Cakir, 2008). Konstruktivis merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang menekankan proses berpikir untuk
menghasilkan pengetahuannya sendiri (Ultanir, 2012). Siswa tidak
memperoleh pengetahuan dari guru, melainkan dari proses
membangun pengetahuan dengan menghubungkan antar unsur
pada suatu informasi.
Lingkungan belajar perlu didesain agar dapat memberikan
hasil yang positif pada penerapan pembelajaran berorientasi
konstruktivis (Panasuk & Lewis, 2012). Guru dapat menentukan
model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan dan membuat makna. Mayer (2004) menyatakan
bahwa guided discovery merupakan pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivis. Guru
membimbing siswa menemukan konsep dengan menetapkan
batasan dalam proses penemuan tersebut pada pembelajaran
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
64 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
guided discovery (Khasnis & Aithal, 2011). Siswa membangun
pengetahuan melalui contoh fenomena sehari-hari (Jacobsen et
al., 2009). Proses penemuan konsep melalui penyajian fenomena/
permasalahan tersebut mendorong siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir untuk mengkonstruksi pengetahuan pada
materi sistem regulasi.
Guided discovery merupakan pembelajaran aktif yang
membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan yang tepat
sehingga dapat digunakan untuk memahami dan mengintegrasi
informasi baru (Mayer, 2004). Pada pembelajaran guided discovery
guru membimbing siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan
menyajikan fenomena atau permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan materi. Guru membimbing
siswa menemukan konsep dengan menetapkan batasan dalam
proses penemuan tersebut (Khasnis & Aithal, 2011). Akan tetapi,
menurut Lee (2011) bimbingan guru pada pembelajaran guided
discovery bukan dengan menentukan langkah-langkah pemecahan
masalah, melainkan dengan penyajian tugas-tugas. Penyajian tugas
ini merupakan strategi yang dapat digunakan guru dalam
memberikan bimbingan kepada siswa untuk menemukan konsep.
Siswa dapat mengolah berbagai informasi dari berbagai sumber
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Siswa dapat
memperoleh pengetahuan dari hasil pemikirannya sendiri, melalui
proses tersebut.
Contoh yang disajikan guru dapat berupa fenomena dan
permasalahan pada kehidupan sehari-hari. Selain memberikan
contoh-contoh, guru juga dapat memberikan bimbingan dengan
memantau perkembangan siswa, mengarahkan siswa untuk
merefleksikan pengetahuan, memberikan umpan balik, dan
memberikan penguatan. Hal ini sesuai dengan hasil meta analisis
Alfieri et al., (2010) bahwa pembelajaran discovery memberikan
hasil optimal apabila memuat kegiatan sebagai berikut. (1)
Pemberian tugas sebagai bimbingan untuk membantu siswa
mengkonstruksi pengetahuan. (2) Pemberian tugas yang
menuntut siswa mampu menjelaskan pengetahuan dengan kalimat
sendiri melalui umpan balik. (3) Penyajian tugas yang
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 65
memberikan contoh pada siswa bagaimana cara agar sukses dalam
mengerjakan tugas.
Guided discovery berpengaruh positif terhadap hasil belajar
siswa. Pertama, bimbingan guru melalui pemberian tugas- tugas
membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan dan mampu
menjelaskan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan
definisi sendiri (Alfieri et al., 2011). Guided discovery membiasakan
siswa menggunakan pemikirannya sendiri dalam mengolah
informasi baru. Siswa berusaha memahami dan mengintegrasikan
informasi dengan pengetahuan awal siswa untuk menemukan
konsep, melalui tugas yang diberikan guru. Hasil yang diperoleh
akan berbeda jika siswa memperoleh pengetahuan yang ditransfer
langsung oleh guru. Siswa akan kesulitan menyampaikan konsep
dengan menggunakan definisi sendiri.
Kedua, guided discovery merangsang sikap ilmiah pada
siswa. Permasalahan dalam kehidupan nyata yang disajikan oleh
guru merangsang rasa ingin tahu siswa. Menurut Melani et al.,
(2012) guided discovery dapat memicu rasa ingin tahu siswa
terutama ketika guru menyajikan contoh fenomena atau
permasalahan pada lingkungan nyata dalam pembelajaran. Pada
pembelajaran menggunakan model guided discovery siswa
berusaha menemukan konsep dengan mengeksplorasi informasi
berdasarkan permasalahan tersebut. Melani juga menyatakan
bahwa, siswa berusaha belajar mandiri menggunakan
pemikirannya untuk menemukan konsep dan bertanggung jawab
menyelesaikan pembelajaran dengan mengisi LKS. Materi yang
dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari mendorong siswa agar
merasa bahwa materi tersebut penting dikuasai. Selain itu, guided
discovery dapat membantu siswa bertanggung jawab dalam belajar
mandiri dan mencoba untuk menemukan fakta-fakta penting.
Siswa aktif mengembangkan keterampilan kreativitasnya dan
menjaga apa yang telah siswa pelajari (Gholamian, 2013). Hal ini
dikarenakan materi tersebut tidak terpisahkan dari kehidupannya
dan bermanfaat untuk membantu siswa untuk mengatasi
permasalahan yang berkaitan dengan materi yang telah dipelajari.
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
66 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
Ke tiga, siswa mengembangkan keterampilan berpikir
kreatif pada pembelajaran guided discovery (Khasnis & Aithal,
2011). Menurut Gholamian (2013) aspek berpikir kreatif yang
dikembangkan pada pembelajaran guided discovery meliputi
berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), dan mampu
memperluas makna. Proses penemuan konsep dari fenomena atau
permasalahan yang disajikan guru membiasakan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir, bersosialisasi dengan
sumber, dan menerima pendapat dari teman lainnya. Siswa
terdorong untuk menemukan ide baru, menemukan produk, dan
mendefinisikan konsep dengan definisi sendiri.
Ke empat, guided discovery mendorong dan memotivasi
siswa untuk berlatih dan menerapkan pengetahuan ilmiah
diperoleh pada situasi baru dan kehidupan nyata dan memotivasi
siswa untuk menguasai materi yang terkait (Lavine, 2005).
Pengetahuan yang diperoleh selama pembelajaran menggunakan
model guided discovery merangsang pemikiran siswa dalam
memecahkan tantangan dunia nyata (Akanbi & Kolawole, 2014).
Siswa yang terbiasa memperoleh pengetahuan melalui proses
berpikir dalam pembelajaran, lebih termotivasi untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapinya dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pengetahuan secara langsung. Hal ini dikarenakan
siswa memiliki bekal pengetahuan dari pengalaman belajar yang
telah dilaluinya.
Ada beberapa keterbatasan pada pembelajaran guided
discovery. Gholamian (2013) menyatakan bahwa pelaksanaan
guided discovery membutuhkan waktu yang lama dan fasilitas yang
mendukung. Keterbatasan serupa juga terdapat pada
pembelajaran konstruktivis Cooperstein & Weidinger (2004).
Siswa membutuhkan waktu yang lama untuk mengeksplorasi
informasi dan berdiskusi dengan siswa lainnya untuk
mengkonstruksi pengetahuan. Siswa juga membutuhkan fasilitas
pendukung seperti internet untuk mengeksplorasi informasi. Hal
ini jelas berbeda dengan pembelajaran direct instruction. Guru
langsung menyampaikan informasi kepada siswa pada
pembelajaran tersebut, sehingga hanya membutuhkan waktu yang
singkat dibanding menggunakan pembelajaran guided
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 67
discovery memerlukan perencanaan yang baik dan pembiasaan,
agar beberapa kendala pada pembelajaran guided discovery tidak
menghalangi pencapaian tujuan pembelajaran.
B. METODE
Penelitian ini menggunakan quasi experimental design
dengan bentuk pre-test post-test non-equivalent control group
design dan menggunakan pre experimental design dengan model
one shot case study. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dimaksud
adalah pembelajaran guided discovery. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah hasil belajar. Hasil belajar yang dimaksud
adalah skor tes yang merupakan hasil belajar pengetahuan yang
diukur di awal (menggunakan soal pilihan ganda) dan di akhir
pembelajaran (menggunakan soal uraian)
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Salatiga, Jalan
Kemiri No. 1 Salatiga. SMA Negeri 1 Salatiga. Populasi dalam
penelitian ini adalah 200 siswa yang terbagi menjadi tujuh kelas
MIA (semester IV) di SMA Negeri 1 Salatiga. Sampel yang diambil
terbagi menjadi empat kelas yaitu MIA 2.4, MIA 3.4, MIA 4.4, dan
MIA 5.4. Kelas MIA 2.4 terdiri atas 30 siswa, MIA 3.4 terdiri atas
28 siswa, MIA 4.4. 28 siswa, dan MIA 5.4 terdiri atas 30 siswa.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience
sampling
C. PEMBAHASAN
1. Hasil
Teknik analisis Independent T-test digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil analisis
Independent T-test disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Independent T-test
Gain score
Levene
Test
Independent T-test
Sig. df Sig. (2-tailed)
Tes hasil belajar 0,131 110 0,000
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
68 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
Hasil analisis Independent T-test pada gain score tes akhir
diperoleh nilai Sig.(2 tailed) dari ketiga skor tersebut < α (0,05),
maka H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan hasil belajar pengetahuan pada kelompok eksperimen
dan kontrol.
Teknik One Sample T-test digunakan untuk menganalisis
keefektifan skor tes akhir kelompok eksperimen terhadap nilai
ketuntasan minimal yang ditentukan pada Kurikulum 2013 yaitu
skor 2,67 untuk hasil belajar pengetahuan, dan skor 3 untuk hasil
belajar sikap. Hasil analisis One Sample T-test disajikan pada Tabel
2.
Tabel 2. Hasil Analisis One Sample T-test
Data Test
Value
t
Df
Sig.(2-tailed)
Skor tes akhir
(hasil belajar
pengetahuan)
2,67
24,547
56
0,000
Uji pihak kiri ini berlaku ketentuan bahwa jika nilai t
hitung ≥ t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hasil analisis
One Sample T-test pada skor tes akhir (hasil belajar pengetahuan)
pada kelompok eksperimen, diperoleh nilai t hitung > t tabel
(1,673), maka H0 diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa,
rata-rata skor tes akhir (hasil belajar pengetahuan) siswa ≥ 2,67.
2. Pembahasan
Data hasil belajar pengetahuan berdasarkan Tabel 1
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor hasil belajar yang
signifikan antara kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran
guided discovery dengan kelompok siswa yang memperoleh
pembelajaran direct instruction. Selain perbedaan hasil belajar
pada kedua kelompok tersebut, asumsi bahwa pembelajaran
guided discovery dapat memberikan hasil belajar pengetahuan
yang tinggi, terbukti pada penelitian ini. Uji hipotesis deskriptif
menggunakan One Sample T-test diperoleh hasil bahwa rata-rata
skor tes akhir pada kelompok eksperimen mencapai/melampaui
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 69
skor minimal yang ditentukan Kurikulum 2013 yaitu ≥ 2,67 (Tabel
2). Hasil ini menunjukkan bahwa temuan Akinbobola & Alfolabi
(2014) juga terbukti pada penelitian ini yaitu pembelajaran guided
discovery efektif menuntaskan hasil belajar pengetahuan
siswa.
Perbedaan hasil belajar pengetahuan antara kelompok
eksperimen dan kontrol disebabkan adanya perbedaan
penguasaan konsep setelah pembelajaran. Temuan ini sesuai
dengan hasil penelitian Yurahly (2014) bahwa siswa memiliki
penguasaan konsep yang lebih tinggi pada pembelajaran guided
discovery dibanding pada pembelajaran direct instruction.
Penguasaan konsep melalui pembelajaran guided discovery
diperoleh dari pengalaman langsung siswa dalam
mengembangkan keterampilan berpikirnya menemukan konsep,
sedangkan pada pembelajaran model direct instruction diperoleh
melalui penjelasan guru, bukan melalui pengembangan
keterampilan berpikirnya.
Pengembangan keterampilan berpikir tidak ditekankan
pada seluruh langkah pembelajaran model direct instruction.
Langkah pertama guru menyajikan gambar contoh aktivitas
sehari-hari yang terkait materi pada slide presentasi. Guru
memberikan umpan balik dan siswa memberikan tanggapan
terhadap penyajian gambar tersebut. Langkah ke dua, guru
menjelaskan konsep melalui slide presentasi, sedangkan siswa
memperhatikan dan mencatat penjelasan guru. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan memberikan
tanggapan. Selanjutnya guru membagikan LKS dan meminta siswa
mengerjakannya. Guru mengkonfirmasi pemahaman siswa dengan
meminta siswa membacakan jawaban LKS, kemudian memberikan
umpan balik. Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa
menyimpulkan pembelajaran yang telah dilalui.
Berdasarkan langkah pembelajaran model direct
instruction di atas, terlihat bahwa guru menekankan penguasaan
pengetahuan melalui transfer pengetahuan secara langsung
kepada siswa. Guru lebih banyak menjelaskan konsep-konsep
sistem regulasi dan mendorong siswa untuk menghafalkannya.
Padahal materi sistem regulasi terdiri atas beberapa sub materi
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
70 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
yang harus dibelajarkan pada siswa. Siswa harus mampu
menghubungkan konsep-konsep dari sub materi sistem saraf,
sistem endokrin, dan sistem indera agar dapat menguasai materi
sistem regulasi. Penjelasan konsep secara langsung ini membuat
siswa merasa kesulitan dalam menerima istilah-istilah biologi
pada materi sistem regulasi, seperti yang dinyatakan Cimer (2012)
bahwa pembelajaran berbasis hafalan menyebabkan siswa
kesulitan mempelajari materi biologi.
Rekomendasi Cimer (2012) dalam penelitiannya bahwa
pembelajaran biologi dapat efektif apabila guru mengaitkan
materi dengan contoh fenomena/ permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari, terbukti dalam penelitian ini. Adanya
penguasaan konsep pada pembelajaran guided discovery yang
lebih tinggi dibanding pada pembelajaran direct instruction
menunjukkan bahwa pembelajaran guided discovery mampu
mengatasi kesulitan dalam menguasai materi sistem regulasi.
Kesulitan ini dapat diatasi karena materi tersebut disajikan
berupa contoh fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang
sering dilakukan dan ditemui oleh siswa. Selain itu, penyajian
contoh ini mendorong siswa mengembangkan keterampilan
berpikirnya dengan berpikir reflektif, analisis, dan sehingga siswa
mampu menemukan konsep-konsep materi sistem regulasi. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Wiludjeng (2014) bahwa semakin
meningkat keterampilan berpikir siswa, maka semakin tinggi
penguasaan konsep yang diperolehnya.
Keaktifan siswa pada kelompok eksperimen dalam
mencari informasi untuk menemukan konsep tidak lepas dari
bimbingan guru dalam pembelajaran. Ultanir (2012) menyatakan
bahwa tugas guru yang tepat dalah memberikan stimulus dan
penguatan kepada siswa dalam mengembangkan respon
perilakunya dengan belajar menggunakan pemikirannya. Ada
beberapa tahapan pembelajaran yang diterapkan guru dalam
mengembangkan keterampilan berpikir siswa, yaitu tahap
pengenalan dan review; tahap terbuka; tahap konvergen; dan
penutup. Keempat tahapan tersebut dilalui siswa pada setiap
topik yang berbeda pada materi sistem regulasi. Hal ini dilakukan
agar siswa terbiasa dalam menggunakan strategi belajar yang
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 71
diterapkan hingga siswa mampu mengintegrasikan pengetahuan
antar konsep menjadi pengetahuan yang padu.
Proses pengembangan keterampilan berpikir untuk
menemukan konsep diuraikan secara rinci pada setiap tahap
sebagai berikut. Tahap pertama, yaitu tahap pengenalan dan
review. Guru memulai pembelajaran dengan memberikan
apersepsi melalui penyajian contoh fenomena dalam kehidupan
sehari-hari. Siswa terdorong untuk bertanya, memberikan
tanggapan, dan menceritakan pengalaman serupa dengan contoh
yang disajikan guru. Penyajian contoh di awal pembelajaran
ditujukan agar siswa dapat merefleksi pengetahuan awalnya
terhadap contoh fenomena yang terkait materi sistem regulasi.
Penggalian pengetahuan yang dimiliki siswa ini sangat penting
dalam pembelajaran konstruktivis, karena pengetahuan tersebut
merupakan pondasi yang harus dikembangkan pada pembelajaran
konstruktivis. Menurut Citrawathi (2006) keberhasilan penerapan
pembelajaran konstruktivis dinilai dari sejauh mana siswa
mampu mengembangkan pondasi pengetahuan yang dimilikinya
menjadi pengetahuan baru, yang lebih kompleks tanpa adanya
kesalahan konsep. Dengan demikian, tugas guru selanjutnya
adalah menciptakan lingkungan belajar yang mendorong
pengembangan pengetahuan awal siswa menjadi pengetahuan
baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rustaman (2005: 170-171)
& Suratno (2008) bahwa belajar menurut pandangan
konstruktivis adalah perubahan konsepsi dari pengetahuan awal
siswa yang dikembangkan menjadi pengetahuan baru melalui
pengalaman dan hasil bacaan.
Tahap selanjutnya yaitu tahap terbuka. Pada tahap ini,
guru memberikan contoh fenomena/permasalahan tambahan
yang disajikan dalam LKS dan lembar pengamatan. Pertanyaan-
pertanyaan pada LKS disusun dengan pola induktif agar siswa
mampu menemukan konsep berdasarkan fakta-fakta yang sering
ditemuinya. Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
informasi dari internet dan buku sumber biologi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di dalam LKS. Siswa tidak diperkenankan
menggunakan buku teks. Apabila siswa menggunakan buku
rangkuman, dimungkinkan proses konstruksi pengetahuan
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
72 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
kurang mendalam karena siswa hanya memindahkan konsep-
konsep dari buku ke LKS. Proses keterampilan berpikir
berkembang apabila siswa menggunakan internet dan buku
sumber biologi sebagai sumber informasi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wu & Tsai (2005) bahwa siswa mampu menggunakan
keterampilan berpikir tinggi dalam mengorganisir konsep dan ide
yang diperoleh dari pengolahan informasi dari proses eksplorasi
berbagai sumber, bukan dari definisi yang terdapat pada buku
rangkuman.
Jawaban LKS selain diperoleh dari proses eksplorasi
informasi, juga diperoleh dari kegiatan diskusi kelompok.
Vygotsky menyatakan bahwa interaksi kelompok diperlukan
untuk membantu seseorang untuk memahami dan menguasai
suatu prinsip/ konsep yang telah diperoleh (Suratno, 2008).
Pernyataan tersebut sama halnya dengan interaksi kelompok yang
dilakukan siswa pada pembelajaran guided discovery.
Keterampilan berpikir berkembang dalam kegiatan diskusi. Siswa
dalam kelompok memahami, menganalisis, dan menerjemahkan
bersama informasi yang diperoleh dari kegiatan eksplorasi. Hal ini
dilakukan siswa untuk memunculkan ide/ gagasan yang dirasa
paling tepat digunakan sebagai jawaban pertanyaan di dalam LKS.
Tahap ke tiga yaitu tahap konvergen. Siswa mengabstraksi
jawaban-jawaban pertanyaan di dalam LKS dan guru tetap
menciptakan interaksi sosial pada tahap tersebut. Siswa diberi
kesempatan untuk menyampaikan jawaban LKS, mengemukakan
pendapat, dan saling memberikan tanggapan terhadap jawaban
tersebut. Muncul jawaban dan pendapat yang bervariasi antar
kelompok pada tahap ini. Adanya variasi ini mendorong siswa
untuk mengevaluasi kembali jawabannya. Kegiatan tersebut tidak
lepas dari bimbingan guru di kelas. Guru menjadi penengah dalam
kegiatan diskusi, memberikan umpan balik, dan memberikan
apresiasi bagi siswa yang menyampaikan gagasan atau pendapat.
Tahap ke empat, yaitu tahap penutup. Guru mengajak
siswa untuk mendeskripsikan konsep-konsep hubungan yang ada
di dalamnya. Siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap
informasi-informasi yang diperoleh selama pembelajaran. Siswa
menggambarkan hasil-hasil abstraksi hingga diperoleh suatu
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 73
konsep, kemudian menjelaskannya menggunakan definisi sendiri.
Siswa juga memberikan contoh-contoh fenomena/ permasalahan
yang terkait materi sistem regulasi. Kemampuan siswa dalam
mendefinisikan dan memberikan contoh tambahan juga terlihat
pada jawaban tes akhir materi sistem regulasi berupa soal uraian.
Siswa mampu mengemukakan dan mengekspresikan jawabannya
dalam bentuk uraian tertulis.
Guru memberikan penguatan dengan menggunakan
gambar dan video materi sistem regulasi setelah siswa mampu
mengintegrasikan konsep-konsep sistem regulasi. Video sebagai
alat bantu dalam pembelajaran sains, terutama dalam hal
penekanan materi yang penting bagi siswa (Mustami, 2009).
Beberapa konsep penting pada materi sistem regulasi yang
bersifat abstrak dapat dilihat siswa pada media gambar dan
video. Siswa membandingkan dan menyesuaikan hasil abstraksi
materi sistem regulasi dengan gambar dan video yang
ditayangkan guru. Tujuan tahap ini adalah untuk memberikan
penguatan terhadap kompetensi pengetahuan dan sikap yang
diperoleh siswa, serta menghindarkan siswa dari kesalahan
konsep/ miskonsepsi pada proses pembelajaran.
Sehubungan dengan proses belajar pada kelompok
eksperimen di atas, siswa memperoleh pengetahuan melalui
proses pengembangan keterampilan berpikir dan mampu
memperluas makna dibanding siswa pada kelompok kontrol yang
memperoleh pengetahuan dari penerimaan secara pasif. Hal ini
senada dengan pernyataan Cooperstein & Weidinger (2004) dan
Panasuk & Lewis (2012) bahwa pembelajaran konstruktivis
didasarkan adanya prinsip penemuan kebenaran sendiri oleh
siswa, sehingga siswa mampu memperoleh makna sendiri. Selain
itu, penerapan pembelajaran guided discovery menuntun siswa
agar dapat menerapkan pengetahuan dalam memecahkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tujuan
pembelajaran materi sistem regulasi. Lavine (2005); Akanbi &
Kolawole (2014) menyatakan bahwa pengetahuan yang
diperoleh selama pembelajaran menggunakan pembelajaran
guided discovery dapat mendorong siswa untuk menerapkan
pengetahuan pada kehidupan nyata. Siswa aktif
mengembangkan
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
74 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
kreativitasnya dan menjaga apa yang telah siswa pelajari
(Gholamian, 2013). Dengan demikian, siswa pada kelompok
eksperimen dapat menerapkan pengetahuannya dengan menjaga
kesehatan sistem regulasi tubuhnya, menghindarkan diri dari hal-
hal yang membahayakan sistem regulasi tubuhnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas,
maka dapat diperoleh hasil analisa bahwa pembelajaran guided
discovery terbukti efektif menuntaskan hasil belajar pengetahuan
siswa kelas MIA semester IV SMA Negeri 1 Salatiga. Selain itu,
guru dan siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap
penerapan strategi pembelajaran tersebut. Guru menyatakan
bahwa pembelajaran guided discovery mudah diterapkan, lebih
memotivasi siswa untuk belajar, dan membantu siswa untuk
membangun pengetahuan materi sistem regulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran guided discovery dapat
diterima siswa dan mampu mengatasi kesulitannya dalam
menguasai materi sistem regulasi.
Menurut teori konstruktivis pemahaman yang sebenarnya
hanya dibangun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya. Individu membangun pengetahuannya sendiri
melalui interaksi, ide, peristiwa, dan kegiatan-kegiatan yang
ditemuinya. Para ahli teori konstruktivisme termasuk Dewey,
Piaget, dan Montessori, menyatakan bahwa perolehan
pengetahuan ditekankan pada pembelajaran konstruktivis.
Pemahaman tidak diperoleh dari hafalan maupun pengulangan.
Tugas guru adalah memberikan stimulasi dan penguatan.
Ketiganya berpendapat bahwa perolehan pengetahuan itu berasal
dari mengkonstuksi makna bukan hanya menerima transfer
pengetahuan. Motessori dan Dewey juga menyatakan bahwa
belajar dapat dicapai melalui belajar mandiri. Tugas guru hanya
memfasilitasi dan hanya memberikan panduan. Jadi penekanan
belajar pada siswa adalah melalui pengalaman siswa di kelas dan
pengalaman hidup dari dunia nyata (Ultanir, 2012).
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam
penerapannya. Penelitian ini dilakukan sesuai pernyataan
Gholamian (2013) bahwa pembelajaran guided discovery
membutuhkan fasilitas pendukung. Penelitian ini juga dilakukan
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 75
sesuai penyataan Wu & Tsai (2005) bahwa pengetahuan pada
pembelajaran guided discovery tidak diperoleh dari eksplorasi dari
buku rangkuman. Oleh karena itu, penelitian ini terbatas
dilakukan pada sekolah yang memiliki fasilitas pendukung seperti
WiFi dan gadget yang dimiliki sebagian besar siswa, serta
ketersediaan buku sumber biologi (misal buku biologi karangan
Campbell) di perpustakaan. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan
untuk mendukung proses eksplorasi informasi dan konstruksi
pengetahuan secara mendalam.
Berdasarkan keterbatasan di atas diharapkan ada
penelitian analisis penerapan pembelajaran guided discovery
maupun pembelajaran berorientasi konstruktivis menggunakan
model pembelajaran yang lain tanpa menggunakan fasilitas-
fasilitas tersebut. Hal ini ditujukan agar dapat membantu siswa
mengkonstruksi pengetahuan pada materi pelajaran yang sulit
dikuasai di sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas
pendukung.
D. SIMPULAN
Penelitian ini diperoleh hasil bahwa: (1) ada perbedaan
yang signifikan pada skor hasil belajar pengetahuan antara
pembelajaran guided discovery dengan pembelajaran model direct
instruction; (2) Pembelajaran guided discovery efektif
menuntaskan rata-rata skor tes akhir ≥ 2,67; Dengan demikian,
berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran guided discovery efektif dalam menuntaskan hasil
belajar pengetahuan materi sistem regulasi.
PENERAPAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY...
76 GENETIKA (Jurnal Tadris Biologi)
DAFTAR PUSTAKA
Alfieri, L., Brooks, PJ., Aldrich, NJ., & Tenenbaum, HR. 2010. Does
discovery-based instruction enhance learning? J Educ
Psychol.103(1): 1-18.
Akanbi, AA. & Kolawole, CB. 2014. Effects of guided-discovery and
self-learning strategies on senior secondary school
students’ achievement in biology. J Educ Leadership Dev.
6(1): 4-7.
Akinbobola, AO. & Alfolabi, F. 2010. Constructivist practices
through guided discovery approach: The effect on students’
cognitive achievement in Nigerian senior secondary school
physics. Euras J Phys Chem Educ. 2(1):16-25.
Cimer, A. 2012. What makes biology learning difficult and
effective: students’ views. Educ Res Rev. 7(3): 61-71.
Cooperstein, SE & Kocevar-Weidinger, E. 2004. Beyond active
learning: a constructivist approach to learning. Reference
Services Review, 32(2), 141-148.
Gholamian, A. 2013. Studying the effect of guided discovery
learning on reinforcing the creative thinking of sixth grade
girl students in qom during 2012-2013 academic year. J
Appl Sci Agric. 8(5): 576-58.
Jacobsen, DA., Eggen, P., & Kauchak, D. 2009. Metode-metode
Pengajaran. Terjemahan Ahkmad Fawaid & Khoirul Anam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Khasnis, BY. & Aithal, M. 2011. Guided discovery method a
remedial measure in mathematics. I Ref Res J. 2(22):21-22.
Lavine, RA. 2005. Comentary: guided discovery learning with
videotaped case presentation in neurobiology. JIAMSE.
5(1): 4-11.
Mayer, RE. 2004. Should there be a three-strikes rule against pure
discovery learning? Amer Psychol Assoc. 59(1): 14-19.
Sulasfiana Alfi Raida
Vol.1 No.1 2017 77
Mustami, MK. 2009. Inovasi model-model pembelajaran bidang
sains untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Jurnal
Lentera Pendidikan. 12(2): 125-137.
Panasuk, RM & Lewis, S. 2012. Constructivism: constructing
meaning or making sense? IJHSS 2(20): 1-11.
Suratno, T. 2008. Konstruktivisme, konsepsi alternatif, dan
perubahan konseptual dalam pendidikan IPA. Jurnal
Pendidikan Dasar.10: 1-3
Ultanir, E. 2012. An epistemological glance at the constructivist
approach: constructivist learning in Dewey, Piaget, and
Montessori. IJ Instr. 5(2): 195-210.
Wiludjeng, S., Suyatno, & Tukiran. 2014. “Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing pada Pokok Bahasan Laju Reaksi untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan
Berpikir Siswa SMA”. Prosiding. Seminar Nasional Kimia:
Unesa.
Yurahly, D., Darmadi. IW., & Darsikin. 2014. Model pembelajaran
guided discovery dan direct instruction berbasis
keterampilan proses sains siswa SMA Negeri 4 Palu. JPFT.
2(2): 43-47.