12
KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI LAPANGAN oleh Barnbang Yulianto Universitas Negeri Surabaya Abstrak Those putting KBK/KTSP (short for Kurikulum Berdasar Kompetensil Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan or the Competency-Based Curriculum/the Curriculum at the Level of Educational Unit) of Bahasa Indonesia into practice still encounter an abundance of problems in the field. The problems involve its implementation in relation to the teachers, the students, and the supporting facilities. The implementation has indicated (a) the teachers'lack of understanding of the curriculum of Bahasa Indonesia in both the addition of basic competencies and the concepts of learning concerning linguistic aspects; (b) the teachers' apathetic attitude towards the curriculum because of their desire for uniformity and the increasingly heavier load of their duties; and (c) the teachers' lack of knowledge of efforts for maximum development of the curriculum such as practicing authentic assessment, selecting suitable lesson books, and running remedial and enrichment programs. As an impact of the implementation on the students, a sufficiently large number of students feel burdened with KBK because they already have many assignments in both their regular and remedial classes. As an impact of the implementation on the support facilities, it has brought to light that regional schools lack the facilities that could meet the demands of the curriculum. Keywords: KBK/KTSP, teachers' attitude, impacts, problems A. PENDAHULUAN Salah satu implikasi diberlakukannya otonomi daerah adalah otonomi pendidikan. Di samping karena adanya fakta hasil pendidikan yang tidak merata di setiap daerah, seringkali kebutuhan dan permasalahan pendidikan daerah yang berbeda-beda selalu diatasi dengan cara yang sarna, seragam. Apalagi, kebijakan pusat seringkali tidak sesuai dengan kondisi di lapangan selain juga datangnya sering terlalu terlarnbat sampai di tingkat bawah (daerah). Dalarn hal yang demikian potensi akademis yang ada di daerah tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal (Suryadi, 2001). Akibatnya, kondisi terse but tidak mampu memacu persaingan yang sehat untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kecuali untuk memenuhi target kebijakan. Kenyataan inilah yang ikut mendorong pemikiran diperlukannya otonomi pendidikan. Dalarn otonomi pendidikan terbuka peluang untuk menciptakan pendidikan di daerah menjadi lebih berkualitas karena pejabat daerah memiliki wewenang yang luas untuk melakukan antisipasi dalam rangka meningkat- kan kualitas pendidikan di daerahnya (Mudjiharto, 2000; Suyanto, 2001). Kegiatan rekrutmen untuk kepala sekolah, guru, dan siswa; pembinaan profesionalisme guru; penentuan sistem evaluasi; dan sebagainya ditentukan oleh daerah (pemerintah provinsi, sekolah, dan masyarakat) (lihat Stinnett, 1968; Dorros, 1978). Dengan demikian, kualitas hasilnya sangat ditentukan oleh kemarnpuan dan kemauan daerah (lihat Kompas, 2001). 26

KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

  • Upload
    ngodien

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI LAPANGAN

oleh Barnbang Yulianto

Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Those putting KBK/KTSP (short for Kurikulum Berdasar KompetensilKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan or the Competency-Based Curriculum/theCurriculum at the Level of Educational Unit) of Bahasa Indonesia into practicestill encounter an abundance of problems in the field. The problems involve itsimplementation in relation to the teachers, the students, and the supportingfacilities. The implementation has indicated (a) the teachers'lack of understandingof the curriculum of Bahasa Indonesia in both the addition of basic competenciesand the concepts of learning concerning linguistic aspects; (b) the teachers'apathetic attitude towards the curriculum because of their desire for uniformityand the increasingly heavier load of their duties; and (c) the teachers' lack ofknowledge of efforts for maximum development of the curriculum such aspracticing authentic assessment, selecting suitable lesson books, and runningremedial and enrichment programs. As an impact of the implementation on thestudents, a sufficiently large number of students feel burdened with KBK becausethey already have many assignments in both their regular and remedial classes.Asan impact of the implementation on the support facilities, it has brought to lightthat regional schools lack the facilities that could meet the demands of thecurriculum.

Keywords: KBK/KTSP, teachers' attitude, impacts, problems

A. PENDAHULUAN

Salah satu implikasi diberlakukannyaotonomi daerah adalah otonomi pendidikan. Disamping karena adanya fakta hasil pendidikanyang tidak merata di setiap daerah, seringkalikebutuhan dan permasalahan pendidikandaerah yang berbeda-beda selalu diatasi dengancara yang sarna, seragam. Apalagi, kebijakanpusat seringkali tidak sesuai dengan kondisi dilapangan selain juga datangnya sering terlaluterlarnbat sampai di tingkat bawah (daerah).Dalarn hal yang demikian potensi akademisyang ada di daerah tidak bisa dimanfaatkansecara maksimal (Suryadi, 2001). Akibatnya,kondisi terse but tidak mampu memacupersaingan yang sehat untuk meningkatkankualitas pendidikan, kecuali untuk memenuhitarget kebijakan. Kenyataan inilah yang ikut

mendorong pemikiran diperlukannya otonomipendidikan.

Dalarn otonomi pendidikan terbukapeluang untuk menciptakan pendidikan didaerah menjadi lebih berkualitas karena pejabatdaerah memiliki wewenang yang luas untukmelakukan antisipasi dalam rangka meningkat-kan kualitas pendidikan di daerahnya(Mudjiharto, 2000; Suyanto, 2001). Kegiatanrekrutmen untuk kepala sekolah, guru, dansiswa; pembinaan profesionalisme guru;penentuan sistem evaluasi; dan sebagainyaditentukan oleh daerah (pemerintah provinsi,sekolah, dan masyarakat) (lihat Stinnett, 1968;Dorros, 1978). Dengan demikian, kualitashasilnya sangat ditentukan oleh kemarnpuandan kemauan daerah (lihat Kompas, 2001).

26

Page 2: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

Peningkatan mutu pendidikan dapatdilakukan melalui penciptaan iklim pembe-lajaran yang kondusif bagi terlaksananyakurikulum yang tleksibel, yakni yang sesuaidengan potensi sekolah. Semangat yangdemikian iniditangkap oleh pemerintah melaluipenciptaan Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK), yang kemudian berubah menjadiKurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KTSP).Baik KBK maupun KTSP (kedua namakurikulum tersebut pada tulisan ini digunakanbersama-sama karena secara substansial dalam

pendekatannya keduanya tidak berbeda)memberikan keleluasaan kepada sekolah untukmenyusun dan mengembangkan silabus matapelajaran yang sesuai dengan kebutuhanmasyarakat, kebutuhan dan kemampuan siswa,serta potensi sekolah. Dengan demikian,dimungkinkan terjadi variasi silabus matapelajaran untuk setiap sekolah. Meskipundemikian, penyusunannya tidak mengurangikompetensi dasar yang telah ditetapkan berlakusecara nasional.

Penerapan KBKlKTSP di sekolahharus dihubungkan dengan kebijakanpemerintah dalam pelaksanaan PendidikanBerbasis Masyarakat Luas (Broad BasedEducation, BBE) dalam kerangka programpeningkatan mutu pendidikan. Dalam hal inipenerapan kurikulum menggunakan konsepBBE yang berorientasi pada kecakapan hidup(Life Skill) dengan mendayagunakan semuapotensi sumber belajar yang dimiliki sekolahdan yang ada di sekitar sekolah (Depdiknas,2002b). Untuk itu, diperlukan restrukturisasipembelajaran di sekolah dengan caramengidentifikasi aspek-aspek kecakapan hidupyang akan diajarkan dalam setiap tema, hasilbelajar, atau mata pelajaran. Pengidentifikasianini diperlukan untuk melihat persebarall danpemerataan serta penekanan yang diperlukanuntuk setiapjenjang pendidikan.

Di samping itu, arns informasi globaltentang dunia pendidikan ikut mewarnai arahpendidikan di tanah air. Sejak publikasi IvanIllich 'Deschooling Society' (1970), terpicudialog dalam menuntut peningkatan kualitaspendidikan, terutama di Amerika Serikat.

27

Menurut Illich (1970), sekolah yang dikelolapemerintah memperlakukan pengetahuansebagai suatu komoditas, mematikan keinginananak untuk belajar, dan hanya memantapkanstruktur yang artifisial untuk 'keberhasilan'yang secara sosial sangat membahayakan sebabmereka tidak mampumemanfaatkan sistem itu.

Untuk itu, diperlukan pembentukan'jaringan pembelajaran' (learning network),yang akan memberikan keramahan (convivialacces) pada peralatan, teknik, dan pelayanan. Iamenghendaki adanya suatu komunitas tempatorang-orang dari semua tingkatan umurberkumpul bersama untuk bertukar keterampil-an dan ide-ide, yang dikembangkan secara luas.Dengan atmosfir yang demikian, proses belajarakan lebih nyata, tidak dibuat-buat, dan orangakan dievaluasi berdasarkan apa yang diketahuidan dikerjakan tanpa harus menggunakanwaktu bertahun-tahun dalam menyelesaikansuatuprogram sekolah.

Dalam hal ini belajar adalah cara untukmemperoleh keterampilan dan pandangan-pandangan barn, sedangkan upaya perluasan-nya bergantung pada apa yang telah diketahuioleh siswa. Belajar sering dianggap merupakanhasil suatu pengajaran. Padahal, banyakpengetahuan yang diperoleh seseorang di luarsekolah. Anak-anak dapat menguasai bahasapertamanya bukan karena pengajaran yangterprogram. Banyak orang belajar bahasa keduadengan baik juga bukan karena sistempengajaran. Kelancaran membaca juga lebihsering diperoleh bukan di sekolah.

Pengajaran sudah menjadi alat untukmendorong siswa berdasarkan kurikulum yangtelah dirancang sebelumnya dan siswadiharuskan memenuhinya dalam memperolehnilai berupa angka-angka. Sekolah menghu-bungkan pengajaran dan bukan belajar untukmelakukan peranan. Menurutnya, sekolah tidakmemberikan kebebasan, tidak menjaminhubungan kualitas dengan kompetensi yangrelevan, tidak mendidik, tidak memberikankemerdekaan, dan kurikulumnya hanya men-ciptakan tingkatan sosial. Kritik terhadapkelemahan sistem persekolahan tersebutdemikian tajam, sehingga lebih memberikan

Kurikulum Bahasa Indonesia: ... (Bambang Yulianto)

Page 3: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

28

kesan memojokkan sekolah dibandingkandengan keinginan memperbaikinya (Goodlad,1984).

Problem baru dalam dunia pendidikankemudian bertambah lagi seiring denganadanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi,perluasan kesempatan kerja, serta perkembang-an teknologi media massa dan pertelevisian. Isuyang muncul adalah sebagai berikut: (1)sekolahdiharapkan mengatasi keadaan tersebut karenasemakin banyak orang tua yang sibuk bekerja;(2) hubungan yang lemah antara sekolah dankeluarga menyebabkan sekolah terbebani; (3)perubahan ekonomi mempengaruhi perilakumasyarakat; (4) guru lebih mengarah menjadianggota organisasi profesi sesuai bidangstudinya daripada memperhatikan seluruhproses pendidikan; (5) guru tidak dipersiapkanuntuk menghadapi berbagai macam kondisi danlatar belakang siswa; dan (6) anak dapatmemperoleh pendidikan dari sumber-sumberlain selain sekolah.

Berdasarkan hal itu, tampak bahwaterdapat pergeseran dalam paradigma pendidi-kan, yakni dari pembelajaran kelompok(klasikal) ke arah pembelajaran individual.Dalam pembelajaran individual setiap siswadapat belajar sendiri sesuai dengan cara dankemampuan msing-masing, serta tidak ber-gantung kepada orang lain (kelompoknya).Untuk itu, diperlukan pengaturan kelas yangfleksibel, sarana yang mencukupi dan beragam,serta pengaturan waktu yang memadai karenadimungkinkan siswa mempelajari konsep yangberbeda dengan sarana dan kecepatan yangberbeda-beda.

B. KONSEPPELAKSANAANKBKlKTSP

Pelaksanaan kurikulum kita menerap-kan prinsip Kesatuan dalam Kebijakan danKeberagaman dalam Pelaksanaan. Standarnasional disusun pusat dan carapelaksanaannyadisesuaikan masing-masing daerah/sekolah danmadrasah. Perwujudan Kesatuan dalamKebijakan tertuang dalam pengembanganKerangka Dasar, Standar Kompetensi BahanKajian, dan Standar Kompetensi MataPelajaran, beserta Pedoman Pelaksanaannya.

DIKSI Vol. : 14. No. 1 Januari 2007

Perwujudan Keberagaman dalam Pelaksanaantertuang dalam pengembangan silabus danskenariopembelajaran.

Pelaksanaan kurikulum di daerahmempertimbangkan hal-hal berikut:(1) perencanaan dan pelaksanaan pendidikan

sesuai dengan standaryang ditetapkan;(2) perluasan kesempatan berimprovisasi dan

berkreasi dalam meningkatkan mutupendidikan;

(3) penegasan tanggung jawab bersama antaraorang tua, sekolah dan madrasah,masyarakat, pemerintah daerah, danpemerintah pusat dalam meningkatkanmutu pendidikan;

(4) peningkatan pertanggungjawaban(akuntabilitas) kinerja penyelenggaraanpendidikan;

(5) perwujudan keterbukaan dan kepercayaandalam pengelolaan pendidikan sesuaidengan otoritas masing-masing yang dapatmembangun kesatuan dan persatuanbangsa;

(6) penyelesaian masalah pendidikan sesuaidengan karakteristik wilayah yangbersangkutan.

Kurikulum dapat didiversifikasikandengan cara disesuaikan, diperluas, dandiperdalam untuk melayani keberagamanpenyelenggaraan satuan pendidikan, kebutuhandan kemampuan daerah dan sekolah danmadrasah ditinjau dari segi geografis danbudaya serta kemampuan dan minat pesertadidik sehingga sekolah dan madrasah dapatmelayani seluruh peserta didik dengankemampuan di bawah rata-rata, rata-rata, dan diatas rata-rata untuk mencapai hasil yangoptimal.

Diversifikasi kurikulum yang melayaniminat peserta didik dan kebutuhan daerahdirancang oleh daerah dan sekolah danmadrasah. Perwujudan diversifikasi kurikulumpendidikan kejuruan mengacu pada pencapaianpenguasaan kompetensi sesuai dengan duniakerja setempat.

Diversifikasi kurikulum Jugadilaksanakan untuk melayani peserta didik

Page 4: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

yang memiliki tingkat kesulitan dalammengikuti proses pembelajaran karena kelainanfisik, emosional, mental, sosial dan/ataumemiliki potensi kecerdasan dan bakatistimewa. Diversifikasi kurikulum juga perludilaksanakan untuk peserta didik dari daerahterpencil atau terbelakang, masyarakat adatyang terpencil, dan/atau mengalarni bencanaalarn,bencana sosial, dan tidak mampu dari segiekonomi.

Kurikulum 2004 ini dilaksanakan

mulai tahun pelajaran 2004/2005 dan KTSPdilaksanakan mulai tahun pelajaran 2006/2007secara bertahap bagi sekolah dan madrasahyang telah siap melaksanakannya denganpenahapan sebagaiberikut.(I) Pada tahun pertama kurikulum diterapkan

pada Kelas I dan Kelas IV SD/MI, KelasVII SMP/MTs, serta Kelas X SMAlSMKdan MAIMAK..

(2) Pada tahun kedua kurikulum dilaksanakandi Kelas I, II, IV,V SD/MI, Kelas VII, VIIISMP/MTs, serta Kelas X, XI SMAlSMKdan MAIMAK.

(3) Pada tahun ketiga dan seterusnyadilaksanakan pada seluruh kelas di SD/MI,SMP/MTs, serta SMA/SMK danMAlMAK.

Sekolahlmadrasah yang belum siapmelaksanakan kurikulum mulai tahun pelajarantersebut diharapkan dapat memulainya palinglarnbat tiga tahun sejak tahun tersebut denganpenahapan yang sarna seperti di atas. Dalarnkenyataannya, belum seluruh sekolahmenggunakan Kurikulum 2004, terbit KTSPmulai tahun 2006.

c. IMPLEMENTASIKBKDILAPANGAN

Perkembangan sikap para guru akhir-akhir ini cukup membanggakan. Semangatmereka untuk memahami dan sekaligusmelaksanakan arnanat KBK/KTSP tampakcukup tinggi. Sejak sekitar akhir tahun 2001(konsep KBK mulai diperkenalkan di

29

masyarakat) hingga sekarang, kegiatan seminaryang bertopik KTSP selalu dihadiri oleh gurudengan antusias. Yayasan yang mengelolasekolah swasta, kelompok guru bidang studi,Dinas Pendidikan di kota atau kabupatenberusaha menghadirkan narasumber dariperguruan tinggi untuk kegiatan-kegiatantersebut. Jika dihitungjumlah kegiatan tersubutcukup banyak setiap tahunnya. Kenyataan yangdemikian tidak dapat kita arnati pada waktusosialisasi Kurikulum 1994. Hal itumenunjukkan bahwa pada umumnyamasyarakat, khususnya para guru, menaruhperhatian dan harapan yang besar padaKBK/KTSPini.

Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwahampir semua guru hingga saat ini telahmengenal KBK (Kurikulum 2004) ataupunKTSP,baik guru yang saat ini mengajar denganmenggunakan KTSP maupun guru yang saat inimasih menggunakan Kurikulum 2004 ataubahkan Kurikulum 1994. Narnun, apakahsemua guru yang telah menggunakanKurikulum 2004 at au KTSP telahmemahaminya dengan baik? Apakah merekatelah melaksanakan amanat kurikulum tersebutdenganbaik pula?

Dari beberapa kegiatan seminar,lokakarya, atau pelatihan yang diikuti penulissebagai narasumber, tercatat beberapa hal yangdapat dijadikan bahan renungan berkaitandengan implementasi KBK/KTSP di lapangan(data ini bukan data penelitian), yang dapatdikaitkan dengan guru, siswa, metodepembelajaran, evaluasi, media (sarana danprasarana), dan isi kurikulum itu sendiri.Sementara itu, untuk menilai apakah suatukurikulum itu baik atau tidak, dapatdiperhatikan petunjuk yang diberikan olehNunan (1988:12Hi€"122), yang membagi tigaaspek penilaian, yaitu proses perencanaan,implementasi, dan evaluasi (bandingkan puladengan Richards, 2001:40, yang membaginyadalarn empat tahapan: analisis kebutuban,perencanaan, implementasi, dan evaluasi).

Kurikulum Bahasa Indonesia: ... (Bambang Yulianto)

Page 5: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

30

Wilayah kurikulum

a. Proses perencanaan:1. Analisis kebutuhan:

2. Isi kurikulum:

b. Implementasi:1. Metodologi

2. Guru atau sumberbelajar

3. Pembelajar

c. Evaluasi

Pertanyaan

Apakah prosedur analisis kebutuhan berjalan secara efektif?Apakah analisis kebutuhan menyediakan informasi yang cukupuntukperencanaan mata pelajaran?Apakah analisis kebutuhan menyediakan data untuk kebutuhansecara individualmaupun kelompok?Apakah data yang disediakan dapat diterapkan dalam ISIkurikulum?

Apakah tujuan diturunkan dari analisiskebutuhan?Apakah tujuan tersebut cocokuntuk kelompok khusus pebelajar?Apakah pebelajar berpikir bahwa isi kurikulum itu cocok bagimereka?Apakah isi kurikulum itu telah ditata berdasarkan urutan yangmemadai?

Apakah materi, metode, dan aktivitas belajar telah sesuai dengantujuan yang ditetapkan?Apakah pebelajar berpikir bahwa materi, metode, dan aktivitasbelajar cocok denganmereka?

Apakah sumberbelajar telah memadai?Apakah guru memiliki kemampuan mengelola kelas secaramemadai?

Apakah strategi belajarpebelajar cukup efisien?Apakah pebelajar datang secara reguler?Apakah pebelajar menaruh perhatian pada kelas?Apakah pebelajar menerapkan keterampilan mereka di luar kelas?Apakah pebelajartampak senang dalam pelajaran?Apakah waktu dan tipe-tipe belajar diatur sesuai dengan kebutuhansiswa?

Apakah masalah-masalah personal pebelajar mempengaruhipemelajaran?

Apakah prosedurpenilaian cocok dengan tujuan?Apakah ada kesempatan bagi pebelajar untuk melakukan penilaiandiri? Jika ada, apa dan bagaimana dilakukan?Apakah ada kesempatan bagi pebelajar untuk menilai aspekpelajaran seperti materi, metodologi, dan pengaturan pemelajaran?Apakah ada kesempatan bagi guru untuk melakukan evaluasi diri?

I

Nunan (1988:121-122)

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menggambarkanseberapa kualitas kurikulum itu. Kawasanperencaaan telah dilakukan dengan cermat,tentunya, oleh pemerintah. Analisis kebutuhanyang akan menentukan isi kurikulum dan arah

kebijakan pendidikan secara umum telahdilakukan olehpara pakar penyusun kurikulum.Mereka setidak-tidaknya telah mencermatikebutuhan para lulusan setiap jenjang sekolah.Mereka juga, tentunya, telah mempertimbang-kan kompetensi lulusan dalam pergaulan

DIKSI Vol. : 14. No.1 Januari 2007

Page 6: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

internasional. Kenyataan tentang keterpurukanhasil pendidikan di Indonesia dibandingkandengan negara lain, terutama dengan negaratetangga pastilah menjadi pemicu.

Berdasarkan berbagai hasil laporanditengarai bahwa keadaan sumber dayamanusia di Indonesia sangat tidak kompetitif.Menurut catatan Human Development ReportTahun 2000 versi UNDP, peringkat HDI(Human Develompment Index) atau kualitasSumber Daya Manusia Indonesia berada diurutan 105 dari 108 negara. Indonesia beradajauh di bawah Filipina (77), Thailand (76),Malaysia (61), Brunei Darussalam (32), KoreaSelatan (30), dan Singapura (24). Organisasiinternasional yang lainjuga menguatkan hal itu.International Educational Achievement (lEA)melaporkan bahwa kemampuan membacasiswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39negara yang disurvai. Sementara itu, ThirdMatemathics and Science Study (TIMSS),lembaga yang mengukur hasil pendidikan didunia, melaporkan bahwa kemampuanmatematika siswa SMP kita berada di urutan 34

dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPAberada di urutan ke-32 dari 38 negara. Jadi,keadaan pendidikan kita memang memprihatin-kan (Dit. PLP, 2003). Untuk itu, pembaharuanpendidikan hams terus dilakukan.

Rendahnya mutu sumber daya manusiaIndonesia itu tentu tidak lepas dari hasil-hasilyang dicapai oleh pendidikan kita. Ada banyakpersoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita.Untuk mengejar ketertinggalan itu, perludiupayakan penataan pendidikan yangbermutu.Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptifterhadap perubahan zaman.

Di samping itu, tuntutan realitas politikdan sosial turut mewarnai arah kebijakanpendidikan. Lahirnya berbagai kebijakanpemerintah, seperti (1) pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999tentang OtonomiDaerah, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 25tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahdan Daerah sebagai Daerah Otonom, yangantara lain menyatakan bahwa PemerintahPusat berkewenangan dalam menentukankompetensi siswa, kurikulum, dan materi

31

pokok; penilaian nasional; dan kalenderpendidikan; (3) Garis-garis Besar HaluanNegaratahun 1999yang antara lain menyatakanperlunya dilakukan penyempumaan kurikulumpendidikan; (4) Gerakan Peningkatan MutuPendidikan yang telah dicanangkan olehPresiden Republik Indonesia pada peringatanHari Pendidikan Nasiona12Mei 2002.

Ketimpangan terjadi pada semua sendikehidupan, seperti moral, akhlak, jati diribangsa, sosial dan politik, serta ekonomi.Semakin terbatasnya sumber alam dankesempatan untuk memperoleh pekerjaan dankehidupan yang layak pada tingkat lokal,nasional, dan persaingan pada tingkat globalmenjadi hal yang harus diperhitungkan.Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiyang semakin pesat memberikan dampakterhadap kehidupan. Faktor-faktor sosialtersebut menjadi acuan dalam area analisiskebutuhan.

Selanjutnya, arahan Nunan (1988)tersebut disesuaikan dengan kenyataan dilapangan dalam implementasinya. Dalampembicaraan ini implementasi kurikulummelibatkan dan dibatasi pada guru, siswa, dansaranapendukungnya.

1. ImplementasiKurikulum bagi GuruAda tiga komponen yang terkait

dengan implementasi kurikulum bagi guru,yakni pemahaman guru terhadap kurikulum,sikap guru terhadap kurikulum, dan upayapengembangan kurikulum yang telah dilakukanguru. Data-data yang disajikan berikut tidakseluruhnya diambil dari penelitian, tetapidiambil dari pengamatan atau catatan penulisselama menjadi narasumber dalam berbagaiseminar, lokakarya, dan pelatihan yangmelibatkan guru, khususnya guru bahasaIndonesia, baik guru SD/MI, SMP/MTs,maupun SMAIMA. Data lain diambil dari hasilpenelitian sementara Kuswandi (2005) yangmeneliti implementasi KBK pada tiga SMA diSurabaya: SMAK Petra 2 Surabaya, SMAMuhammadiyah 2 Surabaya, dan SMAN 2Surabaya. Ketiga SMA tersebut merupakanpilot projectuji cobaKBK sejak 2002.

Kurikulum Bahasa Indonesia: ... (Bambang Yulianto)

Page 7: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

32

2. Pemahaman Guru terhadap KurikulumHampir dalam setiap pelatihan yang

melibatkan penulis sebagainarasumber,penulismencatat bahwa pada umumnya guru tidakmenambahkan kompetensi dasar atau butirindikator (hasil belajar) pada waktumengembangkan silabus. Padahal, dalamdokumen kurikulum ditegaskan bahwa KBKataupun KTSP hanyalah memuat komponenkompetensi dasar minimal yang harns dikuasaisiswa. Karena itu, guru harus mengembangkan-nya, baik melalui penambahan komponenkompetensi maupun hasil belajar. Guru dituntutmengembangkan sendiri silabus pembelajaran,baik secara individual maupun kelompok.Sekolah yang memiliki kemampuan mandiridapat menyusun silabus yang sesuai dengankondisi dan kebutuhannya setelah mendapatkanpersetujuan dari Dinas Pendidikan (provinsiatau kabupatenlkota). Penyusunan silabusdapat dilakukan dengan melibatkan para ahliatau instansi yang relevan di daerah setempat,seperti tokoh masyarakat, instansi pemerintah,instansi swasta, termasuk perusahaan danindustri, atauperguruan tinggi.

Sejalan dengan kebijakan pemerintahdalam pencanangan mutu pendidikan danpelaksanaan otonomi daerah, Pusat berke-wenangan dalam menentukan: kompetensisiswa, kurikulum dan materi pokok, penilaiannasional, serta kalender pendidikan. Dengankata lain pusat menentukan standar kurikulumyang dalam hal ini adalah kerangka kurikulumdan hasil belajar; kerangka penilaian berbasiskelas; kerangka kegiatan pembelajaran; dankerangka pengelolaan kurikulum berbasissekolah. Kalender pendidikan yang dijabarkandalam bentuk alokasi waktu pembelajaran tiapminggu dalam setahun di SD, SLTP dan SMAjuga ditetapkan oleh pusat. Dalam KBK/KTSPbeban (alokasi waktu tatap muka) siswa perminggu berkurang dibandingkan dengankurikulum sebelumnya.

Daerah dalam hal ini adalah tingkat IIdan sekolah berperan untuk mengembangkansilabus berdasarkan kerangka kurikulum yangditetapkan pusat. Silabus yang disusun daerah/sekolah diharapkan lebih sesuai dengan kondisi

DIKSI Vol. : 14. No. 1 Januari 2007

dan aspirasi mereka. Daerah/sekolah dapatmenambah materi pelajaran sesuai dengankepentingannya dan layak dilaksanakan.

Kenyataan di atas menampakkanbahwa guru masih menggunakan cara kerjalama yang dikenal dengan GBPP (Garis-garisBesar Program Pengajaran). Guru dalammelaksanakan kurikulum tidak pernahmenambah atau mengurangi apa yang terdapatdalam GBPP. Hal itu menunjukkan bahwapemahamangurutentangKurikulum2004atauKTSP belum baik benar. Meskipun, tanpamengurangi pemahaman guru secarakomprehensif dalam mengisi angket, dalamangket yang diisi guru di tiga sekolah yangdisebutkan di atas terjawab bahwa 99% gurumengaku telah memahami denganbaik KBK.

Ketika dalam berbagai kesempatanpenulis bertanya kepada guru apakah aspekkebahasaan (tata bahasa) dalam Kurikulum2004 atau KTSP diabaikan, kurang ditonjolkan,kurang mendapatkan porsi yang memadai,mereka pada umumnya menjawab ya karenapada Kurikulum 1994 aspek tata bahasa(struktur) tercantum secara eksplisit padaGBPP,sedangkandalamKurikulum2004danKTSP hal itu tidak terjadi. Hainya berbedadengan yang tampak pada beberapa kurikulumsebelumnya. Pada Kurikulum 1975 tampaksekali bahwa tata bahasa memperoleh porsiyang teratas. Pembelajaran bahasa lebihberorientasi pada pembelajaran tentang bahasa.Pada Kurikulum 1984 peranannya tidak terlalumenonjol, namun kehadirannya masih terasa.Pada Kurikulum 1994 posisinya semakinberkurang, namun dalam GBPP kehadirannyamasih tampak. Pada Kurikulum 2004 aspek tatabahasa dicantumkan dalam lampiran dan padaKTSP lampiran tentang struktur kebahasaanmalahan tidak ada.

Berdasarkan hal itu, tampak bahwa tatabahasa tidak memperoleh temp at yangmemadai. Sebaliknya, bidang sastra tampaklebih dominan, bila dibandingkan dengan tatabahasa. Padahal, dalam kurikulum sebelumnya,sastra tidak sebanding dengan tata bahasa.Benarkah anggapan bahwa tata bahasa tidakmendapatkan porsi yang memadai tersebut?

Page 8: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

Untuk menjawab itu, ada baiknya di-perhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bahasasecara umum, yakni sebagai berikut: (1)pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkanuntuk lebih banyak memberikan porsi kepadaperlatihan berbahasa yang nyata; (2) tata bahasadiajarkan hanya untuk membetulkan kesalahanujaran siswa; (3) keterampilan berbahasa nyatamenjadi tujuan utama; (4) membaca sebagaialat untuk belajar (reading for learning); (5)menulis dan berbicara sebagai alat berekspresidan menyampaikan gagasan; (6) kelas menjaditempat berlatih menulis, membaca, danberbicara dalam bahasa; (7) penekananpengajaran sastra pada membaca sebanyak-banyaknya karya sastra, dan (8) pengajarankosa kata harus diarahkan untuk menambahkosa kata anak. Berdasarkan hal itu, tampakbahwa arah pembelajaran bahasa adalahmemperbanyak berlatih di dalam kelas denganmenggunakan bahasa yang sesuai dengansituasi, baik yang nyata 'senyatanya' melaluidiskusi, misalnya, maupun yang nyata 'tidaksenyatanya', misalnya melalui kegiatanbermain peran.

Sementara itu, prinsip-prinsippembelajaran tata bahasa adalah sebagaiberikut. Pertama, pembelajaran komponenkebahasaan merupakan pelatihan pemahamandan penggunaan bahasa yang bermakna sesuaidengan keperluan komunikasi. Dalam hal inikegiatan utama pembelajaran komponenkebahasaan melalui pemberian latihan yangterus-menerus dalam berbagai situasikebahasaan yang bermakna. Pelatihan itu harusdiarahkan untuk mendukung, baik kemampuanaspek pemahaman (menyimak dan membaca),maupun kemampuan penggunaan (berbicaradan menulis). Kedua, pembelajaran komponenkebahasaan terintegrasi ke dalam pembelajaranketerampilan berbahasa. Prinsip ini sebenarnyamerupakan implikasi prinsip pertama.Berdasarkan prinsip ini, komponen kebahasaantidak diajarkan secara mandiri. Contoh-contohyang disajikan haruslah yang fungsionalberdasarkan penggunaannya, baik secarareseptif, maupun produktif. Dengan demikian,pembelajaran komponen kebahasaan terfokus

33

kepada penggunaan bahasa secara fungsionaldan bermakna sesuai dengan tujuan dankeperluan komunikasi. Oleh karena itu pula,pembelajaran kebahasaan mengarah kepadakemungkinan variasi-veriasiberbahasa. Ketiga,pembelajaran komponen kebahasaan tidakmenganut tahap-tahap pembelajaran secaralinguistis. Komponen fonologi tidak harusdiajarkan lebih dahulu dibandingkan dengankomponen morfologi ataupun sintaksis.Pembelajaran sintaksis, misalnya, hamsberlangsung secara terpadu berdasarkanwacana yang kontekstual, fungsional,bermakna, dan bermanfaat, baik bagi siswamaupun lingkungannya. Dengan demikian,contoh-contoh kalimat yang konkretberdasarkan wacana itulah yang dapat menjadibahan kajian. Dalam hal ini, pemilihan bahanyang tepat menjadi kunci keberhasilanpembelajarannya.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atastampak bahwa tata bahasa itu dapat diajarkan(disajikan) kapan saja (di awal, tengah, akhirpelajaran) dan dalam kondisi apa saja (fokuspembelajaran membaca, menulis, berbicara,maupun mendengarkan). Kehadirannya tidakperlu direncanakankarena tata bahasa diajarkanbila terdapat kesalahan pada pemakaian bahasasiswa. Karena itu, urutannyajuga akan beragamantara kelas yang satu dengan yang lain padalevel yang sarna. Secara konkret begini. Materiuntuk kelas 8, misalnya, dapat saja disajikanpada kelas 7 saat itu juga jika memang siswakelas 7 melakukan kesalahan berbahasa yangsesuai dengan materi 8 dalam lampiran (modelKurikulum 2004). Dengan demikian, guru tidakharus menunda membicarakannya setahun lagisetelah anak duduk di kelas 8. Bagitu pulasebaliknya, kompetensi gramatikal tertentuyang tercantum di kelas 7,misalnya, tidakharusdisajikan apabila ternyata dalam kurun waktusatu tahun siswa kelas 7 tidak mengalamikesalahan dalam berbahasa. Karena itu,kebutuhan pembelajarannya berdasarkankebutuhan konteks kelas.

Kenyataan tersebut sebenarnya dapatmenepis anggapandi atas karena dengan begitu,porsi untuk menghadirkan pembelajaran aspek

Kurikulum Bahasa Indonesia: ... (Bambang Yulianto)

Page 9: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

34

tata bahasa menjadi sangat tidak terbatas. Yangmenjadi masalah adalah apakah guru-gurubahasa Indonesia siap dengan hal ini? Merekatentu akan merasa harus menyelesaikan materihari itu (misalnya berbicara) sehingga apabilaada kesalahan kebahasaan anak dalam

berbicara dengan terpaksa (sengaja?) dibiarkansaja. Yang lebih memprihatinkan adalah,barangkali, guru tidak mengetahui bahwa anakmelakukan kesalahan. Karena itu, kompetensiguru dalam hal ini dituntut sangat tinggi. Disamping itu, guru harus peka terhadapkesalahan itu.

3. Sikap Guru terhadap PengembanganKurikulum

Satu hal yang dapat dicatat tentangsikap guru adalah banyak guru yang merasalebih suka tidak mengembangkanlmenyusunsilabus sendiri. Mereka lebih suka silabus

disusun oleh pemerintah, seperti yang teIjadipada era kurikulum sebelumnya yangberbentuk GBPP. Dengan demikian, guru tidakmerasa bersalah jika menyusun silabus berbedadengan ternan sejawatnya. Pada umumnyamereka khawatir terhadap apa yang telahdihasilkannya, yang jangan jangan berbedadengan orang lain. Kekhawatiran tersebutmenyebabkan mereka bersikap apatis.

Sikap berikut mungkin merupakanproduk suatu upaya sistematis pada masa lalu,yaitu sikap suka seragam. Sikap ini tidakterlepas dari sikap pertama. Sikap suka seragamselalu merasa tidak nyaman apabila harusmenemui hal-hal yang berbeda. Dalamdokumen Kurikulum 2004 ataupun KTSPditegaskan bahwa dalam mengembangkansilabus setiap pengembang dapat saja berbedahasilnya dari pengembang yang lain. Bukankahtelah dijelaskan bahwa prinsip pelaksanaankurikulum tersebut adalah kesatuan dalam

kebijakan dan keberagaman dalam pelaksana-an. Sikap ini sebenamya merupakan cerminansikap kurang percaya diri. Sikapkurangpercayadiri ini bisa diakibatkan oleh kompetensi yangkurang. Hal ini akan melahirkan sikap guruyang kurang kreatif. Data empiris yangmeyakinkan memang tidak dapat diungkapkan,

DIKSI Vol. : 14. No. 1 Januari 2007

namun rekaman penulis terhadap fenomena inicukup menonjol.

Di samping itu, banyak guru yangmerasa bahwa beban guru lebih berat sekarang(ketika menggunakan Kurikulum 2004/KTSP)dibandingkan dengan bila mereka mengguna-kan kurikulum sebelumnya. Beban tersebutberupa beban administrasi untuk menyusunsilabus, rencana pelaksanaan pembelajaran,rubrik penilaian, dan sebaginya yang padawaktu pelaksanaan Kurikulum 1994 merekahanya menyiapkan satuan pembelajaran.Penerlibatan guru dalam kegiatan-kegiatanterse but dianggap suatu beban yangmemberatkan. Padahal, mereka harus pulamelaksanakan proses belajar mengajar di kelas.Akibatnya, mereka bersikap masa bodoh dantidak serius.

Hal itu tentu tidak berlaku bagi semuaguru. Guru yang kreatif lebih menyukaitantangan demikian karena mereka dapatmenyalurkan ide-ide kreatifnya dalammengembangkan kurikulum.Namun, kita harussadar bahwa jumlah guru yang kreatif tidaklahterlalu banyak. Apalagi, kalau kita maumenengok ke sekolah-sekolah di pelosok. Disana kita dapat menemui guru-guru yangkekurangan fasilitas pendukung untukmengembangkan kreativitasnya.

4. Pen gem bang an Kurikulum yangDilakukan Guru

Kendala yang sering terjadi di lapangandalam pengembangan silabus adalah tidaksemua guru dapat mengembangkan silabusdengan baik. Pengetahuan guru yang terbatastentang materi pembelajaran dan pemahamankurikulum menjadi pendukung utamakenyataan tersebut.

Yang juga meresahkan guru adalahadanya instruksi dari dinas pendidikankota/kabupaten untuk ulangan bersama padasetiap semester. Cara ini tidak salah dilakukanketika guru menggunakan urutan materi yangsarna dalam satu semester, seperti yang terjadidi era GBPPdulu. Namun, sekarang kondisinyaberbeda. Silabus setiap sekolah bisa berbeda.Hal itu dibenarkan menurut kurikulum.

Page 10: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

Akibatnya, bila instruksi tersebut dilaksanakansaat ini, banyak sekolah yang merasa dirugikansebab bisa saja siswanya tidak dapatmenyelesaikan soal-soal dalam ulanganbersama tersebut sebab kompetensi dasar yangdiujikan belum diajarkan. Karena itu, apabilakebijakan tersebut ingin dipertahankan untukstandardisasi sekolah-sekolah di wilayahkerjanya, dinas pendidikan kotalkabupaten(atau mungkin provinsi) harus memfasilitasipenyusunan silabus bersamauntuk satu wilayahkerjanya. Dalam pengamatan penulis belumsemua kota/kabupaten di tanah air inimelakukan hal ini meskipun merekamelaksanakan ujian bersama setiap tengahsemester.

Di samping itu, di lapangan banyakguru yang belum dapat melakukan penilaianautentik dan penilaian proses dengan baik.Dalam hal ini guru hams menyiapkan rubrikuntuk penilaian. Pada kenyataannya, penyusun-an rubrik ini tidak mudah. Sementara itu,penilaian proses tidak dapat dilakukan padabanyak siswa. Padahal, jumlah murid disekolah-sekolah kita rata-rata mencapai sekitarempat puluh siswa. Belum lagi munculpertanyaan apakah penilaian diri siswa sudahdilakukan?

Kesulitan lain yang ditemui guru dilapangan saat ini adalah bagaimana modelpelaporan hasil belajar kepada orang tua. Dibeberapa sekolah ditemui berbagai model.Bukan itu saja. Para guru merasa sangat beratmenuliskan pelaporan hasil belajar model yangdikembangkan KBK/KTSP sebab selama inimereka telah terbiasa dengan model pelaporandengan angka-angka yang serbapasti.

Model mengajar yang guru sentris jikadisurvai akan lebih banyak kita temukan biladibandingkan dengan yang murid sentris.Model ini tidak cocok untuk kegiatan belajarmengajar dengan KBK/KTSP. Apalagi, dalamKBK dituntut pembelajaran yang 'enjoyfulllearning', pembelajaran yang membuat anaksenanglbetah melakukannya. Berbagai modelpembelajaran yang akhir-akhir ini dikembang-kan dan cukup bagus mendukungnya mungkindapat dihitung dengan jari penerapannya di

35

sekolah-sekolah.

Munculnya berbagai buku pelajaranakhir-akhir ini dengan label sesuai denganKBK/KTSP dan model CTL, di sampingmenyenangkan bagi guru karena mereka bisamemilih buku yang cocok dengan sekolahmereka, ada pula guru yang menjadi bingungdengan banyaknya pilihan tersebut. Guru yangterbiasa menggunakan buku dengan instruksiakan merasa sulit mernilih sendiri buku yangsesuai dengan kebutuhan anak didiknya.Sebaliknya, guru yang tidak sejalan denganpengharusan menggunakan buku tertentumelalui kebijakan atasan tersebut merasamemperoleh angin segar.

Pemerintah melalui Pusat Perbukuan

Departemen Pendidikan Nasional telahmelakukan penilaian terhadap buku-bukupelajaran. Pada akhirnya akan dikeluarkanrekomendasi terhadap beberapa buku yanglayak dipakai di sekolah. Meskipun demikian,menurut penulis, ada kekurangan dalam prosespenilaian yang dilakukan tersebut, baik yangmenyangkut beberapa butir instrumenpenilaianmaupun model penilaiannya (karena kebetulanpenulis adalah termasuk tim penilai bukupelajaran).

Dalam KBK/KTSP ditegaskan adanyaprogram remidial. Dalam berbagai kesempatanterdengar bahwa kegiatan ini telah dilaksana-kan di beberapa sekolah. Akan tetapi, apakahsemua sekolah di wilayah bukan perkotaantelah melaksanakan kegiatan ini dengan baik?Di sekolah-sekolah proyek uji coba KBKtersebut diperoleh data bahwa hanya 59% guruyang melakukan kegiatan remidial. Padaumumnya mereka menyatakan bahwa tidak adawaktu untuk menyelenggarakannya. Meskpiundemikian, 90% di antara mereka merasa puasterhadap hasil yang diperoleh (kemajuan)Slswa.

Pelaksanaan pengayaan hampir sarnadengan remidial; bahkan seakan-akanpengayaan bukan suatu kewajiban sebab batasketuntasan telah dilampaui oleh siswa. Jumlahyang menyelenggarakanpengayaan kurang dari50%. Dalam hal ini sebagian kedl siswa yangmerasa senang sebab mereka pada umumnya

Kurikulum Bahasa Indonesia: ...(Bambang Yulianto)

Page 11: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

36

malah merasa terbebani dengan tugas-tugasbaru.

5. Kompetensi Guru

Seperti yang telah dijelaskan di depanbahwa kompetensi guru sangatlah berpengaruhterhadap kinerja guru. Dalam tes kompetensiguru bahasa Indonesia tingkat SMPIMTssecaranasional skor guru yang mencapai nilai 70%atau lebih rasanya tidak lebih dari 10%. Karenaadanya ketentuan kuota pelatihan yang berupaTOT untuk guru bahasa Indonesia SMPIMTsuntuk tingkat nasional, beberapa peserta denganskor di bawah 50% terpaksa diikutkan karenamemang pertimbangan mewakili daerah. ltugambaran nyata yang menunjukkan rata-ratakompetensi guru bahasa Indonesia.

Dalam kegiatan TOT tersebut parapeserta (yang nota bene adalah guru-gurupilihan karena skor tes kompetensi setelahdiranking memenuhi kuota) ditengaraimemiliki pemahaman ten tang aspekkebahasaan masih rendah. Keluhan serupadilontarkan pula oleh fasilitator yangmenyampaikan materi sastra, metodepembelajaran, dan evaluasi.

Ketika penulis menjadi fasilitatordalam suatu TOT untuk guru bahasa IndonesiaMTs se-Madura tahun 2001, penulis sempattercengang karena di antara 40 peserta dalamsatu kelas, hanya ada 3 orang guru yangmemiliki latar belakang S1 Pendidikan BahasaIndonesia. Sarjana di kelas itu kurang dari 50%.ltu pun sebagian besar bergelar S.Ag. Yangmenarik adalah adanya guru bahasa IndonesiaMTs yang hanya berpendidikan MTs. Beberapaguru berpendidikan MA (Madrasah Aliya). ltusemua menunjukkan seserpih gambarankompetensi guru bahasa Indonesia kita.

6. Dampak Implementasi KBK pada SiswaBagi 41% siswa SMA uji coba,

terhadap penerapan KBK di sekolah merekamerasakan terbebani karena banyaknya tugasuntuk mencari informasi tambahan dan tugas-tugas dari berbagai guru mata pelajaran terasasangat memberatkan mereka. Dalam hal initerdapat 59% siswa yang merasa tidak

DIKSI Vol. : J4. No. J Januari 2007

terbebani. Dari jurnlah itu 70% yang merasasenang karena bisa belajar mandiri,memanfaatkan waktu untuk belajar lebihbanyak lagi, menumbuhkan kreativitas, dandapat menggunakan berbagai referensi.

Pelaksanaan kegiatan remidial,menurut 40% siswa, juga terasa sangatmembebani. Cara yang dilaksanakan gurumenurut mereka adalah mengulangi materiyang belum tuntas. Meskipun demikian,sebagian besar (82%) siswa yang diremidimerasa puas dengan hasil remidi karena telahmelampaui batas lulus (tuntas).

7. Dampak Implementasi KBKlKTSPpada Sarana dan Prasarana Sekolah

Tugas-tugas pengembangan diri siswadalam mata pelajaran Bahasa dan SastraIndonesia banyak diperoleh melalui bahanpustaka. Dalam hal ini peran perpustakaansekolah menjadi sangat penting dalampengembangan kurikulum. Jumlah bahanpustaka yang memadai berdasarkan ukuranjurnlah siswa dan jenis koleksinya menjadipenentu keberhasilan program belajarmengajar. Ruang baca yang memadai,meskipun tidak sepenting jurnlah dan jeniskoleksi bahan pustaka, patut diperhitungkandalam menciptakan iklim belajar yangkondusif.

Dari hasil pengamatan pada tigasekolah dimaksud, terungkap bahwa ketigasekolah telah memiliki perpustakaan yangrepresentatif untuk melayani kebutuhansiswanya. Namun, apakah semua sekolah ditanah air ini memiliki fasilitas demikian?

Mungkin sekali jika dihitung, tidak lebih dari25% sekolah yang memiliki perpustakaan yangbaik.

Keterbatasan media pembelajaranuntuk pembelajaran bahasa juga dirasakan olehpara guru. Media pembelajaran bahasa yangdijual jumlahnya tidak banyak. Media buatanguru, di samping membuatnya memerlukanwaktu yang tidak sedikit, kadang-kadangbahamlya sulit diperoleh (ini banyak dirasakanguru-guru luar Jawa di daerah terpencil).

Yang termasuk dalam sarana yang juga

Page 12: KURIKULUM BAHASA INDONESIA: PROBLEMATIKA DI … · 2013-07-08 · Dalarn otonomi pendidikan terbuka ... struktur yang artifisial untuk 'keberhasilan' ... Kurikulum 2004 at au KTSP

penting adalah papan pajang. Temyata tidaksemua ruang kelas dalam suatu sekolahmemiliki papan pajang. Papan pajang yangideal pada setiap ruang kelas harus tersedia.Ukurannya harus cukup besar sehingga dapatmemlmpung seluruh hasil kerja siswa. Rasanyaguru kurang adil jika hanya memajang hasilpekerjaan siswa secara sampling. Siswa yangkaryanya tidak pemah dipajang akan merasaminder, kurang percaya diri. Sikap ini kurangmenguntungkan sebab anak yang bersangkutanakan mengambil sikap apatis, acuh tak acuh.Meskipun sebenamya fasilitas ini tidak terlalumahal secara ekonomis, manfaatnya sangatbesar bagi siswa.

D. PENUTUP

Uraian di depan mengungkapkanbetapa masih banyaknya problematikapengimplementasian KBK/KTSP di sekolah,terutama sekali di sekolah-sekolah pelosok.Upaya yang terus-menerus untuk meningkat-kan kualitas guru bahasa Indonesia sehinggamereka memiliki kompetensi yang memadai(profesional) menjadi impian yang harusdiwujudkan karena dari guru-guru yangprofesional inilah harapan bangsa diserahkan.Penyediaan saranayang memadai akanmenjadipendukung yang kokoh. Semoga.

DAFTAR PUSTAKA

Dit. PLP. 2003. Kurikulum Bahasa Indonesia.

Bahan Pelatihan Terintegrasi BerbasisKompetensi. Jakarta.

Dorros, Sidney. 1978. Teaching as Profession.Columbus: Charles E. Merrill

Publishing Company.

37

Goodlad, John I. 1984. A Place Called Scholl.New York: McGraw-Hill BookCompany.

Kompas. 2001. "Mendiknas Ingin RekrutmenGuru Tetap oleh Pemerintah Pusat". 18Januari. Jakarta.

Kuswandi. 2005". Implementasi KurikulumBerbasis Kompetensi di SMA KotaSurabaya (Suatu kajian ten tangImplementasi KBK di 3 SMASurabaya)". Draf Disertasi TidakDiterbitkan. Surabaya:Untag.

Moedjiharto. 2000. "Profesionalisme Guruuntuk Merespon Otonomi Daerah".Dalam Media Informasi danKomunikasi Unesa. Oktober.

Nunan, David. 1988. The Learner-CentredCurriculum. New York: CambridgeUniversity Press.

Richards, Jack C. 2001. CurriculumDevelopment in Language Teaching.New York: Cambridge UniversityPress.

Stinnett, T.M. 1968. ProfJesional Problems ofTeachers. NewYork: The MacmillanCompany.

Suryadi, Ace. 2001. "Menyoal Mutu ProfesiGuru". Dalam Kompas. 9 Maret.Jakarta.

Suyanto. 2001. "Guru yang Profesional danEfektif'. Dalam Kompas. 16 Februari.Jakarta.

~ MLIK UPTPERPUSTAKAAN_UNIV.NEGERIYOGYAKART~

Kurikulum Bahasa Indonesia: ... (Bambang Yulianto)