Upload
qw1llyahoocom
View
466
Download
113
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGIDEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Integrated Microhydro Development and Application ProgramIMIDAP
2009
BUKU 2 A
PEDOMAN
STUDI KELAYAKAN HIDROLOGI
IMIDAP-P-022-2010
DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGIDEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Integrated Microhydro Development and Application ProgramIMIDAP
2009
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
IMIDAP-P-022-2010
Cetakan : 1 2 3 4 5
TIM PENYUSUN
BUKU 2A
STUDI KELAYAKAN HIDROLOGIPEDOMAN
Adhy Kurniawan Universitas Gadjah Mada
Agus Irfan Gunawan PT. Wiratman and Associates
Agus Maryono Universitas Gadjah Mada
Arfie Ikhsan P3T KEBT – Departemen ESDM
Armi Susandi Institut Teknologi Bandung
Arie Sudaryanto Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Benny FD P3T KEBT – Departemen ESDM
Chandra Adriawan IMIDAP – DJLPE, Departemen ESDM
Chayun Boediyono Yayasan Bina Lingkungan Hidup
Christian Mamesah P4TK BMTI – TEDC, Depdiknas
Dadan Kusdiana Direktorat Jenderal LPE, Departemen ESDM
Djoko Winarno Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia
Eddy Permadi CV. Cihanjuang Inti Teknik
Faisal Rahadian Asosiasi Hidro Bandung
Ifnu Setyadi PT. Pro Rekayasa
Nota Effiandi Politeknik Negeri Padang
Machfud UNDP – Environment Unit
Marhento Wintolo P3T KEBT – Departemen ESDM
Mochammad Ainul Yaqin IMIDAP – DJLPE, Departemen ESDM
Mukmin Atmoprawiro Institut Teknologi Bandung
Kusetiadi Rahardjo PT. Heksa Prakarsa Teknik
Ronggo Kuncahyo IMIDAP – DJLPE, Departemen ESDM
Sentanu Asosiasi Hidro Bandung
Suhendrik Hanwar Politeknik Negeri Padang
Undang Sofyansori PT. Tata Guna Patria
Yanto Wibowo Puslitbang Air – Departemen PU
Zendra Permana Zen IMIDAP – DJLPE, Departemen ESDM
Zulkarnaen Pusdiklat KEBT – Departemen ESDM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
iii
KATA PENGANTAR
Buku pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan kepada
pemerintah provinsi dan atau kabupaten/kota dalam menyusun dan
menilai studi kelayakan yang dibuat inisiator dalam upaya memenuhi
kaidah dan asas kelayakan dari berbagai aspek. Selanjutnya studi
kelayakan tersebut diajukan untuk mendapat alokasi pembiayaan baik
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat provinsi dan atau
kabupaten/kota.
Selain pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, buku pedoman ini dapat
menjadi acuan bagi investor atau pihak yang berkepentingan dengan
pengembangan energi listrik tenaga mikrohidro.
Pedoman teknis ini bersifat dinamis sehingga secara periodik dapat
ditinjau kembali dan disesuaikan dengan kemajuan teknologi yang ada.
Pemerintah atau badan lainnya yang ditunjuk Pemerintah diharapkan
selalu dapat meninjau kembali pedoman teknis ini, pemberlakuannya
serta perubahan yang diperlukan.
Selain itu pedoman teknis ini bersifat tidak mengikat, diperlukan peran
aktif dari pemilik , perencana dan pabrikan serta pelaksana. Peran
paling penting adalah pada pemilik dimana peran pengawasan
langsung berada.
Sifat paling penting dari pedoman teknis ini adalah tidak membatasi
perkembangan mikrohidro dan menjadi eksklusif namun sebaliknya
pedoman teknis ini tidak memberikan kelonggaran yang berlebihan
sehingga meninggalkan kualitas yang diperlukan untuk keberlanjutan
project
project
v
suatu pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).
Terima kasih diucapkan kepada seluruh pihak atas kerjasamanya dalam
penyusunan buku pedoman ini dan tim penyusun menyampaikan
permohonan maaf apabila terdapat hal yang kurang. Masukan dan saran
untuk penyempurnaan buku pedoman ini masih diharapkan dari seluruh
pihak.
vi
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
DAFTAR ISI
Tim Penyusun
Pemilihan Lokasi PLTMH
Prediksi dan Perhitungan
Potensi Aliran
Bab 4 Penyusunan Laporan
Studi Kelayakan Hidrologi
Daftar Pustaka
Lampiran
................................................................... iii
Lingkup Kegiatan Studi ............
Kriteria Kelayakan ............
Pengertian Hidrologi ........…........................ 5
Skema Sistem PLTMH
Faktor Curah Hujan dalam
Pemilihan Lokasi PLTMH
2.4. Pemilihan Potensi Aliran
Berdasarkan Debit Air ................................. 9
Analisis Debit Andalan
Pengukuran Debit
Secara Langsung
3.3. Pengukuran Debit
Secara Langsung …..................................... 28
……...................... 48
................................................................. 50
.......................................................................... 53
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2
Bab 3
................................................................ v
.......................................................................... vii
................................................................ ix
..................................................................... xi
.............................................................. xii
……………….............................. 1
1.1. Umum ………............................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan .................................... 2
1.3. ................... 2
1.4. …........…........... 3
.............................. 5
2.1.
2.2. .....…........................ 7
2.3.
............................ 7
……............................................ 10
3.1. ………...................... 11
3.2.
…..................................... 25
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Rangkaian Buku Pedoman Studi Kelayakan PLTMH
Gambar 2 : Skema Pembangkit Listrik Mikrohidro
Gambar 3 :
Gambar 4 :
Tahap Pelaksanaan Analisis Hidrologi
Poligon Thiessen Daerah Tangkapan Air
Gambar 5 : Contoh Daerah Tangkapan Air
Gambar 6 : Diagram Alir Analisis Metode Mock
Gambar 7 : Diagram Alir Analisis Metode NRECA
Gambar 8 : Diagram Alir Analisis Model Tangki
Gambar 9 : Contoh Grafik Debit
Gambar 10 : Contoh
Gambar 11 : Contoh Alat Ukur Kecepatan
Gambar 12 : Kedalaman Pengukuran
Gambar 13 : Penampang Pengukuran Vertikal
Gambar 14 : Contoh Pembagian Segmen Pengukuran Debit
Gambar 15 : Diagram Alir Pemilihan Metode Analisis Banjir
Gambar 16 : Contoh Peta
Gambar 17 : Parameter Daerah Tangkapan Air dalam Metode Gama I
Gambar 18 : Hidrograf Satuan Metode Gama I
Gambar 19 : Hidrograf Satuan Metode Nakayasu
Gambar 20 : Skema Pembangkit Listrik Mikrohidro
Flow Duration Curve
Propeller
Isohyet
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jenis Penutup Lahan menurut US (1980)
Tabel 2 :
Tabel 3 :
Forest Service
Nilai Kn dalam Pengujian
Hubungan Intensitas Curah hujan dan Durasi Hujan
Outlier
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Contoh Data Klimatologi
Lampiran 2 : Koefisien Temperatur Analisis Penman
Lampiran 3 : Koefisien Kelembaban Relatif Analisis Penman
Lampiran 4 : Koefisien Angin Analisis Penman
Lampiran 5 : Koefisien Penyinaran Matahari
Lampiran 6 : Koefisien Koordinat Analisis Penman
Lampiran 7 : Contoh Hasil Analisis Evapotranspirasi Metode Penman
Lampiran 8 : Contoh Hasil Analisis Debit Bulanan Metode Mock
Lampiran 9 : Contoh Hasil Analisis Debit Bulanan Metode Mock
Lampiran 10 : Contoh Hasil Debit Andalan 80% Kering
Lampiran 11 : Contoh Formulir Pencatatan Hasil Pengukuran Debit
Lampiran 12 : Contoh 1 Pencatatan Hasil Pengukuran Debit
Lampiran 13 : Contoh 2 Pencatatan Hasil Pengukuran Debit
Lampiran 14 : Contoh Pemeriksaan Data
Lampiran 15 : Contoh 1 Proses Analisis Frekuensi
Lampiran 16 : Contoh 2 Proses Analisis Frekuensi
Lampiran 17 : Contoh Hasil Analisis Debit Banjir Metode Gama I
Lampiran 18 : Contoh Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Metode Gama I
Lampiran 19 : Contoh Hasil Analisis Debit Banjir Metode Nakayasu
Lampiran 20 : Contoh Grafik Satuan Sintetik Metode Nakayasu
Lampiran 21 : Contoh Hasil Analisis Debit Banjir Metode Snyder
Aleksejev
Lampiran 22 : Contoh Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Metode Snyder
Alkesejev
Outler
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Pedoman studi kelayakan ini merupakan rangkaian terpadu lingkup
kegiatan dan pemberian kriteria penilaian kualitatif dan kuantitatif suatu
lokasi potensi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) mulai dari
tahap awal, studi potensi, pemilihan spesifikasi teknis komponen peralatan
yang sesuai hingga penyusunan laporan studi kelayakan.
Pedoman studi kelayakan ini terdiri dari beberapa buku, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Rangkaian Buku Pedoman Studi Kelayakan PLTMH
1
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Lingkup Kegiatan Studi
Studi kelayakan ini dimaksudkan untuk memastikan dan meyakinkan
kepada berbagai pihak, bahwa tinjauan hidrologi dalam pembangunan
mikrohidro yang akan dilaksanakan mampu beroperasi secara
berkelanjutan dan sesuai dengan estimasi daya yang diharapkan.
Tujuan studi kelayakan ini untuk mendapatkan beberapa parameter yang
akan digunakan dalam perencanaan pembangunan mikrohidro, antara
lain :
a. Debit andalan yang akan menjadi dasar perencanaan bangunan
dan penentuan jenis turbin.
b. Debit banjir sebagai dasar rencana bangunan utama dan
parameter keamanan seluruh bangunan pembangkit listrik tenaga
mikrohidro.
c. Studi tentang konservasi daerah tangkapan air
yang berpengaruh terhadap stabilitas debit andalan.
d. Analisis keseimbangan air dalam penggunaan air
di luar pembangkit mikrohidro.
Data dan informasi yang diperlukan dalam studi kelayakan hidrologi
mencakup survai teknis kondisi aliran meliputi topografi daerah dan
analisis daerah tangkapan air yang mendapatkan
limpahan aliran, curah hujan dalam kurun waktu tertentu, dalam
mendukung rencana pembangunan PLTMH sehingga menghasilkan daya
terbangkit sesuai rencana tersebut.
Survai data teknis ini perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi
(catchment area)
(water balance)
(catchment area)
2
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
terutama tentang kondisi-kondisi alam yang terjadi di sekitar lokasi potensi
PLTMH, sebagaimana pengukuran detail pada data hidrologi dalam area
aliran di sekitar wilayah alternatif pilihan untuk pembangunan PLTMH
sehingga perhitungan yang dilakukan memberikan daya dukung dalam
operasi mesin PLTMH.
Studi hidrologi meliputi pengumpulan informasi tentang
a. Debit aliran di sungai dan atau saluran dimana lokasi PLTMH
direncanakan akan dibangun.
b. Pengukuran dan survai data aliran secara langsung dengan
penentuan , debit, sifat , kondisi aliran dan pengambilan
contoh sedimen.
c. Hasil pencatatan data curah hujan dan sebaran curah hujan di
sekitar daerah tangkapan air.
d. Analisis debit banjir, debit minimum dan penempatan posisi atau
elevasi bangunan utama, saluran dan bangunan lainnya serta
rumah pembangkit yang aman terhadap debit banjir.
Kriteria kelayakan adalah standar minimum yang dimiliki secara alamiah
pada suatu lokasi potensi PLTMH, dimana lokasi potensi memiliki kondisi
alami hidrologi sebagai berikut.
a. Terdapat aliran air di sungai dan atau saluran. Aliran di
sungai atau saluran tersebut mempunyai debit yang mencukupi
debit desain turbin.
b. Ketersediaan aliran air sungai dan atau saluran sepanjang tahun
baik musim hujan maupun kering, maksimal 3-4 bulan kering
head
(on stream)
1.4. Kriteria Kelayakan
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
3
dalam 1 tahun dan bulan-bulan lainnya dalam keadaan basah.
Bulan kering yang dimaksud di sini adalah musim kemarau yang
sama sekali atau sangat sedikit turun hujan. Bulan basah adalah
musim penghujan yang banyak turun hujan atau terdapat hujan
lebat pada bulan tersebut.
4
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
BAB 2
PEMILIHAN LOKASI PLTMH
2.1. Pengertian Hidrologi
Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan sifat, fenomena, dan
distribusi air di muka bumi khususnya distribusi air di daratan. Tidak
terkecuali dalam program pembangunan mikrohidro yang akan
dilaksanakan di berbagai wilayah, aliran air merupakan bagian yang
penting dalam kehidupan, terutama lingkungan sekitar yaitu masyarakat
yang berhubungan langsung dengan aliran air.
Kondisi hidrologi, dalam hal ini meliputi potensi debit dan curah hujan
dimana termasuk di dalamnya tentang perubahan iklim, menjadi
parameter rujukan yang diperlukan untuk pengembangan mikrohidro.
Kondisi ini secara alami sangat mempengaruhi skema pembangunan
sistem PLTMH, dengan demikian pemilihan lokasi PLTMH dan
memastikan kelayakan pembangunan PLTMH yang telah direncanakan.
Faktor utama yang menjadi persoalan adalah semakin meningkatnya
pembukaan lahan baru untuk tegalan dan kebutuhan lain di sekitar areal
pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) terutama di
daerah atau areal konservasi dan areal kawasan penyangga atau
yang semakin intensif setiap tahunnya. Hal ini akan menjadi acuan
untuk penghitungan ketersediaan air hingga dalam kurun waktu tertentu
ke masa depan.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa kondisi hidrologi yang kurang layak,
berakibat kurangnya debit aliran akan mempengaruhi efisiensi dan daya
yang dihasilkan. Termasuk dalam hal ini kondisi hidrologi yang beresiko
forest
cover
5
tinggi seperti curah hujan yang berfluktuasi terlalu tinggi dan ekstrim serta
potensi perubahan iklim akan menjadi hambatan serta berdampak pada
peningkatan biaya dalam persiapan maupun pengolahan PLTMH yang
direncanakan.
Lokasi pembangkit dengan aliran yang konsisten sebagai modal utama
untuk menempatkan komponen dalam rangkaian pembangunan PLTMH
menjadi sangat penting, untuk itu diperlukan survai untuk mendapatkan
data yang mendukung kondisi aliran yang akan dipilih sebagai lokasi
pembangkit yang dibangun. Lokasi dipilih untuk PLTMH adalah pada
sungai atau saluran yang berkarakteristik sebagai berikut.
a. Terjamin ketersediaan airnya.
b. Aliran relatif stabil atau variasi perbedaan debit cukup kecil.
c. Banjir terbesar yang pernah terjadi tidak berpotensi merusak
bangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dengan
semua komponennya.
d. Pengaruh aliran terhadap pengikisan sungai atau saluran dapat
diminimalisir secara teknis.
e. Lokasi saluran pembuang dan saluran pembuang
tidak menimbulkan dampak merugikan.
Bab ini akan membantu menjelaskan pemilihan lokasi berdasarkan
pengukuran potensi hidrologi di sekitar daerah tangkapan air, sehingga
didapatkan daya dukung potensi pembangunan PLTMH yang paling
optimal, berkualitas dengan biaya pembangunan dan pengelolaan yang
paling efisien.
(tail race)
(spillway)
6
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
2.2. Skema Sistem PLTMH
2.3. Faktor Curah Hujan dalam Pemilihan Lokasi PLTMH
Lokasi yang berpotensi menjadi alternatif pembangunan pembangkit
energi listrik mikrohidro dapat dipetakan sebagai suatu skema sistem yang
terdiri dari beberapa komponen pendukung kondisi hidrologi, selain faktor
perubahan iklim sebagai bagian yang mempengaruhi kondisi aliran dalam
jangka panjang, curah hujan sebagai daya dukung aliran, termasuk
komponen utamanya adalah debit dan . Sebagai paramater
penentuan kelayakan hidrologi aliran.
Curah hujan merupakan faktor utama yang akan menentukan kondisi
daerah aliran yang akan digunakan sebagai lokasi pembangkit
mikrohidro. Data tentang sebaran curah hujan di sekitar atau di daerah
tangkapan air akan memberikan informasi aliran sungai dan atau saluran
head
Gambar 2. Skema Pembangkit Listrik Mikrohidro
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
7
secara signifikan untuk memprediksi jumlah air yang cukup untuk
memudahkan perencanaan pembangkit mikrohidro.
Beberapa prediksi dan perhitungan yang menjadi pertimbangan dalam
memilih lokasi yang memiliki aliran untuk mendukung perencanaan
pembangkit PLTMH, antara lain
a. Pengumpulan data curah hujan.
Pemilihan lokasi PLTMH sangat mempertimbangkan daerah
tangkapan air. Lokasi aliran yang dipilih mempunyai simpanan air
cukup, hal ini bisa diperhitungkan dan diprediksikan berdasarkan
simpanan air di daerah hulu tangkapan air berdasarkan curah
hujan yang terjadi di daerah tangkapan air.
b. Penghitungan berdasarkan curah hujan rata-rata.
Beberapa daerah tangkapan air yang dipilih tidak memiliki data
yang cukup untuk dijadikan rujukan dalam menentukan
ketersediaan air. Kondisi ini menggunakan data hujan rata-rata
untuk memprediksikan ketersediaan air.
c. Penghitungan berdasarkan estimasi area sebaran hujan.
Daerah tangkapan air yang mempunyai data lengkap akan
menjadi lebih mendukung jika data yang didapatkan diestimasikan
berdasarkan data curah hujan serta sebaran data hujan yang
terjadi di sekitar daerah tangkapan air.
d. Memanfaatkan fasilitas informasi hidrologi.
Pemanfaatan ini dapat dipertimbangkan untuk efisiensi biaya
pelaksanaan survai, meski untuk pengamatan dilakukan untuk
mendapatkan data ini dibutuhkan pemahaman yang lebih baik
untuk mendapatkan daerah aliran yang mempunyai kondisi yang
8
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
BAB 3
PREDIKSI DAN PERHITUNGAN POTENSI ALIRAN
Pemilihan yang dilakukan berdasarkan data hidrologi yang didapatkan di
lapangan dan prediksi berdasarkan analisis perhitungan, sehingga
pemilihan yang akan dilaksanakan bisa menjadi alternatif terbaik dari
pemilihan beberapa lokasi. Kendala dan hambatan pembangunan
PLTMH bisa dikurangi dengan pengukuran dan predikasi kajian hidrologi
maka diperlukan satu kondisi detail untuk membuat satu kajian, prediksi
dan pengukuran untuk melihat aspek hidrologi.
Adapun prosedur prediksi dan perhitungan untuk pemilihan potensi aliran
dilakukan dengan prosedur sebagaimana Gambar 3.
Mulai
Pengumpulan
Data
Data Klimatologi
Data Debit/Hidrometri
Peta Topografi/
Rupabumi
Kompilasi Data
Analisis
Flow Duration
Curve
Data Debit/
Hidrometri
Lengkap
Penggambaran
Daerah
Tangkapan Air
Ya Tidak
Analisis
Debit Andalan
Kalibrasi
Cek
Rekomendasi Teknis
Penyusunan Desain
Selesai
Ya
Tidak
Gambar 3. Tahap Pelaksanaan Analisis Hidrologi
9
3.1. Analisis Debit Andalan
Penghitungan debit andalan dapat dilakukan berdasarkan data debit hasil
pencatatan pos duga muka air dan atau penghitungan data curah hujan.
Apabila tersedia data debit secara lengkap baik dalam satuan waktu harian
maupun satuan waktu bulanan yang tercatat selama setidaknya 10 tahun,
maka dapat langsung dilakukan analisis dengan pada
uraian paling akhir dari sub bab ini.
Apabila analisis menggunakan tidak dapat dilakukan
karena data yang tidak ada, tidak lengkap atau banyak data yang hilang,
maka analisis debit menggunakan cara penghitungan berikut ini yang
dilakukan dengan beberapa parameter. Hasil analisis tersebut dapat
melengkapi data debit yang tidak lengkap atau hilang.
a. Perhitungan Data Curah Hujan
Data curah hujan diukur dengan alat pengukur hujan ,
baik yang manual ataupun yang otomatis
. Hasil pengukuran yang diperoleh dari setiap alat
pengukur hujan adalah data hujan lokal , sedangkan
untuk keperluan analisis diperlukan data hujan daerah tangkapan
air .
Stasiun pencatatan hujan dipilih dengan persyaratan sebagai
berikut.
- Pilih 1 lokasi stasiun pencatat hujan yang terdekat dengan
lokasi dengan jarak < 10 km.
- Apabila tidak ada stasiun pencatat hujan dengan jarak < 10
km, maka dicari stasiun hujan lain dengan jarak 10–20 km,
minimal 2 stasiun pencatat hujan.
flow duration curve
flow duration flow
(raingauge)
(automatic raingauge
recorder)
(point rainfall)
(catchment rainfall)
10
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
- Apabila tidak ada stasiun pencatat hujan dengan jarak 10–20
km, maka dicari stasiun hujan lain dengan jarak < 50 km,
minimal 3 stasiun pencatat hujan.
Apabila terdapat daerah tangkapan air yang tidak sesuai dengan
kriteria di atas, maka setidaknya terdapat 1 stasiun pencatat hujan
terdekat sebagai acuan dalam perhitungan data curah hujan.
Apabila juga tidak dapat memenuhi kriteria tersebut, maka dapat
mengacu pada daerah tangkapan air terdekat yang memiliki data
debit, data hujan atau hasil analisis debit lengkap. Metode acuan
menggunakan cara perbandingan luas daerah tangkapan air.
Data hujan daerah tangkapan air yang paling nyata dihitung
dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Cara ini
memperhitungkan luas daerah yang diwakili stasiun yang
berpengaruh sebagai faktor koreksi dalam menghitung hujan rata-
rata. Poligon didapatkan dengan cara sebagai berikut.
- Semua stasiun yang terdapat di dalam atau di luar daerah
tangkapan air dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk
jaringan segitiga segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya
segitiga dengan sudut sangat tumpul.
- Setiap segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu
tersebut membentuk poligon.
- Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili salah satu
stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi garis
poligon tersebut atau dengan batas daerah tangkapan air.
- Luas relatif daerah ini dengan luas daerah tangkapan air
merupakan faktor koreksinya.
11
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Hasil akhir dicontohkan pada Gambar 4 dan penerapan lapangan
pada daerah tangkapan air sebagaimana dicontohkan pada
Gambar 5.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa metode poligon ini dilakukan
hanya untuk daerah tangkapan air dengan stasiun pencatat hujan
minimal 3 stasiun yang tersebar di sekeliling daerah tangkapan air
tersebut. Apabila jumlah stasiun kurang dari 3 dan atau tidak
Gambar 4. Poligon Thiessen Daerah Tangkapan Air
12
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
tersebar di sekeliling daerah tangkapan air, maka metode ini sukar
dilakukan atau dapat dilakukan dengan hasil yang kurang
menggambarkan kenyataan.
Metode poligon ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata–rata
apabila pos pencatat hujan tidak terlalu banyak, data dari setiap
pos hujan tersebut lengkap dan atau hujan yang terjadi tidak
merata.
P =
dengan
P = tinggi hujan rata–rata (mm)
P ... PX = tinggi hujan pada tiap pos (mm)
A ... AX = luas yang dibatasi garis poligon (km )
b. Metode Perhitungan Debit Andalan
A
A
2
Gambar 5. Contoh Daerah Tangkapan Air
total
XXBBAA
A
PA...PAPA +++
13
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Perhitungan debit andalan dengan cara empiris untuk desain
bangunan air di Indonesia umumnya menggunakan beberapa
metode, yaitu metode , dan . Analisis
debit dari ketiga metode tersebut direkomendasikan berdasarkan
tingkat empiris, ketepatan hasil dan kemudahan perhitungan.
Berdasarkan pengalaman lapangan, metode Mock merupakan
metode yang direkomendasikan untuk mendukung desain.
Metode NRECA digunakan di Indonesia untuk daerah semi kering
seperti di wilayah Nusa Tenggara Timur dan tidak sesuai untuk
daerah dengan vegetasi dan iklim basah seperti di wilayah Aceh
Tengah atau Jawa Barat. Berdasarkan hal itu, maka metode ini
direkomendasikan untuk perbandingan hasil dan atau
penggunaannya untuk wilayah tertentu. Apabila digunakan untuk
perbandingan hasil untuk analisis di wilayah bukan daerah semi
kering, maka memerlukan penyesuaian dan pengawasan dalam
analisis.
dalam analisis debit andalan, lebih sukar
dibandingkan dengan kedua metode sebelumnya dan metode ini
dilakukan dengan mengacu pada data debit sebagai perbandingan
atas metode Mock dan NRECA.
Analisis debit dengan cara empiris, selain memperhitungkan
parameter curah hujan juga terdapat parameter evapotranspirasi
sebagai salah satu komponen analisis.
Evapotranspirasi merupakan laju penguapan dari tanaman pendek
yang menutupi tanah secara sempurna, tinggi yang seragam dan
berada dalam keadaan cukup air.
Mock NRECA Tank Model
Metode Tank Model
14
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Beberapa metode analisis evapotranspirasi antara lain Thornwhite,
Blanney Criddle, Hargreaves dan Penman. Metode-metode
tersebut berbeda dalam macam data yang digunakan untuk
perhitungan. Analisis evapotranspirasi di Indonesia umumnya
menggunakan metode Penman yang sudah direkomendasikan
FAO (1970) karena menghasilkan perhitungan yang lebih akurat
dimana cakupan data meteorologi yang digunakan paling lengkap
di antara metode-metode yang lain.
Perhitungan evapotranspirasi dengan metode Penman
memerlukan parameter suhu udara, penyinaran matahari,
kelembaban udara dan kecepatan angin. Cara menghitung dan
contoh hasil analisis disajikan pada Lampiran 2.
Analisis debit empiris dengan menggunakan data curah hujan dan
klimatologi diuraikan sebagai berikut.
i. Metode Mock
Secara umum analisis debit berdasarkan data curah hujan yang
sering dilakukan di Indonesia adalah menggunakan metode
empiris dari Dr. FJ. Mock (1973) yaitu analisis keseimbangan
air untuk menghitung harga debit bulanan berdasarkan
tranformasi data curah hujan bulanan, evapotranspirasi,
kelembaban tanah dan tampungan air tanah. Metode empiris
tersebut digunakan apabila terdapat catatan debit sungai yang
hilang.
Prinsip metode Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuh
pada daerah tangkapan air, sebagian akan hilang akibat
evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi direct
15
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
runoff
base flow
direct
runoff
ground water discharge
base flow
dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau
terjadi infiltrasi. Infiltrasi ini mula-mula akan menjenuhkan
permukaan tanah, kemudian terjadi perkolasi ke air tanah dan
akan keluar sebagai . Hal ini terdapat keseimbangan
antara air hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi,
dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini kemudian berupa soil
moisture dan . Aliran dalam sungai
adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah dan
.
Daerah Tangkapan Air
Perhitungan
Evapotranspirasi Aktual
(Et)
Perkiraan Tampungan Kelengasan
Akhir Bulan
(Soil Moisture Storage, SMS)
SMSakhir = P - Et + SMSawal
SMSakhir > SMC
Soil of field capacity
WS = SMSend - SMS
SMSend = SMC
Ya
Kandungan Air dalam
TanahSoil di bawah
Kapasitas
WS = 0
Tidak
Debit Akibat
Hujan Lebat
QF = P x PF
Perkiraan Ulang
Tampungan Kelengasan Akhir Bulan
SMSakhir = P(1-PF) - Et + SMSawal
Keseimbangan Air Tanah
GSakhir = k x GSawal + 0,5(k+1) x I
Perkolasi ke Air Tanah
I = WS x I
Aliran Dasar
BF = (I - GSakhir) + GSawal
Aliran Permukaan
DR = WS x (I-i)
Aliran Permukaan Total
TR = QS + BF + DR
Gambar 6. Diagram Alir Analisis Metode MockSumber : Sinaro dkk, 1987
16
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Curah hujan rata-rata bulanan di daerah pengaliran sungai
dihitung berdasarkan data pengukuran curah hujan dan
evapotranspirasi yang sebenarnya dari data meteorologi
dengan menggunakan metode Penman dan karakteristik
vegetasi. Perbedaan antara curah hujan dan evapotranspirasi
mengakibatkan limpasan air hujan langsung ,
aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat
. Cara dan contoh hasil analisis metode Mock
diperlihatkan pada Lampiran 3.
ii. Metode NRECA
Metode ini dikembangkan untuk menganalisis debit air
berdasarkan curah hujan yang bertujuan untuk pembangkit
listrik. Metode ini diperkenalkan
(NRECA) sehingga metode ini disebut
metode NRECA.
Debit airan yang masuk ke dari daerah tangkapan air
berasal dari curah hujan. Sebagian dari curah hujan menguap
dan sebagian lainnya turun mencapai permukaan tanah. Cara
ini sesuai untuk daerah tangkapan air yang cekung dimana
mempunyai karakteristik setelah hujan usai, masih terdapat
aliran hingga beberapa waktu.
(direct runoff)
(storm
runoff)
National Rural Electric
Cooperative Association
outlet
17
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
iii. Metode Tank Model
Metode ini dikembangkan Sugawara (1958) untuk menghitung
yang diakibatkan hujan yang jatuh di dalam sebuah
daerah tangkapan air. Metode model tangki ini
mendeskripsikan suatu daerah tangkapan air digantikan
kombinasi beberapa tangki yang disusun sedemikian rupa
untuk mewakili lapisan tanah di dalam daerah tangkapan air
tersebut. Jumlah tangki dapat bervariasi dan susunannya
dapat berupa tangki seri atau paralel. Setiap tangki memiliki
lubang pada dasarnya dan juga pada sisinya untuk
mengalirkan keluar air yang terdapat dalam tangki. Air yang
mengalir keluar dari lubang sisi tangki menggambarkan ,
sedangkan air yang mengalir keluar dari lubang dasar tangki
menggambarkan infiltrasi air ke dalam tanah. Tiap lubang
runoff
runoff
Gambar 7. Diagram Alir Analisis Metode NRECASumber : Puslitbang Pengairan, Departemen PU, 1994
Keterangan
PET = penguapan peluh potensial
AET = penguapan peluh aktual
Tampungan
Kelengasan
HujanPET
AET
Simpanan
Air Tanah
Penambahan
Air Tanah
Kelebihan
Kelengasan
Aliran
Air Tanah
Aliran
Langsung
Aliran
Total
18
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
tangki memiliki koefisien untuk mengatur besarnya aliran air
keluar.
Sebagai contoh dapat digambarkan sebagaimana Gambar 8,
suatu susunan tangki yang terdiri atas 3 tangki yang tersusun
secara seri dari atas ke bawah. Hujan yang turun digambarkan
sebagai penambahan air ke dalam tangki paling atas yang
mewakili lapisan permukaaan tanah. Air yang mengalir keluar
dari tangki atas melalui lubang sisi mewakili ,
sedangkan air yang mengalir keluar dari lubang dasar mewakili
infiltrasi dan mengalir ke dalam tangki kedua yang berada di
bawahnya.
Selanjutnya air yang mengalir keluar dari tangki kedua melalui
lubang sisi mewakili , sedangkan air yang
mengalir keluar dari lubang dasar mengalir ke dalam tangki
ketiga yang berada di bawahnya. Air yang keluar dari lubang
tangki ketiga mewakili . Parameter model tangki
berupa koefisien lubang tangki dan ketinggian awal
permukaan air dalam tiap tangki harus dikalibrasi untuk
mencari nilai parameter yang paling sesuai dengan
karakteristik daerah pengaliran sungai dengan mencocokkan
sedapat mungkin perhitungan dengan
pengamatan.
surface runoff
intermediate runoff
groundwater
hidrograf hidrograf
19
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Hasil pengumpulan data debit dan atau hasil analisis debit
andalan yang dianalisis menggunakan salah satu dari metode
di atas, selanjutnya dibuat grafik bentuk rerata dari seluruh
debit dalam satuan waktu tertentu. Bentuk grafik kompilasi dari
seluruh debit dan reratanya dicontohkan pada Gambar 9.
Gambar 8. Diagram Alir Analisis Model TangkiSumber : Rudiyanto dkk, 2003
Gambar 9. Contoh Grafik Debit
20
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
c. Analisis Debit Andalan
Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan
kemungkinan debit terpenuhi dalam prosentase tertentu, misalnya
90%, 80% atau nilai prosentase lainnya, sehingga dapat dipakai
untuk kebutuhan pembangkitan. Debit andalan pada umumnya
dianalisis sebagai debit rata-rata untuk periode 10 hari, setengah
bulanan atau bulanan. Kemungkinan tak terpenuhi dapat
ditetapkan 20%, 30% atau nilai lainnya untuk menilai tersedianya
air berkenaan dengan kebutuhan pengambilan
.
Debit andalan yang optimal didapatkan melalui analisis dengan
menggunakan metode catatan debit sungai dan atau apabila
catatan debit itu terdapat bagian yang tidak ada, maka digunakan
hasil analisis sebagaimana dijabarkan di atas.
dilakukan dengan cara data debit pencatatan
pos duga muka air untuk jangka waktu tertentu disusun dari angka
terbesar hingga terkecil dan tiap debit diberikan probabilitas yang
dihitung dengan persamaan Weibull berikut ini.
p = x 100%
dimana
p = probabilitas terlampaui (%)
i = nomor urut debit
n = jumlah data debit
Debit perkiraan dan probabilitas digambarkan dalam
yang menggambarkan probabilitas/persentase ketersediaan
air pada sumbu ordinat dan besar debit andalan pada sumbu aksis
(Dependable Flow)
(diversion
requirement)
Flow duration curve
flow duration
curve
n
i
21
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 10 yang digambarkan
berdasarkan seluruh data debit terurut dari debit terbesar hingga
debit terkecil dan persentase probabilitas. Debit andalan
didapatkan dari untuk persentase keandalan
yang diperlukan.
Catatan debit atau hasil analisis empiris akan dianalisis kembali
untuk mendapatkan peluang keandalan yang diperlukan yang
dapat dipilih keandalan lebih besar dari prosentase tertentu yang
telah ditetapkan, misalnya 90%, 80% atau nilai lainnya. Tahap ini
dapat menggunakan beberapa metode untuk menentukan
seberapa besar keandalan aliran. Hasil dari tahap ini digunakan
nilai terkecil yang memungkinkan sehingga didapat julat aman
debit keandalan.
Probabilitas dapat diterapkan dengan persamaan lainnya, seperti
berikut ini.
i. Metode
flow duration curve
Basic Year
Gambar 10. Contoh Flow Duration Curve
22
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
metode ini didapat dengan cara menyusun
data dari nilai terbesar hingga terkecil kemudian debit yang
dimaksud terdapat pada urutan yang dihitung dengan
persamaan
Q = + 1
dimana
n = jumlah data
ii. Metode Probabilitas
Metode analisis frekuensi dilakukan dengan cara menyusun
data dari besar ke kecil kemudian menghitung probabilitasnya
dengan persamaan Weibull
p = x 100%
atau dicoba dengan persamaan metode California
p = x 100%
dan persamaan Bernard–Bos Levenbach dan Chegodayev
p = x 100%
dimana
p = probabiltas kejadian (%)
m = nomor urut data
n = jumlah data dalam analisis
Dependable flow
Flow Characteristic
805
n
( )1n
m
+
n
m
0,4n
0,3m
+
-
23
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Hasil urutan yang mendekati 80% diinterpolasikan untuk
mendapatkan hasil analisis.
iii. Metode Distribusi Normal
Perhitungan metode ini menggunakan persamaan
Q = x – (0,842 . )
dimana
x = rata-rata
= standar deviasi
Metode pengukuran debit secara langsung yang boleh digunakan adalah
metode garam, , , dan lain
sebagainya. Rujukan lengkap tentang pengukuran debit menggunakan
referensi
a. Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka (SKSNI 03-
2414-1991).
b. Metode Pengukuran Debit Sungai (SKSNI 03-2159-1992).
c. Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka dengan
Alat Ukur Arus Tipe Baling-baling (SKSNI 03-2819-1992).
d. Tata Cara Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka dengan
Alat Ukur Arus dan Pelampung (SNI 03-2411)
Pemilihan lokasi dan pelaksanaan pengukuran debit dengan ketentuan
a. Palung sungai atau saluran sedapat mungkin harus lurus dengan
arah, dan kecepatan aliran seragam/sejajar.
b. Apabila rencana PLTMH berada di sungai , maka
dipilih lokasi pengukuran pada dasar sungai yang tidak berubah-
Flow Characteristic
current meter floating rectangular weir
(on stream)
80 σ
σ
3.2. Pengukuran Debit Secara Langsung
24
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
ubah, bebas dari batuan besar atau bangunan air yang
menyebabkan aliran tidak seragam/sejajar. Dasar penampang
sungai sedapat mungkin rata sehingga saat perhitungan
menghasilkan nilai yang sebenarnya. Memilih lokasi semacam itu
sangat sulit namun harus diupayakan lokasi terbaik dari keadaan
yang ada.
c. Mengukur pada kedalaman garis vertikal yang akan diukur
kecepatannya kemudian menentukan titik kedalaman pengukuran
0,2; 0,6; dan 0,8 dari permukaan air seperti ditunjukkan pada
Gambar 12.
Gambar 11. Contoh Alat Ukur Kecepatan Propeller
25
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
d. Mengukur jarak dari tepi permukaan sungai ke setiap garis
pengukuran vertikal. Kegiatan ini berulang untuk setiap
perpindahan jalur vertikal, kemudian hasil pengukuran dicatat
pada formulir pencatatan hasil pengukuran debit sebagaimana
Lampiran 11.
Gambar 12. Kedalaman Pengukuran
Gambar 13. Penampang Pengukuran Vertikal
26
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
3.3. Analisis Debit Banjir
Analisis hidrologi yang diperlukan disini adalah untuk mendapatkan debit
banjir. Perhitungan debit banjir didasarkan pada data debit banjir atau
analisis curah hujan dan luas daerah tangkapan air .
Pemilihan metode analisis debit banjir mengacu pada
no. 1110-2-1415 dari US. dengan deskripsi
bagan alir pemilihan metode analisis sebagaimana disajikan pada Gambar
15.
Analisis perhitungan debit banjir menggunakan referensi
a. Metode Perhitungan Debit Banjir (SNI 03–2145–1991).
b.
c. Pedoman Bendungan Pengaman Banjir PSA 007 (Yayasan Badan
Penerbit PU, 1985)
(cathment area)
Engineering Manual
Army Corps of Engineers
Flood Control Manual Volume III Manual for Design and
Implementation (Le Groupe AFH International Inc. dan WER Agra,
Ltd., 1993)
Gambar 14. Contoh Pembagian Segmen Pengukuran Debit
27
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Analisis perhitungan debit banjir diawali dengan penggambaran daerah
tangkapan air sama seperti langkah awal analisis debit andalan.
Selanjutnya diperkirakan nilai koefisien aliran permukaan untuk
memberikan gambaran kondisi fisik suatu daerah tangkapan air. Nilai
koefisien ini dinyatakan dalam bentuk variabel C menjadi indikator
gangguan fisik dalam suatu daerah tangkapan air dimana nilai C makin
Gambar 15. Diagram Alir Pemilihan Metode Analisis BanjirSumber : no. 1110-2-1415Engineering Manual
Survai Lokasi
Catchment Area
DTA < 2 km2Metode
Rasional
Metode Hidrograf
Satuan
ParameterCatchment Area
Stasiun Hujan
BerpengaruhParameter
Catchment Area
Koefisien Aliran C
Waktu Konsentrasi tc
Data Hujan
Maximum Rerata
Analisis Curah Hujan
Rancangan
Intensitas HujanDistribusi Hujan
Jam2an
Hidrograf Satuan
Sintetik
Y T
Debit Banjir
Rancangan
28
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
besar menunjukkan bahwa semakin banyak air hujan yang menjadi aliran
permukaan. Nilai koefisien limpasan dengan faktor pendekatan
penggunaan lahan ditentukan sesuai kriteria dari US.
sebagaimana diuraikan Tabel 1.
Forest Service
Tabel 1. Jenis Penutup Lahan menurut US (1980)Forest Service
29
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Langkah selanjutnya dalam analisis debit banjir diuraikan sebagai berikut.
a. Pemeriksaan Data Hujan
Pemeriksaan data hujan secara manual dilakukan untuk
mengantisipasi kemungkinan kesalahan seperti kesalahan ketik,
pencatatatan angka 999 yang berarti tidak ada data, harga
maksimum tidak realistis atau sangat kecil dan kesalahan
pembacaan atau pemasukan data dalam format pencatatan.
Data yang meragukan tersebut diperiksa besarannya secara
manual terhadap besaran di pos-pos terdekat pada tahun yang
sama. Data yang lolos penyaringan adalah besaran hujan di pos
yang diperiksa tidak jauh berbeda dengan besaran hujan di pos
terdekat. Pemeriksaan lain dilakukan secara statistik meliputi
pemeriksaan homogenitas dan pemeriksaan atau data di
luar ambang batas.
- Pemeriksaan homogenitas data dengan cara kurva massa
ganda
P = P
dimana
P = curah hujan stasiun X pada waktu t setelah
dikoreksi
P = data asli curah hujan stasiun X pada waktu t
M = koreksi kemiringan kurva massa ganda
M = kemiringan asli kurva massa ganda
- Pemeriksaan data adalah data yang menyimpang cukup
outlier
(double mass curve)
outlier
CV X
CV
X
c
a
a
c
M
M
30
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
jauh dari kelompoknya. Keberadaan data biasanya
mengganggu pemilihan jenis distribusi suatu sampel data sehingga
data perlu dihapus dari data yang digunakan dalam analisis.
Data bawah dapat langsung dibuang namun data
atas harus dipertimbangkan dengan dibandingkan data hujan atau
banjir historis dan informasi hujan atau banjir di stasiun
terdekatnya. Pengujian metode ini menetapkan ambang bawah X
dan ambang atas X sebagai berikut.
X = exp ( + Kn S)
X = exp ( - Kn S)
dengan
XH = nilai ambang atas
XL = nilai ambang bawah
= nilai rata-rata dari logaritma sampel data
Kn = besaran yang tergantung pada jumlah sampel data
disajikan pada Tabel 2
S = simpangan baku dari logaritma sampel data
n = jumlah sampel data
trend outlier
outlier
outlier outlier
L
H
H
L
x
x
x
31
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Contoh analisis pemeriksaan data outlier disajikan pada Lampiran
14.
b. Analisis Distribusi Hujan Jam-jaman
Tujuan analisis distribusi hujan jam-jaman adalah untuk
memperkirakan persentase dari hujan total yang jatuh dalam tiap
jam. Hujan jam-jaman diproses dan dirata-ratakan. Metoda yang
dapat digunakan misalnya cara PSA 007 Departemen PU (1985)
yang menyarankan besarnya intensitas hujan seperti tercantum di
dalam Tabel 3.
Berdasarkan tabel tersebut, dibuat intensitas hujan untuk masing-
masing periode ulang. Kemudian dari intensitas hujan dihitung
distribusi hujannya. Hujan kritis dan distribusi hujan disusun dalam
bentuk genta dimana hujan tertinggi ditempatkan di(bell shape)
Tabel 2. Nilai Kn dalam Pengujian Outlier
32
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
tengah, hujan tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di
sebelah kanan, tertinggi keempat di sebelah kiri, dan seterusnya.
Cara lain menghitung intensitas hujan dapat menggunakan
persamaan Mononobe
I =
dimana
R = rata–rata hujan pada jam terpusat (mm)
t = lama hujan terpusat (jam)
c. Analisis Frekuensi
Metode perhitungan pendekatan yang lazim digunakan untuk
mendapatkan hubungan antara intensintas hujan, frekuensi, dan
waktu curah hujan adalah rumus empiris Normal, Log Normal, EJ.
Gumbell, Pearson III dan atau Log Pearson III.
- Analisis Frekuensi Normal
Xtr = + k.Sx
k = W –
24
Tabel 3. Hubungan Intensitas Curah Hujan dan Durasi Hujan
32
24
24
t.
t
Rúû
ùêë
é
X
úû
ùêë
é
+++
++32
2
0,001308.W0,189269.W1,4327881
0,010328.W0,802853.W2,515517
33
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
W = p =
dengan
Xtr = curah hujan dengan kala ulang tertentu (mm)
= data hujan rata–rata tahunan (mm)
k = faktor frekuensi
T = kala ulang
- Analisis Frekuensi Log Normal
Ytr = + k.Sy
k = W –
W = p = Xtr = 10(Ytr)
dengan
Xtr = curah hujan dengan kala ulang tertentu (mm)
= log data hujan rata–rata tahunan (mm)
Sy = standar deviasi log rata–rata data hujan
k = faktor frekuensi
T = kala ulang
- Analisis Frekuensi E.J. Gumbel
Xtr = + k.Sx
k = {0,5772 + ln [ ln ]}
dengan
X
÷ø
öçè
æ2
p
1nl
T
1
Y
Y
úû
ùêë
é
+++
++32
2
0,001308.W0,189269.W1,4327881
0,010328.W0,802853.W2,515517
÷ø
öçè
æ2
p
1ln
T
1
X
π
6-úû
ùêë
é-1T
T
34
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Xtr = curah hujan dengan kala ulang tertentu (mm)
= data hujan rata–rata tahunan (mm)
k = faktor frekuensi
Sx = standar deviasi
T = kala ulang
- Analisis Frekuensi Pearson III
Xtr = X + k .(S )
x =
S =
Cs =
dengan
k = faktor penyimpangan k untuk suatu kala ulang
tertentu
Cs = koefisien penyimpangan
- Analisis Frekuensi Log Pearson III
log Xtr = log X + k .(S )
log x =
S =
Tr x
x
Tr
Tr log x
log x
X
N
xN
1iiå
=
( )
1N
xxN
1i
2
i
-
å -=
( )
( )( )( )3x
N 2
1
S2N1N
1ixx
--
å=
-
N
xlogN
1iiå
=
( )
1N
xlogxlogN
1i
2
i
-
å -=
35
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Cs =
dengan
kTr = faktor penyimpangan k untuk suatu kala ulang
tertentu
Cs = koefisien penyimpangan
Contoh proses analisis frekuensi disajikan pada Lampiran 15 dan
hasil pada Lampiran 16 dengan menggunakan rangkaian data
sebagaimana analisis pemeriksaan data outlier pada Lampiran 14.
d. Analisis Debit Banjir
Tujuan analisis debit banjir adalah untuk memperoleh debit puncak
yang akan digunakan sebagai parameter desain rencana
bangunan utama berupa bendung atau embung dan penempatan
bangunan pembangkit. Analisis dilakukan sesuai metode
pemilihan pada Gambar 15.
Apabila daerah tangkapan air mempunyai luas kurang dari 2 km ,
maka analisis banjir menggunakan metode rasional. Metode
analisis banjir yang direkomendasikan untuk daerah tangkapan air
dengan luas kurang dari 2 km adalah metode rasional
sebagaimana umumnya berlaku secara internasional.
Secara khusus, metode yang bisa digunakan di Indonesia
khususnya di pulau Jawa dan Sumatera adalah Metode FSR Java
Sumatera.
Metode FSR Java Sumatra ini merupakan suatu cara sederhana
untuk memprediksikan puncak banjir yang dirumuskan dalam
2
2
36
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
penelitian tim gabungan dari Direktorat Penyelidikan Masalah Air
(DPMA) Departemen Pekerjaan Umum dan
yang tersaji dalam
/IOH/DPMA tahun 1983.
Parameter yang berpengaruh dalam menentukan perhitungan
adalah sebagai berikut.
- Luas daerah tangkapan air dengan variabel AREA (km ).
- Rerata curah hujan maksimum tahunan terpusat selama 24
jam, PBAR (mm) dengan menggunakan peta isohiet lokasi
rencana. Bentuk peta isohiet dicontohkan pada Gambar 16.
- Faktor reduksi areal sebagai fungsi daerah tangkapan air, ARF
dimana umumnya ditentukan 0,99.
- Jarak terbesar dari tempat pengamatan sampai batas terjauh di
Institute of Hydrology
England Flood Design Manual for Java and
Sumatera
2
Gambar 16. Contoh Peta Isohyet
37
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
daerah tangkapan air diukur sepanjang sungai, MSL (km).
- Beda tinggi antara titik pengamatan dengan ujung sungai, H
(m).
- Indeks kemiringan
SIMS (m/km) =
- Indeks danau, LAKE sebagai tampungan dengan proporsi dari
daerah tangkapan air
LAKE =
- Eksponen AREA, V = 1,02 – 0,0275 log (AREA)
- Rata-rata curah hujan maksimum tahunan, APBAR = PBAR x
ARF (mm)
- Debit maksimum rata-rata tahunan, MAF (m /det)
MAF = 8.10 x AREA x APBAR x SIMS x (1 + LAKE)
- Growth Factor, GF (T.AREA)
- Debit banjir, QT = GF (T.AREA) . MAF (m /det)
Metode analisis banjir sesuai SKSNI M–18–1989–F diantaranya
satuan hidrograf sintetik Gama I. Metode lain yang umum
digunakan adalah satuan hidrograf sintetik Nakayasu dan Snyder
Aleksejev.
- Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gama I
Satuan hidrograf sintetik Gama I dikembangkan atas riset Dr.
Sri Harto di 30 daerah pengaliran sungai di pulau Jawa pada
3
-6 V 2,445 0,117 -0,85
2
MSL
H
AREA
rencanaatasdiairtangkapandaerahLuas outlet
38
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
akhir dekade 1980-an yang mengkombinasikan antara
metode Stahler, dan pendekatan Kraijenhorr van der Leur.
Satuan hidrograf sintetik Gama I dibentuk tiga komponen
dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp) dan waktu
dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut.
i. Waktu Naik
TR = 0,43 + 1,0665 SIM + 1,2775
ii. Debit Puncak
Qp = 0,1836 A JN TR
iii. Waktu Dasar
TB = 27,4132 TR S SN RUA
Hujan efektif didapat dengan cara metode indeks yang
dipengaruhi fungsi luas daerah tangkapan air, dan frekuensi
sumber (SN) dirumuskan sebagai berikut.
= 10,4903 – 3,589.10 A + 1,6985.10 (A/SN)
dengan
R = curah hujan (mm)
TR = waktu naik (jam)
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah
panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang
sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor
0,5886 0,2381 -0,4008
0,1457 -0,0956 0,7344 0,2574
-6 2 -13 4
Ø
Ø
3
100SF
L÷ø
öçè
æ
39
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS
yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan
lebar DPS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari
titik tempat pengukuran
JN = jumlah pertemuan sungai
TB = waktu dasar (jam)
S = landai sungai rata-rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah
segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai
semua tingkat
RUA = luas DPS sebelah hulu (km )
= indeks (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan air (km )
SN = frekuensi sumber
Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas daerah
tangkapan air dan kerapatan jaringan sungai yang dirumuskan
sebagai berikut.
QB = 0,4751 A D
dengan
QB = aliran dasar (m /det)
A = luas daerah tangkapan air (km )
D = kerapatan jaringan sungai (km/km )
2
2
0,6444A 0,9430
3
2
2
Ø Ø
40
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
a. Sketsa Penetapan WF
b. Sketsa Penetapan RUA
Gambar 17. Parameter Daerah Tangkapan Air dalam Metode Gama I
41
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Waktu konsentrasi atau lama hujan terpusat dirumuskan sebagai
berikut.
t = 0,1 L i
dengan
t = waktu konsentrasi/lama hujan terpusat (jam)
L = panjang sungai (km)
i = kemiringan sungai rata-rata
- Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Metode Nakayasu membentuk unit hidrograf secara umum
ditentukan oleh curah hujan dalam waktu tertentu (
atau standar ) maka perlu diperhatikan
bagaimana curah hujan harian dapat dipecah-pecahkan
menjadi sejumlah komponen curah hujan yang sesuai dengan
unit duration atau standar yang ditentukan dalam teori
yang dipakai.
0,9 -0, 3
unit
duration duration
duration
Gambar 18. Hidrograf Satuan Metode Gama I
42
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
t
R24
3
2
T
5÷ø
öçè
æ
R =
R = R
dimana
R = hujan rata-rata setiap jam (mm/jam)
R = intensitas hujan dalam t jam(mm/jam)
R = hujan harian efektif (mm)
T = waktu dari mulai hujan (jam)
t = waktu konsentrasi hujan (jam)
Parameter unit hidrograf yang dimaksud di dalam Gambar 19
adalah angka-angka tertentu yang menentukan bentuk
hidrograf.
Tg = , yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik
berat hidrograf
Tp = , yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf
dan saat debit maksimum
Tb = dari hidrograf
0
t
0
t
24
time lag
peak time
time base
Gambar 19. Hidrograf Satuan Metode Nakayasu
43
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
36
1
( )0,3TTp0,3
1
+
Tg
1
Prosedur perhitungan Hidrograf Satuan Metode Nakayasu
adalah sebagai berikut.
i. Parameter Unit Hidrograf
Tp = Tg + 0,8 tr
Tg = 0,40 + 0,058 L untuk L > 15 km
Tg = 0,21 L0,70 untuk L < 15 km
dengan
Tp = (jam)
Tg = yaitu waktu terjadinya hujan sampai
terjadinya debit puncak (jam)
tr = satuan waktu curah hujan (jam)
L = panjang sungai
ii. Debit Puncak Banjir
Qp = Ar
= 0,47 (A.L)
T = Tg
dengan
A = luas daerah pengaliran (km )
R0 = curah hujan spesifik (mm)
= koefisien antara 1,5 - 3,5 atau dihitung dengan
pendekatan tersebut di atas
iii. Perhitungan Unit Hidrograf
peak time
time lag
0
0,3
0,25
2
44
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
2,4
Tp
t÷ø
öçè
æ
( )
÷÷
ø
ö
çç
è
æ -
0,3T
Tpt
0,3
( )
÷÷÷
ø
ö
ççç
è
æ +-
0,3T1,5
0,3T0,5Tpt
0,3
( )
÷÷÷
ø
ö
ççç
è
æ +-
0,3T2
0,3T0,5Tpt
0,3
5,5
tp
Tp
Cp
A
Qp.Tp
Lengkung Naik Qp
Lengkung Turun 1 Qp
Lengkung Turun 2 Qp
Lengkung Turun 3 Qp
- Metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder Aleksejev
Hidrograf satuan sintetik Snyder Aleksejev dikembangkan oleh
FF. Snyder di Amerika Serikat pada tahun 1938 dan
disempurnakan dengan rumusan Aleksejev. Sifat perhitungan
mempergunakan variabel empiris yang memanfaatkan variabel
daerah tangkapan air.
tp = Ct . (L . LC)
te =
jika te > tr, maka tp’ = tp + 0,25 (tr – te)
Tp = tp’ + 0,5 tr
jika te < tr, maka Tp = tp + 0,5. tr
jika te = tr, maka Tp = tp
qp = 0,278 .
Qp = qp . A
=
a = 1,32 . + 0,15 . + 0,045
X = t/Tp
0,3
2
45
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
x
2x)(1a10
--Y =
Qt = Qp . Y
dengan
Ct = koefisien (0,75 – 3,00)
L = panjang aliran utama (km)
Lc = jarak antara titik berat daerah aliran dengan
yang diukur (km)
te = durasi curah hujan efektif (jam)
tr = durasi curah hujan (1 jam)
tp = waktu antara titik berat hujan hingga (jam)
Tp = waktu yang diperlukan antara permulaan hujan
hingga mencapai puncak
Cp = koefisien (0,90 – 1,40)
qp = puncak hidrograf satuan (m /det/mm/km )
Qp = debit puncak (m /det)
A = luas daerah tangkapan air (km )
t = waktu (jam)
outlet
time lag
3 2
3
2
46
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
BAB 4
PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN HIDROLOGI
Bentuk penyusunan laporan hasil studi hidrologi pembangunan PLTMH
yang disajikan dalam Buku Pedoman Studi Kelayakan Hidrologi
Pembangunan PLTMH ini bukan merupakan standar baku. Pemangku
kepentingan dapat menyusun sesuai versi masing-masing.
Format penyusunan laporan dalam buku pedoman ini disusun sebagai
petunjuk praktis membantu memudahkan penulisan laporan hasil studi
potensi yang memudahkan kegiatan studi kelayakan lanjut berdasarkan
referensi laporan ini.
Laporan Hasil Studi Kelayakan Hidrologi Pembangunan PLTMH dapat
disusun sebagai berikut.
a. Halaman sampul laporan
b. Ringkasan Eksekutif
c. Daftar Isi
d. Daftar Gambar
e. Daftar Tabel
f. Daftar Lampiran
g. Pendahuluan
Bab ini berisi tentang , latar belakang, maksud
dan tujuan serta lingkup kegiatan studi hidrologi yang telah
dilakukan dan boleh dijelaskan dengan jadual waktu dan
gambaran hasil yang dicapai.
Kegiatan studi potensi ini dapat dilakukan masyarakat baik
perorangan dan atau lembaga, maka pada bab ini dapat
(stakeholders)
project statement
47
dicantumkan identitas maupun profil lembaga yang diuraikan
identitas, status dan alamat jelas.
h. Profil Teknis Lokasi PLTMH
Bab ini menjelaskan tentang gambaran teknis berdasarkan data
primer yang telah dilakukan dan didapat seperti peta topografi
dengan dijelaskan skalanya, data debit sungai dan atau saluran
dan data curah hujan atau meteorologi selama periode tertentu.
Menjelaskan pengumpulan data dan informasi primer untuk
kalibrasi berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat.
Bab ini juga memberikan penjelasan tentang daerah tangkapan air
dari sungai dan atau saluran yang menjadi rencana PLTMH.
i. Analisis Debit Aliran
Bab ini memuat tentang analisis debit aliran rendah atau biasa
disebut debit andalan. Analisis tersebut dilengkapi dengan hasil
pengukuran lapangan sebagai kalibrasi, grafik debit
tahunan dalam satuan harian atau bulanan, debit andalan dalam
keadaan minimal dan debit andalan untuk operasi turbin. Hal yang
paling substansi pada bab ini adalah perkiraan potensi daya (kW)
yang dapat dihasilkan berdasarkan debit andalan.
j. Rekomendasi Studi Kelayakan
Bab ini memuat saran dan rekomendasi untuk tahap kegiatan
perencanaan detail pembangunan PLTMH. Saran dalam bab ini
mengemukakan jenis turbin yang akan dipilih sesuai debit andalan
hasil analisis dengan rekomendasi tindakan dalam operasi PLTMH
saat debit sangat minim.
k. Lampiran-lampiran data, gambar, foto dan referensi.
(hidrometri)
48
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, , The British Hydropower
Association, 2005
Anonim,
, Le Groupe AFH International Inc. dan WER Agra, Ltd.,
1993
Anonim, ,
BC Hydro Engineering, 2004
Anonim,
, Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan, 2005
Anonim,
, ABS Alaskan, 2002
Chow, Ven Te, , McGraw Hill, 1988
Direktorat Jenderal Pengairan,
, Yayasan Badan Penerbit PU, 1985
Harvey, Adam,
, Intermediate Technology Publications, 1993
Khennas, Smail dan Barnett, Andrew,
, The
Department for International Development, UK and The World Bank,
2000
Ibnu Kasiro et.al.,
, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum, 1997
Loebis, Jusron et.al., , Departemen Pekerjaan Umum,
1993
A Guide UK Mini-Hydro Developments
Flood Control Manual, Volume III Manual for Design and
Implementation
Handbook for Developing MICRO HYDRO in British Columbia
Manual Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro
(PLTMH)
Micro Hydro Power : A Guide to Small-Scale Water Power
Systems
Applied Hydrology
Pedoman Bendungan Pengaman Banjir
PSA 007
Micro-Hydro Design Manual : A Guide to Small-Scale
Water Power Schemes
Best Practices for Sustainable
Development of Microhydro Power in Developing Countries
Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi
Kering di Indonesia
Hidrologi Sungai
49
Penche, Celso, , Directorate General
for Energy (DG VII), European Commision, 1998
Sinaro, Radhi dan Yusuf, Iskandar A.,
, Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan IV, Himpunan Ahli
Teknik Hidraulik Indonesia, 1987
SKSNI 03-2414-1991,
, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum,
1991
SKSNI 03-2159-1992, , Direktorat
Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1992
SKSNI 03-2819-1992,
, Direktorat Jenderal
Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1992
SKSNI 03–1731–1989,
, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1989
SKSNI M.18–1989–F, , Direktorat
Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1989
SNI 03–2145–1991, , Direktorat Jenderal
Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1991
Soemarto, CD, , Erlangga, 1995
Soewarno, , PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Sri Harto, , Nafiri Offset, 2000
Sri Harto, , Gramedia Pustaka Utama, 1993
Tokyo Electric Power Services Co. dan Nippon Koei Co.,
, Japan International
Cooperation Agency, 2003
How to Develop A Small Hydro Site
Perhitungan Simulasi Debit Sungai
Cara Mock
Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran
Terbuka
Metode Pengukuran Debit Sungai
Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran
Terbuka dengan Alat Ukur Arus Tipe Baling-baling
Pedoman Perencanaan Bendungan Bangunan
Sipil
Metode Perhitungan Debit Banjir
Metode Perhitungan Debit Banjir
Hidrologi Teknik
Hidrologi Operasional
Hidrologi
Analisis Hidrologi
Panduan untuk
Pembangunan Pembangkit Listrik Mikro-Hidro
50
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Wibowo, Catoer,
, Ford Foundation, Mini Hydro Power Project
(MHPP) dan Yayasan Bina Usaha Lingkungan (YBUL), 2005
Langkah Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro (PLTMH)
51
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 1. Contoh Data Klimatologi
53
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
54
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 2. Koefisien Temperatur Analisis Penman
55
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 3. Koefisien Kelembaban Relatif Analisis Penman
56
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 4. Koefisien Angin Analisis Penman
57
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 5. Koefisien Penyinaran Matahari
58
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 6. Koefisien Koordinat Analisis Penman
59
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 7. Contoh Hasil Analisis Evapotranspirasi Metode Penman
60
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 8. Contoh Hasil Analisis Debit Bulanan Metode Mock
61
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 9. Contoh Hasil Analisis Debit Bulanan Metode Mock
62
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 10. Contoh Hasil Debit Andalan 80% Kering
63
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 11. Contoh Formulir Pencatatan Hasil Pengukuran Debit
64
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 12. Contoh 1 Pencatatan Hasil Pengukuran Debit
65
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 13. Contoh 2 Pencatatan Hasil Pengukuran Debit
66
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 14. Contoh Pemeriksaan Data Outler
67
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 15. Contoh Proses Analisis Frekuensi
68
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 16. Contoh Hasil Analisis Frekuensi
69
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 17. Contoh Hasil Analisis Debit Banjir Metode Gama I
70
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 18. Contoh Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Metode Gama I
71
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 19. Contoh Hasil Analisis Debit Banjir Metode Nakayasu
72
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 20. Contoh Grafik Satuan Sintetik Metode Nakayasu
73
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 21. Contoh Hasil Analisis Debit Banjir Metode Snyder Aleksejev
74
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
Lampiran 22. Contoh Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Metode Snyder Alkesejev
75
BUKU 2A
PEDOMAN STUDI KELAYAKAN
HIDROLOGI
DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGIDEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Jalan H.R. Rasuna Said Blok X2 Kav. 7 & 8Kuningan, Jakarta 12950